Anda di halaman 1dari 40

HUBUNGAN POSISI MENERAN DENGAN RUPTUR

PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI BPM


ANITAWATI SIBURIAN
TAHUN 2020

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:
ANITAWATI SIBURIAN
NPM : 1919002295

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MITRA HUSADA MEDAN
T.A 2019/2020
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN POSISI MENERAN DENGAN RUPTUR


PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI BPM
ANITAWATI SIBURIAN
TAHUN 2020

Oleh :

ANITAWATI SIBURIAN
NPM. 1919002295

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui


Untuk diseminarkan di hadapkan peserta seminar
STIKes Mitra Husada Medan

Pembimbing

Marlina Simbolon, SST.,MKM

Menyetujui, Menyutujui
Prodi Kebidanan Program Sarjana STIKes Mitra Husada Medan
Ka. Prodi, Ketua,

Febriana Sari, SST, M.Keb Siti Nurmawan Sinaga, SKM, M.Kes


NIDN : 0103029004 NIDN : 0118107402

i
ii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan proposal skripsi yang berjudul Hubungan Posisi
Meneran Dengan Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin di BPM Anitawati Siburian
Tahun 2020.
Proposal Skripsi ini ditulis untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah
satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di STIKes Mitra Husada Medan.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis mendapat bimbingan dan
dukungan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimaksih kepada:
1. Bapak Drs. Imran Saputra Surbakti, MM, selaku Ketua Pengurus
Yayasan STIKes Mitra Husada Medan yang telah memberikan dukungan
dan memfasilitasi sarana dan prasarana selama masa pendidikan.
2. Ibu Siti Nurmawan Sinaga, SKM, M.Kes, selaku Ketua STIKes Mitra
Husada Medan yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan
motivasi dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi iniIbu Febriana
Sari, SST.,M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
STIKes Mitra Husada Medan yang telah banyak memberikan arahan,
bimbingan dan motivasi dalam melaksankan dan menyelesaikan proposal
skripsi ini.
3. Ibu Febriana Sari, SST, M.Keb, selaku Ketua Pogram Studi Sarjana
Kebidanan STIKes Mitra Husada Medan yang telah banyak memberikan
arahan, bimbingan dan motivasi dalam melaksanakan dan menyelesaikan
skripsi ini.
4. Ibu Marlina Simbolon, SST.,MKM selaku Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan dalam melaksanakan dan menyelesaikan
skripsi ini.
5. Orangtua dan keluarga yang telah memberikan banyak dukungan dan doa
dalam penyusunan proposal skripsi ini.

ii
iii

6. Teman-teman di Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan yang


tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberi semangat dan
dukungan selama proses penulisan proposal skripsi ini.
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Semoga Tuhan Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan
kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu
penulis.

Medan, Juni 2020


Penulis

Anitawati Siburian

iii
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL.................................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6


............................................................................................................

2.1 Konsep Persalinan........................................................................ 6

2.2 Konsep Ruptur Perineum.............................................................. 15

2.3 Konsep Posisi Meneran................................................................ 23

BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................... 26

3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 26

3.2 Kerangka Konsep ........................................................................ 26

3.3 Definisi Operasional Variabel ..................................................... 26

3.4 Populasi dan Sampel .................................................................... 27

iv
v

3.5 Teknik Sampling........................................................................... 27

3.6 Lokasi Penelitian ......................................................................... 28

3.7 Pengumpulan Data........................................................................ 28

3.8 Analisa Data................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 30

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan salah satu kewajiban yang harus dilewati bagi

seorang ibu hamil dan suatu fisiologis yang dialami oleh wanita. Pada proses ini

terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu untuk dapat melahirkan

janinnya melalui jalan lahir (Agustina, 2017). Tujuan dari proses persalinan

adalah menjaga kelangsungan hidup dan mendorong kelahiran yang aman bagi

ibu dan bayi sehingga dibutuhkan peran dari petugas kesehatan untuk

mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan

bayi, sebab kematian ibu dan bayi sering terjadi terutama saat proses persalinan

(Yulizawati, 2019).

Proses beralangsungnya persalinan bukan berarti tidak ada permasalahan

dalam persalinan, tetapi melainkan banyak kemungkinan hal yang bisa terjadi

dimana dinamakan dengan komplikasi pada saat persalinan. Komplikasi

persalinan adalah kondisi dimana ibu dan janinnya terancam yang disebabkan

oleh gangguan langsung saat persalinan serta menjadi salah satu penyebab

terjadinya kematian ibu bersalin maupun janinnya. Penyebab kematian pada ibu

karna pendarahan salah satunya adalah ruptur perineum (Rahmawati &Agustin,

2020).

Ruptur perineum adalah robekan pada perineum yang biasanya disebabkan

oleh trauma persalinan (Uswatun, 2020). Etiologi ruptur perineum adalah kepala

janin terlalu cepat lahir, pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya,

1
2

sebelumnya terdapat banyak jaringan parut pada perineum dan persalinan dengan

distosia bahu (Handriyanti, 2020). Ruptur lebih sering terjadi pada primipara dan

kadang multipara disebabkan karena peregangan perineum yang berlebihan pada

persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar

(Choirunissa, 2019).

Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala

janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia subboksipito-bregmatika, atau dilahirkan dengan pembedahan

vaginal (Qoniatur, 2020).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Sarmala (2019) terjadi

2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan

mencapai 6,3 juta pada tahun 2050. Seiring dengan semakin tingginya bidan yang

tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. Di Amerika 26 juta ibu bersalin

yang mengalami ruptur perineum, 40% diantaranya mengalami ruptur perineum.

Di Asia ruptur perineum juga masalah yang cukup banyak dalam masyarakat,

50% dari kejadian ruptur perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin

yang mengalami ruptur perineum di Indonesia dengan kejadian infeksi luka

jahitan sebanyak 5% dan perdarahan sebanyak 7% dan kematian pada ibu

postpartum sebanyak 8%. Di Jawa Timur ruptur perineum yang dialam ibu

bersalin dengan perdarahan sebanyak 7%, infeksi luka jahitan sebanyak 5%.
3

Prevalensi ibu bersalin yang mengalami luka robekan perineum di Indonesia

pada golongan umur 25-30 tahun, yaitu 24%, sedangkan pada ibu bersalin usia

32– 39 tahun sebesar 62% (Campion, 2019). Hasil studi dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun

2018- 2019 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan, bahwa satu dari lima

ibu bersalin yang mengalami luka robekan perineum akan meninggal dunia

dengan persentase (21,74%) yang diakibatkan karena perdarahan dan infeksi

(Sarmala, 2019).

Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu persalinan dan

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi persalinan, cara meneran,

pimpinan persalinan dan berat badan bayi baru lahir. Posisi meneran ada beberapa

macam antara lain posisi merangkak/tidur miring, posisi jongkok atau berdiri,

posisi duduk/setengah duduk dan posisi telentang/supine. Meneran dengan posisi

miring dapat mengurangi resiko terjadinya rupture perineum. Sedangkan meneran

dengan posisi telentang resiko terjadinya rupture perineum lebih besar (Qoniatur,

2020).

Menurut Kemenkes RI (2019) angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi

sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal di

Indonesia didominasikan oleh perdarahan postpartum yaitu sebesar 27%.

Pendarahan postpartum merupakan penyebab utama kematian ibu di Indonesia

yang salah satunya disebabkan oleh ruptur perineum. Ruptur perineum merupakan

perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat keahiran bayi baik menggunakan alat

maupun tidak.
4

Dari survey pendahuluan di BPM Anitawati Siburian didapatkan data 11

persalinan pada bulan April sampai bulan Mei 2020 yang seluruhnya merupakan

persalinan normal. Dari 11 persalinan tersebut sebanyak 7 orang mengalami

rupture perineum, ibu yang mengalami rupture perineum saat melahirkan posisi

menerannya litotomi sampai bayi lahir sehingga bokong terangkat. Sedangkan 4

orang lainnya yang tidak mengalami ruptur perineum meneran dengan posisi

setengah duduk. Namun demikian belum dapat dipastikan apakah posisi meneran

setengah duduk memang dapat mengurangi ruptur perineum dibandingkan posisi

meneran lainnya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih lanjut tentang “Hubungan Posisi Meneran dengan Ruptur

Perineum di BPM Anitawati Siburian Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut

“Bagaimana hubungan posisi meneran dengan rupture perineum di BPM

Anitawati Siburian Tahun 2020” ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan posisi

meneran dengan rupture perineum di BPM Anita Siburian Tahun 2020

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi posisi semi fowler dengan robekan perineum

b. Mengidentifikasi posisi miring kiri dengan robekan perineum


5

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Pasien

Pasien dapat memperoleh manfaat penerapan meneran untuk mengurangi

rupture perineum

b. Bagi Penulis

Penulis memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset

kebidanan di tatanan pelayanan kebidanan, khususnya penelitian tentang

pelaksanaan tindakan posisi meneran untuk mengurangi terjadinya rupture

perineum

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang sejenis selanjutnya.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan

2.1.1 Defenisi Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses

ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan

perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (APN,

2017). Menurut Rohani et al (2016) persalinan merupakan proses pergerakan

keluarnya janin, plasenta dan membrane dari dalam Rahim melalui jalan lahir.

Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi

uterus dengan frekuensi, durasi dan kekuatan yang teratur. Persalinan adalah

proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membrane dari dalam uterus (rahim)

melalui jalan lahir. Saat persalinan terjadi proses membuka dan menipisnya

serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan yang normal terjadi pada

umur kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) (Bobak, 2012)

2.1.2 Jenis Persalinan

Menurut Damayanti (2014) berdasarkan caranya, persalinan dapat

dikelompokkan dalam 4 cara yaitu sebagai berikut:

a. Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu

sendiri
7

b. Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan

cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi

belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh

proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa

tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi

c. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi jika kekuatan yang

diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan,

yaitu merangsang otot Rahim berkontraksi seperti dengan menggunakan

prostaglandin, oksitosin atau memecahkan ketuban

d. Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal

secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi

adanya penyulit persalinan sehingga persalinan dilakukan dengan

memberikan tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan terdiri

dari: (1) persalinan tindakan pervaginam; apabila persyaratan pervaginam

memenuhi, meliputi ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih

hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal. (2) persalinan

tindakan perabdomen; apabila persyaratan pervaginam tidak memenuhi

berupa Sectio Caesarea (SC)

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Terdapat lima faktor esensial yang mempengaruhi proses persalinan dan

kelahiran. Faktor-faktor tersebut dikenal dengan lima P: passenger (penumpang,

yaitu janin dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers (kekuatan), position

(posisi ibu), dan psychologic respons (respon psikologis) (Bobak, 2012).


8

1. Passanger (Penumpang); Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir

merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin,

presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus

melewati jalan lahir, maka plasenta dianggap juga sebagai bagian dari

passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses

persalinan pada kehamilan normal

2. Passageway (Jalan Lahir); Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian

tulang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina).

Lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi

meskipun itu jaringan lunak, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam

proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan

lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul perlu

diperhatikan sebelum persalinan dimulai.

3. Power (Kekuatan); Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan

adalah his, kontraksi otot-oto perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari

ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan dalam persalinan adalah his

yaitu kontraksi otot-otot rahim, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya

adalah tenaga meneran ibu.

4. Position (Posisi Ibu); Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan

fisiologi persalinan. Menurut Melzack, dkk tahun 1991 dalam Bobak (2012)

mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan

memperbaiki sirkulasi. Posisi yang baik dalam persalinan yaitu posisi tegak

yang meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok. Posisi tegak
9

dapat memberikan sejumlah keuntungan, hal itu dikarenakan posisi tegak

memungkinkan gaya gravitasi membantu penurunan janin, dapat

mengurangi insiden penekanan tali pusat, mengurangi tekanan pada

pembuluh darah ibu dan mencegah kompresi pembuluh darah serta posisi

tegak dapat membuat kerja otot-otot abdomen lebih sinkron (saling

menguatkan) dengan rahim saat ibu mengedan.

5. Psychologic Respons (Psikologis); Psikologis adalah kondisi psikis klien

dimana tersedianya dorongan positif, persiapan persalinan, pengalaman lalu,

dan strategi adaptasi/coping. Psikologis adalah bagian yang krusial saat

persalinan, ditandai dengan cemas atau menurunnya kemampuan ibu karena

ketakutan untuk mengatasi nyeri persalinan. Respon fisik terhadap

kecemasan atau ketakutan ibu yaitu dikeluarkannya hormon katekolamin.

Hormon tersebut menghambat kontraksi uterus dan aliran darah plasenta.

Faktor psikologis tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: Melibatkan

psikologis ibu, emosi, dan persiapan intelektual; Pengalaman melahirkan

bayi sebelumnya; Kebiasaan adat; Dukungan dari orang terdekat pada

kehidupan ibu.

2.1.4 Tahapan Persalinan

Menurut Sulistyawati (2010) Tahap-tahap persalinan dibagi menjadi empat

yaitu:

a. KALA I (Pembukaan)

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah terjadi

pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit
10

selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara

pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi dua fase,

yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7

jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering

terjadi selama fase aktif. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak

begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-

jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada

multigravida sekitar 8 jam, Berdasarkan Kurve Friedman, diperhitungkan

pembukaan primigravida 1 cm per jam dan pembukaan multigravida 2 cm per

jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat

diperkirakan

b. KALA II (Pegeluaran Bayi)

Kala II adalah pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap sampai

bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan

mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada

primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan kala II

ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan

sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm,.

Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:

1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik

2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran

cairan secara mendadak;


11

3) Ketuban pecah saat pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan

meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser

4) Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi

sehingga kepala bayi membuka pintu: Suboksiput bertindak sebagai

hipomochlion, berturut-turut lahir ubunubun besar, dahi, hidung, dan

muka serta kepala seluruhnya

5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu

penyesuaian kepala pada punggung

6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong

dengan jalan berikut:

a) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian

ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke

atas untuk melahirkan bahu belakang

b) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa

badan bayi.

c) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

7) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multi gravid 30 menit.

c. KALA III (Pengeluaran Plasenta)

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan

lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan nitabusch,

karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan

dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke

atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah
12

panjang, terjadi perdarahan, melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan

ringan secara crede pada fundus uteri (Manuaba, 2010). Ada 2 metode untuk

pelepasan plasenta :

a) Metode schulze; Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga

plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah. Metode yang lebih umum

terjadi, plasenta terlepas dari suatu titik pusat dan merosot ke vagina

melalui lubang dalam kantung amnion, pembukaan fetal plasenta muncul

pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti

payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaan maternal

plasenta tidak terlihat, dan bekuan darah berada dalam kantong yang

terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan

plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol

perdarahan (Marmi, 2016)

b) Metode Matthews Ducan Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga

terjadi perdarahan dan diikuti pelepasan plasenta. Pada metode ini

kemungkinan terjadi bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar

karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode

schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak

rendah didalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan

darah yang hilang sangat banyak karena hanya ada sedikit serta oblik

dibagian bawah segmen (Marmi, 2016). Untuk mengetahui apakah

plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa prasat

menurut Marmi (2016). (1) Perasat Kustner; Tangan kanan meregangkan


13

atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas

simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina berarti plasenta

belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara

hati-hati. Apabila hanya sebagian lasenta terlepas, perdarahan banyak

akan dapat terjadi. (2) Perasat Strassman; Tangan kanan meregangkan

atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri.

Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti

plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti

plasenta telah lepas dari dinding uterus. (3) Perasat Klein; Wanita

tersebut disuruh mengejan dan tali pusat tampak turun ke bawah. Bila

pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagina,

berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. (4) Perasat Crede;

Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas

dari dinding uterus hanya dapat dipergunakan bila terpaksa misalnya

perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan

postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat crede sukar atau tidak dapat

dikerjakan.

d. KALA IV (Observasi)

Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV

dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi

pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Tingkat

kesadaran pasien; b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi, dan


14

pernafasan; c) Kontraksi uterus; d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap

masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

2.1.5 Tanda-tanda Permulaan Persalinan

Menurut Yanti (2011) tanda-tanda permulaan persalinan adalah sebagai

berikut:

a. Lightening; Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa

keadanyaanya menjadi lebih enteng, ia merasa kurang sesak, tetapi

sebaliknya ia merasa bahwa berjalanan sedikit lebih sukar, dan sering

diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawah.

b. Pollakisuria; Kepala janin sudah mulai masuk pintu atas panggul. Keadaan

ini menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk

sering kencing yang disebut pollakisuria

c. False labor; 3 atau 4 minggu sebelum persalinan. Calon ibu diganggu oleh

his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari

kontraksi braxton hicks.

d. Perubahan serviks; Pada akhir bulan Ke-IX hasil pemeriksaan serviks

menunjukan bahwa serviks yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak

namun menjadi : lebih lembut, beberapa menunjukan telah terjadi

pembukaan dan penipisan.

e. Energy sport; Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira

24-28 jam sebelum persalinan mulai, setelah beberapa hari sebelumnya

merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka ibu akan mendapati

satu hari sebelum persalinan dengan energi yang penuh.


15

f. Gastrointestinal upsests; Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-

tanda seperti diare, obstipasi mual dan muntah karena efek penurunan

hormon terhadap sistem pencernaan

2.1.6 Istilah Dalam Persalinan

Menurut Wiknjosastro (2013) istilah-istilah yang berkaitan dengan

kehamilan dan persalinan adalah:

a. Primipara; adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan bayi aterm

sebanyak satu kali.

b. Multipara (pleuripara); adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup

beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.

Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable

untuk beberapa kali

c. Grandemultipara; adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih

dari lima kali.

d. Nulipara; adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable.

2.2 Konsep Teori Ruptur Perineum

2.2.1 Defenisi Ruptur Perineum

Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Prawitasari

2015). Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan

yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh

symphisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber ischiadicum, dan di sebelah

posterior oleh os. coccygeus (Thakar, 2020). Menurut Prawirohardjo (2011),


16

tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan adalah

perineum.

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik

secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi

hampir pada semua primipara (Prawirohardjo, 2011). Pada dasarnya, robekan

perineum dapat dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui

kepala janin terlalu cepat (Wiknjosastro, 2013).

Perineum terdiri atas diafragma urogenital dan bagian bawah dari genitalia

eksterna. Regio urogenital berhubungan dengan pembukaan dari sistem urinaria

dan system reproduksi. Sedangkan regio anal terdiri atas anus dan musculus

sphincter ani externus (Drake, et al., 2010).

Perineum terletak di bawah diafragma pelvis. Perineum merupakan area

berbentuk belah ketupat bila dilihat dari bawah, dan dapat dibagi menjadi regio

urogenital dan regio anal di posterior oleh garis yang menghubungkan tuberositas

ischii secara horizontal Perineum bila dilihat dari bawah dengan tungkai abduksi

berbentuk berlian dan di anterior dibatasi oleh symphisis pubis, posterior oleh

ujung os. coccygis, dan lateral oleh tuber ischiadicum (Faiz & Moffat, 2014).

2.2.2 Anatomi Perineum Wanita

Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-

rata 4 cm. Saat persalinan, tidak hanya ditentukan oleh organ-organ genitalia

interna saja seperti uterus dan vagina, tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-

jaringan ikat dan ligamenligamen juga mempengaruhi jalan lahir. Otot-otot yang

menahan dasar panggul dibagian luar adalah musculus sphincter ani externus,
17

musculus bulbocavernosus yang melingkari vagina, dan musculus perinei

transversus superfisialis. Lebih ke dalam lagi ditemukan otot dalam yang paling

kuat, disebut diafragma pelvis, terutama musculus levator ani yang berfungsi

menahan dasar panggul. Letak musculus levator ani ini sedemikian rupa dan

membentuk sebuah segitiga di bagian depan, disebut trigonum urogenitalis. Di

dalam trigonum ini terdapat uretra, vagina dan rektum (Wiknjosastro, 2013).

2.2.3 Pembagian Ruptur Perineum

Menurut Prawitasari (2015) Ruptur perineum dibagi dalam tingkatan-

tingkatan sebagai berikut:

a. Tingkat I : Ruptur hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa

mengenai kulit perineum

b. Tingkat II : Ruptur mengenai selaput lender vagina dan otot perinea

transversalis, tetapi tidak mengenai springter ani

c. Tingkat III : Ruptur mengenai seluruh perineum dan otot springter ani

d. Tingkat IV : Ruptur sampai mukosa rektum

2.2.4 Risiko Ruptur Perineum

Menurut Sagala (2020) Keluarnya bayi melalui jalan lahir sebagian besar

menyebabkan robekan pada vagina dan perineum. Meski tidak tertutup

kemungkinan robekan itu memang sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan

lahir. Risiko yang ditimbulkan karena robekan perineum adalah pendarahan,

dengan pendarahan yang hebat ibu akan mengalami kondisi tidak berdaya, lemah,

tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun.


18

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum

Menurut Cunningham (2014) Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap

persalinan pervaginam, tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

peningkatan risiko ruptur derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses

persalinan kala II, posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan

anestesi local. Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:

a. Paritas; adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang

pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka

dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir

terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada

persalinan berikutnya (multipara)

b. Berat lahir bayi; Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan

risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir

memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar

berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur

perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi

dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi

dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.

Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu

menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi

besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal

adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram


19

c. Cara mengejan; Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah

direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan.

Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi

terjadinya laserasi. Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala

yang tiba-tiba oleh karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan

tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai sphincter ani dan rektum.

Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan yang

bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan

kekuatan mengejan

d. Elastisitas perineum; Perineum yang kaku dan tidak elastis akan

menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap

janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat 3. Hal

ini sering ditemui pada primigravida berumur diatas 35 tahun

2.2.6 Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun; Berdasarkan penelitian responden yang

tidak mengalami kejadian ruptur perineum cenderung berumur tidak

beresiko (20-35 tahun), sedangkan responden yang mengalami ruptur

perineum adalah responden yang berumur resiko tinggi. Pada umur <20

tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga

bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami

komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut

belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau

macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada

ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20
20

tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi

dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun)

2.2.7 Klasifikasi Ruptur Perineum

1) Ruptur Perineum Spontan Menurut Cunningham, et al. (2014), laserasi

(ruptur) perineum dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Derajat 1; Pada ruptur perineum derajat 1 akan mengenai fourchette, kulit

perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia dan

otot.

b. Derajat 2; Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai kulit dan membran

mukosa, fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai sphincter

ani.

c. Derajat 3

a) Derajat 3a: < 50% spinchter ani externa

b) Derajat 3b: >50% spincter ani externa

c) Derajat 3c: spincter ani externa & interna

d. Derajat 4; Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa

rektum sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra

yang dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin terjadi. Robekan

mengenai kulit, otot dan melebar sampai sphincter ani dan mukosa

rektum.

2) Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)

Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk

memudahkan proses kelahiran. Pada persalinan spontan sering terjadi


21

robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur.

Hal ini akan menghambat penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena

itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi

pada perineum saat kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan

perineum. Insisi tersebut dilakukan pada garis tengah (episiotomi medialis)

atau ke jurusan lateral (episiotomi mediolateralis) (Wiknjosastro, 2013).

Perlu diketahui bahwa episiotomi medial dan mediolateral dengan sudut 60

derajat akan sangat berkaitan dengan OASI (Obstetric Anal Spinchter

Injury). Studi menyatakan bahwa dokter dan bidan pada umumnya tidak

bisa menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh sebab itu lah dalam

melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati. Sedangkan

penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang signifikan dari

prosedur episiotomi. Faktanya, episiotomi akan menyebabkan morbiditas

dibandingkan persalinan tanpa episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk

nyeri dan dispareunia yang signifikan pada kelompok penelitian (Friedman,

2018).

Indikasi dilakukan episiotomi adalah sebagai persiapan persalinan

operatif dimana hal ini biasanya dilakukan untuk mempermudah kelahiran

dengan komplikasi distosia bahu. Tujuan episiotomi adalah untuk

mengurangi komplikasi trauma dasar panggul saat kelahiran, yang

mencakup perdarahan, infeksi, prolaps genital, dan inkontinensia akibat

OASI. Meskipun demikian kadang tak terlihat manfaat ibu yang menjalani

proses episiotomi (Holmes, 2011).


22

a) Episiotomi medialis Episiotomi jenis ini sering digunakan di Amerika

Serikat. Tipe ini akan dilakukan insisi garis tengah vertikal dari

fourchette posterior sampai ke rektum. Namun, tipe ini berhubungan

dengan meningkatnya trauma perineum parah dengan perluasan derajat 3

dan 4.

b) Episiotomi Mediolateral Lebih sering digunakan di Inggris. Tipe

episiotomi ini adalah pengirisan pada posisi 45 derajat terhadap

fourchette posterior pada satu sisi. Insisi semacam ini akan mencegah

terjadinya trauma perineum yang parah.

c) Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari

kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini

sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan

komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat

pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan

perdarahan yang banyak. Selain itu jaringan parut yang terjadi dapat

menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

d) Insisi Schuchardt Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi

mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral,

melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.

2.3 Konsep Teori Posisi Meneran

2.3.1 Defenisi

Posisi meneran adalah posisi yang nyaman bagi ibu bersalin. Ibu bersalin

dapat berganti posisi secara teratur selama persalinan kala II, karena hal ini sering
23

kali mempercepat kemajuan persalinan dan ibu mungkin merasa dapat meneran

secara efektif pada posisi tertentu yang dianggap nyaman bagi ibu. Tujuan posisi

meneran adalah; 1) memberikan kenyamanan pada proses persalinan; 2)

mempermudah atau memperlancar proses persalinan dan kelahiran bayi; 3)

mempercepat kemajuan persalinan (Untari, 2020)

2.3.2 Cara Meneran

Menurut Manuaba (2010), cara meneran yaitu:

a. Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama

kontraksi

b. Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran.

c. Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.

d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih

mudah untuk meneran jika ia menarik lutut kearah dada dan menempelkan

dagu ke dada.

e. Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

f. Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahir

Menurut JNPK-KR (2017), dorongan pada fundus meningkatkan resiko

distosia bahu dan rupture uteri. Cegah setiap anggota keluarga yang mencoba

melakukan dorongan pada fundus. Untuk mengkoordinasikan semua kekuatan

menjadi optimal saat his dan mengejan dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Parturien diminta untuk merangkul kedua pahanya, sehingga dapat

menambah pembukaan pintu bawah panggul.


24

2. Badan ibu dilengkungkan sampai dagu menempel di dada, sehingga arah

kekuatan menuju jalan lahir.

3. His dan mengejan dilakukan bersamaan sehingga kekuatannya optimal.

4. Saat mengejan ditarik sedalam mungkin dan dipertahankan denagn

demikian diafragma abdominal membantu dorongan kearah jalan lahir.

5. Bila lelah dan his masih berlangsung, nafas dapat dikeluarkan dan

selanjutnya ditarik kembali utnuk dipergunakan mengejan

Menurut Sarwono (2005), ada 2 cara mengejan yaitu :

1. Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai

batas siku, kepala sedikit diangkat sehingga dagu mendekati dadanya dan

dapat melihat perutnya.

2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring kekiri atau kekanan

tergantung pada letak punggung janin, hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki

yang berda diatas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini

baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna.

2.3.3 Keuntungan dan manfaat posisi meneran

Menurut Lieskusumastuti (2017) keuntungan dan manfaat posisi meneran

bagi ibu bersalin adalah; 1) mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan; 2) lama

kala II lebih pendek; 3) Laserasi perineum lebih pendek; 4) menghindari

persalinan yang harus ditolong dengan tindakan

2.3.4 Macam-macam Posisi Meneran

Menurut Holmes (2011) macam-macam posisi meneran adalah seperti

berikut
25

Posisi Rasionalisasi
Merangkak Baik untuk persalinan dengan punggung
yang sakit Membantu bayi melakukan rotasi
Peregangan minimal pada perineum.
Jongkok atau berdiri Membantu penurunan kepala bayi
Memperbesar ukuran panggul, menambah
28% ruang outletnya Memperbesar
dorongan untuk meneran (bisa memberi
konstribusi pada laserasi perineum
Posisi duduk atau setengah Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing
duduk kelahiran kepala bayi dan mengamati atau
mendukung perineum.
Berbaring miring kekiri Memberi rasa santai bagi ibu yang letih
Memberi oksigenasi yang baik bagi bayi
Membantu mencegah terjadinya laserasi.

2.3.5  Tindakan Bidan Sebelum Menolong Persalinan

Menurut APN (2017) Sebelum bidan menolong persalinan sebaiknya

melakukan hal – hal sebagai berikut:

1. Menjelaskan kepada ibu bersalin dan pendamping tentang kekurangan dan

kelebihan berbagai posisi pada saat persalinan.

2. Memberikan kesempatan pada ibu memilih sendiri posisi yang dirasakan

nyaman.

3. Membicarakan tentang posisi-posisi pada ibu semasa kunjungan kehamilan.

4. Memperagakan tekhnik dan metode berbagai posisi kepada ibu sebelum

memasuki kala II.

5. Mendukung ibu tentang posisi yang dipilihnya.

6. Mengajak semua petugas untuk meninggalkan posisi litotomi.

7. Menyediakan meja bersalin/tempat tidur yang memberi kebebasan

menggunakan berbagai posisi dan mudah dibersihkan.


26

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan

pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu

pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang dilakukan

pada variabel terikat dan variabel bebas. Pendekatan ini digunakan untuk menlihat

hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya.

3.2 Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2014) kerangka konsep merupakan formulasi atau

simplikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian

tersebut. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel dependen

Posisi Semi fowler Ruptur Perineum


Posisi Miring

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah bagaimana peneliti akan menjelaskan tentang

suatu variabel yang akan diteliti (Hidayat, 2015)

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur/ Skala
Operasional Ukur Ukur Kategori Ukur
1 Posisi Ibu hamil Kuesioner observasi 0= Dipilih Nominal
Semi tidur langsung 1=Tidak
Fowler terlentang dengan dipilih
dengan bantal check
mengganjal list
punggung
27

atau bisa juga


dipangku
oleh suami
2 Posisi Ibu berbaring Kuesioner observasi 0=Dipilih Nominal
Miring posisi kiri langsung 1=Tidak
Kiri sesuai dengan dengan dipilih
anjuran check
bidan. list
3 Ruptur Robekan Kuesioner observasi Derajat 1 Ordinal
Perineum perineum langsung Derajat 2
yang terjadi dengan Derajat 3
pada saat check Derajat 4
bayi lahir list
baik secara
spontan
maupun
dengan
menggunaka
n alat atau
tindakan.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di Bidan

Praktek Mandiri Anita Siburian

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian

ini adalah seluruh ibu yang bersalin di Bidan Praktek Mandiri Anita Siburian

bulan Juni – Juli Tahun 2020. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.5 Teknik Sampling

Tehnik sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel penelitian ini dengan

menggunakan total sampling yaitu mengambil semua populasi yang ada dijadikan

sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014).


28

3.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bidan Praktek Mandiri Anitawati Siburian Jln

Stasiun Lor Perhatian No 38 Belawan

3.7 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan data primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari individu yang diteliti. Data

primer disini adalah data yang didapat dari ibu yang sedang melahirkan

sepengetahuan peneliti dan langsung diambil datanya di Bidan Praktek Mandiri

(BPM) dengan lembar observasi (check list) mengenai ruptur perineum dan posisi

meneran ibu bersalin.

3.7.1 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini yaitu secara observasi

langsung dengan check list untuk menilai posisi meneran ibu saat kala II serta

ruptur perineum pada ibu bersalin di Bidan Praktek Mandiri (BPM) Anitawati

Siburian

3.8 Metode Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Analisa data dilakukan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan di interprestasikan. Analisa data yang digunakan adalah

analisa data yang disesuaikan dengan variabel yang akan diuji.

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan pengisian kuesioner di

mana harus lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.


29

b. Koding

Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi angka/

bilangan. Kegunaan dari koding adalah untuk mempermudah pada saat analisa

data dan juga mempercepat pada saat entry data.

c. Entry Data

Setelah data di coding maka data dari kuesioner dimasukkan ke dalam

program komputer

3.8.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi

persentase tiap variabel yang akan diteliti, Data kategorik dideskripsikan dengan

jumlah dan proporsi.

b. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat yang digunakan adalah dengan uji statistic menggunakan

chi-square, untuk melihat adanya hubungan posisi meneran dengan rupture

perineum pada ibu bersalin di BPM Anitawati Siburian dengan derajat

kemaknaan α =0,05. Apabila p value < 0,05 maka Ho ditolak dan apabila p

value > 0,05 maka Ho gagal ditolak.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W., & Sumiatun. (2017). Pengaruh Kehamilan Terhadap Frekuensi


Kekambuhan Asma Pada Ibu Hamil Trimester I , II dan III Dengan
Riwayat Asma Di Kota Malang. Journal of Nursing Care & Biomolecular,
2(2), 62–67. http://jnc.stikesmaharani.ac.id/ index.php/JNC/article/view/42
/99
APN. 2017. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR
Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC
Choirunissa, R., Suprihatin, S., & Han, H. (2019). Pengaruh Pijat Perineum
Terhadap Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara Di Bpm
Ny “I” Cipageran Cimahi Utara Kota Cimahi Jawa Barat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 11(2), 124-133.
Cunningham FG et al. (2014). Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam C. F.
al, William Obstetrics 23rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Damayanti, Ika Putri, Maita, L., Triana, A. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Komprehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta :
Deepublish.
Drake et al. 2010. Gray’s Anatomy for Student. 2nd Edition. Canada : Churchill
Livingstone Elsevier. p. 320-322.
Faiz, Omar & David Moffat. (2014). Anatomy at a Glance, , Erlangga, Jakarta.
Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2018). Kepribadian Teori Klasik dan Riset
Modern. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Handriyanti, R. (2020). Pengaruh Perbedaan Posisi Terlentang Dan Posisi
Kombinasi Terhadap Tingkatan Rupture Perinium Di Bps Susi Hartini
Kalitengah Lamongan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Lamongan).
Holmes., & Debbie. (2011). Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
JNPK-KR. (2017). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal dan Lampiran Inisiasi
Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR
31

Kemenkes RI. (2019). Info Datin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI. Diambil dari http://www.kemkes.go.id/download
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf
Lieskusumastuti, A. D., & Suwinah, S. (2017). Hubungan Posisi Meneran Pada
Ibu Bersalin Normal Dengan Ruptur Perineum Di Bpm Tri Eri Boyolali
Periode Januari–April Tahun 2012. Jurnal Kebidanan Indonesia: Journal
Of Indonesia Midwifery, 4(2).
Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:EGC
Marmi. (2016). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Prawitasari, E., Yugistyowati, A., & Sari, D. K. (2015). Penyebab Terjadinya
Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten
Magelang. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 3(2), 77-81.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2011. h. 140-5; 158; 177-9; 183-5; 213;
282-7.
Rohani. Et Al. (2016). Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Rahmawati, D., & Agustin, L. (2020). Faktor Penyulit Persalinan Pada Persalinan
Dengan Seksiosesarea Di Kediri. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan (E-Journal), 11(1), 8-8.
Sagala, K. I. (2020). Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Luka Perineum
Di Klinik Pratama Patumbak 2019.
Sarmala, L., & Utami, I. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Spontan Di Rsud Panembahan
Senopati Bantul.
Sulistyawati, A., Nugraheny, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Jakarta, Salemba Medika
Thakar, R., Sultan, A. H., Raynor, M. D., McCormick, C., & Keighley, M. R.
(2020). Care of the perineum, repair and female genital mutilation. Myles'
Textbook for Midwives E-Book, 420.
32

Untari, S., & Sehmawati, S. (2020). Hubungan Paritas Dan Cara Meneran Yang
Benar Dengan Kelancaran Persalinan Kala Ii. The Shine Cahaya Dunia
Kebidanan, 5(1).
Uswatun, H. (2020). Pengaruh Pemberian Posisi Berbaring Miring Terhadap
Derajat Kejadian Ruptur Prenium di BPM Sukaryawati, Amd. Keb Di
Desa Sendang Agung Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Lamongan).
Yanti. (2011). Buku Ajar Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Yulizawati.,Aldina.,Lusiana., & Feni. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Persalinan. Sidoarjo: Indomedia
Qoni’atur, R. O. H. M. A. H. (2020). Hubungan Teknik Meneran Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Spontan Ibu Bersalin Normal Multigravida Di
Rsud Dr. Soegiri Lamongan (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Lamongan).
Wiknjosastro, H. (2013). Ilmu Kandungan Edisi Keempat. Jakarta: PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
33

Lampiran 1

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

HUBUNGAN POSISI MENERAN DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA


IBU BERSALIN DI BPM ANITAWATI SIBURIAN
TAHUN 2020

Kode : ……………….. (diisi oleh peneliti)


Tanggal :………………..
1. Usia : ………………..Tahun

2. Pendidikan :
SD Diploma
SMP/sederajat S1
SMA/sederajat S2

3. Paritas :

Primipara
Multipara
Grandemultipara

4. Berat Bayi Lahir :

BBLN
BBLR

Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI LANGSUNG DENGAN CHECK LIST


Kode :………………..
34

Tanggal : ………………..
A. POSISI MENERAN
Petunjuk pengisian : Berilah tanda chek (√ ) pada kolom jawaban yang telah
disediakan.

Macam Posisi Meneran Posisi Ibu Bersalin Yang Dipilih


Semi Fowler

Berbaring Miring ke kiri

B. ROBEKAN PERINEUM
Petunjuk pengisian :
Berilah tanda chek (√ ) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4

Anda mungkin juga menyukai