Pembimbing
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Referat dengan judul “Efek Samping Obat TB Pada Mata” telah diperiksa
dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Efek
pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Ilhamiyati, Sp.M yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing kami sehingga referat kasus ini dapat selesai
dengan baik.
Kami menyadari referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran kami harapkan demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan
yang mungkin ada. Semoga referat ini bermanfaat bagi rekan dokter muda
khususnya dan masyarakat umum pada umumnya. Akhir kata, kami penulis
Wassalamualaikum WR.WB.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR GAMBARv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
2.4 Patogenesis.............................................................................................8
2.5 Klasifikasi..............................................................................................9
BAB 3 RINGKASAN 17
DAFTAR PUSTAKA 19
iv
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak didunia setelah India dan Cina
untuk angka kejadian TB, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB
tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70%
(OAT) yang sering digunakan juga dikaitkan dengan toksisitas pada mata.
Etambutol (EMB) adalah obat yang paling sering dikaitkan. Pada umumnya dapat
segera, ada laporan toksisitas reversibel, terutama pada populasi lansia. Isoniazid
jarang dapat menyebabkan neuritis retro bulbar. Tidak terdapat kaitannya dengan
dapat menyebabkan reaksi kulit yang parah termasuk Sindrom Steven Johnson
untuk dapat melakukan deteksi dini dari manifestasi pada mata dan melakukan
5
6
Begitu penting bagi dokter untuk menghindari obat yang berpotensi toksik
dan memilih alternatif, atau digunakan dengan sangat bijaksana, untuk mencegah
pasien TBC kehilangan mata mereka yang indah. Di antara obat-obatan anti
tuberkulosis (OAT), etambutol (EMB), isoniazid (INH), streptomisin, kanamisin,
tiacetazone, amikacin dan rifampisin diketahui menyebabkan toksisitas pada mata.
Dalam ulasan ini artikel kami mencoba menyoroti potensi toksisitas OAT dan
merinci langkah-langkah untuk mencegah insiden kehilangan penglihatan.
Meskipun ada banyak efek samping sistemik dari OAT, dalam referat ini, penulis
berusaha untuk menjelaskan garis besar toksisitas pada mata karena OAT. 2005
6
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
A. Definisi
kulit.
1. Gejala Klinis :
a. Respiratorik :
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk
7
8
b. Sistemik
- Demam
menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
Perkusi : pekak
3. Pemeriksaan Bakteriologik
8
9
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
P (pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
fasyankes.
ialah bila :
9
10
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
4. Pemeriksaan Radiologik
aktif :
sebagai berikut
Kompleks ranke
1
0
11
C. Terapi
Tujuan pengobatan :
hidup
selanjutnya
- Menurunkan penularan TB
Prinsip Pengobatan TB :
pengobatan TB
1
1
12
Tahapan Pengobatan TB :
adalah :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HZRE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
1
2
13
2.2.1 Isoniazid
Merupakan hidrazida asam isonicotinic yang pertama kali disintesis pada
tahun 1942. INH jarang dapat menyebabkan neuritis retro bulbar. Biasanya
tidak ada kaitannya dengan dosis. Jimenez-Lucho VE melaporkan seorang
pasien dengan neuropati optik saat dalam pengobatan dengan EMB dan INH
dan neuropati optik sembuh hanya ketika keduanya obat tersebut dihentikan.
Dokumentasi literatur terbaru yang pasti dari toksisitas mata karena isoniazid
masih kurang. Namun, disarankan pemeriksaan oftamologi, termasuk
baseline visual evoked potentials, dilakukan pada pasien yang menerima
isoniazid dan etambutol.
2.2.2 Rifampisin
Obat ini adalah senyawa semi-sintetik yang disintesis pertama pada tahun
1965. Dapat menyebabkan konjungtivitis dan pewarnaan lensa kontak
berwarna oranye. Perubahan warna mungkin mengganggu pasien tetapi hal
ini tidak memerlukan terapi khusus.
2.2.3 Streptomycin
diisolasi pada tahun 1943 oleh Walksman dari organisme tanah.
Merupakan bakterisida. Toksisitas meningkat jika terdapat gangguan fungsi
ginjal. Dapat menyebabkan pseudotumor serebri dan blokade neuromuskuler
miastenik. Seharusnya tidak diberikan pada pasien dengan myasthenia gravis.
Ini dapat berpotensi menjadi agen penghambat neuromuskuler yang
digunakan selama anestesi. Semua efek samping bersifat reversibel pada
1
3
14
2.2.4 Etambutol
Etambutol adalah obat lini pertama untuk mengobati semua jenis
TBC. Etambutol termasuk dalam rejimen pengobatan awal terutama untuk
mencegah munculnya resistensi rifampisin saat resistensi primer terhadap
INH dapat terjadi. Etambutol adalah obat bakteriostatik, yang bermanfaat
pada kedua fase baik fase intensif maupun fase lanjutan dari terapi TBC.
Setelah memburuknya tuberkulosis akibat koinfeksi HIV dibutuhkan obat
alternatif seperti EMB: tiacetazon dan streptomisin. Tiacetazon terkait
dengan risiko tinggi, terkadang reaksi kulit fatal pada orang yang
terinfeksi HIV. Streptomisin, meskipun merupakan obat yang bermanfaat,
seharusnya tidak digunakan di daerah dengan prevalensi infeksi HIV
tinggi jika tidak ada jaminan sterilisasi syringe dan jarum yang memadai.
Etambutol pada umumnya ditoleransi dengan baik, tetapi toksisitas pada
mata adalah efek samping yang sering didapatkan. Toksisitas pada mata
seperti neuritis optik, khususnya neuritis retrobulbar menyebabkan
penglihatan kabur, menurunnya ketajaman penglihatan, skotoma sentral,
dan hilangnya penglihatan warna merah-hijau.
Ketajaman visual, sensitivitas kontras, dan ERG multifokal adalah
tes sensitif untuk mendeteksi toksisitas etambutol dalam tahap subklinis
dan sangat berguna untuk memantau pasien di bawah terapi etambutol
untuk toksisitas okular. Pemindaian MRI dari saraf optik dan chiasma,
dengan temuan normal pada neuropati optik toksik dan / atau nutrisi, bisa
bermanfaat untuk membedakan skotoma centrocecal bilateral dan
kompresif atau lesi infiltratif chiasma optik. (vivekanand)
Carr dan Henkind pada tahun 1962 pertama kali menggambarkan
efek samping etambutol pada mata yang melibatkan diskus optik, saraf
optik orbital [retrobulbar] atau pada chiasma optik. Neuritis optik karena
etambutol bisa sentral atau yang jarang yaitu perifer. Pasien biasanya
datang dengan penglihatan kabur, dan pada pemeriksaan ditemukan
1
4
15
1
5
16
meningkat menjadi 20/20 pada mata kiri dan menjadi 20/40 pada mata
kanan setelah penghentian konsumsi obat.
Setelah terapi kronis etambutol, neuropati optik tidak selalu
reversibel, terutama pada populasi lansia. Tsai dan Lee mengumpulkan
sepuluh pasien berturut-turut dengan kerusakan penglihatan yang parah
karena toksisitas etambutol, dan pasien ini dianggap telah menerima dosis
etambutol yang aman. Meskipun etambutol dihentikan segera dalam
semua kasus, hanya lima pasien (50%) yang mengalami perbaikan
penglihatan setelah dilakukan follow up dalam periode 12 bulan hingga 3
tahun. Lima pasien lainnya (50%) mengalami gangguan penglihatan
permanen tanpa pemulihan. Tidak ada faktor predisposisi atau risiko yang
berkontribusi pada hasil visual yang buruk. Di grup dengan usia lebi dari
60 tahun, hanya 20% (1/5) yang mengalami perbaikan visual; dalam
kelompok kurang dari 60 tahun, 80% (4/5) mengalami beberapa perbaikan
visual, perbedaan antara kedua kelompok umur ini secara statistik
bermakna. Para penulis menyebutkan bahwa mereka membutuhkan lebih
banyak pasien untuk menjawab apakah pasien lebih tua dengan neuropati
optik yang disebabkan etambutol memiliki prognosis yang buruk.
Neuropati optik yang disebabkan etambutol, dalam studi follow-up tidak
selalu reversibel, terutama pada populasi yang lebih tua. Ini dapat
menyebabkan cacat visual permanen. Tidak ada yang disebut "dosis
aman". Para penulis menyarankan untuk mempertimbangkan kembali
penggunaan etambutol sebagai salah satu lini pertama obat anti
tuberkulosis, terutama pada pasien yang lebih tua. Pada studi lain yang
terdiri dari empat kasus neuritis optik, gejala berkembang setelah 2,5, 7,5,
8, dan 12 bulan setelah terapi. Tiga kasus terjadi neuritis reversibel dengan
satu pasien berkembang menjadi gangguan penglihatan permanen yang
parah.
Berdasarkan literatur yang ada dan dengan tujuan mendapatkan
angka kesembuhan yang tinggi dan mencegah timbulnya TB yang resistan
terhadap obat berikut langkah-langkah yang dipertimbangkan untuk
penggunaan etambutol:
1
6
17
1
7
18
1
8
19
BAB 3
RINGKASAN
3. Pseudodrusen retikular
1. Early AMD
2. Intermediate AMD
1
9
20
3. Advanced AMD
Ada berbagai metode untuk diagnosis, termasuk pencitraan fundus dan
optical coherence tomography (OCT).Di samping itu, dapat juga digunakan
Spectral-domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT), alat ini telah
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan struktur mikro
terkait AMD. Seiring perkembangan kemajuan teknis, En-face OCT adalah
salah satu pendekatan visualisasi yang secara signifikan mendapat manfaat dari
kemajuan teknis tersebut. Nilai Indocyanine Green (ICG) angiografi dalam
tatalaksana AMD masih diperdebatkan, namun ICG dapat menentukan bentuk
spesifik AMD tertentu. Tes lain seperti mikroperimetri dapat digunakan untuk
mengukur sensitivitas dan fiksasi retina pada AMD. Pada penggunaan Amsler
Grid cocok untuk mendeteksi penyakit makula pada tahap awal karena pasien
dengan gejala subjektif makulopati sering mendahului tanda-tanda obyektif.
Penatalaksanaan foto koagulasi laser sekarang jauh lebih sedikit
digunakan, kecuali dalam kasus dengan neovaskular ekstrafoveal kecil koroid
lesi yang jauh dari fovea. Terapi fotodinamik dengan verteporfin sekarang
jarang digunakan untuk yang berkaitan dengan usia degenerasi makula,
prosesnya menghasilkan radikal bebas yang merusak endotelium. Terapi anti-
VEGF menyebabkan perkembangan VEGF inhibitor. Obat anti-VEGF
biasanya diberikan melalui injeksi intravitreal dan telah disetujui oleh FDA.
Penatalaksanaan pada dry AMD saat ini masih diteliti, tetapi perawatan
utama dalam penelitian membagi agen terapi menjadi 6 kategori yaitu
suplementasi nutrisi, terapi antiinflamasi, terapi neuroprotektan, inhibitor
lipofusin dan siklus visual, agen restorasi aliran darah koroidal, dan terapi stem
sel.
2
0
21
DAFTAR PUSTAKA
2
1
22
2
2