Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DHF

Di Susun Oleh : KELOMPOK VII


1. Miriam Selviana Mariang
2. Julianti Somore
3. Cristina Cicilia Vivianti
4. Helena Kristina K
5. Uailina Edita Basik-basik

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA(YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
PAPUA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan hikmat-Nya sehingga Kami dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan DHF”
Terima kasih Kami ucapkan kepada ibu Dosen yang telah membantu Kami baik secara
moral maupun materi. Terima kasih juga Kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang
telah mendukung Kami sehingga Kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang Kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Sorong, 20 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Cara Penulran
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Klasifikasi
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan Diagnostik
I. Penatalaksanaan
J. Pathway
K. Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diperkirakan 500.000 pasien DBD
membutuhkan perawatan di rumah sakit dalam setiap tahunnya dan sebagian besar
penderitanya adalah anak-anak. Ironisnya, sekitar 2,5% diantara pasien anak tersebut
diperkirakan meninggal dunia. Penyebaran penyakit DBD semakin besar ketika musim hujan
atau pancaroba tiba. Hampir bisa dipastikan terjadi peningkatan jumlah masyarakat yang
terjangkit DBD (Mufidah, 2012).
Demam berdarah adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue (arbovirus)
yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Suriadi, 2006 : 57).
Demam berdarah dengue (DBD), adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai penurunan
dari sel darah putih, adanya bercak kemerahan di kulit, pembesaran kelenjar getah bening,
penurunan jumlah trombosit dan kondisi terberat adalah perdarahan dari hampir seluruh
jaringan tubuh (Rasyid, 2012 : 3).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
“Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada anak DHF (Dengue Hemorrhagic
Fever)
C. Tujuan
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Demam berdarah adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue (arbovirus)
yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Suriadi, 2006 : 57).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan
remaja atau orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama (Arif Mansjour dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Demam berdarah adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan
oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostaksis dan pada kasus berat,
sindrom syok kehilangan protein (Nelson, 2000, Vol 2 : 1134).
Jadi kesimpulan yang dapat penulis ambil, Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue (arbovirus) yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan ditandai dengan
demam yang disertai menifestasi perdarahan dan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya.
B. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh Virus dengue sejenis arbovirus. Arbovirus
adalah kependekan dari Arthropod Borne Virus, merupakan golongan virus penyebab
penyakit yang ditularkan oleh vektor/binatang kelompok Arthropoda antara lain nyamuk
(Suriadi, 2006 : 57).
C. Cara Penularan
Terdapat 3 faktor yang berperan pada penularan infeksi dengue, yaitu: manusia, virus,
dan faktor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polinesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat pula
menularkan virus dengue tetapi kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan
virus dengue kepada manusia, baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang
sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa
inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (Ekstrinsic Incubation Period). Pada manusia
diperlukan waktu 4-6 hari (Instrinsic Incubation Period) sebelum menjadi sakit setelah virus
masuk kedalam tubuh.
Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuhnya, maka
nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada
manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaaan viremia yaitu antara 3-5
hari. (Demam Berdarah Dengue, FK UI, hal 80-81)
D. Patofisiologi
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk tersebut. Setelah manusia terkontaminasi oleh virus tersebut maka
akan terjadi infeksi yang pertama kali yang dapat memberikan gejala sebagai DBD. DBD
dapat tejadi bila seorang yang telah terinfeksi pertama kali dapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Virus akan bereplikasi dinodus limpatikus regional dan menyebar kejaringan
lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara brobkogen maupun hematogen.
Tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah sehingga akan
mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilaktoksin C3a dan C4a
sehingga permeablitas dinding pembuluh darah meningkat dan akan terjadi juga agregasi
trombosit yang melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit. Faktor-faktor yang
merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen (faktor VII) akan
menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal diseluruh
tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petechie) dan hal-hal yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran
limpa. Peningkatan Permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokensentrasi (peningkatan hematokrit 20%) menunjukkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga hematokrin menjadi lebih penting untuk menjadi
ukuran patokan pemberian cairan intravena. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan
jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengakibatkan renjatan.
Jika renjatan dan hipovolemia berlangsung lama, maka akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada penderita DHF, menyangkut 3 faktor yaitu:
 Perubahan vaskuler
 Trombositopenia
 Gangguan koagulasi
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari demam berdarah menurut Suriadi (2006 : 59) :
1. Demam tinggi selama 5 – 7hari
2. Perdarahan terutama pada bawah kulit(petechia)
3. Epistaksis, melena, hematuri, danhematemesis
4. Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dankonstipasi
5. Nyeri otot dan tulang sendi, nyeri abdomen dan ulu hati
6. Sakit kepala
7. Pembengkakan sekitarmata
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
9. Tanda-tanda rejantan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, CRT >3 detik, serta nadi cepat danlemah)
F. Klasifikasi
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue:
1. Derajat I (Ringan) : terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis
lain dengan manifestasi perdarahan ringan: uji touniket + trombositopenia dan
hemokonsentrasi
2. Derajat II : ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III : ditemukan tanda-tanda dini renjatan, nadi cepat dan lemah, kulit
dingin lembab, gelisah
4. Derajat IV : termasuk renjatan berat dengan nadi dan tekanan darah yang tidak
terukur.
G. Komplikasi
Komplikasi dari demam berdarah dengue menurut Indartoas (2009 : 7) yaitu :
1. Perdarahan luas : Karena peningkatan suhu yang tinggi, pecahan-pecahan pembuluhdarah
terjadi pada sebagian besartubuh.
2. Syok (rejatan) : Rejatan dapat terjadi pada pasien DSS (Dengue ShockSyndrome).
3. Pleural Effusion : Efusi pleura terjadi disebabkan oleh permeabilitas vaskuler yang
meningkat sehingga menyebabkan ekstrasi cairan intravaskuler keekstravaskuler.
4. Penurunan kesadaran : Terjadi karena hipovolemia yang hebat sehingga sel
darah berkurang dan tidak mampu membawa oksigen secara adekuat ke dalam otak.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemakonsentrasi
Laboratorium:
a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
c. Uji Serologi atau uji HI (Hemoaglutination Inhibitiontest)
d. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah klien dan jaringan
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demam berdarah dengue menurut Suriadi,
(2006:60) adalah sebagai berikut:
Penatalaksanaan Medik :
a. Pemberian antipiretik jika terdapat demam
b. Berikan antikoavulsan jika kejang
c. Pemberian terapi IVFD, jika pasien mengalami kesulitan minum dan hematokrit
cenderung meningkatk
Penatalaksanaan Keperawatan:
a. Minum banyak 1,5 sampai 2 liter/hari dengan air teh, gula, atau susu, karena
pasien dengan DBD beresiko tinggi mengalami kekurangan volume cairan
berlebih.
b. Meningkatkan perfusi jaringan adekuat, mengkaji dan mencatat tanda-tanda vital
(kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan darah, suhu, frekuensi pernafasan)
c. Memberikan nutrisi secara adekuat, berikan makanan yang disertai suplemen
nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
d. Mensupport koping keluarga yang adeptif, izinkan orang tua dan keluarga untuk
memberikan respons, dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga
e. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal, ajarkan keluarga dalam
mengukur suhu tubuh (suhu normal 36°C - 37°C
J. Pathway

(Sumber : Huda dan Kusuma 2015)


K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DBD paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari
15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua,
dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh pasien, anak bisa mengalami serangan
ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien.

f. Riwayat Gizi
Anak menderita DBD dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak yang menderita
DBD sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.

g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).

h. Pola Kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
b) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diar/konstipasi.
Sementara DBD pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
c) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DBD grade IV sering terjadi hematuria.
d) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
e) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.

i. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.

2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5°C)

3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.

4) Mata Konjungtiva anemis

5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV.

6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.

7) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.

8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran

9) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.

10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus

11) Sistem Integument


Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet. Turgor
kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji tourniket
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya
diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).

12) Genitalia Biasanya tidak ada masalah

13) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku sianosis/tidak

14) Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan darah pasien DBD akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b. Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c. Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT / SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan
ditandai dengan berat badan menurun
c. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif ditandai dengan
kurang informasi
d. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)
ditandai dengan trombositopenia
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan mengeluh
lelah

3. Intervensi (Rencana Keperawatan)

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O
1. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan  Manajemen hipovolemia
berhubungan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
dengan diharapkan hipovolemia  Periksa tanda dan gejala
kehilangan cairan terpenuhi. hipovolemik (tekanan darah
aktif ditandai Kriteria Hasil : menurun, membrane mukosa
dengan mukosa Status Cairan kering, hematocrit meningka)
bibir kering  Turgor kulit  Monitor intake dan output cairan
 Perasaan lemah Terapeutik :
 Keluhan haus  Hitung kebutuhan cairan
 Tekanan darah  Berikan posisi modified
 Intake cairan trendelenburg
membaik  Berikan asupan cairan oral
 Suhu tubuh Edukasi :
 Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
 Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (misalnya : glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan
koloid (misalnya : albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk
darah

 Pemantauan cairan
Observasi :
 Monitor status hidrasi ( mis.
Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
kelembaban mukosa, turgor
kulit, tekanan darah )
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium ( mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia )
Terapeutik :
 Catat intake-output dan hitung
balens cairan 24 jam
 Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
 Berikan cairan intravena, jika
perlu
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakuan tindakan  Manajemen nutrisi
berhubungan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
dengan diharapkan  Identifikasi status nutrisi
psikologis ketidakseimbangan nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi
(keengganan kurang dari kebutuhan makanan
untuk makan) tubuh terpenuhi.  Identifikasi makanan yang
makanan ditandai Kriteria Hasil : disukai
dengan berat Status Nutrisi  Identifikasi kebutuhan kalori dan
badan menurun  Porsi makanan jenis nutrient
yang dihabiskan  Identifikasi perlunya penggunaan
sedang selang nasogastric
 Frekuensi makan  Monitor asupan makanan
 Nafsu makan  Monitor berat badan
cukup membaik  Monitor hasil pemeriksaan
 Membran mukosa laboratorium
sedang Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet ( mis. Piramida makanan )
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk menjegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda
nyeri, antiemetic ), jika perlu
 kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan

 Pemantauan nutrisi
Observasi :
 Identifikasi factor yang
mempengaruhi asupan gizi ( mis.
Pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak
adekuat, gangguan menelan,
penggunaan obat-obatan atau
pascaoperasi )
 Identikasi perubahan berat badan
 Identifikasi kelainan pada kulit
 Identintifikasi kelainan eliminas
(mis. Kering, tipis, kasar, dan
mudah patah)
 Identifikasi pola makan (mis.
Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan
cepat saji, makan terburu-buru)
 Identifikasi kelainan pada kuku
(mis. Diare, darah, lender, dan
eliminasi yang tidak teratur)
 Identifikasi kemampuan menelan
(mis. Fungsi motoric wajah,
reflex menelan, dan reflex gag)
 Identifikasi kelainan rongga
mulut (mis. Peradangan, gusi
berdarah, bibir kering dan retak,
luka)
 Identifikasi kelainan eliminasi
(mis. Diare, darah, lendir. Dan
eliminasi yang tidak teratur )
 Monitor mual dan muntah
 Monitor asupan oral
 Monitor warna konjungtiva
 Monitor hasil laboratorium (mis.
Kadar kolestrol, albumin serum,
transferrin, kreatinin,
hemoglobin, hematocrit, dan
elektrolit darah)
Terapeutik :
 Timbang berat badan
 Ukur antropometrik komposisi
tubuh ( mis. Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan
ukuran lipatan kulit )
 Hitung perubahan berat badan
 Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan  Edukasi Kesehatan
Pengetahuan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan deficit  Identifikasi kesiapan dan
dengan gangguan pengetahuan meningkat. kemampuan menerima informasi
fungsi kognitif Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor-faktor yang
ditandai dengan Tingkat Pengetahuan dapat meningkatkan dan
kurang informasi  Kemampuan menurunkan motivasi perilaku
menjelaskan hidup bersih dan sehat
pengetahuan Terapeutik :
tentang suatu topik  Sediakan materi dan media
meningkat pendidikan kesehatan
 Pertanyaan tentang  Jadwalkan pendidikan kesehatan
masal ; ah yang sesuai kesepakatan
dihadapi  Berikan kesempatan untuk
meningkat bertanya
Edukasi :
 Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan  Pencegahan Perdarahan
Perdarahan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan tingkat  Monitor tanda dan gejala
dengan perdarahan menurun . perdarahan
gangguaan Kriteria Hasil :  Monitor nilai hematocrit /
koagulasi Tingkat Perdarahan hemoglobin sebelum dan
(penurunan  Kelembapan sesudah kehilangan darah
trombosit) membran mukosa  Monitor tanda dan gejala
ditandai dengan  Suhu tubuh ortostatik
trombositopenia meningkat  Monitor koagulasi (mis.
 Hematokrit Prothrombin time (PT), Partial
membaik thromboplastin time (PTT),
fibrinogen, deradasi fibrin
dan/atau platelet)
Terapeutik :
 Pertahankan bedrest selama
perdarahan
 Batasi tindakan invasive, jika
perlu
 Gunakan kasur pencegah
decubitus
 Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
 Anjurkan menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan
untuk menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak
tinja
5. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Hipertermia
berhubungan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
dengan proses diharapkan hipertermi  Identifikasi penyebab hipertemia
infeksi virus membaik. (mis. Dehidrasi, terpapar
dengue Kriteria Hasil : lingkungan panas, penggunaan
Termoregulasi incubator)
 Menggigil  Monitor suhu tubuh
 Kulit merah  Monitor kadar elektrolit
 Kejang  Monitor haluan urine
 Pucat  Monitor komplikasi akibat
 Suhu tubuh hipertermia
 Tekanan darah Terapeutik :
 Sediakan lingkungan yang
dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebihan)
 Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Seliput hipotermia atau
kompres dingin di dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan tiring baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit intravena, jika perlu
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan  Manajemen energi
aktivitas keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan intoleransi  Identifikasi gangguan fungsi
dengan aktivitas meningkat. tubuh yang mengakibatkan
kelemahan fisik Kriteria Hasil : kelelahan
Toleransi aktivitas  Monitor kelelahan fisik dan
 Frekuensi nadi emosional
 Kemudahan dalam  Monitor pola dan jam tidur
melakukan  Monitor lokasi dan ketidak
aktivitas sehari- nyamanan selama melakukan
hari aktivitas
Terapeutik :
 Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus ( mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak
pasif atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan
dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DHF tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia . dengan mengikuti kriteria
WHO, diagnose klinik agar segera ditentukan disampaikan modalitas diagnose untuk
menilai infeksi virus subtitusi kehilangan cairan akibat kebebasan plasma. Alam terapi
cairan jumlah serta kecepatan dan memantau baik secara klinik maupun laboratoris untuk
menilai respon kecukupan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul.(2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Nelson. (2000).ilmu kesehatan anak.edisi 15 vol 2 Jakarta:EGC
Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ). Jakarta
Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Kepearawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung Seto
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto.
Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak Untuk
Perawat Dan Bidan : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai