Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :

Rena Juliana

A1C121024

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…………………………..) (…………………………..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Neonatus adalah bayi baru lahir dengan usia 0-28 hari, pada masa
tersebut terjadi perubahan yanng sangat besar dari kehidupan di dalam
rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi
hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki
risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa
mncul seperti sepsis neonatus (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Sepsis neonatus adalah sindrom klinis yang dihasilkan dari efek
patofisiologi infeksi bakteri yang sangat parah yang terjadi pada bulan
pertama kehidupan (Mondal. et al, 2012).
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat
invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan
pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis
neonatorum onset dini (SNOD) dan sepsis neonatorum onset lanjut
(SNOL). (Mansur, dkk 2013)
B. Etiologi
Pada negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus
merupakan patogen penyebab yang paling sering muncul sebagai
penyebab sepsis awitan dini, Streptococcus pneumonia dan
Streptococcus pyogenes menjadi patogen penyebab tersering sepsis
neonatorum awitan lambat (Khan, 2012).

a. Mikroorganisme pathogen seperti streptococcus grup B klebsiela


enterococcus, hemofilus influenza, stafilococcus pneumonia

b. Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature


c. Kontak langsung selama kelahiran melalui jalan lahir

d. Kontaminasi dengan bayi lain, personal, objek dan lingkungan


D. Manifestasi Klinis
a. Hipotermia atau hipertermia, tampak tidak sehat, malas
minum, letargi (keadaan kesedaran menurun seperti tidur)
b. Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare dan hepatomegali
c. Apnea, dispnea, takipea, retraksi dinding dada, napas cuping
hidung, merintih dan sianosis
d. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardi atau bradicardi
e. Icterus, splenomegali, peteki dan purpura
E. Patofifiologi
Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek
antara mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada
sepsis, melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen,
sel netrofil, sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan
gangguan fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis
neonatorum. Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan
seluler untuk menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung
mikroorganisme penyebabnya, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis
neonatorum sama dan tidak tergantung penyebab. Ada 3 mekanisme
terjadinya infeksi neonatus yaitu :
1. Saat bayi dalam kandungan / prenatal
Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita
penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan
secara hematogen melewati plasental ke fetus. (Nasution, 2013). Infeksi
transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi
dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa
neonatal atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering
di dapat saat intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu,
janin terlindung dari bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion.
Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, janin berisiko menderita infeksi
melalui amnionitis (Nasution, 2013).
2. Saat persalinan/ intranatal
Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan
amnion yang mengandung lekosit maternal dan debris seluler
mikroorganisme, yang berakibat pneumonia. Paparan bayi terhadap
bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat pula saat bayi
melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin
(infeksi transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan,
proses persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini
(early onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam
3-7 hari pertama setelah lahir (Hapsari, 2012).
3. Setelah lahir/ pascanatal.
Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari
lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara
pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk
sepsis semacam ini dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of
neonatal sepsis). Selain perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua
bentuk infeksi ini (early onset dan late onset) sering berbeda dalam jenis
kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian patogenesis, gejala klinik,
dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda
(Hapsari, 2012).
F. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Asidosis metabolic
3. Anemia
4. Hiperbilirubinemia
5. Meningitis
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap dengan turunannya
Yang terpenting adalah jumlah sel darah merah (WBC). Septik neonatus
biasanya menunjukkan penurunan jumlah white blood cell (WBC), yaitu
kurang dari 500 mm. Hitung jenis darah juga menunjukkan banyak WBC
tidak matang dalam aliran darah. Banyaknya darah tidak matang
dihubungkan dengan jumlah total WBC diidentifikasikan bahwa bayi
mengalami respons yang signifikan.
b. Platelet
Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet
munurun, kultur darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas. Hasil
dari kultur harus tersedia dalam beberapa jam dan akan mengindikasikan
jumlah serta jenis bakteri. Kultur darah atau sensitivitas membutuhkan
waktu 24-48 jam untuk mengembangkan dan mengidentifikasikan jenis
patogen serta antibiotik yang sesuai.
c. Lumbal pungsi
Untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal. Hal ini
dilakukan jika ada indikasi infeksi neuron.
d. Kultur urine
Kultur permukaan (surface culture), untuk mengidentifikasi kolonisasi,
tidak spesifik untuk infeksi bakteri.
H. Penatalaksanaan
a. Suportif
1. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.
2. Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan hipoglikemia.
3. Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik Hormon)
batasi cairan.
4. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
5. Awasi adanya hiperbilirubinemia.
6. Lakukan transfuse tukar bila perlu.
7. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral.
b.Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya
digunakan golongan penicillin seperti ampicilin ditambah tminoglileosida
seperti Gentamicin. Pada infeksi nosokomial, antibiotic diberikan dengan
mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial
biasanya di berikan van komisin dan aminoglikosida atau sefalosforin
generasi ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji sistematis di berikan
antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari. Bila terjadi
meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan dosis sesuai
untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara berkala, imunisasi, pengobatan, terhadap penyakit infeksi yang
diderita ibu. Asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat
pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa persalinan, perawatan ibu selama
persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa pasca persalinan rawta
gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, juag lingkungan dan
peralatan tetap bersih, perawatan lukan umbilicus secara steril.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI SEPSIS NEONATUS
A. PENGKAJIAN
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda
infeksi pada neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak
terlihat dan dikenali oleh pemberi keperawatan profesional. Perawat
neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali tanda-tanda,
sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan segera.
1. Biodata bayi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sistem saraf pusat
1. Fontanel yang menonjol.Letargi.
2. Temperatur yang tidak stabil.
3. Hipotonia.
4. Tremor yang kuat.
b. Sistem pencernaan
1. Hilangnya keinginan untuk menyusui.
2. Penurunan intake melalui oral.
3. Muntah.
4. Diare.
5. Distensi abdomen.
c. Sistem integumen
1. Kuning.
2. Adanya lesi.
3. Ruam.
d. Sistem pernapasan
1. Apnea.
2. Sianosis.
3. Takipnea.
4. Penurunan saturasi oksigen.
5. Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e. Sistem kardiovaskular
1. Takikardi.
2. Menurunnya denyut perifer.
3. Pucat.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis.
g. Data psikologi
h. Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
i. Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
1. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekret di
saluran napas.
2. Defisit nutrisi yang berhubungan dengan malas minum, diare, dan
muntah.
3. Hipertemi yang berhubungan dengan proses infeksi.
4. Risiko infeksi
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas Observasi:
D.0003 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
jam diharapkan karbondioksida pada membran alveolus-  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
kapiler dalam batas normal upaya napas
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
Kelebihan atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
kekurangan Menurun Meningk at
kondisi pasien
oksigenasi dan/atau at
Edukasi
eliminasi 1 Tingkat Kesadaran
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
karbondioksida 1 2 3 4 5
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
pada membran Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
Terapi Oksigen
alveolus-kapiler t Meningk g Menuru
Observasi:
at n
 Monitor kecepatan aliran oksigen
1 Dispneu
 Monitor posisi alat terapi oksigen
1 2 3 4 5  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
2 Bunyi napas tambahan  Monitor integritas mukosa hidung akibat
1 2 3 4 5 pemasangan oksigen
3. Gelisah Terapeutik:
1 2 3 4 5  Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
4. Diaforesis trakea, jika perlu
1 2 3 4 5  Pertahankan kepatenan jalan napas
Memburu Cukup Sedan Cukup Membaik  Berikan oksigen jika perlu
k Membur g Membai Edukasi
uk k  Ajarkan keluarga cara menggunakan O2
1. PCO2 di rumah
1 2 3 4 5 Kolaborasi

2. PO2  Kolaborasi penentuan dosis oksigen

1 2 3 4 5
3. Sianosis
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
D.0019 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
status nutrisi terpenuhi.  Identifikasi status nutrisi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Asupan nutrisi tidak Menuru Cukup Sedang Cukup Meningk  Identifikasi perlunya penggunaan selang
cukup untuk n Menuru Meningk at nasogastric
memenuhi n at  Monitor asupan makanan
kebutuhan 1 Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor berat badan
metabolisme. 1 2 3 4 5 Terapeutik:
2 Berat Badan atau IMT  Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika
1 2 3 4 5 perlu

3 Frekuensi makan  Sajikan makanan secara menarik dan suhu

1 2 3 4 5 yang sesuai

4 Nafsu makan  Hentikan pemberian makanan melalui selang


1 2 3 4 5 nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
5 Perasaan cepat kenyang Edukasi
1 2 3 4 5  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB
kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi,
terjangkau

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
D.0130 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8 jam Observasi:
diharapkan suhu tubuh tetap berada pada rentang normal  Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
Pengertian : Kriteria Hasil: dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru penggunaan inkubator)
di atas rentang normal t Meningk Menuru n  Monitor suhu tubuh
tubuh at n  Monitor kadar elektrolit
1 Menggigil  Monitor haluaran urine
1 2 3 4 5  Monitor komplikasi akibat hipertermia
Memburu Cukup Sedan Cukup Membai Terapeutik:
k Membur g Membai k  Sediakan lingkungan yang dingin
uk k  Longgarkan atau lepaskan pakaian
3 Suhu tubuh  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
1 2 3 4 5  Hindari pemberian antipiretik atau asprin
4 Suhu kulit  Berikan oksigen, jika perlu
1 2 3 4 5 Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
glukosa derajat infeksi menurun.  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan
Pengertian : Kriteria Hasil: sistemik
Berisiko mengalami Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru Terapeutik
peningkatan t Meningk Menuru n  Batasi jumlah pengunjung
terserang oganisme at n  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
patogenik 1 Demam  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
1 2 3 4 5 dengan pasien dan lingkungan pasien
2 Kemeraha  Pertahankan teknik aseptik pada pasien
n berisiko tinggi
1 2 3 4 5 Edukasi
3 Nyeri  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1 2 3 4 5  Ajarkan cara memeriksa luka
4 Bengkak  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
1 2 3 4 5 Kolaborasi
Memburu Cukup Sedan Cukup Membai  Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
k Membur g Membai k
uk k
5 Kadar sel darah putih
1 2 3 4 5
C. Implementasi
Setelah rencana tindakan di susun maka untuk selanjutnya adalah pengolahan data
dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di
susun tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka perawat dapat melakukan
observasi atau dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan
yang akan kita lakukan.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan
dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa dan planning ).
Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan
keperawatan yang harus dimodifikasi sesui dengan hasil mulai dari awal pengkajia.

DAFTAR PUSTAKS

Corwin, Elizabeth. J : Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta, 2013
Guyton & hall, (2012), Buku Ajar Fisiologi Keperawatan, edisi 11, Jakarta-
Indonesia, EGC
Mansur R, Alasiry E & Daud D., (2013), Mannose-binding lectin sebagai
predictor sepsis neonatorum onset dini, JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3
No.4 : 372
SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, (2013), Standar Pelayanan Medik,
Makassar, Indonesia
Wilkinson J.M., Ahren N.R. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9.
Jakarta: EG
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai