Disusun Oleh :
i
KATAPENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-nya (Allah SWT) yang telah melimpahkan
rahmat hidayah, serta inayah-nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
“Makalah Pentingnya Perilaku Profesional dan Standar Kompetensi Ahli Gizi”.
Penulisan makalah ini dilakukan sebagai bagian dari tugas semester tiga, mata kuliah
“Etika Profesi dan Hukum Kesehatan” Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara
Barat 2022 Dari prodi S1 ilmu gizi. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan
kerja keras hingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Terlepas dari segala hal
tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya, kami dengan lapang dada menerima
segala saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Terimakasih
kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini,
terutama kepada Dosen pengampus dan teman-teman yang telah mendorong kami untuk
menyusun makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat maupun inspirasi untuk pembaca. Semoga Allah membalas amal baik kalian
semua yang telah berjasa atas makalah ini, Amin.
Penyusun
Agus Sutriawan
Nurmala Dewi
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Profesional...........................................................................................3
a. Pengertian Perilaku Profesional......................................................................3
b. Ruang Lingkup Perilaku Profesi.....................................................................4
c. Mentalitas Profesional.....................................................................................8
2.2 Standar Kompetensi Ahli Gizi...........................................................................11
a. Ahli Gizi Sebagai Tenaga Profesional............................................................12
b. Ciri-Ciri Ahli Gizi Profesional........................................................................13
c. Peran Ahli Gizi................................................................................................14
BAB III Penutup
Saran.............................................................................................................................21
Kesimpulan ..................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diperkenankan seseorang menggambarkan pengalaman keandalan kompetensi atau
pengalaman yang belum dikuasai atau dialami. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga
melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk
terus mengikuti perkembangan profesi serta anggotanya harus menerapkan suatu program
yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa
profesional yang konsisten. Sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang
biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap
orang dalam mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini sebagai aturan main
dalam menjalankan profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus
dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa
pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan
mengatur tentang perilaku profesional.
Bab ini akan terbagi dalam 2 topik. Topik 1 akan membahas tentang perilaku profesi
dan topik tentang standar kompetensi ahli gizi.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya perilaku profesional dan standar kompetensi seorang
ahli gizi.
1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan sebagai bahan kajian untuk para pembaca
khususnya ahli gizi agar lebih faham tentang kewajiban-kewajiban seorang ahli gizi baik
kewajiban umum, kewajiban terhadap masyarakat serta terhadap profesi. Selain itu dengan
adanya makalah ini, diharapkan agar sebagai ahli gizi dapat menerapkan perannya sebagai
tenaga kerja professional dan di bidang masyarakat serta mengetahui kode etik ahli gizi
serta perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1.1.
3
Coba amati gambar di atas, terlihat bahwa Profesionalisme ditunjukkan dengan 3 pilar
yang saling berhubungan. Apa 3 pilar tersebut?
1. Pengetahuan
2. Ketrampilan
3. Perilaku
Perilaku profesi adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini kaitan dengan etika
sangatlah erat. Dengan kata lain, etika dan perilaku profesi ibarat kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi yang dituangkan dalam sebuah pedoman
(Herlambang, 2011). Pedoman tersebut sekaligus juga menjamin mutu moral dan profesi
di mata masyarakat, yang selanjutnya dituangkan dalam kode etik profesi. Menjadi
profesional berarti mampu menempatkan diri sebagai seorang yang mengerti dan paham
akan tugas dan tanggung jawab pekerjaan, membangun hubungan dan relasi kerja dengan
tim lain, serta selalu fokus dan konsisten dengan target dan tujuan organisasi. Berperilaku
profesional, dapat pula membawa kesuksesan di tempat kerja.
http://blog.amartha.co m/cara-untuk-menjadi-profesional-dalam-bekerja/
Gambar 1.2.
4
Ketika seseorang bekerja dengan tuntutan profesional, perlu mempersiapkan dirinya
secara baik. Persipan ini akan menumbuhkan kematangan sikap dalam bekerja sehingga
dimungkinkan perkembangan kurirnya baik. Bekerja dengan profesional akan sangat
membantu meraih karier yang cemerlang selama bisa menjaganya. Mempersiapkan
perilaku profesional :
1. Kompetensi
2. Sistematis
5. Memiliki batasan
1. Kompetensi
Menjadi karyawan yang kompeten di tempat kerja tidak hanya akan membantu
dalam membangun penilaian kinerja dilingkungan kerja, dapat juga digunakan sebagai
sarana membangun citra diri yang baik. Selain pengetahuan, keahlian bidang tertentu akan
menunjukkan pribadi yang kompeten dan membawa kehidupan yang lebih baik.
2. Sistematis
Keteraturan dalam bekerja akan membawa lebih mudah dalam mencapai tujuan.
Dengan bersikap teratur dalam melakukan tugas merupakan salah satu kunci untuk
menjadi profesional. Bekerja secara teratur, akan mempermudah pekerjaan untuk
diselesaikan sesuai dengan target serta aturan yang berlaku.
5
4. Mampu Bekerja dengan Tim
Tim adalah perpaduan dua atau lebih orang yang memiliki tujuan bersama dan
saling tergantung satu sama lain. Salah satu manfaat terbesar dari teamwork ini adalah
inspirasi dan ide yang didapat dari hasil diskusi. Dengan teamwork yang bagus, akan
menjadikan pribadi yang lebih profesional.
5. Memiliki Batasan
Saat bekerja, harus bisa memisahkan masalah pribadi dan profesional. Di lingkungan
tempat kerja tetap harus bersikap profesional, jangan membiarkan persoalan pribadi
mengganggu pekerjaan sehingga membuat tidak objektif. Hal tersebut akan mencederai
sikap profesional dalam bekerja. Dan bukan tidak mungkin akan mengganggu pekerjaan.
6
Gambar 1.3. https://www.slideserve.com/wren/budaya-organisasi
Gambar di atas menunjukkan Kedudukan Sikap Perilaku Profesional yang secara rinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemampuan ditunjukkan pada 3 bidang yaitu:
a. Bidang umum.
a. Jujur
b. Adil
c. Setia
d. Tepat janji
a. Jujur
b. Adil
c. Setia
7
d. Tepat janji
D. Mentalitas Profesional
Perilaku profesional pada akhirnya akan membentuk mental profesional pada
berbagai jenis bidang keprofesian, profesionalisme menjadi sebuah keharusan. Tidak
terbayangkan lagi ada organisasi yang bisa bertahan tanpa profesionalisme. Kompetisi
antar manusia, antar organisasi, antar perusahaan, dan antarbangsa telah menjadi norma,
maka profesionalisme di segala bidang menjadi tiket masuk ke stadion peradaban. Tanpa
profesionalisme maka kita cuma jadi penonton. Membangun jiwa yang profesional sejalan
dengan membangun mentalitasnya. Berikut ini upaya besar dalam membangun mentalitas
profesional. Untuk itu ada tujuh mentalitas profesional yang harus dibangun.
Bangsa kita memerlukan sekelompok besar kaum profesional untuk mengisi
pembangunan masyarakat di segala bidang. Jika tidak mampu, maka kita terpaksa harus
mengimpor mereka dengan harga yang sangat mahal. Demi kebesaran sebuah bangsa,
membangun sikap mental para profesional adalah tantangan yang utama. Kemajuan suatu
bangsa dimulai dari mentalitas yang kuat, dengan demikian bangsa tersebut akan siap dan
sigap dalam menghadapi tantangan di depan mata.
Coba perhatikan berita di bawah ini. Sebuah ilustrasi yang menunjukkan salah satu
profesi yang kurang profesional. Kondisi tersebut ditunjukkan adanya rasa kurang percaya
diri, lemah dalam menggunakan elektronik di era digital.
8
http://koran.humas.ugm.ac.id/index.php?page=3&hal=394&part=39
Gambar 1.4.
9
Gambar 1.5.
Gambar di atas merupakan tulisan dari Jansen H. Sinamo yang memberikan ilustrasi
untuk membangun mentalitas profesional ada 7 (tujuh) point yang akan diuraikan seperti
di bawah ini.
1. Mentalitas Mutu
Profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang utama adalah sikap
dasar atau mentalitas. Maka seorang pengukir batu di pelosok Bali misalnya,
meskipun tidak lulus SMP, namun sanggup mengukir dengan segenap hati sampai
dihasilkan suatu karya ukir terhalus dan terbaik, sebenarnya adalah seorang
profesional. Seorang guru SD di udik Papua yang mengajar dengan segenap dedikasi
demi kecerdasan murid-muridnya adalah seorang profesional. Di pihak lain, seorang
dokter yang menangani pasiennya dengan tergesa-gesa karena mengejar kuota
pasien bukanlah profesional. Demikian pula seorang profesor yang mengajar asal-
asalan, meneliti asal jadi, membina mahasiswa terlalu banyak sampai mengorbankan
kualitas, bukanlah profesional. Atau, seorang insinyur yang dengan sengaja
mengurangi takaran bahan bangunannya demi laba yang lebih besar bukanlah
profesional.
2. Mentalitas Altruistik
10
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. Istilah
baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Mutu kerja seorang profesional tinggi
secara teknis, tetapi nilai kerja itu sendiri diabdikan demi kebaikan masyarakat yang
didorong oleh kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban. Inilah altruisme.
3. Mentalitas Melayani
Kepuasan kaum profesional muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa
profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
4. Mentalitas Pembelajar
Kaum profesional di sepanjang kurirnya terus-menerus mengenyam latihan-latihan
tiada henti.
5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan
ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan
ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk
mengabdi di bidang tersebut.
6. Mentalitas Kreatif
Kaum profesional sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya, berkembang
terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam pekerjaannya. Dia akan
menghayati estetika dalam profesinya.
7. Mentalitas Etis
Kaum profesional sejati tidak akan menghianati etika dan moralitas profesinya demi
uang atau kekuasaan.
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai
aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu
bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu diperlukan upaya
perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya
perbaikan gizi.
11
Gambar 1.6.
Dengan tuntutan pelayanan gizi yang sedemikian rupa maka sebagai Ahli Gizi harus
profesional dalam melaksanakan pelayanannya.
Profesi gizi dan profesi kesehatan lain, dalam sejarahnya merupakan cabang dari
profesi kedokteran. Profesi gizi dituntut untuk mampu menunjukkan profesionalisme yang
lebih tinggi bila ingin ditempatkan sejajar dengan profesi lain. Sebagai tenaga profesi yang
melakukan kegiatan/praktik kegizian tentunya mempunyai pedoman yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan antar profesi kesehatan.
Profesi gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan
suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat melayani masyarakat.
Sebagai profesi, ahli gizi dituntut memiliki pengetahuan sikap dan ketrampilan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan: asuhan gizi klinik, penyelenggaraan makanan institusi,
pelayanan gizi masyarakat, penyuluhan gizi serta menyediakan pelatih sebagai konsultan
gizi.
12
B. Ciri-Ciri Ahli Gizi Profesional
13
9. Memiliki standar praktik.
10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.
Tenaga profesional gizi mempunyai suatu asosiasi atau perkumpulan profesional yaitu
PERSAGI dengan lambangnya seperti gambar di bawah.
Gambar 1.7.
Saudara mahasiswa, secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran,
yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi.
1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang
bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada
individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi
penyelenggaraan dan penyajian makanan.
14
2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien)
mengenali, mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk
mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat
dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya dilakukan
lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan
untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya
perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).
3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan
suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat
dalam mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya
(Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan dengan metode
ceramah (komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode
lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya
dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya
dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah
mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun,
karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan.
Selain ketiga peran yang telah dijelaskan di atas, peran ahli gizi juga dapat dikaji
pada rincian di bawah ini:
a. Ahli Gizi
a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik.
b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat.
c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS.
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal.
e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi.
f. Pelaksana penelitian gizi.
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirasuara.
h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral.
i. Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.
b. Ahli Madya Gizi
15
a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik.
b. Pelaksana pelayanan gizi masyarakat.
c. Penyelia sistem penyelenggaraan makanan Institusi/massal.
d. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi.
16
Gambar 1.8.
Secara umum tujuan disusunnya standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan
pengembangan profesi Ahli Gizi di Indonesia dengan tujuan agar dapat mencegah tumpang
tindih kewenangan berbagai profesi yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus
adalah sebagai acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan
mutu pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu maupun kelompok serta
mencegah timbulnya mal-praktik gizi.
Standar kompetensi yang tercantum di dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/111/2007 tentang Standar Profesi Gizi.
disampaikan di bawah ini adalah standar kompetensi bagi Ahli Madya Gizi sebagai tenaga
kesehatan.
17
kebijakan publik yang berdampak pada pangan gizi dan
pelayanan kesehatan.
6 Kes.AG.01.06.01 Menggunakan teknologi terbaru dalam kegiatan informasi
dan komunikasi.
7 Kes.AG.02.07.01 Mendokumentasikan kegiatan pelayanan gizi.
8 Kes.AG.02.08.01 Melakukan pendidikan gizi dalam kegiatan
praktik tersupervisi.
9 Kes.AG.02.09.01 Mendidik pasien/klien dalam rangka promosi kesehatan,
pencegahan penyakit dan terapi gizi untuk kondisi tanpa
komplikasi.
10 Kes.AG.02.10.01 Melakukan pendidikan dan pelatihan gizi untuk kelompok
sasaran.
11 Kes.AG.02.11.01 Ikut serta dalam pengkajian dan pengembangan bahan
pendidikan untuk kelompok sasaran.
12 Kes.AG.02.12.01 Menerapkan pengetahuan dan ketrampilan baru dalam
kegiatan pelayanan gizi.
13 Kes.AG.01.13.01 Ikut serta dalam peningkatan kualitas pelayanan atau praktik
dietetik untuk kepuasan konsumen.
14 Kes.AG.01.14.01 Berpartisipasi dalam pengembangan dan pengukuran kinerja
dalam pelayanan gizi.
18
24 Kes.AG.02.24.01 Menyusun standar makanan (menerjemahkan kebutuhan gizi
ke bahan makanan/menu) untuk kelompok sasaran.
25 Kes.AG.02.25.01 Menyusun menu untuk kelompok sasaran.
26 Kes.AG.02.26.01 Melakukan uji cita rasa /uji organoleptik makanan
27 Kes.AG.02.27.01 Menyelia pengadaan dan distribusi bahan makanan serta
transportasi makanan.
28 Kes.AG.02.28.01 Mengawasi/menyelia masalah keamanan dan sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan (industri pangan).
29 Kes.AG.02.29.01 Melakukan penapisan gizi (nutrition screening) pada
klien/pasien secara individu.
30 Kes.AG.02.30.01 Melakukan pengkajian gizi (nutritional assesment) pasien
tanpa komplikasi (dengan kondisi kesehatan umum,
misalnya hipertensi, jantung dan obesitas).
31 Kes.AG.02.31.01 Membantu dalam pengkajian gizi (nutritional assesment)
pada pasien dengan komplikasi (kondisi kesehatan yang
kompleks, misalnya penyakit ginjal, multisistem organ
failure, trauma).
32 Kes.AG.02.32.01 Membantu merencanakan dan mengimplementasikan
rencana asuhan gizi pasien.
33 Kes.AG.02.33.01 Melakukan monitoring dan evaluasi asupan gizi/makan
pasien.
34 Kes.AG.02.34.01 Berpartisipasi dalam pemilihan formula enteral serta
monitoring dan evaluasi penyediaannya.
No. Kode Judul Unit kompetensi
35 Kes.AG.02.35.01 Melakukan rencana perubahan diit.
36 Kes.AG.01.36.01 Berpartisipasi dalam konferensi kesehatan untuk
mendiskusikan terapi dan rencana pemulangan klien/pasien.
19
pangan dan gizi masyarakat.
44 Kes.AG.01.44.01 Berpartisipasi dalam penetapan biaya pelayanan gizi.
Pada unit kompetensi di atas menunjukkan bahwa unjuk kerja ahli gizi dibedakan
berdasarkan kata kerja dari 4 tingkatan yang disusun secara berurutan dan dimulai dari
tingkat unjuk kerja yang paling rendah. Tingkatan unjuk kerja yang lebih tinggi
menggambarkan bahwa tingkatan unjuk kerja yang lebih rendah dianggap telah mampu
dilaksanakan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Saran
Saran penulis kepada yang membaca agar makalah ini bermanfaat untuk
kedepannya, sebagai tambahan literatur kita dalam bacaan. Dan kepada ahli gizi agar
menjalankan profesi dan kode etik sebagai ahli gizi yang sudah ada sejak dahulu.
B. Kesimpulan
21
pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu maupun kelompok serta
mencegah timbulnya mal-praktik gizi.
Pada unit kompetensi Ahli Gizi menggambarkan unjuk kerjanya yang
dibedakan berdasarkan kata kerja. Kata kerja tersebut terdiri dari 4 tingkatan
(membantu, melaksanakan, mendidik, mengelola) yang disusun secara berurutan
dan dimulai dari tingkat unjuk kerja yang paling rendah. Tingkatan unjuk kerja
yang lebih tinggi menggambarkan bahwa tingkatan unjuk kerja yang lebih rendah
dianggap telah mampu dilaksanakan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, Bachyar; Annasari. 2014. Etika dan Profesi Gizi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Darmastuti, Rini. 2007. Etika PE dan E – PR. Edisi Pertama. Yogyakarta : Anggota IKAPI
DIY , Gaya Media.
Hendrik. 2013. Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC, Anggota IKAPI.
Herlambang, Susatyo. 2011. Etika Profesi Tenaga Kesehatan (pedoman untuk sukses
berkarya bagi tenaga kesehatan). Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Seoparto, Pitono; Hariadi; Hermien; Handoko; hari; Anna. 2006. Etik dan Hukum di
Bidang Kesehatan. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga University Press
23