Anda di halaman 1dari 26

Etika profesi dan hukum kesehatan

PENTINGNYA PERILAKU PROFESIONAL DAN STANDAR KOMPETENSI


AHLI GIZI

Disusun Oleh :

NAMA : AGUS SUTRIAWAN (2109060043)


NAMA : NURMALA DEWI (2109060042)

PROGRAM SUTDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
NUSA TENGGARA BARAT
2022

i
KATAPENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat-nya (Allah SWT) yang telah melimpahkan
rahmat hidayah, serta inayah-nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
“Makalah Pentingnya Perilaku Profesional dan Standar Kompetensi Ahli Gizi”.
Penulisan makalah ini dilakukan sebagai bagian dari tugas semester tiga, mata kuliah
“Etika Profesi dan Hukum Kesehatan” Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara
Barat 2022 Dari prodi S1 ilmu gizi. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan
kerja keras hingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Terlepas dari segala hal
tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya, kami dengan lapang dada menerima
segala saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Terimakasih
kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini,
terutama kepada Dosen pengampus dan teman-teman yang telah mendorong kami untuk
menyusun makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat maupun inspirasi untuk pembaca. Semoga Allah membalas amal baik kalian
semua yang telah berjasa atas makalah ini, Amin.

Mataram, 24 September 2022

Penyusun
Agus Sutriawan
Nurmala Dewi

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Profesional...........................................................................................3
a. Pengertian Perilaku Profesional......................................................................3
b. Ruang Lingkup Perilaku Profesi.....................................................................4
c. Mentalitas Profesional.....................................................................................8
2.2 Standar Kompetensi Ahli Gizi...........................................................................11
a. Ahli Gizi Sebagai Tenaga Profesional............................................................12
b. Ciri-Ciri Ahli Gizi Profesional........................................................................13
c. Peran Ahli Gizi................................................................................................14
BAB III Penutup
Saran.............................................................................................................................21
Kesimpulan ..................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kode etik adalah aturan tertulis yang harus dipatuhi oleh profesi yang terkait.
Sedangkan ahli gizi adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang
makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. Oleh karena itu kode etik ahli gizi adalah
peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan orang lain baik itu
klien maupun teman seprofesi. Disetiap negara mempunyai kode etik ahli gizi yang
berbeda-beda. Hal tersebut mengacu pada keadaan negara tersebut dan tujuan dari ahli
gizi negara tersebut dalam menyelesaikan masalah gizinya. Sebagai calon ahli gizi,
seseorang perlu memahami kode etik ahli gizi dari Indonesia agar bisa mulai
membiasakan sikap ahli gizi pada dirinya. Kode etik dari negara lain dapat dijadikan
sebagai referensi agar bisa memajukan ahli gizi di Indonesia.
Peran ahli gizi sebagai suatu profesi dalam hal penelitian merupakan salah satu
kompetensi yang harus dilakukan oleh ahli gizi, seperti yang tertulis didalam kepmenkes
nomer 347 tahun 2007, maka seorang ahli gizi harus selalu melakukan penelitian-
penelitian gizi guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan sesuatu yang
baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya diharapkan mampu
meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan masalah gizi di
masyarakat.
perilaku profesi pada dasarnya menjelaskan tentang perilaku etika, dimana ruang
lingkupnya adalah etika dalam perilaku profesional. Etika dalam perilaku profesional
merupakan fondasi peradaban modern- menggarisbawahi keberhasilan berfungsinya
hampir setiap aspek masyarakat, dari kehidupan keluarga sehari-hari sampai hukum,
kedokteran, dan bisnis. Etika (ethic) mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku
berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus
berperilaku dalam masyarakat. Perilaku etika juga merupakan fondasi profesionalisme
modern. Dalam bab 2 ini akan membicarakan/membahas tentang profesional
didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk
karakter atau memberi ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Untuk menjadi
sumber objektif yang dapat dipercaya, profesional harus memiliki reputasi yang kuat
tidak hanya untuk kompetensi tetapi juga untuk karakter dan integritas yang tidak
diragukan lagi. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman dan tidak

1
diperkenankan seseorang menggambarkan pengalaman keandalan kompetensi atau
pengalaman yang belum dikuasai atau dialami. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga
melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk
terus mengikuti perkembangan profesi serta anggotanya harus menerapkan suatu program
yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa
profesional yang konsisten. Sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang
biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap
orang dalam mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini sebagai aturan main
dalam menjalankan profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus
dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa
pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan
mengatur tentang perilaku profesional.

1.2 Rumusan masalah


Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan/
menerapkan: Pengertian dan ruang lingkup perilaku profesi dan Standar kompetensi ahli
gizi.

Bab ini akan terbagi dalam 2 topik. Topik 1 akan membahas tentang perilaku profesi
dan topik tentang standar kompetensi ahli gizi.

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya perilaku profesional dan standar kompetensi seorang
ahli gizi.

1.4 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan sebagai bahan kajian untuk para pembaca
khususnya ahli gizi agar lebih faham tentang kewajiban-kewajiban seorang ahli gizi baik
kewajiban umum, kewajiban terhadap masyarakat serta terhadap profesi. Selain itu dengan
adanya makalah ini, diharapkan agar sebagai ahli gizi dapat menerapkan perannya sebagai
tenaga kerja professional dan di bidang masyarakat serta mengetahui kode etik ahli gizi
serta perbedaan kode etik ahli gizi di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Profesional


Saudara mahasiswa pada topik 1, kita akan membahas tentang perilaku profesional.
Jika kita berbicara tentang perilaku profesional menjadi suatu hal yang penting untuk
diajarkan dan diterapkan dalam perkuliahan bagi calon tenaga kesehatan. Dengan
mengedepankan perilaku profesionalisme yang ditunjukkan dengan perkataan, perbuatan
dan penampilan, hal ini akan membangun kepercayaan bagi para pasien. Dalam
membicarakan topik 1, kita akan mulai dengan pengertian.

A. Pengertian Perilaku Profesional


Profesionalisme dapat terjadi pada setiap tingkatan atau posisi pekerjaan seseorang
asalkan dilakukan secara terencana. Misalnya seorang petugas kebersihan gedung-gedung
bertingkat harusnya memiliki profesionalisme dibidangnya (Rema, 2013). Hal tersebut
diprogramkan oleh setiap individu dalam bentuk:
1. Meningkatkan kemauan belajar melalui pendidikan-pelatihan formal dan informal
secara bersinambung.
2. Melatih bersikap-berpikir positif.
3. Mengembangkan perilaku disiplin.
4. Meningkatkan sifat rasa ingin tahu, dan
5. Melakukan penilaian diri secara bersinambung.

Gambar 1.1.

3
Coba amati gambar di atas, terlihat bahwa Profesionalisme ditunjukkan dengan 3 pilar
yang saling berhubungan. Apa 3 pilar tersebut?
1. Pengetahuan
2. Ketrampilan
3. Perilaku

Perilaku profesi adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini kaitan dengan etika
sangatlah erat. Dengan kata lain, etika dan perilaku profesi ibarat kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi yang dituangkan dalam sebuah pedoman
(Herlambang, 2011). Pedoman tersebut sekaligus juga menjamin mutu moral dan profesi
di mata masyarakat, yang selanjutnya dituangkan dalam kode etik profesi. Menjadi
profesional berarti mampu menempatkan diri sebagai seorang yang mengerti dan paham
akan tugas dan tanggung jawab pekerjaan, membangun hubungan dan relasi kerja dengan
tim lain, serta selalu fokus dan konsisten dengan target dan tujuan organisasi. Berperilaku
profesional, dapat pula membawa kesuksesan di tempat kerja.

B. Ruang Lingkup Perilaku Profesi


Seseorang yang telah terbiasa bekerja tidak hanya dengan tanggung jawab dan
dedikasi saja, dengan berperilaku profesional bisa mendapatkan respect dari atasan dan
rekan kerja lainnya. Sebaliknya, kurangnya sikap profesional akan membahayakan
kariernya. Maka menjaga kualitas diri, yang salah satunya dengan selalu bersikap
profesional adalah harga mati.

http://blog.amartha.co m/cara-untuk-menjadi-profesional-dalam-bekerja/
Gambar 1.2.

4
Ketika seseorang bekerja dengan tuntutan profesional, perlu mempersiapkan dirinya
secara baik. Persipan ini akan menumbuhkan kematangan sikap dalam bekerja sehingga
dimungkinkan perkembangan kurirnya baik. Bekerja dengan profesional akan sangat
membantu meraih karier yang cemerlang selama bisa menjaganya. Mempersiapkan
perilaku profesional :

1. Kompetensi

2. Sistematis

3. Dedikasi dan integritas

4. Mampu bekerja dengan tim

5. Memiliki batasan

6. Di bawah ini penjelasan secara rinci

1. Kompetensi
Menjadi karyawan yang kompeten di tempat kerja tidak hanya akan membantu
dalam membangun penilaian kinerja dilingkungan kerja, dapat juga digunakan sebagai
sarana membangun citra diri yang baik. Selain pengetahuan, keahlian bidang tertentu akan
menunjukkan pribadi yang kompeten dan membawa kehidupan yang lebih baik.

2. Sistematis
Keteraturan dalam bekerja akan membawa lebih mudah dalam mencapai tujuan.
Dengan bersikap teratur dalam melakukan tugas merupakan salah satu kunci untuk
menjadi profesional. Bekerja secara teratur, akan mempermudah pekerjaan untuk
diselesaikan sesuai dengan target serta aturan yang berlaku.

3. Dedikasi dan Integritas


Dedikasi dan integritas merupakan keunggulan dari seorang profesional. Memiliki
dedikasi yang tinggi pada pekerjaan membutuhkan satu tekad yang kuat. Dalam hal ini
perlu membangun mulai dari diri sendiri dan berlanjut rekan kerja dengan cara mencintai,
senang dan bangga pada pekerjaannya. Seiring berjalannya waktu, dedikasi dimiliki
nantinya akan bermuara pada integritas (menyatunya ucapan dan tindakan).

5
4. Mampu Bekerja dengan Tim
Tim adalah perpaduan dua atau lebih orang yang memiliki tujuan bersama dan
saling tergantung satu sama lain. Salah satu manfaat terbesar dari teamwork ini adalah
inspirasi dan ide yang didapat dari hasil diskusi. Dengan teamwork yang bagus, akan
menjadikan pribadi yang lebih profesional.

5. Memiliki Batasan
Saat bekerja, harus bisa memisahkan masalah pribadi dan profesional. Di lingkungan
tempat kerja tetap harus bersikap profesional, jangan membiarkan persoalan pribadi
mengganggu pekerjaan sehingga membuat tidak objektif. Hal tersebut akan mencederai
sikap profesional dalam bekerja. Dan bukan tidak mungkin akan mengganggu pekerjaan.

C. Ruang Lingkup Perilaku Profesi


Mari kita coba untuk lebih mendalam mempelajari dan memahami bagaimana ruang
lingkup perilaku profesi. Pada kajian ini yang akan kita pelajari kedudukan sikap perilaku
profesional pada diri seseorang, dimana manusia merupakan sumber daya penting sebagai
peran dan vital. Kedudukan sikap manusia yang sedemikian pentingnya maka perlu
dipahami dari sisi kepribadian, kemampuan dan kemauannya.
Cerminan 3 hal yang menunjukkan kedudukan sikap akan memberikan kontribusi
positif dalam mencapai tujuan sebuah institusi. Menjadi tenaga yang profesional tidak
dilahirkan secara alami melainkan dibentuk. Seperti tumbuhnya kepemimpinan, pelaku
yang akan menjadi profesional juga harus melalui beberapa tahapan. Dilakukan secara
terencana. Mulai dari tahap pengenalan tentang organisasi dan dunia kerja sampai pada
tahap penerapan otonomi dalam pengambilan keputusan. Mulai dari karyawan sampai ke
manajemen puncak. Namun bukan berarti kemampuan dan sikap profesional harus
menunggu dahulu sampai yang bersangkutan menjadi manajer, direktur bahkan
manajemen puncak.

6
Gambar 1.3. https://www.slideserve.com/wren/budaya-organisasi
Gambar di atas menunjukkan Kedudukan Sikap Perilaku Profesional yang secara rinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemampuan ditunjukkan pada 3 bidang yaitu:

a. Bidang umum.

b. Bidang keahlian : pengetahuan khusus dan ketrampilan.

c. Bidang pendukung : bahasa asing, komputer.


2. Kepribadian ditunjukkan dengan sikap:

a. Jujur

b. Adil

c. Setia

d. Tepat janji

e. Menghormati orang lain


3. Kemauan ditunjukkan dengan sikap yang harus dimiliki yaitu:

a. Jujur

b. Adil

c. Setia

7
d. Tepat janji

e. Menghormati orang lain

D. Mentalitas Profesional
Perilaku profesional pada akhirnya akan membentuk mental profesional pada
berbagai jenis bidang keprofesian, profesionalisme menjadi sebuah keharusan. Tidak
terbayangkan lagi ada organisasi yang bisa bertahan tanpa profesionalisme. Kompetisi
antar manusia, antar organisasi, antar perusahaan, dan antarbangsa telah menjadi norma,
maka profesionalisme di segala bidang menjadi tiket masuk ke stadion peradaban. Tanpa
profesionalisme maka kita cuma jadi penonton. Membangun jiwa yang profesional sejalan
dengan membangun mentalitasnya. Berikut ini upaya besar dalam membangun mentalitas
profesional. Untuk itu ada tujuh mentalitas profesional yang harus dibangun.
Bangsa kita memerlukan sekelompok besar kaum profesional untuk mengisi
pembangunan masyarakat di segala bidang. Jika tidak mampu, maka kita terpaksa harus
mengimpor mereka dengan harga yang sangat mahal. Demi kebesaran sebuah bangsa,
membangun sikap mental para profesional adalah tantangan yang utama. Kemajuan suatu
bangsa dimulai dari mentalitas yang kuat, dengan demikian bangsa tersebut akan siap dan
sigap dalam menghadapi tantangan di depan mata.
Coba perhatikan berita di bawah ini. Sebuah ilustrasi yang menunjukkan salah satu
profesi yang kurang profesional. Kondisi tersebut ditunjukkan adanya rasa kurang percaya
diri, lemah dalam menggunakan elektronik di era digital.

8
http://koran.humas.ugm.ac.id/index.php?page=3&hal=394&part=39

Gambar 1.4.

9
Gambar 1.5.

Gambar di atas merupakan tulisan dari Jansen H. Sinamo yang memberikan ilustrasi
untuk membangun mentalitas profesional ada 7 (tujuh) point yang akan diuraikan seperti
di bawah ini.

1. Mentalitas Mutu
Profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang utama adalah sikap
dasar atau mentalitas. Maka seorang pengukir batu di pelosok Bali misalnya,
meskipun tidak lulus SMP, namun sanggup mengukir dengan segenap hati sampai
dihasilkan suatu karya ukir terhalus dan terbaik, sebenarnya adalah seorang
profesional. Seorang guru SD di udik Papua yang mengajar dengan segenap dedikasi
demi kecerdasan murid-muridnya adalah seorang profesional. Di pihak lain, seorang
dokter yang menangani pasiennya dengan tergesa-gesa karena mengejar kuota
pasien bukanlah profesional. Demikian pula seorang profesor yang mengajar asal-
asalan, meneliti asal jadi, membina mahasiswa terlalu banyak sampai mengorbankan
kualitas, bukanlah profesional. Atau, seorang insinyur yang dengan sengaja
mengurangi takaran bahan bangunannya demi laba yang lebih besar bukanlah
profesional.
2. Mentalitas Altruistik

10
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. Istilah
baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Mutu kerja seorang profesional tinggi
secara teknis, tetapi nilai kerja itu sendiri diabdikan demi kebaikan masyarakat yang
didorong oleh kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban. Inilah altruisme.
3. Mentalitas Melayani
Kepuasan kaum profesional muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa
profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
4. Mentalitas Pembelajar
Kaum profesional di sepanjang kurirnya terus-menerus mengenyam latihan-latihan
tiada henti.
5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan
ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan
ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk
mengabdi di bidang tersebut.
6. Mentalitas Kreatif
Kaum profesional sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya, berkembang
terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam pekerjaannya. Dia akan
menghayati estetika dalam profesinya.
7. Mentalitas Etis
Kaum profesional sejati tidak akan menghianati etika dan moralitas profesinya demi
uang atau kekuasaan.

2.2 Standar Kompetensi Ahli Gizi

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai
aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu
bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu diperlukan upaya
perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya
perbaikan gizi.

11
Gambar 1.6.

Dengan tuntutan pelayanan gizi yang sedemikian rupa maka sebagai Ahli Gizi harus
profesional dalam melaksanakan pelayanannya.

A. Ahli Gizi Sebagai Tenaga Profesional

Profesi gizi dan profesi kesehatan lain, dalam sejarahnya merupakan cabang dari
profesi kedokteran. Profesi gizi dituntut untuk mampu menunjukkan profesionalisme yang
lebih tinggi bila ingin ditempatkan sejajar dengan profesi lain. Sebagai tenaga profesi yang
melakukan kegiatan/praktik kegizian tentunya mempunyai pedoman yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan antar profesi kesehatan.
Profesi gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan
suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat melayani masyarakat.
Sebagai profesi, ahli gizi dituntut memiliki pengetahuan sikap dan ketrampilan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan: asuhan gizi klinik, penyelenggaraan makanan institusi,
pelayanan gizi masyarakat, penyuluhan gizi serta menyediakan pelatih sebagai konsultan
gizi.

12
B. Ciri-Ciri Ahli Gizi Profesional

Sebagai ahli gizi profesional, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode etik yang berlaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya.
8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
10. Otonomi dalam melakukan tindakan.
11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karier.
12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.
13. Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi).

Konsekuensi sebagai tenaga profesional, diperlukan beberapa persyaratan dalam


melakukan pekerjaan yang profesional. Seorang ahli gizi dituntut agar menunjukkan
pekerjaannya dengan persyaratan tertentu. Persyaratan sebagai tenaga profesional adalah
sebagai berikut.

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis.

2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga profesional.

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.

4. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.

5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas.

6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.


7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.

8. Memiliki etika Ahli Gizi.

13
9. Memiliki standar praktik.

10. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.

11. Memiliki standar berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.

Tenaga profesional gizi mempunyai suatu asosiasi atau perkumpulan profesional yaitu
PERSAGI dengan lambangnya seperti gambar di bawah.

Gambar 1.7.

C. Peran Ahli Gizi

Saudara mahasiswa, secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran,
yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi.
1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya dietetik, yang
bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian makan kepada
individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi
penyelenggaraan dan penyajian makanan.

14
2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain (klien)
mengenali, mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien untuk
mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah sehingga dapat
dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling biasanya dilakukan
lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang bertujuan
untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya
perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan (Magdalena, 2010).
3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan
suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat
dalam mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya
(Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan dengan metode
ceramah (komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode
lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya
dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum dan biasanya
dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang yang sudah
mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi kesehatan manapun,
karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dipisahkan.
Selain ketiga peran yang telah dijelaskan di atas, peran ahli gizi juga dapat dikaji
pada rincian di bawah ini:
a. Ahli Gizi
a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik.
b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat.
c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS.
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal.
e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi.
f. Pelaksana penelitian gizi.
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirasuara.
h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral.
i. Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.
b. Ahli Madya Gizi

15
a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik.
b. Pelaksana pelayanan gizi masyarakat.
c. Penyelia sistem penyelenggaraan makanan Institusi/massal.
d. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi.

e. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirasuara.


f. Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis.

2. Standar Kompetensi Ahli Gizi


Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenjang kualifikasi dan jenisnya.
Jenis ahli gizi yang ada saat ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi dimana wewenang dan
tanggung jawabnya berbeda.
Mengingat bahwa untuk menanggulangi hal tersebut, dibutuhkan tenaga dan
ilmuwan yang dinamis, mandiri dan menjunjung etik profesional yang tinggi sehingga
dapat memberikan kontribusi dalam upaya berbagai pengembangan ilmu dan pelayanan
kesehatan di berbagai bidang termasuk bidang gizi. Keberadaan seorang ahli gizi sangat
diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan gizi berada dimana-
mana dan kapan saja selama masyarakat dan individu masih mau untuk hidup sehat dalam
siklus kehidupan manusia.
Tenaga gizi yang ada di Indonesia saat ini sebagian besar berlatar belakang
pendidikan Diploma III, sementara pendidikan sarjana dan sarjana terapan sampai dengan
program magister juga terus menelorkan lulusannya. Adanya tenaga gizi dengan lulusan
dari jenjang pendidikan yang berbeda ini tentunya mempunyai wewenang dan kompetensi
yang berbeda pula. Tenaga gizi dalam melaksanakan tugasnya bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain. Kondisi ini menuntut tenaga yang profesional, dalam hal ini profesi
gizi merupakan profesi kesehatan.

16
Gambar 1.8.

Secara umum tujuan disusunnya standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan
pengembangan profesi Ahli Gizi di Indonesia dengan tujuan agar dapat mencegah tumpang
tindih kewenangan berbagai profesi yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus
adalah sebagai acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan
mutu pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu maupun kelompok serta
mencegah timbulnya mal-praktik gizi.
Standar kompetensi yang tercantum di dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/111/2007 tentang Standar Profesi Gizi.
disampaikan di bawah ini adalah standar kompetensi bagi Ahli Madya Gizi sebagai tenaga
kesehatan.

KOMPETENSI AHLI MADYA GIZI (Dasar Pendidikan D III Gizi)

No. Kode Judul Unit kompetensi


1 Kes.AG.01.01.01 Berpenampilan (unjuk kerja) sesuai dengan kode etik profesi
gizi.
2 Kes.AG.01.02.01 Merujuk klien/pasien kepada ahli lain saat situasinya berada
di luar kompetensinya.
3 Kes.AG.01.03.01 Ikut aktif dalam kegiatan profesi gizi.
4 Kes.AG.01.04.01 Melakukan pengkajian diri menyiapkan portofolio untuk
pengembangan profesi dan ikut berpartisipasi dalam
kegiatan pendidikan berkelanjutan.
5 Kes.AG.01.05.01 Berpartisipasi dalam proses kebijakan legislatif dan

17
kebijakan publik yang berdampak pada pangan gizi dan
pelayanan kesehatan.
6 Kes.AG.01.06.01 Menggunakan teknologi terbaru dalam kegiatan informasi
dan komunikasi.
7 Kes.AG.02.07.01 Mendokumentasikan kegiatan pelayanan gizi.
8 Kes.AG.02.08.01 Melakukan pendidikan gizi dalam kegiatan
praktik tersupervisi.
9 Kes.AG.02.09.01 Mendidik pasien/klien dalam rangka promosi kesehatan,
pencegahan penyakit dan terapi gizi untuk kondisi tanpa
komplikasi.
10 Kes.AG.02.10.01 Melakukan pendidikan dan pelatihan gizi untuk kelompok
sasaran.
11 Kes.AG.02.11.01 Ikut serta dalam pengkajian dan pengembangan bahan
pendidikan untuk kelompok sasaran.
12 Kes.AG.02.12.01 Menerapkan pengetahuan dan ketrampilan baru dalam
kegiatan pelayanan gizi.
13 Kes.AG.01.13.01 Ikut serta dalam peningkatan kualitas pelayanan atau praktik
dietetik untuk kepuasan konsumen.
14 Kes.AG.01.14.01 Berpartisipasi dalam pengembangan dan pengukuran kinerja
dalam pelayanan gizi.

No. Kode Judul Unit kompetensi


15 Kes.AG.01.15.01 Berpartisipasi dalam proses penataan dan pengembangan
organisasi.
16 Kes.AG.02.16.01 Ikut serta dalam penyusunan rencana operasional dan
anggaran institusi.
17 Kes.AG.02.17.01 Berpatisipasi dalam penetapan biaya pelayanan gizi.
18 Kes.AG.02.18.01 Ikut serta dalam pemasaran produk pelayanan gizi.
19 Kes.AG.01.19.01 Ikut serta dalam pendayagunaan dan pembinaan SDM dalam
pelayanan gizi.
20 Kes.AG.02.20.01 Ikut serta dalam manajemen sarana dan prasarana pelayanan
gizi.
21 Kes.AG.01.21.01 Menyelia sumber daya dalam unit pelayanan gizi meliputi
keuangan, sumber daya manusia, sarana prasarana dan
pelayanan gizi.
22 Kes.AG.02.22.01 Menyelia produksi makanan yang memenuhi kecukupan
gizi, biaya dan daya terima.
23 Kes.AG.02.23.01 Mengembangkan dan atau memodifikasi resep/formula
(mengembangkan dan meningkatkan mutu resep dan
makanan formula)

18
24 Kes.AG.02.24.01 Menyusun standar makanan (menerjemahkan kebutuhan gizi
ke bahan makanan/menu) untuk kelompok sasaran.
25 Kes.AG.02.25.01 Menyusun menu untuk kelompok sasaran.
26 Kes.AG.02.26.01 Melakukan uji cita rasa /uji organoleptik makanan
27 Kes.AG.02.27.01 Menyelia pengadaan dan distribusi bahan makanan serta
transportasi makanan.
28 Kes.AG.02.28.01 Mengawasi/menyelia masalah keamanan dan sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan (industri pangan).
29 Kes.AG.02.29.01 Melakukan penapisan gizi (nutrition screening) pada
klien/pasien secara individu.
30 Kes.AG.02.30.01 Melakukan pengkajian gizi (nutritional assesment) pasien
tanpa komplikasi (dengan kondisi kesehatan umum,
misalnya hipertensi, jantung dan obesitas).
31 Kes.AG.02.31.01 Membantu dalam pengkajian gizi (nutritional assesment)
pada pasien dengan komplikasi (kondisi kesehatan yang
kompleks, misalnya penyakit ginjal, multisistem organ
failure, trauma).
32 Kes.AG.02.32.01 Membantu merencanakan dan mengimplementasikan
rencana asuhan gizi pasien.
33 Kes.AG.02.33.01 Melakukan monitoring dan evaluasi asupan gizi/makan
pasien.
34 Kes.AG.02.34.01 Berpartisipasi dalam pemilihan formula enteral serta
monitoring dan evaluasi penyediaannya.
No. Kode Judul Unit kompetensi
35 Kes.AG.02.35.01 Melakukan rencana perubahan diit.
36 Kes.AG.01.36.01 Berpartisipasi dalam konferensi kesehatan untuk
mendiskusikan terapi dan rencana pemulangan klien/pasien.

37 Kes.AG.01.37.01 Merujuk pasien/klien ke pusat pelayanan kesehatan lain.


38 Kes.AG.02.38.01 Melaksanakan penapisan gizi/csreening status gizi populasi
dan atau kelompok masyarakat.
39 Kes.AG.02.39.01 Membantu, menilai status gizi populasi dan atau kelompok
masyarakat.
40 Kes.AG.02.40.01 Melaksanakan asuhan gizi untuk klien sesuai kebudayaan
dan kepercayaan dari berbagai golongan umur (tergantung
level asuhan gizi kelompok umur).
41 Kes.AG.01.41.01 Berpartisipasi dalam program promosi kesehatan
/pencegahan penyakit di masyarakat.
42 Kes.AG.01.42.01 Berpartisipasi dalam pengembangan dan evaluasi program
pangan dan gizi di masyarakat.
43 Kes.AG.02.43.01 Melaksanakan dan mempertahankan kelangsungan program

19
pangan dan gizi masyarakat.
44 Kes.AG.01.44.01 Berpartisipasi dalam penetapan biaya pelayanan gizi.

Pada unit kompetensi di atas menunjukkan bahwa unjuk kerja ahli gizi dibedakan
berdasarkan kata kerja dari 4 tingkatan yang disusun secara berurutan dan dimulai dari
tingkat unjuk kerja yang paling rendah. Tingkatan unjuk kerja yang lebih tinggi
menggambarkan bahwa tingkatan unjuk kerja yang lebih rendah dianggap telah mampu
dilaksanakan.

a. Membantu : melakukan kegiatan secara independen di bawah pengawasan atau


Berpartisipasi (berperan serta) : mengambil bagian kegiatan tim.

b. Melaksanakan : mampu memulai kegiatan tanpa pengawasan langsung, atau


Melakukan : mampu melakukan kegiatan secara mandiri.

c. Mendidik : mampu melaksanakan fungsi-fungsi khusus yang nyata ; aktivitas yang


didelegasikan bertujuan untuk memperbaiki keadaan atau pekerjaan, dan lain-lain,
atau Menyelia/Mengawasi/Memantau : mampu mengamati kegiatan sehari-hari satu
unit termasuk sumber daya manusia, penggunaan sumber daya, masalah-masalah
lingkungan atau mampu mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan dan pekerjaan
tim.

d. Mengelola : mampu merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan suatu


organisasi.

20
BAB III

PENUTUP

A. Saran

Saran penulis kepada yang membaca agar makalah ini bermanfaat untuk
kedepannya, sebagai tambahan literatur kita dalam bacaan. Dan kepada ahli gizi agar
menjalankan profesi dan kode etik sebagai ahli gizi yang sudah ada sejak dahulu.

B. Kesimpulan

Perilaku profesi adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam


melaksanakan tugas keprofesiannya dan dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang
perlu dipersiapkan dalam perilaku profesional yaitu: Kompetensi, sistematis,
dedikasi dan integritas, mampu bekerja dengan tim, memiliki batasan. Kedudukan
sikap perilaku profesional ditentukan pada: kepribadian, kemauan dan
kemampuannya. Untuk mencapai profesionalisme, perlu dibangun 7 mentalitas
profesional, yaitu: mentalitas mutu, altruistik, melayani, pembelajaran, pengabdian,
kreatif dan etis. Profesi gizi sebagai tenaga kesehatan dituntut untuk mampu
menunjukkan profesionalisme yang tinggi bila ingin ditempatkan sejajar dengan
profesi lain. Sebagai tenaga profesi yang melakukan kegiatan/praktik kegizian
tentunya mempunyai pedoman yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang
tindih kewenangan antar profesi kesehatan. Standar kompetensi ahli gizi disusun
berdasarkan jenjang kualifikasi dan jenisnya. Tujuannya adalah sebagai
acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan mutu

21
pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu maupun kelompok serta
mencegah timbulnya mal-praktik gizi.
Pada unit kompetensi Ahli Gizi menggambarkan unjuk kerjanya yang
dibedakan berdasarkan kata kerja. Kata kerja tersebut terdiri dari 4 tingkatan
(membantu, melaksanakan, mendidik, mengelola) yang disusun secara berurutan
dan dimulai dari tingkat unjuk kerja yang paling rendah. Tingkatan unjuk kerja
yang lebih tinggi menggambarkan bahwa tingkatan unjuk kerja yang lebih rendah
dianggap telah mampu dilaksanakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Bachyar; Annasari. 2014. Etika dan Profesi Gizi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Darmastuti, Rini. 2007. Etika PE dan E – PR. Edisi Pertama. Yogyakarta : Anggota IKAPI
DIY , Gaya Media.

Hendrik. 2013. Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC, Anggota IKAPI.

Herlambang, Susatyo. 2011. Etika Profesi Tenaga Kesehatan (pedoman untuk sukses
berkarya bagi tenaga kesehatan). Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/Menkes/SK/111/2007


tentang Standar Profesi Gizi.

Rema, Dona. 2013. 9 Sikap Profesional yang Penting Diterapkan di Kantor


detik.com/read/2013/02/20/191246/2175497/1133/

Seoparto, Pitono; Hariadi; Hermien; Handoko; hari; Anna. 2006. Etik dan Hukum di
Bidang Kesehatan. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga University Press

Sumaryono. 1995. Etika Profesi Hukum. Yogyakarta : Anggota IKAPI, Kanisius.

Sungguh, As’ad. 2014. 25 Etika Profesi. Jakarta: Sinar Grafika.

23

Anda mungkin juga menyukai