(Nama/jurusan)
Dosen Pengampun
PENDAHULUAN
Gizi merupakan salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi
individu atau masyarakat, dan merupakan isu fundamental dalam kesehatan
masyarakat (Ahmad Sulaeman Dkk, 2020). Ada beberapa faktor yang
menyebabkan gizi kurang yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
langsung gizi kurang yaitu penyakit infeksi yang mungkin diderita anak dan
konsumsi makanan. Penyebab tidak langsung gizi kurang yaitu ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan
(Rahim 2014). Masa balita (bawah lima tahun) dan batita (bawah tiga tahun)
adalah periode penting dalam proses tumbuh kembang seorang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi acuan keberhasilan anak di
periode berikutnya. Masa ini tumbuh kembang seorang anak berlangsung sangat
cepat dan tidak akan pernah terulang, maka dari itu sering disebut dengan masa
keemasan atau golden age. Namun, tantangan pada masa keemasan ini adalah
kecukupan gizi pada balita. Apabila balita tidak cukup energy dan gizi, maka
sangat rentan mengalami gangguan kesehatan berupa malnutrisi (Utomo &
Anggraini, 2010).
Terdapat masalah gizi kronis yang terjadi pada masa tumbuh kembang
balita yaitu stunting. Menurut World Health Organization (WHO) dalam jurnal
Susilia, Dkk (2022) menjelaskan bahwa dampak yang akan terjadi pada balita
stunting yaitu kesakitan, obesitas, gangguan perkembangan kognitif yaitu
kecerdasan, verbal dan motorik yang tidak berkembang secara optimal.
Kecerdasan yang tidak optimal akan berdampak kepada masa depan yang dapat
menghambat dalam pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatkan kemiskinan.
Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum
1
(ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat (Liya
Lugita, 2022).
Untuk mengetahui tumbuh kembang pada balita dan status gizi balita
dapat dilakukan atau pada umumnya menggunakan dengan pemeriksaan
antropometri atau pengukuran antropometri. Menurut Agung Santoso dkk (2014)
menyatakan bahwa Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut
pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh. Dimana faktor yang
mempengaruhi ukuran tubuh manusia adalah jenis kelamin, umur, sosio ekonomi,
etnik dan posisi tubuh. Namun, pengukuran Antropometri terhadap status gizi dan
tumbuh kembang pada balita terdapat juga kekurangan dan kelebihan.
PEMBAHASAN
Menurut Supariasa (2001) dalam Jurnal Khoiriyah & Siti Mutia (2020)
menjelaskan bahwa metode antropometri ialah pengukuran dimensi tubuh,
fungsinya untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan protein dan energi. Kelebihan dari metode antropometri ini adalah alat
pengukuran mudah didapat dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-
ulang dengan mudah dan objektif, dan dapat dilakukan tidak hanya tenaga khusus
professional, serta hasilnya mudah disimpulkan dan diakui kebenarannya secara
ilmiah. Masyarakat perlu diberikan pelatihan pengukuran status gizi balita secara
2
mandiri dirumah, salah satunya dengan menggunakan metode antropometri.
Pengukuran status gizi secara antropometri ini menggunakan alat sederhana,
seperti timbangan dan meterline.
3
Dalam pengukuran antropometri terhadap status gizi balita dan tumbuh
kembang balita dapat dilakukan dengan alat bantu kursi untuk mengukurnya.
Kursi Antropometri merupakan kursi khusus yang dirancang untuk pengukuran
dimensi tubuh posisi duduk. Kursi ini dirancang dengan tujuan memberikan
kemudahan dan kenyamanan khususnya untuk pengukuran antropometri dengan
posisi duduk. Meskipun demikian, kursi antropometri harus sesuai dengan standar
pengukuran dimensi antropometri posisi duduk agar saat proses pengukuran tidak
terhambat dan tidak lama (Agung Santoso, 2014).
KESIMPULAN
4
antropometri ini adalah alat pengukuran mudah didapat dan digunakan seperti
menggunakan timbangan, meterline dan kursi antropometri.
Kekurangan juga dapat terjadi, apabila kursi antropometri yang ada pada
posyandu atau puskesmas atau rumah sakit tidak sesuai dengan standar
pengukuran dimensi antropometri posisi duduk yang menyebabkan proses
pengukuran jadi terhambat dan lama. Selain itu, kesalahan yang sering terjadi
pada saat pengukuran antropometri yang dilakukan oleh kader posyandu dalam
mengatur posisi bandul timbangan dapat mengakibatkan status gizi balita menjadi
tidak akurat, dimana seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang dan atau
gizi buruk bahkan sebaliknya. Pengetahuan ibu balita dan kesadarannya untuk
melakukan pemeriksaan antropometri ke posyandu juga penting. Selain itu ibu
atau orang tua balita harus memperhatikan kebersihan lingkungan balita dan
volume ASI yang dihasilkan untuk dikonsumsi oleh sang bayi agar dapat
meninjau status gizi dan pertumbuhan sang balita sebagai upaya pencegahan
stunting.
DAFTAR PUSTAKA
5
Ahmad, S., Sarwititi, S., Rinanda, D.S., & Larasati, K. (2020). Program Pendampingan
Balita Gizi Kurang di Desa Mlokomanis Wetan, Kabupaten Wonogiri. Jurnal
Pusat Inovasi Masyarakat, 2(3), 372-377.
Agung, S., Benekdita, A., & Anissa, P. (2014). PERANCANGAN ULANG KURSI
ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN. Jurnal
PROFESIENSI, 2(2), 81-91
Elferida, S., & Carmen, S. (2022). Pelatihan Pengukuran Antropometri dan Edukasi Gizi
Seimbang sebagai Upaya Revitalisasi Posyandu dalam Rangka Menurunkan
Angka Stunting di Kelurahan Cawang/Jakarta Timur. Jurnal Comunita Servizio,
4(1), 786-794.
Intan, N., & Irwan, B. (2021). Pengaruh Pelatihan Antropometri terhadap Pengetahuan
Kader Posyandu. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 2(2), 171-
177.
Khoiriyah, I., & Siti, M.D. (2020). Pelatihan Pengukuran Status Gizi Balita sebagai
Upaya Pencegahan Stunting Sejak Dini pada ibu di Dusun Randugunting,
Sleman, DIY. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 60-68.
LiyaLiya, L.S. (2022). PELATIHAN PENGUKURAN STATUS GIZI BALITA
DENGAN MENGGUNAKAN ANTROPOMETRI SEBAGAI UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING SEJAK DINI PADA IBU DI DARAT SAWAH
SEGINIM BENGKULU SELATAN. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(1), 169-176.
Patimah, S., Darlis, I., Nukman, & Nurlinda, A. (2020). Peningkatan Kapasitas Kader
Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Stunting di Desa Mangki Kecamatan
Cempa Kabupaten Pinrang. Jurnal Dedikasi Masyarakat, 3(2), 113–119.
Rahim, F.K. (2014). Faktor risiko underweight balita umur 7-59 bulan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9(2), 115-121.
Susilia, I., Baiq, R.A., & Ni Putu, A. (2023). Pendampingan pada Keluarga dengan Balita
Gizi Kurang dan Stunting. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 5(1), 91-96
Utomo, B., & Anggraini, D.Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Batita & Balita.
DeMedia.
Wayan, N., & Ekayanthi, D. (2019). Menginterpretasikan Hasil Penimbangan pada Kartu
Menuju Sehat ( Status N dan T) di Kota Bogor, 2(2).
Martina, N., Akedka, S.F., Benaya, F., & Sukur, I.G. (2021). Kajian Isu Toxic Masculinity di
Era Digital Dalam Perspektif Sosial dan Teologi. Jurnal Efata: Jurnal Teologi dan
Pelayanan, 8(1), 12-27.
Muhammad, F., Fikri, R., Angelina, V., Irene, C.P., Pangestu, A., & Daffa, W. (2022).
REALITAS TOXIC MASCULINITY DI MASYARAKAT. Prosiding Seminar Nasional
Ilmu Ilmu Sosial (pp. 230-235). Universitas Negeri Surabaya.
6
Praba, M. (2022, Oktober 01). Memahami Toxic Masculinity, Contoh dan Cara
Mengatasinya. Katadata.
https://katadata.co.id/amp/safrezi/berita/61db7f232f9da/memahami-toxic-
masculinity-contoh-dan-cara-mengatasinya