Anda di halaman 1dari 10

Faktor risiko

a. Stress
Terjadinya gizi lebih dan obesitas pada remaja umumnya karena presepsi yang salah
terhadap fungsi tubuhnya dan keadaan emosi makan. Seringkali remaja menilai
negatif terhadap bentuk tubuhnya sehingga melakukan diet yang tidak tepat yang
justru membuat anak mengalami ketidakseimbangan zat gizi. Stress yang dialami
remaja juga membuat mereka memilih makanan yang membuat nyaman seperti tinggi
glukosa dan rendah serat karena makanan manis meningkatkan hormon endorfin atau
makan berlebihan. Pengendalian overweight dan obesitas pada remaja bisa dilakukan
dengan melakukan pemahaman kepada mereka terhadap perubahan bentuk tubuhnya
dan implikasi nya terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi(Direktorat Jenderal P2P
Kemenkes RI, 2021).
b. Aktivitas Fisik dan Gaya Hidup
Aktivitas fisik kurang gerak (sedentary)menjadi faktor risiko remaja mengalami
overweight dan obesitas. Mayoritas remaja yang mengalami kelebihan BB hanya
melakukan aktivitas fisik kurang dari satu jam selama kurang dari tiga kali dalam
seminggu. Remaja yang hanya melakukan aktifitas ringan berisiko enam kali lebih
besar terkena obesitas, contohnya seperti anak dan remaja yang lebih memilih naik
kendaraan saat berangkat sekolah berisiko dua kali lebih besar menderita obesitas
dibandingkan anak atau remaja yang berjalan kaki ke sekolah karena berkaitan
dengan pengeluaran energi yang lebih besar ketika berjalan. Aktivitas fisik membuat
keseimbangan perubahan energi dari kalori yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan
sehingga mengurangi penumpukan lemak tubuh dan mengurangi risiko obesitas.
Perilaku sedentary yang paling umum dilakukan remaja adalah bermain game,
menonton tv atau bermain hp. Remaja dan anak yang hanya menghabiskan waktu
dengan menonton atau menatap layar hp biasanya diiringi dengan mengkonsumsi
camilan dan kurang gerak sehingga kalori bertambah tetapi tidak ada energi yang
dikeluarkan. Selain itu juga ditambah iklan makanan yang mempengaruhi pemilihan
pola konsumsi sehingga memiliki kontribusi terhadap kejadian obesitas pada
remaja(Banjarnahor, Banurea, Panjaitan, Pasaribu, & Hafni, 2022)

c. Pola Asuh Orang Tua


Ibu sebagai pengasuh utama berperan dalam membentuk kebiasaaan anak baik dari
pola makan atau aktivitas fisik yang dijalaninya. Anak dari ibu yang aware terhadap
masalah kesehatan biasanya memiliki pola makan yang sehat, rajin beraktivitas fisik
dan mampu mengendalikan stress berisiko lebih rendah terjadi obesitas. Pola
pengasuhan seperti pemberian hadiah (contohnya kue) ketika juara atau berkelakuan
baik dan tidak membatasi penggunaan gadget meningkatkan risiko overweight/
obesitas berturut-turut sebesar 2,18 dan 1,29 kali lebih besar pada anak dan
remaja(Banjarnahor et al., 2022).

d. Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik dan memiliki peran terhadap kejadian
obesitas. Apabila ayah atau ibu memiliki kelebihan berat badan, maka anak berisiko
memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50%. Namun, jika kedua orangtua
menderita obesitas maka risiko anak menderita obesitas menjadi 70-80%. Faktor
genetik sangat berpengaruh terhadap peningkatan berat badan. Genetik berpengaruh
terhadap pertambahan BB, IMT, lingkar pinggang dan aktivitas fisik. Berdasarkan
data berbagai studi tentang genetik menunjukan terdapat beberapa alel yang
menunjukan predisposisi penyebab munculnya obesitas(Saraswati et al., 2021).
Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas tetapi jarang berkaitan dengan
gen tunggal. Setiap mutasi pada gen akan menyebabkan kelainan pada otak sehingga
mempengaruhi otak dan juga berpengaruh terhadap respon otak baik mempercepat
asupan makanan atau menghambat asupan makanan. Gen yang mempengaruhi
terjadinya obesitas yaitu gen pada kromosom 7 dan mengasilkan protein yang disebut
leptin. Leptin disekresi oleh lemak yang berperan dalam penyimpanan lemak melalui
mekanisme feedback yaitu dengan mengatur pusat lapar dan kenyang
diotak(Banjarnahor et al., 2022).

Upaya penanggulangan
1. Pola makan yang benar
Dalam membentuk sebuah pola makan yang benar, langkah awal yang harus
dilakukan bagi orangtua yaitu menumbuhkan motivasi anak agar ada keinginan diri
untuk menurunkan BB setelah tahu berat badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi
badannya dan membuat kesepakatan untuk target penurunan berat badan yang
dikehendaki, selain itu juga diberikan diet seimbang sesuai sesuai requirement daily
allowances (RDA) dengan metode food rules(Lanny, 2014):
a. Pola makan terjadwal 3x/hari untuk makan besar dan camilan 2x/hari (diutamakan
camilan berbetuk buah) lama makan 30menit/kali
b. Lingkungan netral dan tidak memaksa anak untuk mengkonsumsi makanan
tertentu serta jumlah makanan ditentukan sendiri
c. Prosedur dilakukan dengan memberi makan sesuai kebutuhan kalori

Dengan hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kalori metode food
rules(Lanny, 2014):

a. Jumlah kalori sesuai kebutuhan normal


b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein
cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%)
c. Diet tinggi serat.

2. Pola aktivitas yang benar


Pola aktivitas yang benar pada remaja obesitas dilakukan dengan melakukan latihan
dan meningkatkan aktivitas fisik harian mempengaruhi penggunaan energi karena
peningkatan aktivitas pada anak obes menurunkan napsu makan dan meningkatkan
laju metabolisme. Setiap negara berbeda dalam menganjurkan latihan fisiknya.
Berdasarkan pedoman Health Canada untuk meningkatkan aktifitas fisik minimal 30
menit dengan 10 menit latihan bugar dan mengurangi aktivitas fisik kurang gerak
dengan jumlah yang sama setiap hari. Sedangkan Center for Disease Control and
Prevention Amerika Serikat menganjurkan untuk anak dan remaja melakukan
aktivitas fisik selama 60 menit atau lebih setiap hari yang terdiri dari aktifitas aerobik,
penguatan otot dan penguatan tulang(Lanny, 2014).
a. Aktivitas aerobik
Aktivitas aerobik merupakan latihan fisik yang bisa dilakukan setiap hari selama
minimal 60 menit yang terdiri dari intensitas sedang (jalan cepat) dan intensitas
bugar (berlari). Aktivitas aerobik dengan intensitas sedang dilakukan minimal tiga
kali dalam seminggu.
b. Penguatan otot (muscle strengthening)
Aktivitas penguatan otot contohnya adalah senam atau push up minimal tiga kali
dalam seminggu dari total latihan fisik 60 menit atau lebih.
c. Penguatan tulang (bone strengthening)
Lompat tali atau berlari merupakan contoh aktivitas penguatan tulang dan
dilakukan paling sedikit tiga kali dalam seminggu sebagai bagian dari total latihan
fisik selama 60 menit atau lebih.

3. Modifikasi perilaku

Pada penderita obesitas salah satu cara efektif untuk menurunkan berat badan adalah
dengan mengubah perilaku makannya dan aktivitas perilakunya. Perlu dukungan dari
orangtua sebagai komponen intervensi pada penderita obesitas, dengan cara metode
food rules (Lanny, 2014) :

a. Mengawasi BB, masukan makanan dan aktifitas fisik diri sendiri


b. Kontrol terhadap rangsangan atau stimulus
Contohnya : saat menonton televisi usahakan untuk tidak makan/nyemil karena
menonton tv bisa menjadi pemicu makan
c. Mengubah perilaku makan
Contohnya : mengusahakan kendalikan porsi dan jenis makan
d. Penghargaan
Disini peran orangtua sangat berpengaruh, beri pujian atau penghargaan saat anak
memperihatkan sebuah keberhasilan untuk hidup sehat
e. Pengendalian diri
Contonya : Dapat mengendalikan diri saat akan berinteraksi sosial yang
memungkinkan untuk banyak makan dengan memilih makanan berkalori rendah
atau dengan melakukan aktivitas yang banyak membakar energi setelah makan.

4. Farmakoterapi

Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi tiga yaitu


penekanan nafsu makan (sibutramin), penghambat absorbsi zat-zat gizi (orlistat),
rekombinan leptin untuk obesitas, serta kelompok obat obat untuk mengatasi
komorbiditas (metformin).Sejak tahun 2003, U.S. Food and Drug Administration
telah menyetujui Orlistat 120 mg dengan ekstra suplementasi vitamin yang larut
dalam lemak untuk penderita obesitas pada remaja di atas usia 12 tahun. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa orlistat dapat membantu menurunkan berat
badan dari 1,31 sampai 3,37 kg lebih banyak dibandingkan plasebo. Untuk
siburtamin, U.S. Food and Drug Administration telah mengijinkan penggunaannya
untuk penderita obesitas pada remaja berusia ≥ 16 tahun. Sibutramin berfungsi
menimbulkan rasa kenyang dan meningkatkan pengeluaran energi dengan
menghambat ambilan ulang (reuptake) noraderenalin dan serotonin. Sebagian besar
penelitian, siburtamin menunjukkan manfaat jangka pendek yang terbatas pada remaja
dan anak. Namun untuk jangka panjang, penggunaan siburtamin dapat menyebabkan
infark miokard dan stroke pada dewasa sehingga obat tersebut ditarik dari pasaran di
Amerika Serikat dan Eropa.
Sebenarnya, metformin merupakan obat penderita diabetes melitus tipe-2 tetapi sering
disalahgunakan untuk penderita obesitas dikarenakan belum ada bukti penggunaan
metformin tanpa hiperinsulinemia dapat menurunkan overweight atau obesitas..
Penggunaan metformin dengan hiperinsulinemia dalam jangka pendek memberikan
efek penurunan IMT dan resistensi insulin pada anak dan remaja obesitas.
Belum selesainya penelitian tentang efek jangka panjang penggunaan farmakoterapi
obesitas pada anak, menyebabkan belum ada satupun farmakoterapi tersebut di atas
yang diijinkan pemakaiannya pada anak di bawah 12 tahun oleh U.S. Food and Drug
Administration sampai saat ini(Banjarnahor et al., 2022).

5. Terapi bedah
Bedah yang dilakukan untuk penderita obesitas dinamakan bedah bariatrik yang
bertujuan untuk mengurangi berat badan. Namun, ada beberapa pertimbangan yang
harus diperhatikan untuk menjalami bedah bariatrik (Lanny, 2014):
a. Diperuntukan bagi remaja yang mengalami kegagalan terencana selama ≥ 6 bulan
menurunkan berat badan setelah menjalani program terencana dan memenuhi
persyaratan antropometri, medis, dan psikologis
b. Termasuk dalam kategori superobes (definisi World Health Organization jika IMT
≥40)
c. Menderita komplikasi obesitas yang hanya dapat diatasi dengan penurunan BB

Terapi bedah ini memiliki potensi menimbulkan komplikasi walaupun dapat


menurunkan BB secara signifikan, maka remaja yang terindikasi akan melakukan
tindakan bedah bariatrik harus dirujuk ke Pusat Rujukan Obesitas yang bersifat
multidisipliner serta mempunyai pengalaman dalam penanganan jangka panjang.
Berbagai komplikasi sudah dilaporkan setelah melakukan setelah melakukan Roux-
en-Y gastric bypass (RYGB), seperti embolisme paru, syok, obstruksi usus,
perdarahan pasca bedah, kebocoran di tempat jahitan, dan gizi buruk.

Potensi pangan lokal jember

Kopi robusta

Dari 33 provinsi di Indonesia, terdapat lima provinsi di Indonesia yang menghasilkan tingkat
produksi kopi paling tinggi. Menurut data dari Direktorat Jendral Perkebunan, lima produksi
tertinggi pada tahun 2017 dipegang oleh provinsi Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Timur,
Sumatra Utara dan Aceh(Ardhiarisca, Sumadi, & Putra, 2020).

Jenis kopi robusta ini banyak dibudidayakan di Indonesia karena dikenal dengan kopi yang
tahan dengan berbagai penyakit dan lingkungan yang berubah-ubah, sifatnya yang unggul
dan lebih cepat berkembang dibanding jenis kopi lainnya. Memiliki karakteristik buah yang
berbentuk elips dengan panjang rata-rata buah adalah 12 mm dan bisa dipanen setelah buah
berusia 10-11 bulan. Ukuran biji kopi robusta sekitar 20-40% dari ukuran buahnya. Kopi ini
sering disebut biji kopi kelas dua karena rasanya yang sedikit asam bahkan tidak memiliki
rasa asam sama sekali(Riastuti, Komarayanti, & Utomo, 2021).

Salah satu daerah yang memiliki produk unggulan komoditas kopi di Jawa Timur yakni
kabupaten Jember. Kabupaten Jember sendiri satu-satunya daerah yang memiliki pusat
penelitian kopi dan kakao di Indonesia, oleh sebab itu kopi di kabupaten jember ini mudah
ditemukan dan memiliki peluang untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Dinas
Perkebunan Jawa Timur, Kabupaten Jember merupakan kabupaten kedua dengan sentra
budidaya kopi robusta terbesar setelah kabupaten Malang. Tetapi belum maksimalnya
pemasaran kopi di wilayah ini sehingga banyak dipasarkan diluar wilayah dan juga kopi
robusta ini belum banyak dikenal oleh masyarakat jember sendiri sedangkan Kabupaten
Jember dikelilingi lima perkebunan kopi robusta kepunyaan PT Perkebunan Nusantara 12
yang disekitarnya merupakan lahan kopi rakyat juga terdapat pusat penelitian kopi kakao
diharapkan strategi pengembangan agribisnis kopi robusta mampu menjadi pelopor
peningkatan produksi di Kabupaten ini(Hermawan, Dhamayanthi, & Ambarkahi, 2021).

Ubi jalar

Di Indonesia status ubi jalar sebagai komoditas pangan pokok tidak sepopuler padi atau
jagung. Hal ini disebabkan anggapan masyarakat bahwa ubi jalar merupakan bahan pangan
situasi darurat dan makanan kelas bawah. Penggunaaan ubi jalar sebagai makanan pokok di
Indonesia dilakukan oleh penduduk daerah Irian Jaya dan Maluku saja. Padahal potensi ubi
jalar terhadap perekonomian cukup tinggi karena bisa digunakan sebagai bahan pangan yang
efisien di masa mendatang, bahan pangan ternak dan juga bisa sebagai bahan baku
industri(Arditi, Widjayanti, & Fauzi, 2020).

Pada tahun 2011-2015 terdapat 8 provinsi sentra ubi kayu dengan kontribusi luas panen
hingga 89,41%. Diurutan pertama ada Provinsi Lampung dengan rata-rata luas panen
mencapai 325,17 ribu hektar dengan total luas panen mencapai 30,11%, diurutan kedua ada
Provinsi Jawa Timur mencapai rata-rata luas panen sebesar 173,23 ribu hektar dengan total
luas panen mencapai 16,04%, diurutan ketiga ada Provinsi Jawa Tengah mencapai rata-rata
luas panen sebesar 163,88 ribu hektar dengan total luas panen sebesar 15,17%. Lima Provinsi
lainnya yaitu Jawa Barat (9,13%), Nusa Tenggara Timur(7,37%), D.I. Yogyakarta
(5,46%) ,Sumatra Utara (3,82%) dan Sulawesi Selatan (2,30%). Adapun pada tahun 2018
Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Jember yang mencapai luas komoditi ubi jalar
sebesar 132 hektar dengan persebaran Kecamatan Ambulu sebesar 42 hektar, Kecamatan
Tempurejo sebesar 26 hektar, Kecamatan Mayang sebesar 12 hektar, Kecamatan Jenggawah
sebesar 3 hektar, Kecamatan Semboro sebesar 6 hektar, Kecamatan Bangsal sebesar 3 hektae,
Kecamatan Panti sebesar 24 hektar, Kecamatan Arjasa sebesar 4 hektar, Kecamatan Kalisat
sebesar 2 hektar, Kecamatan Ledok Ombo sebesar 2 hektar, Kecamatan Sumberjambe
sebesar 1 hektar, Kecamatan Patrang 7 hektar(Falentianingrum, Komarayanti, & Herrianto,
2019).

Salah satu daerah yang banyak membudidayakan ubi jalar di Kabupaten Jember yakni
Kecamatan Panti, Desa Pakis, Dusun Kemundungan yang mana terdapat kelompok tani
bernama “Wanita Tani Rengganis” yang bisa memproduksi ubi hingga 490 ton per tahun
dengan harga Rp500 hingga Rp1.500 per kilonya. Rendahnya harga jual disebabkan
kurangnya pengetahuan mengenai penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengolah ubi jalar,
sehingga kelompok tani hanya mengetahui bagaimana memproduksi pohon ubi jalar tanpa
mengetahui bagaimana pengolahan ubi jalar menjadi produk lainnya(Brilliantina & Novita
Sari, 2020). Menurut roberta(2012) dalam(Arditi et al., 2020), ubi jalar merupakan salah satu
sumber unggulan bagi petani dan pemerintah sehingga diharapkan kedepannya bisa terus
mengalami peningkatan pemantauan wilayah dan akhirnya dapat digunakan untuk
mendukung sektor tanaman pangan atau ekonomi di Kabupaten Jember.

BAB 3

Kaitannya dengan obesitas

Kopi robusta

Berdasarkan kajian literatur penelitian (Ni Luh Wayan Sita Pujasari & Ni Made Widi Astuti,
2023) suplementasi biji kopi hijau yang dilakukan terhadap hewan dan manusia dapat
memberikan efek penurunan berat badan yang terlihat dari penurunan massa organ,
penurunan kadar lipid, kadar hormon yang meregulasi jaringan adiposa, penurunan absorbsi
glukosa dan penurunan nilai berat badan dan BMI dari subyek.

Kopi mengandung berbagai macam zat aktif seperti kafeit, asam klorogenat, diterpen,
kahweol dan lainnya. Kandungan dari kopi yang terbukti mampu menurunkan berat badan
hingga mencegah terjadinya obesitas yakni asam klorogenat(Febrianti & Setyaningtyas,
2021).

Asam klorogenat (KGA) adalah ester asam kafeat dengan asam kuinat atau biasa disebut
asam 5-0-caffeoylquinic yang paling umum. Sudah terbukti secara ilmiah bahwa konsumsi
kopi hijau dapat memberikan dampak positif dalam perbaikan kondisi sindrom metabolik
seperti aterosklerosis, resistensi insulin dan manajemen berat badan (Purnomo, Shofwah, &
Anggraeny, 2023).

Ubi jalar

Stress oksidatif merupakan terjadinya peningkatan radikal bebas yang tidak diimbangi oleh
peningkatan antioksidan. Keadaan obesitas dapat menimbulkan stress oksidatif karena tidak
seimbangnya antara radikal bebas dengan antioksidan (Midah, Fajriansyah, Makmun, &
Rasfahyana, 2021).Ubi jalar ungu dapat dijadikan alternatif konsumsi pangan fungsional bagi
pencegahan terjadinya obesitas karena mengandung antioksidan. Berbagai penelitian
menunjukan bahwa kandungan flavonoids dalam ubi ungu mempunyai khasiat sebagian
antioksidan, karena mikronutrien yang merupakan gugus fitokimia dari berbagai bahan
makanan yang berasal dari tumbuh tumbuhan tersebut diyakini sebagai proteksi terhadap
stres oksidatif. Jenis flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang berfungsi sebagai antioksidan
adalah antosianin. Ubi jalar ungu berfungsi sebagai anti inflamasi dan anti radikal bebas
karena kandungan anti oksidannya yang tinggi. Antioksidan yang terkandung dalam ubi ungu
ini antara lain vitamin C, vitamin A, betakaroten dan antosianin(Atikatus Zuhro, Nursetia
Restuti, Yulianti, & Klinik Politeknik Negeri Jember, 2022).
Daftar pustaka
Ardhiarisca, O., Sumadi, S., & Putra, R. (2020). Penentuan Joint Cost Dalam Penentuan Laba Produk
Kopi Pada Kelompok Tani Sumber Kembang Jember. Jurnal Ilmiah Inovasi, 20(1), 6–12.
Arditi, M. N., Widjayanti, F. N., & Fauzi, N. F. (2020). ANALISIS USAHATANI UBI JALAR ( Ipomoea
batatas L. ) MENURUT STRATA LUAS LAHAN DI KABUPATEN JEMBER BUSINESS ANALYSIS OF
SWEET yam ( Ipomoea batatas L. ) BY LAND AREA OF STRATEGY IN JEMBER REGENCY.URUT
STRATA LUAS LAHAN DI KABUPATEN JEMBER BUSINESS ANALYSIS.
Atikatus Zuhro, V., Nursetia Restuti, A., Yulianti, A., & Klinik Politeknik Negeri Jember, G. (2022). Efek
Tepung Ubi Ungu Terhadap Kadar LDL Tikus Putih Obesitas (Vol. 4).
Banjarnahor, R. O., Banurea, F. F., Panjaitan, J. O., Pasaribu, R. S. P., & Hafni, I. (2022). Faktor-faktor
risiko penyebab kelebihan berat badan dan obesitas pada anak dan remaja: Studi literatur.
Tropical Public Health Journal, 2(1), 35–45. https://doi.org/10.32734/trophico.v2i1.8657
Brilliantina, A., & Novita Sari, E. K. (2020). Pengembangan Produk Kripik Tela Aneka Rasa Dan Strategi
Pemasarannya Untuk Kesejahteraan Kelompok Wanita Rengganis Jember. J-Dinamika : Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 5(2), 30–34. https://doi.org/10.25047/j-dinamika.v5i2.1621
Direktorat Jenderal P2P Kemenkes RI. (2021). Pedoman Pengelolaan Pencegahan Obesitas Bagi
Tenaga Kesehatan. 126.
Falentianingrum, O. N., Komarayanti, S., & Herrianto, E. (2019). IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI
TANAMAN UMBI-UMBIAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT ALTERNATIF DI
WILAYAH JEMBER SELATAN DAN BARAT. 1.
Febrianti, K. D., & Setyaningtyas, S. W. (2021). ASAM KLOROGENAT PADA KOPI DAN OBESITAS: A
SYSTEMATIC REVIEW Chlorogenic Acid in Coffee and Obesity: A Systematic Review. Media Gizi
Indonesia, 16(3), 256. https://doi.org/10.20473/mgi.v16i3.256-266
Hermawan, D. C., Dhamayanthi, W., & Ambarkahi, R. P. Y. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produktivitas Tenaga Kerja PTPN X (PERSERO) Kebun Kertosari Jember. Jurnal Manajemen
Agribisnis Dan Agroindustri, 1(1), 9–17. https://doi.org/10.25047/jmaa.v1i1.3
Lanny, D. R. S. (2014). Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. In
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Midah, Z., Fajriansyah, F., Makmun, A., & Rasfahyana, R. (2021). Hubungan Obesitas dan Stress
Oksidatif. UMI Medical Journal, 6(1), 62–69. https://doi.org/10.33096/umj.v6i1.140
Ni Luh Wayan Sita Pujasari, & Ni Made Widi Astuti. (2023). Potensi Biji Kopi Hijau (Green Bean
Coffee) Sebagai Suplemen Penurun Berat Badan. Prosiding Workshop Dan Seminar Nasional
Farmasi, 1, 213–229. https://doi.org/10.24843/wsnf.2022.v01.i01.p18
Purnomo, A. F. P., Shofwah, U. M., & Anggraeny, O. (2023). Potensi Terapeutik Kopi Hijau Terhadap
Obesitas. Journal of Nutrition College, 12(2), 87–104. https://doi.org/10.14710/jnc.v12i2.36269
Riastuti, A. D., Komarayanti, S., & Utomo, A. P. (2021). Karakteristik morfologi biji kopi robusta
(Coffea Canephora) pascapanen di kawasan lereng meru betiri sebagai sumber belajar smk
dalam bentuk e-modul. Jurnal Ilmu Pendidikan, 5(2), 1–13.
Saraswati, S. K., Rahmaningrum, F. D., Pahsya, M. N. Z., Paramitha, N., Wulansari, A., Ristantya, A. R.,
… Nandini, N. (2021). Literature Review : Faktor Risiko Penyebab Obesitas. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 20(1), 70–74. https://doi.org/10.14710/mkmi.20.1.70-74

Anda mungkin juga menyukai