BAB 1
PENDAHULUAN -urgensi
1.1. Latar Belakang
Stunting merupakan suatu kondisi pada anak yang terlihat dari tinggi badan anak
tersebut dibawah rata-rata anak seusianya atau jika dilihat dari pengkuran
antropometri menunjukan nilai z-score <-2 SD.Permasalahan stunting di Indonesia
saat ini masih menjadi salah satu masalah gizi yang menjadi fokus pemerintah.
Perpres no 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting telah dikeluarkan
pemerintah sebagai upaya untuk menurunkan pravelensi stunting. Jika tidak ditangani
dengan benar, stunting dapat menghambat kemampuan kognitif, kemampuan ,
meningkatkan risiko terkena PTM saat dewasa.
Untuk mencegah dampak lebih lanjut yang ditimbulkan dari masalah stunting perlu
adanya intervensi stunting yang terdiri dari intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Kedua intervensi ini memiliki peranan yang sama pentingnya dalam mengatasi
permasalahan stunting, intervensi spesifik menyasar penyebab langsung sedangkan
intervensi sensitif menyasar penyebab tidak langsung. Berdasarkan data SSGI tahun
2022, pravelensi stunting di Indonesia tahun 2022 mencapai 21,6% dengan provinsi
tertinggi yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 35,3%(Kemenkes, 2022).
Pemerintah telah menetapkan target penurunan angka stunting hingga mencapai 14%
pada tahun 2024. Untuk mendukung kebijakan tersebut diperlukan pembentukan
program-program yang sesuai dengan 5 pilar strategi penurunan stunting yang
berfokus pada pilar ketiga yakni peningkatan konveregensi, intervensi spesifik dan
sensitif. Dalam membuat sebuah program, pentingnya sebuah perencanaan agar
program tersebut jelas tujuannya dan output yang ingin dicapai. Selain itu juga,
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
mengetahui bagaimana pelaksanaan dari
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stunting
2.1.1. Definisi Stunting
Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh pada balita yang disebabkan karena
kekurangan gizi kronis pada 1000 Hari Pertama Kehidupan(HPK). Penyebab lain dari
stunting pada anak yaitu kurangnya asupan gizi secara berulang, infeksi yang terjadi
secara berulang dan pola asuh ibu yang tidak sesuai dalam 1000 HPK. Anak masuk
kategori stunting jika tinggi badan anak tersebut lebih pendek dari standar umur anak
sebayanya(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2018).
a. Penyebab langsung
Penyebab langsung terjadinya stunting pada anak adalah rendahnya asupan gizi
dan status kesehatan anak tersebut yang buruk.
b. Penyebab tidak langsung
Adapun penyebab tidak langsung multi faktor, bisa disebabkan pendapatan
keluarga, pola asuh ibu, ketahanan pangan keluarga,jaminan sosial, globalisasi
a. Intervensi sensitif
Intervensi sensitif memiliki tujuan untuk mengatasi penyebab tidak langsung dari
stunting yang mencakup peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi,
peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak,
peningkatan akses pangan bergizi, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan
kesehatan. Sasaran dari intervensi ini meliputi keluarga dan masyarakat yang
dilakukan intervensi melalui berbagai program dan kegiatan.
b. Intervensi spesifik
Intervensi spesifik memiliki tujuan untuk mengatasi penyebab langsung dari stunting
yang mencakup Kecukupan asupan makanan dan gizi, pemberian makan, perawatan
dan pola asuh dan pengobatan infeksi/penyakit. Namun, jika terdapat keterbatasan
sumber daya intervensi spesifik terbagi menjadi tiga yakni intervensi prioritas,
intervensi pendukung, intervensi prioritas menurut kondisi tertentu.
a. Analisis situasi
Analisis situasi merupakan kegiatan awal dari sebuah perencanaan program dan
bertujuan untuk mengetahui posisi dari pembuat rencana berada saat ini. Kegiatan dari
analisis situasi berupa pengumpulan data dan informasi yang objektif dan subjektif
yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan dijadikan sebagai dasar penyusunan
perencanaan. Data yang dibutuhkan antara lain : data tentang penyakit dan kejadian
sakit (diseases and illnesess), data kependudukan, data potensi organisasi kesehatan,
keadaan lingkungan dan geografi, data sarana dan prasarana. Analisis situasi bidang
kesehatan dilakukan dengan mengumpulkan indikator kesehatan dan non kesehatan
yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan(Wicaksana & Rachman,
2018).
b. Identifikasi masalah
Sumber masalah kesehatan masyarakat diperoleh dengan berbagai cara(Temesvari
Nauri Anggita, 2018) :
- Laporan-laporan kegiatan dari program kesehatan yang ada
- Surveilans epidemiologi
- Survei kesehatan khusus diadakan untuk memperoleh masukan perencanaan
kesehatan
- Hasil kunjungan lapangan supervisi
c. Penetapan prioritas masalah
Proses dari identifikasi masalah menghasilkan berbagai macam masalah untuk
ditangani. Keterbatasan sumber daya, biaya, tenaga, teknologi menjadi penyebab
tidak semua masalah dipecahkan sekaligus maka perlunya memilih masalah yang
feasible untuk dipecahkan yang disebut dengan penetapan prioritas masalah. Prioritas
masalah dilakukan dengan dua cara (Temesvari Nauri Anggita, 2018):
1. Teknik skoring
Memberi nilai pada masalah dengan menggunakan ukuran (parameter) pada :
- Pravelensi penyakit
- Berat dan ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut (severity)
- Kenaikan atau meningkatnya pravelensi (rate incrase)
- Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah (degree of unmeet need)
- Keuntungan sosial jika masalah tersebut diatasi (social benefit)
- Teknologi yang tersedia untuk mengatasi masalah (technical feasibily)
- Sumber daya yang tersedia dalam mengatasi masalah (resources availability)
Ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan pendapat kita, jika masalah tersebut besar
nilainya 5 dan nilainya 1 jika masalah tersebut kecil kemudian dijumlakan.
Masalah yang memperoleh nilai paling besar menjadi prioritas utama.
Bab 3 PEMBAHASAN
3.1. Analisis situasi
Berdasarkan data SSGI, NTT merupakan provinsi dengan pravelensi stunting tertinggi di
Indonesia pada tahun 2022 sebesar 35,3% (Kemenkes, 2022). Berdasarkan penelitian
(Aek, 2023) penyebab utama terjadinya stunting di provinsi tersebut karena kemiskinan
karena berdasarkan data balita stunting, sebesar 98% nya merupakan kelompok
masyarakat miskin. Selain karena faktor kemiskinan, penyebab lain terjadi stunting di
provinsi ini yaitu kurangnya sanitasi air bersih dan faktor pola asuh. Dalam penelitian
tersebut juga menganilisis pencegahan kejadian stunting di provinsi NTT menggunakan
SWOT yang memberi hasil kekuatan yang bernilai lebih kecil dengan nilai 1.56
dibanding kelemahan dengan nilai 1.60 serta peluang yang lebih kecil dengan nilai 1.23
dibandingkan ancaman yang cukup tinggi dengan nilai 1.61. Intervensi penurunan
stunting di provinsi Nusa Tenggara Timur sudah dilaksanakan sejak 2007 hingga 2020.
Namun, pravelensi stunting belum mengalami perkembangan dan tingkat perubahan
yang signifikan. Salah satu Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yakni
sistem konvergensi dengan pendekatan delapan pilar telah dilaksanakan di semua
tingkatan pemerintah dengan melibatkan berbagai institusi baik pemerintah itu sendiri
atau non pemerintah seperti pihak swasta, masyarakat dan komunitas dengan berbagai
program dan kegiatan(Picauly, 2021).