Produksi ILM
A. Latar Belakang
Permasalahan gizi di Indonesia masih berdampak serius terhadap kualitas
sumber daya manusia (SDM). Salah satu permasalahan gizi yang menjadi perhatian
utama dan tinggi kejadiannya yaitu stunting. Menurut kemenkes tahun 2016 dalam
(Nurbaiti et al., 2019) stunting adalah kondisi tidak ada kesesuaian antara tinggi
badan anak dengan umurnya, hal ini bisa terjadi karena kekurangan gizi kronik
sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Indonesia sehat
merupakan salah satu program dari Kemenkes dalam upaya pembangunan nasional
terutama di bidang kesehatan. Kemenkes terfokus pada penurunan prevalensi balita
pendek sebagai upaya pembangunan kesehatan dalam peningkatan status gizi di
Indonesia.
Menurut World Health Organization (WHO) (2018) prevalensi balita stunting
di dunia pada tahun 2017 sebesar 151 juta (22%), Indonesia sendiri menempati urutan
ketiga di kawasan Asia Tenggara sebesar (36,4%). Hasil Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2018, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 12.780 jiwa (42,6 %),
sedangkan WHO memberikan batasan untuk stunting adalah < 20% (Kemenkes RI,
2018). Pada tahun 2019 pemerintah Indonesia mentargetkan penurunan prevalensi
stunting pada anak bawah dua tahun (baduta) menjadi 28%. Namun, di tahun 2018
prevalensi stunting pada anak bawah dua tahun masih 30,8% dimana Provinsi Jawa
Timur menduduki peringkat ke tujuh terbanyak yang mengalami kejadian stunting.
Hasil dari PSG tahun 2018 angka kejadian stunting di Jawa Timur sebanyak 26,7%
dengan kategori pendek dan sangat pendek (Nurbaiti et al., 2019). Sementara itu, data
jumlah stunting di Kota Malang pada tahun 2019 yaitu dengan jumlah sebanyak
11.981 balita, sedangkan jumlah balita terpapar stunting sebanyak 2.360 balita. Maka,
jumlah persentase stunting sebanyak 19,7% (Dinkes Kota Malang, 2019).
Stunting terjadi akibat tidak terpenuhinya gizi kronis di 1000 hari pertama
kehidupan yang mengakibatkan perkembangan anak terganggu. Periode emas 1000
hari pertama kehidupan yang tidak bisa tergantikan dimana kebutuhan gizi anak harus
terpenuhi seperilaku anak bisa berkembang optimal dan perkembangan otak anak
terjadi pesat (Trihono et al., 2015). Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan
dimasa kehamilan, dan laktasi akan sangat mempengaruhi pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Remaja putri yang mengalami anemia akan menyebabkan
timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan
prestasi menurun, termasuk juga masalah kesuburan. Remaja putri yang menderita
anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia selanjutnya menjadi ibu
hamil anemia. Hal ini meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir
rendah dan stunting. Anemia pada remaja putri disebabkan gaya hidup yang kurang
sehat. Berdasarkan data dari Riskesdes tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan,
97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi gula,
garam dan lemak berlebihan. Maka diperlukan pula kecukupan gizi remaja putri agar
ketika dia dewasa dan mengandung tidak kekurangan gizi. Asupan zat-zat gizi yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan remaja akan membantu remaja mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. (Dewi, 2014 : 95).
Faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya adalah pola makan. Pola
makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi.
Pola makan yang baik adalah berpedoman pada Gizi Seimbang (Kemenkes RI, 2014).
Selain pola makan remaja putri juga harus mengimbangi dengan pemberian zat besi
yang bisa didapatkan dari tablet zat besi (Fe) karena tablet zat besi (Fe) merupakan
tablet mineral yang diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan sel darah merah atau
hemoglobin. Unsur Fe merupakan unsur paling penting untuk pembentukan sel darah
merah, sehingga remaja putri yang akan menjadi calon ibu diharuskan untuk
mengonsumsi tablet Fe.
Remaja putri masih banyak yang tidak mengetahui tentang pentingnya
kecukupan gizi. Maka dari itu perlunya edukasi mengenai hal tersebut. Edukasi dapat
dilakukan dengan promosi kesehatan. Dalam mewujudkan promosi kesehatan dapat
dilakukan dengan Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Iklan layanan masyarakat
digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi khalayak untuk orientasi
fungsi sosial bukan semata orientasi ekonomi seperti layaknya iklan komersial.
Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya pengetahuan, kesadaran sikap,
perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah atau informasi yang diiklankan.
Selain itu tujuan dari iklan layanan masyarakat adalah untuk mendapatkan citra baik
atas lembaga yang memasang iklan dari masyarakat atau stakeholders yang
mendengarnya (Mukaromah et al., 2018). Sehingga diharapkan pesan yang kreatif
dalam ILM dapat membantu mempersuasif target adopter secara lebih cepat dan tepat
sasaran (Nisa, 2015). Berdasarkan uraian di atas maka kami tertarik untuk membuat
Iklan Layanan Masyarakat mengenai peran penting remaja putri dalam mencegah
stunting.
B. Tujuan
Dengan adanya iklan layanan masyarakat ini bertujuan untuk memberikan
edukasi kepada remaja putri yang nantinya akan menjadi calon ibu hingga dapat
mencegah lebih awal agar tidak terjadinya stunting pada anak.
C. Manfaat
C.1 Manfaat Akademis
Memenuhi syarat nilai tugas akhir karya Iklan Layanan Masyarakat
Diharapkan Iklan Layanan Masyarakata ini dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa lain yang ingin membuat ILM dari mulai pra produksi,
produksi, hingga pasca produksi.
C.2 Manfaat Praktis
Dapat mengetahui bagaimana pembuatan Iklan Layanan Masyarakat
Masyarakat khususnya remaja putri dapat memahami pentingnya
kecukupan gizi. Sehingga terciptanya generasi muda yang sehat guna
mempersiapkan kelahiran generasi baru yang sehat pula.
D. Tinjauan Pustaka
D.1 Tinjauan Perilaku
D.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah saksi dan reaksi makhluk hidup terhadap lingkungannya
(Irwan, 2017). Maka, maksud dari perilaku manusia adalah respon individu
ataupun seseorang pada tindakan yang bisa dilihat. Perilaku ini adalah kumpulan
dari faktor-faktor yang saling berinteraksi (A. Wawan dan Dewi M, 2018). Hal ini
dapat diartikan perilaku baru berwujud apabila terdapat suatu yang dibutuhkan
untuk menimbulkan suatu tanggapan yaitu rangsangan. Jadi, rangsangan tersebut
dapat menimbulkan perilaku tertentu (Irwan, 2017). Sedangkan, perilaku
kesehatan merupakan respons individu kepada stimulus yang berkaitan dengan
masalah kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan, maupun lingkungan
yang mempengaruhi (A. Wawan dan Dewi M, 2018).
D.1.2 Pembentukan Perilaku
Perilaku terbentuk akibat dari beberapa hal, diantaranya karena terdapat
hubungan timbal balik antara stimulus dengan respons atau tanggapan. Hubungan
stimulus dengan respons ini dapat membentuk pola-pola perilaku baru. Sebagian
besar dari perilaku manusia adalah operant respons. Maka, agar terbentuk suatu
stimulus yang diinginkan agar terciptanya suatu keadaan dinamakan dengan
operant conditioning. Langkah-langkah pembentukan perilaku dalam operant
conditioning menurut Skinner yaitu (A. Wawan dan Dewi M, 2018):
1. Melakukan analisis agar dapat mempelajari stimulus untuk
menghasilkan perilaku yang diinginkan. Lalu, stimulus itu dirangkai
mulai dari tahapan yang paling kecil agar terbentuknya perilaku
tersebut.
2. Memakai stimulus tersebut secara berurutan agar mencapai target
sementara, lalu mempelajari penguatan untuk setiap stimulus.
3. Membentuk perilaku dengan tahapan stimulus yang sudah tertata. Jika
stimulus dilakukan, maka hadiahnya dapat diserahkan. Kemudian,
individu dapat mencoba stimulus yang lainnya. Demikian hal ini
dilakukan secara berulang hingga stimulus atau perilaku yang
diinginkan terbentuk.
1. Tahu (know)
Tahu ialah materi yang sudah didapatkan sebelumnya dan
masih diingat. Tahu merupakan mengingat lagi sesuatu yang telah
dipelajari dengan rinci. Maka dari itu, tahu adalah tingkatan
terendah dari pengetahuan. Agar dapat menilai apakah seseorang
mengetahui mengenai materi yang sudah dipelajari bisa
menggunakan kata kerja menyebutkan, menguraikan, mengartikan,
menyatakan, dan lainnya.
2. Memahami (comprehension)\
Memahami yaitu potensi untuk menjabarkan dengan tepat
mengenai suatu objek dan bisa menginterpretasikan materi secara
tepat. Seseorang yang sudah mengerti tentang objek harus bisa
menjelaskan, menyebutkan contoh, mengambil kesimpulan,
memprediksi, dan lainnya pada objek yang telah diketahui.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kecakapan untuk memakai suatu materi yang
sudah diketahui pada suatu keadaan yang sesungguhnya. Aplikasi
artinya penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
lainnya dalam suatu konteks.
4. Analisis (analysis)
Analisis ialah kecakapan dalam menjelaskan materi objek ke
dalam stimulus, namun tetap berada di satu struktur organisasi dan
saling berhubungan. Kecakapan analisis bisa dinilai dari
menggunakan kata kerja, contohnya yaitu bisa menggambarkan,
membedakan, membedakan, mengolongkan, dan lainnya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis untuk menyatukan penggalan-penggalan menjadi
keseluruhan yang baru. Sintesis mempunyai arti lain yaitu
kecakapan dalam menata rumusan baru dari rumusan yang sudah
ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berhubungan dengan kecakapan dalam menjustifikasi
pada objek tertentu. Penilaian dilakukan berdasarkan syarat yang
telah ditetapkan sendiri atau memakai syarat yang sudah ada.
D.3 Tinjauan Remaja
D.3.1 Definisi Remaja
Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa
dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks
sekunder dan primer, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan perubahan
emosional, fisiologi maupun psikologi. Perubahan fisiologi diantaranya
ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi seperti menstruasi (Rohan &
Siyito, 2013). Menurut WHO remaja adalah penduduk dalam rentang 10-19
tahun. Kemenkes RI mengartikan remaja adalah penduduk dari usia 10-18
tahun. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ini
ia mencapai kematangan seksual (Sarwono, 2013). Masa remaja disebut juga
sebagai masa perubahan, meliputi perubahan dalam sikap, dan perubahan fisik
(Pratiwi, 2012).
D.3.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
1. Pertumbuhan Fisik
Perubahan fisik terjadi dengan cepat pada masa remaja. Kematangan
seksual terjadi seiring perkembangan karakteristik seksual primer dan
sekunder. Fokus utama perubahan fisik khususnya pada remaja putri adalah
pertumbuhan tulang dan otot, payudara membesar, pinggang dan pinggul
melebar, perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder
yang ditandai dengan menarche, pertumbuhan rambut diketiak maupun pubis.
Untuk mendukung pertumbuhan jasmani yang optimal, perlu diperhatikan
masalah gizi pada remaja, supaya memenuhi semua unsur gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Selain
itu remaja putri juga memerlukan tambahan makanan yang banyak
mengandung zat besi karena remaja putri akan mengalami perdarahan setiap
bulan melalui proses menstruasi (Kozier, 2011; Soetjingsih, 2010).
2. Perkembangan Kognitif
Perubahan pada pikiran dan lingkungan sosial remaja akan
menghasilkan tingkat perkembangan intelektual tertinggi. Remaja dapat
berpikir abstrak dan dapat mengatasi masalah hipotesis. Saat menghadapi
suatu masalah, remaja akan mempertimbangkan berbagai kemungkinan
penyebab dan penyelesaiannya sehingga dengan kemampuannya tersebut
remaja akan memperoleh identitas diri (Kozier, 2011; Soetjingsih, 2010).
3. Perkembangan Psikososial
Pencarian jati diri merupakan tugas utama remaja pada perkembangan
psikososial. Remaja dapat membentuk kelompok yang erat atau memilih
untuk tetap terisolasi. Remaja berusaha memisahkan unsure emosional dari
pihak orang tua sambil tetap mempertahankan hubungan keluarga. Selain itu,
remaja membangun sistem etis yang berdasarkan nilai-nilai pribadi antara lain
mengambil keputusan mengenai karier, pendidikan dimasa depan dan gaya
hidup (Kozier, 2011).
4. Perkembangan Moral
Remaja muda biasanya berada pada tingkat konvensional
perkembangan moral. Sebagian bear mereka masih mau menerima Golden
Role (kaidah agung) dan bertindak menurut tata tertib sosial serta hokum yang
berlaku. Remajamenguji nilai-nilai, standar, serta moral yang mereka miliki.
Mereka mungkin membuang nilai-nilai yang mereka adopsi dari orang tua dan
menggantikannya dengan nilai-nilai yang mereka anggap lebih sesuai (Kozier,
2011).
5. Perkembangan Spiritual
Remaja akan menghadapi berbagai kelompok dimasyarakat. Remaja
akan terpapa berbagai jenis pendapat, keyakinan, dan prilaku terkait masalah
agama. Remaja sering kali percaya bahwa berbagai keyakinan dan agama
lebih memiliki kesamaan daripada perbedaan. Pada tahap ini remaja berfokus
pada persoalan interpersonal bukan konseptual (Kozier, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2014. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
A. Wawan dan Dewi M. 2018. “Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Manusia.” in Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Elsa Damayanti, Adelina, 2016. Hubungan Citra Tubuh, Aktivitas Fisik, dan
Pengetahuan gizi Seimbang Dengan Status Gizi Remaja Putri. Skripsi.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Irwan. 2017. Etika Dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV. Absolute Media, hal
105-199.
Nurbaiti, P., Suharno, B., & Cahyani, D. D. (2019). Faktor Determinan Kejadian
Stunting Pada Anak Usia 13-24 Bulan Di Desa Wilayah Kerja Puskesmas
Poncokusumo Kab. Malang. Majalah Kedokteran Andalas, 8(2), 201–217.
Priyoto. 2020. “Teori Sikap Dan Perilaku Dalam Kesehatan : Dilengkapi Contoh
Kuesioner / Priyoto.” in ISBN: 978-602-1547-53-3. Edisi ke-1, Yogyakarta:
Nuha medika, hal 1-95.
Rohan HH., dan Siyoto S. 2013. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
Nuha Medika
Rudianto, Bayu Aji, B., Aulia Nurdini, R., & Fadilah. (2018). Perancangan animasi
multimedia iklan layanan masyarakat tentang proses pembuatan e-ktp.Yayasan
Akrab Pekanbaru
Supariasa, I.D.N. dkk. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Trihono et al. (2015) Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusi, Lembaga
Penerbit Balitbangkes. Doi: hrfh.
Zuhdy, Nabila, 2015. Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status
Gizi pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara. Tesis. Universitas
Udayana. Denpasar