Kes
KELOMPOK 3 :
STUNTING
1. Melisa Solo 001410182022
2. Aghnia Ulya Aftha 001010182022
3. Nuryanggi Igusti 001610182022
4. Andriani Yuli Saputri 001110182022
5. Ayu Azizah Syen 002810182022
6. Andry Pratama 000910182022
Saat ini pemerintah Indonesia sedang berupaya untuk menangani dan mencegah
stunting dengan memandatkan kepada seluruh provinsi untuk melaksanakan Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting.
Hal ini ditindaklanjuti oleh Provinsi NTT yang mempunyai angka stunting tertinggi
dibandingkan provinsi lain.
Dari data Riskesdas secara nasional sudah terjadi penurunan dari 37,2% tahun
2013 menjadi 30,8 % tahun 2018. Demikian juga dengan NTT sudah terjadi penurunan
dari 51,7% tahun 2013 menjadi 42,6% tahun 2018 yang artinya 4 dari 10 anak di NTT
mengalami stunting.
Lanjutan
Namun angka tersebut belum mencapai target yang
direkomendasikan oleh WHO yaitu prevalensi stunting harus
dibawah 20%.
a. Urgensi
Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi
yang berdampak serius terhadap Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang
menjadi perhatian utama saat ini adalah masih
tingginya anak balita pendek (Stunting).
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)
Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di
Indonesia mencapai 21,6% pada 2022. Angka ini turun
2,8 poin dari tahun sebelumnya.
Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menempati
posisi teratas dengan angka balita stunting sebesar
35,3%. Meski masih bertengger di posisi puncak,
namun prevalensi balita stunting di NTT menurun dari
2021 yang sebesar 37,8%.
B. Besar Masalah
Angka stunting di Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Pencegahan dan penurunan
angka stunting di Indonesia menjadi perhatian bagi seluruh elemen agar berperan aktif memerangi
stunting di Indonesia.
Pada Desember 2022 lalu, Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono dalam Forum
Nasional Stunting mengatakan sebanyak 12 provinsi masih perlu difokuskan untuk menangani
penurunan stunting.
Terdapat tujuh provinsi memiliki yang memiliki stunting tertinggi
Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah:
a. CARL
CARL adalah singkatan dari beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan prioritas
masalah yang terdiri dari:
USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus
diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan
perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1-5 atau 1-10.
Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya
dapat diuraikan sebagai berikut:
Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang
menyebababkan isu tadi. Urgency dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak
masalah tersebut diselesaikan.
Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan
pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain
kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah
lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut terhadap produktivitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan dan membahayakan sistem atau tidak.
Growth
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah
penyebab isu akan makin memburuk bila dibiarkan.
Data atau informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan metode USG yaitu:
Hasil analisa situasi
Informasi tentang sumber daya yang dimiliki
Dokumen tentang perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang berlaku.
USG
4. Menyusun alternatif penyelesaian masalah :
a. Fishbone
B. Pohon Masalah
5. Menyusun rencana kegiatan [ Plan of action (PoA) ]
6. Monitoring dan Evaluasi
Tujuan utama monitoring untuk mendapatkan informasi mengenai pencapaian target stunting yang telah disepakati
sesuai dengan hasil yang didapatkan.
Tahapan pemantauan dan evaluasi yang diharapkan pada proses tata Kelola prosedur kerja :
a. Persiapan
Dengan mengacu pada teori dan hasil yang didaptkan pada pasien stunting untuk menelusuri indicator
perkembangan dan capaian program dalam mencegah stunting. Mekanisme nya dapat dilakukan dengan
melaksanakan rapat triwulan dan pembuatan laporan yang dibuat berdasarkan data ketercapaian strategi
serta rekomendasi pemecahan masalah stunting (debottlenecking)
1) Rapat triwulan à mekanisme kendali kinerja pelaksanaan. Mekanisme ini focus dalam memberikan
umpan balik tiap triwulan beruapa tindak korektif/optimalisasi pemanfaatan alokasi sumber daya,
pelaksanaan kegiatan dan capaian mengenai stunting pada suatu daerah
2) Laporan à pemenatauan triwulan untuk debottlenecking menggunakan indicator proses yang
diidentifikasi dari kegiatan prioritas pada waktu memantau kejadian stunting
lanjutan…
c. Pembahasan hasil pemantauan dan evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi untuk melihat pencapaian dan pelaksanaan Stunting,
mencakup bagaimana, sejauh mana, dalam kondisi apa, dan kontribusi terhadap percepatan
pencegahan stunting. Sasaran evaluasi ini juga termasuk efektivitas intervensi yang dilakukan
secara independen (single intervention) maupun intervensi-intervensi yang dilakukan secara
bersamaan/ konvergen, mencakup input, process, output, hingga impact.
Beberapa studi sebelumnya sudah dilakukan terkait stunting dan indikator status gizi
lainnya. Misalnya, bidan desa berperan penting selama perkembangan masa kanak-kanak
untuk meningkatkan status gizi anak-anak dan mengurangi stunting pada anak usia balita.
Lalu studi terhadap peran Posyandu yang terbukti mampu menurunkan angka kematian
balita sebesar 36%.
Secara umum, Tim Pelaksana Evaluasi akan melakukan evaluasi terhadap kerangka yang
di pantau. Pertanyaan besar evaluasi yang ingin dijawab adalah "Sejauh mana, dalam situasi
apa dan bagaimana satgas Stunting berkontribusi untuk mempercepat pencegahan
stunting?" Secara lebih detail, evaluasi yang dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan
satgas terhadap percepatan pencegahan stunting dan pada situasi kondisi apa kebijakan
tersebut dapat terlaksana.