Anda di halaman 1dari 19

Diampu oleh : Dr. Nurmiati Muchlis, SKM, M.

Kes

KELOMPOK 3 :
STUNTING
1. Melisa Solo 001410182022
2. Aghnia Ulya Aftha 001010182022
3. Nuryanggi Igusti 001610182022
4. Andriani Yuli Saputri 001110182022
5. Ayu Azizah Syen 002810182022
6. Andry Pratama 000910182022

PERENCANAAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN KESEHATAN


Langkah - langkah perencanaan (operasional) :

Menetapkan Tujuan Perencanaan

1. Pengumpulan data dan informasi

Saat ini pemerintah Indonesia sedang berupaya untuk menangani dan mencegah
stunting dengan memandatkan kepada seluruh provinsi untuk melaksanakan Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting.

Hal ini ditindaklanjuti oleh Provinsi NTT yang mempunyai angka stunting tertinggi
dibandingkan provinsi lain.

Dari data Riskesdas secara nasional sudah terjadi penurunan dari 37,2% tahun
2013 menjadi 30,8 % tahun 2018. Demikian juga dengan NTT sudah terjadi penurunan
dari 51,7% tahun 2013 menjadi 42,6% tahun 2018 yang artinya 4 dari 10 anak di NTT
mengalami stunting.
Lanjutan
Namun angka tersebut belum mencapai target yang
direkomendasikan oleh WHO yaitu prevalensi stunting harus
dibawah 20%.

Sejalan dengan kebijakan nasional pemerintah Provinsi NTT


saat ini berupaya keras untuk perang melawan stunting dengan
mengeluarkan beberapa kebijakan dan arahan.

Demikian juga dengan kabupaten yang mengikuti kebijakan


dan arahan dari pusat dan provinsi untuk perang melawan stunting.
Untuk memperoleh hasil yang optimal perlu dilakukan inovasi-
inovasi yang luar biasa yang dilakukan mulai dari tingkat pusat
sampai desa. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah
dengan memberdayakan desa yang sejalan dengan kebijakan dari
pusat yaitu membangun dari desa.
Lanjutan
Peran pemerintah desa saat ini sangat
penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan desa sejalan dengan kebijakan
pemerintah pusat untuk membangun dari desa
sehingga desa mendapatkan alokasikan anggaran
yang cukup besar. Untuk itu pemangku
kepentingan di desa terutama kepala desa harus
mempunyai kemampuan dalam melakukan
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
monitoring evaluasi agar dana yang dialokasikan
dapat benar-benar bermanfaat untuk
meningkatkan kesejahteraan warganya.
Lanjutan
Berbagai dukungan dan pendampingan untuk
pemerintah desa dalam mengelola dana desa telah
dilakukan namun belum menunjukkan hasil yang
optimal terutama dalam mengalokasikan dana untuk
program pencegahan dan penanganan stunting. Untuk
itu perlu dilakukan sebuah terobosan agar pemerintah
desa paham dan mampu mencegah dan menangani
stunting melalui sebuah perencanaan, penganggaran,
pemantauan dan evaluasi yang efektif. Sebagai panduan
bagi aparat desa dalam menyusun perencanaan,
penganggaran dan melaksanakan program kegiatan
serta melakukan pemantauan evaluasi perlu disusun
sebuah panduan operasional.
2. Identifikasi masalah :

a. Urgensi
Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi
yang berdampak serius terhadap Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang
menjadi perhatian utama saat ini adalah masih
tingginya anak balita pendek (Stunting).
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)
Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di
Indonesia mencapai 21,6% pada 2022. Angka ini turun
2,8 poin dari tahun sebelumnya.
Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menempati
posisi teratas dengan angka balita stunting sebesar
35,3%. Meski masih bertengger di posisi puncak,
namun prevalensi balita stunting di NTT menurun dari
2021 yang sebesar 37,8%.
B. Besar Masalah
Angka stunting di Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Pencegahan dan penurunan
angka stunting di Indonesia menjadi perhatian bagi seluruh elemen agar berperan aktif memerangi
stunting di Indonesia.
Pada Desember 2022 lalu, Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono dalam Forum
Nasional Stunting mengatakan sebanyak 12 provinsi masih perlu difokuskan untuk menangani
penurunan stunting.
Terdapat tujuh provinsi memiliki yang memiliki stunting tertinggi
Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah:

1.Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen


2.Sumatera Barat 33,8 persen
3.Aceh 33,2 persen
4.Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen
5.Sulawesi Tenggara 30,2 persen
6.Kalimantan Selatan 30 persen
7.Sulawesi Barat 29,8 persen.
1. Menetapkan prioritas masalah :

a. CARL

CARL adalah singkatan dari beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan prioritas
masalah yang terdiri dari:

C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)


A = Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak. Kemudahaan
dapat didasarkan pada ketersediaan metode / cara / teknologi serta penunjang pelaksanaan
seperti peraturan atau juklak.
R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran, seperti keahlian
atau kemampuan dan motivasi.
L = Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain dalam
pemecahan masalah yang dibahas.
CARL
a. USG

USG adalah salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus
diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan
perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1-5 atau 1-10.

Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya
dapat diuraikan sebagai berikut:

Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang
menyebababkan isu tadi. Urgency dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak
masalah tersebut diselesaikan.
Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan
pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain
kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.

Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah
lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.

Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut terhadap produktivitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan dan membahayakan sistem atau tidak.

Growth
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah
penyebab isu akan makin memburuk bila dibiarkan.

Data atau informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan metode USG yaitu:
Hasil analisa situasi
Informasi tentang sumber daya yang dimiliki
Dokumen tentang perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang berlaku.
USG
4. Menyusun alternatif penyelesaian masalah :

a. Fishbone
B. Pohon Masalah
5. Menyusun rencana kegiatan [ Plan of action (PoA) ]
6. Monitoring dan Evaluasi
Tujuan utama monitoring untuk mendapatkan informasi mengenai pencapaian target stunting yang telah disepakati
sesuai dengan hasil yang didapatkan.

Tahapan pemantauan dan evaluasi yang diharapkan pada proses tata Kelola prosedur kerja :

a. Persiapan

Melakukan pemantauan dan evaluasi dengan munggunakan pengumpulan data stunting

b. Mekanisme monitoring dan evaluasi

Dengan mengacu pada teori dan hasil yang didaptkan pada pasien stunting untuk menelusuri indicator
perkembangan dan capaian program dalam mencegah stunting. Mekanisme nya dapat dilakukan dengan
melaksanakan rapat triwulan dan pembuatan laporan yang dibuat berdasarkan data ketercapaian strategi
serta rekomendasi pemecahan masalah stunting (debottlenecking)
1) Rapat triwulan à mekanisme kendali kinerja pelaksanaan. Mekanisme ini focus dalam memberikan
umpan balik tiap triwulan beruapa tindak korektif/optimalisasi pemanfaatan alokasi sumber daya,
pelaksanaan kegiatan dan capaian mengenai stunting pada suatu daerah
2) Laporan à pemenatauan triwulan untuk debottlenecking menggunakan indicator proses yang
diidentifikasi dari kegiatan prioritas pada waktu memantau kejadian stunting
lanjutan…
c. Pembahasan hasil pemantauan dan evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi untuk melihat pencapaian dan pelaksanaan Stunting,
mencakup bagaimana, sejauh mana, dalam kondisi apa, dan kontribusi terhadap percepatan
pencegahan stunting. Sasaran evaluasi ini juga termasuk efektivitas intervensi yang dilakukan
secara independen (single intervention) maupun intervensi-intervensi yang dilakukan secara
bersamaan/ konvergen, mencakup input, process, output, hingga impact.
Beberapa studi sebelumnya sudah dilakukan terkait stunting dan indikator status gizi
lainnya. Misalnya, bidan desa berperan penting selama perkembangan masa kanak-kanak
untuk meningkatkan status gizi anak-anak dan mengurangi stunting pada anak usia balita.
Lalu studi terhadap peran Posyandu yang terbukti mampu menurunkan angka kematian
balita sebesar 36%.
Secara umum, Tim Pelaksana Evaluasi akan melakukan evaluasi terhadap kerangka yang
di pantau. Pertanyaan besar evaluasi yang ingin dijawab adalah "Sejauh mana, dalam situasi
apa dan bagaimana satgas Stunting berkontribusi untuk mempercepat pencegahan
stunting?" Secara lebih detail, evaluasi yang dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan
satgas terhadap percepatan pencegahan stunting dan pada situasi kondisi apa kebijakan
tersebut dapat terlaksana.

Anda mungkin juga menyukai