KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas izin dan karuniaNya, Modul
Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam
Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia dapat tersusun dan diterbitkan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan ini terdiri dari mata
pelatihan inti: Komunikasi Antar Pribadi dalam Percepatan Pencegahan Stunting, Bina
Suasana dalam Komunikasi Antar Pribadi, Teknik Membangun Partisipasi, Metode dan
Media KIE dalam KAP, dan Fasilitasi Komunikasi Antar Pribadi. Masing-masing mata
pelatihan mempunyai komponen deskripsi singkat, pembelajaran (hasil belajar dan indikator
hasil belajar), pokok bahasan dan sub pokok bahasan, media dan alat bantu, langkah-langkah
pembelajaran dan uraian materi.
Modul ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh pelatih dalam menyelenggarakan
Pelatihan KAP bagi tenaga kesehatan di Puskesmas yang selanjutnya akan melakukan
peningkatan kapasitas KAP bagi kader sehingga akan memberikan kontribusi terhadap
perubahan perilaku dalam percepatan pencegahan stunting di Indonesia.
Saran dan masukan untuk menyempurnakan modul ini sangat kami harapkan. Kepada semua
pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP)
bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
ini, kami ucapkan terima kasih. Semoga modul ini bermanfaat bagi kita semua.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………….
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 3
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 4
MATA PELATIHAN DASAR
KEBIJAKAN PROMOSI KESEHATAN DAN STRATEGI KOMUNIKASI
PERUBAHAN PERILAKU DALAM PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini berisi uraian tentang Kebijakan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat dan Strategi Nasional Komunikasi Perubahan Perilaku dalam percepatan
pencegahan stunting. Kebijakan dan strategi tersebut salah satunya ditujukan untuk
penanganan masalah stunting dan sebagai panduan kepada pemangku kepentingan di
kabupetan/kota dalam menyusun dan melaksanakan strategi komunikasi perubahan
perilaku sesuai dengan konteks lokal.
Hasil utama Riskesdas terkait status gizi balita/baduta menyebutkan prevalensi balita
stunting turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30.8% pada tahun 2018, dan pada
tahun tersebut sebagian besar provinsi mempunyai prevalensi > 30%. Tahun 2019
prevalensi balita stunting menurun 3,1% dari tahun 2018 (Riskedas) menjadi 27.7%
(SSGBI).
Prevalensi balita gizi buruk/gizi kurang dan kurus/sangat kurus juga cenderung
mengalami penurunan pada 2013-2018. Namun demikian tantangan percepatan
penurunan stunting masih cukup besar, Proporsi Berat Badan Lahir Rendah (< 2500
gram /BBLR) mengalami kenaikan tipis dari 5,7% pada tahun 2013 menjadi 6.2% pada
tahun 2018 . Panjang badan lahir kurang dari 48 cm mengalami kenaikan dari 20,2%
pada 2013 menjadi 22,7% di 2018.
Percepatan penurunan stunting ke depan antara lain dapat dilakukan dengan mengatasi
masalah berikut Ibu hamil dan balita yang belum mendapatkan Program Makanan
Tambahan (PMT) masih cukup tinggi, masing-masing sekitar 74,8% dan 59%. Proporsi
anemia pada ibu hamil mengalami kenaikan dari 37.1% pada tahun 2013 menjadi 48.9%
pada tahun 2018.
Untuk merespon kondisi yang ada, pada tahun 2018 Pemerintah meluncurkan Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting sebagai acuan bersama dalam
pelaksanaan program. Dokumen disusun berdasarkan bukti dan pengalaman Indonesia
dan internasional dalam pelaksanaan program (evidence based) dan melalui proses
konsultasi publik dengan multi pihak.
Hasil studi persepsi masyarakat tentang Stunting yang dilakukan oleh tim evaluasi
TP2AK Setwapres secara online tahun 2020, diperoleh gambaran bahwa masyarakat
pernah mendengar stunting 97%, memahami resiko stunting dengan benar 97,3%,
memahami definisi stunting dengan benar 97,9% dan memahami dampak stunting bagi
kecerdasan 93,5%. Demikian juga tentang pemahaman masyarakat tentang intevensi
penting terhadap stunting, antara lain pernikahan dini berisiko melahirkan anak kurang
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 5
gizi 66%, memahami cuci tangan pakai sabun penting untuk pencegahan stunting
74,4%, memahami pentingnya tablet tambah darah 81,1% dan pemahaman pentingnya
ASI Eksklusif 78,6%. Sumber informasi tentang stunting diperoleh masyarakat lewat
tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat masing-masing (83,3%), melalui internet
75,7% dan lewat televisi 52,9%.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 6
IV. METODE
Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 7
tingginya sebagai investasi pembangunan sumberdaya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 8
2. Penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), sebagai upaya untuk
pencegahan penyakit menular dan tidak menular, dengan indikator: Persentase
kabupaten/kota yang menerapkan kebijakan Germas. Germas merupakan
perwujudan pengembangan kebijakan berwawasan sehat yang merupakan
pendekatan kolaboratif yang mengintegrasikan pertimbangan kesehatan ke
dalam pembuatan kebijakan lintas sektor untuk meningkatkan kesehatan semua
komunitas dan masyarakat.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita)
akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak
tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua
standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK, selain berisiko pada
hambatan pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit, juga
menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat
kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 9
0-23 bulan, terdapat kategori sasaran penting, yaitu anak usia 24-59 bulan, wanita usia
subur (WUS), dan remaja putri. Sasaran penting ini perlu diintervensi apabila semua
sasaran prioritas telah terlayani secara optimal.
Strategi Pencapaian
1. Kampanye perubahan perilaku bagi masyarakat umum yang konsisten dan
berkelanjutan, dengan memastikan pengembangan pesan, pemilihan saluran
komunikasi, dan pengukuran dampak komunikasi yang efektif, efisien, tepat
sasaran, konsisten, dan berkelanjutan.
2. Komunikasi antar pribadi sesuai konteks sasaran, dengan memastikan
pengembangan pesan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran seperti
Posyandu, kunjungan rumah, konseling pernikahan, konseling reproduksi remaja,
dan sebagainya.
3. Advokasi berkelanjutan kepada pengambil keputusan, dengan memastikan
terselenggaranya penjangkauan yang sistematis terhadap para pengambil
keputusan untuk mendukung percepatan pencegahan stunting melalui
penyediaan alat bantu, dan pengembangan kapasitas penyelenggara kampanye
dan komunikasi perubahan perilaku.
4. Pengembangan kapasitas pengelola program, dengan memberikan pengetahuan
dan pelatihan bagi penyelenggara kampanye dan komunikasi perubahan perilaku
yang efektif dan efisien.
Instrumen Pelaksanaan
Kampanye perubahan perilaku bagi masyarakat umum yang konsisten dan
berkelanjutan, dikembangkan dengan memperhatikan keadaan sosial budaya
masyarakat dan bukti- bukti keberhasilan intervensi untuk mencegah dan menurunkan
angka stunting. Kampanye menggunakan materi komunikasi, informasi, dan edukasi
dengan pesan yang disampaikan melalui berbagai bentuk media komunikasi, institusi
pendidikan dan keagamaan, organisasi masyarakat madani, organisasi profesi, swasta,
dan sebagainya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 10
dapat dipantau dan diukur melalui berbagai kegiatan seperti survei ke
masyarakat, jajak pendapat, inisiatif masyarakat untuk pencegahan stunting, dan
sebagainya. Dikelola oleh Kementerian Kesehatan bersama Kementerian
Komunikasi dan Informatika untuk tingkat pusat, dan Dinas Kesehatan bersama
Dinas Komunikasi dan Informasi untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
2. Komunikasi antar pribadi sesuai konteks sasaran. Aksi ini dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan kelompok sasaran, berdasarkan fakta, dan bersifat antar
pribadi dengan pesan spesifik. Untuk mendukung kegiatan ini, diperlukan
kebijakan atau Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan/ Kebijakan di Daerah.
Hal ini dimaksudkan agar komunikasi antar pribadi dapat disesuaikan menurut
konteks sosial budaya kelompok sasaran. Strategi ini diterapkan melalui kegiatan
konseling kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, saat melakukan
kunjungan rumah untuk memberi informasi/edukasi kesehatan terkait faktor risiko
stunting, saat melaksanakan penyuluhan kelompok kepada masyarakat, misalnya
di forum-forum kesehatan; penyuluhan kelompok yang dilakukan saat
pelaksanaan kelas ibu hamil; pengendalian malaria dengan melibatkan partsipasi
masyarakat; penyuluhan di langkah 4 di Posyandu; atau pemicuan di masyarakat
dengan tujuan agar masyarakat tidak buang air besar sembarangan
Penerapan strategi ini membutuhan sumber daya manusia yang memahami konsep
secara memadai dan terlatih. Alat yang digunakan untuk melaksanakan aksi ini adalah
rancangan komunikasi antar pribadi untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat;
disusun dengan pesan khusus sesuai kebutuhan dan konteks sosial budaya kelompok
sasaran, berbasis fakta, memiliki dampak yang dapat diukur, dan dilengkapi dengan
panduan dan alat bantu penyelenggaraan seperti buku panduan kampanye, mekanisme
koordinasi, anggaran, dan sumber daya yang memadai. Perubahan perilaku kelompok
sasaran ini dapat dipantau dan diukur melalui keterlibatan mereka untuk mencegah
stunting dan kemauan melakukan pemeriksaan/pengobatan lanjutan bagi yang
didiagnosa perlu mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi. Kegiatan ini dikelola oleh
Kementerian Kesehatan untuk tingkat pusat dan Dinas Kesehatan di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 11
perilaku. Penyediaan informasi dilakukan melalui berbagai media cetak,
elektronik, sosial.
b. Pelatihan; meningkatkan kapasitas penyelenggara, baik dari institusi
pemerintah maupun masyarakat seperti kader Posyandu untuk menerapkan
strategi kampanye dan komunikasi perubahan perilaku serta mencapai hasil
yang diharapkan.
c. Pemantauan dan Evaluasi; untuk memberikan umpan balik dan peningkatan
kualitas penyelenggaraan kampanye dan komunikasi perubahan perilaku
yang efektif dan efisien kepada kelompok sasaran.
d. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan bersama
Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk tingkat pusat dan Dinas
Kesehatan dan Dinas Komunikasi dan Informasi untuk tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 12
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 13
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 14
MATA PELATIHAN INTI 1
I. DESKRIPSI SINGKAT
KAP merupakan salah satu metode berkomunikasiyang digunakan untuk mengubah
perilaku. Strategi KPP dalam Percepatan Pencegahan Stunting menggunakan
metodetersebut untuk melakukan perubahan perilaku dengan harapan akan tercipta
perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik dan yang bermuara pada
penurunan prevalensi stunting di setiap daerah dan di tingkat nasional secara umum.
Mata pelatihan inti 1 membahas Komunikasi Dialogis dan Komunikasi Antar Pribadi
yang mencakup pengertian Komunikasi Dialogis, Komunikasi Antar Pribadi, contoh
pelaksanaan KAP dalam sehari-hari, prinsip dasar KAP, jenis-jenis KAP serta enam
perilaku priorotas. Dengan adanya modul ini, tenaga kesehatan diharapkan memiliki
pemahaman tentang komunikasi antar pribadi termasuk dalam interaksi satu individu
dengan satu individu di sarana kesehatan atau di masyarakat, interaksi dalam kelompok
kecil, penyuluhan, diskusi kelompok, pendidikan sebaya, dan lainnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 15
Sub Materi Pokok 2. Komunikasi Antar Pribadi dari satu orang ke kelompok
Sub Materi Pokok 3. Komunikasi Antar Pribadi dari kelompok ke kelompok
Materi Pokok 4. Enam perilaku prioritas dalam pencegahan stunting melalui KAP
IV. METODE
Metode yang digunakan antara lain ceramah tanya jawab, curah pendapat, diskusi
kelompok, permainan, dan praktik komunikasi non-verbal.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 16
6. Pelatih menekankan bahwa komunikasi yang akan dipelajari dalam beberapa hari
ke depan adalah bentuk yang terakhir.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 17
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi pada
peserta.
Pesan (message) adalah yang disampaikan oleh komunikator dan makna (meaning)
adalah yang dipahami atau ditangkap oleh komunikan atau khalayak/sasaran.
Komunikator berharap pesan = makna. Akan tetapi, faktanya tidak selalu demikian. Bisa
terjadi pesan ≠ makna (kondisi yang sama sekali tidak diharapkan) atau pesan dan
makna beririsan (kondisi yang diharapkan). Sulit mendapatkan pesan = makna.
Hampir semua jenis komunikasi berjalan secara dialogis. Komunikasi dialogis sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di manapun, dan kapanpun, termasuk dalam
kegiatan penyuluhan. Komunikasi dialogis tidak hanya menitikberatkan pada
“penyampaian pesan kepada”, tetapi “proses penyampaian pesan bersama orang lain”.
Dengan kata lain, komunikasi dialogis dilakukan secara seimbang, bersifat dua arah,
dan timbal balik sehingga setiap orang yang terlibat dapat saling berinteraksi dan
memainkan peran sebagai pembicara dan pendengar.
Komunikasi dialogis juga dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan antara
satu orang dengan orang lain yang dilakukan secara dua arah yang menunjukkan
adanya interaksi. Komunikasi dialogis memungkinan komunikator dan komunikan saling
bertukar informasi dan respon, sehingga isi/materi/substansi yang dibicarakan dapat
saling dipahami.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 18
MATERI POKOK 2. PRINSIP KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
Secara sederhana KAP – Komunikasi antarpribadi atau IPC – Interpersonal
communication dalam pelatihan ini adalah bentuk komunikasi yang berlangsung dengan
tatap muka. Orang bertemu orang lain secara langsung, saling melihat wajah,
mendengarkan suara, dapat mengamati gerak gerik bahkan melakukan sentuhan
kepada lawan bicara. Jadi, subjek-subjek komunikasi berada di satu tempat sehingga
terjadi komunikasi yang komprehensif, bukan hanya verbal (kata-kata) namun juga
melibatkan nonverbal yang kaya akan makna (non kata-kata seperti kontak mata, mimik
wajah, suara, gerak tangan dan lain sebagainya).
Dalam keseharian, KAP dapat berlangsung dalam situasi yang beragam. Misalnya,
interaksi satu individu dengan satu individu di sarana kesehatan atau di masyarakat,
interaksi dalam kelompok yang kecil, penyuluhan, guru dengan murid, diskusi kelompok,
pendidikan sebaya, komunikasi antara orang tua dengan anak atau suami dan istri.
Video call tidak termasuk dalam KAP karena komunikasi yang berlangsung tidak
melibatkan orang seutuhnya (kita hanya dapat melihat sepotong bagian tubuh, misalnya
wajah dan suaranya. Itu pun kerap mengalami distorsi).
Sebagai alat berkomunikasi, manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Manusia bisa bercerita sehingga orang-orang terlena dan membayangkan cerita dalam
pikiran seperti berputarnya film di kepala mereka. Manusia bisa bernyanyi. Bahkan,
lebih dari CD atau file MP3, manusia bisa bernyanyi sambil mengajak orang-orang ikut
bernyanyi. Manusia bukan hanya bisa membuat visualisasi dengan gerak tubuh, tapi
bisa juga mengajak orang-orang menari bersama.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 19
2) semua bicara dan mendengarkan
3) ke arah aksi, perubahan perilaku
Interaksi juga harus membangun hubungan yang semakin baik atau dengan kata
lain, lebih akrab. Interaksi antarmanusia berbeda dengan interaksi dengan mesin,
misalnya komputer. Manusia memiliki pikiran, perasaan dan bisa memilih
perilakunya sendiri. Sementara, komputer bekerja sesuai dengan instruksi yang
diberikan. Hubungan yang akrab dapat membantu proses perubahan perilaku
yang menjadi tujuan komunikasi.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 20
Anda tapi tidak dengan pikirannya, apalagi hatinya. Untuk menurunkan pagar dan
“merebut” remote control, petugas kesehatan/kader perlu mempraktikkan teknik-
teknik tertentu.
Pagar
Sama seperti remote control, pagar tidak kelihatan. Cara menurunkan atau
membukanya pun tidak bisa dengan memaksa atau hanya dengan memberi
instruksi. Tetapi kita harus dapat memenangkan pikiran dan hatinya.
Sebagai petugas kesehatan, Anda memiliki modal kredibilitas ahli. Artinya,
modal untuk memenangkan pikiran – sedikit banyak – sudah di tangan.
Pekerjaan rumah selanjutnya adalah memenangkan hati sasaran atau
warga.
Semua orang senang apabila merasa dihargai. Saat dihargai, orang bukan hanya
hadir dalam pertemuan secara fisik, tetapi hadir pula pikiran atau hatinya. Seperti
yang umum diketahui, tidak sedikit masyarakat yang hadir dalam penyuluhan tapi
pikirannya tidak fokus, begitu juga hatinya.
Kalau sasaran atau masyarakat hanya diam saja atau hanya berkesempatan
memberi tanggapan singkat (seperti ya, setuju, mau dll), kita tidak mengetahui
apakah dia sebetulnya paham atau tidak, setuju atau tidak, mau atau tidak. Pada
dasarnya, orang marah pun lebih baik dari pada yang diam. Orang marah
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 21
menyampaikan masalahnya dengan bicara. Selagi masih berbicara, kita bisa
memanfaatkan teknik-teknik KAP untuk mengelola percakapan dan mengarah
pada perubahan perilaku. Apabila sasaran atau masyarakat tidak bicara, akan
sangat sulit menerapkannya.
Prinsip ketiga ini juga menekankan bahwa tujuan akhir komunikasi bukanlah
menambah pengetahuan saja. Apalagi, menjejali sasaran atau masyarakat
dengan informasi atau pesan yang sebetulnya hanya untuk konsumsi dunia
akademis. Hanya tahu, belum tentu melakukan. Misalnya, perokok adalah orang
yang paling tahu bahaya merokok, karena sering membaca peringatan merokok.
Namun, mereka tetap merokok. Jadi, sebaiknya kita tidak berPelatihan Pelatih
Bagi untuk memenuhi pikiran sasaran atau masyarakat dengan banyak konsep
atau teori. Namun, pilihlah yang paling relevan atau dibutuhkan saja dan
sesuaikan dengan budaya daerah.
Keuntungan komunikasi tatap muka ini adalah dapat segera mendapatkan umpan
balik sehingga kesalahpahaman dapat diselesaikan secara langsung tanpa
penundaan. Makna pesan menjadi lebih jelas dengan menambahkan komunikasi
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 22
non-verbal seperti ekspresi wajah, gerak tubuh, nada suara hingga dapat
melakukan kontak fisik, seperti berjabat tangan. Kelemahannya, komunikasi tatap
muka dapat memakan waktu, dapat menyebabkan hubungan kedua belah pihak
menjadi tegang (tergantung pada topik apa yang sedang dibahas), serta dapat
mengarah pada intimidasi (tergantung pada hubungan antara dua individu
tersebut).
KAP dari satu orang ke satu orang dapat berupa percakapan/dialog dalam
suasana informal, seperti saat berpapasan di tengah jalan, percakapan antara
suami dan istri, percakapan antara ibu dan anak, percakapan antara 2 orang
sahabat, ataupun dalam suasana formal, seperti saat melakukan konseling,
menghadiri wawancara kerja, berbincang dengan klien, dan sebagainya.
Berikut ini adalah salah satu contoh percakapan/dialog KAP dari satu orang ke
satu orang yang terjadi di antara 2 orang sahabat.
Anka : Besok aku mau ke Puskesmas nih, mau bersihin karang gigi. Ikutan
yuk
Dini : Bersihin karang gigi? Emang bisa di Puskesmas? Emang ada
alatnya di sana?
Anka : Ada dong. Harganya juga cukup terjangkau
Dini : Wah boleh juga tuh. Aku ikut deh.
Anka : Oke deh, besok sebelum ke Puskesmas aku mampir ke rumah kamu
ya
Dini : Oke, Anka
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 23
Berikut ini adalah salah satu contoh percakapan/dialog KAP antara satu orang ke
kelompok.
Bu Aca : Nah, Ibu-ibu, beginilah cara memasak bubur kacang hijau yang baik
dan benar agar gizinya tidak terbuang. Sekarang, apakah ada yang
ingin ditanyakan atau ada yang ingin memberikan komentar atau
berbagi pengalaman?
Bu Rika : Saya, Bu Aca. Saya mau bertanya
Bu Aca : Silakan, Bu Rika
Bu Rika : Begini Bu, setelah kacang hijau matang, apakah boleh dicampur
dengan santan mentah saat ingin dimakan? Menurut pengalaman
saya, rasanya lebih gurih
Bu Aca : Bagus sekali pertanyaannya Bu Rika. Saya tampung dulu ya.
Silakan, Ibu-ibu yang lain apakah ada juga yang ingin ditanyakan?
Bu Lona : Saya, Bu
Bu Aca : Iya, silakan Bu Lona
Bu Lona : Saya suka mencampur bubur kacang hijau dengan ketan hitam dan
santan matang sebelum dimakan. Apakah hal tersebut dapat
mempengaruhi kandungan gizi pada bubur kacang hijau, Bu?
Bu Aca : Wah, menarik nih pertanyaannya Bu Lona. Sebelum saya menjawab
pertanyaan dari Bu Rika dan Bu Lona, apakah ada satu pertanyaan
lagi dari Ibu-ibu? Atau ada yang ingin berbagi pengalaman tentang
cara memasak bubur kacang hijau yang unik?
Bu Bian : Saya mau berbagi pengalaman, Bu
Bu Aca : Silakan, Bu Bian
Bu Bian : Saya suka masak bubur kacang hijau dicampur dengan jahe, Bu.
Terasa hangat di badan. Terus, kalau saya kasih buat anak-anak,
saya taruh bubur kacang hijaunya di wadah agar-agar yang
bentuknya lucu-lucu, biar mereka mau makan
Dan seterusnya.....
Prinsip melakukan KAP pada jenis ini tidak jauh berbeda dengan KAP satu orang
ke satu orang dan satu orang ke kelompok. Perbedaannya, dalam melakukan KAP
jenis ini perlu memilih/menunjuk juru bicara yang mewakili kelompok tersebut.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 24
Berikut ini adalah salah satu contoh KAP dari kelompok ke kelompok.
Berdasarkan FGD dan berbagai pembahasan bersama dengan lintas sektor yang sudah
dilakukan, diperoleh enam perilaku prioritas dalam pencegahan stunting yang menjadi
fokus intervensi komunikasi perubahan perilaku (KPP) percepatan pencegahan
stunting:
1. Ibu hamil mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) setiap hari selama
kehamilan.
Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu penyebab bayi lahir dengan berat
badan rendah (BBLR). Selanjutnya, anak BBLR berpotensi mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan di masa yang akan datang. Salah satu
gangguan tersebut adalah terjadinya stunting pada anak.
2. Ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan.
Kelas ibu hamil adalah pertemuan antara petugas kesehatan dan kader dengan
para ibu hamil. Dalam kegiatan ini, ibu hamil akan mendapatkan berbagai
informasi seputar kehamilan termasuk tanda-tanda jika ada bahaya selama masa
kehamilan. Ibu hamil diharapkan rutin mengikuti kelas ibu hamil minimal 4 kali
selama masa kehamilan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 25
3. Ibu melakukan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) secara tepat;
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD); memberi ASI Eksklusif pada bayi 0 – 6
bulan, serta memberi makanaan pendamping ASI dan makanan lokal, sambil
terus memberi ASI hingga anak berusia 2 tahun (MP-ASI: 6-8 bulan, 9-11 bulan
dan lebih dari 11 bulan- 2 tahun)
Pengetahuan tentang PMBA sangat penting selama masa pertumbuhan bayi dan
anak. Sering dijumpai kekeliruan dalam PMBA, baik dari pandangan budaya
maupun kurang informasi kepada ibu/pengasuh. Perilaku PMBA yang tepat dapat
berkontribusi dalam pencegahan stunting pada anak.
4. Ibu membawa balita secara rutin ke Posyandu sebulan sekali untuk pemeriksaan
tumbuh kembang.
Ibu/pengasuh diharapkan membawa balita mereka ke posyandu untuk memantau
tumbuh kembangnya secara rutin. Dengan membawa balita ke posyandu secara
rutin, kader/ petugas kesehatan dapat melihat jika terdapat tanda-tanda/ indikasi
pertumbuhan dan perkembangan bayi/ balita tersebut mengarah ke stunting
sehingga dengan segera akan diberikan intervensi yang bisa memperbaiki kondisi
bayi/ balita tersebut.
5. Ibu, anak, dan seluruh keluarga cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air
mengalir di waktu-waktu penting.
Salah satu penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
balita adalah terjadinya infeksi yang berulang. Salah satu infeksi berulang yang
sering terjadi adalah diare pada bayi atau balita. Kejadian diare dapat disebabkan
oleh anggota keluarga, khususnya ibu/pengasuh, yang tidak rutin melakukan
CTPS. Tangan yang nampak tidak kotor belum tentu tidak ada kuman. Tangan
yang tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan kotoran/kuman ketika
menyiapkan makanan bayi/balita yang akhirnya bisa menyebabkan diare pada
bayi/balita.
Enam perilaku prioritas tersebut menjadi informasi yang penting untuk disampaikan oleh
tenaga kesehatan kepada kelompok sasaran menggunakan pendekatan Komunikasi
Antar Pribadi (KAP) dengan metode dan media alat bantu komunikasi yang akan
dibahas lebih lanjut pada mata pelatihan inti selanjutnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia 26
LAMPIRAN MPI 1:
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
Materi Pokok 1. Komunikasi Dialogis dan Komunikasi Antar Pribadi dalam Pencegahan
Stunting
1. Pilih 12 orang sukarelawan dan bagi mereka ke dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok
memilih satu orang Penggambar, dua Komunikator dan satu orang pengamat yang akan
memberi komentar.
Tugas komunikator adalah menyampaikan pesan agar penggambar dapat menggambar
sesuai dengan gambar asli yang disediakan.
2. Tunjukkan gambar pada 4 pasang komunikator selama 1 menit.Setelah itu fasilitator segera
menyimpan kembali gambar.
3. Dengan posisi yang berjauhan antar kelompok, mereka bergantian menyampaikan pesan
kepada penggambarnya yang telah siap dengan kertas flipchart dan spidol. Setiap
penggambar mendapat waktu 2 menit.
Ketentuannya adalah sbb.
a. Pasangan pertama menuliskan pesannya di secarik kertas lalu menyerahkan kepada si
penggambar. Penggambar menggambar hanya berdasarkan pesan tertulis.
b. Pasangan kedua menyampaikan pesannya dengan kata-kata selama 1 menit. Tak boleh
memandu dengan gerakan tubuh, tangan atau lainnya. Tak ada tanya jawab.
c. Pasangan ketiga menyampaikan pesan dengan kata-kata maupun gerak tangan, tubuh,
wajah atau lainnya dalam 1 menit. Penggambar tidak boleh bertanya.
d. Pasangan keempat menyampaikan pesan dengan kata-kata maupun gerak tangan,
tubuh, wajah atau lainnya. Dalam 1 menit, penggambar dan komunikator berdialog.
4. Ajak pengamat membandingkan hasil gambar dengan gambar aslinya.
5. Bagaimana hasilnya di antara ke empat gambar? Mana yang paling banyak persamaannya?
Kira-kira mengapa hasilnya demikian?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
27
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
28
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
29
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
30
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
31
MATA PELATIHAN INTI 2
BINA SUASANA DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Salah satu prinsip KAP adalah komunikasi berlangsung menyenangkan dan menambah
keakraban. Menyenangkan ditandai dengan senyum, tertawa, suasana rileks, tidak ada
tekanan atau ketakutan. Membangun suasana sangat penting selama KAP karena suasana
yang nyaman memudahkan interaksi, proses belajar bersama dan penerimaan pesan.
Mata pelatihan ini membahas tentang bagaimana membangun suasana melalui penggunaan
nama, komunikasi non-verbal, permainan yang menyenangkan, dan mendengar fasilitatif.
Dengan adanya modul ini, petugas kesehatan dan kader memiliki keterampilan dalam
melakukan bina suasana saat KAP sehingga dapat membuat sasaran dan masyarakat merasa
dihargai dan senang selama kegiatan berlangsung, menerima pesan yang disampaikan oleh
petugas kesehatan, serta termotivasi untuk bertemu kembali atau melakukan kunjungan
selanjutnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
32
IV. METODE
Metode yang dilakukan, antara lain ceramah dan tanya jawab, curah pendapat, diskusi
kelompok, permainan, dan praktik komunikasi non-verbal.
Langkah 2. Penyampaian dan Penugasan Materi Pokok 1: Penggunaan Nama (40 menit)
Langkah pembelajaran:
1. Pelatih menyampaikan pentingnya menggunakan nama lawan bicara dalam
percakapan dengan menggunakan bahan tayang.
2. Pelatih memberikan penugasan dalam bentuk permainan menggunakan Panduan
Penugasan Permainan Lebih Saling Mengenal. Pelatih menyimpulkan bahwa saling
mengenal dan keakraban penting dalam belajar.
3. Pelatih mengajak peserta untuk bermain praktik menghafal nama sesuai dengan
panduan penugasan. Pelatih menekankan kembali cara menghafal nama dengan bahan
tayang atau kertas flipchart.
4. Pelatih memberi kesempatan peserta untuk bertanya atau klarifikasi materi.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
33
3. Pelatih bertanya, apa yang harus tenaga kesehatan lakukan agar ibu yang hadir di
Posyandu merasa senang?
4. Pelatih mendengarkan secara aktif dan menekankan kembali pentingnya komunikasi
non-verbal.
5. Pelatih memperagakan komunikasi non-verbal yang negatif, dan menanyakan
tanggapan peserta atas itu.
6. Pelatih menjelaskan bahwa terdapat komunikasi non-verbal positif dan negative, dan
mengajak peserta memperagakannya
7. Pelatih melakukan curah pendapat peserta tentang audiens/peserta yang mengantuk
bahkan tertidur dalam sebuah pertemuan
8. Pelatih menulis jawaban peserta pada flipchart dan menjelaskan alasan yang
berhubungan dengan suara.
9. Pelatih memperagakan nyanyian Nina Bobo sebanyak 2 kali. Yang pertama adalah
dengan nada yang standar. Yang kedua adalah yang dengan nada-nada mengejutkan.
10. Pelatih meminta tanggapan peserta terkait dengan kedua irama tersebut
11. Pelatih mengajak peserta berlatih mengolah suara dan pernafasan diafragma
menggunakan Panduan Penugasan Praktik Mengolah Suara.
12. Pelatih merangkum dan menegaskan pentingnya suara dalam berkomunikasi.
1. Pelatih menjelaskan bahwa permainan merupakan cara mudah atau jalan pintas untuk
membangun suasana.
2. Pelatih menyampaikan tentang permainan pembelajaran dan permainan non
pembelajaran dengan bahan ajar.
3. Pelatih mengajak peserta untuk mempelajari beberapa permainan gerak dan lagu,
konsentrasi, dan kompetisi beregu.
4. Pelatih menekankan bahwa setelah mencontohkan, kepemimpinan permainan harus
didelegasikan pada beberapa peserta.
5. Pelatih menyampaikan permainan non-pembelajaran yang akan dipelajari sepanjang
pelatihan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
34
Langkah 6. Penutup (5 menit)
Langkah pembelajaran:
1. Pelatih meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas atau belum
dimengerti
2. Pelatih merangkum dan menyimpulkan seluruh materi yang telah disampaikan.
3. Pelatih menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi pada peserta.
Penjelasannya sederhana. Jika diminta memilih satu kata yang paling menyentuh hati
sasaran/masyarakat, maka kata yang dimaksud adalah nama. Nama bukan sekedar identitas
diri. Nama diberikan orang tua dengan tujuan mulia. Nama adalah doa, harapan, mimpi, cita-
cita, penyemangat, kenangan indah, idola dan lain-lainnya. Dengan membumbui kalimat-
kalimat kita dengan nama orang yang diajak bicara, pesan yang kita sampaikan akan
terdengar olehnya sebagai pesan yang ditujukan spesial untuknya. Di matanya, kita akan
terkesan penuh perhatian, peduli dan karenanya, kita akan diingat. Penggunaan nama adalah
cara sederhana untuk menurunkan “pagar” yang saat berkomunikasi digunakan lawan bicara
untuk membentengi diri. Saat “pagar” sudah turun, Kita akan lebih mudah dalam membangun
hubungan.
Saat namanya dipanggil dengan baik, sasaran/masyarakat merasa dihargai dan kehadirannya
diakui. Dirinya dihadirkan, bukan hanya sebagai sosok ragawi, tapi lebih dalam.
Berapa kali nama Ibu Ami guru dalam contoh di atas? Lima kali dalam waktu yang sangat
singkat.
Adakalanya, awalnya kita kesulitan menghafal nama semua masyarakat. Hal ini tidak
masalah. Tunjukkan saja bahwa kita berusaha menghafal nama-nama mereka mungkin pada
awal-awal pertemuan akan ada kekeliruan memanggil nama, namun mereka akan
memaklumi, bahkan menghargai upaya kita.
Sambil berusaha menghafal nama, mulai tandai ciri-cirinya yang khas. Yang dimaksud bisa
ciri fisik, logat bicaranya, kata-kata khas yang diucapkan, gerak-gerik tubuh keaktivan,
aksesoris yang kelihatannya digunakan terus menerus atau ciri-ciri khas lainnya. Sandingkan
nama dengan ciri-ciri khas itu. Misalnya:
Ciri-ciri tersebut tidak digunakan sebagai julukan saat memanggil, tapi cukup disimpan dalam
pikiran untuk membantu hafalan.
Nama anak
Di beberapa daerah terdapat kebiasaan memanggil orang dewasa dengan nama anaknya.
Contohnya, Ayah Dares, untuk memanggil seorang ayah yang anaknya bernama Dares. Atau
Mama Ucit, untuk memanggil seorang ibu yang nama anaknya Ucit.
Sekilas cara pemanggilan itu terkesan biasa-biasa saja. Namun, secara psikologis
pemanggilan nama anak memiliki pengaruh pada orang dewasa atau orang tua. Seolah
mereka diingatkan pada peran orang tua yang bertanggung jawab, penyayang, penyabar dan
sifat-sifat baik lainnya. Saat sedang emosi, pemanggilan dengan nama anak berpeluang untuk
menenangkan mereka. Saat berdikusi tentang gizi anak, pemanggilan dengan nama anak
dapat meningkatkan rasa tanggung jawab. Selain itu, memanggil dengan nama anak pun
dapat menambah keakraban.
Komunikasi Antar Pribadi (KAP) bukan hanya melibatkan kata-kata, namun juga tanpa kata-
kata. Bahkan, komunikasi tanpa kata-kata atau yang disebut komunikasi non-verbal seringkali
lebih dipercaya dan langsung masuk ke hati (emosi).
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
36
Komunikasi non-verbal adalah apa yang kita sampaikan dengan gerakan tubuh (ekspresi
wajah, kontak mata, posisi/postur tubuh, suara dan lain-lain). Diperkirakan, sekitar 70-80%
komunikasi yang dilakukan manusia adalah komunikasi non-verbal. Oleh karena itu, sangat
penting memperhatikan komunikasi non-verbal dalam melakukan KAP. Namun demikian,
komunikasi non-verbal tidak dapat berdiri sendiri, melainkan kombinasi antara ekspresi,
gerakan tangan dan mata, postur, dan gerakan dan bersamaan dengan ucapan.
Apabila seorang narasumber berdiri di depan dan memberikan ceramah tetapi sering bersuara
‘hmm’, ‘hmm’, lalu matanya tampak cemas (seperti agak nanar), sesekali menggaruk-garuk
rambut dan apalagi berkeringat, maka tanpa menyampaikan dengan kata-kata, khalayak akan
menangkapnya sebagai narasumber yang tidak menguasai materi. Meski dia mengatakan dia
berpengalaman, ahli, dan kerap menjadi rujukan, khalayak akan lebih percaya pada
komunikasi tanpa kata-katanya. Ini adalah contoh bahwa komunikasi tanpa kata-kata lebih
dipercaya oleh orang, khususnya bila kontradiksi dengan kata-kata yang disampaikan.
Komunikasi non-verbal lebih banyak menyasar emosi (perasaan) daripada pikiran (kognisi).
Kita bisa merasa sangat kasihan pada seorang anak kecil karena tatapan matanya, bahkan
saat tidak ada satu buah katapun dia ucapkan. Tidak jarang kita mendengar kelompok remaja
terlibat tawuran hanya karena saling tatap membakar emosi. Karena menyasar perasaan,
komunikasi tanpa kata-kata atau non-verbal sangat penting untuk membangun hubungan.
Salah satu tanda bahwa komunikasi non-verbal tengah berlangsung di antara dua atau lebih
orang adalah adanya penyelarasan komunikasi non-verbal di antara orang-orang yang
terlibat. Misalnya, seseorang yang berbicara tampak bersemangat dan gembira (misalnya
bicara mengepal-ngepalkan tangan), maka dapat dikatakan terjadi komunikasi non-verbal,
terlebih apabila lawan bicaranya juga tampak bersemangat (misalnya sesekali ikut
mengepalkan tangan).
Komunikasi non-verbal juga beresonansi pada diri petugas kesehatan sendiri. Saat kita
merasa kurang begitu senang dengan sebuah kumpulan ibu-ibu, berikan senyum pada
mereka, walau terpaksa, maka secara perlahan, perasaaan akan berubah. Setidaknya rasa
kurang senangya akan berkurang.
Komunikasi non-verbalpun bertimbal balik. Jika petugas kesehatan memulai sesi dengan
tersenyum, orang-orang pun akan cenderung tersenyum, berbalas-balasan. Saat petugas
kesehatan menjelaskan pada seorang ibu dengan baik dan kemudian mengangguk, maka
komunikasi disebut berlangsung efektif, terlebih bila si ibu juga ikut mengangguk-anggukan
kepala.
Apabila berbicara bersama kumpulan masyarakat, kontak mata dilakukan sebagai berikut.
1. Lihat daerah di antara dua alis mata, bukan dua bola matanya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
37
Saat kita melihat daerah di antara dua alis mata, maka lawan bicara akan menangkap
bahwa kita sedang melihat matanya. Lagi pula, sulit melihat kedua matanya karena
mata kita lebih mudah berfokus pada satu titik ketimbang dua titik sekaligus (dua bola
mata).
Adakalanya, saat berpikir, kita melihat ke tempat lain (lantai, langit-langit, layar projector
dan lain-lain). Hal tersebut wajar karena mata kita terpengaruh oleh beban pikiran.
Namun, jangan terlalu lama memandang lantai, langit-langit dan lainnya, setelah
mendapat ide, segera kembali buat kontak mata dengan masyarakat.
Untuk percakapan one to one (petugas kesehatan ke satu orang) atau one to few
(petugas kesehatan bersama satu atau beberapa orang), kontak mata tetap diarahkan
ke daerah di antara dua alis mata, namun dapat berlangsung lebih lama. Tapi jangan
invasive atau menerobos masuk sehingga membuat suasana tidak nyaman. Saat orang
berpikir keras, kendurkan fokus mata kita. Jangan selalu menguntit mata apalagi
memelototi. Sesekali lihat ke arah lain agar lawan bicara merasa tidak kelelahan melihat
mata kita tapi lakukan sambil menunjukkan raut muka yang lebih hidup (sesuai kata-
kata yang disampaikan, misalnya, senyum yang jenaka atau melucu atau alis yang
bergerak saat serius).
Salah satu yang mempengaruhi dalam keberhasilan melakukan KAP adalah ekspresi
wajah yang menunjukkan emosi yang kita rasakan. Ekspresi wajah menunjukkan
keadaan emosi seseorang, sehingga sangat dibutuhkan kemampuan untuk mengontrol
emosi dalam melakukan KAP.
Seringkali terjadi, ekspresi wajah tidak sama dengan apa yang sesungguhnya
dirasakan. Misalnya, kader sesungguhnya tidak setuju dengan pendapat ibu/ pengasuh,
sehingga ekspresi wajah yang muncul secara natural adalah ekspresi wajah tidak setuju
(misalnya dahi mengkerut, mata sedikit mengernyit dan tertunduk). Namun, dalam
kondisi seperti ini, kader harus tetap mampu mengontrol emosi; sehingga tampilan
wajah yang tampak adalah tetap tampilan yang menerima dan bersahabat.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
38
2. Tangan
Gunakan tangan dengan sewajarnya untuk membantu penyampaian kata-kata.
Misalnya, arahkan tangan ke tubuh saat memperkenalkan nama; Kepalkan bila ingin
mengajak bersemangat; Bentangkan satu tangan untuk menunjukkan sesuatu yang
jauh; dan lain-lain. Yang paling penting, jangan buat tangan kita menganggur, jangan
menyilangkan tangan di depan dada, apalagi disembunyikan di kantong celana.
3. Tubuh
Berdiri memang perlu tegak. Namun, tegak bukan berarti tegang apalagi kaku. Gunakan
tubuh kita secara fleksibel namun tidak berlebihan. Buat tubuh menjadi rileks.
Condongkan tubuh ke depan saat ingin menujukkan perhatian. Atau saat ingin
menggambarkan sesuatu yang harus dihindari, kita bisa sedikit condongkan tubuh ke
belakang. Jangan memunggungi lawan bicara kita. Arahkan tubuh ke orang yang
berbicara. Jangan hanya menoleh atau mengarahkan kepala saja. Saat orang yang
berbicara ada di sebelah kiri, hadapkan tubuh ke kiri. Kalau di kanan, hadapkan ke
kanan dan seterusnya.
Tidur karena mengantuk, mengantuk karena bosan dan bosan adalah karena materi atau cara
menyampaikan materi tidak menarik. Sebenarnya, daya tarik di sini lebih disebabkan karena
monoton atau itu-itu saja. Yang dianggap monoton bisa dari aspek suara yang sama terus,
materi yang dibahas atau cara membahasnya.
Untuk bahasan komunikasi nonverbal, suara menjadi salah satu aspek penting. Suara yang
monoton membuat otak dapat mengantisipasi apa yang akan didengarnya. Bila sudah dapat
mengantisipasi (karena pengulangan yang bisa ditebak), perhatian otak kemudian teralihkan.
Monoton artinya satu pola. Yang dimaksud dengan suara monoton tidak selalu berarti suara
datar atau lemah. Orang yang suaranya keras pun dapat dipandang monoton bila polanya
berulang-ulang sehingga otak dapat menebak suara yang bagaimana yang akan dia
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
39
sampaikan. Suara yang tidak keras atau cenderung lembut tidak akan dipandang monoton
bila dapat divariasikan. Variasi suara yang dapat dilakukan antara lain, mencakup:
● Kecepatan (cepat - lambat)
● Tinggi nada (tinggi - rendah nada)
● Kekerasan (keras - lembut suara)
● Ketegasan (tegas-mengayun suara)
Inisiatif Komunikasi
Dalam komunikasi nonverbal berlaku hukum timbal balik. Karena itulah, petugas sebaiknya
mengambil insiatif atau prakarsa berkomunikasi nonverbal yang positif terlebih dahulu dengan
harapan agar sasaran atau masyarakat membalas secara positif. Saat masyarakat berbicara,
dengarkan dengan baik, usahakan tidak membagi perhatian ke hal lain. Sampaikan kalau kita
mendengar secara nonverbal, seperti kontak mata, wajah, dan tangan. Berkata O, sambil
mulut membentuk huruf O untuk sesuatu yang baru dan lain sebaiknya. Saat meihatnya,
sasaran atau masyarakat akan merasa dihargai. Apabila merasa dihargai, maka pada saat
giliran petugas bicara, sasaran atau masyarakat pun akan berusaha balas menghargai. Pagar
pun turun. Remote control ditujukan ke arah petugas yang berbicara.
Permainan yang dibahas pada topik ini adalah permainan kategori kedua. Sementara,
permainan kategori pertama akan dibahas dalam alat bantu/tools KAP.
Petugas perlu menguasai permainan dalam jumlah yang memadai agar dapat membangun
suasana yang menyenangkan dan menambah keakraban. Disarankan agar petugas Promosi
Kesehatan setidaknya menguasai sekitar 20 permainan yang beragam. Sementara, kader-
kader di lapangan setidaknya menguasai 15 permainan. Apabila petugas atau kader hanya
menguasai sedikit permainan, dikhawatirkan warga akan bosan dengan permainan yang
dimainkan. Selain itu, situasi lapangan kadang beragam dan menuntut permainan yang sesuai
kebutuhan, di antaranya ketersediaan waktu (sebentar-lama), kondisi ruangan (sempit-luas,
duduk dikursi, lantai dan sebagainya), jumlah peserta (10 atau lebih) dan kondisi peserta
(hamil, membawa anak atau tidak membawa anak).
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
40
Sekedar untuk memudahkan, ragam permainan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu
1. Permainan yang berbasis lagu-gerak
Ragam yang pertama adalah mengandalkan gerak tubuh dan lagu yang dinyanyikan
bersama-sama. Umumnya dapat dilakukan relatif lebih mudah hanya dengan sekali
contoh, bahkan tanpa contoh sekalipun. Karenanya, permainan seperti itu dapat
dilakukan di awal sesi pembelajaran. Contoh permainan lagu dan gerak adalah sbb.
a. Marina menari
b. 1 + 1 = 2...
c. Kupikir-pikir...
d. Tangan kanan kiri...
e. Kalau kau suka hati (2 versi)
f. Topi bundar hilang
g. Pada hari minggu
h. Kereta fantasi
i. Senam keluarga sehat
j. Berkumpul berapa
2. Permainan konsentrasi
Ragam kedua adalah permainan konsentrasi yang dibutuhkan pada saat peserta mulai
kehilangan fokus, biasanya siang hari sehabis makan siang. Meski berkenaan dengan
konsentrasi, permainan konsentrasi tetap harus dimainkan dengan cara yang
menghasilkan senyum atau gelak tawa.
a. Tangkap jari....
b. Salah, salah, benar
c. 1,2, prok-prok/ bom
d. Tepuk tangan lawan
e. Ribu – biru
f. Ini, yang ini, kalau yang ini
g. 3 sekawan
h. 7 up
a. Regu tembak
b. Tupai
c. Bola beregu
d. Angkat bahu bersama
Yang tidak kalah penting diperhatikan petugas saat menjalan permainan adalah
kepemimpinan permainan yang didelegasikan pada warga. Pada saat menjalankan
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
41
permainan, bila memungkinkan (biasanya lebih mudah pada permainan gerak-lagu)
ajak warga untuk memimpin permainan. Dengan demikian, petugas juga ikut
menguatkan aspek kepemimpinan warga yang merupakan elemen penting untuk
mengembangkan partisipasi.
Dialog 1
Budi : Ayah, nilai Budi ada merahnya.
Ayah : Hah, kok bisa begitu?!? Kamu malas belajar ya!
Budi : Mmmmmm, tapi ….
Ayah : Ah, pasti kamu malas. Sudah! Mulai hari ini kamu berhenti main bola!
Budi : Tapi…
Ayah : Tidak ada tapi-tapi. Ayah sudah kerja cape-cape cari uang buat sekolah kamu.
Tahu itu?!?
Budi : Iya…..
Ayah : Mulai hari ini kamu belajar yang rajin! Tiap hari, 2 jam. Minimal. Tidak ada main
bola lagi. Paham?
Budi : Iya, Ayah…
Ayah : Bisa kamu lakukan itu?
Budi : Bisa, Yah.
Dialog 2
Budi : Yah, nilai Budi ada merahnya
Ayah : Apa yang merah, nak?
Budi : Matematika, Yah…
Ayah : Dapat berapa?
Budi : 5
Ayah : Trus, ada lagi?
Budi : Bahasa Indonesia…
Ayah : Dapat berapa?
Budi : 5 juga…
Ayah : Ada lagi?
Budi : Dua itu saja, yah.
Ayah : Lainnya?
Budi : Ada yang 9, Yah!
Ayah : Wow, kereeen. Apa itu?
Budi : Pendidikan jasmani!
Ayah : Hebat, kok bisa dapat sembilan? Caranya bagaimana itu?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
42
Budi : Begini, yah. Ujiannya kan lari keliling lapangan. Cuma 5 keliling. Budi juara 1.
Yang lain ketinggalan jauuuh.
Ayah : Hebat sekali larimu, Nak!
Budi : Iya, Yah. Kan, Budi tiap sore latihan bola. Dua jam setiap hari. Ujian lari jadi
mudah banget!
Ayah : Hebat, hebat! Nah, sekarang, nilai matematik dan bahasa Indonesianya,
bagaimana nih?
Budi : Hmm, kayanya Budi harus belajar lebih rajin ya, Yah?
Ayah : Rajin yang bagaimana?
Budi : Apa setiap hari Budi belajar matematika, bahasa Indonesia …mmm….dua jam
sehari?
Ayah : Dua jam…?
Budi : Iya, Yah. Sebelum latihan bola, Budi belajar 1 jam deh. Latihan kan mulainya
jam 4. Ntar, malamnya belajar 1 jam lagi.
Ayah : Bisa kamu lakukan itu?
Budi : Bisa deh, Yah.
Ayah : Mulai kapan?
Budi : Hari ini juga bisa, Yah!
Ayah : Mantap. Hebat, kamu, Nak!
Dari kedua dialog di atas, dialog yang pertama menunjukkan pola komunikasi ayah yang
otoriter sementara yang kedua adalah yang lebih fasilitatif di mana ayah menggunakan
keterampilan mendengarkan untuk kemudian secara halus mengarahkan anak agar
menemukan solusinya sendiri dan kemudian berkomitmen melaksanakannya.
Dari contoh dialog kedua terlihat bahwa mendengarkan atau menyimak adalah kegiatan aktif
karena saat seseorang berbicara, maka seseorang sesungguhnya mengerahkan upaya dan
pikirannya untuk memperhatikan, memahami dan juga menandai hal-hal yang bisa didalami
lebih lanjut.
Saat seseorang bicara, pantang bagi kita untuk berbicara, melihat HP, membaca WA/SMS,
memandang ke arah lain (bukan ke lawan bicara), mengerjakan hal lain, apalagi
memunggunginya. Ketika seseorang bicara, kita harus memberikan perhatikan dan
menyelaraskan bahasa tubuh dan juga memperhatikan cerita lawan bicara.
Agar dapat mendengarkan dengan utuh, kita perlu pikiran yang terbuka dan tidak
berprasangka sehingga dapat memahami secara lebih mendalam sesuai perspektif dari lawan
bicara. Saat itu, kita harus dapat menangkap tema pokok yang ingin disampaikan lawan
bicara. Tema pokok bisa berbentuk topik yang ingin disampaikan (semangat dibagi, khawatir,
ingin didiskusikan dan lain sebagainya). Saat kita dapat menangkap tema pokok itu, lalu
menyampaikan ke lawan bicara sehingga dia mengetahuinya, maka dia akan merasa dihargai.
Sebagai balasan atau timbal balik, nanti saat kita berbicara, dia akan mendengarkan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
43
Di atas ayah tidak mendengarkan karena dia berprasangka buruk terhadap tema pokok atau
apa yang diinginkan anak (tempat tinggi). Padahal dia belum tahu apa yang anak maksud
sebagai tempat tinggi. Bisa saja, kalau mendengarkan, dialognya berkembang sbb.
Mendengarkan tidak berarti menyetujui atau menolak. Yang terpenting adalah orang
mendengar dan memahami dan lawan bicaranya tahu bahwa orang tersebut memahami.
Menerima atau menolak apa yang didengar adalah hal lain. Namun, lawan bicara akan lebih
mudah menerima penolakan, bila dia didengarkan terlebih dahulu. Hal ini karena sebelumnya
dia telah dihargai.
Tema pokok sering disampaikan dengan kata-kata yang masih umum dan masih bisa digali,
seperti
Untuk memahami lebih dalam, bertanyalah singkat: Susah makan, bagaimana? Atau: seperti
apa makannya? Atau cukup: susah makan?
Kadang sasaran atau warga belum mengungkapkan secara penuh ceritanya, karena itu kita
perlu menggali agar lawan bicara bercerita lebih dalam.
Kadang, ada hal lain yang juga perlu digali agar ceritanya semakin utuh, karena itu,
bertanyalah tentang sisi yang lain.
“Oh, jadi dia ga suka bayam dan kangkung. Yang disuka, apa?”
Perlu diperhatikan bahwa bertanya dalam rangka mendengarkan adalah bertanya dengan
kalimat sangat pendek, bukan dalam rangka menguji, atau menunjukkan kelemahan lawan
bicara. Di dalam hati, petugas mesti berniat bertanya untuk menghargai dan membantu
sasaran atau masyarakat bercerita lebih banyak. Karena itulah, pertanyaannya mestilah
singkat. Satu kalimat pertanyaan yang berisi 4-5 kata sudah cukup. Atau apabila
memungkinkan, bertanyalah dengan satu kata. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan,
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
44
semakin baik. Dengan menggunakan sedikit kata-kata, pertanyaan petugas dapat membuat
warga bercerita lebih banyak dan tidak merasa terpotong pembicaraannya.
Ibu Aminah : Jadi, gitu mas, ibu hamil itu harus banyak makan teri
Petugas : Selain teri, apa lagi?
Ibu Aminah : Ya, nasi, telur, sayur dan buah juga mesti ditambah………
3) Sisi lain:
Ada kalanya petugas mesti bertanya untuk menyeimbangkan pendapat agar cerita
warga menjadi lebih utuh. Untuk itu, petugas bisa bertanya pada warga dari sudut yang
sebaliknya.
Petugas : Jadi ibu hamil itu harus makan yang banyak, makan teri, dan lain-lain.
Nah, sekarang yang jadi pantangannya apa?
Ibu Aminah : Hmm, ibu hamil itu jangan banyak pikiran, jangan stress
Petugas : Oooo gitu, jangan stress gitu ya?
Ibu Aminah : Betul itu mas. Karena kalau stres, malah ga bisa makan
4) Menyatakan Kembali:
Menyatakan/mengungkapkan kembali (paraphrasing) adalah menyampaikan kembali
inti gagasan kepada si pembicara itu sendiri dalam rangka mendapatkan persetujuan
atas penangkapan kita. Ketika kita menyatakan/mengungkapkan kembali gagasan
pembicara dengan kalimat yang lebih pendek/sederhana, maka pembicara akan merasa
dihargai. Apabila tangkapan kita keliru, maka si pembicara akan memperbaikinya
sehingga kita akan mendapatkan pemahaman yang sama.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
45
Ibu Aminah : Menurut saya, ibu-ibu yang punya anak balita itu mesti rajin ke
Posyandu. Hanya sebulan sekali, memang. Tapi pada saat itu kita bisa
tahu, apakah kita sudah memberi makan anak dengan betul atau
tidak. Kalau ada apa-apa dengan anak kita, kita bisa segera tahu. Ibu
kader atau ibu bidan bisa kasih nasehat…hmm, petunjuk, apa yang
mesti kita lakukan. Karena kalau hanya pakai mata telanjang saja kan
kita tidak bisa tahu dengan betul,
apakah anak kita sehat atau tidak
Petugas : Oh jadi, menurut Ibu Aminah, ibu-ibu yang punya balita harus ke
Posyandu agar bisa tahu anaknya sehat atau tidak. Kalau tidak sehat,
kita tahu apa yang mesti dilakukan. Begitu seperti itu ya bu?
Ibu Aminah : Betul itu mas ……(Ibu Aminah akan merasa bangga, wah
pendapatnya didengar fasilitator)
5) Teknik Mirroring/Memantulkan:
Teknik cukup sederhana, namun bila dilakukan sepenuh hati, maka petugas akan dapat
mengembangkan dan mengelola percakapan secara mudah. Sampaikan kembali kata-
kata kunci yang diucapkan lawan bicara, sebagaimana yang diucapkannya. Tidak perlu
terlalu sering, namun gunakan beberapakali dalam bagian-bagian penting dalam
percakapan. Saat dipantulkan, klien atau warga akan termotivasi untuk bercerita lebih
banyak.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
46
LAMPIRAN MPI 2:
1. Pelatih menanyakan kepada peserta, bentuk komunikasi yang paling dipercaya oleh
sasaran dengan kata-kata atau tanpa kata-kata? Biasanya, jawaban umum adalah kata-
kata.
2. Pelatih meminta seorang peserta maju ke depan dan pelatih menyampaikan ke forum
skenario bermain peran. Pelatih adalah kepala puskesmas dan peserta tersebut adalah
bidan baru di Puskesmas yang bernama Bhinuri. Suatu hari kepala puskesmas
mendengar motor Ibu Bhinuri hilang.
Kepala Duh, : ibu Bhinuri, saya ikut prihatin ya. Tetapi ibu tak
Puskesmas perlu khawatir saya sebagai kepala akan
memperhatikan ibu (SAMBIL MENYAPA KARYAWAN
LAIN). Saya penuh perhatian pada ibu (CEK HP). Ya
bu, ya? Ibu bekerja saja dengan tenang (SAPA
KARYAWAN) karena saya penuh perhatian. Sekarang,
marilah kita bekerja lagi.
3. Pelatih menanyakan pada peserta yang maju tadi, apa disampaikan? Biasanya dia akan
ragu-ragu antara kata-kata yang disampaikan dan perilaku. Lemparkan ke forum, apa
yang disampaikan oleh kepala puskesmas?
4. Pelatih menanyakan kembali kepada peserta, mana yang lebih dipercaya antara
komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal? Apresiasi bila ada jawaban yang
berbeda (misalnya, sampaikan Anda memang berprasangka baik). Arahkan ke
gagasan: komunikasi tanpa kata-kata lebih dipercaya ketimbang kata-kata.
5. Apabila dibutuhkan, peragakan contoh berikut.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
47
SKENARIO 2 PENYAMPAIAN MATERI KOMUNIKASI NON VERBAL
(Dilakukan oleh Pelatih)
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
48
SKENARIO PENYAMPAIAN SUB MATERI KONTAK MATA
(Dilakukan oleh Pelatih)
“Wah, ayah Dares hari ini yang membawa anaknya ke Posyandu ya? Hebat
sekali, ayah Dares ini bisa meluangkan waktu ke sini..”
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
49
LAMPIRAN MPI 2
PANDUAN PENUGASAN
LEBIH SALING MENGENAL (APABILA PESERTA SUDAH SALING MENGENAL)
1. Pelatih membagi peserta per kelompok berisi 3-4 orang melalui permainan.
2. Pelatih meminta masing-masing kelompok saling bercerita tentang jumlah dan nama anak
serta apa yang mereka rindukan apabila terpaksa meninggalkan anak beberapa saat
(misalnya, harus ke kebun, pasar atau pergi jauh). Pertanyaan bisa diubah dari pertemuan
ke pertemuan: apa yang dimasak pagi ini? Sakit anak yang dialami sebulan terakhir dan
apa yang dilakukan atau lainnya.
3. Masing-masing kelompok menujuk wakil untuk menyampaikan hasil dari kelompok.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
50
Materi Pokok 1. Penggunaan Nama
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK MENGHAFAL NAMA
1. Pelatih meminta peserta berdiri dan membuat satu banjar. Peserta sama sekali tidak boleh
menggunakan suara, berkata-kata atau berbicara dalam menyusun barisan berdasarkan
bulan kelahiran
2. Waktu untuk menyusun barisan selama 1,5 menit. Sampaikan instruksi 1 sampai 2 kali
3. Pelatih mengabsen peserta berdasarkan bulan kelahiran. Yang disebut bulannya diminta
angkat tangan. Perhatikan yang lahir di bulan saat pelatihan berlangsung. Tanyakan
tanggalnya. Bila dekat dengan tanggal pelatihan, beri keriuhan. Bila sama dengan tanggal
pelatihan, nyanyikan lagu selamat ulang tahun.
4. Selanjutnya Pelatih meminta peserta berhitung 1-2 dengan suatu bahasa, selain bahasa
Indonesia dan Inggris dengan tujuan mengapresiasi keragaman budaya di antara peserta.
5. Pelatih meminta peserta dengan nomor ganjil maju satu langkah ke depan dan peserta
nomor genap geser ke kanam satu langkah. Setelah terbentuk 2 baris, minta peserta saling
berhadapan (berpasangan). Pelatih mempraktikkan cara menghapal nama secara cepat
dengan salah satu peserta. Contoh percakapan imajinatif (1/2 menit)
Bila sudah saling kenal, peserta bisa diminta menggunakan nama anak atau orang yang paling
bermakna sebagai pengganti namanya.
8. Setelah 1 menit, minta satu orang diujung kanan bergerak masuk lorong, ke belakang di
baris yang sama. Tempati yang paling ujung sementara peserta lain dalam lajur yang sama
bergerak maju menempati posisi yang ditinggalkan. Terbentuk pasangan baru. Minta
mereka bercakap dengan menggunakan nama selama 1 menit per orang. Lakukan
sebanyak 5-6 putaran, sesuai ketersediaan waktu.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
51
9. Sampaikan bahwa jangan sampai setelah mengikuti pelatihan 2 hari ini, ada peserta yang
berpamitan tapi lupa atau salah memanggil nama rekannya.
10. Peserta mengambil kusi membentuk satu lingkaran besar. Singkirkan kursi tanpa penghuni.
Pelatih berdiri di antara kursi. Mainkan permainan Angin Bertiup atau Angin Mamiri atau
dalam Bahasa Inggrisnya: the great wind blows.
11. Memantapkan dan meningkatkan hafalan. Pelatih mencontohkan permainan “Terimakasih,
nama saya..”. Dia mulai menyebut namanya sendiri: “Saya Intan”. Lalu minta peserta di
sebelah kanan, mengucapkan “Terimakasih, bu Intan. Nama saya Riza.”; Minta sebelah
kanannya Ibu Riza mengucapkan “Terimakasih bu Intan, bu Riza, nama saya Bhinuri.”;
Demikian seterusnya sampai 7 atau 8 orang;
12. Latihan di atas sekedar memberi contoh. Perhatikan jumlah peserta. Bila kurang dari 25,
permainan di atas bisa langsung dilanjutkan. Bila lebih dari 25, sebaiknya buat kelompok.
Jumlah anggota kelompok maksimal 15 orang. Selanjutnya, minta setiap kelompok berdiri
melingkar dan mepraktikkan cara menghafal nama dengan permainan yang sama. Berikan
waktu sekitar 4-5 menit.
13. Pelatih memperhatikan aktivitas kelompok. Di akhir, pastikan semua anggota menghafal
nama satu sama lain dengan cara bersama-sama menyebut nama anggota-anggota forum
satu per satu dari awal. Lalu, dengan urutan berbeda/ arah kebalikan.
14. Ajak kedua kelompok bertanding dengan saling berhadapan.
a. Minta setiap kelompok mengeluarkan satu jagoan penghafal nama. Panggil jagoan-
jagoan itu untuk bersalaman lalu tentukan yang mulai pertama dengan adu jari.
Mulailah babak 1. Pemenangnya adalah yang paling lancar mengenalkan kelompok
(dimulai dengan dirinya sendiri). Ajak seorang panitia menjadi juri.
b. Di babak kedua, minta kelompok keluarkan 2 orang penghafal nama. Setelah
bersalaman dan adu jari, dua orang pertama menyebut nama diri dan anggota
kelompoknya secara bergantian. Semisal, si A menyebut anggota pertama, maka si
B menyebut anggota kedua. Tentukan yang paling lancar sebagai juara.
c. Pada babak ketiga, masing-masing kelompok menentukan juru bicara dari kelompok
lain. Minta pilih juru bicara dari kelompok lain yang terlihat kurang hafal, gugup,
kurang percaya diri. Panggil juru bicara-juru bicara itu dan setelah bersalaman dan
beradu jari, minta masing-masing menyebut nama anggota- anggota kelompoknya
sendiri. Pemenangnya adalah yang paling lancar mengenalkan kelompok.
d. Umumkan pemenang dari ketiga babak tadi dan beri apresiasi.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
52
Materi Pokok 2. Komunikasi Non-Verbal
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK KONTAK MATA
Pelatih meminta peserta membentuk setengah lingkaran sambil duduk di kursi. Ajak peserta
berlatih kontak mata dengan proses sebagai berikut:
1. Minta satu peserta maju ke depan dan minta dia menyampaikan 3 hal dalam waktu kurang
dari 1 menit, yaitu 1) memberi salam, 2) menyebut nama, 3) menceritakan harapan
mengikuti pelatihan ini.
2. Setelah selesai menyampaikan, tahan peserta sebentar. Minta forum mengangkat tangan
bila dilihat dan jangan mengangkat tangan bila tidak diihat. Beri apresiasi kemudian
persilahkan peserta yang bicara tadi kembali.
3. Pada peserta-peserta yang merasa tak diihat, tanyakan, apa yang terjadi? Dengarkan aktif.
4. Sampaikan kontak mata menunjukkan bahwa seorang berbicara dengan orang lain. Dalam
percakapan antara satu orang ke orang lain, caranya mudah. Namun, saat berbicara
dengan kumpulan orang, kadang lupa. Bukannya kontak mata, malah lihat lantai, langit-
langit atau bahkan lembar balik atau sorotan projektor.
5. Mengontak mata menunjukkan kita memberi perhatian. Sesuai prinsip resiprokal atau
timbal balik, bila seseorang merasa diperhatikan, dia akan cenderung memperhatikan.
6. Sampaikan cara kontak mata pada kumpulan orang.
● Pertama, lihat daerah di antara dua alis mata, bukan dua bola matanya. Sampaikan,
saat berpikir, wajar kita melihat ke tempat lain (lantai, langit-langit, layar projector dan
lain-lain). Namun, setelah itu, kembali buat kontak mata. Peragakan.
● Kedua, waktu sekitar 2-4 detik. Jangan terlalu sebentar, jangan terlalu lama.
Sebarkan ke sebanyak mungkin orang di pertemuan. Jangan hanya segelintir karena
akan membuat yang lain cemburu. Peragakan.
● Ketiga, saat kontak mata, usahakan terjadi timbal balik. Anda mengangguk, orangnya
juga ikut mengangguk. Peragakan. Tekankan bahwa ini komunikasi dari hati ke hati
tengah berlangsung.
7. Sampaikan kita akan melakukan praktik. Bagi kelompok berisi 7 peserta dengan lagu
jongkok berdiri senang (atau sesuaikan dengan keadaan). Minta kelompok duduk
membentuk setengah lingkaran. Lakukan praktik nomor dua di atas. Mulai dari peserta yang
paling kanan.
8. Pelatih mengamati praktik peserta dan beri masukan (termasuk, arah mata, durasi kontak,
penyebaran). Bila diperlukan, sampaikan masukan pada aspek nonverbal lain, seperti
tangan, wajah, tubuh dan lainnya.
53
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Materi Pokok 2. Komunikasi Non-Verbal
PANDUAN PENUGASAN
NONVERBAL POSITIF DAN NEGATIF
54
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Materi Pokok 2. Komunikasi Non-Verbal
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK MENGOLAH SUARA
1. Pelatih mengajak semua peserta berdiri. Tanyakan dari mana suara itu berasal. Jawaban
biasanya seputar mulut, tenggorokan, atau pita suara. Galilah dengan menanyakan apa
yang diolah mulut atau pita suara? Garis bawahi udara. Ajak peserta latihan nafas
diagframa. Dada-bahu- leher harus santai. Tidak tegang. Tidak boleh bergerak, naik turun
atau ke depan dll. Berbafas secara halus langsung masuk perut dan perut agak membesar
karena terisi angin. Lakukan 4-5 kali nafas dan perhatikan dan sampaikan bila ada yang
mengangkat bahu atau mengembungkan dada.
2. Pelatih meminta peserta berpasangan. Laki-laki dengan laki-laki. Perempuan dengan
perempuan. Minta salah satu menjadi pengamat dengan memegang bahu dan perut,
sementara satunya lagi bernafas. Sampaikan agar yang mengamati memastikan leher,
bahu, dada santai dan perut membesar. Bila belum terjadi, tepuk-tepuk. Ajak nafas 4-5
kali lalu berganti posisi (pengamat dan yang bernafas).
3. Selanjutnya, ajak peserta membuat lingkaran dan mempraktikkan nafas diagfrahma
dengan mengucap A-I-U-E-O. Lakukan 2 kali lalu ajak mereka mengucapkan dengan cara
yang berbeda-beda.
Tinggi – rendah
Cepat – lambat
Keras – lembut
Pendek – panjang
Tegas – mendayu/mengayun
4. Ajak peserta menunjukkan A-I-U-E-O dalam kondisi berbeda-beda, yaitu dalam keadaan
riang gembira, takjub, dongkol dan sedih nelangsa.
5. Dalam lingkaran besar, minta peserta membagi kelompok berisi lima orang. Mereka harus
tunjukkan satu suara sesuai kondisi di atas. Pelatih minta kelompok pertama salah satu
keadaan lalu kelompok berikutnya keadaan berbeda dst.
6. Tegaskan kembali rumusan tidur karena ngantuk, ngantuk karena bosan, bosan karena
monoton atau satu pola.
55
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Materi Pokok 4. Mendengar Fasilitatif
PANDUAN PENUGASAN
MENDENGARKAN AKTIF
1. Pelatih meminta peserta berpasangan dengan orang yang tak terlalu dikenalnya. Minta
berhadapan dan berjarak dengan pasangan lainnya.
2. Pelatih meminta masing-masing pasangan bergantian bercerita dan mendengarkan. Satu
orang bercerita dan satu yang lain mendengarkan selama 2,5 menit. Lalu bergantian.
Temanya adalah pengalaman bekerja yang paling mengesankan atau pengalaman yang
sungguh berkesan, sehingga kalau mengingatnya membuat semangat kerja meningkat
kembali.
3. Tanyakan, apakah selama ini semangat kerja naik terus atau naik turun? Nah, kalau
mengingat pengalaman itu, semangat kerja naik kembali. Sampaikan bahwa selama
orang bercerita, pendengar mendengarkan dengan baik. Jangan diam, tapi menggali,
memparaphrasekan maupun memantulkan. Non-verbalnya pun mengikuti pencerita.
4. Setelah selesai bergantian (total 5 menit), buat kelompok yang terdiri dari 3 pasangan.
Minta setiap orang menceritakan pengalaman yang baru saja didengarkannya. Bukan
pengalaman sendiri tapi pengalaman rekannya. Sampaikan agar melakukannya dalam
waktu tidak lebih dari 12 menit atau setiap orang sekitar 2 menit saja.
5. Setelah selesai, tanyakan bagaimana perasaan ibu bapak saat ini? Dengarkan secara
aktif. Angkat kembali perasaan-perasaan yang positif. Sampaikan, beginilah perasaan
kader atau warga masyarakat ketika ibu bapak mendengarkan mereka. Kalau kita
mendengarkan, kira-kira, bagaimana dengan “pagar” yang dimiliki kader/masyarakat?
Turun atau naik? Terbuka atau tertutup?
56
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Materi Pokok 4. Mendengar Fasilitatif
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK TEKNIK MENDENGAR FASILITATIF
57
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Materi Pokok 4. Mendengar Fasilitatif
PANDUAN PENUGASAN
PERASAAN DIDENGARKAN
3. Pelatih meminta kelompok lain duduk menjauh dan mengajak peserta kelompok 2 keluar
ruangan. Pelatih memberi penjelasan kepada kelompok 2 mengenai peran yang harus
dimainkan. Masing-masing duduk dan ajak ngobrol peserta dari kelompok 1 selama 2 menit.
Tanyakan, mengapa masyarakat tidak melakukan CTPS dengan benar? Didua detik awal,
perhatikan namun setelah beberapa detik perlihatkan sikap tidak memperhatikan pendapat
lawan bicaranya. Cek HP. Lihat ke atas. Menewarang. Lihat ke kawan lain. Tapi setelah
lawan bicara menyadari, kembali ke percakapan. Maaf, jadi apa tadi? Bisa dijelaskan?
Ulangi.
4. Pada saat kelompok 2 mengobrol dengan peserta kelompok 1, pelatih meminta peserta
kelompok 3 keluar. Pelatih memberi penjelasan kepada kelompok 3 mengenai peran yang
harus dimainkan. Masing-masing duduk dan ajak ngobrol peserta dari kelompok 1 selama 2
menit. Tanyakan, menurut Anda apa yang harus dilakukan agar ibu hamil mau minum Tablet
Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan? Setiap ada pendapat, peserta
kelompok 3 diminta membantah. Mulai dengan mengatakan tapi; tidak betul; wah, tidak bisa
itu; atau lainnya. Lalu sampaikan argumen singkat. Tapi setelah lawan bicara terdiam,
tanyakan lalu apalagi yang perlu kita lakukan? Lalu ulangi.
5. Pelatih memberi penjelasan kepada kelompok 4 mengenai peran yang harus dimainkan.
Masing-masing kelompok 4 duduk dan ajak ngobrol peserta dari kelompok 1 selama 2 menit.
Tanyakan, menurut Anda apa yang harus dilakukan agar orang tua membawa balita ke
Posyandu? Setiap ada pendapat, peserta kelompok 4 diminta mengatakan bagus, setuju,
baik, betul itu, iya ya, atau lainnya. Tidak lebih dari itu. Jika, lawan bicara terdiam, tanyakan
lalu apalagi yang perlu kita lakukan? Lalu ulangi.
6. Pelatih memberi penjelasan kepada kelompok 5 mengenai peran yang harus dimainkan.
Masing-masing kelompok 5 duduk dan ajak ngobrol peserta dari kelompok 1 selama 2 menit.
Tanyakan, apa yang harus dilakukan agar kelas ibu hamil berjalan terjadwal. Minta peserta
kelompok 5 mendengarkan dan menggali apa yang disampaikan. Semisal, istri saya itu
perhatian sekali, maka tanyakan, wah perhatian bagaimana nih?Contohnya seperti apa?
58
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Pertanyaan-pertanyaan pendek saja. Ikuti terus cerita lawan bicara. Tidak boleh memotong,
berdebat atau memunculkan topik baru.
7. Kelompok 1 tetap di tempat duduknya. Tanyakan, bagaimana pengalaman diajak ngobrol
tadi? Berbeda-beda orang mungkin mendatangkan pengalaman dan perasaan yang
berbeda.Mungkin bisa diceritakan? Seperti apa yang disukai? Yang tidak disukai?
8. Pelatih menjelaskan rekan-rekan yang mewawancarai tadi semuanya orang-orang yang baik
dan praktik tadi sebelumnya di-set. Ada orang yang 1) kalau diajak ngobrol tidak fokus alias
perhatiannya ke mana-mana, 2) tidak mau kalah, selalu membantah atau mematahkan
pendapat, 3) cuma mengiya-iyakan atau membetulkan saja dan 4) yang mendengarkan
pembicaraan. Tanyakan, apakah tadi rekan-rekan mengalaminya? Apakah tipe-tipe orang
itu ada dalam kehidupan sehari-hari kita? Sebutkan satu per satu tipe di atas. Mana yang
lebih disukai? Mana yang tidak?
Tanyakan, apakah kita ingin jadi orang yang tidak disukai orang lain? Kalau tidak, maka
smestinya kita harus lebih banyak menjadi pendengar yang baik. Tegaskan, perilaku
mendengarkan membuat lawan bicara senang, dihargai dan hasilnya, pagar turun atau
dibuka. Saat pagar terbuka, barulah kita dapat menyampaikan pesan-pesan kita.
59
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
60
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
61
MATA PELATIHAN INTI 3
TEKNIK MEMBANGUN PARTISIPASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Perubahan perilaku dengan KAP dapat terjadi apabila semua pihak terlibat dalam
percakapan, baik tenaga kesehatan maupun sasaran/masyarakat. Mereka semua
berbicara dan saling mendengarkan. Jadi, bukan hanya tenaga kesehatan saja yang
berbicara dan sasaran/masyarakat hanya mendengarkan. Namun, sasaran/masyarakat
juga harus berbicara dan tenaga kesehatan mendengarkan dengan baik. Membuat
sasaran/masyarakat berbicara sangat penting untuk menggali informasi yang
dibutuhkan, memahami wawasan, sikap maupun perasaan warga. Selanjutnya, petugas
kesehatan dapat berbagi pesan yang lebih sesuai untuk membantu
ibu/pengasuh/keluarga merubah perilaku, terutama enam perilaku prioritas kesehatan
untuk mencegah stunting. Penyampaian pesan, diperlukan teknik agar
sasaran/masyarakat mudah menerima dan menganggap hal yang disampaikan itu
penting, namun tidak menggurui.
Mata pelatihan teknik membangun partisipasi ini membahas tentang teknik agar
membuat orang lain mau berpartisipasi dalam percakapan dengan bertanya yang
memotivasi, curah pendapat, menurunkan tekanan untuk bicara, berbicara secara
deskriptif - imajinatif dan umpan balik yang menyemangati. Diharapkan setelah
mendapatkan mata pelatihan inipetugas kesehatan dapat menerapkan teknik untuk
membuat sasaran melakukan perubahan perilaku.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
62
Materi Pokok 2. Membangun Keberanian Berpendapat
IV. METODE
Metode yang digunakan antara lain curah pendapat, ceramah dan tanya jawab, diskusi
kelompok, dan bermain peran
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
63
b. Sub Materi Pokok 2. Pertanyaan Terbuka dan Tertutup
1. Pelatih melakukan curah pendapat tentang mana pertanyaan terbuka dan
tertutup. Pelatih menggarisbawahi pertanyaan tentang keseharian dengan
bahasa sederhana.
2. Pelatih menyampaikan tentang materi pertanyaan terbuka dan tertutup
3. Pelatih memberikan penugasan untuk diskusi kelompok untuk membuat
pertanyaan terbuka dan tertutup
4. Pelatih mendengarkan dengan aktif, paraphrase dan mirroring. Klarifikasi
atau koreksi, bila perlu.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
64
b. Sub Pokok Bahasan 2. Perumpamaan yang Memudahkan (30 menit)
1. Pelatih menyampaikan perumpamaan yang memudahkan peserta untuk
memahami materi
2. Pelatih menyampaikan contoh perumpamaan agara membuat pesan lebih
mudah dicerna masyarakat.
3. Pelatih memperagakan alat bantu tentang gizi seimbang - mobil.
4. Pelatih merangkum kembali dan memberikan penekankan tentang
perumpamaan
Dalam situasi ini, petugas kesehatan berfokus untuk membantu sasaran atau
masyarakat berpendapat atau menceritakan pengalamannya. Bertanya di sini bukan
untuk hal-hal berikut:
1. Menguji pengetahuan atau pemahaman masyarakat (semisal, mengajak
masyarakat berolah pikir, mengingat kembali konsep yang sulit dan lain
sebagainya. “Coba jelaskan bagaimana tahapan Desa Siaga?”)
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
65
2. Menunjukkan masyarakat tidak tahu, sementara petugas adalah pihak yang tahu
(semisal, menanyakan sesuatu yang tidak bisa dijawab oleh masyarakat. “Coba
jelaskan, apa yang dimaksud dengan PMBA? STBM? IMD? MTBS? Dan lain
sebagainya)
3. Memojokkan masyarakat (semisal, dalam kumpulan ada sepasan ibu-ibu yang
asyik mengobrol saat bu bidan memberi penjelasan. Lalu, karena kesal, bu bidan
bertanya, “Coba dua ibu di sana jawab, apa manfaat ASI?”)
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
66
atau kader kesehatan harus menggunakan jenis pertanyaan terbuka. Dengan
pertanyaan terbuka, dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang sesungguhnya
terjadi pada anak, ibu atau kelompok masyarakat tertentu.
Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang biasanya dapat dijawab dengan jawaban
ya atau tidak, atau dijawab dengan satu atau dua kata saja. Pertanyaan tertutup tidak
memungkinkan penanya untuk mengetahui lebih banyak mengenai sesuatu hal.
Pertanyaan tertutup bisa digunakan di awal bila terkait dengan pengalaman masyarakat
dan tujuannya membuka jalan bagi pertanyaan terbuka.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Petugas : Bidan pernah kasih tablet tambah darah?
(pertanyaan tertutup)
Masyarakat : Pernaaaaaaaahhhhh!
Petugas : Nah sekarang, cerita dong bu, bagaimana rasanya?
(pertanyaan terbuka)
Dialog #1
Petugas : Ibu-bapak, hari ini kita akan bicara tentang diare.
Ibu, tahu diare itu apa? Siapa yang bisa jawab, hayo?
Sebagian peserta : (dalam hati) yah kok tentang diare sih…? Hmm, tugas dari
kantor dia memang diare sih ya
Petugas : Baik, diare adalah….
Dialog #2
Petugas : Ibu-bapak, bagaimana keadaan anak dalam sebulan ini?
(pertanyaan tertutup)
Peserta : Sehaaat…
Anak saya sempat sakit
Iya, anak saya juga
Petugas : Oh, ada yang sehat…alhamdulllah…tapi ada juga anaknya
yang sakit. Wah, coba yang anaknya sempat sakit, sakit apa ya?
(Tur Besar)
Peserta : Panas…
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
67
Pilek…
Diare…mencret itu lho, Bu Guru…
Iya, anak saya juga kena diare
Petugas : Oh begitu, jadi ada yang anaknya panas…. anak Ibu Aminah ya,
terus Pilek, anaknya Bu Siti ya. Terus ada juga yang diare, Bu
Iyem, Bu Ratna dan Bu Rita. Boleh kita ngobrol-ngobrol tentang
penyakit-penyakit itu? Sore ini, boleh kita memulai ngobol dulu
tentang diare?
Peserta : Iyaaaa, boleh Bu (ide tentang diare sesungguhnya dimunculkan
oleh ibu-ibu sendiri)
Petugas : Jadi ibu-ibu, diare adalah….
Dialog kedua cenderung lebih diterima oleh warga ketimbang dialog pertama.
Alasannya adalah pada dialog kedua, warga merasa didengarkan terlebih dahulu. Jadi,
petugas tidak maju “memaksakan” agenda pembicaraan pada warga, tetapi agenda
pembicaraan justru berasal dari warga sendiri. Buktinya, yang memunculkan istilah
diare (topik pembicaraan) adalah warga sendiri. Bukan petugas yang memunculkan
istilah diare pertama kali.
Sementara, pada dialog pertama, tenaga kesehatan maju mengedepankan topik diare.
Sementara itu, sasaran/masyarakat dalam posisi mau tidak mau harus menerima.
Tenaga kesehatan dapat mengembangkan model dialog 2 meski saat itu dia sudah
menerima penugasan secara spesifik. Semisal, dia datang ke warga untuk
membicarakan imunisasi. Ketimbang langsung mendiktekan topik pembicaraan tentang
imunisasi, dia dapat bertanya dengan Teknik Tur Besar dan Tur Kecil. Tur besar adalah
pertanyaan umum yang nantinya akan mendapatkan jawaban-jawaban yang mengarah
atau langsung berkenaan dengan topik yang ingin dibicarakan bersama warga. Untuk
imunisasi, petugas dapat memulai dengan pertanyaan, Apa yang paling tidak ingin
terjadi pada anak? (salah satunya adalah sakit). Lalu tanyakan, apa yang harus kita
lakukan agar anak tidak mudah sakit (salah satu kemungkinan jawabannya adalah
imunisasi atau membuat imun/kebal). Saat kata imunisasi itu muncul, petugas kemudian
dapat meminta izin warga untuk membicarakan lebih lanjut.
Petugas perlu mempersiapkan rumusan pertanyaan Tur Besar yang harus dapat
memunculkan jawaban-jawaban sesuai dengan topik yang ingin dibicarakan. Untuk itu,
sebelum mempraktikkan, petugas perlu mencoba-coba dulu rumusan pertanyaan-
pertanyaannya dengan warga lain.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
68
Dalam situasi di atas maklumlah bila dalam pertemuan tidak banyak ibu yang berbicara.
Terkadang, yang aktif bicara adalah ibu tertentu atau yang itu-itu saja. Untuk mengatasi
situasi itu, petugas harus pandai menurunkan tekanan untuk bicara. Bila sebagian besar
ibu belum aktif berbicara, padahal petugas telah mengaplikasikan teknik-teknik dalam
bahasan sebelumnya, maka petugas selaku fasilitator perlu membangun keberanian
ibu-ibu untuk berpendapat.
Apabila digunakan secara tepat, kartu metaplan dapat membantu proses diskusi.
Sebaliknya, penggunaan yang kurang tepat justru dapat menghambat.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
69
membangun partisipasi masyarakat, membuat masyarakat menyampaikan
pendapat atau pengalamannya.
b. Tahan penilaian
Dalam tahap curah pendapat ide-ide mesti dikeluarkan tanpa menerima
kritikan, cemoohan, komentar, celetukan ataupun bentuk-bentuk penilaian
lainnya. Ide dikeluarkan saja. Di sini petugas perlu mengajak semua peserta
agar menahan diri untuk tidak menyampaikan kritik ataupun masukan.
Semua ide harus ditampung. Karenanya, petugas perlu mengintervensi bila
ada peserta lain yang menyampaikan kritik ataupun sekedar masukan.
Ingatkan bahwa nanti akan tersedia waktu untuk memberi masukan,
penilaian atau kritikan.
Curah pendapat itu seperti memutar gas saat mengendari sepeda motor.
Saat memutar gas, kita tidak boleh secara bersamaan menekan rem. Bila
dilakukan bersamaan, tentu membahayakan pengendara. Gas adalah curah
pendapat. Sementara, rem adalah penilaian. Lakukan keduanya di dua
waktu yang berbeda. Setelah curah pendapat selesai, ide-ide terkumpul,
barulah kita bisa melakukan penilaian. Semisal, dengan mengelompokkan
ide-ide yang sama. Lalu, menilai lebih lanjut, mana yang bisa dilaksanakan
dan mana yang tidak, mana yang murah dan mana yang berbiaya mahal
dan penilaian-penilaian lainnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
70
agar tidak ada yang merasa idenya "dicuri" bila rekannya memanfaatkan
idenya untuk dikembangkan lebih lanjut.
Tulisan pada kartu metaplan pun harus cukup besar untuk dapat dilihat oleh
peserta dengan jarak terjauh dari dinding penempelan. Namun, seperti
kerap dijumpai, kalimat panjang berukuran kecil-kecil adalah pemandangan
yang cukup umum dijumpai dalam sesi penggunaan kartu metaplan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
71
● Kartu tak perlu diberi nama penulisnya. Nanti semua peserta akan
menunjukkan kartunya;
● Tulisan hendaknya dibuat besar sehingga dapat dibaca oleh peserta
dari jarak yang paling jauh.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
72
berhak untuk mengatur (mengelompokkan, mengonseptualisasi,
merangking, mengurangi, dan lain-lain) dan bukan hak petugas (meskipun
petugas merasa tahu bagaimana melakukannya).
Dalam prinsip curah pendapat, jumlah kartu sebetulnya tidak boleh dibatasi.
Hal ini untuk mengantisipasi ide-ide brilian yang bisa saja datang kemudian.
Karenanya, ketika membagi kartu dan meminta peserta menulis, sebaiknya
kita jangan membatasi ide atau jumlah kartu yang digunakan. Biarkan
peserta menulis sebanyak-banyaknya. Untuk mengurangi kartu, petugas
dapat meminta peserta untuk menyerahkan beberapa kartu yang telah
ditulisnya. Misalnya, 1 atau 2 kartu yang dianggap paling menarik, paling
penting atau paling signifikan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
73
Monolog #1
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan tubuh dan otak pada anak akibat
kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Hal ini dominan terjadi sejak janin dalam
kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kehidupan).
Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi. Faktor ibu dan pola
asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada
anak juga menjadi penyebab anak stunting. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi,
juga akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak. Selain itu,
rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih
menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan
sayur lokal sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja
perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu
butuh perhatian pada lingkungan untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih.
Monolog #2
“Selamat pagi Bapak Ibu semua, apa kabar? Mudah-mudah semua dalam keadaan
sehat. Hari ini saya mau berbagi dengan bapak ibu yang hadir disini tentang masalah
kesehatan yang menurut saya sangat penting. Masalah tersebut adalah Stunting, yaitu
gangguan pertumbuhan pada anak-anak kita. Bukan cuma pertumbuhan tinggi
badannya saja, tapi juga perkembangan otaknya tidak maksimal. Jadi sudah badannya
pendek, ditambah otaknya tidak bisa ‘ngebut’ kalau dipakai untuk berpikir. Sedih ya
dengarnya… Karena khawatir, saya pun berkoordinasi dengan dr. Marti dari Puskesmas
kita untuk membahas lebih lanjut tentang hal Stunting ini.”
“Beberapa hari yang lalu, sore hari, saya membahas dengan beliau di halaman
rumahnya yang penuh dengan beraneka ragam tumbuhan. Bukan hanya banyak, tapi
juga tumbuh subur dan buahnya besar dan ranum.”
“Beliaupun mulai bercerita tentang bagaimana merawat kesehatan anak itu hampir
serupa dengan kita merawat tumbuhan atau pun bercocok tanam.”
“dr. Marti menjelaskan sambil memetik cabai rawitnya yang besar-besar dan sudah
matang, “Pak Satrio coba perhatikan buah cabai ini, perhatikan juga pohonnya!”
“Saya jawab, iya dok buah cabainya besar-besar dan banyak sekali, pohonnya juga
terlihat rimbun dan kokoh.”
“Kemudian dr. Marti menjelaskan: Ya, begitu juga harapan kita untuk anak-anak kita,
tumbuh besar, tinggi dan cerdas tentunya. Tapi seperti pohon cabai ini, tentunya ada
beberapa hal yang harus kita lakukan. Kita harus memberikan yang dibutuhkan
tanaman cabai ini dan tentunya merawatnya dengan baik.”
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
74
“Mulai dari memilih benihnya dari bibit yang unggul, begitu juga dengan manusia,
sebelum mengandung, orang tua, harus sehat (unggul) supaya bisa mendapatkan janin
yang sehat juga.”
“Berikutnya setelah ada bibit/benih, kita siapkan lahan, kita bersihkan supaya aman, lalu
kita tanam, tapi tetap harus kita perhatikan kan ya? Tidak bisa kita biarkan saja,
tanahnya yang subur, dikasih pupuk, disiram, diperiksa apakah kondisi tanah dan
bibitnya aman serta sebagainya. Begitu juga manusia ibarat benih, janin didalam
kandungan juga perlu perhatian dan asupan gizi yang baik. Untuk itu, sang Ibu tentunya
harus makan makanan yang gizinya lengkap, tidak lupa tablet tambah darahnya
diminum sesuai anjuran, ibaratnya TTD itu pupuk kalau untuk tanaman. Lalu rutin
periksa juga selama masa kehamilan, ya minimal 4 kali. Juga menjaga kebersihan
dengan CTPS dan kebersihan lingkungan, dengan menggunakan jamban sehat
misalnya, supaya kita dan tentunya janin atau anak kita tidak terserang penyakit akibat
diri atau lingkungan tidak bersih. Perhatian suami juga penting lho… Pembelajaran
untuk selama masa kehamilan bisa kita dapatkan dengan ikut Kelas Ibu Hamil.”
“Setelah biji menjadi tunas, kita juga harus tetap merawat dan memberikan makanan
yang dibutuhkan tanaman, ditambah menjaga dari gangguan tumbuhan pengganggu
yang bisa merebut makanan pohon cabai kita, belum lagi gangguan dari hewan-hewan
atau tangan-tangan jahil, karena tunas itu kan kondisinya masih rawan ya… Begitu juga
dengan kita manusia, jika tunas diibaratkan anak baru lahir maka kita harus memberikan
makanan terbaik yang ada. Untuk anak usia 0-6 bulan cukup dengan ASI saja, tidak
perlu makanan atau minuman lain dan pastikan melakukan Inisiasi Menyusu Dini saat
baru melahirkan. Dan menjaga bayi kita dari penyakit dengan imunisasi lengkap.”
“Setelah pohon cabai ini semakin besar, perawatan, makanan, air dan lainnya terus kita
berikan sesuai kebutuhannya, agar pohon cabai kita tumbuh subur dan berbuah dengan
baik, begitu juga dengan anak-anak kita, semakin besar tentunya makanannya kita
sesuaikan, untuk bayi 6 bulan keatas bisa ditambahkan makanan pendamping ASI,
tentunya disesuaikan dengan aturannya ya… Nah sejak ibu melahirkan, sebaiknya Ibu
bisa ikut Kelas Ibu Balita, supaya mendapat edukasi yang tepat selama mengurus
anak.”
“Begitu kira merawat anak-anak kita, supaya tumbuh sehat, ya mirip-mirip dengan
merawat pohon cabai ini bisa sampai berbuah lebat seperti sekarang.”
“Lalu saya bertanya ke dr. Marti: Memangnya kenapa dok kalau kita tidak merawat
pohon cabai seperti yang seperti disebutkan dokter tadi, bukannya tidak apa-apa ya?
Maksudnya ini kalau saya andaikan pohon cabai itu anak-anak kita semua”
“Nah coba perhatikan pohon cabai yang ada dipinggir jalan itu, apa buahnya sebanyak
dan sebesar pohon cabai saya? Tidak kan ya…”
“dr. Marti melanjutkan: Padahal, kalau saya perhatikan, tumbuhnya hampir bersamaan
dengan pohon cabai saya… Karena tidak ada yang merawat pohon cabai itu, bibitnya
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
75
juga mungkin dari seadanya saja, tanahnya tidak dirawat, tidak diberi pupuk dan
sebagainya… Ya hasilnya seperti yang Pak RT lihat, buahnya jarang, tidak tinggi juga
pohonnya dan sepertinya sekarang sudah mulai kering ya pohonnya… Begitu juga
anak-anak kita semua, kalau tidak kita rawat dan perhatikan sejak dari kandungan
bahkan sebelumnya, ya khawatir Stunting menghantui kita semua”
“Saya pun mengiyakan karena memang begitu terlihatnya… Saya jadi khawatir anak-
kita seperti pohon cabai itu. Jadi begitu Bapak Ibu semua, apakah kita mulai sekarang
mau merawat dan memperhatikan anak-anak kita sejak awal sekali, atau bagaimana?”
Bahasa birokrasi ditujukan untuk konsumsi kognisi atau otak, untuk dipikirkan, dipahami,
dianalisis secara rasional. Karena berisi definisi, sifat lainnya adalah membatasi,
mengontrol, atau membuat koridor. Saat mendengar bahasa birokratis, otak pendengar
berputar kencang. Mengolah konsep-konsep, menganalisis dan sebagainya dan
karenanya. Jadinya akan cukup melelahkan.
Yang kedua adalah gaya bercerita, story telling, deskriptif, atau yang selanjutnya akan
disebut sebagai bahasa theatre of mind (yang bisa membuat film di dalam kepala
pendengarnya). Terlihat ciri-cirinya sebagai berikut.
Bahasa theatre of mind lebih banyak ditujukan untuk konsumsi emosi, perasaan, atau
hati. Bahasa ini berusaha membuat pendengarnya merasakan. Seolah-olah pendengar
berada di depan layar bioskop dan menonton film. Akhirnya, membekas di hati dan
menjadi sumber motivasi. Dalam sajian bahasa theatre of mind, pendengar diajak
menonton, menikmati, merasakan, sehingga tidak terasa waktu sudah habis.
Tidak ada satu yang lebih bagus dari yang lain. Idealnya, yang satu tidak menggantikan
yang lain atau dengan kata lain, harus saling melengkapi. Bila hanya berisi bahasa
birokratis, maka otak masyarakat akan terasa lelah sekali. Tetapi, bila hanya
menggunakan bahasa theatre of mind, maka tidak ada pembelajaran atau konsep
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
76
spesifik yang dapat dipetik oleh masyarakat. Cerita bisa panjang ke berbagai arah,
mengasyikkan, tapi intinya kurang.
Pesan dari pelajaran dua gaya berbahasa di atas adalah petugas sebaiknya mencoba
mengombinasikan dua bahasa itu. Tentu saja, disesuaikan dengan tujuan. Kalau Anda
ingin memotivasi masyarakat agar berubah sikap dan perilaku, maka jangan lupa
menggunakan bahasa theatre of mind. Sebaliknya, bila Anda ingin meningkatkan
pengetahuan, kecakapan analisis, tekankan bahasa birokratis.
Untuk menyiapkan kombinasi dua gaya itu, kita bisa menyiapkan hal-hal sebagai
berikut.
Contoh 1:
ASI mengandung zat gizi yang lengkap bagi bayi sesuai perkembangannya.
Payudara ibu itu seperti pabrik makanan ajaib buatan Tuhan. Pabrik itu mengolah
makanan sesuai kebutuhan bayi. Kalau bayi butuh vitamin apa yang dibanyakkin, nanti
di payudara ibu dibuatkan racikan seperti itu. Kalau bayi butuh banyak protein, nanti
dibuatkan yang banyak protein. Pokoknya pabrik makanan ajaib!
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
77
Contoh 2:
Seperti mobil yang membutuhkan bensin sebagai sumber tenaga agar bisa berjalan,
tubuh anak-anak kita juga butuh sumber tenaga supaya bisa bergerak ke sana ke mari.
Sumber tenaga tersebut dapat diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat,
seperti nasi, ubi, singkong, sagu, kentang, roti, mie.
Selain itu, seperti mobil yang memerlukan supir agar jalannya pas dan nggak nabrak-
nabrak, organ tubuh kita juga memerlukan zat pengatur supaya fungsi kerja organ-organ
tubuh kita bekerja dengan benar. Karena itu, anak kita juga butuh sumber makanan
yang mengandung zat pengatur, seperti sayur mayur dan buah-buahan.
Kalau mobil kita bagus, bensinnya penuh dan supirnya juga jago, pasti kita senang, kita
bisa jalan-jalan melulu ke tempat yang kita mau. Tapi, tunggu dulu, kalau onderdilnya
nggak pernah diganti, rem dan filternya juga nggak pernah diganti, kira-kira apa
akibatnya? Bahaya nggak?
Nah, seperti mobil, tubuh juga perlu pergantian sel yang rusak. Sel tubuh anak-anak kita
juga perlu mengalami pergantian sel dan pertumbuhan sel agar anak juga bisa tumbuh
tinggi. Karena itulah anak-anak kita membutuhkan sumber makanan yang penting untuk
pertumbuhan, seperti lauk pauk baik itu nabati maupun hewani
Umpan balik yang kurang tepat dapat berakibat buruk yaitu rusaknya hubungan. Meski
bermaksud baik, memberi umpan balik, dalam bentuk saran atau masukan, belum tentu
diterima secara positif. Dalam banyak kasus, memberi umpan balik yang kurang pas
justru akan membuat ketegangan atau konflik. Karena itu, petugas harus memahami
dan mengaplikasikan prinsip dasar dalam memberi dan menerima umpan balik yang
konstruktif, di antaranya seperti dipaparkan sbb.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
78
Deskriptif:
”Kelompok ini memproduksi 10 unit, sementara targetnya adalah 15”
2. Spesifik
Bandingkan dua masukan berikut:
● ”Laporan ini bagus sekali”
● ”Laporan ini memiliki sejumlah grafik yang membantu saya memahami
dengan cepat isi laporan. Bagus sekali!”
Orang sulit beraksi secara tepat bila menerima umpan balik yang tidak jelas atau
terlalu umum. Seperti contoh di atas. Bila orang tahu bahwa yang menjadi
kekuatannya adalah grafik yang membantu pemahaman, maka dia tentu
berusaha untuk mempertahankan atau bakan meningkatkan kualitasnya. Lebih
spesifik lebih bagus.
3. Apresiatif
Kadang kita hanya fokus pada hal yang perlu diperbaiki, tapi lupa hal yang perlu
dipertahankan. Ungkap pula hal positif agar orang termotivasi untuk meningkatkan
kemampuan diri. Orang pada dasarnya lebih termotivasi bila ditunjukkan
kelebihan atau kekuatannya dibandingkan kekurangan
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
79
Memuji namun ada tapinya
Saat membahas umpan balik yang apresiatif, seorang peserta menceritakan pengalaman yang menurutnya
kurang menyenangkan. “Atasan saya sering memulai dengan pujian, tapi ada tapinya: Bu Kemala,
proposalnya sudah cukup bagus, detail. Taaapi, bahasanya terasa kurang mengalir. Wuih, saya serasa naik
ke atas, lalu jatuh, bruk,” ujarnya mencontohkan.
Umpan balik bisa berkenaan dengan kekurangan atau hal yang mesti diperbaiki dan/atau hal yang sudah
bagus dan karenanya, perlu dipertahankan. Keduanya bisa sampaikan dalam satu kesempatan.
Namun, bila diawal mengapresiasi lalu disambung dengan tapi (tentang kekurangan), orang memang
cenderung memperhatikan yang terakhir.
Agar umpan balik kita lebih berpeluang untuk diterima, akan lebih baik kita menghilangkan tapi. Bila memang
ada dua-duanya, kekurangan dan kelebihan/ kekuatan, sampaikan saja secara sejajar.
“Kekuatan Anda adalah ini itu ini itu. Kekurangannya adalah ini itu ini itu.”
Jika terlanjur terbiasa menggunakan tapi, gunakan tapi untuk mengantar kelebihan/kekuatan. Sehingga,
umpan balik yang diterima Ibu Kemala dari atasannya kurang lebih dapat menjadi: “Saya sudah baca proposal
Anda. Antar paragraf masih kurang tersambung. Masih perlu kalimat atau paragraf yang menjembatani supaya
lancar dibacanya. Tapi, saya suka karena idenya detail, jadi orang bisa membayangkan kegiatannya seperti
apa di lapangan. Tolong perbaiki lebih lanjut, Bu Kemala ya.”
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
80
LAMPIRAN MPI 3.
PANDUAN PENUGASAN
TUJUAN BERTANYA
JAWABAN:
DIALOG 1: Menguji, menge-test
DIALOG 2: Memahami atau menemukan masalah
DIALOG 3: Memojokkan
DIALOG 4: Menunjukkan kepintaran kita
DIALOG 5: Membantu ibu-ibu bicara
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
81
Materi Pokok 1. Teknik Bertanya yang Memotivasi
PANDUAN PENUGASAN
TUJUAN BERTANYA
Dialog 1
Bidan : Coba diingat-ingat pelajaran bulan lalu. Apa manfaat minum TTD, Bu Marti?
Bumil : Hmm, lupa saya, Bu Bidan.
Dialog 2
Bidan : Hari ini sudah minum TTD, Bu Marlina
Bumil : Belum, Bu Bidan.
Bidan : Belum ya?
Bumil : Iya, Bu Bidan. Kurang enak rasanya.
Bidan : Kurang enak ya. Yang dirasa seperti apa?
Bumil : Kalau minum, jadi mual-mual.
Bidan : Mual-mual?
Bumil : Iya, Bu Bidan.
Bidan : Biasanya, minumnya kapan, Bu Marlina?
Bumil : Habis bangun tidur, Bu Bidan.
Dialog 3
Di Posyandu ibu-ibu tengah berkumpul dan di depannya ibu bidan sedang memberikan
penyuluhan. Sepasang ibu-ibu ternyata asyik mengobrol tidak memperhatikan.
Bidan : Coba yang dipojok. Iya, ibu berdua. Coba sebutkan 3 manfaat minum TTD!
Ibu : …. (tertunduk)
Dialog 4
Di Posyandu ibu-ibu tengah berkumpul mendengar ibu gizi memberikan penyuluhan.
Dialog 5
Di Posyandu ibu-ibu tengah berkumpul mendengar ibu gizi memberikan penyuluhan.
Nakes : Ibu-ibu, kalau di pasar dekat sini, sayuran apa saja sih yang dijual?
Ibu-ibu : Bayam! Kangkung! Kol! Wortel!.............
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
82
1. Bertanya dilakukan untuk berbagai kepentingan, di antaranya:
a. Menunjukkan kepintaran kita
b. Menguji, menge-test
c. Membantu ibu-ibu bicara
d. Memojokkan
e. Memahami atau menemukan masalah
2. Diskusikan singkat dialog 1 – 5 dalam kelompok selama 3 menit dan pasangkan dengan
tujuan bertanya.
3. Tulis jawaban dalam kartu metaplan, kemudian tempelkan jawaban pada flipchart yang
telah disediakan di depan kelas oleh pelatih/fasilitator kelas.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
83
Materi Pokok 1. Teknik Bertanya yang Memotivasi
PANDUAN PENUGASAN
PERTANYAAN MUDAH DAN SULIT
1. Peserta dibagi dalam 4 kelompok dengan permainan. Sampaikan tentang macam macam
pertanyaan yang mudah dan sulit.
Dari makanan yang bapak ibu makan, yang manakah yang mengandung mineral dan protein
tinggi?
Tanyakan, apa perbedaan pertanyaan pertama dan kedua? Tegaskan pengertian pertanyaan mudah:
jawabannya mjudah dijawab, seperti kurang lebih tersedia dan tertentu (sudah/ belum, mau/ tidak
mau, ya/ tidak, setuju/ tidak setuju, suka/ tidak suka).
Sementara, pertanyaan sulit memerlukan lebih banyak waktu untuk menjawabnya. Jawabannya opun
beragam, dan mungkin peserta tidak bisa menjawab karena tidak tahu apa jawabannya.
2. Kerja kelompok sekitar 4 menit membuat pertanyaan yang mudah dijawab untuk topik-
topik di bawah ini. Masing-masing kelompok mendapat 2 topik.
a. KELOMPOK 1 : Konsumsi TTD selama masa kehamilan dan Inisiasi
menyusui dini (IMD)
b. KELOMPOK 2 : ASI ekslusif selama 6 bulan dan makanan pendamping AS
(MPASI)
c. KELOMPOK 3 : Kunjungan ke posyandu dan Kelas ibu hamil
d. KELOMPOK 4 : BAB di jamban dan Cuci tangan pakai sabun
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
84
Materi Pokok 1. Teknik Bertanya yang Memotivasi
PANDUAN PENUGASAN
PERTANYAAN TERBUKA DAN TERTUTUP
Tanyakan, apa perbedaan pertanyaan pertama dan kedua? Tegaskan pengertian pertanyaan
tertutup: jawabannya kurang lebih tersedia dan tertentu (sudah/ belum, mau/ tidak mau, ya/ tidak,
setuju/ tidak setuju, suka/ tidak suka). Sementara, pertanyaan terbuka: jawabannya beragam.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
85
Materi Pokok 1. Teknik Bertanya yang Memotivasi
PANDUAN PENUGASAN
TUR BESAR DAN TUR KECIL
Skenario #1
Ibu bapak, pagi ini kita akan berbicara mengenai diare. Diare ini adalah masalah
kesehatan yang penting kita bicarakan karena dapat menyebabkan anak memiliki masalah
gizi. Diare adalah buang air besar cair tiga kalisehari atau lebih…
Skenario #2
Ibu bapak, apa kabar pagi ini? Anak-anaknya bagaimana kabar? Ada anaknya yang sakit
dalam 1 bulan terakhir ini? (Jawabannya, ada!) Sakit apa? (Flu, demam, diare, mencret,
batuk). Oh, jadi anaknya ada yang sakit flu, demam, batuk, terus itu diare ya?
Sudah sembuh tapinya? (sudah!!). Alhamdulillah. Nah, tadi ada yang menyebut diare ya.
Bagaimana kalau sekarang kita bicara tentang diare dulu? Mau? (mau!). Baik, diare ini
adalah masalah kesehatan yang penting kita bicarakan karena dapat menyebabkan anak
memiliki masalah gizi. Diare itu buang air besar cair tiga kali sehari atau lebih…
3. Fasilitator diminta mengajak peserta berdiskusi tentang makan sayur dan buah
dan mengajak peserta agar anaknya mau makan sayur untuk mencegah stunting
tanpa mengatakan kata sayur pertama kalinya.
4. Setelah pengantar, runtutan pertanyaan adalah sebagai berikut:
● Makanan apa sih yang kurang disukai sama anak-anak? (Tur besar –
tur kecil)
● Apakah kita ingin anak kita suka makan sayur? Supaya apa? (relevansi)
● Kira-kira, pengalaman ibu-ibu, apa yang dilakukan agar anak kita suka
makan sayur?
● (Relevansi) Mana yang bisa kita lakukan? (Provokasi) Bukan hanya
pendapat (asal ngomong) saja tapi yang betul-betul bisa lakukan? Tadi
katanya ibu mau anaknya makan sayur supaya…? In serius? Ya sudah,
mana yang betul-betul bisa dilakukan?
● (Rinci) Kalau memang betul-betul bisa dilakukan, kapan mau coba? Apa
perlu bantuan? Siapa yang bisa bantu?
(Rinci, pemantauan) Saya (Bu Bidan) nanti tahunya bagaimana kalau
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
86
ibu-ibu sudah mencoba?
5. Beri waktu sekitar 5 menit untuk fasilitator kelompok praktik. Setelah selesai, bahas
bersama. Tanyakan, apa yang dibicarakan fasilitator? Siapa yang pertama kali
menyebut kata sayur? Apa hasilnya? Ada kesepakatan?
6. Ulas bahwa itu adalah aplikasi dari teknik bertanya tur besar dan tur kecil. Dari kami,
fasilitator kelompok ditugaskan untuk mengajak peserta mendiskusikan atau
bahkan mengajak berolahraga tapi idenya harus berasal dari peserta.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
87
Materi Pokok 2. Membangun Keberanian Berpendapat
PANDUAN PENUGASAN
CURAH PENDAPAT
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
88
Materi Pokok 3. Berbicara yang Membangun Imajinasi
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK BICARA DESKRIPTIF
DIALOG #1
“Ibu bapak sekalian. Terima kasih telah menghadiri pertemuan ini. Tujuan dari
pertemuan ini adalah untuk mendiskusikan program akselerasi pengentasan
kemiskinan yang menyasar rumah tangga miskin yaitu rumah tangga yang
berpenghasilan kurang dari 300 ribu rupiah per kapita. Komponen utama program
adalah peningkatan kapasitas kewirausahaan yang diharapkan dapat meningkatkan
pendapat anggota keluarga. Program ini telah diuji coba di sejumlah RT dan berhasil
mencapai target. RT kita dipilih sebagai lokasi replikasi. Kami berharap Ibu Bapak
tertarik mengikuti program potensial ini.”
DIALOG #2
“Ibu bapak, ini ada program pemerintah bernama akselerasi atau semacam
percepatan. Percepatan pengentasan kemiskinan. Kalau bergabung dalam program
ini, nanti Ibu Bapak akan banyak ikut pelatihan Pelatihan cara buat usaha, semacam
berbisnis begitu. Sepengamatan saya, hasilnya lumayan. Saya pernah datang ke
desa tetangga yang ikut program ini. Sore-sore jalan ke sana, saya lihat ibu-ibu pada
jahit baju. Lalu saya ngobrol.”
“Ibu-ibu sibuk jahit baju nih. Untuk apa jahit baju-baju itu?”
“Sudah berlangsung 6 bulan ini, Pak. Dulu kami diajarin jahit. Terus latihan.
Akhirnya jadi pintar menjahit. Lalu kemudian, kami dapat orderan jahit.
“Jadi lumayan hasilnya, Bapak Ibu. Yang jelas untuk kita, program ini masuk
ke RT kita, setelah berhasil di tempat-tempat lain. Kira-kira bagaiamana, Ibu
Bapak?”
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
89
3. Minta mereka merancang pembicaraan selama 2-4 menit yang mengombinasikan
bahasa birokratis/ kelembagaan dan deskriptif. Minta buatkan catatan tentang: 1) Tema
pembicaraan (bebas), 2) konsep dan definisi (apa yang dimaksud dengan X?), 3) aspek
yang ingin di-theatre of mind-kan (ceritanya, alur, panggung, aktor, pembicaraan dll).
Berikan waktu sekitar 5 menit untuk merancang.
4. Buat kelompok berisi 5-6 orang, berikan masing-masing orang waktu sekitar 2-4 menit
untuk berceramah sesuai rancangan yang telah dibuatnya. Saat salah satu orang
berceramah, minta yang lainnya mendengarkan. Boleh sambil memejamkan mata.
5. Setelah selesai satu orang, tanyakan, apakah ada film yang muncul di kepala kita? Minta
acungkan tangan bagi yang muncul film di kepalanya. Setelah itu, lanjutkan dengan
orang berikutnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
90
Materi Pokok 4. Umpan Balik yang Menyemangati
PANDUAN PENUGASAN
PRAKTIK MEMBERI UMPAN BALIK
1. Berikan setiap orang kertas A4 dan pulpen. Minta peserta menulis nama dan menempel
kertas A4 di punggung masing-masing dengan menggunakan lakban kertas.
2. Minta mereka mengumpulkan dan juga menuliskan feedback di punggung rekan-
rekannya. Temanya adalah: masukan agar kawan kita menjadi komunikator yang lebih
handal. Berikan waktu 4-5 menit.
3. Setelah selesai, sebelum mencopot dan membaca, minta mereka mengucapkan
terimakasih pada rekan-rekannya.
4. Ajak 1-2 peserta untuk menyampaikan feedback yang diterima.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
91
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
92
MATA PELATIHAN INTI 4
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP), selain keterampilan berkomunikasi,
peserta latih juga harus menguasai dan mampu menentukan metode yang dan media
yang tepat untuk digunakan sebagai alat bantu komunikasi. KAP yang tepat sangat
diperlukan dalam keberhasilan penyampaian informasi kesehatan kepada masyarakat
agar berperilaku sesuai yang diharapkan. Alat bantu komunikasi diperlukan untuk
menjelaskan konsep kesehatan kepada masyarakat sehingga mudah diterima dan
mudah dimengerti.
Diharapkan setelah mengikuti materi ini, petugas kesehatan dapat melaksanakan KAP
dengan baik sehingga dapat membantu sasaran dalam melakukan perubahan perilaku
melalui penentuan metode dan media yang tepat. Pada praktiknya, alat bantu
komunikasi dapat dimodifikasi atau dibuat ulang sesuai dengan kebutuhan dan budaya
lokal.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
93
IV. METODE
Metode yang digunakan antara lain ceramah dan tanya jawab, curah pendapat, diskusi
kelompok, praktik penggunaan media.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
94
Langkah 4. Penutup (10 menit)
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator meminta peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas,
memberikan jawaban atas pertanyaan peserta.
2. Fasilitator merangkum dan menyimpulkan seluruh materi yang sudah
disampaikan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memberikan apresiasi pada
peserta.
Terdapat beberapa metode KIE yang dapat dipakai oleh tenaga kesehatan dalam
melakukan pertemuan dengan sasaran. Pemilihan metode disesuaikan dengan kondisi
sasaran serta tempat terjadinya pertemuan. Pemilihan metode yang tepat akan
membuat sasaran merasa nyaman dan tidak cepat merasa bosan/jenuh ketika
mengikuti pertemuan. Dengan demikian, diharapkan tujuan pertemuan dapat tercapai.
Metode yang dipilih bisa saja digabungkan dengan metode lainnya sehingga dalam
pertemuan dengan sasaran tidak hanya menggunakan satu metode saja.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
95
- Memancing agar banyak peserta latih untuk bertanya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
96
5. Dapat merangsang peserta latih untuk melakukan penelusuran lebih lanjut
dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, kamus, media online, dll.
4. Pertanyaan analisis
Bentuk ini untuk mengetahui kemampuan peserta latih untuk berpikir secara
kritis dan mendalam. Kata-kata yang dapat digunakan misalnya: identifikasi,
apa motif, buat kesimpulan, dukungan, tentukan kejadian, dll.
Contoh:
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
97
- Identifikasi penyebab banyaknya anggota keluarga terkena diare di
dusun tersebut
- Apa motif seorang ibu tidak mau balitanya diberi imunisasi?
5. Pertanyaan sintesis
Bentuk pertanyaan ini untuk mengetahui kemampuan berpikir lebih tinggi
dalam bentuk orisinal (murni) dan kreatif. Dalam pertanyaan ini, peserta latih
dituntut untuk:
a. Menghasilkan komunikasi-komunikasi atau ide-idenya sendiri
b. Membuat ramalan
c. Memecahkan masalah secara kreatif dan bervariasi
Kata-kata yang digunakan seperti: pikirkan, hasilkan, tuliskan, rencanakan,
kembangkan, bagaimana kita bisa, apa yang terjadi jika, dll.
Contoh:
- Buatkan perencanaan kegiatan survey mawas diri (SMD) di Desa
Dukuh Pejambon
- Apa yang anda lakukan jika suatu saat mengetahui tetangga anda
memiliki balita yang kekurangan gizi?
6. Pertanyaan evaluasi
Bentuk pertanyaan ini termasuk pertanyaan tingkat tinggi selain pertanyaan
sintesis. Peserta latih dikembangkan kemampuan berpikirnya melalui
penggunaan proses-proses mental yang tinggi. Peserta latih dituntut untuk
membuat keputusan tentang baik-tidaknya suatu ide, pemecahan masalah,
atau pendapatnya tentang isu yang sedang berkembang. Kata-kata yang
dapat digunakan seperti: apa argumentasinya, putuskan, evaluasi, berikan
pendapat anda, dll.
Contoh:
- Jenis media apa yang paling cocok untuk ibu hamil? Mengapa?
- Pendekatan mana yang paling baik dalam mengatasi masalah ini?
B. Ceramah
Metode yang dimaksud di sini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang
bervariasi. Ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya
kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, pleno, penugasan, studi
kasus, dll). Selain itu, ceramah yang cenderung bersifat interaktif, yaitu
melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan
pendapat dan pengalaman peserta.
Kelebihan:
● Mencakup banyak pendengar.
● Mendorong diskusi dalam kelompok
● Memerlukan sedikit peralatan
● Penyaji bisa tepat waktu
Kekurangan:
● Tidak mendorong peserta mengingat materi
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
98
● Penilaian terbatas pada kemampuan audiens
● Partisipasi pendengar terbatas
● Tidak ada keseimbangan berpikir antar pembicara
C. Diskusi Kelas
Metode ini bertujuan untuk tukar-menukar gagasan, pemikiran,
informasi/pengalaman di antara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-
pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan, para peserta
dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.
Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi.
Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan
berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi
kelompok, permainan dan lain-lain.
Kelebihan:
● Anggota kelompok berpartisipasi aktif
● Mengembangkan tanggung jawab peserta
● Mengukur konsep dan ide dari peserta
● Mengembangkan percaya diri
● Mendorong cara berpikir yang terbuka
● Memperoleh banyak informasi
Kekurangan:
● Memerlukan waktu yang relatif lama
● Keterealisasian kurang (lebih banyak bertukar pendapat)
● Memerlukan persiapan matang (bahan)
● Tidak cocok jika ada yang terlalu dominan dan ada yang terlalu minor
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
99
2. Pencarian fakta (Fact-finding)
Dimulai dengan pendefinisian masalah, pertanyaan, atau isu yang akan
dipecahkan. Pertanyaan sebaiknya tidak terlalu meluas dan bermakna
ambigu. Pertanyaan yang dikemukakan dituliskan di papan tulis. Diskusikan
informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, yang dapat membantu
peserta untuk berpikir.
3. Pemanasan (Warm-up)
Pemanasan dilakukan secara sederhana, mungkin dapat dengan cara
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang singkat dan menggelikan
untuk mempraktikkan curah pendapat. Pertanyaan dapat berupa apa saja
yang bisa dipertanyakan dan tidak harus berhubungan dengan pertanyaan
utama yang diajukan.
6. Pelaksanaan (Implementation)
Tahap ini dilakukan jika kegiatan brainstorming ditujukan untuk
menghasilkan ide yang dapat direalisasikan dalam bentuk tindakan, maka
hasil penemuan solusi atau ide diujicobakan dan diamati apakah dapat
mengatasi permasalahan tersebut.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
100
● Upaya yang diperluas menghasilkan gagasan-gagasan menuju
penambahan jumlah gagasan dan proporsi gagasan-gagasan yang baik
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
101
- Membangkitkan gairah dan semangat optimis dalam diri peserta serta
menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
- Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat
memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan
penghayatan peserta sendiri
F. Simulasi
Simulasi adalah bentuk metode pembelajaran yang sifatnya untuk
mengembangkan ketrampilan peserta latih. Metode ini memindahkan suatu
situasi yang nyata ke dalam kegiatan pembelajaran karena adanya kendala untuk
melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya. Alat peraga yang
digunakan dalam metode ini adalah alat peraga tiruan yang dibuat semirip
mungkin dengan aslinya.
Simulasi digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan mental/fisik/teknis peserta diklat. Metode ini memindahkan suatu
situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan
untuk melakukan praktik di dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum
melakukan praktik penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan
simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang
dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan
yang sebenarnya (replikasi kenyataan). Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan
fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan
tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya
berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam
keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb). Dalam contoh
yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi dalam
simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan
suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
102
b. Memilih bentuk simulasi
c. Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat
d. Mencoba peralatan yang akan dipakai
e. Harus diperhitungkan waktu yang cukup dalam menerapkan metode
ini
2. Tahap Pelaksanaan
a. Fasilitator menjelaskan langkah-langkah/prosedur keterampilan yang
diajarkan secara rinci
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
berdiskusi
c. Fasilitator melakukan simulasi keterampilan yang diajarkan sesuai
dengan langkah-langkah/prosedur yang sudah dijelaskan
d. Usahakan semua peserta dapat melihat jalannya simulasi
e. Seluruh peserta harus dapat mempraktekkan ketrampilan yang
diajarkan
f. Menyiapkan lembar kerja dan observasi, terutama jika simulasi akan
dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. Lembar kerja berisi
paduan rinci bagi tiap kelompok dalam melaksanakan simulasi,
sedangkan lembar kerja berisi aspek-aspek yang akan diamati selama
simulasi berlangsung. Lembar observasi dapat digunakan oleh
fasilitator/peserta yang ditunjuk sebagai pengamat
3. Tahap Review/Balikan/Tinjauan
a. Setelah simulasi selesai, perlu diadakan review umum yang dipandu
oleh fasilitator. Review dapat dimulai dengan meminta peserta
menyatakan kesannya tentang penguasaan yang baru saja dilatihkan,
kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dapat dimulai dengan
laporan para pengamat
b. Pada akhir diskusi, fasilitator memberikan balikan dan tindak lanjut
sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
103
G. Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran dimana fasilitator
menunjukkan/memperlihatkan suatu proses. Metode ini menekankan pada
penjelasan dan hasil kerja hasil yang ditunjukkan oleh fasilitator sebagai contoh
konkrit sehingga ketrampilan motorik dapat dikuasai oleh peserta. Alat yang
peraga yang digunakan adalah asli atau sesuai dengan peralatan yang digunakan
dalam ketrampilan yang dipelajari.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Fasilitator menjelaskan langkah-langkah/prosedur ketrampilan yang
diajarkan secara rinci
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
berdiskusi
c. Fasilitator melakukan demonstrasi ketrampilan yang diajarkan sesuai
dengan Langkah-langkah/prosedur yang sudah dijelaskan
d. Usahakan semua peserta dapat melihat jalannya demonstrasi
e. Seluruh peserta harus dapat mempraktekkan ketrampilan yang
diajarkan
f. Menyiapkan lembar kerja dan observasi, terutama jika demonstrasi
akan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. Lembar kerja berisi
paduan rinci bagi tiap kelompok dalam melaksanakan demonstrasi,
sedangkan lembar kerja berisi aspek-aspek yang akan diamati selama
simulasi berlangsung. Lembar observasi dapat digunakan oleh
fasilitator/peserta yang ditunjuk sebagai pengamat
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
104
3. Tahap Review/Balikan/Tinjauan
a. Setelah demonstrasi selesai, perlu diadakan review umum yang
dipandu oleh fasilitator. Review dapat dimulai dengan meminta
peserta menyatakan kesannya tentang penguasaan yang baru saja
dilatihkan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dapat dimulai
dengan laporan para pengamat
b. Pada akhir diskusi, fasilitator memberikan balikan dan lindak lanjut
sesuai dengan kesimpulan hasil demonstrasi
H. Studi Kasus
Metode pembelajaran studi kasus adalah suatu metode yang digunakan dalam
penyajian suatu materi pembelajaran dengan memanfaatkan kasus yang ditemui
sebagai bahan pembelajaran kemudian dibahas bersama-sama untuk
mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar. Metode ini memungkinkan peserta
untuk memecahkan dan mengambil keputusan terhadap kasus yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Fasilitator membagi kelompok dan menyajikan suatu problem (kasus yang
spesifik), biasanya secara tertulis. Adapun kriteria penilaian studi kasus
yang baik sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Studi kasus harus realistis, tidak hipotetik (angan-angan)
b. Hendaknya menggambarkan konflik
c. Kepribadian orang yang terlibat dalam studi kasus hendaknya
dideskripsikan dengan jelas
d. Data dan fakta yang diberikan tidak perlu terlalu rinci
e. Pertanyaan yang diajukan hendaknya yang baik dan relevan
f. Penulisan, analisis, dan pemecahan kasus, hendaknya didasarkan
pada suatu teori, konsep atau prinsip yang jelas dan terbentuk
g. Nama-nama orang yang terlibat disamarkan dan dirahasiakan
2. Pemilihan kasus
Dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan dan bukan
secara acak. Kasus dapat dipilih oleh fasilitator dengan menjadikan objek
orang, lingkungan, program, proses, dan masyarakat atau unit sosial.
Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga
dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
105
3. Pengumpulan data
Terdapat beberapa Teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih
dipakai dalam studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis
dokumentasi. Peserta dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan
masalah dan lingkungan, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda
secara serentak.
4. Analisis data
Setelah data terkumpul peserta dapat mengagregasi, mengorganisasi, dan
mengklasifikasi data menjadi untui-unit yang dapat dikelola. Agregasi
merupakan prioses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum
guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara
kronologis, kategori atau dimasukkan ke dapal tipologi. Analisis data
dilakukan sejak peserta di lapangan, sewakti pengumpulan data dan setelah
semua data terkumpul atau setelah selesai di lapangan.
5. Perbaikan
Meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus
hendaknya dilakukan penyempurnaan atau penguatan (reinforcement) data
baru terhadap kategori yang telah ditemukan.
6. Penulisan laporan
Penulisan laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan
mendiskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami seluruh informasi penting.
Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus
kehidupan seseorang atau kelompok.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
106
I. Pemetaan Tubuh (Body mapping)
Pemetaan tubuh (Body mapping) adalah proses pembuatan peta tubuh dengan
menggunakan teknik menggambar, melukis, atau teknik berbasis seni lainnya
yang secara visual mewakili asupan kehidupan manusia, tubuh mereka dan dunia
atempat tinggal mereka. Pemetaan tubuh adalah cara untuk bercerita banyak
seperti totem yang mengandung simbol dan makna yang berbeda, namun
signifkansi yang hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan keseluruhan
cerita dan pengalaman cerita.
J. Metaplan
Metaplan adalah kegiatan diskusi untuk menggali ide atau pendapat peserta
tentang suatu masalah secara individu dan membangun komitmen pendapat atas
hasil individu sebagai keputusan kelompok secara bertahap. Teknik ini untuk
menentukan kebenaran masalah, menggali akar masalah atau mencari solusi
yang berdasarkan ide-ide dari peserta latih.
Tahapan metaplan:
1. Pengenalan masalah; fasilitator menentukan topik permasalahan yang akan
dicari jalan keluarnya
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
107
2. Menggali pendapat peserta; pendapat peserta secara bebas ditulis pada
kertas metaplan. Kemudian semua kertas metaplan ditempelkan di papan
tulis/whiteboard
3. Pengelompokkan pendapat; tahapan ini, ide-ide mulai diproses. Kartu
disusun berdasarkan pengelompokkan. Diskusikan setiap jawaban untuk
membangun komitmen peserta. Apabila terdapat satu jawaban yang
berbeda atau berlawanan, kembalikan jawabannya kepada peserta, apakah
jawaban tersebut termasuk salah satu kategori atau masuk kategori baru
atau dibuang dari jawaban
4. Mengatur alur pikir dalam tahapan metaplan; diskusikan setiap langkah
untuk membangun komitmen antar peserta
K. Permainan
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan
(icebreaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah
“pemecah es”. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi
kebekuan pikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan (fun) serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab),
dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan aga tujuan belajar
dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun
membahas hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya permainan digunakan
sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong
atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ”aksi”
atau kejadian Suasana Saat Permainan yang dialami sendiri oleh peserta,
kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam
(prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi
adalah ranah sikap-nilai. Untuk tenaga kesehatan minimal menguasai 20
permainan sedangkan kader menguasai minimal 15 permainan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
108
Kelebihan dari permainan:
- Cocok digunakan untuk mencairkan suasana ataupun mengembalikan
semangat belajar peserta latih
- Menarik dalam penyajiannya
- Mendorong keterlibatan yang mendalam
- Membangkitkan pengertian, prasangka, dan persepsi
- Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki
L. Sandiwara
Metode sandiwara seperti memindahkan “sepenggal cerita‟ yang menyerupai
kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode
ini ditujukan untuk mengembang kan diskusi dan analisis peristiwa (kasus).
Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan
pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian
masalah. Dengan begitu, ranah penyadaran dan peningkatan kemampuan
analisis dikombinasikan secara seimbang. Metode sandiwara ditujukan untuk
metode di tatanan yang besar, cukup waktu dan situasi kondisi yang mendukung.
Kelebihan:
- Lebih mengena pada sasaran
- Dapat dikemas dengan menarik sehingga peserta tidak bosan
- Menimbulkan pengertian, prasangka, persepsi, dan imajinasi yang lengkap
Kekurangan:
- Butuh waktu persiapan yang panjang
- Memerlukan biaya yang relatif besar
- Sulit menemukan ide cerita yang cocok dengan materi yang akan disampaikan
- Peserta kurang aktif karena sudah disetting dari awal
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
109
secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan. Storytelling sebagai
seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita yang dipertunjukkan
atau dipimpin oleh satu orang di hadapan banyak orang secara langsung, di mana
cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan dengan gambar, foto,
ataupun media lainnya. Metode storytelling atau bercerita merupakan metode
yang tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut karena dalam cerita terdapat
nilainilai yang dapat dikembangkan.
Media yang lain yang bisa digunakan adalah gambar. Gambar dapat memperjelas
cerita dan membuat pendengar akan terbawa kepada gambar yang ditunjukkan.
Selanjutnya, bercerita dengan menggunakan benda berharga juga dapat
menguatkan bukti tentang pengalaman atau peristiwa yang menyenangkan
ataupun menyedihkan. Sebuah benda yang dirasa berharga, tentunya memiliki
sebuah cerita di dalamnya, sebuah alasan mengapa benda tersebut bisa menjadi
benda berharga bagi pemiliknya. Banyak media yang bisa digunakan untuk
menunjang seseorang dalam bercerita, khusunya dalam hal bercerita peristiwa
menyenangkan
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
110
Kelebihan dari metode pembelajaran storytelling ini adalah:
- Pembelajaran terpusat pada siswa (student centered).
- Membantu mengembangkan imajinasi dan kreatifitas
- Melatih daya tangkap, daya pikir dan konsentrasi
- Meningkatkan minat baca anak
- Mengembangkan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik
N. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan dari petugas konseling
(konselor) kepada individu (klien), melalui pertemuan tatap muka dengan
menyampaikan informasi yang tidak memihak serta memberikan dukungan
emosi, agar klien mampu mengenali keadaan dirinya dan masalah yang
dihadapinya sehingga dapat membuat keputusan yang tepat dan mantap bagi
dirinya sendiri dengan kesadarannya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun.
Menurut American School Concelor Association (ASCA), Konseling adalah
hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, dimana konselor
mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien
mengatasi masalah-masalahnya. Sedangkan menurut Abimanyu dan Manrihu
(1996), konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara dan teknik-teknik perubahan perilaku lainya oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu atau individu-individu yang sedang mengalami masalah
(disebut konseli) yang bermuara kepada teratasinya masalah yang dihadapi oleh
konseli.
Yang perlu diingat, hanya tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan
sebagai konselor yang dapat menggunakan metode ini.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
111
Langkah-langkah konseling:
1. Persiapan
Dalam tahap ini, konselor melakukan assessment, yang diperlukan dalam
penentuan tehnik konseling yang akan digunakan, serta menetapkan tujuan
yang akan dicapai.
2. Pelaksanaan konseling
Konselor dan kliennya menentukan strategi belajar yang terbaik untuk
membantu klien perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan klien
mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang
dialami klien. Dalam implimentasi teknik konselor membandingkan
perubahan tingkah laku antara baseline data dengan intervensi.
3. Evaluasi dan Pengakhiran
Evaluasi konseling merupakan proses yang berkesinambungan. Perilaku
klien digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan
efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
Dalam hal ini konselor dan klien mengevaluasi implementasi teknik yang
telah dilakukan serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai
tingkah laku yang diharapkan menetap, untuk mengakhiri sesi konseling
(pengakhiran).
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
112
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik yang dianggap paling tepat
dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para fasilitator selama
melakukan kegiatan
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh fasilitator dalam
melakukan evaluasi kegiatan yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat
penyempurnaan secara keseluruhan
1. Lembar Balik
Lembar balik adalah beberapa lembar informasi yang lebar dijilid menjadi satu,
untuk kemudian menjadi satu alat peraga untuk menjelaskan suatu issu, biasanya
setiap penjelasan dilengkapi dengan gambar-gambar. Ukuran lembar balik
bervariasi, kebanyakan di sekitar 30 x 42 cm, jika tertutup dengan jumlah variasi
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
113
halaman yang dapat dibalik dengan cepat. Gambar dan penjelasan dibuat dengan
jelas, singkat, informatif. Setiap lembar memiliki ilustrasi spesifik yang mungkin
saja tidak ada teks tambahan.
2. Brosur
Brosur adalah lembar informasi yang lebih detail dengan jumlah halaman yang
lebih banyak dan mudah dieksplorasi. Brosur dapat dibagikan pada acara-acara
dimana target sasaran banyak berkumpul seperti di posyandu atau pada pameran
kesehatan.
Cara menggunakan leaflet dan brosur:
a. Arahkan leaflet/brosur ke arah ibu/pengasuh/kelompok
b. Arahkan ke gambar agar yang mendengar fokus melihat kepada gambar.
c. Jelaskan gambar dengan teks yang tersedia (penjelasan gambar -jika ada).
Jika teks penjelasan gambar tidak ada, disarankan agar kader dapat
menuliskan terlebih dahulu penjelasannya sehingga dapat dilihat sesekali
apabila lupa. Penjelasan gambar disampaikan dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami.
d. Perhatikan reaksi pendengar; jika terlihat bingung, arahkan mereka untuk
bertanya.
e. Berikan brosur atau leaflet kepada ibu/pengasuh/kelompok.
3. Booklet
Booklet adalah buku kecil yang terdiri dari beberapa halaman namun tidak setebal
sebuah buku, Ukuran booklet bervariasi kebanyakan sekitar 15 x 21 cm, 12 x 18
cm dengan jumlah halaman 32, 36, 42 agar ringan mudah dibawa-bawa atau
dikantongi. Fungsi boolet sebagai media publikasi yang dapat menampung cukup
banyak informasi karena memiliki halaman yang dapat disesuaikan. Biasanya
menjadi buku pintar/pedoman kader.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
114
mereka tentang informasi kesehatan yang akan disampaikan dan menjawab
pertanyaan yang diajukan.
b. Arahkan ke gambar, bukan ke teks: Ini akan membantu
ibu/pengasuh/kelompok untuk mengingat apa yang diwakili oleh gambar.
c. Amati reaksi ibu/pengasuh/kelompok: Jika mereka terlihat bingung, dorong
mereka untuk mengajukan pertanyaan atau berbicara tentang masalah apa
pun. Diskusi membantu membangun hubungan yang baik dan membangun
kepercayaan.
Berikan booklet kepada sasaran. Sarankan agar ia membagikannya juga kepada
orang lain
4. Benda Asli
Benda asli yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam KAP adalah Lunch
box isi piringku, tablet tambah darah 1 strip.
Cara penggunaannya:
Pada saat melakukan pertemuan dengan sasaran:
a. Lakukan bina suasana
b. Benda asli dapat ditunjukkan pada awal penyuluhan ataupun pada akhir
pertemuan. Komunikator/penyuluh dapat menentukannya dengan
mempertimbangkan kondisi di lapangan.
c. Jika benda asli tersebut ditunjukkan pada awal pertemuan, penyuluh dapat
menjelaskan secara rinci dari benda asli tersebut.
d. Jika benda asli tersebut ditunjukkan pada akhir pertemuan, berarti benda
asli tersebut dijadikan sebagai penguat pesan
e. Amati respon peserta
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
115
Metode yang dipakai dalam penyuluhan dalam mendapatkan perilaku ini adalah
story telling digabungan dengan tanya jawab. Untuk kegiatan ini media yang
digunakan dapat berupa gambar berbagai profesi atau foto orang terkenal.
2. Ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan.
Metode yang dipkai agar ibu hamil rajin mengikuti kelas ibu hamil adalah dengan
menggabungkan metode tanya jawab dan brainstorming. Media yang dipilih dapat
berupa lunch box isi piringku, gambar mobil atau gambar apapun yang dapat
menggambarkan komponen karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
3. Ibu melakukan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) secara tepat;
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD); memberi ASI Eksklusif pada bayi 0 – 6
bulan, serta memberi makanaan pendamping ASI dan makanan lokal, sambil
terus memberi ASI hingga anak berusia 2 tahun.
Untuk mencapai perilaku ini, tentunya pemilihan metode dan media hrus
disesuaikan dengan tujuan dan sasaran komunikasi.
a. IMD: Pemberian informasi biasanya dilakukan saat ibu masih hamil atau di
kelas ibu hamil dan sesaat setelah melahirkan. Metode yang digunakan
sesaat setelah melahirkn adalah ceramah singkat
b. ASI Eksklusif: Pemberian informasi dapat dilakukan kepada ibu yang baru
melahirkan sebelum meninggalkan fasilitas kesehatan dan saat ibu
mengunjungi posyandu atau faskes untuk penimbangan. Metode ceramah
disertai tanya jawab dapat dipakai untuk kegiatan ini dan booklet/poster
tentang pentingnya ASI eksklusif dapat membantu sasaran melakukan
perilaku ini.
c. MPASI: Pemberian informasi dilakukan saat ibu mengunjungi posyandu
atau faskes. Metode demonstrasi pembuatan makanan MPASI lebih cocok
dengan menunjukkan benda asli (makanan asli) sebagai alat bantu.
4. Ibu membawa balita secara rutin ke Posyandu sebulan sekali untuk pemeriksaan
tumbuh kembang.
Untuk perilkau ini dapat dilakukan melalui tanya jawab, ceramah dengan
menggunakan booklet/flyer tentang pentingnya memantau tumbuh kembang
anak.
5. Ibu, anak, dan seluruh keluarga cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air
mengalir di waktu-waktu penting.
Pemberian informasi terkait perilaku ini dapat dilakukan melalui bernyanyi, atau
story telling (bercerita).
Alat bantu komunikasi yang disiapkan dalam komunikasi antar pribadi percepatan
pencegahan stunting terdiri dari 6 perilaku prioritas dapat dilakukan dalam sesi:
1. KAP dari satu orang ke satu orang
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
116
2. KAP dari satu orang ke kelompok/banyak orang
3. KAP dari kelompok ke kelompok
Adapun alat bantu lebih rinci dapat melihat buku kumpulan alat bantu KAP percepatan
pencegahan stunting yang terpisah dari modul ini. Namun, pelatih dan peserta dalam
praktik KAP di lapangan dapat juga mengembangkan alat bantu sendiri.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
117
LAMPIRAN MPI 4:
METODE DAN MEDIA KIE DALAM KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
PANDUAN DISKUSI
Penentuan Metode KAP
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
118
Materi Pokok 2: Media KIE dalam KAP
PANDUAN DISKUSI
Penentuan Media KIE sebagai alat bantu KAP
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
119
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
TTD IBU HAMIL (MIMPI)
A. Pengantar
Hampir separuh populasi ibu hamil di Indonesia kurang darah atau anemia. Ibu hamil
yang kurang darah beresiko melahirkan anak prematur, berat badan lahir rendah,
keguguran bahkan anemia disebut salah satu faktor tidak langsung dari kematian ibu
saat persalinan.
Apakah kurang darah itu jumlah atau volume darah yang kurang?
Bukan volume darah yang kurang tapi jumlah sel darah merah yang kurang. Sel darah
merah mengandung Hemoglobin (Hb) yang bertugas menangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh tubuh. Hemogoblin dibentuk oleh zat besi. Jadi, bila zat besi kurang, kurang
pula Hemoglobin dalam darah.
Ibu hamil dikatakan mengalami anemia bila Hb lebih rendah dari batas normal. Batas
yag normal berubah seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Silahkan tanyakan
ibu bidan atau dokter untuk batas-batasnya.
Ibu hamil yang kurang ditandai dengan 5L yaitu lesu, letih, lemah, lelah dan lalai.
Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh sejumlah faktor, tiga diantaranya adalah sbb.
1. Kurang akan makanan kaya kaya zat besi seperti daging,hati, telur, sayuran hijau
dan lain-lain
2. Kebutuhan zat besi meningkat kehamilan
3. Penyakit seperti kecacingan dan malaria
Jadi salah satu kuncinya adalah zat besi. Agar tidak anemia, ibu hamil harus
mengonsumsi makanan kaya zat besi. Sumbernya bisa dari pangan hewani atau nabati
(tumbuhan).
Contoh: pangan hewani yang kaya zat besi adalah dagi sapi, ungags, ikan, hati, telur
dan susu. Kelebihan pangan hewani adalah zat besinya mudah diserap tubuh (tingkat
penyerapan 20%-30%). Hanya saja harganya lebih mahal.
Contoh: sumber nabati adalah kacang-kacangan, serealia, sayuran hijau, buah dan
gandum. Harganya lebih murah tapi zat besi yang dapat diserap tubuh lebih sedikit
(tingkat penyerapan 1-10%). Oleh karena itu, agak sulit mengandalkan nabati sebagai
sumber zat besi.
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil dianjurkan minum satu Tablet Tambah
Darah (TTD) setiap hari sepanjang kehamilan.
Ibu hamil mendapatkan TTD secara gratis di sarana kesehatan (Puskesmas) atau
Posyandu. Namun, hanya sedikit ibu hamil yang mau meminumnya. Hanya 18% saja
yang meminum sesuai anjuran, yaitu minimal 90 tablet. Kebanyakan minum sekali atau
beberapa kali lalu berhent. Alasannya, TTD membuat perut mual dan pusing-pusing.
Untuk mengatasinya, disarankan minum TTD saat perut terisi (tidak kosong) dan cukup
minum air putih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
120
TTD juga jangan diminum bersamaan dengan minuman yang menghambat penyerapan
zat besi, yaitu susu, teh dan kopi. Namun, minumlah Bersama zat yang membantu
penyerapannya yaitu buah yang mengandung banyak vitamin C (jeruk, papaya, mangga
dan lainnya). Hal ini juga berlaku sewaktu kita mengonsumsi makanan yang kaya zat
besi (daging, telur, ikan, dll).
B. Tujuan
Agar ibu hamil memandang penting dan mau meminum TTD
C. Jumlah peserta
1 – 15 orang
D. Target peserta
Ibu hamil/suami
F. Waktu
10-15 menit
G. Langkah
1. Perkenalan (fasilitator dan ibu hamil) fasilitator menyebut nama seorang bu hamil
berkali-kali
2. Sampaikan tujuan yaitu mengajak ibu-ibu untuk belajar tentang perilaku sehat.
3. Lakukan bina suasana dengan permainan atau lagu sederhana.
4. Tanyakan makanan kesukaan ibu-ibu ? dengarkan secara aktif
5. Tanyakan, apa mimpi ibu pada anak yang dikandungnya saat ini? berharap jadi
apa anaknya nanti ? dengarkan secara aktif. Gali tujuan atau yang ingin dipetik
dari harapan itu (tekanan tujuan pribadi/keluarga, maupun masyarakat). Apabila
mendapat jawaban normatif (berguna bagi masyarakat, tergantung anak dll), gali
atau dengarkan secara aktif.
6. Tunjukkan gambar-gambar, bila tersedia, cocokan dengan mimpi yang
disampaikan.
7. Gunakan bahasa theatre of mind. Contoh:
Tentara: Bangga kan anaknya jadi tentara. Saat anak pulang ke rumah lebaran
atau hari besar, pakai seragam lengkap, gagah, orang-orang di kampung
membicarakan, eh itu anaknya bu/ pak SEBUT NAMA-NAMA PESERTA UNTUK
RELEVANSI? Wah, gagah benar. Banggakah ibu/ bapak? Mau anaknya begitu?
Anak-anak di kampung jadi terinspirasi. Oh, aku juga bisa jadi tentara kaya
anaknya bu/ pak SEBUT NAMA-NAMA PESERTA UNTUK RELEVANSI. Mereka
jadi semangat belajar, makannya juga yang bergizi, sering olah raga agar seperti
anaknya SEBUT NAMA-NAMA PESERTA UNTUK RELEVANSI? Wah, jadi
inspirasi warga kampung? Mau anaknya begitu?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
121
8. Provokasi dengan mempertanyakan dan contoh kebalikan. Contoh:
Bu/Pak SEBUT NAMA serius anaknya mau SEBUT CITA-CITA? atau omong
doang? Tidak peduli anaknya kelak mau jadi apa? Preman kek, penganggur kek?
Bagaimana
9. Tanyakan, apa yang bisa ibu perbuat saat ini agar anaknya kelak menjadi seperti
yang diimpikan? Dengarkan. Gali. Biasanya, salah satu jawabannya adalah
makanan.
Cita-cita
1. Pertanyaan utama: Bu/Pak, kalau boleh tahu, apa sih mimpi atau harapan pada
anak ibu/bapak nanti kalau sudah besar? Harapannya, anak nanti kalau besar
jadi apa? Bila mendapat jawaban normatif (berguna bagi masyarakat, tergantung
anak dll), gali atau dengarkan secara aktif.
2. Buat kelompok berisi 4-6 orang dengan permainan jongkok-berdiri senang.
Bagikan masing-masing kelompok 1 set gambar cita-cita. Sampaikan: silahkan
dilihat-lihat, apa ada yang mirip dengan harapan atau cita-cita kita? Silahkan
didiskusikan nanti kita bahas bersama.
3. Pilih jubir kelompok dengan demokrasi telunjuk. Ajak jubir bercerita.
4. Kuatkan harapan dengan membahas per cita-cita. Gali atau ulas manfaat pribadi
dan manfaat sosial dan sedikit provokasi.
a. Gunakan bahasa theatre of mind.
Contoh:
Tentara : Bangga kan anaknya jadi tentara. Saat anak pulang ke rumah
lebaran atau hari besar, pakai seragam lengkap, gagah, orang-orang di
kampung membicarakan, eh itu anaknya bu/ pak SEBUT NAMA-NAMA
PESERTA UNTUK RELEVANSI? Wah, gagah benar. Banggakah ibu/
bapak? Mau anaknya begitu?
Anak-anak di kampung jadi terinspirasi. Oh, aku juga bisa jadi tentara kaya
anaknya bu/ pak SEBUT NAMA-NAMA PESERTA UNTUK RELEVANSI.
Mereka jadi semangat belajar, makannya juga yang bergizi, sering olah
raga agar seperti anaknya SEBUT NAMA-NAMA PESERTA UNTUK
RELEVANSI? Wah, jadi inspirasi warga kampung? Mau anaknya begitu?
5. Sampaikan pertanyaan tur besar: kalau memang serius anaknya mau jadi
SEBUT CITA-CITA DAN NAMA-NAMA, pertanyaannya supaya anak ibu/ bapak
bisa jadi seperti yang ibu/ bapak impikan, apa yang mesti diperhatikan?
Rangkum.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
122
6. Sampaikan tur mini pada makan. Apa yang sebaiknya dimakan anak? Untuk apa
anak makan itu? Umumnya menyebut nasi, sejumlah lauk pauk, sayur dan buah
tapi tidak mengetahui secara mendalam mengapa harus memakan itu (jawaban
yang umum: supaya sehat, kenyang dan lainnya).
Kaitkan dengan cita-cita. Tadi ibu/ bapak SEBUT NAMA-NAMA ingin anaknya
jadi SEBUT CITA-CITA. Itu serius? Apa bisa terwujud kalau anaknya sakit-
sakitan? Jadi apa yang harus dimakan anak?
7. Provokasi. Kalau anak-anak menolak, bagaimana? Apa yang kita lakukan?
BAHAS TENTANG ACTIVE FEEDING.
8. Kalau ibu/ bapak SEBUT NAMA-NAMA serius ingin anaknya jadi SEBUT CITA-
CITA dan sudah tahu kalau harus dikasih makanan sumber tenaga,
contohnya..? Sumber pengatur, contohnya..? Sumber pertumbuhan,
contohnya…? Kapan mulai anaknya dikasih makanan seperti itu secara
lengkap? Serius?
9. Tanyakan apakah ibu makan saat ini berpengaruh pada anak ? Jelaskan tentang
pertumbuhan otak yang berkembang maksimal dimulai sejak janinn sampai 2
tahun.
10. Gambar minum TTD, ini gambar apa ? apakah ibu memperoleh TTD? Apakah
ibu meminumnya?
11. Kembalikan ke gambar impian.sampaikan, betulkah ibu ingin anaknya nanti
seperti ini ? provokasi. Apakah serius? betulan atau hanya omong-omong saja?
Atau tidak peduli anaknya jadi apa nanti?
Karena ibu betul—betul ingin anaknya menjadi (tunjukkan gambar), maka ibu
harus minum TTD sesuai anjuran. Satu tablet setiap hari selama kehamilan.
Minum berapa bu? Selama …?
12. Tunjukan gambar. Nah, memang TTD itu buat mual, pusing mau muntah, pupup
jadi hitam. Tapi ibu mauu anaknya seperti ini (tunjukkan gambar) ? kalua mau,
harus diminum. Caranya supaya tidak mual begini. Tunjukkan gambar ( minum
sebelum tidur, minum air putih banyak dan besama buah-buahan). Jangan
minum dengan susu, teh atau kalk.
13. Jadi ibu mau minum TTD ? berapa tablet setiap hari ? kapan diminumnya?
jangan Bersama apa ? baiknya dengan apa ?
14. Tanyakan komitmen dari peserta: Jadi agar mimpi ibu terwujud, yaitu supaya jadi
(gambar), ibu mau minum … ?
15. Tutup dengan doa dan ucapan terimakasih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
123
Gambar Cita-cita:
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
124
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
125
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
126
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
127
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
128
Gambar TTD Ibu Hamil
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
129
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
130
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
MAKANAN BERGIZI SEIMBANG - MOBIL
A. Pengantar
Makanan bergizi seimbang diperlukan bagi anak untuk tumbuh sehat secara optimal.
Makanan gizi seimbang meliputi sumber tenaga (karbohidrat), misalnya: nasi, ubi,
singkong, sagu, kentang, roti, mie. Sumber makanan yang banyak mengandung zat
pengatur (vitamin, mineral dan serat) yaitu sayur mayu dan buah-buahan. Sedangkan
sumber makanan yang penting untuk pertumbuhan (protein) adalah lauk pauk. Lauk
pauk terdiri dari nabati dan hewati yang sama-sama penting. Setiap satu kali makan,
porsinya sebaiknya seperti yang ada isi piringku.
B. Tujuan
• Membangun pemahaman tentang pentingnya makan makanan yang beragam
• Mendorong perilaku makan makanan yang bergizi seimbang
C. Jumlah peserta
Kelompok (8 – 30 orang)
D. Target peserta
Ibu yang memiliki anak balita, Ibu hamil atau suami
E. Peralatan
Gambar cita-cita
Gambar mobil
Gambar isi piringku
F. Durasi
30 - 45 menit
G. Langkah
1. Perkenalkan tim dan ajak ibu-ibu memperkenalkan diri (Gunakan teknik kelompok.
Bila telah saling mengenal, fokus pada aspek kedekatan)
2. Sampaikan tujuan secara partisipatif: mengajak bersama-sama belajar tentang
perilaku yang sehat bagi anak dan keluarga
3. Lakukan satu permainan pembuka (1+1, Marina Menari, pada hari minggu atau
lainnya)
4. Sampaikan pertanyaan check-in talk: bagaimana keadaan anak-anak/ kita saat
ini? Dengarkan aktif.
5. Ajak peserta belajar tentang makanan dengan menunjukkan gambar mobil.
• Saya punya gambar. Gambar apa ini? Baguskah? Mau punya seperti ini?
Amiin. Moga-moga nanti diberi mobil sama yang Maha Menentukan.
• Nah, ceritanya mobil ini baru keluar dari dealer. Masih kinclong. Diantar ke
rumah ibu/ bapak. Senang? Iya senang dong. Tapi, mobil ini ga punya
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
131
bensin. Bisa jalankah? Lalu apa gunanya? Pajangan? Lama-lama
bagaimana? Rusak?
• Nah, tubuh manusia juga butuh bensin? Anak-anak kita butuh bensin
sebagai sumber tenaga supaya bisa bergerak ke sana kemari. Apa
makanan yang jadi sumber tenaga? JAWABANNYA YANG UMUM ADALAH
NASI. TAMBAHKAN JENIS LAIN: UBI, SINGKONG, SAGU, KENTANG,
ROTI, MIE. TEKANKAN SEMUANYA SAMA-SAMA SUMBER TENAGA
ALIAS BENSIN.
• TUNJUKKAN GAMBAR. Nah, sekarang mobil bagus dan kinclong ini sudah
full bensinnya. Siap mengantar ibu bapak jalan-jalan. Ke pasar. Ke rumah
saudara. Yang punya anak, ke seolah dan lain-lain. Ibu bapak punya SIM?
Nah, kalau ga punya, harus punya supir dong. Nah, untungnya ada supir
ada buat ibu bapak, tapi supirnya mabok, teler. Mau? Mengapa? Takut apa?
• Ibu/Bapak, tubuh juga butuh supir supaya organ-organ tubuh kerja dengan
bener. Ga nabrak-nabrak. Arahnya pas. Iramanya pas. Kecepatannya pas.
Jantungnya kerja bener. Deg-degannya ga terlalu cepat, ga terlalu lambat.
Ginjalnya bener, otaknya kerja pas dan lainnya. Harus ada yang ngatur.
Seperti mobil, kalau ngaturnya ga bener atau supirnya ga bener kerjanya,
bisa bahaya. Kanker itu sel-selnya tumbuh ga keruan. Ke sana ke mari.
Jantung kecepatannya ga bener. Jadi banyak penyakit kalau ga tubuh ini
tidak ada sumber pengatur. Bisa kena kanker, jantung, diabetes, stroke,
gagal ginjal dan lainnya. Nah, apa sumber makanan yang banyak
mengandung zat pengatur alias supir? BIASANYA INI KURANG
DIKETAHUI. SAMPAIKAN: SAYUR MAYUR DAN BUAH-BUAHAN.
• Sekarang mobil sudah bagus, kinclong, bensin full dan supirnya pun jago.
Senang? Wah sudah deh, ibu bapak jalan-jalan melulu. Tapi tunggu dulu,
onderdil-nya ga pernah diganti-ganti. Rem ga pernah diganti? Filter juga.
Apa kira-kira akibatnya? Bahaya?
• Ibu/Bapak, seperti mobil, tubuh juga perlu pergantian sel yang rusak. Buat
anak selnya diganti dan juga ditumbuhkan agar anak tumbuh tinggi. Apa
sumber makanan yang penting untuk pertumbuhan? BAHAS LAUK PAUK.
BEDAKAN LAUK PAUK NABATI DAN HEWATI YANG SAMA-SAMA
PENTING.
• Pastikan pemahaman peserta
Jadi, seperti mobil, kita perlu bensin atau sumber tenaga, yaitu dengan
makan…?
Kita perlu supir yang lihai atau sumber pengatur, yaitu dengan makan…?
Kita perlu ganti onderdil atau buat anak tumbuh tinggi, sumber
pertumbuhan yaitu dengan makan..?
Tadi sumber apa saja yang diperlukan tubuh? HANYA BILA PERLU,
LONTARKAN KATA TIDAK LENGKAP Te…? Pe…? Per…?
6. Provokasi. Sekarang ibu/ bapak sudah tahu apa saja makanan yang harus
dimakan sehari-hari. Kalau ga mau makan sayur mayur, buah-buahan, apa
akibatnya? Mau ibu bapak mengalaminya? Mau SEBUT NAMA-NAMA? Kita
semua tidak mau kena sakit jantung, stroke, diabetes, ginjal.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
132
Sampaikan: anak juga harus dikasih makan yang mengandung sumber tenaga,
pengatur, pertumbuhan. Kalau tidak, ya itu tadi bahayanya. Mau anaknya lemes?
Mau anaknya nanti sakit jantung? Ginjal? Mau anaknya tidak tumbuh tinggi?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
133
Gambar mobil:
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
134
Gambar Isi Piringku:
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
135
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
TABLET TAMBAH DARAH REMAJA PUTRI - LOMBA MEMINDAHKAN SPIDOL
A. Pengantar
Tablet Tambah Darah (TTD) adalah suplemen makanan yang mengandung zat besi dan
folat. Zat besi adalah mineral yang banyak terkandung di dalam makanan secara alami,
atau ditambahkan ke dalam beberapa produk makanan. Zat besi berperan penting
dalam pembuatan sel darah merah yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan. Selain itu, juga diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi
normal sel.
Remaja putri (12-18 tahun) dan ibu hamil merupakan kelompok yang rawan mengalami
anemia karena kekurangan zat besi. Anemia bukanlah penyakit tetapi suatu kondisi di
mana kadar hemoglobin (Hb) darah lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu
atau lebih nutrisi esensial, terutama zat besi yang penting untuk pembentukan
hemoglobin. Anemia kekurangan zat besi merupakan masalah utama kesehatan global
dibandingan anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat lainnya, seperti kekurangan
folat, kekurangan vitamin B12, kekurangan vitamin A, peradangan kronis, infeksi parasit,
dan ganggauan sintesis hemoglobin.
Jadi salah satu kuncinya adalah zat besi. Agar tidak anemia, remaja putri harus
mengonsumsi makanan kaya zat besi. Sumbernya bisa dari pangan hewani atau nabati
(tumbuhan). Contoh pangan hewani yang kaya zat besi adalah dagi sapi, ungags, ikan,
hati, telur dan susu. Kelebihan pangan hewani adalah zat besinya mudah diserap tubuh
(tingkat penyerapan 20%-30%). Hanya saja harganya lebih mahal. Contoh sumber
nabati adalah kacang-kacangan, serealia, sayuran hijau, buah dan gandum. Harganya
lebih murah tapi zat besi yang dapat diserap tubuh lebih sedikit (tingkat penyerapan 1-
10%). Karena itu, agak sulit mengandalkan nabati sebagai sumber zat besi.
Remaja putri memiliki risiko tinggi untuk anemia dan kekurangan gizi. Kebutuhan zat
besi pada remaja putri meningkat karena mengalami pertumbuhan yang pesat pada
masa pubertas. Anemia pada remaja putri dapat menurunkan daya tahan tubuh,
kebugaran, dan prestasi belajar. Selain itu, tidak hanya memengaruhi kehidupannya
dalam jangka pendek, namun berpengaruh pada jangka panjang yaitu kehamilan
nantinya. Remaja putri merupakan calon ibu yang dapat meningkatkan risiko
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), prematur, BBLR, stunting dan gangguan
neurokognitif.
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi remaja putri, TTD diminum dalam waktu seminggu
satu kali dan saat menstruasi sepuluh hari beturut-turut.
B. Tujuan
Agar remaja putri memandang penting dan mau meminum TTD
C. Jumlah peserta
6-25 orang
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
136
D. Target peserta
Remaja putri
F. Waktu
15 – 20 menit
G. Langkah
1. Perkenalan (fasilitator dan remaja putri).
2. Sampaikan tujuan yaitu mengajak remaja untuk belajar tentang perilaku sehat.
3. Lakukan bina suasana dengan menanyakan kabar
4. Melakukan lesson game: Permainan memindahkan spidol
Buat kelompok menyesuaikan jumlah peserta, namun jumlah anggota setiap
kelompok berbeda, Misalnya:
Peserta 10 orang:
kelompok 1 jumlah anggotanya 5 orang
kelompok 2 jumlah anggotanya 3 orang
kelompok 3 jumlah anggotanya 1 orang
5. Siapkan spidol sebanyak minimal sejumlah anggota terbanyak untuk tiap
kelompok. Misalnya:
Kelompok terbanyak anggotanya 5 orang, sehingga masing-masing kelompok
jumlah spidolnya minimal 5. Semakin banyak jumlah spidol semakin baik.
6. Sampaikan aturan permainan/lomba bahwa tugas masing-masing kelopok adalah
mengambil dan memindahkan spidol ke samping anggota kelompok pertama.
Boleh bergerak bersama dalam grup, dan boleh lari kecil/berjalan.
7. Tanyakan: yang paling capek kelompok mana? Yang paling santai kelompok
mana? Yang selesai memindahkan spidol dulu, kelompok mana?
8. Kita analogikan jumlah anggota kelompok adalah sel darah merah di tubuh kita,
sementara spidol adalah oksigen. Sel darah merahmengangkut oksigen dari paru-
paru ke jaringan.
Apabila jumlah sel darah merah kita sedikit, akan mengalami lelah, lemah, letih,
lesu, lunglai.
Tapi kalau dalam tubuh banyak sel darah merah, maka tidak akan terjadi kurang
darah merah atau disebut anemia.
9. Tanyakan: bagaimana caranya agar sel darah merah banyak? Dengarkan
jawaban dari peserta.
Klarifikasi : makanan bergizi yang mengandung banyak zat besi.
Sumber makanan yang mengandung zat besi: sumbernya bisa dari pangan
hewani atau nabati (tumbuhan). Contoh pangan hewani yang kaya zat besi adalah
dagi sapi, ungags, ikan, hati, telur dan susu.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
137
10. Tanyakan tentang minum TTD: apakah diberikan TTD? Apakah diminum? Kapan
diminumnya?
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi remaja putri, TTD diminum dalam waktu
seminggu satu kali dan saat menstruasi sepuluh hari beturut-turut.
11. Tanyakan komitmen dari peserta: agar tidak 5 L, mau minum TTD?
12. Tutup dengan doa dan ucapan terima kasih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
138
Gambar TTD Ibu Hamil
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
139
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
JAMBAN SEHAT DAN SANITASI - RANJAU TINJA
A. Pengantar
Sekitar 30% rumah tangga di Indonesia belum memiliki WC. Anggota rumah tangganya
BAB di WC umum, tetangga atau yang berbahaya, di tempat-tempat terbuka seperti
kebun, sungai, sawah dan lainnya. Perilaku mereka bisa menyebarkan bibit penyakit
diare. Akibat diare, anak, yang sudah susah-susah disuapi makan, dapat kehilangan zat
gizi dalam tubuhnya. Bukan hanya yang baru dimakan, tapi yang kemarin-kemarin pun
hilang. Anak jadi kekurangan gizi. Kalau keseringan, anak bisa terganggu
pertumbuhannya. Kalau diarenya parah, anak bisa meninggal.
B. Tujuan
Membantu untuk mengingat sekaligus memotivasi peserta untuk BAB di WC.
C. Jumlah peserta
12 atau lebih
D. Target peserta
Ibu balita/pengasuh/tokoh masyarakat/masyarakat
F. Waktu
30-45 menit
G. Langkah
1. Siapkan ranjau tai yaitu kertas dengan tanah/malam di atasnya masing-masing
kelompok 6 buah.
2. Buat sejumlah kelompok (pertimbangkan lebar ruangan bermain. Usahakan dua
langkah per orang).
3. Setiap kelompok, menunjuk satu orang menjadi Pejuang BAB dan satu lagi
pemandu pertama. Sisanya menjadi pemandu kelompok.
4. Pejuang BAB dan pemandu pertama berada di garis start. Sementara, pemandu
kelompok di garis finish.
5. Tutup mata pejuang tai dengan kain. Pastikan dia tidak dapat melihat.
6. Fasilitator meletakkan ranjau tai secara acak. Usahakan menyebar. Jangan
mengumpul di tengah atau pinggir. Sambil meletakkan tai, sampaikan bahwa yang
dipasang adalah benar-benar tai yang bau, masih lembek, belum kering.
7. Sampaikan bahwa tugas Pejuang BAB adalah sampai ke garis finish dengan
cepat, selamat tanpa menginjak tahi, dia yang menang. (Utamanya adalah tidak
menginjak tahi). Pemandu hanya boleh berteriak memberi arahan. Tidak boleh
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
140
menyentuh tubuh pejuang. Boleh mengibuli pejuang lawan. Karena itu, pastikan
Pejuang mengenali suara pemandu.
8. Putar tubuh Pejuang BAB 4 kali dan hentikan dalam posisi tidak ke sisi garis finish.
9. Minta pemandu pertama bersiap. Lalu mulai! Umumkan pemenang secara
singkat.
10. Ajak diskusi.
• Orang-orang di kampung sini BABnya di mana saja?
• Adakah tempat-tempat yang orang bisa secara tidak sengaja menginjak tai?
Di mana?
• Apa yang terjadi kalau BABS terinjak? Apa bahayanya?
• Kalau tersentuh tangan lalu kita menyuapi anak? Atau anak kita menyentuh
tai lalu menyentuh tangan lalu tangannya menyentuh mulut, kemana itu tai?
• Gambarkan jalur perpindahan ke keluarga: uu/ee, cebok, nempel di tangan,
cuci pakai air saja (yang tidak membersihkan uu/ee) lalu nyiapin makanan,
dan masuk mulut keluarga
• Tanyakan: bagaimana bila ada orang yang bilang, saya aman BABnya di
sungai. Kan orangnya di hilir, saya BAB di bagian setelahnya?
• Tanyakan: ibu-ibu mau anaknya kena diare/mencret? Anak-anak sudah kita
kasih makan cape-cape. Kasih nasi, tempe, tahu, telur, daging, sayur, buah.
Pokoknya makanan bergizi, eh mencret dan keluar lagi. Ga jadi tenaga. Ga
jadi daging, ga jadi tulang. Ga ada yang ngatur tubuh. Percuma alias sia-
si..? Karena anak kena dia….? Men...? Malahan… bukan jadi nol tapi minus
karena makanan yang kemarin-kemarin terbuang juga.
• Jadi menurut ibu-ibu bagaimana? BAB baiknya di mana?
• Yang belum punya WC di rumah, bagaimana?
• Mau anak orang lain kena diare/mencret? Jawabannya beneran atau
becanda nih? Serius atau ga serius? Kalau beneran anak/bayi kita ga boleh
kena diare, apa yang harus dilakukan? Buat apa?
11. Singgung tentang cara mencegah diare lainnya yaitu pakai sabun saat cuci
tangan.
12. Fasilitator menanyakan komitmen peserta untuk mencegah diare dengan BAB di
jamban dan cuci tangan pakai sabun saat cuci tangan.
13. Tutup dengan doa dan ucapan terima kasih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
141
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU
DIARE - BODY MAPPING
A. Pengantar
Kebanyakan ibu biasa mencuci tangan tapi hanya dengan air saja. Bibit penyakit masih
menempel kuat di tangan. Kalau menyuapi, bibit penyakitnya masuk mulut anak.
Akibatnya, terjadilah diare atau mencret. Anak, yang sudah susah-susah disuapi makan,
kehilangan zat gizi dalam tubuhnya. Bukan hanya yang baru dimakan, tapi yang
kemarin-kemarin pun hilang. Anak jadi kekurangan gizi. Kalau keseringan, anak bisa
terganggu pertumbuhannya. Kalau diarenya parah, anak bisa meninggal.
B. Tujuan
Membantu untuk mengingat sekaligus memotivasi untuk selalu cuci tangan pakai sabun
untuk mencegah diare.
C. Jumlah peserta
Minimal 3 orang
D. Target peserta
Ibu hamil/ibu balita/pengasuh/anggota keluarga/masyarakat
F. Waktu
20 - 30 menit
G. Langkah
1. Pengantar seperti biasa. Sampaikan tujuan yang partisipatif (ingin mengajak
peserta belajar bersama mengenai kesehatan).
2. Lakukan bina suasana dengan permainan.
3. Check-in talk: Tanyakan kabar peserta.
Tanyakan pula kabar anak, “bagaimana kesehatan anak kita?” Apakah dalam
sebulan terakhir ada yang sakit?
Kalau ada, gali sakit apa? Sampai ada yang mengatakan anaknya sakit
diare/mencret. Doakan anak cepat sembuh
Kalau tidak ada, tanyakan dalam waktu belakangan anak pernah sakit? Gali sakit
apa? Sampai ada yang mengatakan anaknya sakit diare/mencret.
Karena ada yang untuk membahas masalah diare pada kali ini.
4. Mintalah 1 orang peserta berbaring terlentang di atas kertas flipchart/lantai/tanah.
5. Mintalah 2 orang menggambar tubuh dari kepala sampai kaki
Relevansi: Peserta menganggap gambar ini adalah tubuh kita atau anak kita.
6. Tanyakan: kalau sakit diare/mencret, bagian tubuh mana yang sakit?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
142
7. Ketika peserta menyebutkan bagian tubuh yang sakit, ditandai di gambar yang
telah dibuat tadi.
Gali terus, agar peserta menyebutkan banyak bagian yang sakit akibat diare dan
bagaimana rasanya? (misalnya sakit kepala, lemas, dll).
8. Tanyakan kembali, kalau diare/mencret, apa yang keluar saat diare?
9. Klarifikasi: bahwa yang keluar bukanlah sampah atau sisa tetapi makanan bergizi
yang telah kita makan sebelumnya yang harusnya diserap tubuh jadi keluar.
Kalau kita makan , keluar 6, jadinya -2.
Hal ini menyebabkan tubuh kita lemes, pusing, dan sebagainya.
Apabila tidak ditangani, akhirnya bisa meninggal. (berikan tanda
kuburan/pocong/lainnya pada gambar tubuh)
Kalau bisa ditangani, tapi berulang-ulang diarenya, gizinya terus keluar, sehingga
anak tidak bisa tumbuh.
10. Tanyakan: Diare disebabkan apa? Kebanyakan mungkin akan ada jawaban
terlalu banyak makan sambal, anak mau tumbuh, masuk angin, dll.
Apabila jawaban tidak sesuai, tidak boleh disalahkan tapi harus tetap didengarkan
dan apresisi bahwa mereka memperhatikan anaknya.
Kemudian klarifikasi bahwa secara kedokteran yang banyak membuat diare
adalah kuman, asalnya dari ee’ yang dikeluarkan saat BAB. Saat BAB, kita
bersihkan pantat dengan jari, disitulah kuman menempel.
Angkat tangannya, jari mana yang dipakai? Ee’ yang menempel di jari dan kuku
dibersihkan pakai air dan sabun.
11. Provokasi: Tapi kan, kumannya tidak terlihat. Penyakit lain juga kumannya tidak
terlihat.
Kalau cuci tangan pakai air saja, tidak hilang, jadi harus pakai sabun dan air
mengalir.
12. Ajak peserta untuk berkomitmen cuci tangan pakai sabun.
13. Tutup dengan doa dan ucapan terimakasih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
143
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
CUCI TANGAN PAKAI SABUN - LAGU CTPS EXPRESS
A. Pengantar
Kebanyakan ibu biasa mencuci tangan tapi hanya dengan air saja. Bibit penyakit masih
menempel kuat di tangan. Kalau menyuapi, bibit penyakitnya masuk mulut anak.
Akibatnya, terjadilah diare atau mencret. Anak, yang sudah susah-susah disuapi makan,
kehilangan zat gizi dalam tubuhnya. Bukan hanya yang baru dimakan, tapi yang
kemarin-kemarin pun hilang. Anak jadi kekurangan gizi. Kalau keseringan, anak bisa
terganggu pertumbuhannya. Kalau diarenya parah, anak bisa meninggal.
B. Tujuan
Membantu untuk mengingat sekaligus memotivasi ibu untuk selalu pakai sabun saat
cuci tangan
C. Jumlah peserta
Dua atau lebih
D. Target peserta
Ibu hamil/ibu balita/pengasuh
F. Waktu
10 – 15 menit
G. Langkah
1. Pengantar seperti biasa. Sampaikan tujuan yang mengundang partisipasi
(misalnya, mengajak ibu-ibu untuk bersama-sama belajar tentang kesehatan).
2. Perkenalkan diri dan bantu peserta saling mengenal (bila sudah mengenal nama,
ajak mengenal lebih dalam: anak, hobi atau lainnya).
3. Bina suasana dengan satu lagu gerak sederhana.
4. Ajari ibu nyanyian berikut (nada lagu Menanam Jagung)
Kecepatannya normal
5. Sampaikan fasilitator akan menyampaikan 3 kata kunci sebagai aba-aba
Pertama, pegang ee
Kedua, makan
Ketiga, nyuapin anak
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
144
Sampaikan nyanyinya harus semakin cepat dan cepat. Saat mendengar pegang
ee, menjadi cepat. Makan, lebih cepat lagi. Nyuapin anak, lebih cepat lagi.
6. Fasilitator memberi aba-aba (poin 5) dengan membangun imajinasi.
7. Ajak berlomba. Yang paling cepat pemenangnya.
8. Bahas hal-hal berikut
• Ee bisa pindah ke mulut anak melalui tangan ibu. BAHASA DESKRIPTIF
DAN NONVERBAL YANG IMAJINATIF JELASKAN Uu/ee, cebok, nempel
di tangan, cuci pakai air saja (yang tidak membersihkan uu/ee) lalu nyuapin
anak dan masuk mulut.
• Gambarkan jalur perpindahan ke keluarga: uu/ee, cebok, nempel di tangan,
cuci pakai air saja (yang tidak membersihkan uu/ee) lalu nyiapin makanan,
dan masuk mulut keluarga.
• BAHASA DESKRIPTIF DAN NONVERBAL YANG IMAJINATIF JELASKAN.
Tekankan air saja tidak cukup, karena uu/ee nya hilang, tapi bibit penyakit
masih menempel. Sabun membuat bibit penyakit menghilangkan
cengkraman lalu dengan air mengalir, lepas dari tangan kita.
• RETORIS. Tapi pakai air saja kan cukup? Oh, mana tuh uu/ee-nya tidak
kelihatan kok? Tidak ada bau juga. Tanyakan AGAK INVASIF: bibit penyakit
pusing kelihatan ga? Demam kelihatan ga? Demam berdarah?
• Tanyakan: ibu-ibu mau anaknya kena diare/ mencret? Anak-anak sudah kita
kasih makan cape-cape. Kasih nasi, tempe, tahu, telur, daging, sayur, buah.
Pokoknya makanan bergizi, eh mencret dan keluar lagi. Ga jadi tenaga. Ga
jadi daging, ga jadi tulang. Ga ada yang ngatur tubuh. Percuma alias sia-
si..? Karena anak kena dia….? Men..? Malahan …bukan jadi nol tapi minus
karena makanan yang kemarin-kemarin terbuang juga.
• Jadi bagaimana ibu-ibu, mau anaknya kena diare/ mencret? Jawabannya
beneran atau becanda nih? Serius atau ga serius? Kalau beneran anak/ bayi
kita ga boleh kena diare, apa yang harus dilakukan? Cuci…? Pakai
sabun…? Supaya…? Kalau pakai air saja? DENGARKAN SECARA AKTIF/
PARAPHRASE/ MIRRORING.
• Tapi nanti kelupaan? Habis BAB, cebok pakai air saja, ga pakai sabun?
Bagaimana? DENGARKAN SECARA AKTIF/ PARAPHRASE/
MANTULKAN. Setelah belajar hari ini, apa ada yang akan lupa lagi?
Beneran?
9. Ajak bernyanyi kembali dengan kecepatan normal
Cuci-cuci cuci tangannya
Cuci tangannya
Pakai sabun
10. Bangun komitmen peserta untuk mempraktikkan cuci tangan pakai sabun
dengan air mengalir.
11. Tutup dengan doa dan ucapan terimakasih.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
145
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
CUCI TANGAN PAKAI SABUN - MEMBAYANGKAN JIJIK
A. Pengantar
Kebanyakan ibu biasa mencuci tangan tapi hanya dengan air saja. Bibit penyakit masih
menempel kuat di tangan. Kalau menyuapi, bibit penyakitnya masuk mulut anak. Akibatnya,
terjadilah diare atau mencret. Anak, yang sudah susah-susah disuapi makan, kehilangan
zat gizi dalam tubuhnya. Bukan hanya yang baru dimakan, tapi yang kemarin-kemarin pun
hilang. Anak jadi kekurangan gizi. Kalau keseringan, anak bisa terganggu
pertumbuhannya. Kalau diarenya parah, anak bisa meninggal.
B. Tujuan
Membantu untuk mengingat sekaligus memotivasi ibu untuk selalu pakai sabun saat cuci
tangan
C. Jumlah peserta
Dua atau lebih
D. Target peserta
Ibu hamil/ibu menyusui/pengasuh
F. Waktu
10 – 20 menit
G. Langkah
1. Pengantar seperti biasa. Sampaikan tujuan yang partisipatif (ingin mengajak ibu-ibu
belajar bersama mengenai kesehatan).
2. Bila kelompok, lakukan bina suasana dengan membantu mereka saling mengenal
dan permainan. Bila sudah saling mengenal nama, minta berkelompok atau
berpasangan mengenal tentang anak-anak mereka (semisal, ngobrol tentang apa
yang disukai tentang anak mereka).
3. Ajari ibu-ibu berpasangan dan bersalaman dengan tangan kiri. Sambil bersalaman,
minta mereka menutup mata.
4. Fasilitator bercerita.
Sehabis BAB, semua ibu pasti cebok. Ceboknya pakai air.
Waktu cebok, jari-jarinya menyentuh ee/tai di liang dubur. Iya, jari-jari tangan kiri
meraba-raba, mencari-cari ee/tai. Bukan hanya dicari tapi dikorek-korek. Mungkin,
jari manis yang bergerak-gerak, atau mungkin kelingking atau jari tengah yang
mengorek-ngorek. Coba ibu rasakan, tekan jari itu. Atau semua jari-jarinya
digunakan. Dan kebanyakan ibu sehabis BAB mencuci tangan hanya pakai air saja.
Tidak pakai sabun. Ee/tai-nya jadi masih menempel dijari-jarinya. Belum hilang.
Terus dia sekarang salaman dengan orang lain.
146
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
5. Tanyakan pada ibu yang geli/ teriak, ada apa? DENGARKAN SECARA AKTIF.
6. Bahas hal-hal berikut
• BAHASA DESKRIPTIF DAN NONVERBAL YANG IMAJINATIF JELASKAN.
Tekankan air saja tidak cukup, karena bibit penyakit masih menempel. Masih
mencenkram kuat di tangan. Nah, dengan sabun, bibit penyakit lepas
cengkramannya lalu dengan air mengalir, lepas dari tangan kita.
• RETORIS. Tapi katanya pakai air saja kan cukup? Ini sudah bersih, kan? Mana
ee-nya tidak kelihatan kok? Tidak ada bau juga. Tanyakan AGAK INVASIF:
bibit penyakit pusing kelihatan ga? Demam kelihatan ga? Demam berdarah?
• Uu/ee bisa pindah ke mulut anak melalui tangan ibu. BAHASA DESKRIPTIF
DAN NONVERBAL YANG IMAJINATIF JELASKAN Uu/ee, cebok, nempel di
tangan, cuci pakai air saja (yang tidak membersihkan uu/ee) lalu nyuapin anak
dan masuk mulut
• Gambarkan jalur perpindahan ke keluarga: uu/ee, cebok, nempel di tangan,
cuci pakai air saja (yang tidak membersihkan uu/ee) lalu nyiapin makanan, dan
masuk mulut keluarga
• Tanyakan: ibu-ibu mau anaknya kena diare/ mencret? Anak-anak sudah kita
kasih makan cape-cape. Kasih nasi, tempe, tahu, telur, daging, sayur, buah.
Pokoknya makanan bergizi, eh mencret dan keluar lagi. Ga jadi tenaga. Ga jadi
daging, ga jadi tulang. Ga ada yang ngatur tubuh. Percuma alias sia-si..?
Karena anak kena dia….? Men..? Malahan …bukan jadi nol tapi minus karena
makanan yang kemarin-kemarin terbuang juga.
• Jadi bagaimana ibu-ibu, mau anaknya kena diare/ mencret? Jawabannya
beneran atau becanda nih? Serius atau ga serius? Kalau beneran anak/ bayi
kita ga boleh kena diare, apa yang harus dilakukan? Cuci…? Pakai sabun…?
Supaya…? Kalau pakai air saja? DENGARKAN SECARA AKTIF/
PARAPHRASE/ MIRRORING.
• Tapi nanti kelupaan? Habis BAB, cebok pakai air saja, ga pakai sabun?
Bagaimana? DENGARKAN SECARA AKTIF/ PARAPHRASE/ MANTULKAN.
Setelah belajar hari ini, apa ada yang akan lupa lagi? Beneran?
7. Ajak ibu-ibu bersalaman untuk komitmen dengan tangan kanan dan mengikuti
pernyataan berikut.
147
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
PANDUAN PRAKTIK
PENGGUNAAN ALAT BANTU KAP
CUCI TANGAN PAKAI SABUN - POSTER PERTANYAAN PIHAK KETIGA
A. Pengantar
Kebanyakan ibu biasa mencuci tangan tapi hanya dengan air saja. Bibit penyakit masih
menempel kuat di tangan. Kalau menyuapi, bibit penyakitnya masuk mulut anak.
Akibatnya, terjadilah diare atau mencret. Anak, yang sudah susah-susah disuapi makan,
kehilangan zat gizi dalam tubuhnya. Bukan hanya yang baru dimakan, tapi yang
kemarin-kemarin pun hilang. Anak jadi kekurangan gizi. Kalau keseringan, anak bisa
terganggu pertumbuhannya. Kalau diarenya parah, anak bisa meninggal.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan di Posyandu (meja 5) atau Kunjungan rumah (sub
sesi).
B. Tujuan
Membantu untuk mengingat sekaligus memotivasi ibu untuk selalu pakai sabun saat
cuci tangan
C. Jumlah Peserta
Satu orang
D. Target peserta
Ibu hamil/ibu menyusui/pengasuh/anggota keluarga
E. Peralatan
Poster CTPS
F. Waktu
3-4 menit
G. Langkah
1. Ibu/ bapak, ini ada poster. Belum dicetak, belum dipasang. Masih rencana. Nah,
dicetak boleh saya minta bantuan ibu/ bapak menilai poster ini? SETELAH ITU,
TUNJUKKAN POSTER
2. Menurut ibu/ bapak gambarnya jelaskah? Gambar apa yang ibu/ bapak lihat?
Apa lagi? Kalau ini apa? USAHAKAN AGAR IBU/ BAPAK MENGKLARIFIKASI
TANGAN, BIBIT PENYAKIT, SABUN, AIR.
3. Kira-kira, sulitkah memahami pesan poster ini? Apa sih pesan yang ingin
disampaikan? Apa lagi? USAHAKAN AGAR YBS MENGKLARIFIKASI ASPEK
BERIKUT: MANFAAT SABUN, BAGAIMANA BIBIT PENYAKIT MASUK KE
TUBUH ANAK, WAKTU-WAKTU SABUN PENTING DIPAKAI SAAT CUCI
TANGAN, BILA KESULITAN, DRAW PEOPLE OUT: di sini tertulis tanpa
sabun…? Kalau suapi anak nanti…? Waktu-waktu pakai sabun….?
4. Kalau buat warga di kampung, kira-kira apakah ada informasi baru dalam poster
ini? Apakah itu?
5. Kalau mereka melihat poster ini, apakah pesan ini akan dianggap penting?
Apanya yang penting?
6. Menurut ibu/ bapak sendiri, bagaimana? Apakah pesan ini penting?
7. Kalau warga kampung melihat poster ini, apakah mereka mau mengikutinya?
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
148
8. Kalau ibu/ bapak sendiri, apakah mau mengikutinya? Memakai apa waktu cuci
tangan? Kapan saja?
9. PROVOKASI. Ibu/ bapak betulan ini? Serius? Nanti kalau sehabis BAB lupa pakai
sabun cuci tangannya? KALAU MENGATAKAN SUDAH MELAKUKAN,
KUATKAN.
10. Kalau begitu, kita ijab/akad yuk. KALAU PUN MENGATAKAN SUDAH
MELAKUKAN, TETAP AJAK AKAD. Ayo kita salaman dan ibu/ bapak ikuti kata-
kata saya ya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
149
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
150
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
151
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
152
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
153
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
154
MATERI PELATIHAN INTI 5
FASILITASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyampaian mata pelatihan inti 5 tentang Fasilitasi Komunikasi Antar Pribadi dalam
Percepatan Pencegahan Stunting ini bertujuan membekali peserta latih dengan
keterampilan melaksanakan fasilitasi komunikasi antar pribadi baik kepada sasaran
melalui kegiatan yang melibatkan masyarakat, maupun kepada kader melalui kegiatan
orientasi KAP bagi kader. Setelah mempelajari materi ini, peserta latih diharapkan
memperoleh pemahaman tentang pengertian dan tujuan fasilitasi serta tahapan
pelaksanaan fasilitasi KAP dalam percepatan pencegahan stunting dimulai dari
persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Mata pelatihan inti 5 juga dilengkapi dengan praktik lapangan yang menuntun peserta
untuk mempraktikkan secara langsung pelaksanaan fasilitasi komunikasi antar pribadi
dalam percepatan pencegahan stunting kepada kelompok sasaran dengan menerapkan
prinsip-prinsip KAP yang sudah dipelajari pada beberapa mata pelatihan inti
sebelumnya. Dengan mempraktikkan langsung kepada sasaran, peserta latih
diharapkan dapat memperoleh pengalaman berkomunikasi dengan sasaran
masyarakat, melakukan fasilitasi, umpan-balik, observasi dan refleksi. Pengalaman
inilah yang dapat menjadi salah satu pembelajaran efektif untuk membangun
kompetensi dalam melakukan fasilitasi KAP dalam percepatan pencegahan stunting.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
155
Materi Pokok 2. Tahapan Pelaksanaan Fasilitasi KAP dalam Percepatan
Pencegahan Stunting
Sub Materi Pokok 1. Persiapan
Sub Materi Pokok 2. Pelaksanaan Fasilitasi
Sub Materi Pokok 3. Evaluasi dan Review Hasil PKL
IV. METODE
Metode yang digunakan antara lain curah pendapat, ceramah tanya jawab, diskusi
kelompok, bermain peran, praktik lapangan
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
156
2. Pelatih menjelaskan tentang penugasan tahapan fasilitasi berdasarkan Lampiran
Panduan Penugasan Bermain Peran Skenario Fasilitasi. Peserta dibagi 6
kelompok dan akan digunakan sekaligus untuk kelompok PKL.
3. Pelatih merangkum dan membuat kesimpulan poin-poin penting dari sesi
penugasan
4. Pelatih menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
157
Oleh sebab itulah, sebagai seorang tenaga kesehatan yang menjadi fasilitator handal
perlu menikmati proses komunikasi yang terjadi dengan sasaran, baik itu positif atau
negatif serta tidak melulu berpikir terkait dengan tujuan perubahan perilakunya. Tidak
turun motivasinya bila masyarakat belum mau diajak untuk berubah perilakunya.
Fasilitator pun bertugas memfasilitasi peserta untuk belajar dengan lebih baik secara
bersama-sama. Dengan kata lain, fasilitator harus menguasai teknik memfasilitasi
peserta untuk “belajar bagaimana caranya belajar”. Untuk itu, fasilitator hendaknya tidak
hanya mengembangkan isu/substansi, tetapi juga bagaimana proses peserta belajar.
Umumnya, semakin mampu seorang fasilitator menjaga kendali atas dirinya sendiri
untuk tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran, akan semakin baik fasilitator
tersebut melakukan fasilitasi.
Pada awal kegiatan, seringkali peserta memiliki perbedaan persepsi tentang suatu
masalah dan bekerja sendiri-sendiri. Fasilitator membuat suasana nyaman dan saling
percaya, sehingga selama kegiatan fasilitasi terjadi terjadi saling memahami dan pada
akhir kegiatan, seluruh peserta memiliki pemahaman yang sama dan memusatkan ke
satu titik tujuan sesuai dengan peran masing-masing.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
158
Gambar Kerangka Kerja Fasilitator
Perkenalan merupakan INVESTASI dalam suatu pertemuan dan langkah awal dalam
prinsip BINA SUASANA. Agar tujuan fasilitasi dapat tercapai, seorang fasilitator perlu
menekankan pada proses belajar seluruh anggota pertemuan. Beberapa hal yang dapat
mendorong terjadinya proses belajar tersebut, antara lain:
Keterampilan mengelola kelas merupakan seni yang harus dikuasai oleh fasilitator
karena hal ini merupakan bagian dari tugasnya dalam menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif. Untuk itu, diperlukan kreativitas dalam menciptakan
proses pembelajaran yang nyaman, aman dan juga menyenangkan.
Kegagalan mengelola kelas dengan baik biasanya akan memunculkan indikator
yang segera tampak, yakni ritme proses pembelajaran melemah karena
keterlibatan pembelajar berada pada titik yang terendah. Masalah ini dapat terjadi
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
159
karena berbagai sebab antara lain oleh: Manusia (pembelajar, pelatih/fasilitator
atau panitia), sarana (misalnya: media pembelajaran dan fasilitas fisik lainnya)
dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian fasilitator dsbnya).
B. Perkembangan kelompok
Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa
disengaja. Pengelompokan orang yang disengaja biasanya menggunakan kriteria
tertentu yang sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang tidak
disengaja biasanya berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan tertentu yang
dirasakan oleh anggotanya. Dalam kegiatan diklat sering terjadi keduanya,
kelompok formal biasanya dilakukan pengelompokannya oleh fasilitator dengan
menggunakan kriteria/variabel tertentu sesuai dengan kebutuhan pembelajaran,
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
160
sedangkan kelompok non formal biasanya terjadi karena adanya kesamaan
tertentu misalnya: merasa satu suku, merasa pernah bersama-sama dalam satu
diklat terdahulu,merasa ada kesamaan hobi dan kesamaan lainnya.
1. Tahap Forming
Pada tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal,
masing-masing masih saling mengobservasi dan melempar idependapat ke
forum kelompok. Ide/pendapat terus bermunculan. Fasilitator pada tahap ini
berperan dalam memberikan rangsangan agar pada tahap ini seluruh
anggota kelompok berperan serta dan memunculkan ide /pendapat yang
bervariasi.
2. Tahap Storming
Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin
”memanas” karena ide/pendapat yang dilemparkan mendapat tanggapan
yang saling mempertahankan ide/pendapatnya masing-masing. Fasilitator
pada saat tahapan ini memberikan rangsangan pada individu yang kurang
terlibat menanggapi atau mempertahankannya, dan hendaknya para
fasilitator/pelatih secara samar (tidak terbuka) berusaha mempertahankan
keutuhan kelompok.
3. Tahap Norming
Tahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena kelompok
sudah setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan
persepsi. Masing-masing anggota kelompok mulai menyadari dan muncul
rasa mau menerima ide/pendapat orang lain demi kepentingan kelompok.
Tahapan inilah sebenarnya telah terbentuk “norma” baru yang telah
disepakati oleh kelompok. Fasilitator pada tahapan ini harus mampu
membulatkan ide/pendapat yang telah disepakati kelompok menjadi
ide/pendapat kelompok.
4. Tahap Performing
Pada tahapan ini kelompok telah menjadi “kompak”, diliputi suasana kerja
sama yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati
bersama untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
Peranan fasilitator pada tahapan ini adalah memacu kelompok agar masing-
masing individu berperan serta dalam setiap proses kerja kelompok dengan
tetap pada jalur norma yang telah disepakati bersama.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
161
C. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada pembelajar
Salah satu komponen penting dalam upaya penciptaan iklim pembelajaran yang
kondusif adalah rancangan pembelajaran yang menempatkan pembelajar
sebagai pusat perhatiannya (learner centered) desain pembelajaran seperti ini
menempatkan pembelajar pada posisi utama yang harus dilayani atau difasilitasi
dan diarahkan untuk memenuhi harapan/keinginan dan kebutuhan belajarnya,
bukan untuk mengajarkan apa yang diketahui fasilitator ataupun keahlian apa
yang diberikan oleh si penyaji untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat
memenuhi desain pembelajaran seperti tersebut diatas maka seorang
pelatih/fasilitator harus mampu menciptakan kondisi-kondisi tertentu dan situasi
belajar yang berpusat pada pembelajar.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
162
• Reflecting, merefleksikan kembali tentang apa-apa yang telah
didapat pada proses pembelajaran terdahulu dan bagaimana
mempelajarinya.
1. Menentukan sasaran
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
163
Dalam rangka percepatan penurunan stunting, tenaga kesehatan dapat
menerapkan KAP kepada remaja, ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita, pengasuh,
dan anggota keluarga lainnya melalui fasilitasi di berbagai kegiatan di masyarakat
dengan menitikberatkan pada enam perilaku prioritas pencegahan stunting
sebagaimana yang telah dijelaskan pada mata pelatihan inti sebelumnya. Selain
itu, tenaga kesehatan diharapkan juga dapat melakukan fasilitasi KAP bagi kader
sehingga kader juga memiliki kompetensi KAP yang dapat digunakan saat
menjalankan peran dan tugasnya sebagai penyuluh dan penggerak di
masyarakat.
2. Menentukan topik
Setelah menentukan sasaran fasilitasi, fasilitator perlu menentukan topik dan
materi yang akan disampaikan kepada sasaran melalui proses fasilitasi. Dalam
rangka percepatan penurunan stunting, topik/materi yang disampaikan dapat
menitikberatkan pada enam perilaku prioritas pencegahan stunting, antara lain:
a. Ibu hamil mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) setiap hari selama
kehamilan.
b. Ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan.
c. Ibu melakukan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) secara
tepat; melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD); memberi ASI Eksklusif pada
bayi 0 – 6 bulan, serta memberi makanaan pendamping ASI dan makanan
lokal, sambil terus memberi ASI hingga anak berusia 2 tahun.
d. Ibu membawa balita secara rutin ke Posyandu sebulan sekali untuk
pemeriksaan tumbuh kembang.
e. Ibu, anak, dan seluruh keluarga cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air
mengalir di waktu-waktu penting.
f. Ibu, anak, dan seluruh keluarga menggunakan jamban sehat.
Pada tahap persiapan, tim fasilitator dapat berbagi peran dan menyiapkan skenario agar
proses fasilitasi dapat berjalan dengan baik. Tim fasilitator juga dapat berlatih atau
melakukan simulasi pelaksanaan fasilitasi bersama dengan beberapa orang untuk
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
164
menumbuhkan rasa percaya diri dan mengurangi rasa grogi. Pastikan pula seluruh
bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan fasilitasi telah tersedia.
Perlu diingat kembali prinsip KAP yaitu (1) menyenangkan dan bertambah akrab, (2)
semua mendengar dan semua bicara, (3) ke arah aksi perubahan perilaku. Secara
nyata, interaksi yang terjadi adalah terciptanya stimulus-respon antara pelatih/fasilitator
dengan pembelajar, antar pembelajar dan antar pembelajar/fasilitator dengan sarana
pembelajaran.
Setelah melakukan fasilitasi KAP kepada sasaran, perlu dilakukan evaluasi dan review
untuk mengetahui tingkat capaian keberhasilan pelaksanaan fasilitasi sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, evaluasi juga dapat dilakukan
untuk mengetahui apakah metode dan media yang dipilih sudah tepat dan dapat
membantu sasaran untuk memahami pesan yang disampaikan oleh fasilitator.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
165
3. Output
Beberapa hal yang dapat dievaluasi terkait output, antara lain respon dan
komitmen sasaran, pemahaman sasaran terhadap materi yang disampaikan, dan
sebagainya.
Evaluasi juga diperlukan untuk mengetahui hambatan dan tantangan yang ditemui
selama pelaksanaan fasilitasi sebagai bahan masukan untuk perbaikan kegiatan
fasilitasi berikutnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
166
LAMPIRAN MPI 5.
FASILITASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
Materi Pokok 2.
Tahapan Pelaksanaan Fasilitasi KAP dalam Percepatan Pencegahan Stunting
1. Peserta dibagi ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok diberikan kertas lembar skenario
dan lampiran alat bantu KAP.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
167
• Metode demonstrasi pembuatan makanan MPASI lebih cocok dengan
menunjukkan benda asli (makanan asli) sebagai alat bantu.
3. Tiap kelompok berbagi peran sesuai jumlah anggota kelompoknya dengan tugas-tugas
sebagai berikut:
a. Ketua kelompok, ketua kelompok memiliki tanggung jawab untuk memimpin
anggota kelompoknya sehingga kegiatan KAP berjalan lancar. Selain itu,
memudakan komunikasi dan koordinasi dengan panitia pelaksana praktik kerja
lapangan saat PKL
b. Pengamat, bertugas mengamati pelaksanaan KAP, mencatat hal hal yang yang
telah dilaksanakan, perlu diperbaiki, atau hal hal yang sekiranya tidak terlihat oleh
fasilitator saat membawakan sesi KAP kepada sasaran. Pengamat dapat
langsung memberikan saran kepada fasilitator bila ada hal hal yang dapat
diperbaiki saat pelaksanaan
c. Fasilitator KAP, bertugas sebagai fasilitator yang memfasilitasi KAP dengan
menggunakan akat bantu KAP
d. Pencatat Waktu (timer), bertugas memonitor penggunaan dan alokasi waktu
pelaksanaan KAP dan mengingatkan kelompok
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
168
e. Petugas Bina Suasana, bertugas membawakan permainan atau
mengkondisikan supaya kegiatan KAP berjalan lancar
f. Petugas Dokumentasi, bertugas mendokumentasikan kegiatan KAP, terutama
di setiap tahapan kegiatannya, seperti perkenalan, bina suasana, praktek alat
bantu KAP, dll
g. Petugas Alat dan bahan, bertugas menyiapkan dan memastikan alat dan bahan
pelaksanaan KAP saat PKL
Peran Timer, Petugas Dokumentasi dan Alat Bahan dapat dilakukan oleh satu orang,
atau merangkap disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok.
Pembagian peran tersebut akan digunakan kembali dalam PKL.
4. Pada tahap persiapan, tiap kelompok diberi waktu menyusun skenario sesuai dengan
kasus yang telah diberikan, menyiapkan alat bantu yang dibutuhkan, serta berlatih
menggunakan alat bantu yang sudah disiapkan.
5. Selanjutnya, secara bergantian, tiap kelompok diminta untuk mempraktikkan skenario
yang sudah dibuat. Minta kelompok lainnya untuk berperan sebagai sasaran dari
kelompok yang akan mempraktikkan, misalnya Kelompok 1 mempraktikkan skenario
kepada Kelompok 2 yang berperan sebagai sasaran dan seterusnya,
6. Berikan kesempatan peserta untuk memberikan umpan balik, melakukan klarifikasi dan
bertanya terhadap praktik bermain peran kelompok lainnya. Umpan balik yang diberikan
dapat dikaitkan dengan (1) proses bina suasana, (2) membangun partisipasi sasaran,
(3) penggunaan metode dan (4) media, dan sebagainya sesuai dengan yang sudah
dipelajari pada beberapa mata pelatihan inti sebelumnya
7. Pelatih memberikan umpan balik hasil kerja kelompok berupa skenario fasilitasi.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
169
Materi Pokok 2. Tahapan Pelaksanaan Fasilitasi
PANDUAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
FASILITASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
DALAM PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING
1. DESKRIPSI SINGKAT
Praktik kerja lapangan KAP dalam percepatan pencegahan stunting merupakan bagian
dari peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam memfasilitasi KAP di
masyarakat. Kegiatan ini dapat membantu tenaga kesehatan dalam melihat gambaran
nyata pelaksanaan KAP di masyarakat; mulai dari awal hingga selesai. Dari kegiatan
ini, juga mungkin dapat diketahui apa yang menjadi hambatan atau faktor pendukung
saat melakukan KAP. Hal ini bermanfaat agar setiap peserta dapat belajar dari proses
yang terjadi di lapangan untuk kemudian diterapkan di wilayah kerja masing-masing.
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti praktik kerja KAP di lapangan, peserta mampu mempraktikkan
KAP di masyarakat sesuai dengan materi-materi yang sudah dipelajari dan
melakukan pencatatan sederhana terkait dengan proses KAP.
4. SASARAN
Sasaran PKL adalah masyarakat Desa di satu wilayah Puskesmas yaitu; Ibu Hamil, Ibu
yang memiliki Balita, Ibu dengan Baduta termasuk Pengasuhnya, Ayah atau Suami dari
para Bumil, Remaja dan Masyarakat umum lainnya.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
170
b. Pendamping Kelompok
Pendamping setiap kelompok PKL terdiri dari; 1 (satu) orang Fasilitator, 1 (satu)
orang pembimbing/pendamping lapangan (Puskesmas/Dinas Kesehatan), dan 1
(satu) orang panitia.
8. ALAT BANTU
Panduan praktik kerja lapangan, panduan pelaksanaan KAP untuk 6 (enam) perilaku
prioritas tersebut meliputi:
a. Ibu hamil mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) setiap hari selama
kehamilan.
b. Ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan.
c. Ibu melakukan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) secara tepat;
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD); memberi ASI Eksklusif pada bayi 0 – 6
bulan, serta memberi makanaan pendamping ASI dan makanan lokal, sambil
terus memberi ASI hingga anak berusia 2 tahun.
d. Ibu membawa balita secara rutin ke Posyandu sebulan sekali untuk pemeriksaan
tumbuh kembang.
e. Ibu, anak, dan seluruh keluarga cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air
mengalir.
f. Ibu, anak, dan seluruh anggota keluarga menggunakan jamban sehat.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
171
Jumlah
Nama Peserta Jumlah Kegiatan yang dilakukan dan
No
Kelompok Pelatiha Sasaran Jenis KAP yang dipraktikkan
n
1 Kelompok 1 2–3 1-2 bumil Mempraktekkan KAP melalui
orang konseling kepada bumil dengan
metode bercerita singkat (story
telling) dengan menggunakan
media KIE sebagai alat bantu
KAP dari Satu Orang ke Satu
Orang
2 Kelompok 2 5–7 Minimal 4 Mempraktekkan KAP melalui
orang bumil penyuluhan kepada bumil
dengan metode story telling
digabungkan dengan tanya
jawab, ceramah dengan
menggunakan media KIE
sebagai alatbantu KAP dari satu
orang ke kelompok.
3 Kelompok 3 5–7 4-10 ibu • Mempraktekkan KAP melalui
orang dengan penyuluhan dengan metode
baduta/ demonstrasi dengan
pengasuh menggunakan beberapa
media KIE sebagai alat bantu
• Mendemonstrasikan
pembuatan MPASI dengan
menggunakan sumber
makanan lokal
• Jenis KAP dari Satu Orang
ke Kelompok.
4 Kelompok 4 5–7 >8 Bumil/ Mempraktekkan KAP melalui
Orang Ibu dg edukasi dengan metode
baduta/ bernyanyi, bermain dan
pengasuh/ ceramah dengan menggunakan
ayah/ media KIE sebagai alat bantu
remaja KAP dan jika memungkinkan
bersamaan saat diadakannya
posyandu.
Jenis KAP dari Satu Orang ke
Kelompok.
Kelompok 5 5–7 >=10 ibu/ Mempraktekkan KAP dengan
5 orang ayah/ metode bernyanyi dan bercerita
remaja/ (story telling) dengan
pengasuh menggunakan media KIE
sebagai alat bantu KAP dari
Satu Orang ke Kelompok.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
172
6 Kelompok 6 5–7 >=10 orang Melakukan KAP dengan metode
orang (diupayaka bermain, menggambar (body
n sasaran mapping), bercerita dengan
homogen) menggunakan media KIE
sebagai alat bantu KAP dari
Kelompok ke Kelompok.
2) Setiap kelompok mempersiapkan alat dan bahan, serta jenis bina suasana
yang akan digunakan.
3) Tiap kelompok menggunakan hasil pembagian peran dengan rincian tugas
sebagai berikut:
a) Ketua kelompok, ketua kelompok memiliki tanggung jawab untuk
memimpin anggota kelompoknya sehingga kegiatan KAP berjalan
lancar. Selain itu, memudakan komunikasi dan koordinasi dengan
panitia pelaksana praktik kerja lapangan saat PKL
b) Pengamat, bertugas mengamati pelaksanaan KAP, mencatat hal hal
yang yang telah dilaksanakan, perlu diperbaiki, atau hal hal yang
sekiranya tidak terlihat oleh fasilitator saat membawakan sesi KAP
kepada sasaran. Pengamat dapat langsung memberikan saran
kepada fasilitator bila ada hal hal yang dapat diperbaiki saat
pelaksanaan
c) Fasilitator KAP, bertugas sebagai fasilitator yang memfasilitasi KAP
dengan menggunakan akat bantu KAP
d) Pencatat Waktu (timer), bertugas memonitor penggunaan dan
alokasi waktu pelaksanaan KAP dan mengingatkan kelompok
e) Petugas Bina Suasana, bertugas membawakan permainan atau
mengkondisikan supaya kegiatan KAP berjalan lancar
f) Petugas Dokumentasi, bertugas mendokumentasikan kegiatan KAP,
terutama di setiap tahapan kegiatannya, seperti perkenalan, bina
suasana, praktek alat bantu KAP, dll., termasuk mencatat proses
pelaksanaan praktik lapangan sebagai bahan penyusunan laporan
untuk diskusi setelah pelaksanan praktik lapangan.
g) Petugas Alat dan bahan, bertugas menyiapkan dan memastikan alat
dan bahan pelaksanaan KAP saat PKL
Peran Timer atau pencatat waktu, Petugas Dokumentasi dan Alat Bahan
dapat dilakukan oleh satu orang, atau merangkap disesuaikan dengan
jumlah anggota kelompok.
b. Pelaksanaan PKL
1) Pelaksanaan PKL berdasarkan alat bantu/tools KAP percepatan
pencegahan stunting yang telah disiapkan, dengan mengacu 6 perilaku
prioritas yaitu (1) ibu hamil minum TTD, (2) kelas ibu hamil, (3) Pemberian
Makan Bayi dan Anak (PMBA), (4) anak dibawa ke Posyandu, (5) sanitasi,
dan (6) cuci tangan pakai sabun, sesuai tabel pembagian tugas PKL setiap
kelompok yang sudah disiapkan.
2) Kelompok PKL melakukan praktik KAP percepatan pencegahan stunting
sesuai dengan pembagian sasaran dan topik kegiatan yang harus dilakukan
serta jenis KAP yang dipraktikan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
173
3) Peserta diperbolehkan menggunakan alat bantu yang disediakan,
memodikasi, atau menyusun alat bantu KAP baru.
4) Tahapan dalam pelaksanaan praktik lapangan yang perlu diperhatikan
adalah.
a) Perkenalan, disarankan untuk menggunakan bentuk permainan yang
dapat memecah kebekuan suasana supaya lebih dinamis, akrab baik
antar peserta maupun peserta dengan tim PKL. Setiap anggota
masyarakat harus memperkenalkan diriya sendiri tanpa perwakilan
untuk mengaplikasikan prinsip KAP yaitu menyenangkan dan
menambah keakraban, serta semua bicara dan mendengarkan
b) Bina suasana, sesuai jenis bina suasana yang sudah disiapkan.
c) Penyampaian materi dengan alat bantu, sesuai kegiatan yang harus
dilakukan dan jenis KAP yang dipraktikkan seperti pada tabel
pembagian tugas.
d) Komitmen, dilakukan untuk mengaplikasikan salah satu prinsip KAP
yaitu ke arah aksi, perubahan perilaku.
e) Penutupan, Kelompok PKL (Fasilitator) meminta perwakilan warga
masyarakat untuk menyampaikan kesan dan pesannya, kemudian
perwakilan kelompok PKL menyampaikan apresiasi atas partisipasi
peserta dalam proses KAP dan sekaligus berpamitan.
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
174
TIM PENYUSUN
Pengarah
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI
Penanggung Jawab
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Narasumber
Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan
Penulis
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Andi Sari Bunga Untung, SKM, M.Sc.PH
Risang Rimbatmaja
Riza Afriani Margaresa, SKM, MPH
dr. Marti Rahayu D. K, MKM
Bhinuri Damawanti, SKM
Theresia Rhabina, MKM
Sinansari, SKM
drg. Ivo Syayadi, M.Kes
Kontributor
drg. Marlina Ginting, M.Kes
Dr. Ir. Chandra Rudyanto, MPH
drg. Widyawati Garini, M.Kes
Umarjono Hadi, S.Sn
Satryo Utomo, A.Md
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
175
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI
Modul Pelatihan Komunikasi Antar Pribadi (KAP) Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia
176