Anda di halaman 1dari 18

LITERATURE REVIEW

PENYAKIT PERIODONTAL DAN PENYAKIT GINJAL


KRONIS

SAMPUL DALAM

IDA AYU KARMILA SANTI 1902641004


IVO RENNYA VIDYANARA 1902641005
MADE CITRA BUNGA ANJANI 1902641006

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LITERATURE REVIEW INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL

Pembimbing

drg. Eka Pramudita Ramadhany, Sp.Perio., Sert.KGI., FISID


NIP. 1989050520190113001
ABSTRAK

Penyakit periodontal merupakan kondisi peradangan kronis yang ditandai dengan


terjadinya inflamasi pada jaringan periodonsium dan tulang alveolar, dimana
terdapat plak bakteri yang menjadi faktor etiologi penting sehingga menginduksi
proses inflamasi host. Prevelansi dan tingkat keparahan penyakit periodontal
meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis di seluruh dunia yang
diperkirakan sekitar 13,4% dan hal ini akan terus meningkat setiap tahunnya.
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
penurunan fungsi nefron yang bersifat irreversibel ataupun terjadinya penurunan
laju filtrasi glomerulus (eGFR) <60 mL / menit / 1,73 m 2 selama kurang dari 3
bulan. Penyakit ginjal kronis menjadi masalah kesehatan yang penting karena
berdampak negatif pada prognosis dan kualitas hidup. Beberapa penelitian yang
berkembang telah menunjukkan bahwa penyakit periodontal dan PGK berkorelasi
positif, dimana penyakit periodontal menjadi faktor risiko penting untuk PGK
karena menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Komplikasi oral lainnya dari PGK
termasuk mulut kering, penyakit periodontal, dan peradangan pada kelenjar ludah.
Berdasarkan hal tersebut, kami akan memberikan gambaran yang komprehensif
terkait hubungan antara penyakit periodontal dengan pasien dengan penyakit
ginjal kronis.

Kata kunci : penyakit periodontal, penyakit ginjal kronis, rongga mulut


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit periodontal merupakan suatu kondisi peradangan kronis yang
ditandai dengan terjadinya inflamasi pada jaringan periodonsium dan tulang
alveolar. Inflamasi menjadi ciri patologis utama penyakit periodontal dimana
terdapat plak bakteri merupakan faktor etiologi penting yang bertanggung jawab
untuk menginduksi proses inflamasi host. Kondisi tersebut tidak hanya
menyebabkan adanya gejala lokal tetapi juga penyakit sistemik seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes, penyakit hati, penyakit paru obstruktif, dan beberapa
jenis kanker. Prevelansi dan tingkat keparahan penyakit periodontal meningkat
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (Kitamura dkk, 2019; Newman dkk.,
2012).
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan penurunan fungsi nefron yang bersifat irreversibel ataupun terjadinya
penurunan fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus (eGFR) <60 mL / menit / 1,73 m2
selama kurang dari 3 bulan. Penyakit ginjal kronis adalah salah satu penyakit
kronis yang paling umum dengan prevalensi di seluruh dunia diperkirakan sekitar
13,4% dan diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahunnya, terutama di
negara berkembang di mana perawatan kesehatan ginjal terbatas. Penyakit ginjal
kronis menjadi masalah kesehatan yang penting karena berdampak negatif pada
prognosis dan kualitas hidup. Selain itu, penyakit ini juga akan meningkatkan
risiko berbagai kondisi patologis termasuk hipertensi, diabetes, merokok,
penuaan, penyakit autoimun, peradangan sistemik, infeksi saluran kemih, batu
kemih, obstruksi saluran kemih bagian bawah, pemulihan dari cedera ginjal akut,
berat badan lahir rendah, dan toksisitas obat (Rabiega dkk., 2016; Kitamura dkk.,
2019).
Beberapa penelitian yang berkembang telah menunjukkan bahwa penyakit
periodontal dan PGK berkorelasi positif, dimana penyakit periodontal menjadi
faktor risiko penting untuk PGK karena menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Meskipun penyakit periodontal adalah infeksi campuran, dimana basil gram
negatif memainkan peran utama, namun bakteri Porphyromonas gingivalis
terlibat dalam penyakit periodontal akan meningkatkan kadar antibodi
imunoglobulin G (IgG) terhadap P. gingivalis sehingga terbukti berkorelasi positif
menyebabkan perkembangan PGK (Kitamura dkk., 2019).
Pada PGK, organ ginjal tidak mengeluarkan urea dari darah yang akan
dipecah menjadi amonia sehingga pasien PGK akan merasa tidak nyaman dan
bau mulut. Pasien juga akan mengalami kegoyangan gigi dan rasa sakit karena
tubuh tidak dapat menyerap kalsium dengan baik. Komplikasi oral lainnya dari
PGK termasuk mulut kering, penyakit periodontal, dan peradangan pada kelenjar
ludah. Pasien dengan kondisi gagal ginjal stadium akhir yang disertai terapi
dialisis lebih rentan terhadap penyakit periodontal dan masalah kesehatan mulut
lainnya. Selain itu, penyakit periodontal pada pasien PGK ditandai dengan
terjadinya perdarahan, kedalaman probing, kehilangan perlekatan, hypoplasia
email, obliterasi pulpa, dan plak yang banyak pada PGK yang disertai terapi
dialisis (Soroye dkk., 2016).
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, melihat tingginya risiko penyakit
periodontal pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, kami merasa perlu
menyusun dan memberikan informasi yang komprehensif terkait hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Apakah yang dimaksud dengan penyakit periodontal dan penyakit ginjal
kronis?
b. Bagaimana epidemiologi penyakit periodontal pada penyakit ginjal
kronis?
c. Bagaimana patogenesis penyakit periodontal pada penyakit ginjal kronis?
d. Bagaimana pengaruh penyakit ginjal kronis terhadap penyakit
periodontal?
e. Bagaimana tata laksana dan prognosis perawatan periodontal pada
penyakit ginjal kronis?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian penyakit periondontal dan penyakit ginkal
kronis
b. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit periodontal pada penyakit ginjal
kronis
f. Untuk mengetahui patogenesis penyakit periodontal pada penyakit ginjal
kronis
c. Untuk mengetahui pengaruh penyakit ginjal kronis terhadap penyakit
periodontal
d. Untuk mengetahui pengaruh penyakit ginjal kronis terhadap penyakit
periodontal
e. Untuk mengetahui tata laksana dan prognosis perawatan periodontal pada
penyakit ginjal kronis
1.3.2 Manfaat
a. Hasil makalah ini diharapkan memberikan sumbangan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang kesehatan gigi periodonsia mengenai
hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit ginjal kronis
b. Hasil makalah ini diharapkan menjadi masukan kepada tenaga kesehatan
mengenai hubungan status periodontal pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis sehingga dapat menyusun rencana perawatan dengan baik
c. Hasil makalah ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak tenaga
kesehatan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pasien
dengan penyakit ginjal kronis agar menjaga kebersihan rongga mulut dan
menurunkan prevalansi penyakit periodontal sehingga meningkatkan
kualitas hidup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal merupakan suatu kelainan yang melibatkan jaringan
periodonsium, yang meliputi gingiva, sementum, ligamen periodontal, dan tulang
alveolar. Hal ini biasanya ditandai dengan respons inflamasi imun terhadap
patogen bakteri dalam biofilm ataupun plak gigi yang terbentuk pada gigi setiap
hari. Plak gigi atau biofilm merupakan reservoir mikroorganisme dengan lebih
dari 500 spesies mikroba yang berkoloni pada permukaan mulut seperti jaringan
epitel, sulkus gingiva, dan poket (Pontes dkk., 2020).
Penyakit yang paling banyak menyerang jaringan periodonsium adalah
gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan peradangan awal pada jaringan
lunak gingiva. Adapun tanda dan gejala gingivitis diantaranya gingivia berwarna
merah dan bengkak, perubahan kontur dan konsistensi gingiva, mudah berdarah
saat makan dan menyikat gigi, dan bau mulut. Pada individu yang rentan, jika
peradangan tidak diobati maka peradangan dapat menyebar ke bagian
periodonsium yang lebih dalam yang menyebabkan terjadinya periodontitis.
Periodontitis merupakan inflamasi yang mencapai lapisan yang lebih dalam dari
jaringan ikat dan tulang bahkan menyebabkan kerusakan jaringan pendukung
yang menahan gigi pada tempatnya. Adapun tanda dan gejala periodontitis
diantaranya adanya kalkulus, nyeri saat mengunyah, gingiva menurun sehingga
gigi terlihat lebih panjang, kegoyangan gigi, dan terdapat pus di antara gigi dan
gingiva (Pontes dkk., 2020; Bathla, 2011)
Tata laksana penyakit periodontal bergantung pada pengendalian biofilm
dan faktor risiko yang terjadi. Scalling dan root planning merupakan prosedur
kebersihan rongga mulut yang efektif sebagai fase awal yang umum digunakan
untuk perawatan periodontal. Jika perawatan awal tidak dapat menghentikan
perkembangan penyakit maka prosedur bedah dapat dilakukan. Selain itu,
pemberian obat antibiotik pada beberapa kasus juga diperlukan selama perawatan
periodontal. Namun, untuk sebagian besar individu dengan sehat secara sistemik,
kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut setiap hari secara efisien mampu
membatasi terjadinya penyakit periodontal (Pontes dkk., 2020).
2.2 Definisi Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang
berpengaruh pada kesehatan pasien seperti gagal ginjal dan kematian
kardiovaskular. Penurunan fungsi ginjal diukur dengan menggunakan estimated
glomerular filtration rate (eGFR), dengan tingkat keparahan penyakit ginjal
kronis dari 1 sampai 5 berdasarkan penurunan eGFR. Penyakit ginjal kronis sering
kali tidak terdiagnosa dan dapat muncul secara idiopatik pada pasien dengan
komorbid seperti diabetes, penyakit jantung, dan periodontitis kronis.
Perkembangan penyakit ginjal kronis ditandai dengan hilangnya sel ginjal dan
digantikan oleh matriks ekstraseluler yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal
dan gejala penyerta seperti uremia, proteinuria, dan edema. Penyakit ini dapat
berdampak negatif pada prognosis dan kualitas hidup pasien seiring meningkatnya
risiko pada berbagai kondisi patologis seperti hipertensi, diabetes, merokok,
penuaan, penyakit autoimun, peradangan sistemik, infeksi saluran kemih, batu
ginjal, obstruksi saluran kemih bagian bawah, pemulihan dari cedera ginjal akut,
berat badan lahir rendah, dan toksisitas obat (Niall dkk., 2020; Kitamura dkk.,
2019).
2.3 Epidemiologi Penyakit Periodontal pada Penyakit Ginjal Kronis
Menurut Kapellas dkk. (2018), pasien yang menderita PGK memiliki
peluang lebih besar untuk terkena periodontitis. Sementara itu berdasarkan survey
dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di
Amerika Serikat, terdapat peningkatan angka kematian dari 32% menjadi 41%
pada penderita PGK stadium 3-5 yang juga menderita periodontitis (Pontes dkk.,
2020).
2.4 Patogenesis Penyakit Periodontal pada Penyakit Ginjal Kronis
Interaksi antara mikroorganisme dan host menentukan luasnya perjalanan
penyakit periodontal. Mikroorganisme dapat memberikan efek patogen secara
langsung dengan menyebabkan kerusakan jaringan itu sendiri secara langsung
maupun secara tidak langsung dengan merangsang dan memodulasi respons host.
Respon host dimediasi oleh interaksi mikroba dan jenis host, serta faktor genetik
yang bervariasi antar individu. Respon host yang awalnya mencegah terjadinya
infeksi lokal berkembang menjadi infeksi sistemik yang mengancam jiwa (Bathla,
2011). Terdapat beberapa mekanisme dibalik hubungan antara penyakit
periodontal dengan penyakit ginjal kronis, dimana terjadinya suatu peradangan
pada periodontal akan mempengaruhi organ tubuh seperti bakteremia, hubungan
antara molekul sitokin dan inflamasi, stress oksidatif, dan disfungsi endotel pada
penyakit periodontal (Kitamura dkk., 2019).
a. Bakterimia
Pengaruh penyakit periodontal pada penyakit ginjal kronis adalah
masuknya bakteri seperti lipopolisakarida melalui jaringan periodontal yang
mengalami ulserasi ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
endotel ginjal. Leukosit yang bersirkulasi di dalam tubuh akan menelan dan
menghancurkan antigen asing sebagai respon imun. Namun, beberapa bakteri
seperi Porphyromonas gingivalis dan Aggregatibacter actinomycetemncomitans
mampu menyerang sel makrofag atau sel dendritik dan bertahan hidup secara
intraseluler menyebabkan terjadinta inflamasi sistemik. Komponen DNA dan
RNA bakteri periodontal tersebut terdapat pada lesi arteriosklerotik. Beberapa
penelitian menunjukkan, bahwa kadar bakteri lebih tinggi pada pasien
periodontitis dibandingkan pada pasien gingivitis. Dengan kata lain, infeksi
bakteri dalam aliran darah pada pasein penyakit ginjal kronis menyebabkan
kematian lebih tinggi terutama penyakit ginjal stadium akhir (Pontes dkk., 2020;
Kitamura dkk., 2019)
b. Hubungan antara Sitokin dan Inflamasi
Aktivitas biologis yang diamati pada lesi periodontal menunjukkan bahwa
berbagai sitokin terlibat dalam patogenesis penyakit periodontal. Banyak sitokin
yang berhubungan dengan penyakit periodontal, seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan
TNF-α. Sitokin akan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga terjadi
peningkatan bakteremia dan menstimulasi fibroblas dan sel inflamasi, serta
menginduksi sitokin lainnya. Sitokin juga meningkatkan molekul adhesi endotel,
seperti molekul adhesi antar sel (ICAM)-1 dan molekul adhesi sel vaskular
(VCAM)-1, E-selektin, dan kemokin seperti protein monocyte chemoattractant
(MCP)-1 dan IL- 8, dimana sitokin tersebut akan mengatur resorpsi tulang dan
menghambat pembentukan tulang sehingga terjadi perluasan lesi periodontal
melalui kehilangan tulang alveolar dan secara sistemik menyebabkan kelainan
tulang mineral pada penyakit ginjal kronis. Faktor pertumbuhan fibroblast (FGF)-
23, memiliki peran sentral dalam penyebab kelainan tulang mineral pada penyakit
ginjal kronis. Hal ini dapat dilihat dalam pengaturan kadar fosfor serum terdapat
kadar sitokin yang lebih tinggi.
Selain itu, sitokin menyebabkan perluasan matriks mesangial atau
menyebabkan fibrosis interstisial. Sitokin penting lainnya adalah faktor
pertumbuhan, seperti FGF, faktor pertumbuhan turunan platelet (PDGF), dan
faktor pertumbuhan transformasi-β (TGF-β). Faktor pertumbuhan jaringan ikat
(CTGF), yang harusnya mempertahankan homeostasis jaringan dapat
menyebabkan fibrosis selama respon inflamasi. Fibrosis ginjal akan berdampak
negatif pada prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hal ini disebabkan
karena sitokin pada penyakit periodontal akan meningkatkan permeabilitas
vaskular, meningkatkan molekul adhesi, dan meningkatkan regulasi TGF-β
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. (Kitamura dkk, 2019).
c. Stress Oksidatif
Reactive oxygen species (ROS) merupakan faktor pertahanan utama yang
penting dalam penyakit periodontal. ROS diproduksi oleh sel leukosit
polimorfonuklear, sel otot polos pembuluh darah, dan nikotin adenin dinukleotida
fosfat oksidase yang merupakan sumber utama pembentukan ROS. Meskipun
target utama ROS adalah DNA nukleus, namun produksi ROS yang berlebihan
akan menghasilkan lipid peroksida melalui homeostasis dalam jaringan sehingga
menimbulkan penyakit periodontal. Selain itu, ROS dikaitkan dengan stres
oksidatif yang berlangsung lama, yang dianggap menyebabkan kegagalan multi-
organ. Nitrogen reaktif, seperti peroksinitrit, yang diproduksi oleh oksida nitrat
dan anion superoksida menyebabkan kerusakan jaringan endotel. Ada beberapa
stres oksidatif seperti malondialdehyde (MDA), 8-hydroxydeoxyguanosine (8-
OHdG), dan 4-hydroxy-2-nonenal (4-HNE) yang menunjukkan bahwa stres
oksidatif memiliki dampak yang signifikan pada lesi periodontal lokal, dan efek
stres oksidatif pada peradangan sistemik. Misalnya, kadar 8-OHdG jaringan
meningkat di berbagai organ, seperti hati, jantung, ginjal, dan otak dalam model
inflamasi periodontal. Selain itu, kadar MDA, kadar 8-OHdG, dan kadar 4-HNE
dalam saliva menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik. Selain itu, faktor nuklir
eritroit 2 (NrF2), yang merupakan pengatur utama antioksidan, berperan penting
dalam melindungi dari kerusakan jaringan pada periodontitis menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan antara stres oksidatif dan antioksidan menjadi
penyebab keparahan dan perkembangan penyakit periodontal pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis (Kitamura dkk., 2019).
d. Reaksi Inflamasi dan Disfungsi Endotel
Salah satu mekanisme terpenting dalam disfungsi organ sistemik pada
penyakit periodontal adalah disfungsi endotel, yang berhubungan dengan agregasi
platelet, pembentukan sel foam, dan perkembangan ateroma. Pada penyakit ginjal
kronis, proteinuria adalah salah satu tanda terpenting dari prognosis ginjal yang
menunjukkan disfungsi jaringan endotel. Seperti yang disebutkan di atas, sitokin
inflamasi yang berasal dari bakteremia atau parakrin dari lesi periodontal distal
akan menyebabkan permeabilitas vaskuler dan inflamasi dinding vaskuler. Selain
sitokin inflamasi, molekul adhesi endotel, seperti ICAM-1 dan VCAM-1, juga
memberikan peran penting dalam inflamasi vaskular melalui aktivasi sel endotel
dan proliferasi sel otot polos. Inflamasi pada endotel akan menyebabkan stenosis
arteri sehingga terjadi hipertensi. Pasien dengan periodontitis kronis menunjukkan
bahwa disfungsi endotel dari arteri branchial terjadi dengan frekuensi yang lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki periodontitis (Kitamura dkk.,
2019).
2.5 Pengaruh Penyakit Ginjal Kronis terhadap Penyakit Periodontal
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan berbagai efek sistemik pada
tubuh manusia akibat gagalnya fungsinya ginjal dalam membuang limbah dalam
darah. Seiring waktu, hal tersebut dapat menyebabkan tubuh terpapar racun
uremik dalam jangka panjang (misalnya urea dan kreatinin sebagai hasil
metabolisme asam amino). Racun uremik tersebut dapat berkembang menjadi
uraemic syndrome atau uraemia, yang mengakibatkan penumpukan produk
limbah organik yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Rongga mulut juga
merupakan tempat terjadinya efek sistemik dari PGK, terutama jaringan gingiva
yang merupakan sumber patogenesis periodontitis kronis. Efek yang ditimbulkan
beragam dan tergantung pada faktor seperti: obat yang digunakan dalam
perawatan PGK, stadium PGK, status dialisis, perawatan oral hygiene, dan
penyakit perancu seperti diabetes. Peningkatan plak, inflamasi gingiva dan
kalkulus juga dapat berpengaruh. Walaupun penyebabnya tidak jelas, faktor lain
seperti disfungsi imun, penyakit perancu, dan oral hygiene yang buruk bisa saja
ikut berperan (Niall dkk., 2020).
Akibat PGK, peningkatan kadar urea di rongga mulut dapat menyebabkan
berbagai perubahan yang berkontribusi pada perkembangan periodontitis kronis.
Hidrolisis urea dapat meningkatkan pH saliva melalui pembentukan senyawa
alkali amonia, yang menyebabkan “uraemic fetor” (bau nafas seperti ikan pada
penderita gagal ginjal). Lingkungan mulut yang bersifat basa mendukung patogen
periodontal dan kolonisasinya, dan memicu pengendapan kalkulus. Xerostomia,
kekeringan pada mulut dan permukaan mukosa juga merupakan efek samping
pada pasien PGK, yang diduga disebabkan oleh berbagai faktor seperti perubahan
pada mukosa mulut, berkurangnya laju saliva, dan obat yang digunakan dalam
mengobati PGK. Penurunan laju saliva pada xerostomia telah terbukti
mempengaruhi pasien terhadap infeksi, inflamasi gingiva, dan perkembangan
periodontitis kronis (Niall dkk., 2020; Soraya dkk., 2019).
Peningkatan urea dan toksin uremik jangka panjang yang terus-menerus
dapat berefek pada sistem kekebalan dan dapat menyebabkan disregulasi imun
dan peradangan kronis. Toksin uremik dapat menyebabkan disfungsi leukosit
polimorfonuklear seperti basofil, monosit, dan neutrofil serta mengganggu
respons imun bawaan. Disregulasi dalam sistem imun bawaan dapat menyebabkan
peningkatan risiko infeksi di rongga mulut seperti periodontitis kronis pada pasien
PGK. Obat-obatan yang digunakan untuk terapi imunosupresif setelah
transplantasi (inhibitor kalsineurin) dan calcium channel blocker yang digunakan
untuk mengatur peningkatan kalsium sitosol dengan hipertensi pada pasien
penyakit ginjal juga dilaporkan dapat menyebabkan hiperplasia gingiva pada
penderita PGK. Hiperplasia gingiva dapat berkembang pada pasien dengan
kondisi oral hygiene yang buruk. Hiperplasia gingiva yang berlebihan dapat
menyebabkan inflamasi gingiva dan peningkatan risiko periodontitis kronis (Niall
dkk., 2020).
Efek samping multifaktorial dari PGK di rongga mulut dijabarkan dalam
bagan di bawah ini:

Gambar 1. Efek Sistemik Penyakit Ginjal Kronis pada Rongga Mulut


2.6 Tata laksana Perawatan Periodontal pada Pasien dengan Penyakit
Ginjal Kronis
Saat ini tidak ada protokol khusus yang dikeluarkan untuk manajemen
periodontal yang komprehensif pada pasien PGK dan hubungannya dengan
intervensi medis lainnya. Dokter gigi harus mengetahui implikasi gagal ginjal
pada tubuh dan khususnya pada struktur rongga mulut. Konsultasi dengan
nefrologis sangat penting dilakukan untuk memberikan informasi mengenai status
penyakit, jenis pengobatan, waktu yang tepat untuk perawatan gigi, dan
kemungkinan komplikasi yang terjadi. Perawatan periodontal merupakan hal yang
sangat penting pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis, dikarenakan
pasien tersebut mempunyai kecendrungan mengalami kehilangan gigi yang
diakibatkan oleh penyakit periodontal (Hernandez, 2016).
Sesuai dengan kondisi klinis pasien, program perawatan gigi untuk
perawatan periodontal harus dibuat dan diikuti secara ketat setiap 3 bulan. Pada
pasien yang menjalani dialisis, waktu perawatan gigi yang paling efektif yaitu
sehari setelah dilakukan dialisis, dengan syarat keseimbangan elektrolit dalam
tubuh pasien. Hal ini dilakukan agar heparin dalam darah berada pada tingkat
paling minimal demi mengurangi risiko perdarahan. Prosedur pembedahan harus
dilakukan minimal 8 jam setelah perawatan dialisis selesai. Pertimbangan utama
untuk penatalaksanaan pasien PGK adalah (Hernandez, 2016) :
a. Perdarahan: Teknik pembedahan yang teliti harus dilakukan, penutupan
luka merupakan hal penting yang perlu diperhatikan, dan penggunaan
selulosa regenerasi teroksidasi (bedah) serta kolagen mikrofibrilar untuk
mencegah komplikasi perdarahan.
b. Hipertensi: Perlu untuk mengontrol tekanan darah pasien di awal dan akhir
sesi perawatan.
c. Penggunaan obat: PGK menghasilkan ekskresi abnormal pada beberapa
obat, jadi dokter gigi harus berkonsultasi sebelum meresepkan obat apapun
atau menyesuaikan dosis antibiotik, analgesik, dan anestesi lokal. Obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen, naproxen dan
diklofenak, memiliki tingkat pengikatan yang tinggi pada protein plasma
dan sebagian besar dimetabolisme oleh hati. Obat-obat ini harus dihindari
jika memungkinkan pada semua tahap PGK, kecuali jika memiliki indikasi
spesifik dan dipantau karena potensi nefrotoksiknya, obat ini memiliki
kemampuan untuk mempercepat perkembangan kerusakan ginjal dan
masuk ke pengobatan dialisis, atau mempercepat hilangnya fungsi ginjal
sisa yang berharga pada pasien.
Sangat penting untuk menghilangkan infeksi apapun di rongga mulut
sesegera mungkin. Dokter gigi harus mempertimbangkan profilaksis antibiotik
dengan amoxicillin atau clindamycin bila pengobatan melibatkan perdarahan dan/
atau jika ada risiko septikemia seperti pada scaling atau perawatan periodontal.
Dokter gigi harus menggunakan irigasi bebas alkohol dan saliva buatan pada
pasien yang belum menerima transplantasi untuk mengurangi efek xerostomia
(Hernandez, 2016).
Pada pasien yang akan menerima transplantasi ginjal, perawatan gigi
sebelumnya sangat penting untuk menghindari komplikasi perawatan
imunosupresif dan toksemia. Dokter gigi harus memantau kebersihan mulut
pasien untuk mengurangi frekuensi dan keparahan hiperplasia gingiva dan
komplikasi mulut lainnya. Memberikan instruksi kebersihan mulut serta
pembersihan plak dan kalkulus untuk mengurangi risiko infeksi mulut. Rekurensi
sering terjadi sehingga disarankan melakukan kontrol plak yang efektif dan dapat
dibantu dengan pemberian khlorheksisin glukonat atau triklosan (Hernandez,
2016).
2.7 Prognosis Perawatan Periodontal pada Pasien dengan Penyakit Ginjal
Kronis
Prognosis perawatan periodontal pada pasien dengan PGK umumnya baik
ketika dilakukan perawatan periodontal secara bedah. Laporan kasus mengenai
keparahan periodontitis dan pemebesaran gingiva pada pasien PGK menunjukkan
kurangnya respon terhadap obat dan terapi periodontal non-bedah. Setelah
dilakukan perawatan bedah, penyembuhan berjalan lancar dan status periodontal
dilaporkan meningkat secara signifikan tanpa ada tanda-tanda kekambuhan dalam
6 bulan setelah operasi. Perbaikan dalam tes fungsi ginjal setelah terapi
periodontal berhasil menunjukkan efek positif dari pengobatan pada kesehatan
sistemik pasien (Uppal dkk., 2020).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang
berpengaruh pada kesehatan penderita seperti gagal ginjal dan kematian
kardiovaskular. PGK mengakibatkan berbagai perubahan sistemik pada penderita
dan salah satunya adalah rongga mulut. PGK menyebabkan adanya peningkatan
kadar urea di rongga mulut yang berdampak pada perubahan yang berkontribusi
pada perkembangan penyakit periodontal. Kondisi kesehatan gigi yang buruk
pada pasien PGK dapat berpengaruh terhadap kondisi sistemik pasien, sehingga
perawatan terhadap gigi serta organ dalam rongga mulut sangat penting dilakukan.
Perawatan periodontal harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan umum
penderita PGK dengan melakukan konsultasi dengan nefrologis. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi resiko terjadinya perdarahan, pengontrolan dalam penggunaan
obat karena turunnya laju filtrasi glomerulus, dan pemakaian profilaksis antibiotik
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dokter gigi adalah bagian utama dari
tim yang berperan memberikan perawatan yang tepat dan memastikan kualitas
hidup yang lebih baik bagi penderita. Dengan menggunakan protokol pengobatan
yang tepat dan pengawasan yang baik, penanganan perawatan periodontal pada
penderita PGK dapat berjalan dengan efektif dan aman.
3.2 Saran
Bagi dokter gigi agar selalu membentuk komunikasi dengan nefrologis
untuk memberikan informasi mengenai waktu yang tepat untuk perawatan gigi
dan jenis pengobatan yang akan diberikan ke pasien dengan PGK, serta pemberian
edukasi yang baik pada pasien bahwa penyakit sistemik seperti PGK dapat
mengakibatkan manifestasi pada rongga mulut seperti penyakit periodontal yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita sehingga diperlukan perawatan
klinis yang teratur ke dokter gigi.

DAFTAR PUSTAKA

Bathla, S., 2011, Periodontics Revisited, 1st Ed., Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd., India.

Hernandez, C., 2016, Oral Disorders in Patients with Chronic Renal Fairule,
Journal of Oral Research., 5(1): 27-34.

Kitamura, M.; Mochizuki, Y.; Miyata, Y.; Obata, Y.; Mitsunari, K.; Matsuo, T.;
Ohba, K.; Mukae, H.; Yoshimura, A.; Nishino, T.; Sakai, H., 2019,
Pathological Characteristics of Periodontal Disease in Patients with
Chronic Kidney Disease and Kidney Transplantation, International
Journal of Molecular Sciences., 20(10): 1-19.

Niall A. Hickey, Liliana Shalamanova, Kathryn A. Whitehead, Nina Dempsey-


Hibbert, Christopher van der Gast & Rebecca L. Taylor (2020): Exploring
the putative interactions between chronic kidney disease and chronic
periodontitis, Critical Reviews in Microbiology

Newman, M.G. dkk., 2012, Carranza’s Clinical Periodontoly, 11st Ed., Elsevier.,
St. Louis.
Pontes, C.C., Chikte, U.ME., 2020, How Oral Infections can Influence Chronic
Kidney Disease-A Review of The Literature, African Journal of
Nephrology., 23(1): 130-139.

Rabiega, B., Eliasz, W., Pawlaczyk, K., 2016, Oral Health in Chronic Kidney
Disease Patients: A Literature Review, Dent. Med. Probl., 53(3): 419-423.

Soraya S., Ramayani O.R., Siregar R., Siregar B., 2019, Kelainan Gigi dan Mulut
pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik. The Journal of Medical School
(JMS)., 52(2): 89–94.

Soroye, M.O., Ayanbadejo, P.O., 2016, Oral Conditions, Periodontal Status and
Periodontal Treatment Need of Chronic Kidney Disease Patients, Journal
of Oral Research and Review., 8(2): 53-58.
Uppal, J., Trivedi, H., Gupta, N.A., Bey, A., Periodontal management of severe
periodontitis and generalized gingival enlargement in a patient with chronic
renal failure, Journal of Indian Society of Periodontology., 24(3): 284-288.

Anda mungkin juga menyukai