pencernaan makanan dengan memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada
permukaan oral dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai
sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteoliti, yaitu menggunakan
protein, peptida, asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri gram
positif bersifat sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat proteolitik. (Djaya,
2000) Menurut penelitian yang dipelopori oleh Prof. Dr. Joseph.Tozentich dari
Universitas of British Columbia, Vancouver, berhasil mendeteksi bahwa terdapat
suatu senyawa sulfur yang mudah menguap dan berbau tak sedap sebagai hasil
produksi penguraian protein oleh bakteri anaerob gram negatif di dalam mulut.
Senyawa
sulfur
yang
Compounds (VSCs)
mudah
menguap
yang
ini
disebut
mengandung Hidrogen
sebagai Volatile
Sulfur
sulfida (H2S),Methil
yang merupakan
penyebab
saliva,
protein
meningkatnya
makanan,
pH
bakteri
rongga
gram
negatif
anaerob, meningkatnya
mulut
yang
meningkatnya jumlah sel-sel mati dan sel epitel nekrotik di dalam mulut. (Ravel, 2006)
Walaupun penyebab halitosis belum diketahui sepenuhnya, sebagian besar penyebab
diketahui berasal dari sisa makanan
diproses oleh flora normal rongga mulut. Beberapa faktor rongga mulut yang perlu
mendapat perhatian khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh besar terhadap
timbulnya halitosis pada seseorang diantaranya adalah saliva, lidah, ruang interdental, dan
gigi geligi. (Widagdo, 2007).
bertahan
selama
beberapa
jam
walaupun
saluran
pencernaan
seperti jejunum merupakan bagian yang terpisah dari perut. (Simorangkir, 2001).
menumpuk di sela-sela gigi oleh bakteri yang ada di dalam rongga mulut. Keadaan
ini akan bertambah parah pada pasien yang memiliki kecenderungan untuk
membentuk kalkulus dengan cepat.
Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum
terjadi dan memicu terjadinya halitosis disebabkan bakteri gram negatif
seperti veilonella,
fusobacterium
menambah
parah
bau
mulut
individu.
Disamping
itu,
jaringan nekrotik yang terbentuk dan suplai darah yang berkurang menyebabkan
kadar oksigen di daerah infeksi juga berkurang. Dengan demikian bakteri akan
berkembang terus dan membebaskan zat-zat yang berfungsi sebagai virulensi serta
dapat menimbulkan eksudat purulen yang keluar melalui sulkus gingiva. Reaksi
metabolik
timbul
menghasilkan
gas
H2 S
dan
NH2 (Amino)
sehingga
terjadi peninggian konsentrasi sulfur yang mudah menguap dalam udara di rongga
mulut. (Gayford dan Haskell, 1990).
mengeluarkan
bau
tidak
sedap. Septik
menyebabkan menyumbatan pada hidung yang disertai dengan fetor ex ore. Bedah
tonsilektomi sendiri dapat menghasilkan bau yang serupa dengan bau darah busuk
yang terjadi setelah dilakukan operasi mulut. (Gayford dan Haskell, 1990).
patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu bau
nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya otot pipi dan
lidah serta berkurangnya aliran saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi
dengan merangsang aliran saliva dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut
dengan mengunyah, menyikat gigi atau berkumur.
b. Halitosis Patologis
Halitosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak
dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral higiene saja, tetapi membutuhkan
suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis. Adanya
pertumbuhan bakteri yang dikaitkan dengan kondisi oral higiene yang buruk
merupakan
penyebab
halitosis
patologis
intraoral
yang
paling
sering
hal ini tidak dirasakan oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat terdeteksi dengan
tes ilmiah. Oleh karena tidak ada masalah pernapasan yang nyata, maka perawatan yang
perlu diberikan pada pasien berupa konseling untuk memperbaiki kesalahan konsep yang
ada (menggunakan dukungan literature, pendidikan dan penjelasan hasil pemeriksaan)
dan mengingatkan perawatan oral hygiene yang sederhana.
2.3.3 Halitophobia
Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine
halitosis maupun telah mendapat konseling pada kasus pseudo halitosis, pasien masih
kuatir dan terganggu oleh adanya halitosis. Padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang
teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan umumnya ternyata baik dan tidak
ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu pula dengan tes
ilmiah yang ada tidak menunjukkan hasil bahwa orang tersebut menderita halitosis.
Pasien juga dapat menutup diri dari pergaulan sosial, sangat sensitif terhadap komentar
dan tingkah laku orang lain. Maka dari itu, diperlukan pendekatan psikologis untuk
mengatasi masalah kejiwaan yang melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat
dilakukan oleh seorang ahli seperti psikiater ataupun psikolog.
berasal dari rongga mulut sendiri seperti plak, bakteri yang berasal dari poket yang dalam
dan bakteri yang berasal dari lidah memiliki potensi yang sangat besar menimbulkan
halitosis (Jurnal Kedokteran Gigi Mahasaraswati Volume 2).
VSC (Volatile Sulfur Compounds) merupakan unsure utama penyebab halitosis.
VPC merupakan hasil produksi dari akrivitas bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut
yang berupa senyawa berbau yang tidak sedap dan mudah menguap sehingga
menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain disekitarnya. Di dalam
aktivitasnya di dalam mulut, bakteri anaerob bereaksi dengan protein-protein yang ada,
protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein,
sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang
terkelupas dari mukosa mulut. Seperti yang telah diketahui, di dalam mulut banyak
terdapat bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Kebanyakan bakteri gram positif
adalah bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas hidupnya banyak memerlukan
karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri gram negatif adalah bakteri proteolitik
dimana untuk kelangsungan hidupnya banyak memerlukan protein. Protein akan dipecah
oleh bakteri menjadi asam-asam amino ( Agus Djaya, 2000).
Sebenarnya terdapat beberapa macam VSC serta senyawa yang berbau lainnya di
dalam rongga mulut, akan tetapi hanya terdapat 3 jenis VSC penting yang merupakan
penyebab utama halitosis, diantaranya metal mercaptan (CH3SH), dimetil mercaptan
(CH3)2S, dan hidrogen sulfide (H2S). Ketiga macam VSC tersebut menonjol karena
jumlahnya cukup banyak dan mudah sekali menguap sehingga menimbulkan bau.
Sedangkan VSC lain hanya berpengaruh sedikit, seperti skatole, amino, cadaverin dan
putrescine (Agus Djaya, 2000).
2.
Orang lain berkomentar mengenai bau nafas anda kemudin menawarkan sejenis
permen atau obat penyedap bau nafas.
3.
Tanpa sadar anda sering menggunakan produk penghilang bau mulut, penyegar
nafas.
4.
5.
Anda merasakan mulut kering atau kondisi air liur lebih kental daripada biasanya.
Kondisi ini tidak dapat diperbaiki walau dengan segala usaha yang anda lakukan.
mendukung diagnosa yang tepat. Metode diagnosis dibedakan atas metode langsung dan
tidak langsung
2.6.1 Metode Langsung
Metode langsung dilakukan dengan menghirup langsung bau yang terpancar atau
mengakur gas-gas yang mengandung sulfur penyebab timbulnya halitosis. Metode
langsung meliputi self diagnosis and home diagnosis pengukuran organoleptik,
pengukuran dengan menggunaknan instrument seperti gas Kharomatografi, monitor
sulfide/portable (halimeter) dan elektronik nose.
Gunakan
kain/kertas
tissue
bersih
atau
air
mengalir
untuk
membersihkan tongue scrapper. Ulangi prosedur ini 2-4 kali sampai seluruh
permukaan dibersihkan. (Djaya, 2000)
d. Penggunaan Obat Kumur
Obat kumur digunakan paling sedikit sekali sehari. Waktu yang paling tepat
menggunakan obat kumur adalah sebelum tidur karena obat kumur memberikan efek
antibakteri selama tidur saat aktivitas bakteri penyebab bau mulut meningkat. Obat
kumur yang mengandung alkohol dapat mengakibatkan mulut kering dan apabila
digunakan dalam waktu lama dapat menyebabkan mukosa mulut terkelupas. Oleh
karena itu, sebaiknya menggunakan obat kumur non-alkohol seperti yang
mengandung sodium sakarin. Penggunaan tidak perlu terlalu berlebihan, kurang lebih
10-15 ml sudah cukup untuk membasahi seluruh permukaan mulut. Kumur sekurangkurangnya 1-2 menit. Jangan kumur langsung dari botol, karena apabila tersentuh
ludah, bahan akan terkontaminasi, sehingga bahan aktif selebihnya di dalam botol dapat
menjadi rusak, akibatnya tidak berguna lagi untuk pemakaian selanjutnya. (Pintauli,
2008)
e. Diet Sehat
Diet sehat dilakukan dengan memakan makanan segar berserat seperti sayuran
dan mempunyai konsistensi kasar yang dapat membantu membersihkan dorsum lidah,
menghindari memakan makanan yang menimbulkan bau, serta banyak minum air
putih setiap hari. Baru-baru ini, penelitian di Jepang melaporkan bahwa yogurt tanpa
gula dapat mengurangi senyawa penyebab halitosis. Hal ini dibuktikan dengan
dijumpai penurunan level senyawa hidrogen sulfida sampai 80% setelah mengkonsumsi
90 gram yogurt setiap hari selama 6 minggu. Selain itu, hasil penelitian di
Amerika menunjukan bahwa polifenol (seperti catechin dan theaflavin), senyawa yang
terkandung dalam teh juga dapat menghambat pertumbuhan bakkteri penyebab
halitosis. Catechin terkandung
dalam
teh
hijau
maupun
teh
hitam
apabila mulut terasa kering. Banyak minum air dalam sehari. Menghindari konsumsi
alkohol, rokok, obat-obatan yang dapat menurunkan aliran saliva. ( Dentika Dental
Journal, Vol 13 )
f. Penanganan Oleh Tenaga Profesional
Apabila karies, penyakit periodontal atau infeksi mulut lainnya yang
menyebabkan timbulnya halitosis, maka diperlukan penanganan khusus oleh tenaga
profesional, misalnya melakukan penambalan, skeling atau tindakan penyerutan akar
gigi (root planning). Selain itu, dokter gigi akan mencabut sisa akar bila radiks atau
akar gigi yang menyebabkan timbulnya halitosis. (Pintauli, 2008)
g. Rujukan
Jika kecurigaan penyebab di dalam mulut sudah diatasi, tetapi halitosis masih ada, maka
perlu diwaspadai kemungkinan adanya penyakit yang tidak berkaitan dengan masalah
gigi dan mulut seperti penyakit sistemik. Dalam hal ini, dokter gigi akan merujuk pasien ke
dokter spesialis untuk menanganinya (http://repository.usu.ac.id).
IMPAKSI MAKANAN
Definisi: Masuknya makanan secara paksa ke dalam jaringan periodonsium.
Area yang umum mengalami impaksi makanan:
1. Vertical impaction:
A. Open contacts
Kerusakan jaringan
Resesi gusi
Impaksi Makanan
KLASIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IMPAKSI MAKANAN
CLASS I
: Occlusal wear
CLASS II : Loss of proximal contact
CLASS III : Extrusion beyond the occlusal plane
CLASS IV : Congenital morphological abnormality
CLASS V : Improperly constructed restorations
1. CLASS I : Occlusal wear
A. Tipe A: Gaya wedging yang disebabkan oleh adanya plunger cusp ke bagian
facet oblique dari gigi antagonisnya.
B.
Tipe B: Cusp gigi maksila yang telah mengalami keausan secara oblique
menyebabkan adanya overhanging dari permukaan distal gigi antagonis.
C. Tipe C: Sama seperti tipe B, hanya gigi yang mengalami keausan adalah gigi
mandibula.
A. Tipe A: Kehilangan penyangga distal gigi akibat ekstraksi gigi sebelah distal dari
gigi yang mengalami impaksi.
i.
ii.
iii.
iv.
3. Memerbaiki titik kontak yang ideal: Kontak proksimal yang baik dapat mencegah
terjadinya impaksi makanan secara interproksimal melindungi papila interdental.
A. Kontak ideal dilihat dari aspek:
i. Location
ii. Width
iii. Height
iv. Tightness
B. Setelah diperbaiki periksa menggunakan dental floss secara hati-hati agar tidak
melukai papila interdental
4. Restorasi Permanen
Faktor yang harus diperhatikan dalam membuat restorasi permanen:
i. Kontak proksimal
ii. Kontur permukaan oklusal
iii. Kontur fasial dan lingual
Restorasi yang dapat digunakan bisa dari restorasi direct (jarang digunakan) atau
menggunakan inlay logam/porselen. Apabila perbaikan gigi mencapai hampir
seluruh permukaan dapat digunakan restorasi crown.