Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN Halitosis atau lebih dikenal sebagai bau mulut merupakan kasus yang cukup sering kita jumpai pada masyarakat. Meskipun tampak sepele, namun masalah bau mulut memiliki dampak yang cukup besar bagi para penderitanya, baik dari segi kesehatan maupun kehidupan sosialnya. Hal ini tergambar dari sebuah data dimana bau mulut merupakan alas an terbanyak ketiga mengapa seseorang berobat ke dokter gigi, setelah kerusakan gigi dan penyakit periodontal.

II.

DEFINISI Halitosis atau bau mulut dapat secara singkat dijelaskan sebagai bau nafas yang tidak enak, dan tidak menyenangkan serta menusuk hidung. Bau mulut bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala adanya kelainan/penyakit yang tidak disadari. Kelainan tersebut dapat berupa kelainan sistemik ataupun berasal dari faktor-faktor yang ada di rongga mulut tersebut. Bau mulut timbul dari proses perubahan bahan dalam rongga mulut yang mengandung ikatan sulfur.

III.

ETIOLOGI Penyebab terbesar timbulnya halitosis, yakni sekitar 85-90%, disebabkan adanya masalah yang ada di mulut. Intensitas bau mulut berubah-ubah setiap harinya oleh makanan tertentu (seperti bawang merah, bawang putih, daging ikan, keju, dan lain-lain), kegemukan, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol. Oleh karena mulut terpapar oksigen lebih sedikit dan menjadi tidak aktif sepanjang malam hari, maka bau mulut ini meningkat intensitasnya ketika bangun tidur di pagi hari. Bau mulut ini terkadang bersifat sementara, akan menghilang dengan menggosok gigi atau menggunakan mouthwash. Namun bau mulut juga dapat bersifat
1

persisten atau sering disebut sebagai chronic bad breath. Hal ini dapat mempengaruhi penderitanya baik secara personal maupun kehidupan sosialnya sehingga rentan menimbulkan stress bagi penderitanya. Bau mulut kebanyakan disebabkan oleh masalah dari rongga mulut itu sendiri, namun tidak menutup kemungkinan bau mulut berasal dari luar mulut, seperti hidung, faring, paru-paru, dan lambung. Bau mulut sifatnya tidak tetap, berubah dari waktu ke waktu sepanjang hari dan dipengaruhi beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, keadaan perut yang lapar, dan menstruasi. Bau mulut bahkan dapat terjadi pada orang yang sehat jika tidak melakukan aktivitas selama lebih kurang 1-2 jam, misalnya pada orang yang puasa, bangun tidur, atau pada orang yang menggunakan gigi palsu yang jarang atau bahkan tidak pernah dibersikan. Jika bau mulut tadinya normal namun berubah menjadi halitosis, bisa jadi disebabkan hal berikut ini: 1. Makan makanan seperti bawang merah, bawang putih, jengkol, pete 2. Vitamin dosis tinggi 3. Kebersihan gigi yang jelek 4. Gigi karies 5. Kebiasaan merokok 6. Mengkonsumsi alkohol 7. Peradangan 8. Sjorgen Syndrome 9. Benda asing pada hidung (biasanya pada anak-anak) 10. Obat-obatan (paraldehid, suntikan insulin, obat bius inhalasi) Selain itu bau mulut dapat disebabkan penyakit sistemik seperti gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, mukositis ulseratif nekrotisasi akut, gangguan fungsi ginjal, gangguan hati, penyumbatan usus, penyakit periodontal, bronkiektasis, diabetes mellitus, kanker kerongkongan,

karsinoma lambung, fistula gastrojejunokolik, ensefalopati hepatikum, ketoasidosis hepatikum, abses paru, ozena, faringitis, divertikulum zenker.

IV.

PATOGENESIS Bau mulut dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor lokal yang ada di rongga mulut, faktor di luar rongga mulut, faktor fisiologis, dan faktor psikis. Halitosis secara umum terjadi sebagai hasil dari dekomposisi bakteri pada makanan, sel, darah, maupun komponen-komponen saliva, namun penyebarannya 90% berasal dari dalam mulut. Protein serta senyawa kimia lain yang ada pada material tersebut dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana seperti asam amino dan peptide, beberapi substansi yang mudah menguap (asam lemak dan sulfur) dihasilkan dari proses dekomposisi tersebut. Beberapa di antaranya yaitu asam propionic, asam butirat, asam valerat, aston, asetaldehid, ertanol, propanol, diacyl. Hasil lain dari dekomposisi ini berperan pada metabolisme bakteri di mulut, dan lebih jauh akan membusuk menjadi bahan yang disebut dengan istilah volatile sulfur compound atau disingkat VSC. Zat ini mengandung hidrogen sulfide, metal mercaptan, dan dimetil disulfide yang merupakan produk bakteri atau flora normal rongga mulut. Pada orang dengan halitosis atau bau mulut, kadar VSC di dalam mulutnya mengalami peningkatan. Peningkatan kadar VSC dalam mulut dapat disesbabkan adanya peningkatan aktivitas bakteri anaerob yang menyebabkan bau VSC tercium indra penciuman. Beberapa organism anaerob yang turut berperan dalam proses ini antara lain Phyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, Bacteriodes forsythus, Treponema denticola. Aktivitas bakteri anaerob tersebut terjadi apabila rongga mulut

mengandung sedikit oksigen, terutama saat mulut kering dimana aliran saliva rendah. Lokasi yang paling sering berhubungan dengan bau mulut
3

adalah lidah. Sejumlah besar bakteri ditemukan di posterior dorsum dari lidah yang mana pada daerah tersebut tidak terganggu oleh aktivitas normal. Daerah ini biasanya relatif kering dan kurang bersih sehingga populasi bakteri tumbuh pesat dari sisa-sisa makanan, sel epitel yang telah mati, dan postnasal drip. Struktur lidah bagian ini menjadi tempat ideal bagi bakteri anaerob untuk tumbuh subur di bawah lapisan yang terbentuk dari sisa-sisa makanan, sel epitel yang telah mati, dan postnasal drip. Bau mulut dapat diperparah jika penderita memiliki oral hygiene atau kebersihan mulut yang rendah. Rendahnya kebersihan mulut dapat terlihat dari banyaknya gigi berlubang atau karang gigi yang menumpuk. Bila ada gigi yang berlubang maka sisa-sisa makanan akan tertinggal di dalam lubang dan di sela-sela gigi yang pada akhirnya akan membusuk dan menyebabkan bau mulut. Demikian pula dengan karang gigi yang menumpuk karena sejatinya pada karang gigi banyak terdapat bakteribakteri yang produk metabolismenya juga dapat menyebabkan bau mulut. Selain faktor di dalam rongga mulut, bau mulut juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor di luar rongga mulut. Penyebabnya dapat berasal dari hidung, jantung, atau karena penyakit tertentu, misalnya kecing manis, infeksi paru, serta infeksi pada lambung atau usus. Infeksi karena kanker atau radang amandel kronis juga bisa membuat nafas tidak sedap. Penyebab lain adalah asam lambung tinggi seperti halnya pada penderita gastritis. Sebagai contoh, ketika gastritis muncul maka tingkat keasaman mulut otomatis naik ke atas tenggorokan, sehingga akan timbul bau mulut. Bau mulut juga sering timbul pada orang-orang yang berpuasa. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, bau mulut mungkin disebabkan karena tidak aktifnya pengunyahan pada saat berpuasa. Hal ini berimplikasi pada turunnya produksi kelenjar saliva. Hal ini memicu peningkatan produksi zat-zat VSC sehingga menimbulkan bau tidak sedap.

Anda mungkin juga menyukai