Anda di halaman 1dari 4

TRADISI LOKAL

Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat.
Sebelum Islam datang, masyarakat Indonesia sudah mengenal berbagai kepercayaan dan
memiliki beragam tradisi lokal.

Hadirnya Islam turut berbaur dengan tradisi tersebut hingga tercipta beberapa tradisi Islam di
Nusantara. Ini digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu dengn tidak
memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di masyarakat.

Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara
yang sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di Nusantara. Para ulama dan wali pada zaman
dahulu tentu telah mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang, baik dari
segi madharat mafsadat maupun halal-haramnya.

Banyak sekali tradisi Islam di Nusantara yang berkembang hingga saat ini. Semuanya
mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing. Berikut ini adalah beberapa tradisi
Islam di Nusantara

1. Tradisi Halal Bihalal

Ini dilakukan pada Bulan Syawal yang berupa acara saling bermaaf-maafan. Setelah umat Islam
selesai puasa Ramadhan sebulan penuh, maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah SWT.

Namun, dosa kepada sesama manusia belum akan diampuni jika belum mendapat kehalalan atau
dimaafkan oleh orang tersebut.

Oleh karena itu tradisi halal bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan
kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali kepada fitrah (kesucian). Tujuan halal bihalal
selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahim dan mempererat tali persaudaraan.

Halal bihalal sebagai sebuah tradisi Islam di Nusantara lahir dari sebuah proses sejarah. Ini
dibuat untuk membangun hubungan yang harmonis (silaturahim) antar umat untuk berkumpul,
saling berinteraksi dan saling bertukar informasi.

2. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)

Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi
membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idul Fitri.

Biasanya, masyarakat akan berkumpul di suatu tempat seperti mushala dan masjid untuk
mengadakan selamatan dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan
makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning atau daun
kelapa yang masih muda.
Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri karena sebagai makanan khas
lebaran. Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana untuk syiar agama.

Oleh sebagian besar masyarakat, kupat juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan
menjadi rangkaian kata yang sesuai dengan momennya yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan
dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan.

3. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta

Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton
Yogyakarta. Tradisi ini dilestarikan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang
telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Peringatan yang lazim dinamai Maulud Nabi itu oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal
dari kata Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama
Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang.

Dahulu setiap Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi
ajaran agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca
syahadatain. Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati
kelahiran Nabi Muhammad SAW.

4. Tradisi Grebeg

Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali diselenggarakan
oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan
memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya.

Grebek di Yogyakarta di selenggarakan 3 tahun sekali yaitu: Pertama grebek pasa-syawal


diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul
Qadr. Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya
kurban.

Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi
Muhammad SAW. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota
Solo, Cirebon dan Demak.

5. Tradisi Grebeg Besar di Demak

Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan di
Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan
dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban.

Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam
dakwah. Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan
dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid
Agung Demak.

5. Sesaji Rewanda, Semarang

Ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT, serta
mengenang napak tilas perjuangan Sunan Kalijaga untuk membangun Masjid Demak. Tradisi
bulan Syawal di Indonesia ini biasanya diadakan pada hari ketiga setelah Idul Fitri.

Warga akan membawa gunungan yang berisi sego kethek (nasi monyet), buah-buahan, hasil
bumi, lepet, dan ketupat dari Kampung Kandri ke Goa Kreo. Replika kayu jati tiang Masjid
Demak juga akan diarak dalam acara ini. Ratusan penari dan pemusik tradisional pun akan
memeriahkan acara ini.

6. Njimbungan, Klaten

Tradisi Islam di Nusantara pada bulan Syawal di Indonesia berikutnya ada di daerah Klaten. Para
warga lebih mengenal acara ini sebagai acara Njimbungan. Yakni berupa arak-arakan gunungan
ketupat dan hasil bumi di Bukit Sidogora, Krakitan Bayat, Klaten.

Nantinya, gunungan ketupat dan hasil bumi ini akan dibagikan ke seluruh peserta yang
mengikuti acara ini. Walaupun terlihat ricuh saat prosesi pembagian ini, sebenarnya ritual ini
tetap berlangsung dengan aman. Tradisi ini peninggalan Keraton Surakarta yang digelar enam
hari setelah Lebaran.

7. Grebeg Syawal, Yogyakarta

Grebeg Syawal Yogyakarta dilaksanakan pada hari pertama bulan Syawal tepatnya saat lebaran
berlangsung atau setelah salat Id. Tradisi ini merupakan wujud kedermawanan sultan kepada
rakyat Yogyakarta.

Pada Grebeg Syawal ini, gunungan hasil bumi akan diarak dari Keraton Yogyakarta menuju
Masjid Agung Kauman. Setelah itu, gunungan tersebut akan jadi rebutan warga. Mereka percaya,
aneka hasil bumi di gunungan tersebut mampu membawa keberuntungan karena telah didoakan
saat ritual berlangsung.

8. Syawalan, Pekalongan

Berbeda dengan yang daerah lain yang menyediakan gunungan hasil bumi, daerah Pekalongan
justru menghadirkan lopis raksasa. Tradisi bernama Syawalan ini dilakukan di daerah Krapyak.

Alasan dipilihnya lopis adalah karena makanan berbahan beras ketan ini dapat menjadi simbol
persatuan yang erat. Nantinya, lopis tersebut akan dipotong-potong untuk kemudian dibagikan ke
seluruh warga Pekalongan.
Beberapa tradisi Islam di Nusantara tersebut masih ada hingga kini dan dilestarikan juga oleh
masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan dan juga keislaman yang harus terjaga.

Anda mungkin juga menyukai