KATA PENGANTAR……...………………………………………………………2
ANGKA KEJADIAN……………………………………………………………….4
PATOFISIOLOGI…..………………………………………………………………4
FAKTOR PENCETUS…..…….……………………………………………………8
KLASIFIKASI ASMA……………..………………………………………………12
DIAGNOSIS………………………..………………………………………………22
PENANGANAN……………….……………………..…………………………….24
40
1
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma
meningkat di hampir seluruh dunia, Dalam dekade terakhir ini terjadi peningkatan
angka kejadian dan derajat asma terutama pada anak-anak di seluruh dunia, baik di
sangat pesat, tetapi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum diketahui
pasti. Banyak ditemui bayi dan batita sering mengalami mengi pada saat terkena
infeksi saluran napas akut dan pada perkembangan selanjutnya jarang menjadi
Beberapa hal yang belum terungkap jelas tersebut mengakibatkan definisi asma
pada anak sulit untuk dirumuskan. Menegakkan diagnosis dan pengobatan asma
lain Global Institute for Asthma(GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and
Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma
kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan
episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,
khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan
2
dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat
Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinis untuk anak tidak praktis,
oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan sebagai
musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain
Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi berulang,
progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau
menjadi (1) asma episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten.
3
Faktor resiko terjadinya asma anak bergantung pada faktor herediter dan
lingkungan, juga pada umur. Bila salah satu orang tua menderita asma,
kemungkinan anak-anak mereka menderita asma adalah 25%, bila kedua orang tua
menderita asma kemungkinannya meningkat menjadi 50%. Asma pada orang tua
mereka.
ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian asma pada masa anak-anak berkisar antara 1,4-11,4% dan di
Amerika Serikat antara 8-13% dengan peningkatan sebesar 50% antara tahun 1964-
1980 atau peningkatan prevalensi asma pada anak umur antara 6-11 tahun dari
4,5% antara tahun 1971-1974 menjadi 6,8% antara tahun 1976-1980, suatu
peningkatan sebesar hampir 60%. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu
pemberian makanan padat yang lebih awal, pemukiman yang makin padat, dan
paparan alergen yang baru. Selain itu angka perawatan di rumah sakit meningkat,
di AS sekitar 200% pada tahun 1983 dibandingkan tahun 1965, atau kenaikan
PATOFISIOLOGI
Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, udema
mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag)
4
histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan adanya konstriksi
bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang kental dalam lumen saluran
peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus,
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin
mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan
kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk
turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas
yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang
berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai
kadar PaCO2yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal,
harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu
dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat
5
oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal,
merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan
rangsangan, misalnya latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat kimia, dan
Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan pada
faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor
Proses inflamasi saluran napas pasien asma tidak saja ditemukan pada pasien asma
berat, tetapi juga pada pasien asma ringan, dan reaksi inflamasi ini dapat terjadi
lewat jalur imunologik maupun nonimunologik. Akibat interaksi antigen dengan IgE
spesifik yang sudah terikat pada sel mast pada mukosa saluran napas, dan/atau
basofil di dalam peredaran darah, akan terjadi influks Ca ++ ke dalam sel mast dan
basofil, dengan akibat cAMP menurun di dalam sel mast/basofil, dan terjadi
6
degranulasi dan pelepasan histamin dan mediator lain (lihat bab tentang reaksi
hipersensitivitas).
Pada pajanan alergen dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu: respons asma cepat,
respons asma cepat dan diikuti respons asma lambat, atau respons asma
20 menit setelah pajanan alergen, dan berlangsung selama 1-2 jam. Mediator yang
dilepaskan oleh sel mast/basofil adalah histamin, ECF, NCF, dan lain-lain. Akibat
pelepasan mediator ini akan terjadi spasme otot polos bronkus, inflamasi, edema,
dan hipersekresi. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah eosinofil dan neutrofil
sebagai akibat pelepasan ECF dan NCF oleh sel mast dan hiperreaktivitas bronkus.
Pada LAR proses penyempitan bronkus lebih lambat, lebih kurang 4-8 jam sesudah
pajanan alergen, dan dapat berlangsung sampai 12-48 jam. Respons lambat ini
disebabkan oleh reaksi inflamasi saluran napas sebagai akibat aktivasi eosinofil, dan
berlangsung beberapa hari, minggu, bahkan beberapa bulan. Bila EAR diikuti
Polutan seperti ozon dan asap rokok secara langsung menyebabkan kerusakan
epitel saluran napas tanpa melalui reaksi imunologik, dengan akibat terpaparnya
dan rangsangan pada ujung nervus vagus, demikian pula infeksi virus dapat
7
FAKTOR PENCETUS
Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma,
yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti
bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia,
Alergen
Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma
banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak
berumur di bawah 3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang
umumnya dapat mentolerir kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak
besar dan dewasa penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah
Alergen hirup
8
2. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen)
gugur.
Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam
debu rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah penyebab utama
penyakit alergi, khususnya asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga
TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit
50% dan untuk jenis D. farinae dapat bertahan hidup sampai suhu 15 oC dan
kelembaban nisbi 40%. Populasi TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur
baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan
kulit manusia.
dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus terjadi
kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada reseptor aferen
9
nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma. Mengi
serangan pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan
satu dengan yang lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya,
untuk berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal. Infeksi
Emosi
bersumber dari masalah antara kedua orang tua, antara orang tua dengan anak,
Latihan jasmani
Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi
akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat
dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi
bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit
terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada beberapa pasien juga dapat
diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang
pertama.
10
Faktor lain
spray,parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia
nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk
asma nokturnal.
melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang
dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang
kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium
11
Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera
memperberat asma.
mekanisme terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya mengalami EIA
(Exercise Induced Asthma) bila berolahraga pada udara dingin dan sewaktu
serangan influensa. Pada pasien lain serangan asma terjadi akibat alergen tertentu
KLASIFIKASI ASMA
keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang,
Asma yang dinilai berdasarkan derajat serangan dan dibagi atas serangan ringan,
sedang, dan berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat
jarang (asma ringan) dapat mengalami serangan berat, bahkan ancaman henti
12
napas, tetapi umumnya anak dengan asma persisten sering akan mengalami
klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: (Tabel 22-2)
13
serangan tidak terganggu sering terganggu tidak pernah normal
3. Tidur dan
normal (tidakmungkin terganggu
aktivitas
ditemukan (ditemukan kelainan)
4. Pemeriksaan perlu, steroid
kelainan)
fisis di luar perlu, non steroid
serangan tidak perlu
5. Obat pengendali PEF / FEV1 < 60%
(anti inflamasi) PEF/ FEV1 60-80%
6. Uji faal paru (di PEF / FEV1 >80%
variabilitas > 30%
luar serangan)
variabilitas 20-30%
7. Variabilitas faal
variabilitas < 20%
paru (bila ada
serangan)
14
Penilaian derajat serangan asma
paru, nafas
laboratorium
keras
tangis pendekberhenti makan
dan lemah
paradoks
15
torakoabdominal
Pulsus paradoksus Tidak ada 10-20 mm Hg > 20 mm Hg Tidak ada
napas)
Dilator
16
Sa O2 % >95% 91-95% < 90%
Pa CO2
< 45 mm Hg <45 mm Hg > 45 mm Hg
Butir-butir penilaian dalam tabel ini tidak harus lengkap ada pada setiap pasien.
Penilaian tingkat awal harus diberikan jika pasien kurang memberikan respons
terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko
tinggi.
faal paru
remisi
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
17
Pemeriksaan fisisNormal (tidakMungkin tergangguTidak pernah normal
kelainan)
(anti inflamasi)
Uji faal paru PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
Variabilitas faal paruVariabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
Fungsi paru,
laboratorium
saat (breathless)
Bayi: Bayi : Bayi :
– Kesulitan
makan/minum
18
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
lengan
mengantuk
inspirasi
torako-abdominal
suprasternal hidung
19
Usia laju nafas normal
nilai dugaan/%
20
nilai terbaik)
– pra
bronkodilator
bronkodilator
tidak perlu
diperiksa
0 1 2
21
tambahan
Skor :
DIAGNOSIS
UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala
awal berupa batuk dan/atau mengi. Pada alur diagnosis selain anamnesis yang
fasilitas yang tersedia. KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan
sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
22
karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain
gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara
lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini
menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian
besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini
rangsangan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
– Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma
Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1
pertama) ≥ 15%
bronkodilator
23
– Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal
– Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya
komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada
PENANGANAN
yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar
sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan
prediksi derajat serangan (Lampiran 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan
24
– Nebulasi dengan -agonis ± antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali
pemberian.
– Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam
aminofilin dosis awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak
diberikan separuhnya.
– Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam,
– Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama
24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat
25
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala
jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus, dan serangan asma
Mengurangi hipoksemia
serangan asma berdasarkan gejala, pemeriksaan fisis, uji fungsi paru, dan
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai serajat
26
ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau mukolitik. Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali
dengan selang 20 menit dan pada pemberian kedua dapat ditambahkan prednison
oral 1 mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan prednison ini juga dapat diberikan
segera bila penderita datang dalam serangan berat. Pemberian prednison sistemik
awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit (Bagan 22-1).
(sesuai tabel 1)
Klinik/ IGD
Serangan berat
Oksigen
Prednison oral
27
Nebuliser 1-3 kali
Intubasi + ventilator
O2 100%
Kortikosteroid iv
Serangan ringan
Gagal nafas
Oksigen teruskan
Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul
28
Boleh pulang
Oksigen teruskan
Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang Rawat
Inap
Catatan :
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan
kelompok anak-anak ini sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-
2).
29
Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan
faal paru. Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau
dengan lebih canggih dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan dengan lari bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau
berolah raga
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR)
yang mencolok
30
OBAT-OBATAN
Golongan -agonis
mg/kg)
Golongan antikolinergik
bromide
31
6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Steroid Oral :
Lameson, Urbason 4 mg
Dellacorta
5 mg
4 mg
Steroid Injeksi :
32
M. prednisolon Solu-Medrol Vial 125 mg IV / IM 1-2 mg/kg
dilanjutkan 1
Kalmetason Ampul 4 mg
mg/kgBB/hari
Corsona Ampul 5 mg
6 jam
Agonis b2-Adrenergik
Sebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat
dan paling banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b 2-
agonis yang tersedia di Indonesia yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan
serbuk yang dihirup (dry powder inhaler). Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-
33
agonis meningkatkan fungsi clearance daripada silia, mengurangi edema dengan
menghambat kebocoran kapiler dan mungkin menghambat kerja sel mast. Efek
samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan anak cemas, yang semuanya ini
Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol,
sebagai pengendali asma dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid
monoterapi.
Metilxantin
Yang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini
cAMP menjadi 5’AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai
agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat diberikan
bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali asma, juga pada asma berat
Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam
darah antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam
34
belum ada perbaikan, berikan loading dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl
dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg BB/8 jam. Efek samping yang
sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan pada dosis yang
Kortikosteroid
penyakit asma. Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja
Steroid inhalasi
minimal (kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan
35
Obat asma dibagi 2 kelompok, yaitu:
dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Pemakaian obat ini
terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada
Cukup diobati dengan obat pereda seperti b-agonis inhalasi, atau nebulisasi kerja
pendek dan bila perlu saja, yaitu jika ada serangan/gejala. Teofilin makin kurang
inhalasi dahulu, jika tidak berhasil diganti dengan steroid inhalasi. Bila dengan
steroid saja asma belum dapat dikendalikan dengan baik, atau dosis steroid perlu
ditingkatkan, sebagai terapi tambahan dapat digunakan b-agonis atau teofilin lepas
antagonist (zafirlukast atau montelukast) atau leukotriene synthesis
inhibitor(Zueliton).
36
Pada asma berat sebagai obat pengendali adalah steroid inhalasi. Dalam keadaan
tertentu, khususnya pada anak dengan asma berat, dianjurkan untuk menggunakan
steroid dosis tinggi dahulu, bila perlu disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
Apabila dengan steroid inhalasi dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan
klinis yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap
Sebaliknya bila dengan steroid hirupan asmanya belum terkendali, maka perlu
atau leukotriene modifier.
Jika dengan penambahan obat tersebut, asmanya tetap belum terkendali, obat
tersebut diteruskan dan dosis steroid inhalasi dinaikkan, bahkan bila perlu
diberikan steroid oral. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2
37
Persisten Terapi harian: Bronkodilator kerja cepat:
tergantung pada
Bronkodilator kerja panjang: ß2 agonis
seringnya eksaserbasi
inhalasi/tablet kerja panjang, theophylline
sustained-release atau
60 mg perhari)
Anti inflamasi: salah satu dari kortikosteroid ß-2 agonis inhalasi untuk
panjang, theophylline sustained-
38
release atauleukotriene receptor antagonistpengobatan tambahan
(LRA)
mengatasi gejala.
Intensitas terapi
tergantung pada
seringnya eksaserbasi
DAFTAR PUSTAKA
39
Michael Sly. Asthma Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
Middleton E Jr, Ellis EF, penyunting. Allergy, Principle & Practice. 5 th ed.
2003, pp 1225-62.
Siwik JP, Nowak RM, Zoratti EM. The evaluation and management of
2003;111:S502-S519.
40
Book of Pediatric Asthma an International Perspective. Edisi ke-1.
41