Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

ASMA PADA ANAK

OLEH : dr.Wan Zazili

NIP. 19740218 200604 2 008


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……...………………………………………………………2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………2

ANGKA KEJADIAN……………………………………………………………….4

PATOFISIOLOGI…..………………………………………………………………4

FAKTOR PENCETUS…..…….……………………………………………………8

KLASIFIKASI ASMA……………..………………………………………………12

DIAGNOSIS………………………..………………………………………………22

PENANGANAN……………….……………………..…………………………….24

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………

40

1
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma

meningkat di hampir seluruh dunia, Dalam dekade terakhir ini terjadi peningkatan

angka kejadian dan derajat asma terutama pada anak-anak di seluruh dunia, baik di

negara maju maupun di negara berkembang. Walaupun tehnologi kedokteran dan

pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma berkembang

sangat pesat, tetapi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum diketahui

pasti.  Banyak ditemui bayi dan batita sering mengalami mengi pada saat terkena

infeksi saluran napas akut dan pada perkembangan selanjutnya jarang menjadi

asma di kemudian hari.

Beberapa hal yang belum terungkap jelas tersebut mengakibatkan definisi asma

pada anak sulit untuk dirumuskan. Menegakkan diagnosis dan pengobatan asma

juga sering mengalami kesulitan sehingga sering

terjadi under/overdiagnosis atauunder/overtreatment. Dalam mengatasi masalah

tersebut di dunia internasional terdapat beberapa panduan yang dianut, antara

lain Global Institute for Asthma(GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and

Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma

Education and Prevention Program(1997).

GINA mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi

kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast,

eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan

episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,

khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan

2
dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat

reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga

berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai rangsangan.

Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinis untuk anak tidak praktis,

oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan sebagai

berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),

musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain

dalam keluarga atau penderita sendiri.

Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi berulang,

terutama pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan atau

dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan

ataukeluarganya.Yang dimaksud serangan asma adalah episode perburukan yang

progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau

berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Penggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan

derajat serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi

menjadi (1) asma episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten.

Berdasarkan derajat serangannya, asma dikelompokkan menjadi (1) serangan asma

ringan, (2) sedang dan (3) berat.

3
Faktor resiko terjadinya asma anak bergantung pada faktor herediter dan

lingkungan, juga pada umur. Bila salah satu orang tua menderita asma,

kemungkinan anak-anak mereka menderita asma adalah 25%, bila kedua orang tua

menderita asma kemungkinannya meningkat menjadi 50%. Asma pada orang tua

laki-laki merupakan prediktor yang sangat kuat untuk diturunkan ke anak-anak

mereka.

 ANGKA KEJADIAN

Angka kejadian asma pada masa anak-anak berkisar antara 1,4-11,4% dan di

Amerika Serikat antara 8-13% dengan peningkatan sebesar 50% antara tahun 1964-

1980 atau peningkatan prevalensi asma pada anak umur antara 6-11 tahun dari

4,5% antara tahun 1971-1974  menjadi 6,8% antara tahun 1976-1980, suatu

peningkatan sebesar hampir 60%. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu

faktor modernisasi dan urbanisasi, misalnya menurunnya pemberian ASI ekslusif,

pemberian makanan padat yang lebih awal, pemukiman yang makin padat, dan

paparan alergen yang baru. Selain itu angka perawatan di rumah sakit meningkat,

di AS sekitar 200% pada tahun 1983 dibandingkan tahun 1965, atau kenaikan

sekitar 4,5% per tahun, tertinggi pada usia 0-4 tahun.

 PATOFISIOLOGI

Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, udema

mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag)

dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi seperti

4
histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan adanya konstriksi

bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang kental dalam lumen saluran

nafas. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis

segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan

peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus,

menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion

mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga

terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang

diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin

mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga

meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal

mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang

bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan

kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk

mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO 2 yang akan

turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas

yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang

berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai

kadar PaCO2yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal,

harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu

dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat

5
oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal,

namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat

merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan

meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.

Sesuai dengan definisi asma, maka hiperreaktivitas bronkus merupakan dasar

terjadinya asma bronkial. Hiperreaktivitas bronkus adalah peningkatan respons

bronkus dan penurunan ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap pelbagai

rangsangan, misalnya latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat kimia, dan

menimbulkan reaksi inflamasi.

Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan pada

faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor

pencetus untuk menimbulkan serangan asma sangat tergantung pada

hiperreaktivitas bronkus. Makin berat derajat hiperreaktivitasnya, makin kecil

intensitas faktor pencetus yang diperlukan untuk timbulnya serangan asma.

Proses inflamasi saluran napas pasien asma tidak saja ditemukan pada pasien asma

berat, tetapi juga pada pasien asma ringan, dan reaksi inflamasi ini dapat terjadi

lewat jalur imunologik maupun nonimunologik. Akibat interaksi antigen dengan IgE

spesifik yang sudah terikat pada sel mast pada mukosa saluran napas, dan/atau

basofil di dalam peredaran darah, akan terjadi influks Ca ++ ke dalam sel mast dan

basofil, dengan akibat cAMP menurun di dalam sel mast/basofil, dan terjadi

6
degranulasi dan pelepasan histamin dan mediator lain (lihat bab tentang reaksi

hipersensitivitas).

Pada pajanan alergen dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu: respons asma cepat,

respons asma cepat dan diikuti respons asma lambat, atau respons asma

lambatsaja.Pada EAR terjadi penyempitan bronkus dengan segera, kurang lebih 10-

20 menit setelah pajanan alergen, dan berlangsung selama 1-2 jam. Mediator yang

dilepaskan oleh sel mast/basofil adalah histamin, ECF, NCF, dan lain-lain. Akibat

pelepasan mediator ini akan terjadi spasme otot polos bronkus, inflamasi, edema,

dan hipersekresi. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah eosinofil dan neutrofil

sebagai akibat pelepasan ECF dan NCF oleh sel mast dan hiperreaktivitas bronkus.

Pada LAR proses penyempitan bronkus lebih lambat, lebih kurang 4-8 jam sesudah

pajanan alergen, dan dapat berlangsung sampai 12-48 jam. Respons lambat ini

disebabkan oleh reaksi inflamasi saluran napas sebagai akibat aktivasi eosinofil, dan

pelepasan mediator oleh sel mast/basofil seperti leukotrien, PAF, prostaglandin,

bradikinin, serotonin, dan lain-lain. Hiperreaktivitas bronkus akibat LAR dapat

berlangsung beberapa hari, minggu, bahkan beberapa bulan. Bila EAR diikuti

dengan LAR disebut sebagai dual response.

Polutan seperti ozon dan asap rokok secara langsung menyebabkan kerusakan

epitel saluran napas tanpa melalui reaksi imunologik, dengan akibat terpaparnya

dan rangsangan pada ujung nervus vagus, demikian pula infeksi virus dapat

menimbulkan hiperreaktivitas bronkus lewat jalur nonimunologik dan imunologik. 

7
 FAKTOR PENCETUS

Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma,

yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti

bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia,

endokrin, serta faktor anatomi dan fisiologi.

Alergen

Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:

 Alergen makanan

Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma 

banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak

berumur di bawah 3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang

umumnya dapat mentolerir kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak

besar dan dewasa penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah

dan nutsdan penyebabnya ini sering menetap, walaupun demikian dapat

diprovokasi tiap 6 bulan.

 Alergen hirup

Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1. Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu

kucing, bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini

banyak dijumpai di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-

negara dengan 4 musim.

8
2. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen)

khususnya di negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim

semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada musim panas dan

gugur.

 Tungau debu rumah

Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam

debu rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah  penyebab utama

penyakit alergi, khususnya asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga

sebagai penyebab dermatitis atopik.

TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit

dilihat tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis Dermatophagoides

pteronyssinus diperlukan suhu sekitar 25-30oC, dengan kelembaban nisbi diatas

50% dan untuk jenis D. farinae dapat bertahan hidup sampai suhu 15 oC dan

kelembaban nisbi 40%. Populasi TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur

baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan

kulit manusia.

Infeksi saluran napas

Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus,

terbanyakrespiratory syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil

dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus terjadi

kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada reseptor aferen

9
nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma. Mengi

pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai

serangan pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan

satu dengan yang lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya,

dimana penderita dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar

untuk berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal. Infeksi

bakteri umumnya jarang ada hubungannya dengan serangan asma.

 Emosi

Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi

pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus dapat

bersumber dari masalah antara kedua orang tua, antara orang tua dengan anak,

atau masalah dengan guru di sekolah.

 Latihan jasmani

Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi

akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat

dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi

bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit

terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan pada beberapa pasien juga dapat

diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang

pertama.

10
 Faktor lain

 Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair

spray,parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia

yang dapat menimbulkan  hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi.

 Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat

dihirup, seperti hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin,

nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk

bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan

klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek

bakterisid makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.

 Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat

memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab

asma nokturnal.

 Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma

melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang

dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang

perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat

antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam

mefenamat, dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin,

mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan

kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium

benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman.

11
 Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera

sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat

memperberat asma.

 Interaksi pelbagai faktor pencetus

Seringkali faktor pencetus tersebut timbul bersamaan, yang akan memperkuat

mekanisme terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya mengalami EIA

(Exercise Induced Asthma) bila berolahraga pada udara dingin dan sewaktu

serangan influensa. Pada pasien lain serangan asma terjadi akibat alergen tertentu

dan sewaktu menderita influensa.

 KLASIFIKASI ASMA

Penyakit asma dibagi menjadi dua menurut berat ringannya, yaitu:

1. Klasifikasi derajat penyakit asma

Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak membagi asma berdasarkan

keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang,

persisten sering, dan persisten berat.

 Klasifikasi derajat serangan asma

Asma yang dinilai berdasarkan derajat serangan dan dibagi atas serangan ringan,

sedang, dan berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat

mengalami serangan ringan saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik

jarang (asma ringan) dapat mengalami serangan berat, bahkan ancaman henti

12
napas, tetapi umumnya anak dengan asma persisten sering akan mengalami

serangan asma berat atau sebaliknya.

 KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT ASMA

KNAA membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter

klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: (Tabel 22-2)

 Asma episodik jarang (asma ringan)

 Asma episodik sering (asma sedang)

 Asma persisten (asma berat)

 Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis,Asma episodikAsma episodik sering Asma persisten

kebutuhan obat dan faaljarang (Asma sedang) (Asma berat)

paru (Asma ringan)

1. Frekwensi < 1 x / bulan > 1 x / bulan Sering

serangan < 1 minggu ³ 1 minggu Hampir sepanjang

2. Lama serangan tahun (tidak ada remisi)


   
 
biasanya berat
biasanya ringan biasanya sedang
1. Intensitas
gejala siang & malam
serangan tanpa gejala sering ada gejala

2. Di antara sangat terganggu

13
serangan tidak terganggu sering terganggu tidak pernah normal

3. Tidur dan
normal (tidakmungkin terganggu 
aktivitas
ditemukan (ditemukan kelainan)
4. Pemeriksaan perlu, steroid
kelainan)
fisis di luar perlu, non steroid
 
serangan tidak perlu
 
5. Obat pengendali PEF / FEV1 < 60%
 
(anti inflamasi) PEF/ FEV1 60-80%
 
6. Uji faal paru (di PEF / FEV1 >80%
 
variabilitas > 30%
luar serangan)
 
variabilitas 20-30%
7. Variabilitas faal
 
variabilitas < 20%
paru (bila ada

serangan)
 

  

14
Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, fungsiRingan Sedang Berat Ancaman henti

paru, nafas

laboratorium

Aktivitas Berjalan Berbicara Istirahat  

  Bayi: menangisBayi: Bayi:  

keras
  tangis pendekberhenti makan

dan lemah

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata  

Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya Kebingungan

  teragitasi teragitasi teragitasi  

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang, hanyaNyaring, Sangat nyaring,Sulit/ tidak

  pada akhirsepanjang terdengar terdengar

ekspirasi ekspir +inspirasi tanpa stetoskop 


 
 

Otot bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan

paradoks

15
        torakoabdominal

     

Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/ hilang

  retraksi ditambah ditambah nafas 

interkostal retraksi cuping hidung


 
suprasternal

Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

Laju nadi               Normal                 Takikardia            Takikardia           Bradikardia

Pulsus    paradoksus            Tidak ada 10-20 mm Hg      > 20 mm Hg       Tidak ada

                                 (kelelahan otot

napas)
   

PEFR atau FEV1   (% nilai dugaan /  % nilai terbaik)

-pra bronkodilator >60% 40-60% <40%  

-pasca bronko   >80% 60-80% <60%

 Dilator      

16
Sa O2 % >95% 91-95% < 90%  

Pa O2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg

Pa CO2
< 45 mm Hg         <45 mm Hg > 45 mm Hg

  

Butir-butir penilaian dalam tabel ini tidak harus lengkap ada pada setiap pasien.

Penilaian tingkat awal harus diberikan jika pasien kurang memberikan respons

terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko

tinggi.

 Pembagian derajat penyakit asma pada anak

 Parameter klinis,Asma episodikAsma episodikAsma persisten

kebutuhan obat danjarang sering

faal paru

Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering

Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang

tahun, tidak ada

remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam

Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

17
Pemeriksaan fisisNormal (tidakMungkin tergangguTidak pernah normal

diluar serangan ditemukan kelainan) (ditemukan

kelainan)

Obat pengendaliTidak perlu Perlu Perlu

(anti inflamasi)

Uji faal paru PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%

(di luar serangan) Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paruVariabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%

(bila ada serangan)

 Parameter klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas

Fungsi paru,

laboratorium

Sesak timbul-padaBerjalan Berbicara Istirahat  

saat (breathless)
Bayi: Bayi : Bayi :

menangis keras –    Tangis pendekTidak mau

dan lemah makan/minum

–    Kesulitan

makan/minum

18
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata  

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang 

lengan

Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung da

mengantuk

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas

Mengi (wheezing) Sedang, seringNyaring, Sangat nyaring,Sulit/tidak terdengar

hanya pada akhirsepanjang terdengar tanpa

ekspirasi ekspirasi, stetoskop

 inspirasi

Sesak nafas Minimal Sedang Berat  

Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan parado

torako-abdominal

Retraksi Dangkal, retraksiSedang, ditambahDalam, ditambahDangkal / hilang

interkostal retraksi nafas cuping

suprasternal hidung

Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :

19
Usia                       laju nafas normal

< 2 bulan                       < 60 / menit

2 – 12 bulan                   < 50 / menit

1 – 5 tahun                     < 40 / menit

6 – 8 tahun                     < 30 / menit

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :

Usia                       laju nadi normal

2 – 12 bulan                   < 160 / menit

1 – 2 tahun                     < 120 / menit

3 – 8 tahun                     < 110 / menit

Pulsus paradoksusTidak ada Ada Ada Tidak ada, tand

(pemeriksaannya kelelahan otot nafas


< 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg
tidak praktis)

PEFR atau FEV1 (%       

nilai dugaan/%

20
nilai terbaik)      

–     pra
     
bronkodilator

> 60%                     > 80%                     < 40%


–     pasca

bronkodilator      

40-60% 60-80% < 60%

    Respon < 2 jam

SaO2 % > 95% 91-95%  90%  

PaO2 Normal biasanya> 60 mmHg < 60 mmHg  

tidak perlu

diperiksa

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg  

           

Penilaian derajat serangan asma

  Sistem Skoring Pernafasan

   0 1 2

Sianosis (-) (+) pada udara kamar (+) pada 40% O2

Aktifitas otot-otot pernafasan(-) Sedang Nyata

21
tambahan

Pertukaran udara Baik Sedang Jelek

Keadaan mental Normal Depresi/gelisah Koma

Pulsus paradoksus (Torr) < 10 10-40 > 40

PaO2 (Torr) 70-100 ≤ 70 pada udara kamar ≤ 70 pada 40%O2

PaCO2 (Torr) < 40 40-65 > 65

Skor :

0-4             : tidak ada bahaya

5-6             : akan terjadi gagal nafas → siapkan UGD

≥ 7       : gagal nafas

 DIAGNOSIS

UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala

awal berupa batuk dan/atau mengi. Pada alur diagnosis selain anamnesis yang

cermat beberapa pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan tergantung pada

fasilitas yang tersedia. KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan

sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

22
karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),

musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain

dalam keluarga atau penderita sendiri.

                Sedangkan GINA mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut:

gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara

lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini

menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan

batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya

berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian

besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini

juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai

rangsangan.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

–         Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma

dapat ditegakkan bila didapatkan :

 Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1

(forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik

pertama) ≥ 15%

 Kenaikan ≥ 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi

bronkodilator

 Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

23
–         Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal

akan menunjang diagnosis

–         Foto  toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya

komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada

anak > 5 tahun dengan asma persisten atau sulit diatasi.

 PENANGANAN

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya

tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta

medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar

yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi

menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar

serangan (asma kronik).

Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada

asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik

sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan

prediksi derajat serangan (Lampiran 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan

derajatnya (lampiran 5).

Pada serangan asma akut yang berat :

–         Berikan oksigen

24
–         Nebulasi dengan -agonis  ± antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali

pemberian.

–         Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada

–         Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam

–         Berikan aminofilin intra vena :

 Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan

aminofilin dosis awal     6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak

20 ml dalam 20-30 menit

 Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis

diberikan separuhnya.

 Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml

 Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam

–         Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam,

dan pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral

–         Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan

dibekali obat             -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama

24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat

jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

25
 Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk,

sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala

tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma

jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus, dan serangan asma

merupakan kegawatan  medis yang lazim dijumpai di ruang gawat darurat.

 Tujuan tatalaksana serangan

 Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin

 Mengurangi hipoksemia

 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

 Rencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan

Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan, National

Asthma Education and Prevention Program (NAEP) melakukan pembagian derajat

serangan asma berdasarkan gejala, pemeriksaan fisis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium (Tabel 22-1). 

Tatalaksana serangan asma di klinik atau IGD

Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai serajat

serangannya menurut klasifikasi di atas dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana

awal terhadap pasien adalah pemberian b-agonis secara nebulisasi, dapat

26
ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau mukolitik. Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali

dengan selang 20 menit dan pada pemberian kedua dapat ditambahkan prednison

oral 1 mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan prednison ini juga dapat diberikan

segera bila penderita datang dalam serangan berat. Pemberian prednison sistemik

awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit (Bagan 22-1).

Alur tatalaksana serangan asma pada anak

Nilai derajat serangan

(sesuai tabel 1)

Klinik/ IGD

 Serangan berat

 Nebuliser b2– agonis

 Oksigen

 Prednison oral

27
 Nebuliser 1-3 kali

 Prednison oral bila sebelumnya minum / tidak ada kemajuan

 Intubasi + ventilator

 O2 100%

 Nebuliser b2– agonis

 Kortikosteroid iv

Serangan ringan

Gagal nafas

                                 

Ruang Rawat Inap

 Oksigen teruskan

 Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada

 Steroid iv tiap 6-8 jam

 Nebulisasi tiap 1-2 jam

 Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan

 Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam

 Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul

ancaman henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif

 Bekali obat ß-agonis (hirupan / oral)

 Jika sudah ada obat pengendali, teruskan

 Dapat diberikan steroid oral

28
Boleh pulang

Ruang Rawat Sehari

 Oksigen teruskan

 Berikan steroid oral

 Nebulisasi tiap 2 jam

 Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang

 Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang Rawat

Inap

 Catatan :

1. Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi  dengan ß-

agonis + Prednison oral + O2

2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan

0,01 ml/kgBB/kali maksimal 0,3 ml/kali

3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan

sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Tatalaksana jangka panjang

Sehubungan kesulitan menggunakan alat-alat penunjang diagnosis asma pada

anak-anak di bawah 6 tahun, maka penentuan derajat penyakit asma  pada

kelompok anak-anak ini sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-

2).

29
Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan

faal paru. Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau

dengan lebih canggih dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,

metakolin, latihan dengan lari bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau

dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis. Ada 3 macam pemeriksaan

yang berguna untuk mendukung diagnosis asma anak:

 Variabilitas PEFR atau FEV1 ³ 20%

 Kenaikan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah pemberian bronkodilator inhalasi

 Penurunan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah provokasi bronkus

Variabilitas harian adalah perbedaan peningkatan/penurunan PEFR dalam 1 hari,

sebaiknya penilaian dilakukan selama 2 minggu.

 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah sebagai berikut:

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan

berolah raga

2. Sesedikit mungkin absen sekolah

3. Gejala tidak timbul siang atau malam hari

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR)

yang mencolok

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin

6. Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang

menghambat tumbuh kembang anak.

30
 OBAT-OBATAN

Obat-obat yang umum digunakan

Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi

Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik

Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml

-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2

Waktu 10-15 menit 3-5 menit

Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi

Golongan -agonis

Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes

Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15

mg/kg)

Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule

Golongan antikolinergik

Ipratropium Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes

bromide

31
 6 thn : 4-10 tetes

Golongan steroid

Budesonide Pulmicort Respule  

Fluticasone Flixotide Nebule

Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma

Steroid Oral :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis

Prednisolon Medrol, Medixon Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Lameson, Urbason 4 mg  

Prednison Hostacortin, Pehacort,Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Dellacorta
5 mg  

Triamsinolon Kenacort Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

4 mg

 Steroid Injeksi :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis

32
M. prednisolon Solu-Medrol Vial 125 mg IV / IM 1-2 mg/kg

suksinat Medixon Vial 500 mg tiap 6 jam

Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef Vial 100 mg IV / IM 4 mg/kgBB/x

Silacort Vial 100 mg tiap 6 jam

Deksametason Oradexon Ampul 5 mg IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,

dilanjutkan 1
Kalmetason Ampul 4 mg
mg/kgBB/hari

Fortecortin Ampul 4 mg diberikan tiap 6-8 jam

Corsona Ampul 5 mg

Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB tiap

6 jam

  

Agonis b2-Adrenergik

Sebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat

dan paling banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b 2-

agonis yang tersedia di Indonesia  yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan

diberikan dalam bentuk inhalasi (metered dose inhaler), dengan nebulizer, atau

serbuk yang dihirup (dry powder inhaler). Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-

33
agonis meningkatkan fungsi clearance daripada silia, mengurangi edema dengan

menghambat kebocoran kapiler dan mungkin menghambat kerja sel mast. Efek

samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan anak cemas, yang semuanya ini

akan berkurang bila b2-agonis diberikan lewat hirupan.  

Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol,

terbutalin atau pirbeterol, sedangkan salmeterol dan formeterol dipergunakan

sebagai pengendali asma dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid

inhalasi dan  sebaiknya b2-agonis kerja lambat tidak dipergunakan sebagai

monoterapi.

Metilxantin

Yang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini

adalah menghambat kerja ensim fosfodiesterase dan menghambat pemecahan

cAMP menjadi 5’AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai

pengganti b2-agonis untuk mengatasi serangan asma atau kombinasi dengan b 2-

agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat diberikan

bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali asma, juga pada asma berat

aminofilin masih dapat dipakai dengan memberikannya secara parenteral.

Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam

darah antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam

darah berada di atas 20 mg. Pemberian aminofilin intravena pada serangan

berat/status asmatikus  dipertimbangkan. Bila dengan obat-obat standar di atas

34
belum ada perbaikan, berikan loading dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl

0,9% dan diberikan perlahan-lahan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan

dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg BB/8 jam. Efek samping yang

sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan pada dosis yang

berlebihan dapat terjadi konvulsi.

 Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang paling poten untuk pengobatan

penyakit asma. Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja

sel inflamasi, mengambat kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan

produksi mukus dan meningkatkan kerja reseptor b-reseptor.

 Steroid inhalasi

Walaupun pemberian steroid secara inhalasi mempunyai efek samping yang

minimal (kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan

menghambat pertumbuhan, sekitar 1-1,5 cm/tahun untuk bulan-bulan pertama

pemakaian, dan pada pemakaian jangka panjang ternyata tidak berpengaruh

banyak pada pertumbuhan. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan untuk

dikombinasi dengan b-agonis kerja lambat, teofilin kerja lambat atau leukotriene

receptor antagonist, bila untuk pengendali jangka panjang pasien resisten terhadap

steroid inhalasi atau dosis steroid perlu ditingkatkan.

35
Obat asma dibagi 2 kelompok, yaitu:

 obat pereda (reliever), yang digunakan untuk meredakan serangan

atau gejala asma yang timbul.

 obat pengendali (controller) yang digunakan untuk mengatasi masalah

dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Pemakaian obat ini

terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada

derajat penyakit asma dan responsnya terhadap pengobatan.

 Cukup diobati dengan obat pereda seperti b-agonis inhalasi, atau nebulisasi kerja

pendek dan bila perlu saja, yaitu jika ada serangan/gejala. Teofilin makin kurang

perannya dalam tatalaksana serangan asma, sebab batas keamanannya sempit.

NAEPP menganjurkan penggunaan kromoglikat atau b-agonis kerja pendek

sebelum aktivitas fisik atau pajanan dengan alergen.

NAEPP merekomendasikan kromoglikat atau steroid inhalasi sebagai obat

pengendali. Pada anak sebaiknya obat pengendali dimulai dengan kromoglikat

inhalasi dahulu, jika tidak berhasil diganti dengan steroid inhalasi. Bila dengan

steroid saja asma belum dapat dikendalikan dengan baik, atau dosis steroid perlu

ditingkatkan, sebagai terapi tambahan dapat digunakan b-agonis atau teofilin lepas

lambat, atau leukotriene receptor

antagonist (zafirlukast atau montelukast) atau leukotriene synthesis

inhibitor(Zueliton).

36
Pada asma berat sebagai obat pengendali adalah steroid inhalasi. Dalam keadaan

tertentu, khususnya pada anak dengan asma berat, dianjurkan untuk menggunakan

steroid dosis tinggi dahulu, bila perlu disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).

Apabila dengan steroid inhalasi dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan

klinis yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap

sehingga tercapai dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.

Sementara itu penggunaan b-agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.

Sebaliknya bila dengan steroid hirupan asmanya belum terkendali, maka perlu

dipertimbangkan tambahan pemberian b-agonis kerja lambat, teofilin lepas lambat,

atau leukotriene modifier.

Jika dengan penambahan obat tersebut, asmanya tetap belum terkendali, obat

tersebut diteruskan dan dosis steroid inhalasi dinaikkan, bahkan bila perlu

diberikan steroid oral. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2

mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil dan diberikan

selang sehari pada pagi hari.

 Tatalaksana asma jangka panjang

  

Derajat asma Pengendali  (Controller) Pereda   (Reliever)

37
Persisten Terapi harian: Bronkodilator kerja cepat:

berat               Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosisß2agonis inhalasi

tinggi) dan Intensitas terapi

tergantung pada
Bronkodilator kerja panjang:  ß2 agonis
seringnya eksaserbasi
inhalasi/tablet kerja panjang, theophylline

sustained-release atau          

Kortikosteroid/Prednisone  2mg/kg/hari  (max

60 mg perhari)

Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosis

rendah atau dosis tinggi)                                   

Persisten sedang Terapi harian: Bronkodilator kerja cepat:

Anti inflamasi: salah satu dari kortikosteroid ß-2 agonis inhalasi untuk

inhalasi (dosis rendah) atau cromolyn ataumengatasi gejala.

nedokromil (anak-anak biasanya dimulai dariMeski demikian,

kromolin atau nedokromil).  penggunaan ß-2 agonis

lebih dari 3-4 kali perhari


Dan jika diperlukan:
atau penggunaan teratur

Bronkodilator jangka panjang: salah satu darisetiap hari

b2-agonis inhalasi atau tablet kerjamengindikasikan perlunya

panjang, theophylline sustained-

38
release atauleukotriene receptor antagonistpengobatan tambahan

(LRA)
 

Episodik ringan Tidak diperlukan terapi harian Bronkodilator kerja cepat:

ß2agonis inhalasi untuk

mengatasi gejala.

Intensitas terapi

tergantung pada

seringnya eksaserbasi 

ß2 agonis inhalasi, cro-

molyn  sebelum olahraga

DAFTAR PUSTAKA

39
 Michael Sly. Asthma Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,

penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16. Philadelphia : WB

Saunders, 2000 : 664-80.

 Lemanske RF, Green CG. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam:

Middleton E Jr, Ellis EF, penyunting. Allergy, Principle & Practice. 5 th ed.

St Louis, Mosby 1998, pp 877-900.

 Eliss EF. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam: Adkinson NF,

penyunting. Middleton’s Allergy. Principles and Practice. 6 th ed. St Louis

2003, pp 1225-62.

 Siwik JP, Nowak RM, Zoratti EM. The evaluation and management of

acute, severe asthma. Med Clin Amer. 2002;86:

 Larche M, Robinson DS, Kay AB. The role of T lymphocytes in the

patogenesis of asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:450-463.

 Warner JO. Guidelines for treatment of asthma. Dalam: Leung DYM,

Sampson HA, Geha RS, Szefler SJ, penyunting. Pediatric Allergy;

Principles and practice. St Louis 2003,pp 350-356.

 Lemanske RF, Busse WW. Asthma. J Allergy Clin Immunol.

2003;111:S502-S519.

1. ·         Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma

Anak. UKK   Pulmonologi : PP IDAI, 2004.

 Larsen  Garyl, Colasurdo GN. Assesment and treatment of Acute

Asthma in Children and aldolecens Dalam: Naspitz CK, penyunting. Text

40
Book of Pediatric Asthma an International Perspective. Edisi ke-1.

United Kingdom : Martin Dunitz, 2001 : 189-209

41

Anda mungkin juga menyukai