Oleh:
Shafa Rahmani Puteri / 2030912320135
Pembimbing
BANJARMASIN
AGUSTUS, 2021
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
2.1 Obesitas.................................................................................................. 3
2.1.1 Definisi........................................................................................ 3
2.2.1 Definisi........................................................................................ 7
2.2.3 Indikasi......................................................................................... 7
2.4.1 Analgetik..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 17
ii
1 BAB I
2 PENDAHULUAN
Obesitas adalah keadaan tubuh yang terjadi akibat akumulasi lemak yang abnormal
atau berlebih sehingga dapat menimbulkan banyak implikasi klinis dalam tatalaksana
anestesi. Cara yang mudah dan biasa digunakan dalam dalam menentukan obesitas pada
orang dewasa yaitu dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung dengan cara
membagi berat badan (dalam satuan kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam
satuan meter) dan hasilnya dibulatkan menjadi satu desimal. Kriteria berat badan lebih
didapatkan apabila hasil perhitungan IMT 25-29,9 kg/m2 dan kriteria obesitas didapatkan
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi
penduduk dewasa di Indonesia yang mengalami berat badan lebih dan obesitas sebesar
28,9%, meningkat dari tahun 2007 sebesar 19,8%, dan 23,9% pada tahun 2010. Data di
Indonesia menunjukkan wanita lebih banyak mengalami berat badan lebih dan obesitas
dibanding laki-laki, dengan prevalensi obesitas pada wanita dewasa sebesar 32,9% pada
tahun 2013 dibandingkan 19,7% pada laki-laki dewasa di tahun yang sama.2 Berat badan
lebih dan obesitas terutama pada wanita usia subur merupakan keadaan sebelum hamil yang
paling sering ditemukan. Pada penelitian di Montpillier Prancis tahun 1993–1994 ditemukan
Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang
beresiko tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan
seperti abortus spontan, kelainan kongenital janin, pertumbuhan janin yang terhambat,
1
2
Pada periode antenatal, berat badan lebih dan obesitas berhubungan dengan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dan terjadinya komplikasi berat hipertensi seperti
sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet). Pada periode intrapartum
berat badan lebih dan obesitas akan berdampak pada proses persalinan. Sebuah analisis
menemukan bahwa berat badan lebih dan obesitas akan meningkatkan risiko seksio sesarea
(SC). Kegagalan percobaan persalinan pada pasien obesitas morbid juga meningkatkan risiko
morbiditas maternal sebanyak 6 kali dibandingkan dengan kelompok yang berhasil. Pada
wanita dengan berat badan lebih dan obesitas sangat penting diberikan edukasi untuk
menurunkan berat badan dalam merencanakan kehamilan. Dan perlu diinformasikan tentang
Seksio sesarea merupakan metode untuk melahirkan bayi melalui irisan pada
abdomen dan uterus. Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC) lebih
dari 700.000 orang menjalani SC yang pertama dan 400.000 wanita menjalani SC berulang
penatalaksanaan anestesi. Karena bahaya yang mungkin timbul berkaitan dengan manajemen
jalan napas dan gejolak hemodinamik pada saat intubasi maka anestesi umum dipilih hanya
4 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi
antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak yang berlebihan dari dalam
tubuh sehingga terjadi berat badan yang berlebih atau obesitas. Cara yang mudah dan biasa
digunakan dalam menentukan obesitas pada orang dewasa yaitu dengan menghitung indeks
massa tubuh (IMT) yang dihitung dengan cara membagi berat badan (dalam satuan kilogram)
dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam satuan meter) dan hasilnya dibulatkan menjadi satu
desimal.8
Kriteria berat badan lebih didapatkan apabila hasil perhitungan IMT 25-29,9 kg/m dan
kriteria obesitas didapatkan lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2. Namun demikian, WHO
menemukan massa lemak yang lebih tinggi pada populasi di Asia bila dibandingkan dengan
populasi lain dengan IMT yang sama. Maka diperlukan intervensi pada IMT yang lebih
rendah untuk populasi Asia termasuk Indonesia. WHO menentukan kriteria lebih dari atau
sama dengan 23 kg/m2 untuk berat badan lebih dan lebih dari atau sama dengan 25 kg/m 2
Kelebihan berat badan atau obesitas, umunya dialami pada wanita hamil di
usia berapapun. Namun, obesitas akan meningkat setelah usia 35 tahun. Kenaikan berat
badan normal saat kehamilan berkisaran 12-16 kg, jika kenaikan yang terjadi lebih dari itu
berati ibu beresiko mengalami kegemukan atau obesitas. Ibu hamil yang obesitas akan
membawa resiko penyakit yang lain seperti hipertensi dalam kehamilan, diabetes gastasional
dan preeklamsia.10
3
4
Penentuan obesitas menggunakan LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih sering digunakan
dibandingkan dengan metode lain seperti pengukuran lingkar pinggang, penghitungan rasio
Resonance Imaging).11
2.1.2 Insidensi
Prevalensi berat badan lebih dan obesitas di dunia mencapai 2,1 miliar pada tahun 2013
dan terus meningkat dari 857 juta pada tahun 1980. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
CDC, prevalensi obesitas pada orang dewasa tahun 1999–2000 yaitu 30,5% dan sangat
meningkat pada tahun 2015–2016 yang mencapai 39,6% dengan angka tertinggi pada
kelompok usia 40-59 tahun yaitu sebesar 42,8% pada wanita maupun pria.1
Indonesia yang mengalami berat badan lebih dan obesitas sebesar 28,9%, meningkat dari
tahun 2007 sebesar 19,8%, dan 23,9% pada tahun 2010. Data di Indonesia menunjukkan
wanita lebih banyak mengalami berat badan lebih dan obesitas dibanding laki-laki, dengan
prevalensi obesitas pada wanita dewasa sebesar 32,9% pada tahun 2013 dibandingkan 19,7%
pada laki-laki dewasa di tahun yang sama.2 Obesitas pada perempuan usia >18 tahun di
Indonesia pada tahun 2018 sebesar 21,8%, meningkat 4,3% dari tahun 2007 (10,5%) dan 7%
dari tahun 2013 (14,8%) dimana prevelensi terendah di nusa tenggara timur 10,3% dan
Ibu hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan dengan
peningkatan setiap tahunnya. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang sangat
serius mengingat komplikasi yang ditimbulkan baik terhadap ibu yang dapat
mengeluarkan energi atau kombinasi keduanya. Obesitas pada ibu hamil disebabkan oleh
banyak faktor antara lain usia ibu saat hamil, paritas, riwayat keluarga, pendidikan, status
sosial ekonimi dan faktor pola makan. Faktor yang menyebabkan obesitas pada ibu hamil3 :
a. Riwayat keluarga
Keturunan adalah salah satu penyebab komponen terbesar yang bisa memicu obesitas.
Hal ini dikarenakan pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang ada didalam tubuh yang
berjumlah besar dan melebihi batas normal secara otomatis akan diturunkan pada keluarga.
Selain itu riwayat keluarga seperti gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi makanan
tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukan bahwa rata-rata riwayat
keluarga memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan. Ibu hamil dengan
keturunan obesitas tersebut juga biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa
kenyang.13
b. Pola makan
Ibu yang sedang hamil membutuhkan banyak sekali makan yang mengandung nutrisi.
Namun, bukan berarti ibu hamil boleh memakan apa saja. Beberapa harus diperhatikan
seperti pola makan secara teratur, dan menjaga nutrisi agar seimbang. Ibu hamil dengan
obesitas akan makan jika ia merasa ingin makan, bukan karena kebutuhan akibat lapar.
Asupan energi yang berlebih dengan kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi secara
terus menerus tanpa di imbangin dengan aktivitas fisik yang tepat dapat menyebabkan ibu
hamil obesitas.13
c. Aktivitas fisik
Pada dasarnya tingkat pengeluran kalori tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu aktivitas
6
olahraga secara umum dan angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dipertahankan
untuk memelihara fungsi minimal tubuh. Ibu hamil dengan olahraga yang teratur maka
pengeluaran kalori tubuhnya juga teratur, sehingga tanpa adanya kelebihan kalori yang
apabila tersimpan dalam tubuh akan menyebabkan obesitas. Kurang aktivitas fisik
kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian
obesitas pada ibu hamil. Ibu hamil yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori, jika ibu
hamil sering mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang
Ibu hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan ibu
hamil dengan berat badan normal, obesitas beresiko tinggi kehilangan darah yang lebih
banyak, komplikasi dari tindakan anastesi, kesulitan dari teknik operasi dan komplikasi
Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang beresiko
tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan seperti
abortus spontan, kelainan kongenital janin, pertumbuhan janin yang terhambat, gangguan
Pada periode antenatal, berat badan lebih dan obesitas berhubungan dengan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, dan terjadinya komplikasi berat hipertensi seperti sindrom
HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet). Pada periode intrapartum berat
badan lebih dan obesitas akan berdampak pada proses persalinan. Sebuah analisis
menemukan bahwa berat badan lebih dan obesitas akan meningkatkan risiko SC. Kegagalan
percobaan persalinan pada pasien obesitas morbid juga meningkatkan risiko morbiditas
maternal sebanyak 6 kali dibandingkan dengan kelompok yang berhasil. Pada wanita dengan
7
berat badan lebih dan obesitas sangat penting diberikan edukasi untuk menurunkan berat
badan dalam merencanakan kehamilan. Dan perlu diinformasikan tentang peningkatan risiko
2.2.1 Definisi
Seksio sesarea (Sectio Caesarea (SC)) ialah suatu proses persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat dinding dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.14
2.2.2 Insidensi
Seksio sesarea adalah operasi darurat terbanyak di bidang obstetri. Data WHO
menunjukkan rata-rata persalinan SC sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia.15 Dalam 24
tahun terakhir, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 150 negara oleh WHO menunjukkan
bahwa pada tahun 2014 dari seluruh populasi 18,6% kelahirannya melalui persalinan SC
dengan jumlah peningkatan tindakan SC dari dua dekade sebelumnya berkisar antara 6%
hingga 27,2%. Survey data nasional pada tahun 2011 yang dipublikasikan oleh IDI
menunjukkan bahwa dari 4.039.000 persalinan 921.000 nya melalui SC atau sekitar 22,8%
dari seluruh persalinan. Berdasarkan data yang dihimpun sepanang 2010-2013 didapatkan
2.2.3 Indikasi
Indikasi dilakukannya SC yang gawat darurat termasuk perdarahan yang masif meliputi
plasenta previa dan akreta, abrupsio plasenta, atau ruptur uteri. Selain perdarahan masif,
indikasi lainnya yakni prolaps dari umbilical cord sampai fetal distress.18
Indikasi dilakukannya SC juga dapat dibagi menjadi dua fase yakni sebelum kelahiran
dan setelah kelahiran. Sebelum kelahiran, indikasi dilakukan SC antara lain histerektomi,
8
momektomi atau perforasi pada uterus lainnya, terdapat kelainan pelvis baik kongenital
maupun akibat trauma, terdapat riwayat operasi pelvis sebelumnya, malpresentasi (janin
sungsang atau melintang) yang tidak direposisi, kehamilan multipel dengan posisi bayi
pertama yang tidak baik, bayi terlalu besar, riwayat distosia bahu, terdapat potensi perdarahan
antepartum derajat mayor, komplikasi hipertensi yang parah pada kehamilan, kondisi medis
tertentu misalnya diabetes melitus yang tidak terkontrol, IUGR (Intrauterine Growth
Saat kelahiran, indikasi dilakukannya SC antara lain terdapat kegagalan proses lahir,
kegagalan induksi kelahiran, terjadi pendarahan, komplikasi hipertensi parah pada kehamilan,
dan semua jenis kegawatan janin dimana kelairan pervaginam tidak dapat dilakukan.19
2.3 Penatalaksanaan Anestesi Seksio Sesarea pada Wanita Hamil dengan Obesitas
Karena risiko komplikasi yang signifikan terkait dengan obesitas pada kehamilan,
ketika merawat ibu hamil dengan obesitas. Termasuk 1) konseling prakonsepsi, 2) menilai
BMI untuk skrining obesitas, 3) pemantauan BMI, 4) memberikan pedoman yang ketat untuk
penambahan berat badan prenatal, dan 5) konsultasi anestesi pada trimester ketiga untuk
. Selama konsultasi ini, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komprehensif harus
dilakukan, dengan penekanan pada evaluasi jalan napas, serta kardiovaskular dan sistem paru.
Diskusi tentang risiko dan manfaat berbagai jenis anestesi harus dilakukan dengan pasien,
termasuk penjelasan tentang pentingnya analgesia dan anestesi neuraksial dan fakta bahwa
teknik neuraksial secara teknis lebih sulit dan memakan waktu. Konsultasi ini juga
diperlukan untuk mengoptimalkan keselamatan ibu dan bayi, dan mendiskusikan perencanaan
Obesitas merupakan faktor risiko untuk Obstructive Sleep Apnea (OSA), yang ditandai
dengan episode berulang dari kolaps saluran napas atas, menyebabkan hipoksemia dan
hiperkarbia. OSA dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi, infark miokard, stroke,
diabetes, dan sindrom metabolik.22 Louis et al menemukan peningkatan lima kali lipat
kematian di rumah sakit pada ibu bersalin dengan OSA. Penulis yang sama sebelumnya
Meskipun diketahui bahwa OSA adalah masalah serius dalam kehamilan, saat ini
belum ada alat yang divalidasi untuk skrining ibu hamil dengan OSA. Sebuah studi baru-baru
ini menemukan bahwa tidak ada alat skrining yang dapat memprediksi OSA pada populasi
ibu hamil; namun, BMI >35 kg/m2, tertidur saat berbicara dengan seseorang, dan riwayat
hipertensi merupakan prediktor signifikan OSA. Wanita yang dianggap berisiko untuk sleep
apnea harus dirujuk untuk sleep study, dan jika didiagnosis OSA, pengobatan dengan
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian ibu di Amerika Serikat, dan
obesitas merupakan faktor risiko kematian kardiovaskular terkait kehamilan. BMI >30 kg/m2
dikaitkan dengan tiga kali lipat risiko hipertensi selama kehamilan. Wanita dengan hipertensi
kronis atau gestasional harus dioptimalkan secara medis selama kehamilan sesuai dengan
pedoman ACOG. Selama konsultasi anestesi, kontrol tekanan darah yang memadai harus
dipastikan. Ibu hamil dengan obesitas morbid tercatat mengalami peningkatan ukuran atrium
kiri, penebalan ventrikel kiri dan septum interventrikular, dan massa pada ventrikel kiri.20
Setiap onset baru sesak napas, penurunan toleransi latihan lebih besar dari yang
seharusnya, sinkop, atau nyeri dada mungkin memerlukan rujukan untuk dilakukan
10
ekokardiogram pada trimester ketiga untuk mengidentifikasi pasien dengan fungsi ventrikel
yang buruk yang mungkin tidak mentolerir autotransfusi pada periode peripartum.22
Kecuali ada kontraindikasi, anestesi neuraksial adalah teknik anestesi pilihan untuk SC
pada semua ibu bersalin, dan termasuk pada ibu bersalin yang obesitas. Kehamilan dan
obesitas merupakan faktor risiko kesulitan jalan napas dan kematian ibu terkait anestesi.
Pada SC, anestesi neuraksial seperti anestesi spinal atau dikenal juga dengan subarachnoid
block (SAB), ataupun epidural lebih banyak dipilih daripada general anestesia/anestesi umum
karena prosesnya cepat, nyaman, dan kualitas analgesia yang baik saat post operasi. Anestesi
umum mempunyai banyak resiko maternal dan janin. Beberapa obat pada anestesi umum
dapat melewati barier plasenta serta berdampak pada janin, dan juga ada resiko aspirasi pada
ibu yang menyebabkan pneumonia. Sekitar dua pertiga kematian akibat anestesi umum
Sementara risiko intubasi sulit meningkat pada pasien hamil dibandingkan dengan
pasien bedah umum, obesitas sendiri dikaitkan dengan peningkatan risiko lebih lanjut. Hal ini
terkait dengan kondisi leher pendek, penumpukan lemak di leher dan bahu yang
meningkatkan kesulitan untuk posisi optimal pada saat laringoskopi, hipertrofi payudara serta
lidah membesar, dan jaringan lunak palatal dan faring yang berlebihan. Hood dan Dewan
melaporkan insiden intubasi sulit sebesar 33% pada ibu melahirkan dengan obesitas yang
Teknik anestesi spinal dan anestesi epidural, baik secara masing-masing atau kombinasi
adalah teknik yang banyak digunakan untuk mengatasi nyeri saat melahirkan termasuk SC
dengan menghasilkan efek analgesia yang sempurna. Teknik regional pada SC pada wanita
hamil dengan obesitas mempunyai tingkat kesulitan tersendiri yang disebabkan oleh tebalnya
jaringan lemak sehingga sulit untuk melakukan palpasi dari prosesus spinosus dan ruang
intervertebralis. Hal ini dapat dibantu mengatasinya dengan menarik garis penunjuk dari
prosesus spinosus ruas ICS 7 ke lekukan pada bagian pantat dan lekukan bagian belakang
tubuh pasien, atau dapat dibantu dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG). Untuk
12
lebih memudahkan lagi, para praktisi sering memposisikan pasien obesitas dalam posisi
Menemukan ruang epidural seringkali secara teknis lebih sulit pada pasien dengan
ukuran tubuh yang lebih besar. Pada obesitas ekstrim, penanda/marker anatomi hampir tidak
mungkin untuk diidentifikasi secara manual. Untuk pendekatan lumbal baik untuk anestesi
epidural maupun spinal, pasien yang kooperatif dapat diminta untuk mengidentifikasi "titik
tengah (midpoint) tubuh Anda". Jika mereka dapat meletakkan jari di lokasi tersebut pada
punggung mereka, maka lokasi yang mereka identifikasi akan sangat mendekati dengan sela
L2-3L3-4 (Gambar 4.1). Metode ini berhasil digunakan untuk pasien dengan BMI 88 kg/m 2
Gambar 4.1 Landmark anatomi mungkin sulit untuk diidentifikasi. Untuk pendekatan
lumbal baik untuk anestesi epidural atau spinal, pasien kooperatif dapat mengidentifikasi
"titik tengah tubuh" dengan jari mereka. Lokasi itu akan sangat dekat dengan celah L2-3 L3-4.
(Foto milik Dr. Yigal Leykin, Pordenone, Italia)28
pada pasien obesitas yang tidak sehat untuk pengobatan nyeri, dan untuk meningkatkan
panduan jarum epidural pada pasien obstetrik obesitas. Penggunaan USG menurunkan tingkat
kesalahan dalam mengidentifikasi tingkat intervertebralis yang tepat pada ibu hamil yang
13
Seperti pada epidural, USG pada verterbae lumbalis juga dapat memfasilitasi kinerja
anestesi spinal pada pasien obesitas, terutama jika tidak ada penanda yang dapat diidentifikasi
atau pendekatan berbasis landmark tidak berhasil. Pencitraan fluoroskopik juga telah
digunakan pada pasien yang sangat gemuk untuk mengidentifikasi landmark yang relevan,
untuk memperkirakan jarak ke ruang intratekal, dan untuk mengkonfirmasi posisi yang tepat
Gambar 4.2 Contoh gambar ultrasonografi sumbu pendek pada tingkat korpus vertebra
L3 menggunakan transduser ultrasound lengkung frekuensi rendah yang menunjukkan
penanda sonografi normal untuk blokade neuraksial; SP proses spinosus; L lamina; TP proses
melintang; SC kanal tulang belakang.29
operasi, kepentingannya, pilihan pasien, dan keterampilan dari dokter anestesi. Proses
Amerika didapatkan insidensi sekitar 15–35%, dan banyak tindakan SC dilakukan dengan
SAB. Alasan pemilihan SAB karena minimnya efek samping terhadap neonatus akibat obat
14
depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi pulmonal pada maternal, ibu dalam keadaan
sadar saat melahirkan, dan yang paling penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam
2.3.3 Komplikasi
Meskipun SAB merupakan teknik anestesi terbaik bagi SC, tetapi SAB juga memiliki
nausea/mual dan muntah, pusing kepala pasca pungsi lumbal (PDPH), blok spinal tinggi atau
spinal total. Mual muntah merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat SAB, dengan
angka kejadian 20-40% . Hipotensi, hipoksia, kecemasan atau faktor psikologis, pemberian
narkotik sebagai premedikasi, puasa yang tidak cukup, serta adanya rangsangan viseral oleh
operator merupakan beberapa penyebab mekanisme terjadinya mual muntah pada SAB.
Data yang didapatkan di kamar bedah Rumah Sakit Pusat Pertamina pada bulan
September sampai dengan November 2009 dari 33 pasien yang dilakukan SC dengan anestesi
spinal sebanyak 21 orang (70%) mengalami hipotensi dibawah 100 mmHg atau 20% dari
tekanan darah sebelum dilakukan anestesi spinal.31 Hipotensi merupakan tekanan darah
sistolik di bawah tingkat yang telah ditentukan, biasanya 80 atau 90 mmHg atau persentase
penurunan tetap (umumnya 30%) pada tekanan darah sistolik atau dari tekanan darah awal
pasien juga dapat dianggap hipotensi. Kejadian hipotensi dapat menyebabkan gangguan
perfusi uteroplasenta sehingga mengakibatkan hipoksia dan asidosis fetus serta depresi
neonatus. Hipotensi yang berat pada ibu dapat menyebabkan penurunan kesadaran, aspirasi
paru, henti napas, dan juga henti jantung. Penentuan hipotensi pasca anestesi spinal
menggunakan perhitungan Mean Arterial Pressure (MAP). MAP merupakan tekanan rata-
rata yang mengalirkan darah masuk ke dalam jaringan sepanjang siklus jantung. MAP <70
15
yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya hipotensi komplikasi anestesi spinal,
didapatkan dua faktor independen terhadap hipotensi yaitu IMT dan tingginya blokade
sensoris.33 Pitkanen dan Rosenberg juga menduga IMT mempengaruhi distribusi larutan
anestesi. Faktor utama yang mempengaruhi tingginya blokade sensoris adalah volume CSF.
Pemberian cairan, posisi pasien setelah tindakan anestesi spinal ternyata tidak berpengaruh
terhadap kejadian hipotensi. Perbedaan kecepatan pemberian larutan anestesi juga tidak
Pencegahan utama hipotensi bergantung pada dua metode farmakologis, yaitu terapi
vasopressor dan loading cairan intravaskuler. Cara lain untuk pencegahan hipotensi adalah
hemodinamik, banyak digunakan teknik dosis rendah spinal, epidural, maupun kombinasi
spinal epidural.37,38 Teknik spinal dosis rendah (low dose) adalah teknik anestesi yang
berkembang di obstetri anestesi dalam beberapa tahun terakhir. Angka kejadian hipotensi
pasca spinal ditengarai bergantung pada dosis dan konsentrasi dari lokal anestesi yang
digunakan. Oleh karena itu spinal dengan dosis rendah dan konsentrasi rendah diharapkan
dibandingkan dengan pasien tidak hamil, karena faktor-faktor seperti peningkatan penyebaran
anestesi lokal intratekal yang disebabkan oleh efek mekanis pembengkakan vena epidural,
atau perubahan permeabilitas jaringan saraf terhadap anestesi lokal seperti akibat perubahan
hormonal pada kehamilan. Masih diperdebatkan apakah dosis anestesi lokal harus dikurangi
lebih lanjut pada ibu hamil yang obesitas. Studi dengan MRI telah mengkonfirmasi
penurunan volume CSF lumbal pada obesitas serta korelasi terbalik antara volume CSF
16
lumbal dan tingkat blok sefalad. Penurunan volume CSF pada ibu bersalin yang obesitas
diduga diakibatkan oleh kompresi kaval oleh uterus gravid dan pannikulus adiposis yang
kekhawatiran tentang penyebaran berlebihan dari SAB pada ibu bersalin dengan obesitas jika
dosis spinal tidak dikurangi dengan risiko blokade saraf spinal tinggi yang memerlukan
intubasi endotrakeal darurat pada ibu melahirkan dengan jalan napas yang berpotensi sulit
dan risiko aspirasi yang signifikan. Faktanya, beberapa sumber menyarankan pengurangan
Namun, beberapa studi klinis menyangkal kekhawatiran ini. Dua studi independen
tidak menemukan korelasi antara tinggi badan, berat badan, atau BMI dan tingkat anestesi
spinal, ketika dosis standar bupivakain 12 mg digunakan untuk SC pada ibu hamil cukup
bulan. Dalam sebuah penelitian yang memperkirakan kebutuhan dosis bupivakain pada ibu
hamil yang obesitas dan tidak obesitas, Lee et al melaporkan bahwa 95% dosis efektif
(ED95) serupa pada kedua kelompok. Carvalho dkk juga tidak menemukan perbedaan dalam
ED50 dan ED95 dari bupivakain untuk persalinan sesar pada ibu melahirkan dengan obesitas
dibandingkan dengan ibu yang tidak obesitas. Oleh karena itu, data saat ini tidak mendukung
pengurangan dalam dosis spinal bupivakain hiperbarik pada ibu hamil yang obesitas. 40
Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa tidak ada risiko penyebaran blokade spinal
yang berlebihan pada ibu obesitas dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak obesitas kecuali
Pada suatu penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang tahun 2020,
dilakukan perbandingan antara outcome SAB dengan dosis rendah (bupivacaine heavy 5 mg
+ adjuvant) dengan dosis biasa (bupivacaine heavy >8 mg + adjuvant ) pada prcosedur SC.
Ditemukan outcome tekanan darah, nadi, waktu capai blok T10-T6, Bromage score 2-3, dan
17
Apgar score tidak berbeda signifikan pada SAB dosis rendah dan dosis biasa. Akan tetapi,
waktu kembali Bromage 0 berbeda signifikan, dengan kelompok dosis rendah memiliki
2.4.1 Analgesik
Analgesia pasca operasi yang memadai pada pasien ibu hamil dengan obesitas sangat
penting karena mobilisasi dini mengurangi risiko komplikasi pada paru dan tromboemboli.
Morfin neuraksial telah terbukti memberikan analgesia yang lebih baik dibanding opioid
intravena atau oral setelah SC, meskipun dikaitkan dengan peningkatan insidensi pruritus dan
mual. Namun, ada kekhawatiran bahwa ibu hamil yang obesitas mungkin berisiko lebih
tinggi mengalami depresi pernapasan yang diinduksi morfin neuraksial, tetapi datanya masih
sangat terbatas. Studi pada wanita yang menjalani SC telah melaporkan insiden mulai dari
konsumsi opioid, dan harus diresepkan secara rutin kecuali bila dikontraindikasikan.44
5 BAB III
6 PENUTUP
Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang beresiko
tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan. Sebuah
analisis menemukan bahwa obesitas akan meningkatkan risiko SC. Kecuali ada
kontraindikasi, anestesi neuraksial adalah teknik anestesi pilihan untuk SC pada semua ibu
Banyak tindakan SC dilakukan dengan SAB. Alasan pemilihan SAB karena minimnya
efek samping terhadap neonatus akibat obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi
pulmonal pada maternal, ibu dalam keadaan sadar saat melahirkan, dan yang paling penting
adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Hales CM, Carroll MD, Fryar CD, Ogden CL. Prevalence of obesity among adults
and youth; United States, 2015-2016. NCHS Data Brief. 2017;288(288): 1–8.
3. Gunatilake RP, Perlow JH. Obesity and pregnancy: clinical management of the obese
2016;1(3):94–8.
5. Fuchs F, Senat M-V, Rey E, Balayla J, Chaillet N, et al. Impact of maternal obesity on
the incidence of pregnancy complications in france and canada. Sci Rep 7. 2017.
2010;113(4):CD007122.
sectio cesaria pada ibu dengan preeklampsia berat terhadap apgar score. Jurnal
body-mass index for Asian populations and its implications for policy and
10. Yao R, Ananth CV, Park BY, Pereira L, Plante LA. Obesity and the risk of stillbirth:
17
18
11. Davies GAL, Maxwell C, McLeod L. Obesity in pregnancy. J Obstet Gynecol Can.
2010;32(2).
13. Flier JS, Eleftheria M-F. Biology of obesity. In: Harrisons Endocrinology. McGraw-
14. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
15. Gibbons L, et all. The global numbers and costs of additionally needed and
saesarea di rumah sakit umum liun kendage tahuna. Universitas Sam Ratulangi
Manado.2014;2.
17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat data dan informasi kementrian
18. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails’s clinical
19. Miller DR. Miller’s anesthesia eight edition. San Fransisco California: Elsevier. 2015.
20. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG committee opinion no.
21. Modder J, Fitzsimons KJ. The centre for maternal and child enquiries (CMACE) and
22. Lamon AM, Habib AS. Managing anesthesia for cesarean section in obese patients:
23. Louis JM, Mogos MF, Salemi JL, Redline S, Salihu HM. Obstructive sleep apnea and
2014;37(5):843–9.
24. Lockhart EM, Ben Abdallah A, Tuuli MG, Leighton BL. Obstructive sleep apnea in
102.
26. Ende H, Kodak B Anesthesia for the morbidly obese pregnant patient. In: Gunaydin
27. Hadzic A. Textbook of regional anesthesia and acute pain management. 2017;2:773–
95.
28. Alvarez A, Brodsky JB, Lemmens HJM, Morton JM. Morbid obesity: peri-operative
29. Brodsky JB, Mariano ER. Regional anaesthesia in the obese patient: Lost landmarks
and evolving ultrasound guidance. Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology
25. 2011:61–72.
30. Mulroy, Michael F, et al. A practical approach to regional anesthesia 4th ed.
31. Handayani. Pengaruh pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan
darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria. Jurnal Health Quality;4(1):1-
76.
20
32. Neal. Complications in regional anesthesia and pain medicine, 2th ed. USA: Wolters
Kluwer. 2013.
33. Brenck F, Hartmann B, Katzer C, Obaid R, Bru D, Benson M, et al. Hypotension after
sensory block with hyperbaric bupivacaine spinal anesthesia. Anesth Pain Med.
2014;4(2).
35. Campbell JP, Stocks GM. Management of hypotension with vasopressors at caesarean
36. Isngadi I, Hartono R, Husodo DP, Prasedya ES. Low dose hyperbaric bupivacaine 5
mg combined with 50 mcg fentanyl for cesarean section in maternal heart disease.
73.
38. Gupta PK, Hopkins PM. Effect of concentration of local anaesthetic solution on the
2013;111(2):293-296.
39. Rucklidge MWM, Paech MJ. Limiting the dose of local anaesthetic for caesarean
section under spinal anaesthesia - Has the limbo bar been set too low? Anaesthesia.
2012;67(4):347-351
21
40. Carvalho B, Collins J, Drover DR, Atkinson Ralls L, Riley ET. ED(50) and ED(95) of
Anesthesiology. 2011;114(3):529–35.
41. Einhorn LM, Akushevich I, Habib AS. Intrathecal bupivacaine dose for cesarean
42. Sulistyawan V, Isngadi, Laksono RM. Perbandingan outcome teknik spinal anestesi
dosis rendah dibandingkan dosis biasa pada sectio caesarea darurat di rumah sakit dr.
43. Bonnet MP, Mignon A, Mazoit JX, Ozier Y, Marret E. Analgesic efficacy and
44. Mishriky BM, George RB, Habib AS. Transversus abdominis plane block for
Anaesthesia. 2012;59(8):766–778