Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI SEKSIO SESAREA

PADA WANITA HAMIL DENGAN OBESITAS

Oleh:
Shafa Rahmani Puteri / 2030912320135

Pembimbing

dr. Iwan Nuryawan, Sp.An, Msi.Med, KAO

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

AGUSTUS, 2021
ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3

2.1 Obesitas.................................................................................................. 3

2.1.1 Definisi........................................................................................ 3

2.1.2 Insidensi ...................................................................................... 4

2.1.3 Faktor Risiko pada Wanita Hamil................................................ 5

2.1.4 Komplikasi pada Wanita Hamil................................................... 6

2.2 Seksio Sesarea........................................................................................ 7

2.2.1 Definisi........................................................................................ 7

2.2.2 Insidensi ...................................................................................... 7

2.2.3 Indikasi......................................................................................... 7

2.3 Penatalaksanaan Anestesi...................................................................... 8

2.3.1 Konsultasi dan Persiapan Anestesi............................................. 8

2.3.2 Teknik Anestesi .......................................................................... 10

2.3.3 Komplikasi .................................................................................. 12

2.4 Tindakan Pasca Operasi.................................................................. 15

2.4.1 Analgetik..................................................................................... 15

BAB III PENUTUP.................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 17

ii
1 BAB I

2 PENDAHULUAN

Obesitas adalah keadaan tubuh yang terjadi akibat akumulasi lemak yang abnormal

atau berlebih sehingga dapat menimbulkan banyak implikasi klinis dalam tatalaksana

anestesi. Cara yang mudah dan biasa digunakan dalam dalam menentukan obesitas pada

orang dewasa yaitu dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung dengan cara

membagi berat badan (dalam satuan kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam

satuan meter) dan hasilnya dibulatkan menjadi satu desimal. Kriteria berat badan lebih

didapatkan apabila hasil perhitungan IMT 25-29,9 kg/m2 dan kriteria obesitas didapatkan

lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2.1

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi

penduduk dewasa di Indonesia yang mengalami berat badan lebih dan obesitas sebesar

28,9%, meningkat dari tahun 2007 sebesar 19,8%, dan 23,9% pada tahun 2010. Data di

Indonesia menunjukkan wanita lebih banyak mengalami berat badan lebih dan obesitas

dibanding laki-laki, dengan prevalensi obesitas pada wanita dewasa sebesar 32,9% pada

tahun 2013 dibandingkan 19,7% pada laki-laki dewasa di tahun yang sama.2 Berat badan

lebih dan obesitas terutama pada wanita usia subur merupakan keadaan sebelum hamil yang

paling sering ditemukan. Pada penelitian di Montpillier Prancis tahun 1993–1994 ditemukan

sekitar 29,6% wanita hamil mempunyai IMT >25kg/m2 sebelum hamil.3

Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang

beresiko tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan

seperti abortus spontan, kelainan kongenital janin, pertumbuhan janin yang terhambat,

gangguan toleransi glukosa dan diabetes gestasional, peningkatan resiko infeksi,

tromboemboli, hipertensi dalam kehamilan, bahkan kematian ibu dan janin.4, 5

1
2

Pada periode antenatal, berat badan lebih dan obesitas berhubungan dengan

terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dan terjadinya komplikasi berat hipertensi seperti

sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet). Pada periode intrapartum

berat badan lebih dan obesitas akan berdampak pada proses persalinan. Sebuah analisis

menemukan bahwa berat badan lebih dan obesitas akan meningkatkan risiko seksio sesarea

(SC). Kegagalan percobaan persalinan pada pasien obesitas morbid juga meningkatkan risiko

morbiditas maternal sebanyak 6 kali dibandingkan dengan kelompok yang berhasil. Pada

wanita dengan berat badan lebih dan obesitas sangat penting diberikan edukasi untuk

menurunkan berat badan dalam merencanakan kehamilan. Dan perlu diinformasikan tentang

peningkatan risiko termasuk persalinan dengan bedah sesar.6

Seksio sesarea merupakan metode untuk melahirkan bayi melalui irisan pada

abdomen dan uterus. Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC) lebih

dari 700.000 orang menjalani SC yang pertama dan 400.000 wanita menjalani SC berulang

tiap tahun. Beberapa pasien yang memerlukan tindakan SC tentunya memerlukan

penatalaksanaan anestesi. Karena bahaya yang mungkin timbul berkaitan dengan manajemen

jalan napas dan gejolak hemodinamik pada saat intubasi maka anestesi umum dipilih hanya

bila ada kontra indikasi terhadap anestesi regional.7


3 BAB II

4 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

2.1.1 Definisi

Obesitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan ketidakseimbangan

antara tinggi badan dan berat badan akibat jaringan lemak yang berlebihan dari dalam

tubuh sehingga terjadi berat badan yang berlebih atau obesitas. Cara yang mudah dan biasa

digunakan dalam menentukan obesitas pada orang dewasa yaitu dengan menghitung indeks

massa tubuh (IMT) yang dihitung dengan cara membagi berat badan (dalam satuan kilogram)

dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam satuan meter) dan hasilnya dibulatkan menjadi satu

desimal.8

Kriteria berat badan lebih didapatkan apabila hasil perhitungan IMT 25-29,9 kg/m dan

kriteria obesitas didapatkan lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2. Namun demikian, WHO

menemukan massa lemak yang lebih tinggi pada populasi di Asia bila dibandingkan dengan

populasi lain dengan IMT yang sama. Maka diperlukan intervensi pada IMT yang lebih

rendah untuk populasi Asia termasuk Indonesia. WHO menentukan kriteria lebih dari atau

sama dengan 23 kg/m2 untuk berat badan lebih dan lebih dari atau sama dengan 25 kg/m 2

untuk obesitas pada populasi Asia.9

Kelebihan berat badan atau obesitas, umunya dialami pada wanita hamil di

usia berapapun. Namun, obesitas akan meningkat setelah usia 35 tahun. Kenaikan berat

badan normal saat kehamilan berkisaran 12-16 kg, jika kenaikan yang terjadi lebih dari itu

berati ibu beresiko mengalami kegemukan atau obesitas. Ibu hamil yang obesitas akan

membawa resiko penyakit yang lain seperti hipertensi dalam kehamilan, diabetes gastasional

dan preeklamsia.10

3
4

Penentuan obesitas menggunakan LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih sering digunakan

dibandingkan dengan metode lain seperti pengukuran lingkar pinggang, penghitungan rasio

waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga dengan menggunakan alat-alat seperti USG

(Ultrasonografi), CT-scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging).11

2.1.2 Insidensi

Prevalensi berat badan lebih dan obesitas di dunia mencapai 2,1 miliar pada tahun 2013

dan terus meningkat dari 857 juta pada tahun 1980. Berdasarkan data yang dihimpun oleh

CDC, prevalensi obesitas pada orang dewasa tahun 1999–2000 yaitu 30,5% dan sangat

meningkat pada tahun 2015–2016 yang mencapai 39,6% dengan angka tertinggi pada

kelompok usia 40-59 tahun yaitu sebesar 42,8% pada wanita maupun pria.1

Berdasarkan data dari RISKESDAS tahun 2013, prevalensi penduduk dewasa di

Indonesia yang mengalami berat badan lebih dan obesitas sebesar 28,9%, meningkat dari

tahun 2007 sebesar 19,8%, dan 23,9% pada tahun 2010. Data di Indonesia menunjukkan

wanita lebih banyak mengalami berat badan lebih dan obesitas dibanding laki-laki, dengan

prevalensi obesitas pada wanita dewasa sebesar 32,9% pada tahun 2013 dibandingkan 19,7%

pada laki-laki dewasa di tahun yang sama.2 Obesitas pada perempuan usia >18 tahun di

Indonesia pada tahun 2018 sebesar 21,8%, meningkat 4,3% dari tahun 2007 (10,5%) dan 7%

dari tahun 2013 (14,8%) dimana prevelensi terendah di nusa tenggara timur 10,3% dan

prevelensi tertinggi di sulawesi utara 30,2%.12

Ibu hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan dengan

8% dikatagorikan sebagai “Extremely obese” dan jumlah penderita mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang sangat

serius mengingat komplikasi yang ditimbulkan baik terhadap ibu yang dapat

ditimbulkan pada kehidupan selanjutnya serta secara ekonomi akan membutuhkan


5

biaya yang lebih banyak.3

2.1.3 Faktor Risiko pada Wanita Hamil

Obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan dalam

mengeluarkan energi atau kombinasi keduanya. Obesitas pada ibu hamil disebabkan oleh

banyak faktor antara lain usia ibu saat hamil, paritas, riwayat keluarga, pendidikan, status

sosial ekonimi dan faktor pola makan. Faktor yang menyebabkan obesitas pada ibu hamil3 :

a. Riwayat keluarga

Keturunan adalah salah satu penyebab komponen terbesar yang bisa memicu obesitas.

Hal ini dikarenakan pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang ada didalam tubuh yang

berjumlah besar dan melebihi batas normal secara otomatis akan diturunkan pada keluarga.

Selain itu riwayat keluarga seperti gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi makanan

tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukan bahwa rata-rata riwayat

keluarga memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan. Ibu hamil dengan

keturunan obesitas tersebut juga biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa

kenyang.13

b. Pola makan

Ibu yang sedang hamil membutuhkan banyak sekali makan yang mengandung nutrisi.

Namun, bukan berarti ibu hamil boleh memakan apa saja. Beberapa harus diperhatikan

seperti pola makan secara teratur, dan menjaga nutrisi agar seimbang. Ibu hamil dengan

obesitas akan makan jika ia merasa ingin makan, bukan karena kebutuhan akibat lapar.

Asupan energi yang berlebih dengan kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi secara

terus menerus tanpa di imbangin dengan aktivitas fisik yang tepat dapat menyebabkan ibu

hamil obesitas.13

c. Aktivitas fisik

Pada dasarnya tingkat pengeluran kalori tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu aktivitas
6

olahraga secara umum dan angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dipertahankan

untuk memelihara fungsi minimal tubuh. Ibu hamil dengan olahraga yang teratur maka

pengeluaran kalori tubuhnya juga teratur, sehingga tanpa adanya kelebihan kalori yang

apabila tersimpan dalam tubuh akan menyebabkan obesitas. Kurang aktivitas fisik

kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian

obesitas pada ibu hamil. Ibu hamil yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori, jika ibu

hamil sering mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang

seimbang selama kehamilan akan mengalami obesitas saat kehamilan.13

2.1.4 Komplikasi pada Wanita Hamil

Ibu hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan ibu

hamil dengan berat badan normal, obesitas beresiko tinggi kehilangan darah yang lebih

banyak, komplikasi dari tindakan anastesi, kesulitan dari teknik operasi dan komplikasi

berkaitan dengan penyembuhan luka.3

Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang beresiko

tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan seperti

abortus spontan, kelainan kongenital janin, pertumbuhan janin yang terhambat, gangguan

toleransi glukosa dan diabetes gestasional, peningkatan resiko infeksi, tromboemboli,

hipertensi dalam kehamilan, bahkan kematian ibu dan janin.4

Pada periode antenatal, berat badan lebih dan obesitas berhubungan dengan terjadinya

hipertensi dalam kehamilan, dan terjadinya komplikasi berat hipertensi seperti sindrom

HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet). Pada periode intrapartum berat

badan lebih dan obesitas akan berdampak pada proses persalinan. Sebuah analisis

menemukan bahwa berat badan lebih dan obesitas akan meningkatkan risiko SC. Kegagalan

percobaan persalinan pada pasien obesitas morbid juga meningkatkan risiko morbiditas

maternal sebanyak 6 kali dibandingkan dengan kelompok yang berhasil. Pada wanita dengan
7

berat badan lebih dan obesitas sangat penting diberikan edukasi untuk menurunkan berat

badan dalam merencanakan kehamilan. Dan perlu diinformasikan tentang peningkatan risiko

termasuk persalinan dengan bedah sesar.6

2.2 Seksio Sesarea

2.2.1 Definisi

Seksio sesarea (Sectio Caesarea (SC)) ialah suatu proses persalinan buatan dimana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

syarat dinding dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.14

2.2.2 Insidensi

Seksio sesarea adalah operasi darurat terbanyak di bidang obstetri. Data WHO

menunjukkan rata-rata persalinan SC sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia.15 Dalam 24

tahun terakhir, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 150 negara oleh WHO menunjukkan

bahwa pada tahun 2014 dari seluruh populasi 18,6% kelahirannya melalui persalinan SC

dengan jumlah peningkatan tindakan SC dari dua dekade sebelumnya berkisar antara 6%

hingga 27,2%. Survey data nasional pada tahun 2011 yang dipublikasikan oleh IDI

menunjukkan bahwa dari 4.039.000 persalinan 921.000 nya melalui SC atau sekitar 22,8%

dari seluruh persalinan. Berdasarkan data yang dihimpun sepanang 2010-2013 didapatkan

kelahiran melalui SC sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran di Indonesia.16,17

2.2.3 Indikasi

Indikasi dilakukannya SC yang gawat darurat termasuk perdarahan yang masif meliputi

plasenta previa dan akreta, abrupsio plasenta, atau ruptur uteri. Selain perdarahan masif,

indikasi lainnya yakni prolaps dari umbilical cord sampai fetal distress.18

Indikasi dilakukannya SC juga dapat dibagi menjadi dua fase yakni sebelum kelahiran

dan setelah kelahiran. Sebelum kelahiran, indikasi dilakukan SC antara lain histerektomi,
8

momektomi atau perforasi pada uterus lainnya, terdapat kelainan pelvis baik kongenital

maupun akibat trauma, terdapat riwayat operasi pelvis sebelumnya, malpresentasi (janin

sungsang atau melintang) yang tidak direposisi, kehamilan multipel dengan posisi bayi

pertama yang tidak baik, bayi terlalu besar, riwayat distosia bahu, terdapat potensi perdarahan

antepartum derajat mayor, komplikasi hipertensi yang parah pada kehamilan, kondisi medis

tertentu misalnya diabetes melitus yang tidak terkontrol, IUGR (Intrauterine Growth

Retardation), dan beberapa kondisi psikiatri.19

Saat kelahiran, indikasi dilakukannya SC antara lain terdapat kegagalan proses lahir,

kegagalan induksi kelahiran, terjadi pendarahan, komplikasi hipertensi parah pada kehamilan,

dan semua jenis kegawatan janin dimana kelairan pervaginam tidak dapat dilakukan.19

2.3 Penatalaksanaan Anestesi Seksio Sesarea pada Wanita Hamil dengan Obesitas

2.3.1 Konsultasi dan Persiapan Anestesi

Karena risiko komplikasi yang signifikan terkait dengan obesitas pada kehamilan,

American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan Royal College of

Obstetricians and Gynecologists (RCOG) merekomendasikan pendekatan multidisiplin

ketika merawat ibu hamil dengan obesitas. Termasuk 1) konseling prakonsepsi, 2) menilai

BMI untuk skrining obesitas, 3) pemantauan BMI, 4) memberikan pedoman yang ketat untuk

penambahan berat badan prenatal, dan 5) konsultasi anestesi pada trimester ketiga untuk

wanita dengan BMI>40 kg/m2.20,21

. Selama konsultasi ini, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komprehensif harus

dilakukan, dengan penekanan pada evaluasi jalan napas, serta kardiovaskular dan sistem paru.

Diskusi tentang risiko dan manfaat berbagai jenis anestesi harus dilakukan dengan pasien,

termasuk penjelasan tentang pentingnya analgesia dan anestesi neuraksial dan fakta bahwa

teknik neuraksial secara teknis lebih sulit dan memakan waktu. Konsultasi ini juga

memberikan kesempatan untuk memerintahkan pemeriksaan lebih lanjut yang mungkin


9

diperlukan untuk mengoptimalkan keselamatan ibu dan bayi, dan mendiskusikan perencanaan

persalinan dengan pasien.22

Obesitas merupakan faktor risiko untuk Obstructive Sleep Apnea (OSA), yang ditandai

dengan episode berulang dari kolaps saluran napas atas, menyebabkan hipoksemia dan

hiperkarbia. OSA dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi, infark miokard, stroke,

diabetes, dan sindrom metabolik.22 Louis et al menemukan peningkatan lima kali lipat

kematian di rumah sakit pada ibu bersalin dengan OSA. Penulis yang sama sebelumnya

melaporkan peningkatan risiko gangguan hipertensi pada kehamilan, diabetes gestasional,

dan preeklamsia pada ibu bersalin dengan OSA.23

Meskipun diketahui bahwa OSA adalah masalah serius dalam kehamilan, saat ini

belum ada alat yang divalidasi untuk skrining ibu hamil dengan OSA. Sebuah studi baru-baru

ini menemukan bahwa tidak ada alat skrining yang dapat memprediksi OSA pada populasi

ibu hamil; namun, BMI >35 kg/m2, tertidur saat berbicara dengan seseorang, dan riwayat

hipertensi merupakan prediktor signifikan OSA. Wanita yang dianggap berisiko untuk sleep

apnea harus dirujuk untuk sleep study, dan jika didiagnosis OSA, pengobatan dengan

continuous positive airway pressure (CPAP) harus dimulai.24

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian ibu di Amerika Serikat, dan

obesitas merupakan faktor risiko kematian kardiovaskular terkait kehamilan. BMI >30 kg/m2

dikaitkan dengan tiga kali lipat risiko hipertensi selama kehamilan. Wanita dengan hipertensi

kronis atau gestasional harus dioptimalkan secara medis selama kehamilan sesuai dengan

pedoman ACOG. Selama konsultasi anestesi, kontrol tekanan darah yang memadai harus

dipastikan. Ibu hamil dengan obesitas morbid tercatat mengalami peningkatan ukuran atrium

kiri, penebalan ventrikel kiri dan septum interventrikular, dan massa pada ventrikel kiri.20

Setiap onset baru sesak napas, penurunan toleransi latihan lebih besar dari yang

seharusnya, sinkop, atau nyeri dada mungkin memerlukan rujukan untuk dilakukan
10

ekokardiogram pada trimester ketiga untuk mengidentifikasi pasien dengan fungsi ventrikel

yang buruk yang mungkin tidak mentolerir autotransfusi pada periode peripartum.22

2.3.2 Teknik Anestesi

Kecuali ada kontraindikasi, anestesi neuraksial adalah teknik anestesi pilihan untuk SC

pada semua ibu bersalin, dan termasuk pada ibu bersalin yang obesitas. Kehamilan dan

obesitas merupakan faktor risiko kesulitan jalan napas dan kematian ibu terkait anestesi.

Pada SC, anestesi neuraksial seperti anestesi spinal atau dikenal juga dengan subarachnoid

block (SAB), ataupun epidural lebih banyak dipilih daripada general anestesia/anestesi umum

karena prosesnya cepat, nyaman, dan kualitas analgesia yang baik saat post operasi. Anestesi

umum mempunyai banyak resiko maternal dan janin. Beberapa obat pada anestesi umum

dapat melewati barier plasenta serta berdampak pada janin, dan juga ada resiko aspirasi pada

ibu yang menyebabkan pneumonia. Sekitar dua pertiga kematian akibat anestesi umum

disebabkan oleh intubasi atau masalah induksi lainnya seperti aspirasi.25

Sementara risiko intubasi sulit meningkat pada pasien hamil dibandingkan dengan

pasien bedah umum, obesitas sendiri dikaitkan dengan peningkatan risiko lebih lanjut. Hal ini

terkait dengan kondisi leher pendek, penumpukan lemak di leher dan bahu yang

meningkatkan kesulitan untuk posisi optimal pada saat laringoskopi, hipertrofi payudara serta

lidah membesar, dan jaringan lunak palatal dan faring yang berlebihan. Hood dan Dewan

melaporkan insiden intubasi sulit sebesar 33% pada ibu melahirkan dengan obesitas yang

menjalani persalinan sesar dengan berat badan >136 kg.22


11

Teknik anestesi spinal dan anestesi epidural, baik secara masing-masing atau kombinasi

adalah teknik yang banyak digunakan untuk mengatasi nyeri saat melahirkan termasuk SC

dengan menghasilkan efek analgesia yang sempurna. Teknik regional pada SC pada wanita

hamil dengan obesitas mempunyai tingkat kesulitan tersendiri yang disebabkan oleh tebalnya

jaringan lemak sehingga sulit untuk melakukan palpasi dari prosesus spinosus dan ruang

intervertebralis. Hal ini dapat dibantu mengatasinya dengan menarik garis penunjuk dari

prosesus spinosus ruas ICS 7 ke lekukan pada bagian pantat dan lekukan bagian belakang

tubuh pasien, atau dapat dibantu dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG). Untuk
12

lebih memudahkan lagi, para praktisi sering memposisikan pasien obesitas dalam posisi

duduk, untuk memudahkan melihat garis tengah ruas tulang belakang.18,26,27

Menemukan ruang epidural seringkali secara teknis lebih sulit pada pasien dengan

ukuran tubuh yang lebih besar. Pada obesitas ekstrim, penanda/marker anatomi hampir tidak

mungkin untuk diidentifikasi secara manual. Untuk pendekatan lumbal baik untuk anestesi

epidural maupun spinal, pasien yang kooperatif dapat diminta untuk mengidentifikasi "titik

tengah (midpoint) tubuh Anda". Jika mereka dapat meletakkan jari di lokasi tersebut pada

punggung mereka, maka lokasi yang mereka identifikasi akan sangat mendekati dengan sela

L2-3L3-4 (Gambar 4.1). Metode ini berhasil digunakan untuk pasien dengan BMI 88 kg/m 2

yang menjalani operasi SC di bawah anestesi epidural.28

Gambar 4.1 Landmark anatomi mungkin sulit untuk diidentifikasi. Untuk pendekatan
lumbal baik untuk anestesi epidural atau spinal, pasien kooperatif dapat mengidentifikasi
"titik tengah tubuh" dengan jari mereka. Lokasi itu akan sangat dekat dengan celah L2-3 L3-4.
(Foto milik Dr. Yigal Leykin, Pordenone, Italia)28

Ultrasonografi (US) telah digunakan untuk memfasilitasi penempatan jarum epidural

pada pasien obesitas yang tidak sehat untuk pengobatan nyeri, dan untuk meningkatkan

panduan jarum epidural pada pasien obstetrik obesitas. Penggunaan USG menurunkan tingkat

kesalahan dalam mengidentifikasi tingkat intervertebralis yang tepat pada ibu hamil yang
13

kelebihan berat badan (BMI 28 kg/m2) yang menjalani penempatan epidural.28

Seperti pada epidural, USG pada verterbae lumbalis juga dapat memfasilitasi kinerja

anestesi spinal pada pasien obesitas, terutama jika tidak ada penanda yang dapat diidentifikasi

atau pendekatan berbasis landmark tidak berhasil. Pencitraan fluoroskopik juga telah

digunakan pada pasien yang sangat gemuk untuk mengidentifikasi landmark yang relevan,

untuk memperkirakan jarak ke ruang intratekal, dan untuk mengkonfirmasi posisi yang tepat

untuk insersi jarum.28

Gambar 4.2 Contoh gambar ultrasonografi sumbu pendek pada tingkat korpus vertebra
L3 menggunakan transduser ultrasound lengkung frekuensi rendah yang menunjukkan
penanda sonografi normal untuk blokade neuraksial; SP proses spinosus; L lamina; TP proses
melintang; SC kanal tulang belakang.29

Pemilihan teknik anestesi untuk SC dipengaruhi beberapa faktor seperti indikasi

operasi, kepentingannya, pilihan pasien, dan keterampilan dari dokter anestesi. Proses

melahirkan secara SC di berbagai negara insidensinya berbeda-beda. Di berbagai rumah sakit

Amerika didapatkan insidensi sekitar 15–35%, dan banyak tindakan SC dilakukan dengan

SAB. Alasan pemilihan SAB karena minimnya efek samping terhadap neonatus akibat obat
14

depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi pulmonal pada maternal, ibu dalam keadaan

sadar saat melahirkan, dan yang paling penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam

rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.22

2.3.3 Komplikasi

Meskipun SAB merupakan teknik anestesi terbaik bagi SC, tetapi SAB juga memiliki

kekurangan, seperti terjadinya hipotensi, bradikardi, apneu, pernafasan tidak adekuat,

nausea/mual dan muntah, pusing kepala pasca pungsi lumbal (PDPH), blok spinal tinggi atau

spinal total. Mual muntah merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat SAB, dengan

angka kejadian 20-40% . Hipotensi, hipoksia, kecemasan atau faktor psikologis, pemberian

narkotik sebagai premedikasi, puasa yang tidak cukup, serta adanya rangsangan viseral oleh

operator merupakan beberapa penyebab mekanisme terjadinya mual muntah pada SAB.

Hipotensi akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hipoperfusi di chemoreseptor

trigger zone (CTZ) sebagai pusat rangsang muntah.30

Data yang didapatkan di kamar bedah Rumah Sakit Pusat Pertamina pada bulan

September sampai dengan November 2009 dari 33 pasien yang dilakukan SC dengan anestesi

spinal sebanyak 21 orang (70%) mengalami hipotensi dibawah 100 mmHg atau 20% dari

tekanan darah sebelum dilakukan anestesi spinal.31 Hipotensi merupakan tekanan darah

sistolik di bawah tingkat yang telah ditentukan, biasanya 80 atau 90 mmHg atau persentase

penurunan tetap (umumnya 30%) pada tekanan darah sistolik atau dari tekanan darah awal

pasien juga dapat dianggap hipotensi. Kejadian hipotensi dapat menyebabkan gangguan

perfusi uteroplasenta sehingga mengakibatkan hipoksia dan asidosis fetus serta depresi

neonatus. Hipotensi yang berat pada ibu dapat menyebabkan penurunan kesadaran, aspirasi

paru, henti napas, dan juga henti jantung. Penentuan hipotensi pasca anestesi spinal

menggunakan perhitungan Mean Arterial Pressure (MAP). MAP merupakan tekanan rata-

rata yang mengalirkan darah masuk ke dalam jaringan sepanjang siklus jantung. MAP <70
15

mmHg dapat dikategorikan sebagai kondisi hipotensi.34

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh F. Brenck, terhadap 32 variabel

yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya hipotensi komplikasi anestesi spinal,

didapatkan dua faktor independen terhadap hipotensi yaitu IMT dan tingginya blokade

sensoris.33 Pitkanen dan Rosenberg juga menduga IMT mempengaruhi distribusi larutan

anestesi. Faktor utama yang mempengaruhi tingginya blokade sensoris adalah volume CSF.

Pemberian cairan, posisi pasien setelah tindakan anestesi spinal ternyata tidak berpengaruh

terhadap kejadian hipotensi. Perbedaan kecepatan pemberian larutan anestesi juga tidak

mempengaruhi distribusi larutan anestesi.34

Pencegahan utama hipotensi bergantung pada dua metode farmakologis, yaitu terapi

vasopressor dan loading cairan intravaskuler. Cara lain untuk pencegahan hipotensi adalah

penggunaanan bupivacaine dosis rendah.35,36 Untuk mengurangi resiko penurunan

hemodinamik, banyak digunakan teknik dosis rendah spinal, epidural, maupun kombinasi

spinal epidural.37,38 Teknik spinal dosis rendah (low dose) adalah teknik anestesi yang

berkembang di obstetri anestesi dalam beberapa tahun terakhir. Angka kejadian hipotensi

pasca spinal ditengarai bergantung pada dosis dan konsentrasi dari lokal anestesi yang

digunakan. Oleh karena itu spinal dengan dosis rendah dan konsentrasi rendah diharapkan

memilik efek minimal terhadap hemodinamik ibu dan bayi.39

Diketahui bahwa dosis bupivakain intratekal diturunkan pada wanita hamil

dibandingkan dengan pasien tidak hamil, karena faktor-faktor seperti peningkatan penyebaran

anestesi lokal intratekal yang disebabkan oleh efek mekanis pembengkakan vena epidural,

atau perubahan permeabilitas jaringan saraf terhadap anestesi lokal seperti akibat perubahan

hormonal pada kehamilan. Masih diperdebatkan apakah dosis anestesi lokal harus dikurangi

lebih lanjut pada ibu hamil yang obesitas. Studi dengan MRI telah mengkonfirmasi

penurunan volume CSF lumbal pada obesitas serta korelasi terbalik antara volume CSF
16

lumbal dan tingkat blok sefalad. Penurunan volume CSF pada ibu bersalin yang obesitas

diduga diakibatkan oleh kompresi kaval oleh uterus gravid dan pannikulus adiposis yang

menyebabkan pembengkakan vena epidural dan peningkatan tekanan abdomen yang

menggeser jaringan lunak melalui foramen intervertebralis. Hal ini menyebabkan

kekhawatiran tentang penyebaran berlebihan dari SAB pada ibu bersalin dengan obesitas jika

dosis spinal tidak dikurangi dengan risiko blokade saraf spinal tinggi yang memerlukan

intubasi endotrakeal darurat pada ibu melahirkan dengan jalan napas yang berpotensi sulit

dan risiko aspirasi yang signifikan. Faktanya, beberapa sumber menyarankan pengurangan

dosis tulang belakang pada ibu melahirkan yang sangat gemuk.22

Namun, beberapa studi klinis menyangkal kekhawatiran ini. Dua studi independen

tidak menemukan korelasi antara tinggi badan, berat badan, atau BMI dan tingkat anestesi

spinal, ketika dosis standar bupivakain 12 mg digunakan untuk SC pada ibu hamil cukup

bulan. Dalam sebuah penelitian yang memperkirakan kebutuhan dosis bupivakain pada ibu

hamil yang obesitas dan tidak obesitas, Lee et al melaporkan bahwa 95% dosis efektif

(ED95) serupa pada kedua kelompok. Carvalho dkk juga tidak menemukan perbedaan dalam

ED50 dan ED95 dari bupivakain untuk persalinan sesar pada ibu melahirkan dengan obesitas

dibandingkan dengan ibu yang tidak obesitas. Oleh karena itu, data saat ini tidak mendukung

pengurangan dalam dosis spinal bupivakain hiperbarik pada ibu hamil yang obesitas. 40

Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa tidak ada risiko penyebaran blokade spinal

yang berlebihan pada ibu obesitas dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak obesitas kecuali

pada mereka dengan BMI lebih dari 50 kg/m2.41

Pada suatu penelitian yang dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang tahun 2020,

dilakukan perbandingan antara outcome SAB dengan dosis rendah (bupivacaine heavy 5 mg

+ adjuvant) dengan dosis biasa (bupivacaine heavy >8 mg + adjuvant ) pada prcosedur SC.

Ditemukan outcome tekanan darah, nadi, waktu capai blok T10-T6, Bromage score 2-3, dan
17

Apgar score tidak berbeda signifikan pada SAB dosis rendah dan dosis biasa. Akan tetapi,

waktu kembali Bromage 0 berbeda signifikan, dengan kelompok dosis rendah memiliki

waktu lebih cepat dibanding dosis biasa.42

2.4 Tindakan Pasca Operasi

2.4.1 Analgesik

Analgesia pasca operasi yang memadai pada pasien ibu hamil dengan obesitas sangat

penting karena mobilisasi dini mengurangi risiko komplikasi pada paru dan tromboemboli.

Morfin neuraksial telah terbukti memberikan analgesia yang lebih baik dibanding opioid

intravena atau oral setelah SC, meskipun dikaitkan dengan peningkatan insidensi pruritus dan

mual. Namun, ada kekhawatiran bahwa ibu hamil yang obesitas mungkin berisiko lebih

tinggi mengalami depresi pernapasan yang diinduksi morfin neuraksial, tetapi datanya masih

sangat terbatas. Studi pada wanita yang menjalani SC telah melaporkan insiden mulai dari

0% hingga 0,9% setelah pemberian morfin neuraksial.43

Regimen analgesik multimodal termasuk dosis reguler asetaminofen dan obat

antiinflamasi nonsteroid dapat mengoptimalkan analgesia pasca operasi dan mengurangi

konsumsi opioid, dan harus diresepkan secara rutin kecuali bila dikontraindikasikan.44
5 BAB III

6 PENUTUP

Wanita hamil dengan berat badan lebih dan obesitas merupakan kondisi yang beresiko

tinggi dan terbukti berhubungan dengan peningkatan komplikasi dalam kehamilan. Sebuah

analisis menemukan bahwa obesitas akan meningkatkan risiko SC. Kecuali ada

kontraindikasi, anestesi neuraksial adalah teknik anestesi pilihan untuk SC pada semua ibu

bersalin, termasuk pada ibu bersalin yang obesitas.

Banyak tindakan SC dilakukan dengan SAB. Alasan pemilihan SAB karena minimnya

efek samping terhadap neonatus akibat obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi

pulmonal pada maternal, ibu dalam keadaan sadar saat melahirkan, dan yang paling penting

adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Hales CM, Carroll MD, Fryar CD, Ogden CL. Prevalence of obesity among adults

and youth; United States, 2015-2016. NCHS Data Brief. 2017;288(288): 1–8.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. LapNas 2013;1–384.

3. Gunatilake RP, Perlow JH. Obesity and pregnancy: clinical management of the obese

gravida. Am J Obstet Gynecol.2011;204(2):106–19.

4. Agnihorti S. Obesity: time to re-examine care for pregnant women. Br J Obes

2016;1(3):94–8.

5. Fuchs F, Senat M-V, Rey E, Balayla J, Chaillet N, et al. Impact of maternal obesity on

the incidence of pregnancy complications in france and canada. Sci Rep 7. 2017.

6. Yu CKH, Teoh TG, Robinson S, Spellacy W, Sewell M, et al. CMACE/RCOG joint

guideline: management of women with obesity in pregnancy. BJOG.

2010;113(4):CD007122.

7. Wijayanto N, Leksana E, Budiono U. Pengaruh anestesi regional dan general pada

sectio cesaria pada ibu dengan preeklampsia berat terhadap apgar score. Jurnal

Anestesiologi Indonesia. 2012;4(2):116.

8. Pellonpara O, Koivuniemi E, Vahlberg T, et al. Dietary quality influences body

composition in overweight and obese pregnant women. Clin Nutr. 2019;38(4):1613-9.

9. Barba C, Cavalli-Sforza T, Cutter J, Darnton-Hill I, Deurenberg P, et al. Appropiate

body-mass index for Asian populations and its implications for policy and

intervention strategies. Lancet. 2004;363(9403):157–63.

10. Yao R, Ananth CV, Park BY, Pereira L, Plante LA. Obesity and the risk of stillbirth:

a population-based cohort study. Am J Obstet Gynecol. 2014.210:457.e1-9.

17
18

11. Davies GAL, Maxwell C, McLeod L. Obesity in pregnancy. J Obstet Gynecol Can.

2010;32(2).

12. Hasil Utama RISKESDAS 2018 [Internet]. Kementrian Kesehatan. Republik

Indonesia. Kemkes RI; 2018.

13. Flier JS, Eleftheria M-F. Biology of obesity. In: Harrisons Endocrinology. McGraw-

Hill Education: the United States. 2013.

14. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2000.

15. Gibbons L, et all. The global numbers and costs of additionally needed and

unnecessary caesarean sections performed per year: Overase as a barter to universal

coverage. World Health Report. 2010.

16. Veibymiaty D. Faktor-faktor yang berperan meningkatnya angka kejadian sectio

saesarea di rumah sakit umum liun kendage tahuna. Universitas Sam Ratulangi

Manado.2014;2.

17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat data dan informasi kementrian

kesehatan RI. 2014.

18. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails’s clinical

anesthesiology. McGraw-Hill Education. 2013.

19. Miller DR. Miller’s anesthesia eight edition. San Fransisco California: Elsevier. 2015.

20. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG committee opinion no.

549: Obesity in pregnancy. Obstet Gynecol. 2013;121(1):213–7.

21. Modder J, Fitzsimons KJ. The centre for maternal and child enquiries (CMACE) and

the royal college of obstetricians and gynaecologists (RCOG). CMACE/RCOG Joint

Guideline. Management of Women with Obesity in Pregnancy; 2010.


19

22. Lamon AM, Habib AS. Managing anesthesia for cesarean section in obese patients:

current perspectives. Local and Regional Anesthesia. 2016;9:45-57.

23. Louis JM, Mogos MF, Salemi JL, Redline S, Salihu HM. Obstructive sleep apnea and

severe maternal-infant morbidity/mortality in the United States, 1998–2009. Sleep.

2014;37(5):843–9.

24. Lockhart EM, Ben Abdallah A, Tuuli MG, Leighton BL. Obstructive sleep apnea in

pregnancy: assessment of current screening tools. Obstet Gynecol. 2015;126(1):93–

102.

25. Wilson M, Christopher U. Maternal parameters in lower segment caesarean section: a

comparative study of the effects of spinal anaesthetic agents. Int J Reprod

Contraception, Obstet Gynecol. 2016;5(12):4136-41.

26. Ende H, Kodak B Anesthesia for the morbidly obese pregnant patient. In: Gunaydin

B, Ismail S. Obstetric Anesthesia for Co-morbid Condition. Springer; 2018;4:53–65.

27. Hadzic A. Textbook of regional anesthesia and acute pain management. 2017;2:773–

95.

28. Alvarez A, Brodsky JB, Lemmens HJM, Morton JM. Morbid obesity: peri-operative

management. Second edition. Cambridge University Press: Cambridge. 2010.

29. Brodsky JB, Mariano ER. Regional anaesthesia in the obese patient: Lost landmarks

and evolving ultrasound guidance. Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology

25. 2011:61–72.

30. Mulroy, Michael F, et al. A practical approach to regional anesthesia 4th ed.

Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2014.

31. Handayani. Pengaruh pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan

darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria. Jurnal Health Quality;4(1):1-

76.
20

32. Neal. Complications in regional anesthesia and pain medicine, 2th ed. USA: Wolters

Kluwer. 2013.

33. Brenck F, Hartmann B, Katzer C, Obaid R, Bru D, Benson M, et al. Hypotension after

spinal anesthesia for cesarean section : identification of risk factors using an

anesthesia information management system. J Clin Monit Comput. 2009;23:85–92.

34. Memary E, Mirkheshti A, Moghaddam MJ, Abtahi D. Comparison of the effects of

pre-anesthetic administration of normal saline, ringer and voluven on the spread of

sensory block with hyperbaric bupivacaine spinal anesthesia. Anesth Pain Med.

2014;4(2).

35. Campbell JP, Stocks GM. Management of hypotension with vasopressors at caesarean

section under spinal anaesthesia–have we found the holy grail of obstetric

anaesthesia? Anaesthesia. 2018;73(1):3-6.

36. Isngadi I, Hartono R, Husodo DP, Prasedya ES. Low dose hyperbaric bupivacaine 5

mg combined with 50 mcg fentanyl for cesarean section in maternal heart disease.

Anaesthesia Pain Intensive Care. 2019;23(3):274-8.

37. Mercier FJ, Augè M, Hoffmann C, Fischer C, Le Gouez A. Maternal hypotension

during spinal anesthesia for caesarean delivery. Minerva Anestesiol. 2013;79(1):62-

73.

38. Gupta PK, Hopkins PM. Effect of concentration of local anaesthetic solution on the

ED 50 of bupivacaine for supraclavicular brachial plexus block. Br J Anaesth.

2013;111(2):293-296.

39. Rucklidge MWM, Paech MJ. Limiting the dose of local anaesthetic for caesarean

section under spinal anaesthesia - Has the limbo bar been set too low? Anaesthesia.

2012;67(4):347-351
21

40. Carvalho B, Collins J, Drover DR, Atkinson Ralls L, Riley ET. ED(50) and ED(95) of

intrathecal bupivacaine in morbidly obese patients undergoing cesarean delivery.

Anesthesiology. 2011;114(3):529–35.

41. Einhorn LM, Akushevich I, Habib AS. Intrathecal bupivacaine dose for cesarean

delivery is not reduced in obese compared to non-obese parturients. A Soc

Anesthesiol Ann Mtg. 2014:A4206.

42. Sulistyawan V, Isngadi, Laksono RM. Perbandingan outcome teknik spinal anestesi

dosis rendah dibandingkan dosis biasa pada sectio caesarea darurat di rumah sakit dr.

Saiful Anwar. J Anesth Pain. 2020;1(2).

43. Bonnet MP, Mignon A, Mazoit JX, Ozier Y, Marret E. Analgesic efficacy and

adverse effects of epidural morphine compared to parenteral opioids after elective

caesarean section: a systematic review. J Pain. 2010;14(9):894.

44. Mishriky BM, George RB, Habib AS. Transversus abdominis plane block for

analgesia after cesarean delivery: a systematic review and meta-analysis. Can J

Anaesthesia. 2012;59(8):766–778

Anda mungkin juga menyukai