Anda di halaman 1dari 18

Journal Reading

Hipotermia Perioperatif

Oleh:
Shafa Rahmani Puteri / 2030912320135

Pembimbing

dr. Rapto Hardian, Sp.An, KAKV

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN BANJARMASIN

AGUSTUS, 2021
Hipotermia Perioperatif

Tujuan Pembelajaran

Dengan membaca artikel ini, Anda diharapkan dapat:

 Menjelaskan fisiologi termoregulasi pada orang dewasa dan anak-anak yang tidak

dianastesi.

 Menjelaskan penyebab dan akibat hipotermia perioperatif.

 Menyimpulkan langkah-langkah yang harus diambil oleh ahli anestesi untuk mencegah

dan mengobati hipotermia yang tidak disengaja pada setiap tahap perioperatif.

Hipotermia perioperatif yang tidak disengaja/ Inadvertent Perioperative Hypothermia

(IPH) didefinisikan sebagai kondisi dimana suhu tubuh <36℃. Kondisi ini adalah komplikasi

yang umum dari tindakan anestesi, yang dapat meningkatkan morbiditas dan berpotensi

meningkatkan mortalitas. IPH telah menjadi subjek dari National Institute of Health and

Care Excellence (NICE) Guideline 65 yang baru-baru ini diperbarui dan merangkum

tindakan terbaik untuk pencegahan dan pengobatan hipotermia pada orang dewasa yang

menjalani operasi.

Pada artikel ini, dijelaskan mengenai fisiologi homeostasis suhu dan penyebab IPH;

membahas termometri dan perangkat yang direkomendasikan untuk mengukur suhu pasien,

dan memberikan ringkasan pedoman NICE beserta bukti pendukung. Perlu diperhatikan

bahwa induksi hipotermia yang disengaja, seperti yang dilakukan pada operasi jantung,

berada di luar cakupan artikel ini.

Poin-poin penting

 IPH (suhu tubuh inti <36℃) adalah komplikasi umum dari anestesi umum dan regional.
 Strategi harus digunakan sebelum, selama, dan setelah operasi untuk mempertahankan

normotermia.

 Faktor risiko IPH meliputi: tingkat ASA tinggi, operasi gabungan regional dan umum,

operasi besar darurat, dan BMI rendah.

 Komplikasi dari IPH termasuk infeksi di lokasi operasi, koagulopati dan peningkatan

kebutuhan transfusi, nyeri, metabolisme obat yang berubah, dan adverse cardiac events.

 Perangkat yang akan digunakan untuk mengukur suhu harus dipertimbangkan dengan

cermat; memilih perangkat yang paling tepat dan memahami keterbatasannya.

Fisiologi termoregulasi

Suhu inti tubuh (core temperature) dikontrol dalam parameter yang ketat untuk

menjaga fungsi efektif banyak enzim dan mekanisme transportasi. Termoregulasi dimulai

dengan rangsangan dari sensor panas dan dingin yang berbeda secara anatomis, yang

ditemukan di perifer pada kulit dan jaringan dalam, dan di pusat pada sumsum tulang

belakang, batang otak, dan hipotalamus. Reseptor dingin dipersarafi oleh serat A-δ; reseptor

hangat oleh serat C. Kedua reseptor berkomunikasi dengan nukleus pre-optik hipotalamus

anterior melalui traktus spinotalamikus lateral, atau saraf trigeminal untuk kepala dan leher.

Normalnya hipotalamus posterior mempertahankan titik setel suhu antara 36,7 dan 37,1℃.

Di luar rentang (threshold) ini, hipotalamus akan memulai mekanisme homeostatis untuk

mengembalikan tubuh ke normotermia (Gambar 1). Batas ambang adalah suhu di mana

efektor diaktifkan. Gain adalah laju respons terhadap perubahan suhu.


Gambar 1. Ambang batas termoregulasi pada pasien yang sadar dan dibius, menunjukkan rentang
antar-ambang (interthreshold) yang melebar setelah anestesi. Rentang antar-ambang batas
menggambarkan batas bawah dan atas suhu inti tubuh di mana tidak ada efek termoregulasi otonom
yang dipicu. Pada suhu inti di atas kisaran ini, tubuh akan memulai tindakan pendinginan seperti
berkeringat dan vasodilatasi; pada suhu inti di bawah ini, vasokonstriksi dan menggigil akan dimulai.
Anestesi memperlebar rentang antar-ambang sehingga suhu inti tubuh harus jauh lebih rendah
daripada pasien yang sadar sebelum metode pemanasan homeostatik dipicu.

Ketika dingin, mekanisme efektor pertama adalah dengan vasokonstriksi, dimediasi

oleh reseptor alfa-adrenergik, bersama dengan perubahan perilaku seperti menggunakan

pakaian dan mencari tempat yang hangat. Ini diikuti oleh termogenesis tanpa menggigil/ non-

shivering (NS) dan kemudian menggigil. Termogenesis NS dimediasi oleh reseptor beta-

adrenergik yang ditemukan di jaringan adiposa coklat, yang lebih banyak pada bayi dan oleh

karena itu dapat menggandakan produksi panas pada neonatus, tetapi memiliki sedikit

signifikansi pada orang dewasa. Jaringan adiposa coklat mengandung jumlah mitokondria

yang lebih banyak, yang kemudian dapat meningkatkan oksidasi lipid untuk menghasilkan

ATP dan panas; dengan demikian termogenesis NS dapat memproduksi panas metabolik

tanpa melibatkan aktivitas otot. Sebaliknya, menggigil menggunakan peningkatan kerja

mekanis untuk menghasilkan panas sebagai produk sampingan; hal ini dapat meningkatkan

laju metabolisme hingga enam kali lipat lebih banyak daripada laju metabolisme basal.
Ketika suhu inti tubuh lebih tinggi dari kisaran ambang batas, hipotalamus akan

merangsang metode pendinginan seperti berkeringat dan vasodilatasi bersama dengan

perubahan perilaku yang sesuai seperti melepaskan lapisan pakaian dan mencari tempat yang

sejuk.

Keseimbangan panas

Keseimbangan panas menggambarkan proses termoregulasi; panas dihasilkan oleh

metabolisme dan laju metabolisme basal tidak tergantung pada umpan balik termoregulasi.

Tiga perempat dari panas tubuh hilang melalui konveksi, radiasi, dan konduksi, dan

seperempat sisanya melalui penguapan, terutama di saluran pernapasan. Untuk

mempertahankan normotermia, setiap panas yang hilang harus diregenerasi secara internal

dengan olahraga dan menggigil meningkatkan laju metabolisme secara signifikan untuk

mencapai hal ini.

Pengaruh anestesi pada keseimbangan panas

Di bawah anestesi umum, sistem kontrol ini sangat diuji. Pertama, respons perilaku

akan dihilangkan sama sekali. Kedua, rentang antar-ambang diperlebar dari ~0,4 ke 4℃ dan

homeostasis terganggu (Gambar 1). Vasokonstriksi dan ambang menggigil dapat menurun

lebih jauh pada pasien usia lanjut. Efeknya adalah ketidakmampuan tubuh untuk merespons

secara efektif berbagai penyebab hilangnya panas selama pembedahan dan anestesi.

Penyebab kehilangan panas pada prosedur anestesi

Kehilangan panas oleh karena anestesi biasanya mengarah pada pola hipotermia

trifasik (Gambar 2). Redistribusi menyebabkan penurunan suhu yang cepat (Fase 1) ketika

vasodilatasi menyebabkan darah hangat mencapai perifer dan darah dingin dari perifer

memasuki sirkulasi inti (Gambar 3-redistribusi hipotermia). Vasodilatasi disebabkan oleh

efek langsung dari agen anestesi dan konsekuensi tidak langsung dari penurunan ambang
vasokonstriksi. Fase linier 2 terjadi karena kehilangan panas melebihi panas yang dihasilkan

dari metabolisme. Laju metabolisme berkurang 15-40% selama anestesi umum.3

Peningkatan panas yang hilang selama anestesi menyebabkan keseimbangan panas

negatif, dan akibatnya terjadi hipotermia. Kehilangan panas terjadi melalui mekanisme

berikut :

 Radiasi (40%): radiasi termal, yang bertindak seperti spektrum elektromagnetik; bergerak

dalam garis lurus dan dapat dipantulkan. Kehilangan panas sebanding dengan perbedaan

suhu dengan daya.

 Konveksi (30%): disebabkan oleh pergerakan menjauh dari sumber panas oleh molekul

yang mengalami peningkatan kecepatan karena perpindahan energi panas. Kehilangan

panas sebanding dengan kecepatan arus udara di sekitar tubuh dan diperburuk di ruang

operasi oleh arus udara dan aliran laminar.

 Penguapan (25%): panas hilang sebagai akibat dari penguapan, dimana panas dari tubuh

digunakan untuk mengubah cairan menjadi gas. Contohnya termasuk berkeringat atau

penguapan dari rongga tubuh yang terbuka atau permukaan mukosa, cairan kulit, dan

pelembapan dari setiap udara kering pada pernapasan.

 Konduksi (5%): disebabkan oleh perpindahan panas dari benda hangat yang bersentuhan

langsung dengan benda yang lebih dingin, misalnya penggunaan i.v. cairan atau kontak

dengan meja atau kasur yang dingin.


Gambar 2. Pola trifasik karakteristik hipotermia di bawah anestesi regional, umum, atau
gabungan regional dan umum. Risiko tinggi dari gabungan teknik regional dan umum terlihat
jelas. GA: anestesi umum

Akhirnya, fase linier berakhir dan plateu dimulai (Fase 3), sebagian besar karena

vasokonstriksi maksimal, saat kehilangan panas yang berkelanjutan diimbangi dengan panas

yang dihasilkan secara metabolik.

Gambar 3. Efek vasodilatasi yang diinduksi anestesi pada suhu inti dan perifer dengan dan tanpa
pemanasan awal.
Anestesi regional

Anestesi regional menurunkan ambang menggigil dan vasokonstriksi di bawah level

blok, kemunkinan karena penurunan input aferen dari pusat termal perifer. Hipotermia awal

terjadi dengan redistribusi darah perifer yang lebih dingin ke inti, karena vasodilatasi yang

diinduksi oleh anestesi regional, tetapi vasokonstriksi di atas level blok dapat

mengkompensasi sampai tingkat tertentu. Risiko kehilangan panas terbesar adalah selama

prosedur kombinasi anestesi regional dan umum (Gambar 2).

Pediatri

Anak-anak (terutama neonatus) juga berisiko mengalami IPH; anak-anak kehilangan

lebih banyak panas daripada orang dewasa melalui konduksi dan radiasi karena mereka

memiliki rasio luas permukaan terhadap volume yang lebih tinggi dan jaringan adiposa

subkutan yang lebih sedikit. Anak-anak juga memiliki tingkat metabolisme basal yang lebih

tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi memiliki kapasitas termoregulasi

hipotalamus yang belum matang dan tonus vagal yang tinggi sehingga kurang mampu untuk

melakukan vasokonstriksi. Akibatnya, tindakan anestesi umum dapat menurunkan ambang

vasokonstriksi dan mekanisme kompensasi lainnya termasuk termogenesis NS. Faktor risiko

IPH pada pediatri adalah usia muda, lama operasi >30 menit, operasi mayor, dan suhu

<36,5℃ sebelum induksi anestesi.

Faktor risiko lain IPH

Tabel 1 menunjukkan pasien yang harus dianggap berisiko tinggi IPH. 1 Faktor risiko lainnya

termasuk:

 Usia: Bukti tidak meyakinkan, meskipun pasien lanjut usia lebih berisiko mengalami

komplikasi IPH.
 Durasi operasi: NICE merekomendasikan untuk menghangatkan semua pasien bedah

selama lebih dari 30 menit. Kasus yang panjang cenderung lebih mudah untuk

dihangatkan menjadi normotermia pada akhir operasi; yang berlangsung sekitar satu jam

paling berisiko, karena ini adalah periode yang sesuai dengan gangguan fisiologis

maksimal.

 Suhu lingkungan: Pasien di lingkungan yang dingin sebelum operasi akan berisiko lebih

tinggi. Demikian juga lingkungan ruang operasi yang dingin, yang meningkatkan risiko

IPH pada pasien yang dibius sampai pemanasan aktif diterapkan.

Tabel 1. Faktor risiko hipotermia perioperatif. Pasien harus dikelola sebagai risiko tinggi jika dua
atau lebih dari poin berikut terjadi

ASA grade 2-5 (semakin tinggi grade, semakin besar risikonya)

Suhu pra operasi <36℃ (dan pemanasan sebelum operasi tidak mungkin karena urgensi
klinis)

Menjalani kombinasi anestesi umum dan regional

Menjalani operasi besar atau menengah

Beresiko komplikasi kardiovaskular

BMI rendah

Konsekuensi IPH

Konsekuensi IPH berdampak pada morbiditas, mortalitas, dan lama rawat inap (Tabel

2). Lebih lanjut, pasien menggambarkan kedinginan di PACU sebagai salah satu aspek yang

paling menyusahkan dari operasi mereka.

Peningkatan risiko infeksi daerah operasi/ surgical site infection (IDO/SSI) yang

disebabkan oleh IPH sudah dapat dipastikan, dan tidak bergantung pada peningkatan risiko

IDO yang terkait dengan transfusi darah perioperatif. Pemeliharaan normotermia adalah

metode yang direkomendasikan oleh NICE untuk mencegah IDO. Pada paasien normotermia
akan terjadi peningkatan kolagen di lokasi luka yang menyebabkan penyembuhan luka

menjadi lebih cepat.

Hanya ada sedikit penelitian mengenai efek IPH pada pasien anak, tetapi banyak

konsekuensi yang dijelaskan di atas dapat diekstrapolasi ke anak-anak. Selain itu, pelepasan

noradrenalin (norepinefrin) sebagai respons terhadap hipotermia meningkat pada neonatus,

dengan peningkatan ambilan oksigen dan glukosa. Hal ini dapat menyebabkan asidosis

metabolik dengan peningkatan resistensi pembuluh darah paru, right-to-left shunting, dan

penurunan perfusi jaringan dan aliran oksigen. Anak-anak hipotermia mengalami

keterlambatan pemulihan dari anestesi dan depresi pernafasan pasca operasi dapat terjadi.

Tabel 2. Konsekuensi IPH

IDO  IPH menyebabkan penurunan aliran darah


dan penurunan aliran oksigen ke jaringan;
tekanan oksigen berhubungan langsung
dengan penghancuran neutrofil oksidatif
bakteria selama 4 jam setelah paparan.
 Hipotermia mengurangi produksi radikal
superoksida pada setiap tekanan oksigen yang
diberikan
Metabolisme obat  MAC untuk isoflurane berkurang 5% per 1℃
penurunan suhu inti
 Kelarutan jaringan anestesi volatil meningkat
dengan hipotermia, menyebabkan pemulihan
menjadi tertunda
 Metabolisme hati berkurang, menyebabkan
aksi propofol dan opiat yang berkepanjangan
 Kerja blok neuromuskular yang lebih lama
disebabkan oleh penurunan metabolisme hati
dan penurunan laju degradasi Hoffman
Meningkatkan pendarahan dan kebutuan  Fungsi trombosit terganggu
transfusi  Gangguan kaskade koagulasi
 Suhu pada 35,5℃ telah terbukti
meningkatkan risiko relatif transfusi sebesar
22%4
Meningkatkan risiko komplikasi  Dimediasi oleh peningkatan konsentrasi
kardiovaskular katekolamin pasca operasi yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah
arteri yang meningkatkan beban kerja
miokard
 Kejadian jantung iskemik juga dapat
diperparah oleh peningkatan kebutuhan
oksigen otot rangka oleh karena menggigil
yang terjadi secara bersamaan
Menggigil  Meningkatkan rasa sakit pasca operasi dan
mempersulit monitoring
 Meningkatkan produksi karbon dioksida,
pelepasan katekolamin, dan curah jantung

Risiko dan pencegahan Overheating

Hipertermia intraoperatif jarang terjadi; pertahanan hangat tubuh terjaga dengan

relatif baik selama anestesi umum. Bayi dan anak-anak paling berisiko mengalami

hipertermia. Penyebab patologis hipertermia aktif seperti hipertermia maligna (MH), sepsis,

darah di ventrikel serebral, atau reaksi merugikan terhadap obat atau transfusi darah harus

selalu dipertimbangkan.

Risiko overheating termasuk peningkatan aliran darah perifer, peningkatan

permeabilitas kapiler, dan edema. Pasien berkeringat sebagai upaya untuk menghilangkan

panas. Hipertermia meningkatkan konsentrasi minimum alveolar (MAC) agen anestesi

inhalasi dan mengurangi durasi kerja bloker neuromuskular. Pemantauan suhu inti secara

berkala akan membantu mendeteksi hipertermia. Pengobatan hipertermia aktif tergantung

pada etiologi, tetapi mungkin dapat diberikan obat antipiretik atau pendinginan aktif, serta

mengobati penyebabnya. Passive oevrheating mudah dicegah dan ditangani dengan melepas

perangkat pemanas atau insulasi.

Termometri

Suhu tubuh idealnya harus dicatat setiap 30 menit pada pasien yang menjalani

anestesi. Ini termasuk pada pasien yang menjalani teknik anestesi regional. Ada berbagai

perangkat yang tersedia dan beberapa lokasi anatomi yang dapat digunakan untuk mengukur

suhu; pertimbangan khusus ini untuk memastikan suhu inti diperkirakan secara akurat. Telah
lama diketahui bahwa lokasi anatomi tertentu tidak dapat diandalkan untuk pengukuran suhu

inti, dengan suhu aksila, dahi, dan jari kaki secara signifikan lebih rendah daripada suhu inti.

Ada keseimbangan antara akurasi, keandalan, dan penerimaan. Di bawah anestesi umum,

teknik invasif yang mengukur pengukuran suhu inti hingga akurasi 0,5℃ harus digunakan.

Ini termasuk esofagus distal (dimasukkan ke sekitar 40 cm), intravesikal, atau nasofaring

(dimasukkan sekitar 10 cm). Namun, pada pasien yang sadar, kebanyakan lokasi yang

tersedia hanya memberikan perkiraan tidak langsung dari suhu inti yang sebenarnya. Ini

termasuk termometer timpani inframerah dan arteri temporal yang menggunakan faktor

koreksi sebelum menampilkan suhu akhir. Perangkat ini tidak akurat dalam 0,5℃ dan juga

rentan terhadap kesalahan pengguna. Pembacaan aural dapat terpengaruh oleh kotoran telinga

dan pengukuran suhu pada saluran telinga bukannya dari timpanum. Jika hasil pengukuran

meragukan, maka teknologi alternatif harus digunakan untuk mengkonfirmasi. Suhu digital

oral (sublingual) atau zero heat flux technology lebih akurat. Temperatur rektal tidak dapat

diandalkan dan responsnya yang lambat terhadap perubahan suhu membuatnya kurang

diminati, terutama dalam deteksi dini MH.

Guideline NICE 65: hipotermia - pencegahan dan manajemen pada orang

dewasa yang menjalani operasi

Guideline NICE pertama kali diterbitkan pada tahun 2008 dan diperbarui pada bulan

Desember 2016.1 Pedoman ini memberikan ringkasan yang berguna tentang pencegahan dan

pengobatan IPH pada setiap langkah perioperatif (Tabel 3)

Tabel 3. Strategi pencegahan IPH

Rekomendasi Keterangan
Sebelum operasi  Identifikasi pasien dengan  Pemanasan aktif harus
risiko tinggi IPH (Tabel 1) dimulai sebelum operasi
 Ukur suhu inti pasien pada pasien hipotermia atau
 Pasien tidak boleh berisiko tinggi
dipindahkan ke ruang
perawatan kecuali suhu inti
mereka >36℃
Pada saat anestesi dan  Induksi anestesi tidak boleh
operasi dimulai sampai suhu inti
pasien >36℃ kecuali secara
klinis mendesak
 Pemanasan aktif  Forced air warmer adalah
direkomendasikan untuk perangkat yang di-
semua pasien berisiko tinggi rekomendasikan
terlepas dari lamanya  Pengaturan suhu harus
prosedur, dan untuk semua diatur disesuaikan untuk
pasien dengan waktu mempertahankan suhu
anestesi total >30 menit pasien minimal 36,5℃

 Suhu lingkungan harus  Setelah itu, suhu sekitar


>21℃ saat pasien terpapar dapat dikurangi untuk
untuk mengurangi kenyamanan staf
kehilangan panas melalui  Peralatan untuk men-
konveksi dan radiasi dinginkan tim bedah juga
harus dipertimbangkan

 Cairan i.v hangat  Gunakan penghangat cairan


yang dimasukkan ke dalam
set pemberian
 Cairan yang dihangatkan
sama efektifnya jika
diberikan dalam waktu 30
menit setelah dikeluarkan
dari lemari penghangat

 Humidifikasi gas  Meskipun hanya sejumlah


pernapasan kecil kehilang-an panas
metabolik yang terjadi
melalui saluran pernapasan,
penggunaan filter
penukarkelembab-an panas
atau perangkat pelembapan
alternatif dianjurkan.

 Ini berguna untuk memantau


 Suhu pasien harus diukur hipotermia dan hipertermia
setidaknya setiap 30 menit  Ini termasuk pasien yang
memiliki teknik regional
Setelah operasi  Suhu inti harus diukur  Pemanasan dengan forced
dengan pengamatan di air warmer harus
PACU saat masuk dan dilanjutkan jika pasien
kemudian setiap 15 menit mengalami hipotermia
(selimut hangat memberikan
kenyamanan, tetapi tidak
menghangatkan pasien
secara optimal)
 Pasien harus tetap berada di
PACU sampai suhu inti
>36℃
 Pasien harus tetap hangat
dengan nyaman selama 24
jam setelah operasi dengan
menggunakan selimut
.

Manajemen suhu perioperatif

Komunikasi dan pemberdayaan pasien ditekankan; pasien harus dididik tentang

potensi merasa kedinginan di rumah sakit dan disarankan untuk membawa sesuatu untuk

menjaga diri mereka tetap hangat dan menyampaikan ketidaknyamanan kepada staf.

Pedoman 2016 telah menambahkan rekomendasi untuk memberikan perhatian khusus pada

kenyamanan termal perioperatif pasien dengan kesulitan komunikasi.

Sebelum operasi

Pra-pemanasan mengurangi perbedaan suhu dari perifer ke inti, sehingga mengurangi

jumlah panas yang hilang melalui redistribusi setelah induksi (Gambar 3). Kecuali pasien

hipotermia, periode pemanasan awal yang singkat seharusnya tidak berpengaruh pada suhu

inti yang diukur, karena periferlah yang dihangatkan. Pedoman NICE yang diperbarui

sekarang merekomendasikan 30 menit prewarming sebagai cara untuk meminimalisir

kejadian IPH pada semua pasien. Ada bukti bahwa bahkan 10 menit pemanasan sebelum

induksi anestesi menurunkan kejadian IPH.10 Ini dapat dengan mudah dilakukan di ruang

anestesi sambil mempersiapkan pasien

Selama operasi

Air forced warming adalah metode pemanasan aktif yang direkomendasikan selama

pembedahan; telah terbukti lebih unggul dari perangkat resistif dalam mencegah IPH.11

Perlu dicatat kontroversi seputar penggunaan air forced warmer dan potensi gangguan aliran
laminar. Ada bukti campuran untuk masalah ini, tetapi jika air forced warmer tidak cocok,

kasur pemanas direkomendasikan.

Idealnya, kedua teknologi pemanasan ini harus digunakan bersama pada kelompok

pasien yang berisiko tinggi IPH seperti mereka yang memiliki teknik gabungan regional dan

umum. Cairan i.v. yang dingin dapat memiliki efek yang signifikan secara klinis pada suhu

inti: 1 L cairan pada suhu kamar atau satu unit darah pada suhu 4℃ dapat menurunkan suhu

inti tubuh sebesar 25℃.14 Oleh karena itu, semua cairan i.v harus dihangatkan terlebih dahulu

sebelum pemberian. Cairan bening yang disimpan dalam lemari pemanas pada suhu 39℃

dapat digunakan untuk infus volume rendah.

Pencegahan IPH pada anak

Banyak metode yang dijelaskan di atas dan direkomendasikan oleh NICE berlaku

untuk pasien anak; anak-anak harus tetap hangat sebelum anestesi dengan selimut. Bayi

prematur harus dirawat di inkubator. Suhu lingkungan ruang operasi dijaga agar selalu tinggi,

terutama untuk neonatus, dan penggunaan pemanasan aktif yang tepat dengan forced air

warmer dan penghangat cairan dapat diekstrapolasikan dari pedoman untuk orang dewasa.

Pemantauan suhu terus menerus harus dilakukan untuk mencegah hipertermia dan luka bakar.

Obstetrik

Anestesi obstetrik tidak secara khusus tercakup dalam pedoman NICE, tetapi IPH

selama operasi caesar jarang terjadi, yang mungkin dikarenakan ibu dalam keadaan

vasodilatasi sebelum anestesi.15 Wanita harus didorong untuk berjalan ke ruang operasi dan

pengukuran suhu harus dilakukan secara rutin; kasur pemanas dan penghangatan cairan

sering dilakukan dalam obstetri dan wajib jika anestesi regional dan pembedahan

kemungkinan akan berlangsung lebih lama dari 30 menit.


Pengobatan menggigil pasca anestesi

Menggigil merupakan konsekuensi dari anestesi umum dan regional. Pengobatan

farmakologis menggigil bekerja dengan menurunkan ambang menggigil dan menurunkan

produksi panas metabolik, sehingga akan memperparah hipotermia jika tidak ditangani secara

paralel. Seperti di atas, cara paling efisien untuk menghangatkan pasien hipotermia adalah

dengan forced air warmer.

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati menggigil termasuk petidin 25

mg, clonidine 150 mg, dan doxapram 100 mg.

Rangkuman

Singkatnya, adalah mungkin untuk menghindari hipotermia perioperatif jika semua jenis

kehilangan panas potensial ditangani. Kasus bedah pendek berisiko hipotermia; pemanasan

awal mungkin diperlukan untuk pasien berisiko tinggi jika hipotermia redistribusi harus

dihindari. Audit lokal akan menentukan jika pasien tertentu (misalnya gabungan anestesi

regional/umum) memerlukan dua metode pemanasan intraoperatif seperti kasur induksi dan

pemanasan udara paksa.

Pernyataan minat

Dr Andrzejowski telah menerima pembayaran untuk nasihat dan kuliah dari berbagai

perusahaan yang terlibat dalam pemasaran perangkat pemanasan aktif.

Referensi

1. NICE guideline 65 Hypothermia: prevention and management in adults having surgery.

Available from: www.nice.org.uk/guidance/cg65 (Accessed 17 May 2018).

2. Kirkbride DA, Buggy DG. Thermoregulation and mild perioperative hypothermia. Br J

Anaesth CEPD Rev 2003; 3:24-8.


3. Sessler DI. Perioperative heat balance. Anesthesiology 2000;92: 578-96.

4. Sun Z, Honar H, Sessler DI et al. Intraoperative core temperature patterns, transfusion

requirement, and hospital duration in patients warmed with forced air. Anaesthesiology.

2015; 122: 276-85.

5. Frank SM, Fleisher LA, Breslow MJ et al. Perioperative maintenance of normothermia

reduces the incidence ofmorbid cardiac events. A randomized clinical trial. JAMA. 1997;

277: 1127-34.

6. Mauermann WJ, Nemergut EC. The anesthesiologist’s role in the prevention of surgical

site infections. Anesthesiology. 2006; 105: 413-21

7. NICE guideline 74 Surgical site infections: prevention and treatment. Available from:

www.nice.org.uk/guidance/cg74 (Accessed 17 May 2018).

8. Cork RC, Vaughan RW, Humphrey LS. Precision and accuracy of intraoperative

temperature monitoring. Anesth Analg 1983; 62: 211-4.

9. Andrzejowski J, Turnbull D, Nandakumar A et al. A randomised single blinded study of

the administration of pre-warmed fluid vs active fluid warming on the incidence of peri-

operative hypothermia in short surgical procedures. Anaesthesia 2010; 65: 942-5.

10. Horn EP, Bein B, Bohm R et al. The effect of short time periods of pre-operative

warming in the prevention of peri-operative hypothermia. Anaesthesia 2012; 67: 612-7.

11. John M, Crook D, Dasari K et al. Comparison of resistive heating and forced air

warming to prevent inadvertent perioperative hypothermia. Br J Anaesth 2016; 116: 249-

54.

12. Moretti B, Larocca AM, Napoli C et al. Active warming systems to maintain

perioperative normothermia in hip replacement surgery: a therapeutic aid or a vector of

infection? J Hosp Infect 2009; 73:58-63.

13. Wood AM, Moss C, Keenan A et al. Infection control hazards associated with the use of
forced-air warming in operating theatres. J Hosp Infect 2014; 88: 132-40.

14. Sessler DI. Consequences and treatment of perioperative hypothermia. Anesthiol Clin N

A. 1994; 12: 425-56.

15. Cheebout R, Newton RS, Walters M et al. Does the addition of active body warming to

in-line intravenous fluid warming prevent maternal hypothermia during elective

Caesarean section? A randomised controlled trial. Int J Obstet Anesth 2017; 31:37-44.

Anda mungkin juga menyukai