Hipotermia Perioperatif
Oleh:
Shafa Rahmani Puteri / 2030912320135
Pembimbing
AGUSTUS, 2021
Hipotermia Perioperatif
Tujuan Pembelajaran
Menjelaskan fisiologi termoregulasi pada orang dewasa dan anak-anak yang tidak
dianastesi.
Menyimpulkan langkah-langkah yang harus diambil oleh ahli anestesi untuk mencegah
dan mengobati hipotermia yang tidak disengaja pada setiap tahap perioperatif.
(IPH) didefinisikan sebagai kondisi dimana suhu tubuh <36℃. Kondisi ini adalah komplikasi
yang umum dari tindakan anestesi, yang dapat meningkatkan morbiditas dan berpotensi
meningkatkan mortalitas. IPH telah menjadi subjek dari National Institute of Health and
Care Excellence (NICE) Guideline 65 yang baru-baru ini diperbarui dan merangkum
tindakan terbaik untuk pencegahan dan pengobatan hipotermia pada orang dewasa yang
menjalani operasi.
Pada artikel ini, dijelaskan mengenai fisiologi homeostasis suhu dan penyebab IPH;
membahas termometri dan perangkat yang direkomendasikan untuk mengukur suhu pasien,
dan memberikan ringkasan pedoman NICE beserta bukti pendukung. Perlu diperhatikan
bahwa induksi hipotermia yang disengaja, seperti yang dilakukan pada operasi jantung,
Poin-poin penting
IPH (suhu tubuh inti <36℃) adalah komplikasi umum dari anestesi umum dan regional.
Strategi harus digunakan sebelum, selama, dan setelah operasi untuk mempertahankan
normotermia.
Faktor risiko IPH meliputi: tingkat ASA tinggi, operasi gabungan regional dan umum,
Komplikasi dari IPH termasuk infeksi di lokasi operasi, koagulopati dan peningkatan
kebutuhan transfusi, nyeri, metabolisme obat yang berubah, dan adverse cardiac events.
Perangkat yang akan digunakan untuk mengukur suhu harus dipertimbangkan dengan
Fisiologi termoregulasi
Suhu inti tubuh (core temperature) dikontrol dalam parameter yang ketat untuk
menjaga fungsi efektif banyak enzim dan mekanisme transportasi. Termoregulasi dimulai
dengan rangsangan dari sensor panas dan dingin yang berbeda secara anatomis, yang
ditemukan di perifer pada kulit dan jaringan dalam, dan di pusat pada sumsum tulang
belakang, batang otak, dan hipotalamus. Reseptor dingin dipersarafi oleh serat A-δ; reseptor
hangat oleh serat C. Kedua reseptor berkomunikasi dengan nukleus pre-optik hipotalamus
anterior melalui traktus spinotalamikus lateral, atau saraf trigeminal untuk kepala dan leher.
Normalnya hipotalamus posterior mempertahankan titik setel suhu antara 36,7 dan 37,1℃.
Di luar rentang (threshold) ini, hipotalamus akan memulai mekanisme homeostatis untuk
mengembalikan tubuh ke normotermia (Gambar 1). Batas ambang adalah suhu di mana
pakaian dan mencari tempat yang hangat. Ini diikuti oleh termogenesis tanpa menggigil/ non-
shivering (NS) dan kemudian menggigil. Termogenesis NS dimediasi oleh reseptor beta-
adrenergik yang ditemukan di jaringan adiposa coklat, yang lebih banyak pada bayi dan oleh
karena itu dapat menggandakan produksi panas pada neonatus, tetapi memiliki sedikit
signifikansi pada orang dewasa. Jaringan adiposa coklat mengandung jumlah mitokondria
yang lebih banyak, yang kemudian dapat meningkatkan oksidasi lipid untuk menghasilkan
ATP dan panas; dengan demikian termogenesis NS dapat memproduksi panas metabolik
mekanis untuk menghasilkan panas sebagai produk sampingan; hal ini dapat meningkatkan
laju metabolisme hingga enam kali lipat lebih banyak daripada laju metabolisme basal.
Ketika suhu inti tubuh lebih tinggi dari kisaran ambang batas, hipotalamus akan
perubahan perilaku yang sesuai seperti melepaskan lapisan pakaian dan mencari tempat yang
sejuk.
Keseimbangan panas
metabolisme dan laju metabolisme basal tidak tergantung pada umpan balik termoregulasi.
Tiga perempat dari panas tubuh hilang melalui konveksi, radiasi, dan konduksi, dan
mempertahankan normotermia, setiap panas yang hilang harus diregenerasi secara internal
dengan olahraga dan menggigil meningkatkan laju metabolisme secara signifikan untuk
Di bawah anestesi umum, sistem kontrol ini sangat diuji. Pertama, respons perilaku
akan dihilangkan sama sekali. Kedua, rentang antar-ambang diperlebar dari ~0,4 ke 4℃ dan
homeostasis terganggu (Gambar 1). Vasokonstriksi dan ambang menggigil dapat menurun
lebih jauh pada pasien usia lanjut. Efeknya adalah ketidakmampuan tubuh untuk merespons
secara efektif berbagai penyebab hilangnya panas selama pembedahan dan anestesi.
Kehilangan panas oleh karena anestesi biasanya mengarah pada pola hipotermia
trifasik (Gambar 2). Redistribusi menyebabkan penurunan suhu yang cepat (Fase 1) ketika
vasodilatasi menyebabkan darah hangat mencapai perifer dan darah dingin dari perifer
efek langsung dari agen anestesi dan konsekuensi tidak langsung dari penurunan ambang
vasokonstriksi. Fase linier 2 terjadi karena kehilangan panas melebihi panas yang dihasilkan
negatif, dan akibatnya terjadi hipotermia. Kehilangan panas terjadi melalui mekanisme
berikut :
Radiasi (40%): radiasi termal, yang bertindak seperti spektrum elektromagnetik; bergerak
dalam garis lurus dan dapat dipantulkan. Kehilangan panas sebanding dengan perbedaan
Konveksi (30%): disebabkan oleh pergerakan menjauh dari sumber panas oleh molekul
panas sebanding dengan kecepatan arus udara di sekitar tubuh dan diperburuk di ruang
Penguapan (25%): panas hilang sebagai akibat dari penguapan, dimana panas dari tubuh
digunakan untuk mengubah cairan menjadi gas. Contohnya termasuk berkeringat atau
penguapan dari rongga tubuh yang terbuka atau permukaan mukosa, cairan kulit, dan
Konduksi (5%): disebabkan oleh perpindahan panas dari benda hangat yang bersentuhan
langsung dengan benda yang lebih dingin, misalnya penggunaan i.v. cairan atau kontak
Akhirnya, fase linier berakhir dan plateu dimulai (Fase 3), sebagian besar karena
vasokonstriksi maksimal, saat kehilangan panas yang berkelanjutan diimbangi dengan panas
Gambar 3. Efek vasodilatasi yang diinduksi anestesi pada suhu inti dan perifer dengan dan tanpa
pemanasan awal.
Anestesi regional
blok, kemunkinan karena penurunan input aferen dari pusat termal perifer. Hipotermia awal
terjadi dengan redistribusi darah perifer yang lebih dingin ke inti, karena vasodilatasi yang
diinduksi oleh anestesi regional, tetapi vasokonstriksi di atas level blok dapat
mengkompensasi sampai tingkat tertentu. Risiko kehilangan panas terbesar adalah selama
Pediatri
lebih banyak panas daripada orang dewasa melalui konduksi dan radiasi karena mereka
memiliki rasio luas permukaan terhadap volume yang lebih tinggi dan jaringan adiposa
subkutan yang lebih sedikit. Anak-anak juga memiliki tingkat metabolisme basal yang lebih
hipotalamus yang belum matang dan tonus vagal yang tinggi sehingga kurang mampu untuk
vasokonstriksi dan mekanisme kompensasi lainnya termasuk termogenesis NS. Faktor risiko
IPH pada pediatri adalah usia muda, lama operasi >30 menit, operasi mayor, dan suhu
Tabel 1 menunjukkan pasien yang harus dianggap berisiko tinggi IPH. 1 Faktor risiko lainnya
termasuk:
Usia: Bukti tidak meyakinkan, meskipun pasien lanjut usia lebih berisiko mengalami
komplikasi IPH.
Durasi operasi: NICE merekomendasikan untuk menghangatkan semua pasien bedah
selama lebih dari 30 menit. Kasus yang panjang cenderung lebih mudah untuk
dihangatkan menjadi normotermia pada akhir operasi; yang berlangsung sekitar satu jam
paling berisiko, karena ini adalah periode yang sesuai dengan gangguan fisiologis
maksimal.
Suhu lingkungan: Pasien di lingkungan yang dingin sebelum operasi akan berisiko lebih
tinggi. Demikian juga lingkungan ruang operasi yang dingin, yang meningkatkan risiko
Tabel 1. Faktor risiko hipotermia perioperatif. Pasien harus dikelola sebagai risiko tinggi jika dua
atau lebih dari poin berikut terjadi
Suhu pra operasi <36℃ (dan pemanasan sebelum operasi tidak mungkin karena urgensi
klinis)
BMI rendah
Konsekuensi IPH
Konsekuensi IPH berdampak pada morbiditas, mortalitas, dan lama rawat inap (Tabel
2). Lebih lanjut, pasien menggambarkan kedinginan di PACU sebagai salah satu aspek yang
Peningkatan risiko infeksi daerah operasi/ surgical site infection (IDO/SSI) yang
disebabkan oleh IPH sudah dapat dipastikan, dan tidak bergantung pada peningkatan risiko
IDO yang terkait dengan transfusi darah perioperatif. Pemeliharaan normotermia adalah
metode yang direkomendasikan oleh NICE untuk mencegah IDO. Pada paasien normotermia
akan terjadi peningkatan kolagen di lokasi luka yang menyebabkan penyembuhan luka
Hanya ada sedikit penelitian mengenai efek IPH pada pasien anak, tetapi banyak
konsekuensi yang dijelaskan di atas dapat diekstrapolasi ke anak-anak. Selain itu, pelepasan
dengan peningkatan ambilan oksigen dan glukosa. Hal ini dapat menyebabkan asidosis
metabolik dengan peningkatan resistensi pembuluh darah paru, right-to-left shunting, dan
keterlambatan pemulihan dari anestesi dan depresi pernafasan pasca operasi dapat terjadi.
relatif baik selama anestesi umum. Bayi dan anak-anak paling berisiko mengalami
hipertermia. Penyebab patologis hipertermia aktif seperti hipertermia maligna (MH), sepsis,
darah di ventrikel serebral, atau reaksi merugikan terhadap obat atau transfusi darah harus
selalu dipertimbangkan.
permeabilitas kapiler, dan edema. Pasien berkeringat sebagai upaya untuk menghilangkan
inhalasi dan mengurangi durasi kerja bloker neuromuskular. Pemantauan suhu inti secara
pada etiologi, tetapi mungkin dapat diberikan obat antipiretik atau pendinginan aktif, serta
mengobati penyebabnya. Passive oevrheating mudah dicegah dan ditangani dengan melepas
Termometri
Suhu tubuh idealnya harus dicatat setiap 30 menit pada pasien yang menjalani
anestesi. Ini termasuk pada pasien yang menjalani teknik anestesi regional. Ada berbagai
perangkat yang tersedia dan beberapa lokasi anatomi yang dapat digunakan untuk mengukur
suhu; pertimbangan khusus ini untuk memastikan suhu inti diperkirakan secara akurat. Telah
lama diketahui bahwa lokasi anatomi tertentu tidak dapat diandalkan untuk pengukuran suhu
inti, dengan suhu aksila, dahi, dan jari kaki secara signifikan lebih rendah daripada suhu inti.
Ada keseimbangan antara akurasi, keandalan, dan penerimaan. Di bawah anestesi umum,
teknik invasif yang mengukur pengukuran suhu inti hingga akurasi 0,5℃ harus digunakan.
Ini termasuk esofagus distal (dimasukkan ke sekitar 40 cm), intravesikal, atau nasofaring
(dimasukkan sekitar 10 cm). Namun, pada pasien yang sadar, kebanyakan lokasi yang
tersedia hanya memberikan perkiraan tidak langsung dari suhu inti yang sebenarnya. Ini
termasuk termometer timpani inframerah dan arteri temporal yang menggunakan faktor
koreksi sebelum menampilkan suhu akhir. Perangkat ini tidak akurat dalam 0,5℃ dan juga
rentan terhadap kesalahan pengguna. Pembacaan aural dapat terpengaruh oleh kotoran telinga
dan pengukuran suhu pada saluran telinga bukannya dari timpanum. Jika hasil pengukuran
meragukan, maka teknologi alternatif harus digunakan untuk mengkonfirmasi. Suhu digital
oral (sublingual) atau zero heat flux technology lebih akurat. Temperatur rektal tidak dapat
diandalkan dan responsnya yang lambat terhadap perubahan suhu membuatnya kurang
Guideline NICE pertama kali diterbitkan pada tahun 2008 dan diperbarui pada bulan
Desember 2016.1 Pedoman ini memberikan ringkasan yang berguna tentang pencegahan dan
Rekomendasi Keterangan
Sebelum operasi Identifikasi pasien dengan Pemanasan aktif harus
risiko tinggi IPH (Tabel 1) dimulai sebelum operasi
Ukur suhu inti pasien pada pasien hipotermia atau
Pasien tidak boleh berisiko tinggi
dipindahkan ke ruang
perawatan kecuali suhu inti
mereka >36℃
Pada saat anestesi dan Induksi anestesi tidak boleh
operasi dimulai sampai suhu inti
pasien >36℃ kecuali secara
klinis mendesak
Pemanasan aktif Forced air warmer adalah
direkomendasikan untuk perangkat yang di-
semua pasien berisiko tinggi rekomendasikan
terlepas dari lamanya Pengaturan suhu harus
prosedur, dan untuk semua diatur disesuaikan untuk
pasien dengan waktu mempertahankan suhu
anestesi total >30 menit pasien minimal 36,5℃
potensi merasa kedinginan di rumah sakit dan disarankan untuk membawa sesuatu untuk
menjaga diri mereka tetap hangat dan menyampaikan ketidaknyamanan kepada staf.
Pedoman 2016 telah menambahkan rekomendasi untuk memberikan perhatian khusus pada
Sebelum operasi
jumlah panas yang hilang melalui redistribusi setelah induksi (Gambar 3). Kecuali pasien
hipotermia, periode pemanasan awal yang singkat seharusnya tidak berpengaruh pada suhu
inti yang diukur, karena periferlah yang dihangatkan. Pedoman NICE yang diperbarui
kejadian IPH pada semua pasien. Ada bukti bahwa bahkan 10 menit pemanasan sebelum
induksi anestesi menurunkan kejadian IPH.10 Ini dapat dengan mudah dilakukan di ruang
Selama operasi
Air forced warming adalah metode pemanasan aktif yang direkomendasikan selama
pembedahan; telah terbukti lebih unggul dari perangkat resistif dalam mencegah IPH.11
Perlu dicatat kontroversi seputar penggunaan air forced warmer dan potensi gangguan aliran
laminar. Ada bukti campuran untuk masalah ini, tetapi jika air forced warmer tidak cocok,
Idealnya, kedua teknologi pemanasan ini harus digunakan bersama pada kelompok
pasien yang berisiko tinggi IPH seperti mereka yang memiliki teknik gabungan regional dan
umum. Cairan i.v. yang dingin dapat memiliki efek yang signifikan secara klinis pada suhu
inti: 1 L cairan pada suhu kamar atau satu unit darah pada suhu 4℃ dapat menurunkan suhu
inti tubuh sebesar 25℃.14 Oleh karena itu, semua cairan i.v harus dihangatkan terlebih dahulu
sebelum pemberian. Cairan bening yang disimpan dalam lemari pemanas pada suhu 39℃
Banyak metode yang dijelaskan di atas dan direkomendasikan oleh NICE berlaku
untuk pasien anak; anak-anak harus tetap hangat sebelum anestesi dengan selimut. Bayi
prematur harus dirawat di inkubator. Suhu lingkungan ruang operasi dijaga agar selalu tinggi,
terutama untuk neonatus, dan penggunaan pemanasan aktif yang tepat dengan forced air
warmer dan penghangat cairan dapat diekstrapolasikan dari pedoman untuk orang dewasa.
Pemantauan suhu terus menerus harus dilakukan untuk mencegah hipertermia dan luka bakar.
Obstetrik
Anestesi obstetrik tidak secara khusus tercakup dalam pedoman NICE, tetapi IPH
selama operasi caesar jarang terjadi, yang mungkin dikarenakan ibu dalam keadaan
vasodilatasi sebelum anestesi.15 Wanita harus didorong untuk berjalan ke ruang operasi dan
pengukuran suhu harus dilakukan secara rutin; kasur pemanas dan penghangatan cairan
sering dilakukan dalam obstetri dan wajib jika anestesi regional dan pembedahan
produksi panas metabolik, sehingga akan memperparah hipotermia jika tidak ditangani secara
paralel. Seperti di atas, cara paling efisien untuk menghangatkan pasien hipotermia adalah
Rangkuman
Singkatnya, adalah mungkin untuk menghindari hipotermia perioperatif jika semua jenis
kehilangan panas potensial ditangani. Kasus bedah pendek berisiko hipotermia; pemanasan
awal mungkin diperlukan untuk pasien berisiko tinggi jika hipotermia redistribusi harus
dihindari. Audit lokal akan menentukan jika pasien tertentu (misalnya gabungan anestesi
regional/umum) memerlukan dua metode pemanasan intraoperatif seperti kasur induksi dan
Pernyataan minat
Dr Andrzejowski telah menerima pembayaran untuk nasihat dan kuliah dari berbagai
Referensi
requirement, and hospital duration in patients warmed with forced air. Anaesthesiology.
reduces the incidence ofmorbid cardiac events. A randomized clinical trial. JAMA. 1997;
277: 1127-34.
6. Mauermann WJ, Nemergut EC. The anesthesiologist’s role in the prevention of surgical
7. NICE guideline 74 Surgical site infections: prevention and treatment. Available from:
8. Cork RC, Vaughan RW, Humphrey LS. Precision and accuracy of intraoperative
the administration of pre-warmed fluid vs active fluid warming on the incidence of peri-
10. Horn EP, Bein B, Bohm R et al. The effect of short time periods of pre-operative
11. John M, Crook D, Dasari K et al. Comparison of resistive heating and forced air
54.
12. Moretti B, Larocca AM, Napoli C et al. Active warming systems to maintain
13. Wood AM, Moss C, Keenan A et al. Infection control hazards associated with the use of
forced-air warming in operating theatres. J Hosp Infect 2014; 88: 132-40.
14. Sessler DI. Consequences and treatment of perioperative hypothermia. Anesthiol Clin N
15. Cheebout R, Newton RS, Walters M et al. Does the addition of active body warming to
Caesarean section? A randomised controlled trial. Int J Obstet Anesth 2017; 31:37-44.