Anda di halaman 1dari 32

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT OBESITAS

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

Disusun oleh Kelompok 9D :

Eka Dhiffa Safira 1610713116

Hasna Dyas Mayastika 1610713125

Putri Tika Rahayu 1610713128

Nama Dosen : Rafiah Maharani Pulungan

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Epidemiologi Penyakit
Obesitas” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Rafiah Maharani Pulungan selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular UPN “Veteran” Jakarta yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna demi menambah wawasan dan pengetahuan
kita. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna baik bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Depok, April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Obesitas menurut Orang, Tempat dan Waktu....................... 6
a. Distribusi penyakit obesitas menurut Orang: ................................................................... 6
b. Distribusi penyakit obesitas menurut Tempat: ................................................................. 9
c. Distribusi penyakit obesitas menurut Waktu: ................................................................ 10
2.2 Definisi Obesitas ................................................................................................................. 11
2.3 Etiologi Obesitas ................................................................................................................. 12
2.4 Diagnosis Penyakit Obesitas ............................................................................................... 14
2.4 Patofisiologi Obesitas.......................................................................................................... 18
2.5 Faktor Resiko penyakit obesitas.......................................................................................... 20
2.6 Pencegahan, Pengendalian, dan Pengobatan ....................................................................... 25
2.6.1 Pencegahan ................................................................................................................... 25
2.6.2 Pengendalian Obesitas .................................................................................................. 26
2.6.3 Pengobatan Obesitas ..................................................................................................... 28
BAB III ......................................................................................................................................... 30
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan.
Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi,
sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan
sedentary life style.

Masalah obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan pada semua strata
sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian obesitas merupakan masalah yang serius karena akan
berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa
dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif
seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dll. Pada anak, kegemukan
dan obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan
kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea
(henti napas sesaat) dan gangguan pernafasan lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana distribusi frekuensi penyakit obesitas menurut orang, tempat, dan waktu?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit obesitas dan apa saja klasifikasinya?
3. Bagaimana etiologi penyakit obesitas?
4. Apa yang harus dilakukan untuk mendiagnosa penyakit obesitas?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit obesitas?
6. Apa saja faktor risiko penyakit obesitas?
7. Bagaimana pencegahan, pengendalian dan pengobatan pada penyakit obesitas?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit obesitas menurut orang, tempat, dan waktu
2. Untuk mengetahui definisi beserta klasifikasi penyakit obesitas
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit obesitas
4. Untuk mengetahui proses pendiagnosaan penyakit obesitas
5. Untuk memahami patofisiologi penyakit obesitas
6. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko dari penyakit stroke
7. Untuk memahami cara mencegah, mengendalikan serta pengobatan bagi penyakit obesitas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Obesitas menurut Orang, Tempat dan Waktu

Obesitas merupakan masalah epidemi diseluruh dunia baik di negara maju maupun di
negara berkembang yang dikenal dengan istilah globesitas. Obesitas atau kegemukan mulai
menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global dan dinyatakan sebagai masalah kronis
terbesar pada orang dewasa. Menurut WHO, overweight dan obesitas merupakan faktor resiko
penyebab kematian nomor lima. Sedikitnya, 2,8 juta penduduk meninggal per tahun akibat dari
overweight dan obesitas.

a. Distribusi penyakit obesitas menurut Orang:

Penyakit obesitas dapat menyerang semua golongan umur mulai dari anak- anak,
remaja maupun lansia. Berdasarkan penelitian juga menunjukkan bahwa diseluruh
kawasan di dunia, wanita penderita obesitas lebih banyak dari pria hal ini terlihat pada saat
wanita telah mengalami kehamilan dan pada saat monopause. Pada saat kehamilan jelas
karena adanya peningkatan jaringan adiposa sebagai simpanan yang akan diperlukan
selama masa menyusui.
1) Usia
Menurut sistem informasi surveilans PTM, persentase obesitas menurut kelompok
umur sebagian besar terjadi pada kelompok umur 35-59 tahun, yaitu untuk tipe obesitas
2 sebesar 21.4%, tipe obesitas 1 sebesar 13.9%, dan berat badan lebih sebesar 19.6%.
(Kementerian, 2016)
Grafik 1
Persentase Pengunjung Posbindu PTM di Indonesia yang Obesitas Menurut Kelompok
Umur Tahun 2016

Menurut hasil Sirkesnas 2016 prevalensi obesitas menurut kelompok umur,


sebagian besar terjadi pada kelompok umur 40-49 tahun sebesar 38,8% (Kementerian,
2016).

Grafik 2
Prevalensi Obesitas Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun 2016

2) Jenis Kelamin
Menurut Sistem Informasi Surveilans PTM, persentase obesitas selama tahun 2016
yang tercatat di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dan Puskesmas yang sudah
menggunakan sistem informasi surveilans PTM menurut jenis kelamin, pada laki-laki
tertinggi adalah overweight yaitu sebanyak 20%, pada perempuan tertinggi adalah
obesitas 2 sebanyak 20.3% (Kementerian, 2016).
Grafik 3
Persentase Pengunjung Posbindu PTM di Indonesia yang Obesitas
Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2016

Menurut hasil Sirkesnas 2016 prevalensi obesitas menurut gender, sebagian besar
terjadi pada perempuan sebesar 41,4% (Kementerian, 2016)

Grafik 4
Prevalensi Obesitas Menurut Jenis Kelamin di Indonesia
Tahun 2016

3) Pekerjaan
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kejadian obesitas dengan persentase
tertinggi terdapat pada responden yang bekerja sebagai IRT yaitu 77,3% dan kejadian
obesitas terendah terdapat pada responden yang bekerja sebagai petani/buruh yaitu
24,1%. (Sundari and Rosdiana, 2015)
Tabel 1
Prevalensi Obesitas Menurut Pekerjaan di Indonesia
Tahun 2015

b. Distribusi penyakit obesitas menurut Tempat:

Penyakit obesitas dapat terjadi di seluruh dunia, terutama dinegara-negara maju


banyak terjadi. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya gaya hidup dari
masyarakatnya yang serba instan dan pola makan yang tidak seimbang dengan aktifitas
fisik yang dilakukan sehari-hari. Di negara berkembang seperti Indonesia umumnya
banyak terjadi di daerah perkotaan.
Prevalensi obesitas menurut tempat tinggal, hasil Sirkesnas 2016 sebagian besar
terjadi di perkotaan sebesar 38,3%. (Kementerian, 2016)

Grafik 5
Prevalensi Obesitas Menurut Wilayah Perdesaan dan Perkotaan di Indonesia
Prevalensi penduduk obesitas terendah di provinsi Nusa tenggara Timur (6,2%) dan
tertinggi di Sulawesi Utara (24,0%). Enam belas provinsi dengan prevalensi diatas
nasional, yaitu Jawa Barat, Bali, Papua, DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Tengah, Jawa
Timur, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara,
Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Gorontalo dan Sulawesi Utara. (RI, 2013)

c. Distribusi penyakit obesitas menurut Waktu:

Penyakit obesitas tidak dipengaruhi oleh waktu karena penyakit ini dapat terjadi
kapan saja. Lebih parah jika terjadi kondisi nafsu makan yang tidak terkontrol sehingga
menyebabkan kelebihan asupan makanan yang berlebihan dapat terjadi.
2.2 Definisi Obesitas

Menurut World Health Organization (WHO), obesitas didefenisikan sebagai akumulasi


lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2015). Obesitas
merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan
akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui
ukuran ideal (Sumanto, 2009). Obesitas merupakan istilah yang digunakan dalam
menunjukkan adanya kelebihan berat badan (Rahmawati, 2009).

Klasifikasi Obesitas :

IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk pengukurannya
sendiri digunakan indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam
meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan, maka pengukurannya
harus dilakukan dengan teliti. Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk
tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan
kegemukan yang sama bagi semua populasi (Sudoyo, 2015).

Tabel dibawah ini merupakan klasifikasi berat badan berlebih dan obesitas pada orang
dewasa berdasarkan IMT menurut Kriteria Asia Pasifik :

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria
Asia Pasifik
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh,
perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. IMT digunakan untuk mengukur
kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi
makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak dapat
membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak memberikan distribusi lemak di
dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan metabolisme yang
dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat
ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur lingkar pinggang.
Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik yang
terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (Arora et al, 2007).

2.3 Etiologi Obesitas

Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan
asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan
dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas
disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain
aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007).

a) Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk
menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya
memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik.
Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih
jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak.
Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu
penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi
leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi
reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.
b) Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini
didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa
otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat
dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena
itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan
pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan
(Guyton, 2007).

c) Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku
makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena
lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di
negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah
psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress.
Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan
nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan
pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama
kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah
sel lemak. (Guyton, 2007).

d) Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat
menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang
dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas
yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat
timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang
mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan
nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang
bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang).
e) Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah
sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja
melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui
berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.
Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al,
2005).

f) Dampak penyakit lain


Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit
lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism,
Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan lain
pada hipotalamus. (Flier et al, 2005)

2.4 Diagnosis Penyakit Obesitas

Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan (IDAI, 2014) :
 Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu
menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas
 Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris
 Pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan,
ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi
a. Anamnesis
Anamnesis faktor risiko dan perilaku yang diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja
overweight atau obesitas tercantum pada Tabel 1 (IDAI, 2014).

Tabel 1. Identifikasi faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan
obesitas
No Anamnesis Temuan
1. Umum  Tanda dan gejala risiko kesehatan terkait obesitas pada
anak seperti mengorokok, sering terbangun pada saat tidur
di malam hari, menstruasi dini, nyeri panggul, dsb
 Pola makan : kebiasaan makan (apakah menerapkan food
rules), perilaku abnormal terkait makanan, dsb
 Pola aktivitas fisis : frekuensi/minggu, durasi/hari, jenis
(terstruktur/tidak terstruktur)
 Riwayat obesitas di dalam keluarga untuk mencari faktor
genetik sebagai penyebab obesitas
 Riwayat risiko kesehatan yang terkait obesitas di dalam
keluarga, seperti penyakit kardiovaskular dini (< 55 tahun),
peningkatan kolesterol, hipertensi, atau diabetes melitus
tipe-2
2. Khusus  Nyeri kepala
 Kesulitan bernafas di malam hari
 Nyeri perut
 Nyeri panggul atau lutut
3. Riwayat keluarga  Obesitas
 NIDDM
 Penyakit kardiovaskular
 Hipertensi
 Dislipidemia
Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif DR. Hot topics in pediatrics II. 200229, Sjarif DR.
Nutrition Growth-Development. 200630, Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
b. Pemeriksaan fisis

Sumber: Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.


c. Pemeriksaan antropometris
Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BMI)
merupakan metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).

BMI digunakan untuk mengklasifikasikan individu underweight, overweight dan obesitas


pada orang dewasa.. Berikut klassifikasi Internasional untuk underweight, overweight dan
obesitas pada orang dewasa berdasarkan BMI :

Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004.


Interpretasi BMI secara umum (Husnah, 2012) :
 Berat Badan Kurang (Underweight) : BMI < 18,5. Pikirkan untuk mengkonsumsi
makanan dengan kalori lebih, perlu konsultasi ke dokter atau ahli gizi.
 Berat Badan Normal (Healthy Weight) : BMI 18,5 - 24,9, pertahankan terus diet
dan tetap teratur berolahraga.
 Berat Badan Lebih (Overweight) : BMI >25, segera sadar untuk mulai menurunkan
berat badan dengan berdiet dan berolahraga.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi (IDAI, 2014) :
 Pemeriksaan pencitraan adenoid
 Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan bebas, DHEAS
(dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH progesteron, FSH, LH, estradiol
 Pemeriksaan FT dan TSH
 Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen peningkatan ACTH
(adrenocorticotropic hormone)
 Konsul ekokardiografi
 Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL)
Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP) :
 Kolesterol total < 170 mg/dL
 Trigliserida < 110 mg/dL
o 0 – 9 tahun : < 75 mg/dL
o 10 – 19 tahun : < 90 mg/dL
 Kolesterol LDL < 110 mg/dL
 Kolesterol HDL > 45 mg/dL

2.4 Patofisiologi Obesitas

Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormone (Cahyaningrum, 2011).

Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang
berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan
adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa
lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan
sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan
oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi (Cahyaningrum, 2011).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi neuropeptida Y (NPY),
sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi
lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian
besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan. Pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh
genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Mekanisme ini dirangsang oleh respon
metabolic yang berpusat pada hipotalamus (Cahyaningrum, 2011). Seperti yang tampak pada
gambar berikut :
2.5 Faktor Resiko penyakit obesitas
Berdasarkan penelitian Sri Kartini, faktor risiko terjadinya obesitas pada anak yaitu
(Kartini, 2016) :
1) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai pergerakan tubuh khususnya otot yang
membutuhkan energi dan olahraga adalah salah satu bentuk aktivitas fisik. Rekomendasi
dari Physical Activity and Health menyatakan bahwa ‘aktivitas fisik sedang’ sebaiknya
dilakukan sekitar 30 menit atau lebih dalam seminggu. Aktivitas fisik sedang antara lain
berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor
utama yang mempengaruhi obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Mustelin
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas
pada anak. Hasil Penelitian Ayu 2011 menunjukan bahwa anak yang tidak rutin berolah
memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin
berolahraga. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolah raga cenderung memiliki
asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolah raga.

2) Riwayat obese orang tua


Hasil penelitian Ayu tahun 2011 menunjukkan bahwa anak yang memiliki ayah ‘obese’
memiliki peluang obese sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah
‘tidak obese’. Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan genetik/hereditas anak
dalam mengalami obesitas.
Faktor genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan, IMT, lingkar pinggang
dan aktivitas fisik. Jika ayah dan/atau ibu menderita overweight (kelebihan berat badan)
maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50%. Apabila
kedua orang tua menderita ‘obese’, kemungkinan anaknya menjadi ‘obese’ sebesar 70-
80%.

3) Konsumsi sayur dan buah


Sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi anak dalam masa
pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan obesitas. Anak overweight dan obesitas
membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan buah. Berdasarkan PUGS (Pedoman
Umum Gizi Seimbang), konsumsi sayur dan buah minimal 3 porsi/hari. Hasil penelitian
Ayu juga menunjukkan bahwa anak yang tidak konsumsi sayur dan buah lebih berisiko 1,5
kali untuk terjadi obesitas dibandingkan anak yang konsumsi sayur dan buah. Konsumsi
serat secara linier akan mengurangi asupan lemak dan garam yang selanjutnya akan
menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan berat badan.

4) Asupan energi dan protein


Selain sebagai sumber energi, makanan juga diperlukan untuk menggantikan sel tubuh
yang rusak dan pertumbuhan. Persoalan akan muncul obesitas jika makanan yang
dikonsumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan energi tersebut akan disimpan di dalam tubuh.
Jika keadaan ini terjadi terus menerus akan mengakibatkan penimbunan lemak di dalam
tubuh sehingga berisiko mengalami kegemukan. Hasil penelitian ayu tahun 2011
menunjukkan adanya hubungan antara asupan energi dan protein dengan obesitas pada
anak (p<0,05). Rata-rata asupan energi total per kapita per hari sebesar 1636,57 Kkal.
Tingginya asupan energi disebabkan oleh konsumsi makanan cepat saji yang menjadi
kebiasaan umum baik di kota besar maupun kecil di wilayah Indonesia.

Menurut penelitian Weni Kurdanti, Isti Suryani, dkk. Faktor resiko obesitas pada remaja
adalah sebagai berikut (Weni et al., 2015) :
1) Asupan lemak, dan karbohidrat berlebih
Hasil penelitian mengkonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan yaitu tempe
mendoan, tahu goreng, lumpia, risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang
digoreng tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya. Hampir
sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi lemak setiap hari yang
mengakibatkan penambahan berat badan 3 kg per tahun. Pada anak remaja, kudapan
berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering
mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium sehingga dapat meningkatkan resiko
kegemukan dan karies gigi.
Tingginya konsumsi karbohidrat disebabkan karena individu mengkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan) seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam,
bakso, dan siomay. Selain itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik
singkong, dan keripik kentang. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi
lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak
yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi makan yang
terlalu berlebihan juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan
dengan apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi sehari-harinya.

2) Frekuensi konsumsi fast food yang sering


Fast food merupakan jenis makanan cepat saji yang mengandung tinggi energi, banyak
mengandung gula, tinggi lemak, dan rendah serat. Hasil penelitian menyatakan bahwa
perubahan pola dan frekuensi makan fast food dapat menyebabkan risiko terjadinya
obesitas pada remaja SMU sebesar 2,49 kali. Kebiasaan tersebut meliputi frekuensi makan
dan kebiasaan makan fast food. Hasil penelitian ini dipertegas dengan penelitan yang
menunjukkan bahwa siswa-siswi yang sering mengkonsumsi fast food minimal 3 kali/
minggu mempunyai risiko 3,28 kali menjadi gizi lebih.

3) Aktivitas fisik yang kurang


Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh
seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Orang yang
kurang aktif membutuhkan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan orang dengan
aktivitas tinggi. Seseorang yang hidupnya kurang aktif (sedentary life) atau tidak
melakukan aktivitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak,
akan cenderung mengalami obesitas. Salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan anak
remaja di sekolah adalah dengan rutin berolahraga sehingga pengeluaran energi seimbang.
Selain itu, dapat pula meningkatkan aktivitas fisiknya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah maupun di luar sekolah.

4) Memiliki ibu dan ayah dengan status obesitas


Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki ayah dan ibu dengan status
obesitas berisiko lebih besar menjadi obesitas dibandingkan dengan remaja yang memiliki
ayah dan ibu yang tidak obesitas. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang tua
mempengaruhi pola makan anak dan gaya hidup yang sama dalam keluarga yang dapat
berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Seorang anak yang orang tuanya gemuk yang
terbiasa makan makanan berkalori tinggi dan tidak aktif, kemungkinan besar anak tersebut
akan mewarisi kebiasaan serupa dan menjadikannya kelebihan berat badan juga. Faktor
genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan, IMT, lingkar pinggang, dan
aktivitas fisik.

5) Tidak sarapan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang tidak
sarapan cenderung obesitas. Sarapan sering disepelekan untuk beberapa alasan. Padahal
tubuh memerlukan nutrisi sekaligus energi untuk melakukan aktivitas sepanjang hari.
Selain itu sarapan sangat penting untuk memepertahankan pola makan yang baik.
Melewatkan sarapan akan mengakibatkan merasa sangat lapar dan tidak dapat mengontrol
nafsu makan sehingga pada saat makan siang akan makan dalam porsi yang berlebih
(overreacting). Padahal metabolisme tubuh melambat dan tidak mampu membakar kalori
berlebihan yang masuk saat makan siang tersebut.

Berdasarkan penelitian Sudikno, Hidayat Syarief, dkk. Tahun 2015 orang yang berisiko
mengalami obesitas merupakan orang dewasa yang memiliki ciri berikut (Sudikno et al.,
2015):
1) Berumur 35 tahun ke atas
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kejadian obesitas.
Kecenderungan peningkatan obesitas mulai tampak pada kelompok umur 35-44 tahun
sampai dengan kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian ini sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Oguz, dkk. (2008) di Turki, Veghari, dkk. (2010) di Iran, Sahin (2011) di
Turki, dan Joh HK, dkk. (2013) di Korea. Penurunan aktivitas fisik dan penurunan
metabolisme seiring dengan meningkatnya umur menjadi salah satu faktor meningkatnya
kejadian obesitas. Davis SR, dkk. (2012) menyatakan bahwa perubahan hormon pada
wanita selama masa pre-menopause secara substansial berkontribusi terhadap peningkatan
obesitas.

2) Tinggal di perkotaan
Persentase obesitas di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Hasil
penelitian sejenis juga ditemukan oleh Veghari, dkk. (2010) dan Joh HK, dkk. (2013). Jin,
dkk. (2013) mengungkapkan bahwa pembangunan ekonomi dan sosial yang cepat dan
mempercepat urbanisasi dan modernisasi meningkatkan pendapatan masyarakat,
mengubah kebiasaan makanan (terutama peningkatan konsumsi daging, makanan cepat
saji, dan junk food), peningkatan pola kerja shift, dan penurunan tingkat aktivitas fisik.

3) Status ekonomi menengah ke atas


Menurut Kim J, dkk. (2014) hubungan antara status ekonomi dengan obesitas
sebagian dapat dijelaskan oleh faktor perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam
penelitian sebelumnya, perilaku yang terkait dengan stress, merokok dan minum alkohol
berkontribusi pada hubungan positif antara status ekonomi dan obesitas pada laki-laki. Kim
J, dkk. (2014) mendapatkan hasil bahwa wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi
cenderung berolahraga lebih teratur dan menghindari perilaku yang terkait dengan stres
dibandingkan wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah. Namun, Ball K dkk. (2003)
mengamati bahwa wanita dengan tempo pekerjaan yang tinggi dan aktivitas fisik yang
berat cenderung mengalami kejadian obesitas yang rendah.

4) Aktivitas fisik kurang


Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas. Haskell WL, dkk., merekomendasikan bahwa orang dewasa sehat berusia 18-65
tahun membutuhkan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama minimal 30 menit lima
hari setiap minggu atau aktivitas fisik berat selama minimal 20 menit tiga hari setiap
minggu. Sedangkan Prasad DS, dkk. (2011) merekomendasikan aktivitas fisik sedang
setiap hari selama 30-60 menit

2.6 Pencegahan, Pengendalian, dan Pengobatan


2.6.1 Pencegahan

Menurunkan berat badan atau memerangi obesitas diperlukan kesabaran, ketekunan, dan
harus sabar. Hal terpenting dalam mencegah obesitas adalah merubah pola hidup. Berikut
langkah-langkah untuk mencegah obesitas :
1. Buat catatan tentang kesalahan yang telah dilakukan sampai berat badan berlebih
kemudian susun rencana dan tetapkan langkah yang harus dilakukan.
2. Mulailah memilih makanan yang memiliki porsi kecil, kaya serat, rendah kalori dan
lemak, serta banyak makan sayur dan buah.
3. Mulailah untuk banyak gerak daripada terus bersantai. Misalnya dengan menaiki
tangga, berjalan kaki dan berolahraga rutin setiap hari.
4. Hindari untuk mengkonsumsi makanan ringan. Lebih baik mulailah mengkonsumsi
snack rendah kalori seperti buah, sayur, atau roti gandum.
5. Kendalikan berat badan dengan cara menimbang berat badan secara rutin.
Pencegahan obesitas harus menjadi agenda penting dalam kesehatan masyarakat,
terutama pada usia anak dan remaja. Umumnya obesitas terjadi pada usia muda dan
menimbulkan penyakit lain. Pengaturan diet dan latihan fisik seringkali gagal pada usia tua.
Pada umumnya orang yang mulai bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri, dan orang
yangakan memasuki masa pensiun memiliki kecenderungan mengalami obesitas. Sedangkan
pada orang usia lanjut biasanya berat badan akan menurun, namun perutnya makin
membuncit. Oleh karena itu, kesadaran akan hidup sehat dengan berat badan ideal adalah
kunci utama memerangi obesitas dan mencegahnya sejak dini .

2.6.2 Pengendalian Obesitas

Pengendalian obesitas di Indonesia, beberapa program kesehatan terkait dengan penanganan


dan pengendalian obesitas di Indonesia yakni:

1) Penilaian Status Gizi Anak Baru Masuk Sekolah (PSG-ABS)


Dalam buku Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas
pada Anak Sekolah disebutkan bahwa langkah penemuan kasus obesitas dilakukan
melalui kegiatan penjaringan kesehatan di sekolah. Bila ditemukan anak dengan status
gizi gemuk atau obesitas, maka dia dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Program penilaian status gizi anak baru masuk sekolah (screening) dilaksanakan pada
tataran sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama.
Hal ini sebenarnya sebuah program yang sangat baik dilakukan untuk melakukan
deteksi dini pada anak dengan gangguan status gizi (baik gizi kurang/buruk maupun gizi
lebih/obesitas). Namun sayangnya salah satu kelemahan dari program ini adalah data
hasil pengukuran antropometri/penilaian status gizi yang dilakukan hanya tersimpan
sebagai data statis di pihak sekolah atau petugas kesehatan saja. Dalam program
screening status gizi ini pemangku kepentingan (stakeholder) yang memiliki peran
terbesar adalah kepala puskesmas dan petugas gizi puskesmas. Selain itu keterlibatan
kepala sekolah dan guru UKS juga memegang peran yang cukup penting.

2) Program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)


Salah satu kegiatan dalam program ini adalah penyuluhan gizi bagi anak sekolah
dan pembinaan kantin sekolah. Lingkungan sekolah merupakan tempat yang baik untuk
pendidikan kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan, keterampilan serta
dukungan sosial dari warga sekolah. Pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial
ini memberikan perubahan perilaku makan sehat yang dapat diterapkan dalam jangka
waktu lama. Meskipun pesan-pesan kunci untuk pencegahan obesitas telah dituangkan
dalam Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada anak
sekolah, namun sayangnya belum mengatur tentang bagaimana teknis penyampaian
pesan ini.
Seperti pelatihan bagi guru, pembagian sesi penyampaian materi, berapa kali materi
harus disampaikan kepada anak-anak, dan hal yang lainnya. Pencegahan dan
penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah merupakan suatu upaya
komprehensif yang melibatkan stakeholder yang ada di wilayah. Dalam hal kebijakan
upaya kesehatan sekolah ini, stakeholders yang mempunyai peran besar adalah Dinas
Pendidikan dan Olahraga, kepala sekolah, serta guru UKS sesuai dengan tanggung jawab
dan kewenangan, melalui koordinasi dengan kepala puskesmas.

3) Program Pendidikan Kesehatan Masyarakat melalui Kadarzi (Keluarga Sadar


Gizi)
Dalam program ini, secara eksplisit sudah dijelaskan bagaimana suatu keluarga
mengenal masalah gizi anggota keluarga mereka. Salah satunya adalah cara menilai
status gizi anggota keluarga. Program ini merupakan program berbasis masyarakat
dengan leading sector Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Namun sayangnya program ini
sifatnya hanya upaya promotif satu arah dari petugas kesehatan kepada masyarakat.
Sehingga apabila ada anggota keluarga yang mengalami masalah gangguan gizi,
tidak dijelaskan secara terperinci kemana mereka harus meminta bantuan untuk
penanganannya.

4) Pengembangan Program Penanganan dan Pengendalian Obesitas berbasis


Kesehatan Masyarakat
Merujuk strategi global yang dikeluarkan oleh WHO dalam penanganan obesitas,
maka pencegahan dan pengendalian obesitas secara dini sangat penting untuk dilakukan.
Mengingat dampaknya yang besar terhadap kejadian penyakit-penyakit tidak menular.
Memang disadari bahwa mencegah dan mengobati penyakit kronis memang menjadi
prioritas yang lebih besar daripada mempromosikan penurunan berat badan. Hal ini tidak
terlepas dari pandangan masyarakat yang belum sepenuhnya merasakan manfaat
penurunan berat badan untuk kesehatan masyarakat. Namun kita tidak boleh lengah,
kebijakan kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian obesitas harus
sudah ada dan diterapkan mengingat prevalensinya semakin meningkat.
Berbicara tentang kebijakan pencegahan dan pengendalian obesitas, ada sejumlah
instrumen atau alat-alat bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan. Instrumen
kebijakan utama adalah: peraturan dan undang-undang (peraturan); perpajakan dan
pendanaan (untuk program, penelitian, monitoring dan evaluasi, pemasaran sosial dan
pembangunan kapasitas; jasa dan pelayanan (rumah sakit, tenaga kerja, dan lain-lain);
dan advokasi (kepada publik, sektor swasta, dan yurisdiksi lain).
Dalam lingkungan politik kontemporer banyak negara maju dengan ideologi
dominan neoliberalisme yang ditandai dengan penggunaan instrumen-instrumen
kebijakan yang lebih menekankan pada tanggung jawab individu. Dalam konteks
kebijakan ini, tanggung jawab individu lebih dikuatkan seperti dalam hal pemilihan pola
makan dan aktivitas fisik. Hal ini tentunya mengurangi ketergantungan terhadap
intervensi pemerintah dalam lingkungan di mana orang-orang tersebut tinggal dan
membuat pilihan-pilihan.

2.6.3 Pengobatan Obesitas

Obat yang bekerja di usus menghambat penyerapan lemak atau kalori ke dalam tubuh
dan obat yang bekerja secara sentral pada pusat pengaturan nafsu makan di otak, sehingga
nafsu makan dapat ditekan. Sebenarnya saat ini masih ada obat yang beredar di pasaran
dengan sebutan “Fat Burner ” yang bekerja membakar lemak di bawah kulit pada orang
gemuk. Beberapa obat lain yang bekerja mengatur hormon tertentu, dapat pula dipakai
menekan nafsu makan seseorang.

Pada obesitas yang sangat berat, dimana upaya diet, olahraga dan obat sudah diberikan
namun belum ada hasil yang menggembirakan, maka ahli bedahlah yang akan berperan
melakukan pemotongan sebagian ususpenderita obesitas, atau operasi bariatik dengan
memasang klem pada lambung. Beberapa rumah sakit juga dapat melakukan penyedotan
lemak perut atau liposuction. Adapula yang melakukan mesoterapi, yaitu suntikan ke bawah
kulit untuk membakar lemak. Mengingat orang obesitas biasanya juga disertai penyakit atau
komplikasi lain, maka semua tindakan di atas harus dipersiapkan dengan baik, karena bisa
memberikan dampak yang kurang baik bagi si pasien.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atu berlrbihan yng dapat mengganggu
kesehatan. Penyakit obesitas sebagian besar terjadi pada kelompok umur35-59 tahun untuk
obesitas tipe 2. Selain itu, perempuan lebih rentan terkena obesitas dibanding laki-laki. obesitas
dapat terjadi di manapun khususnya negara maju karena gaya hidup dan pola makan yang
instan. Selain itu. Di Indonesia prevalensi obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur obesitas adalah menggunakan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Untuk mengukur IMT menggunakan indeks Quetelet yakni berat badan dalam
(kg) dibagi dalam meter (m2). Untuk melakukan diagnosis obesitas dapat dilakukan dengan
tiga cara yakni anamnesis, pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris, serta pemeriksaan
penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, respirometri
atas indikasi.

Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormon.

Faktor risiko obesitas pada anak adalah aktivitas fisik, riwayat obesitas orang tua, konsumsi
sayur dan buah, asupan energi dan protein. Sedangkan faktor risiko obesitas pada remaja
adalah asupan lemak dan karbohidrat berlebih, seringnya mengkonsumsi fast food, kurangnya
aktivitas fisik, memiliki orang tua dengan riwayat obesitas, dan tidak sarapan. Selain itu, orang
yang berisiko menderita obesitas merupakan orang dewasa yang memiliki ciri berumur 35
tahun ke atas, tinggal di perkotaan, status ekonomi menengah ke atas, dan aktivitas fisik
kurang.
Cara terpenting untuk mencegah obesitas adalah merubah pola hidup seperti biasakan
mengkonsumsi makanan yang memiliki porsi kecil dan kaya serat, melakukan aktivitas fisik,
serta menghindari makanan ringan.

Pemerintah juga turut andil dalam mengendalikan obesitas seperti membuat program
seperti penilaian status gizi anak baru masuk sekolah (PSG-ABS), program Upaya Kesehatan
Sekolah (UKS), program Pendidikan Kesehatan Masyarakat melalui Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi), dan Pengembangan Program Penanganan dan Pengendalian Obesitas Berbasis
Kesehatan Masyarakat.

Obat obesitas bekerja dengan cara menghambat penyerapan lemak atau kalori ke dalam
tubuh dan obat yang bekerja secara sentral pada pusat pengaturan nafsu makan di otak,
sehingga nafsu makan dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyaningrum, A. (2011) ‘Leptin Sebagai Indikator Obesitas’, Jurnal Kesehatan Prima, 2030(1),
pp. 1364–1371.

Husnah (2012) ‘Tatalaksana Obesitas’, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 12, pp. 99–104.

IDAI (2014) ‘Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja’, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, p. 1.

Kartini, S. (2016) ‘Faktor Risiko Obesitas Pada Anak Usia 5-15 Tahun’, (December 2013), pp. 0–
10.

Kementerian, K. R. (2016) Profil Penyakit Tidak Menular Tahun 2016. Jakarta.

RI, B. P. dan P. K. K. K. (2013) ‘RISET KESEHATAN DASAR’.

Sudikno et al. (2015) ‘Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa Umur 25-65 Tahun Di
Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar 2013) (Risk Factors Central Obesity in 25-65
Year-Old Indonesian Adults [Analysis Data of Basic Health Research 2013])’, Jumal
Penelitian Gizi dan Makanan, 38(2), pp. 111–120. doi: 10.13225/j.cnki.jccs.2011.03.030.

Sudoyo (2015) ‘Obesitas’, pp. 9–31.

Sundari, E. and Rosdiana, D. (2015) ‘Angka Kejadian Obesitas Sentral Pada Masyarakat Kota
Pekanbaru’, 2, pp. 1–16.

Weni, K. I. K. et al. (2015) ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja’,
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(4), pp. 179–190. doi: 10.22146/ijcn.22900.

Anda mungkin juga menyukai