TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Epidemiologi Penyakit
Obesitas” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Rafiah Maharani Pulungan selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular UPN “Veteran” Jakarta yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna demi menambah wawasan dan pengetahuan
kita. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna baik bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Obesitas menurut Orang, Tempat dan Waktu....................... 6
a. Distribusi penyakit obesitas menurut Orang: ................................................................... 6
b. Distribusi penyakit obesitas menurut Tempat: ................................................................. 9
c. Distribusi penyakit obesitas menurut Waktu: ................................................................ 10
2.2 Definisi Obesitas ................................................................................................................. 11
2.3 Etiologi Obesitas ................................................................................................................. 12
2.4 Diagnosis Penyakit Obesitas ............................................................................................... 14
2.4 Patofisiologi Obesitas.......................................................................................................... 18
2.5 Faktor Resiko penyakit obesitas.......................................................................................... 20
2.6 Pencegahan, Pengendalian, dan Pengobatan ....................................................................... 25
2.6.1 Pencegahan ................................................................................................................... 25
2.6.2 Pengendalian Obesitas .................................................................................................. 26
2.6.3 Pengobatan Obesitas ..................................................................................................... 28
BAB III ......................................................................................................................................... 30
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 32
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan.
Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi,
sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan
sedentary life style.
Masalah obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan pada semua strata
sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian obesitas merupakan masalah yang serius karena akan
berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa
dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif
seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dll. Pada anak, kegemukan
dan obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan
kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea
(henti napas sesaat) dan gangguan pernafasan lain.
PEMBAHASAN
2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Obesitas menurut Orang, Tempat dan Waktu
Obesitas merupakan masalah epidemi diseluruh dunia baik di negara maju maupun di
negara berkembang yang dikenal dengan istilah globesitas. Obesitas atau kegemukan mulai
menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global dan dinyatakan sebagai masalah kronis
terbesar pada orang dewasa. Menurut WHO, overweight dan obesitas merupakan faktor resiko
penyebab kematian nomor lima. Sedikitnya, 2,8 juta penduduk meninggal per tahun akibat dari
overweight dan obesitas.
Penyakit obesitas dapat menyerang semua golongan umur mulai dari anak- anak,
remaja maupun lansia. Berdasarkan penelitian juga menunjukkan bahwa diseluruh
kawasan di dunia, wanita penderita obesitas lebih banyak dari pria hal ini terlihat pada saat
wanita telah mengalami kehamilan dan pada saat monopause. Pada saat kehamilan jelas
karena adanya peningkatan jaringan adiposa sebagai simpanan yang akan diperlukan
selama masa menyusui.
1) Usia
Menurut sistem informasi surveilans PTM, persentase obesitas menurut kelompok
umur sebagian besar terjadi pada kelompok umur 35-59 tahun, yaitu untuk tipe obesitas
2 sebesar 21.4%, tipe obesitas 1 sebesar 13.9%, dan berat badan lebih sebesar 19.6%.
(Kementerian, 2016)
Grafik 1
Persentase Pengunjung Posbindu PTM di Indonesia yang Obesitas Menurut Kelompok
Umur Tahun 2016
Grafik 2
Prevalensi Obesitas Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun 2016
2) Jenis Kelamin
Menurut Sistem Informasi Surveilans PTM, persentase obesitas selama tahun 2016
yang tercatat di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dan Puskesmas yang sudah
menggunakan sistem informasi surveilans PTM menurut jenis kelamin, pada laki-laki
tertinggi adalah overweight yaitu sebanyak 20%, pada perempuan tertinggi adalah
obesitas 2 sebanyak 20.3% (Kementerian, 2016).
Grafik 3
Persentase Pengunjung Posbindu PTM di Indonesia yang Obesitas
Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2016
Menurut hasil Sirkesnas 2016 prevalensi obesitas menurut gender, sebagian besar
terjadi pada perempuan sebesar 41,4% (Kementerian, 2016)
Grafik 4
Prevalensi Obesitas Menurut Jenis Kelamin di Indonesia
Tahun 2016
3) Pekerjaan
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kejadian obesitas dengan persentase
tertinggi terdapat pada responden yang bekerja sebagai IRT yaitu 77,3% dan kejadian
obesitas terendah terdapat pada responden yang bekerja sebagai petani/buruh yaitu
24,1%. (Sundari and Rosdiana, 2015)
Tabel 1
Prevalensi Obesitas Menurut Pekerjaan di Indonesia
Tahun 2015
Grafik 5
Prevalensi Obesitas Menurut Wilayah Perdesaan dan Perkotaan di Indonesia
Prevalensi penduduk obesitas terendah di provinsi Nusa tenggara Timur (6,2%) dan
tertinggi di Sulawesi Utara (24,0%). Enam belas provinsi dengan prevalensi diatas
nasional, yaitu Jawa Barat, Bali, Papua, DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Tengah, Jawa
Timur, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara,
Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Gorontalo dan Sulawesi Utara. (RI, 2013)
Penyakit obesitas tidak dipengaruhi oleh waktu karena penyakit ini dapat terjadi
kapan saja. Lebih parah jika terjadi kondisi nafsu makan yang tidak terkontrol sehingga
menyebabkan kelebihan asupan makanan yang berlebihan dapat terjadi.
2.2 Definisi Obesitas
Klasifikasi Obesitas :
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk pengukurannya
sendiri digunakan indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam
meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan, maka pengukurannya
harus dilakukan dengan teliti. Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk
tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan
kegemukan yang sama bagi semua populasi (Sudoyo, 2015).
Tabel dibawah ini merupakan klasifikasi berat badan berlebih dan obesitas pada orang
dewasa berdasarkan IMT menurut Kriteria Asia Pasifik :
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria
Asia Pasifik
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh,
perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. IMT digunakan untuk mengukur
kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi
makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak dapat
membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak memberikan distribusi lemak di
dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan metabolisme yang
dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat
ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur lingkar pinggang.
Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik yang
terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (Arora et al, 2007).
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan
asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan
dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas
disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain
aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007).
a) Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk
menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya
memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik.
Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih
jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak.
Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu
penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi
leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi
reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.
b) Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini
didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa
otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat
dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena
itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan
pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan
(Guyton, 2007).
c) Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku
makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena
lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di
negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah
psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress.
Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan
nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan
pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama
kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah
sel lemak. (Guyton, 2007).
d) Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat
menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang
dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas
yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat
timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang
mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan
nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang
bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang).
e) Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah
sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja
melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui
berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.
Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al,
2005).
Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan (IDAI, 2014) :
Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu
menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas
Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris
Pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan,
ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi
a. Anamnesis
Anamnesis faktor risiko dan perilaku yang diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja
overweight atau obesitas tercantum pada Tabel 1 (IDAI, 2014).
Tabel 1. Identifikasi faktor risiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan
obesitas
No Anamnesis Temuan
1. Umum Tanda dan gejala risiko kesehatan terkait obesitas pada
anak seperti mengorokok, sering terbangun pada saat tidur
di malam hari, menstruasi dini, nyeri panggul, dsb
Pola makan : kebiasaan makan (apakah menerapkan food
rules), perilaku abnormal terkait makanan, dsb
Pola aktivitas fisis : frekuensi/minggu, durasi/hari, jenis
(terstruktur/tidak terstruktur)
Riwayat obesitas di dalam keluarga untuk mencari faktor
genetik sebagai penyebab obesitas
Riwayat risiko kesehatan yang terkait obesitas di dalam
keluarga, seperti penyakit kardiovaskular dini (< 55 tahun),
peningkatan kolesterol, hipertensi, atau diabetes melitus
tipe-2
2. Khusus Nyeri kepala
Kesulitan bernafas di malam hari
Nyeri perut
Nyeri panggul atau lutut
3. Riwayat keluarga Obesitas
NIDDM
Penyakit kardiovaskular
Hipertensi
Dislipidemia
Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif DR. Hot topics in pediatrics II. 200229, Sjarif DR.
Nutrition Growth-Development. 200630, Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
b. Pemeriksaan fisis
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormone (Cahyaningrum, 2011).
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang
berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan
adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa
lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan
sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan
oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi (Cahyaningrum, 2011).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi neuropeptida Y (NPY),
sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi
lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada
orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian
besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan. Pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh
genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Mekanisme ini dirangsang oleh respon
metabolic yang berpusat pada hipotalamus (Cahyaningrum, 2011). Seperti yang tampak pada
gambar berikut :
2.5 Faktor Resiko penyakit obesitas
Berdasarkan penelitian Sri Kartini, faktor risiko terjadinya obesitas pada anak yaitu
(Kartini, 2016) :
1) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai pergerakan tubuh khususnya otot yang
membutuhkan energi dan olahraga adalah salah satu bentuk aktivitas fisik. Rekomendasi
dari Physical Activity and Health menyatakan bahwa ‘aktivitas fisik sedang’ sebaiknya
dilakukan sekitar 30 menit atau lebih dalam seminggu. Aktivitas fisik sedang antara lain
berjalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor
utama yang mempengaruhi obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Mustelin
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas
pada anak. Hasil Penelitian Ayu 2011 menunjukan bahwa anak yang tidak rutin berolah
memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin
berolahraga. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolah raga cenderung memiliki
asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang rutin berolah raga.
Menurut penelitian Weni Kurdanti, Isti Suryani, dkk. Faktor resiko obesitas pada remaja
adalah sebagai berikut (Weni et al., 2015) :
1) Asupan lemak, dan karbohidrat berlebih
Hasil penelitian mengkonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan yaitu tempe
mendoan, tahu goreng, lumpia, risoles, martabak, telur dadar dan biasanya makanan yang
digoreng tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam asupan lemak tiap harinya. Hampir
sepertiga anak Amerika usia 4-19 tahun mengkonsumsi lemak setiap hari yang
mengakibatkan penambahan berat badan 3 kg per tahun. Pada anak remaja, kudapan
berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Kudapan ini sering
mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium sehingga dapat meningkatkan resiko
kegemukan dan karies gigi.
Tingginya konsumsi karbohidrat disebabkan karena individu mengkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat pada jam istirahat (jajan) seperti nasi goreng, cilok, batagor, mie ayam,
bakso, dan siomay. Selain itu juga dari jenis makanan ringan seperti chitato, keripik
singkong, dan keripik kentang. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi
lemak. Perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak
yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas. Ukuran atau porsi makan yang
terlalu berlebihan juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan
dengan apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi sehari-harinya.
5) Tidak sarapan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang tidak
sarapan cenderung obesitas. Sarapan sering disepelekan untuk beberapa alasan. Padahal
tubuh memerlukan nutrisi sekaligus energi untuk melakukan aktivitas sepanjang hari.
Selain itu sarapan sangat penting untuk memepertahankan pola makan yang baik.
Melewatkan sarapan akan mengakibatkan merasa sangat lapar dan tidak dapat mengontrol
nafsu makan sehingga pada saat makan siang akan makan dalam porsi yang berlebih
(overreacting). Padahal metabolisme tubuh melambat dan tidak mampu membakar kalori
berlebihan yang masuk saat makan siang tersebut.
Berdasarkan penelitian Sudikno, Hidayat Syarief, dkk. Tahun 2015 orang yang berisiko
mengalami obesitas merupakan orang dewasa yang memiliki ciri berikut (Sudikno et al.,
2015):
1) Berumur 35 tahun ke atas
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kejadian obesitas.
Kecenderungan peningkatan obesitas mulai tampak pada kelompok umur 35-44 tahun
sampai dengan kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian ini sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Oguz, dkk. (2008) di Turki, Veghari, dkk. (2010) di Iran, Sahin (2011) di
Turki, dan Joh HK, dkk. (2013) di Korea. Penurunan aktivitas fisik dan penurunan
metabolisme seiring dengan meningkatnya umur menjadi salah satu faktor meningkatnya
kejadian obesitas. Davis SR, dkk. (2012) menyatakan bahwa perubahan hormon pada
wanita selama masa pre-menopause secara substansial berkontribusi terhadap peningkatan
obesitas.
2) Tinggal di perkotaan
Persentase obesitas di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Hasil
penelitian sejenis juga ditemukan oleh Veghari, dkk. (2010) dan Joh HK, dkk. (2013). Jin,
dkk. (2013) mengungkapkan bahwa pembangunan ekonomi dan sosial yang cepat dan
mempercepat urbanisasi dan modernisasi meningkatkan pendapatan masyarakat,
mengubah kebiasaan makanan (terutama peningkatan konsumsi daging, makanan cepat
saji, dan junk food), peningkatan pola kerja shift, dan penurunan tingkat aktivitas fisik.
Menurunkan berat badan atau memerangi obesitas diperlukan kesabaran, ketekunan, dan
harus sabar. Hal terpenting dalam mencegah obesitas adalah merubah pola hidup. Berikut
langkah-langkah untuk mencegah obesitas :
1. Buat catatan tentang kesalahan yang telah dilakukan sampai berat badan berlebih
kemudian susun rencana dan tetapkan langkah yang harus dilakukan.
2. Mulailah memilih makanan yang memiliki porsi kecil, kaya serat, rendah kalori dan
lemak, serta banyak makan sayur dan buah.
3. Mulailah untuk banyak gerak daripada terus bersantai. Misalnya dengan menaiki
tangga, berjalan kaki dan berolahraga rutin setiap hari.
4. Hindari untuk mengkonsumsi makanan ringan. Lebih baik mulailah mengkonsumsi
snack rendah kalori seperti buah, sayur, atau roti gandum.
5. Kendalikan berat badan dengan cara menimbang berat badan secara rutin.
Pencegahan obesitas harus menjadi agenda penting dalam kesehatan masyarakat,
terutama pada usia anak dan remaja. Umumnya obesitas terjadi pada usia muda dan
menimbulkan penyakit lain. Pengaturan diet dan latihan fisik seringkali gagal pada usia tua.
Pada umumnya orang yang mulai bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri, dan orang
yangakan memasuki masa pensiun memiliki kecenderungan mengalami obesitas. Sedangkan
pada orang usia lanjut biasanya berat badan akan menurun, namun perutnya makin
membuncit. Oleh karena itu, kesadaran akan hidup sehat dengan berat badan ideal adalah
kunci utama memerangi obesitas dan mencegahnya sejak dini .
Obat yang bekerja di usus menghambat penyerapan lemak atau kalori ke dalam tubuh
dan obat yang bekerja secara sentral pada pusat pengaturan nafsu makan di otak, sehingga
nafsu makan dapat ditekan. Sebenarnya saat ini masih ada obat yang beredar di pasaran
dengan sebutan “Fat Burner ” yang bekerja membakar lemak di bawah kulit pada orang
gemuk. Beberapa obat lain yang bekerja mengatur hormon tertentu, dapat pula dipakai
menekan nafsu makan seseorang.
Pada obesitas yang sangat berat, dimana upaya diet, olahraga dan obat sudah diberikan
namun belum ada hasil yang menggembirakan, maka ahli bedahlah yang akan berperan
melakukan pemotongan sebagian ususpenderita obesitas, atau operasi bariatik dengan
memasang klem pada lambung. Beberapa rumah sakit juga dapat melakukan penyedotan
lemak perut atau liposuction. Adapula yang melakukan mesoterapi, yaitu suntikan ke bawah
kulit untuk membakar lemak. Mengingat orang obesitas biasanya juga disertai penyakit atau
komplikasi lain, maka semua tindakan di atas harus dipersiapkan dengan baik, karena bisa
memberikan dampak yang kurang baik bagi si pasien.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atu berlrbihan yng dapat mengganggu
kesehatan. Penyakit obesitas sebagian besar terjadi pada kelompok umur35-59 tahun untuk
obesitas tipe 2. Selain itu, perempuan lebih rentan terkena obesitas dibanding laki-laki. obesitas
dapat terjadi di manapun khususnya negara maju karena gaya hidup dan pola makan yang
instan. Selain itu. Di Indonesia prevalensi obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur obesitas adalah menggunakan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Untuk mengukur IMT menggunakan indeks Quetelet yakni berat badan dalam
(kg) dibagi dalam meter (m2). Untuk melakukan diagnosis obesitas dapat dilakukan dengan
tiga cara yakni anamnesis, pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris, serta pemeriksaan
penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, respirometri
atas indikasi.
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormon.
Faktor risiko obesitas pada anak adalah aktivitas fisik, riwayat obesitas orang tua, konsumsi
sayur dan buah, asupan energi dan protein. Sedangkan faktor risiko obesitas pada remaja
adalah asupan lemak dan karbohidrat berlebih, seringnya mengkonsumsi fast food, kurangnya
aktivitas fisik, memiliki orang tua dengan riwayat obesitas, dan tidak sarapan. Selain itu, orang
yang berisiko menderita obesitas merupakan orang dewasa yang memiliki ciri berumur 35
tahun ke atas, tinggal di perkotaan, status ekonomi menengah ke atas, dan aktivitas fisik
kurang.
Cara terpenting untuk mencegah obesitas adalah merubah pola hidup seperti biasakan
mengkonsumsi makanan yang memiliki porsi kecil dan kaya serat, melakukan aktivitas fisik,
serta menghindari makanan ringan.
Pemerintah juga turut andil dalam mengendalikan obesitas seperti membuat program
seperti penilaian status gizi anak baru masuk sekolah (PSG-ABS), program Upaya Kesehatan
Sekolah (UKS), program Pendidikan Kesehatan Masyarakat melalui Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi), dan Pengembangan Program Penanganan dan Pengendalian Obesitas Berbasis
Kesehatan Masyarakat.
Obat obesitas bekerja dengan cara menghambat penyerapan lemak atau kalori ke dalam
tubuh dan obat yang bekerja secara sentral pada pusat pengaturan nafsu makan di otak,
sehingga nafsu makan dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum, A. (2011) ‘Leptin Sebagai Indikator Obesitas’, Jurnal Kesehatan Prima, 2030(1),
pp. 1364–1371.
Husnah (2012) ‘Tatalaksana Obesitas’, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 12, pp. 99–104.
IDAI (2014) ‘Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja’, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, p. 1.
Kartini, S. (2016) ‘Faktor Risiko Obesitas Pada Anak Usia 5-15 Tahun’, (December 2013), pp. 0–
10.
Sudikno et al. (2015) ‘Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa Umur 25-65 Tahun Di
Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar 2013) (Risk Factors Central Obesity in 25-65
Year-Old Indonesian Adults [Analysis Data of Basic Health Research 2013])’, Jumal
Penelitian Gizi dan Makanan, 38(2), pp. 111–120. doi: 10.13225/j.cnki.jccs.2011.03.030.
Sundari, E. and Rosdiana, D. (2015) ‘Angka Kejadian Obesitas Sentral Pada Masyarakat Kota
Pekanbaru’, 2, pp. 1–16.
Weni, K. I. K. et al. (2015) ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja’,
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(4), pp. 179–190. doi: 10.22146/ijcn.22900.