Anda di halaman 1dari 26

WRAP UP SKENARIO 4

BLOK ENDOKRIN METABOLISME DAN NUTRISI

KELOMPOK A-11

Ketua : Saffa Hasanah 1102018149

Sekretaris : Rita Fauzia 1102018313

Anggota : Aurel Nafiz Johansyah 1102018127

Julita Asmara Putri 1102018087

Keisya Ananda Azzalyka 1102018024

M. Akbar Ramadhan Munandar 1102018015

Nurul Atika Haviz 1102018112

Teuku Hanif Alwi Fathani 1102018308

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2020/2021
DAFTAR ISI

Daftar isi..............................................................................................................................2
Skenario...............................................................................................................................3
Kata Sulit.............................................................................................................................4
Pertanyaan...........................................................................................................................5
Jawaban...............................................................................................................................5
Hipotesis.............................................................................................................................6
Sasaran Belajar....................................................................................................................7
1. Memahami dan MenjelaskanGiziBuruk..................................................................7
1.1 Definisi..............................................................................................................7
1.2 Etiologi ………………………………………………………………..............7
1.3 Klasifikasi.........................................................................................................8
1.4 Patofisiologi.......................................................................................................9
1.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................10
1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding....................................................................11
1.7 Tatalaksana .......................................................................................................18
1.8 Komplikasi ........................................................................................................24
1.9 Pencegahan .......................................................................................................25
1.10 Prognosis.........................................................................................................25
Daftar Pustaka......................................................................................................................26

2
SKENARIO 4

Seorang anak perempuan, usia 1 tahun 2 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan buang air besar encer sejak 1 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan: ASI 2
bulan, selanjutnya lebih suka dengan susu kental manis, makan kalau anak nya mau saja.
Riwayat kelahiran Berat Badan Lahir 2900 gram, panjang badan 47 cm. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: BB 5600 gram, panjang badan 60 cm. Keadaan umum sakit berat, muka
tampak seperti orang tua, Mata: konjungtiva anemis. Atrofi otot muka. Iga gambang. Baggy
pants, edema dorsum pedis dan edema pretibial. Hemoglobin 6 gr/dl.

3
Kata sulit

1. Iga gambang: gambaran kondisi tulang costae terlihat timbul karena kurusnya badan.
2. Baggy pants: kulit terlihat kendor seperti celana kedodoran. Terjadi karena jaringan
lemak subkutis sangat sedikit atau tidak ada.
3. Edema dorsum pedis: penumpukan cairan dalam ruang antar sel dalam dorsum pedis.
4. ASI: cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa makanan alamiah atau
susu terbaik nutrisi dan berenergi tinggi yang diproduksi sejak masa kehamilan.
5. Edema pretibial: peningkatan volume cairan interstitial yang tampak secara klinis pada
tungkai bawah disebelah anterior tibia.
6. Atrofi otot : kondisi dimana terjadinya penurunan massa otot .

4
Pertanyaan dan Jawaban

1. Apa diagnosis dari kasus tersebut?


Marasmus–Kwashiorkor.
2. Berapa lama waktu pemberian ASI yang dianjurkan?
ASI ekslusif 6 bulan, MPASI sampai 2 tahun.
3. Mengapa pasien mengalami anemia?
Adanya defesiensi globin (protein) sehingga Hb tidak terbentuk.
4. Apa yang menyebabkan anak tersebut mengalami BAB encer?
Kurangnya asupan makanan atau pendamping ASI, bakteri seperti protozoa atau virus dan
tidak diberinya ASI secara penuh 4-6 bulan.
5. Apa yang menyebabkan iga gambang, baggy pants, dan atrofi otot?
Kurangnya energy intake, defesiensi protein atau albuminnya berkurang akan mudah
terjadi edema. Edema berhubungan dengan albumin. Kurangnya intake energy 
cadangan glikogen habis  gluconeogenesis berlebih  atrofi otot sama lemak 
tubuhnya jadi kurus  iga gambang dan baggy pants.
6. Berapa BB lahir dan panjang badan normal pada bayi baru lahir?
BB bayi pada cukup bulan 38-40 minggu beratnya 2,7-4 kg, panjangnya 50-53 cm.
7. Mengapa konjungtiva pasien anemis?
Karena kurangnya sel darah merah yang tercermin dari Hb.
8. Berapa kadar normal hb?
Pada bayi baru lahir Hb nya 17-22gr/dl, pada anak-anak 11-13gr/dl, pada laki laki dewasa
14-18gr/dl, pada wanita dewasa 12-16gr/dl.
9. Mengapa terjadi edema pada dorsum pedis dan pretibial?
Karena terjadi defesiensi protein atau albuminnya berkurang akan mudah terjadi edema.
Edema berhubungan dengan albumin.
10. Bagaimana tatalaksana yang dapat dilakukan?
11. Mencegah dan mengatasi hipoglikemik, mencegah dan mengatasi dehidrasi, mencegah
dan mengatasi hipotermi, gangguan elektrolit.
12. Bagaimana interpretasi status gizi pasien?
Antropometri dari BB dan panjang badan, tebal lemak, kurva.

5
HIPOTESIS

Kekurangan protein dan energi menyebabkan penyakit malnutrisi. Salah satu penyakit
malnutrisi adalah marasmus dan kwashiorkor. Marasmus dan kwashiorkor menyebabkan
cadangan glikogen habis sehingga kurangnya energy intake, menyebabkan cadangan
glikogen habis dan gluconeogenesis berlebih. Hal ini menimbulkan atrofi otot dan lemak,
tubuhnya jadi kurus dan iga gambang. Tatalaksananya adalah dengan mencegah dan
mengatasi hipoglikemik, dehidrasi, hipotermi dan gangguan elektrolit.

6
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Gizi Buruk
1.1 Definisi
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan
nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk
biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Anak balita usia 12-59 bulan
merupakan kelompok umur yang rawan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Pada usia ini
kebutuhan mereka meningkat, sedangkan mereka tidak bisa meminta dan mencari makan
sendiri dan seringkali pada usia ini tidak lagi diperhatikan dan pengurusannya diserahkan
kepada orang lain sehingga risiko gizi buruk akan semakin besar. Anak yang gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi.
Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak balita (12-59 bulan) adalah
mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKI) dan kurang vitamin A. Kekurangan sumber dari empat di atas pada anak balita dapat
menghambat pertumbuhan, mengurangi daya taha tubuh sehingga rentan terhadap penyakit
infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan, penurunan kemampuan fisik,
gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting, kebutaan serta kematian pada anak
balita.
Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran antropometrik, klinik,
biokimia, dan biofisik. Pengukuran antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam
pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya.
Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai Tinggi Badan (TB)
merupakan salah satu pengukuran antropometik yang baik dengan mengadopsi acuan
Harvard dan WHO-NCHS (World Health Organization─National Center For Health
Statistics).
Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau
adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau < -3 SD), atau ada gejala klinis gizi buruk
(kwashiorkor, marasmus atau marasmik-kwashiorkor) (Roespandi & Nurhamzah, 2009).

1.2 Etiologi
Etiologi malnutrisi dapat bersifat primer atau sekunder. Malnutrisi primer terjadi
apabila individu sehat akan protein, energi atau keduanya, tidak dipenuhi oleh makanan yang
adekuat. Pada malnutrisi protein energi primer, kekurangan kalori umumnya dikaitkan
dengan keadaan-keadaan perang, kekacauan sosial, kemiskinan, penyakit infeksi, dan
ketidakseimbangan distribusi makanan. Dengan demikian, gangguan sosial ekonomi dapat
dianggap sebagai penyebab paling global kelaparan pada anak disertai efek buruknya pada
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Malnutrisi sekunder terjadi akibat adanya penyakit yang menyebabkan asupan di
bawah optimal, gangguan penyerapan atau pemakaian nutrien, dan/atau peningkatan
kebutuhan karena terjadi kehilangan nutrien atau keadaan stres. Malnutrisi protein-energi

7
merupakan penyakit gizi terpenting di negara berkembang dan salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak-anak di dunia (Alpers, 2006).

Gambar 1.1 Berbagai penyebab malnutrisi secara langsung


dan tidak langsung (Müller & Krawinkel, 2005).

1.3 Klasifikasi

8
1.4 Patofisiologi
Secara umum, marasmus terjadi ketika asupan energi tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik simpanannya sendiri, mengakibatkan
kekurusan. Pada kwashiorkor, konsumsi karbohidrat yang cukup dan penurunan asupan
protein menyebabkan penurunan sintesis protein viseral. Hipoalbuminemia yang dihasilkan
berkontribusi pada akumulasi cairan ekstravaskular. Sintesis B-lipoprotein yang terganggu
menghasilkan hati berlemak.
Malnutrisi energi protein juga melibatkan asupan banyak nutrisi penting yang tidak
memadai. Kadar seng serum yang rendah telah diimplikasikan sebagai penyebab ulserasi
kulit pada banyak pasien. Dalam penelitian tahun 1979 terhadap 42 anak penderita marasmus,
Golden dan Golden menemukan bahwa hanya mereka yang memiliki kadar seng serum
rendah yang mengalami ulserasi kulit. Kadar seng serum berkorelasi erat dengan adanya
edema, pertumbuhan terhambat, dan wasting yang parah. Dermatosis klasik "kulit mosaik"
dan "cat bersisik" pada kwashiorkor sangat mirip dengan perubahan kulit pada acrodermatitis
enteropathica, dermatosis akibat defisiensi seng.
Pada tahun 2007, Lin et al menyatakan bahwa "penilaian prospektif asupan makanan
dan gizi pada populasi anak-anak Malawi yang berisiko terkena kwashiorkor" tidak
menemukan "hubungan antara perkembangan kwashiorkor dan konsumsi makanan atau
nutrisi apa pun."
Marasmus dan kwashiorkor keduanya dapat dikaitkan dengan gangguan pembersihan
glukosa yang berhubungan dengan disfungsi sel beta pankreas. Dalam rahim, mekanisme
menyesuaikan fisiologi metabolik dan menyesuaikan kekurangan gizi pasca melahirkan dan
malnutrisi untuk menentukan apakah marasmus dan kwashiorkor akan berkembang.
Sebuah laporan tahun 2013 dari Texas mencatat seorang bayi berusia 18 bulan dengan
asidemia glutarat tipe 1 yang memiliki plak deskuamatif ekstensif, edema nonpitting umum,
dan rambut jarang diwarnai merah, dengan kadar seng, alkali fosfatase, albumin, dan zat besi
yang rendah. Pasien ini memiliki variasi kwashiorkor, dan penulis menyarankan bahwa itu
disebut acrodermatitis dysmetabolica.
Untuk alasan yang kompleks, anemia sel sabit dapat mempengaruhi penderita
malnutrisi protein. Malnutrisi energi protein juga dappat meningkatkan aktivitas arginase di
makrofag dan monosit.

9
Gangguan mikrobioma usus pada pejamu yang kekurangan gizi juga tampaknya
berperan dalam patofisiologi yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan persisten pada
anak-anak.

1.5 Manifestasi Klinis


 Marasmus:
– Tampak sangat kurus
– Wajah seperti orang tua
– Cengeng
– Kulit keriput
– Perut cekung
– Tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan berkurang (melemah)
 Kwashiorkor:
– Adanya edema di seluruh tubuh, terutama kaki, tangan, atau anggota badan lain
– Wajah membulat dan sembab
– Pandangan mata sayu
– Pembesaran hati dan pengecilan otot
– Rambut tipis dan kemerahan, serta kelainan kulit.

10
Gambar 1.2 Manifestasi klinis penderita marasmus (kiri) dan
kwashiokor (kanan) (Roespandi & Nurhamzah, 2009).

1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis
Komponen penilaian status gizi meliputi:

1. Survei Konsumsi Pangan

Survei konsumsi pangan ada 2 macam, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian
asupan secara kualitatif, seperti food frequency, dietary history, metode telepon, dan food list. Metode
kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan
makanan tersebut. Survei konsumsi pangan memiliki kelebihan yaitu dapat mengidentifikasi dan
menerangkan kelompok dalam populasi yang berisiko terhadap malnutrisi kronik. Sedangkan
kekurangannya yaitu kurang dapat mengidentifikasi malnutrisi yang akut atau memberikan informasi
penyebab yang mungkin terjadi dari malnutisi.

2. Anamnesis

Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan


setelah kedaruratan ditangani):

11
3. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan yang digunakan antara lain adalah darah, urin, tinja
dan beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status
gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian konsumsi pangan dan
pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini.

4. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi
yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis
dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid).

5. Pemeriksaan Fisis

 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan
status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.
 Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status
dehidrasi pada gizi buruk).
 Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat),
kesadaran menurun.

12
 Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
 Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
 Sangat pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya suara
seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk
jamur).
 Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
 Tanda dan gejala infeksi HIV.

Catatan:

 Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk memeriksa mata
dengan hati-hati untuk menghindari robeknya kornea.
 Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan anak sangat pucat.
 Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan berdasarkan tanda bahaya dan
tanda penting (syok, letargis, dan muntah/diare/ dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan
menjadi 5 kondisi klinis dan diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang sesuai.

6. Pemeriksaan Antropometri

Salah satu metode untuk mengukur status gizi masyarakat adalah ukuran antropometri. Hasil
pengukuran antropometri mencerminkan status gizi anak yang dapat digolongkan menjadi status gizi
baik, kurang atau buruk. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan yaitu:

13
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur
tertentu. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat
badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil.

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan menurut umur adalah tinggi badan anak
yang dicapai pada umur tertentu.Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Seiring dengan pertambahan umut tinggi badan akan tumbuh.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini
menggambarkan konsumsi protein masa lalu.

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Ukuran antropometri yang terbaik adalah
menggunakan BB/TB atau BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih
sensitif dan spesifik. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan yang dicapai.
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu.

14
Berikut ini adalah kurva pertumbuhan WHO dengan pengurukan BB/TB pada anak
perempuan dan laki-laki menggunakan perhitungan Z-Score:

Kurva pertumbuhan untuk anak perempuan usia 0-2 tahun

15
Kurva pertumbuhan untuk anak perempuan usia 2-5 tahun

Kurva pertumbuhan untuk anak laki-laki usia 0-2 tahun

16
Kurva pertumbuhan untuk anak laki-laki usia 2-5 tahun

17
Diagnosis Banding
1. Sindroma nefrotik
2. Sirosis hepatis
3. Payah jantung kongestif
4. Pellagra infantil
5. Actinic Prurigo
6. Dermatitis Atopik
7. Gagal Ginjal Kronik
8. Depresi
9. Penyakit radang usus

1.7 Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan gizi
buruk.
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan
larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid. Jika
terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.

18
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu: fase stabilisasi
dan fase rehabilitasi.

Tabel 1.1 10 langkah tata laksana anak gizi buruk (Roespandi & Nurhamzah, 2009).

a) Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L
atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit (lihat bawah). Pemberian makan
yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua
anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana:
 Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
 Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa
atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui
NGT.
 Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
 Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
 Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
 Beri antibiotik.
Pemantauan:
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
 Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.

19
 Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

b) Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan
menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak
jelas, anggap dehidrasi ringan.
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.
Tatalaksana:
 Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok.
 Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
o beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
o setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan
F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak
muntah.
o Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal.
 Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 27
 Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

20
c) Gangguan keseimbangan elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Terdapat
kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum mungkin rendah. Edema
dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian
natrium berlebihan dapat menyebabkan kematian.
Tatalaksana:
 Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal.
 Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
 Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

d) Infeksi
Tatalaksana:
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
 Antibiotik spektrum luas
 Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau
jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas:

21
 Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral
(25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam (dosis: lihat lampiran 2) selama 5 hari
 Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis  atau tampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
o Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak
tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari)
sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH:
o Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
*Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada
diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin

e) Defisiensi zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada
minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana:
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
 Multivitamin
 Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
 Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
 Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
 Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
 Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk)

f) Malnutrisi pada bayi < 6 bulan


Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak yang lebih tua.
Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus dipertimbangkan, sehingga dapat
diberikan penanganan yang sesuai. Jika ternyata termasuk gizi buruk, prinsip dasar
tatalaksana gizi buruk dapat diterapkan pada kelompok umur ini. Walaupun demikian, bayi
muda ini kurang mampu mengekskresikan garam dan urea melalui urin, terutama pada cuaca
panas.

22
Oleh karena itu pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah:
 ASI (jika tersedia dalam jumlah cukup)
 Susu formula bayi (starting formula)
Pada fase rehabilitasi, dapat digunakan F-100 yang diencerkan (tambahan air pada
formula di halaman 209 menjadi 1500 ml, bukan 1000 ml).

Konseling dan Pemulangan Anak dari RS


Proses pemulangan anak dari rumah sakit harus meliputi hal berikut:
 Saat pemulangan yang tepat dari rumah sakit.
 Konseling kepada ibu mengenai pengobatan dan pemberian makan anak di rumah.
 Memastikan bahwa status imunisasi anak dan kartu pencatatan sudah sesuai umur
anak.
 Berkomunikasi dengan petugas kesehatan yang merujuk anak atau yang akan
bertanggung-jawab dalam perawatan lanjutan.
 Menjelaskan kapan kembali ke rumah sakit untuk kunjungan ulang dan memberitahu
ibu gejala ataupun tanda yang mengindikasikan agar anak dibawa kembali ke rumah sakit
dengan segera.
 Membantu keluarga dengan hal yang diperlukan (misalnya menyediakan peralatan
bagi anak cacat, atau menghubungkan anak dengan organisasi kemasyarakatan untuk
anak dengan HIV/AIDS).

Persiapan pulang
Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk
pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor pemulangan dan tindak lanjut
risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan
melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.
Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:
Anak seharusnya:
 telah menyelesaikan pengobatan antibiotik
 mempunyai nafsu makan baik
 menunjukkan kenaikan berat badan yang baik
 edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.
Ibu atau pengasuh seharusnya:

23
 mempunyai waktu untuk mengasuh anak
 memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,
 jumlah dan frekuensi)
 mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin,
nasihati tentang dukungan yang tersedia.
Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal ini
mencakup:
 Pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang terjangkau
 Pemberian makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks)
tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu, pisang, roti, biskuit). Bila ada,
RUTF dapat diberikan pada anak di atas 6 bulan
 Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya
 Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek
 Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit
 ASI diteruskan sebagai tambahan. (Roespandi & Nurhamzah, 2009).

1.8 Komplikasi
Umumnya terkait kondisi/komplikasi, misalnya hypoglycaemia, hipotermia,
hypokalaemia, asidosis, dermatosis, gagal jantung, dll yang secara aktif mencari dipantau dan
diperlakukan sesuai dengan pedoman WHO. Balita yang berada dalam status gizi buruk,
umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Penyakit-penyakit tersebut justru menambah
rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah:
A. Diare persisten: Sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai
dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan
dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk
diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan
penyakit Blind loop
B. Tuberkulosis: Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ
tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini
tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadi pada malam hari.
Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur.

24
C. HIV-AIDS: HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan
atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem
kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Penyakit tersebut di atas dapat
memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya
kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian
penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi
buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi
lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.

1.9 Pencegahan
 Memastikan anak mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi sehat
seimbang (mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral) sepanjang
masa pertumbuhannya.
 Memantau tumbuh kembang anak secara berkala.
 Bila ada infeksi yang dialami, segera diobati.

1.10 Prognosis
Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian sekitar 20-30%. Kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi
atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai
dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun keliatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progresif, kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang
ireversibel dari sel-sel tubuh akibat gizi buruk atau KEP berat.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph (20 ed.). Jakarta: EGC.
Atassi, Hadi. (2019). Protein-Energy Malnutrition. Department of Internal Medicine,
University of Louisville Hospital.
Müller, O. & M. Krawinkel. (2005). Malnutrition and health in developing countries. CMAJ:
173(3), 279–286.
Roespandi, H. & W. Nurhamzah. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Jakarta: WHO/MoH/IDAI.
Kementrian Kesehatan RI. (2020). Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk Pada Balita
Di Layanan Rawat Jalan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

26

Anda mungkin juga menyukai