Anda di halaman 1dari 51

Bidang Ilmu: Ilmu Pendidikan Kedokteran

USULAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA

ANALISIS PERBANDINGAN PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN


MENGGUNAKAN ALAT HB METER DENGAN ALAT
SPEKTROFOTOMETER PADA IBU HAMIL

Tim Pengusul:
Ketua:
Sri Wahyuni Gayatri 0921018407

Anggota:
Irna Diyana Kartika 0917028304
Asrini Safitri 0928068106

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


JUNI 2019

1


2


DAFTAR ISI
Lembar pengesahan............................................................................................. 1
Daftar Isi ............................................................................................................. 2
Ringkasan ............................................................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
1.3. Tujuan ............................................................................................. 5
1.4. Hipotesis.......................................................................................... 3
1.5. Manfaat ........................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
2.1. Definisi Anemia .............................................................................. 5
2.2. Hemoglobin ..................................................................................... 7
2.3. Pemeriksaan Kadar hemoglobin ..................................................... 8
2.4. Perbandingan pemeriksaan kadar hemoglobin ............................... 13
2.5. Kerangka Teori ............................................................................... 15
2.6. Kerangka Konsep ............................................................................ 16
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 17
3.1. Rancangan Penelitian ....................................................................... 17
3.2. Lokasi Penelitian .............................................................................. 17
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 17
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 18
3.5. Definisi Operasional ........................................................................ 18
3.6 Teknik Analisis .............................................................................. ..20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………31
BAB IV. JADWAL PENELITIAN……………………………………………33
Tinjauan Pustaka………………………………………………………………34
Justifikasi Harga……………………………………………………………….36
Susunan Organisasi Penelitian…………………………………………………38

3


ABSTRAK

Latar Belakang: Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di
klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau
1500 juta orang menderita anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik.
Prevalensi anemia di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) pada
tahun 2006 pada wanita hamil adalah 33,1%. Sedangkan pada tahun 2011
prevalensi anemia di Indonesia sebesar 57,1 % diderita oleh ibu hamil. Tingkat
Hemoglobin normal untuk wanita dewasa adalah 14,0 ±2,0g/dl. Namun, dalam
kehamilan terjadi proses hemodilusi darah yang normal dalam kehamilan. Anemia
didefinisikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit sebagai
konsentrasi Hb lebih rendah dari 11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, atau
lebih rendah dari 10,5 g/dL dalam trimester kedua. Anemia pada ibu hamil dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan post partum yang merupakan penyebab
kematian pada ibu melahirkan atau bersalin. Penyebab utama kematian ibu hamil
secara langsung adalah perdarahan yang mencapai 40% - 60%, infeksi 20% - 30%,
dan eklampsi sekitar 20% - 30%. Sedangkan penyebab kematian ibu tidak
langsung sebesar 5,6%. Di laboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan metode visual (Hb Sahli) dan
metode sianmet-hemoglobin. Metode visual / Hb-Sahli sudah tidak dianjurkan lagi,
karena mempunyai kesalahan yang besar, alat tidak bisa distandarisasi dan tidak
semua jenis hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin seperti keroksi-
hemoglobin, met-hemoglobin dan sulf-hemoglobin. International Committee for
Standardization in Haematology (ICSH), menganjurkan pemeriksaan kadar
hemoglobin dengan menggunakan metode sianmet- hemoglobin. Cara ini mudah
dilakukan karena mempunyai standar dan dapat mengukur semua jenis
hemoglobin. Tujuan Umum: untuk mengetahui Perbandingan Kadar Hemoglobin
dengan menggunakan Hb Meter dan Spektrofotometer pada Ibu hamil di RSIA Siti
khadijah 1 Makassar. Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan
adalah metode analitik deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional. Hasil
Penelitian: Pada uji t independent didapatkan Sig 0,014 < 0,05 maka Ha diterima.
Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometer mempunyai hasil lebih
rendah dibandingkan dengan menggunakan alat HB meter dan bermakna
secara signifikan.

Kata Kunci : Anemia ibu hamil, spektrofotometer, Hb meter

4


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik


maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta
orang menderita anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Prevalensi
anemia di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2006
pada wanita tidak hamil/produktif adalah 33,1%. Sedangkan prevalensi anemia di
Indonesia sebesar 57,1 % diderita oleh ibu hamil dan remaja putri.(Bakta,2015)
Batas kadar Hb remaja putri untuk diagnosis anemia apabila kurang dari 12
gr/dl. Akibat dari anemia meliputi pertumbuhan anak akan terhambat,
pembentukan sel otot kurang sehingga otot menjadi lemas, daya tahan tubuh akan
menurun, prestasi berkurang dan terjadi perubahan perilaku. Saat ini anemia
merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia
defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja.
(Bakta,2015)
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai
adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Penyebabnya adalah jumlah zat
besi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu berbagai
faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi antara lain pola
makan, pola haid, pengetahuan tentang anemia defisiensi besi, pengetahuan
tentang zat-zat yang memicu dan menghambat absorpsi besi (vitamin C dan teh),
konsumsi obat-obatan tertentu seperti antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat
malaria, kebiasaan merokok, kehilangan darah keluar tubuh (pendarahan), luka
bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal. (Bakta,2015)
Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan fungsi hemoglobin
yaitu sebagai alat transport oksigen. Besi merupakan trace element vital yang
5


sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan
berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang begitu berlimpah. Dilihat
dari segi evolusi alat penyerapan besi di usus, maka sejak awal manusia
dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi
kemudian pola makan berubah dimana sebagian besar besi berasal dari sumber
nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama,
sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi. Dampak lain anemia defisiensi besi
adalah produktivitas rendah, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,
menurunnya sistem imunitas tubuh, morbiditas.(Bari,dkk,2009)

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 untuk Angka


Kematian Ibu (AKI) melonjak sangat signi kan menjadi 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2007, AKI di Indonesia sebenarnya telah mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka
kematian ibu dan anak di negara berkembang antara lain yaitu: keadaan sarana
pelayanan kesehatan ibu dan anak yang belum memadai, penggunaan sarana
pelayanan kesehatan ibu dan anak yang masih kurang dan karakteristik ibu hamil
yang buruk. Karakteristik ibu hamil yang buruk tersebut terutama berupa
multiparitas, umur tua, jarak antara dua kehamilan yang terlalu pendek dan
anemia. (Bari,dkk,2009)

Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post


partum yang merupakan penyebab kematian pada ibu melahirkan / bersalin.
Penyebab utama kematian ibu hamil secara langsung adalah perdarahan yang
mencapai 40% - 60%, infeksi 20% - 30%, dan eklampsi sekitar 20% - 30%.
Sedangkan penyebab kematian ibu tidak langsung sebesar 5,6%, umumnya berupa
penyakit pada ibu yang akan bertambah buruk dengan terjadinya kehamilan,
seperti penyakit jantung, ginjal atau penyakit kronis lainnya serta anemia zat besi
pada ibu hamil. (Bari,dkk,2009)

Di laboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan berbagai


cara, diantaranya adalah dengan metode visual (Hb Sahli) dan metode sianmet-
hemoglobin. Metode visual / Hb-Sahli sudah tidak dianjurkan lagi, karena
mempunyai kesalahan yang besar, alat tidak bisa distandarisasi dan tidak semua
jenis hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin seperti keroksi-hemoglobin,
6


met-hemoglobin dan sulf-hemoglobin. International Committee for
Standardization in Haematology (ICSH), menganjurkan pemeriksaan kadar
hemoglobin dengan menggunakan metode sianmet- hemoglobin. Cara ini mudah
dilakukan karena mempunyai standar dan dapat mengukur semua jenis hemoglobin
kecuali sulf-hemoglobin. (Bari,dkk,2009)

Dengan mempertimbangkan alasan diatas, maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian pada ibu hamil dengan mengambil judul “Analisis
Perbandingan Kadar Hemoglobin dengan menggunakan Hb Meter dan
Spektrofotometer pada Ibu hamil ”.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian yaitu “Apakah ada Perbandingan Kadar Hemoglobin dengan
menggunakan Hb Meter dan Spektrofotometer pada Ibu hamil ?. “

TUJUAN PENELITIAN
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Perbandingan
Kadar Hemoglobin dengan menggunakan Hb Meter dan Spektrofotometer pada
Ibu hamil di RSIA Siti khadijah 1 Makassar.
1.2.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kadar hemoglobin ibu hamil dengan menggunakan Hb
meter digital (easy touch) di RSIA Siti Khadijah 1 Makassar
2. Menganalisis kadar hemoglobin ibu hamil dengan menggunakan
spektrofotometer di RSIA Siti Khadijah 1 Makassar
3. Menganalisis Perbandingan Kadar Hemoglobin dengan menggunakan
Hb Meter dan Spektrofotometer pada Ibu hamil di RSIA Siti khadijah 1
Makassar.

7


1.3. MANFAAT PENELITIAN
1.3.1. Bidang Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian
lebih lanjut tentang Perbandingan Kadar Hemoglobin dengan menggunakan Hb
Meter dan Spektrofotometer pada Ibu hamil.

1.3.2. Bidang Pendidikan


Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis
dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan
metode baik dan benar.

1.3.3. Bidang Pelayanan Kesehatan


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar
bagi masyarakat tentang Perbandingan Kadar Hemoglobin dengan menggunakan
Hb Meter dan Spektrofotometer pada Ibu hamil

1.4.TARGET LUARAN (OUTPUT)


1.4.1. Pegangan Bahan Ajar
1.4.2. Jurnal terakreditasi

8


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia Dalam Kehamilan

2.1.1 Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan yang signifikan dalam massa

sel darah merah yang bersirkulasi. Akibatnya, kapasitas pengikatan oksigen

darah berkurang. Karena volume darah biasanya dipertahankan pada tingkat

yang hampir konstan, pasien anemia mengalami penurunan konsentrasi sel

darah merah atau hemoglobin dalam darah perifer. Kadar hemoglobin

bervariasi dengan usia individu dan pada orang dewasa, dengan jenis

kelamin. Nilai pada wanita usia subur adalah 10% lebih rendah daripada

pada pria. Pada ketinggian, nilai yang lebih tinggi ditemukan, kira-kira

sebanding dengan ketinggian di atas permukaan laut. Nilai pasien anemia

lebih dari 1 deviasi standar di bawah nilai rata-rata untuk jenis kelamin

mereka. Namun, karena kisaran luas kadar hemoglobin dan hematokrit

normal, seringkali sulit untuk mendokumentasikan anemia ringan. Anemia

mempengaruhi seperempat populasi dunia, dengan prevalensi lebih tinggi

pada kelompok sosial ekonomi rendah. (G.Timothy,dkk,2018)

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah

massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya

untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan massa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada

umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Harga normal


9


hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis

kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu

perlu ditentukan titik pemilah (cut off point) di bawah kadar mana kita

anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah

untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12 g/dl pada perempuan dewasa pada

permukaan laut. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl

(hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dl (hematokrit 36%) untuk

perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa. WHO menetapkan cut off

point anemia untuk keperluan peneliti lapangan seperti terlihat pada tabel 1.

(Bari,dkk,2009)

Tabel 1. Kriteria anemia menurut WHO

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)


Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl

2.1.2 Anemia Pada Kehamilan

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu

peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah

dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume

plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan

peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin

(Hb) akibat hemodilusi. (Bari S,Abdul,2016)

Tingkat Hb normal untuk wanita dewasa adalah 14,0 ±2,0g/dl. Namun,

dalam kehamilan, karena hemodilusi normal kehamilan, anemia

didefinisikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit sebagai

konsentrasi Hb lebih rendah dari 11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga,

10


atau lebih rendah dari 10,5 g/dL dalam trimester kedua. Menurut World

Health Organization (WHO), 20% hingga 52% wanita hamil mengalami

anemia. Menentukan anemia sebagai tingkat Hb kurang dari 12g/dL,

kejadian anemia adalah 6,9% pada wanita AS kurang dari 50 tahun. Insiden

anemia secara signifikan lebih tinggi pada kulit hitam dibandingkan pada

wanita kulit putih, dengan kejadian 24% dibandingkan 3% dan setidaknya

20% pasien prenatal akan ditemukan menjadi anemia pada beberapa waktu

selama kehamilan mereka. (J.Kilpatrick,2014)

2.1.3 Insiden dan Penyebab Anemia

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali

defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai

infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun,

penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup,

absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan

yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75%

anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang

memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah

tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat

disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. Penyebab

anemia lainnya jarang ditemui antara lain hemoglobinopati, proses inflamasi,

toksisitas zat kimia, dan keganasan. (J.Kilpatrick,2014)

Frekuensi anemia selama selama kehamilan bergantung terutama pada

status besi sebelumnya dan suplementasi pranatal. Penyakit ini lebih sering

dijumpai pada wanita miskin dan dipengaruhi oleh kebiasaan makan.

Terdapat 22% dari 88.149 wanita Cina mengalami anemia pada trimester

11


pertama. Pada studi-studi dari Amerika Serikat melaporkan bahwa kadar

hemoglobin rerata pada aterm adalah 12,7 g/dL pada wanita yang mendapat

suplemen besi dibandingkan dengan 11,2 g/dL pada mereka yang tidak.

Bodnar dkk., mempelajari kohort 59.248 kehamilan dan mendapatkan

prevalensi 27 persen untuk anemia pascapartum. Meskipun hal ini

berkorelasi erat dengan anemia pranatal, 20 persen wanita dengan kadar

hemoglobin pranatal normal mengalami anemia pascapartum yang

disebabkan oleh perdaraha saat melahirkan. (Gary Cunningham,2017)

2.1.4 Tanda dan gejala

Cepat lelah, lesu, mata berkunang, pusing, gampang pingsan, sesak nafas

saat beraktivitas atau berolahraga berat, permukaan kulit dan wajah pucat,

mual muntah lebih hebat dari hamil muda, jantung berdebar – debar.

(Saifuddin,2009)

2.1.5 Diagnosis

1. Anamnesa

Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata

berkunang – kunang, dan keluhan sering mual muntah lebih hebat pada

hamil muda. (Manuaba,2009)

2. Pemeriksaan fisik

Penderita terlihat lemah dan kurang bergairah. Pada inspeksi muka,

conjungtiva, bibir, lidah, selaput lendir dan dasar kuku kelihatan pucat. Pada

pemeriksaan palpasi kemungkinan didapatkan splenomegali dan takhirkardi.

Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar bising jantung.

(Manuaba,2009)

3. Pemeriksaan Laboratorium (Kadar Hb)

12


9-10 gr% : anemia ringan

7-8 gr% : anemia sedang

<7 gr% : anemia berat

2.1.6 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan dapat dibagi

sebagai berikut:

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling

parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum,

dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai

hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kehilangan zat besi terjadi akibat

pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis, kehilangan darah pada

saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900

mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan

mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan

tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi. Defisiensi besi

merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di negara

maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan

berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan

pertumbuhan janin yang cepat. (Bari S,Abdul,2016)

Pada peningkatan volume darah selama trimester kedua, defisiensi besi

seringkali termanifestasi sebagai penurunan hemoglobin yang cukup

bermakna. Di trimester ketiga, penambahan suplemen besi dibutuhkan untuk

meningkatkan hemoglobin ibu dan dibawa ke janin. Karena jumlah besi yang

dialihkan ke janin tetap sama baik pada ibu yang normal maupun ibu dengan

13


anemia defisiensi besi, maka neonatus yang lahir dari ibu dengan anemia

defisiensi besi berat tidak mengalami anemia defisiensi besi.Anemia

megaloblastikAnemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena

defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. (Gary Cunningham,2017)

a. Defisiensi Asam Folat

Di Amerika Serikat, anemia megaloblastik yang dimulai selama

kehamilan hampir selalu terjadi karena anemia defisiensi asam folat.

Penyakit ini biasanya dijumpai pada wanita yang tidak mengonsumsi

sayuran berdaun hijau, leguminosa, atau protein hewani. Seiring dengan

memburuknya defisiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi semakin parah,

membuat defisiensi gizinya bertambah buruk. Pada sebagian kasus,

pencernaan etanol berlebihan menyebabkan atau berperan dalam defisiensi

folat. (Gary Cunningham,2017)

Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali

lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya

cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena

kehamilan multipel, diet yang buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik atau

pengobatan antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama

kehamilan tampaknya memiliki efek penghambatan terhadap absorpsi folat.

Defisiensi asam folat oleh karenanya sangat umum terjadi pada kehamilan

dan merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan.

(Bari S,Abdul,2016)

b. Defisiensi Vitamin B12

Anemia megaloblastik selama kehamilan akibat kekurangan vitamin

B12, yaitu sianokobalamin, sangat jarang dijumpai. Pada anemia pernisiosa

14


Addison, terjadi kekurangan faktor intrinsik yang menyebabkan kegagalan

penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang sangat jarang

pada wanita usia subur dan biasanya memiliki awitan setelah usia 40 tahun.

Kecuali jika diobati dengan vitamin B12, pasien dapat mengalami infertilitas.

Defiiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih besar kemungkinannnya

dijumpai setelah reseksi lambung parsial atau total. Penyebab-penyebab lain

adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan berlebihan bakteri di

usus. (Gary Cunningham,2017)

Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah daripada kadar tak

hamil karena berkurangnya kadar protein-protein pengikat yang mencakup

haptokorin (transkobalamin I dan III) dan transkobalamin II. Wanita yang

pernah menjalani gastrektomi total memerlukan 1000µg vitamin B12

intramuskulus setiap bulannya. Mereka yang menjalani gastrektomi parsial

biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi kadar vitamin B12 selama

kehamilan perlu diukur. (Gary Cunningham,2017)

2. Anemia Aplastik dan Hipoplastik

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sum-sum tulang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru.(Saifuddin,2009). Meskipun

jarang dijumpai selama kehamilan, anemia aplastik merupakan penyulit yang

berbahaya. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan sumsum tulang yang

sangat hiposelular. Mungkin ada lebih dari satu bentuk, dan terdapat bukti

bahwa salah satunya berkaitan dengan penyakit autoimun. Etiologi dapat

diidentifikasi pada sepertiha kasus, dan penyebab mencakup obat dan bahan

kimia lain, infeksi, iradiasi, leukemia, penyakit imunologis, dan penyakit

herediter, misalnya anemia Fanconi dan sindrom Diamond-Blackfan. Defek

15


fungsional tampaknya adalah penurunan nyata sel punca penyebab di

sumsum tulang. Penyakit ini kemungkinan besar diperantarai secara

imunologis. (Gary Cunningham,2017)

Pada kebanyakan kasus, anemia aplastik dan kehamilan terjadi

bersamaan secara kebetulan. Pada beberapa wanita, anemia hipoplastik

teridentifikasi pertama kali sewaktu hamil dan kemudian membaik atau

bahkan sembuh ketika kehamilan diakhiri, hanya kambuh pada kehamilan

berikutnya. Resiko utama pada wanita hamil dengan anemia aplastik adalah

perdarahan dan infeksi. (Gary Cunningham,2017)

3. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah

berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia

hemolitik sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya

menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan

menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita

anemia. (Bari S,Abdul,2016)

Gejala-gejala yang lazim dijumpai ialah gejala-gejala proses hemolitik,

seperti anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia,

hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam feses. Di samping itu

terdapat pula sebagai tanda regenerasi darah seperti retikulositosis dan

normoblastemia, serta hyperplasia erithropoesis dalam sumsum tulang. Pada

hemolisis yang berlangsung lama dijumpai pembesaran limpa dan anemia

hemolitik yang herediter kadang-kadang disertai kelainan roentgenologis

pada tengkorak dan lain-lain. (Bari S,Abdul,2016)

16


Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak

anemia ini ditemukan pada wanita Negro yang menderita anemia sel sabit,

anemia sel sabit-hemoglobin C, sel sabit-thalassemia, atau penyakit

hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit thalassemia. (Bari

S,Abdul,2016)

2.1.7 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan

Menurut Wiknjosarto Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh

kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas

dan masa selanjutnya. Pelbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti:

a) abortus;

b) partus prematurus;

c) partus lama karena atonia uteri;

d) perdarahan post partum karena atonia uteri;

e) syok

f) infeksi, baik intrapartum maupun postpartum;

g) anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml

menyebabkan dekompensasi kordis.

Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu

pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan. Juga anemia dalam

kehamilan memberi pengaruh kurang baik, seperti:

a) kematian mudigah;

b) kematian perinatal;

c) prematuritas;

d) berat badan lahir rendah

e) dapat terjadi cacat bawaan;

17


f) kelahiran dengan anemia

Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas

serta mortalitas ibu dan anak. (Wiknjosarto,2009)

2.2. HEMOGLOBIN

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan heme (besi) dan 4

rantai globin (alfa,beta, gama dan delta). Terdapat 141 molekul asam amino pada

rantai alfa dan 146 molekul asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Hemoglobin mengandung 0,338 % besi, dan tiap-tiap molekul heme mempunyai

satu atom besi dengan berat molekul kira-kira 16.750 KD (kilo Dalton). (Hendry

Setyawan,2009)

Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit. Hemoglobin adalah suatu

protein yang banyak mengandung besi dan berperan penting dalam membawa

oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh. Kualitas darah dan warna merah darah

ditentukan oleh kadar hemoglobin. Apabila jumlah hemoglobin dalam eritrosit

rendah, maka kemampuan eritrosit membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh

juga akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan oksigen. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya anemia. (Hendry Setyawan,2009)

Kekurangan Hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia, yang ditandai

dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. Kelebihan Hemoglobin

akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml.

yang dapat mengakibatkan stroke. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh

tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang

tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi

18


oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi hari).

(Hendry Setyawan,2009)

2.2.1. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran- butiran


darah merah (Costill,1998). Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15
gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”
(Evelyn,2009). Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan
karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Hasil
pemeriksaan kadar hemoglobin juga dapat dipengaruhi oleh peralatan pemeriksaan
yang dipergunakan. Antara cara sahli yang sederhana dengan cara yang lebih
modern dengan alat fotometer tentu akan ada perbedaan hasil yang ditampilkan.
Namun demikian WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal
berdasarkan umur dan jenis kelamin. (Iswanto,2012)

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang


terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2
alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih
dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan
molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang
dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa
dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul
kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton. (Iswanto,2012)

Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel


darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka
keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal
inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia. Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila
nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis (Riski,dkk,2017)

19


2.2.2. Faktor-Faktor Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah :

a) Kecukupan Besi dalam tubuh

Zat Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi besi
akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan
hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil dalam
memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh, untuk diekskresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan
komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase,
dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah
dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat
dalam hemoglobin yang disimpan sebagai feritin di dalam hati, hemosiderin di
dalam limfa dan sumsum tulang. (Riski,dkk,2017)

Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan


senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein.
Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat
penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran
masuk kedalam sel-sel otot, sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa
mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam
proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan
molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi
maka terjadi penurunan kemampuan bekerja. (Riski,dkk,2017)

Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang


berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu
yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia
kekurangan besi. (Iswanto,2012)

b) Metabolisme Zat Besi dalam tubuh

Zat Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih
dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin
20


(lebih dari 2,5g), mioglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limfa sumsum
tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional
yang di pakai untuk keperluan metabolic dan bagian yang merupakan cadangan.
Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan non hem adalah bentuk
besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi
cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25
mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang
biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam
tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan
pengeluaran. (Iswanto,2012)

2.2.3. Metode Pemeriksaan Kadar Hemoglobin (Hb).

Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang


sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual
cara Sahli dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara
Sahli kurang baik, karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin
asam misalnya karboksi-hemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain
itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan,
sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%. (Riski,dkk,2017)

Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan


kadar hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin
sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin
terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
(Riski,dkk,2017)

Dengan berkembangnya teknologi alat kesehatan yang semakin canggih


selain kedua cara pemeriksaan tersebut, kini telah banyak digunakan pemeriksaan
darah lengkap dengan menggunakan alat otomatik yang di kenal dengan nama
hematology analyser. Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk
penilaian hasil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar
hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin.Perempuan hamil terjadi
hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
(Riski,dkk,2017)
21


2.3. Kerangka Teori

Mekanisme

Siklus Fisiologi

Defenisi Gangguan

Anemia

Pemeriksaan
Hemoglobin

Hemoglobin

Defenisi Kriteria

Gambaran Gambaran
khusus umum

Etiologi

Sumber: Magfirani. 2010. Perbandingan kadar hemoglobin dengan menggunakan


Hb meter dan spektrofotometer pada ibu hamil

Gambar 1: Kerangka Teori

22


2.5 Kerangka Konsep

Hb Meter (easy Kadar Alat


touch) Hemoglobin spektrofotometer

ibu hamil

Keterangan:

• : Variabel independen
• : Variabel dependen

Gambar 2: Kerangka Teori

23


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

analitik deskriptif dengan melihat perbandingan kadar hemoglobin menggunakan

alat Hb meter dengan spektrofotometer pada ibu hamil. Desain penelitian ini

menggunakan pendekatan cross-sectional, dimana pengambilan data dilakukan

satu kali saja.

Adapun alasan menggunakan studi cross-sectional ini adalah karena

desain ini merupakan metode penelitian observasinal yang sederhana, hasil bisa

diperoleh dengan cepat, dan biaya yang diperlukan sedikit.

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian yang dipilih yaitu di RSIA Siti Khadijah 1 Makassar.

Penelitian ini dilaksanakan pada selama 1 tahun mulai Bulan Oktober 2019 sampai

dengan Mei 2020.

3.3. POPULASI PENELITIAN

Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian adalah sekelompok

subyek dengan karakteristik tertentu yang menjadi objek penelitian. Populasi dapat

dibagi menjadi 2 yakni:

1. Populasi Terget

Populasi target adalah populasi tempat hasil penelitian diharapkan akan

diterapkan yang dibatasi oleh karakteristik klinis dan demografis. Beberapa

ahli menyebutnya sebagai ranah (domain). Adapun populasi target dalam

penelitian ini adalah ibu hamil di RSIA Siti Khadijah 1Makassar.

24


2. Populasi Terjangkau

Karena jumlah populasi target yang sangat besar, dan tidak mungkin

melakukan penelitian secara keseluruhan, maka populasi target tersebut

dapat kita batasi dengan kriteria tempat dan waktu, sehingga kita dapat

menjangkau populasi target tersebut. Inilah yang disebut dengan populasi

terjangkau. Adapun populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu

hamil trimester 3 di RSIA Siti Khadijah 1Makassar.

3.4. SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Jumlah sampel didapat melalui survei awal terhadap jumlah ibu hamil di

RSIA Siti Khadijah 1Makassar.. Kemudian jumlah sampel minimal akan dihitung

dengan menggunakan rumus:

N. Z2 1 − α/2 p . (1 − p)
𝑛=
(N − 1) d2 + Z2 1 − α/2 p. (1 − p)

Keterangan :

n : Besar sampel minimum

Z1-α/2 : Nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu

P : Harga proporsi di populasi

d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

N : Jumlah populasi

127 (1,645)! . 0,5 (1 − 0,5)


𝑛=
126 (0,1)! + (1,645)! . 0,5 (1 − 0,5)

85,916295
𝑛=
1,9365063

𝑛 = 45

25


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel minimal sebanyak 45

orang ibu hamil karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

consecutive sampling. Responden diambil dari semua subjek yang datang dan

memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Consecutive sampling merupakan jenis non-probability sampling yang baik dan

seringkali merupakan cara termudah. Sebagian penelitian klinis (termasuk uji

klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya.8

Sampel penelitian ini mempunyai kriteria inklusi dan ekslusi:

1. Kriteria inklusi

a) Ibu hamil trimester 3 ( usia kehamilan 27 minggu – 40 minggu)

b) Telah menandatangani lembar persetujuan dan bersedia mengikuti penelitian.

2. Kriteria ekslusi

a. Ibu hamil dibawah trimester 3 ( usia kehamilan dibawah 27 minggu – 40

minggu)

3.4. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel penelitian, yaitu siklus haid

(variabel independen) dan kadar hemoglobin (variabel dependen).

1. Usia Kehamilan Trimester 3

Usia kehamilan trimester 3 adalah usia kehamilan mulai dari 27 minggu

sampai 40 minggu. Data ini akan didapatkan melalui pembagian lembar

kuisoner kepada subyek penelitian. Kepada subyek penelitian akan

ditanyakan tanggal Hari Pertama haid Terakhir (HPHT), sehingga akan

26


didapatkan data numerik. Selanjutnya data numerik tersebut akan

dikelompokan menjadi data kategorik dengan kriteria sebagai berikut:

a. Usia Kehamilan 27 – 30 minggu

b. Usia Kehamilan 31 – 35 minggu

c. Usia Kehamilan 36– 40 minggu

2. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin merupakan bacaan yang tertera pada hasil pemeriksaan

hemoglobinometer. Alat ukur yang digunakan adalah hemoglobinometer


R
Nesco All New MultiCheck dan Spektrofotometer. Dengan alat ukur

tersebut akan didapatkan data numerik dengan satuan gram per desiliter yang

menyatakan kadar hemoglobin sampel. Data tersebut juga dikelompokan

sebagai kadar hemoglobin normal (> 12 g/dl) dan kadar hemoglobin rendah

(< 12 g/dl).

3.5. CARA KERJA

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang

dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Sebelum data diambil, subjek penelitian

yang diperiksa harus memenuhi seluruh kriteria inklusi yang telah ditetapkan

dalam penelitian ini. Peneliti telah melakukan informed consent kepada

seluruh sampel sebelum data diambil. Persetujuan komisi etik telah diajukan

dan sudah mendapatkan persetujuan.

Kepada subjek penelitian dijelaskan maksud dan tujuan penelitian

ini. Setelah itu mereka ditanyakan lagi tentang hari pertama haid terakhir

(HPHT) lalu ditanyakan tentang kesediaan untuk diambil darahnya untuk

mengukur kadar hemoglobin.

27


Cara pengambilan sampel darah:

1. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol 70%

2. Setelah itu, dengan menggunakan hemolet, lancet ditusukkan pada

ujung jari subjek penelitian.

3. Darah yang pertama keluar diusap dengan kapas alkohol.

4. Darah yang keluar seterusnya diambil dan diletakkan di atas test

card dan bersihkan tangan subjek penelitian dengan kapas alkohol.

5. Kadar hemoglobin ditentukan dengan melihat angka yang tertera

pada alat ukur

3.6. ALUR PENELITIAN

Pengukuran kadar
HB pada responden
yang memenuhi
kriteria

Penelitian dilakukan di RSIA Siti


Khadijah 1 Makassar
Pengumpulan dan
Mendapatkan surat izin input data
penelitian

Informed Consent sekaligus meminta


kesediaan calon responden Pengelolahan data
dan interpretasi hasil

Membagikan kuisioner kepada


responden Penyajian hasil

28


3.7. ANALISIS DATA

Akan dilakukan analisis univariat dan bivariat. Melalui analisis

univariat akan ditampilkan distribusi frekuensi kedua variabel mengenai usia

kehamilan dan kadar hemoglobin.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbandingan dan

kekuatan hubungan antara usia kehamilan dengan kadar hemoglabin.

Hubungan antar variabel diketahui melalui uji independet t-test. Jika uji

independet t-test tidak memenuhi persyaratan, maka digunakan uji alternatif

yaitu uji fisher dan uji mann-whitney.

Kekuatan hubungan antar variabel diketahui dengan menggunakan

odd ratio dan nilai korelasi (r). Untuk mengetahui nilai korelasi, dilakukan

uji pearson jika data berdistribusi normal. Jika data tidak

berdistribusi normal dilakukan uji spearman.

29


BAB IV

HASIL PENELITIAN

5.1.Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Penelitian ini dilaksanakan di RSIA SITI KHADIJAH 1 Makassar yang

terletak di jalan Kartini Makassar pada bulan Oktober 2019 sampai dengan Mei

2020.Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif komparasi dengan

metode Cross Sectional yang dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kadar

hemoglobin dengan menggunakan alat Hb meter dan spektrofotometer. Penelitian

ini menggunakan consecutive sample pasien ibu hamil dimana sampel yang

didapatkan berjumlah 45 orang. Kemudian data dikumpul dan diolah dengan

bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Package for the

Social Sciences 16 (SPSS 16). Setelah data terkumpul diperlukan adanya analisa

data. Sebelum dianalisis diadakan uji persyaratan untuk mengetahui apakah model

tersebut dapat digunakan sebagai dasar estimasi yang tidak bias dengan model t-

test.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model t-test

mempunyai distribusi normal atau tidak. Model t-test yang baik adalah memiliki

distribusi normal atau mendekati normal.

30


Table 4.1

Uji Normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
HB METER .084 45 .200 .972 45 .338
*
SPEKTROFOTOME .097 45 .200 .963 45 .164
TER
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan hasil uji Kolmogorof-

Smirnov dapat disimpulkan bahwa data rata-rata berdistribusi normal karena

memiliki Asymp.sign > 0,05. Hb meter memiliki sign 0,084 dan spektrofotometer

memiliki sign 0,094 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan normal sehingga analisis

data t-test dapat digunakan. Demi kemudahan dalam analisis data,maka peneliti

menggunakan program SPSS.

Tabel 4.2

Perhitungan T-Test dengan menggunakan SPSS 16,0

Group Statistics

Std. Std. Error


Kelompok N Mean Deviation Mean
Hemoglobin HB Meter 45 12.089 1.4355 .2140
Spektrofotometer 45 11.338 1.3955 .2080

Dari data tersebut dapat terlihat bahwa pada pemeriksaan hemoglobin


dengan menggunakan HB meter dengan jumlah sampel 45 orang ibu hamil
memiliki mean (rata-rata-) 12,08. Sedangkan pada pemeriksaan hemoglobin

31


dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan jumlah sampel 45 orang ibu
hamil memiliki mean (rata-rata) 11,33.

Tabel 4.3

Perhitungan T-Test dengan menggunakan SPSS 16,0

2. Pengujian hipotesis

a. Menentukan Hipotesis

Ha : Ada pengaruh yang signifikan terhadap kadar hemoglobin dengan


menggunakan alat HB meter dibandingkan dengan spektrofotometer pada ibu
hamil di RSIA Siti khadijah 1 makassar.

b. Menentukan dasar pengambilan keputusan

1. Berdasarkan sig

Jika sig < 0,05 maka Ha diterima

Jika sig > 0,05 maka Ha ditolak

Berdasarkan table 4.3 independent sample test diatas, ternyata Sig – nya mendapat:

0,014 < 0,05 maka Ha diterima.

32


2. Membuat Kesimpulan

Dari hasil analisa di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Ada
pengaruh yang signifikan terhadap kadar hemoglobin dengan menggunakan alat
HB meter dibandingkan dengan spektrofotometer pada ibu hamil di RSIA Siti
khadijah 1 makassar.

Berdasarkan analisis data tersebut dapat dikatakan bahwa ada perbedaan


dari kadar hemoglobin darah dengan menggunakan alat HB meter dibandingkan
dengan spektrofotometer. Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometer
mempunyai hasil lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan alat HB meter
dan bermakna secara signifikan.

33


BAB V

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran


kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan menggunakan alat Hb meter dengan
spektrofotometer dengan nilai sig 0,014 < 0,05. Nilai rerata Hb dengan
menggunakan alat hb meter adalah 12,08 sedangkan nilai rerata Hb dengan
menggunakan spektrofotometer adalah 11,03 sehingga pemeriksaan hemoglobin
dengan spektrofotometer mempunyai hasil lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan alat HB meter dan bermakna secara signifikan.

Penelitian ini serupa dengan yang dilakukan Adam et al di tahun 2012 yang
membandingkan hasil pengukuran hemoglobin pada ibu hamil dengan
menggunakan HemoCue hemoglobin meter dan alat analisis hemoglobin otomatis
didapatkan hasil adanya perbedaan hasil pengukuran pada dua alat tersebut.
Evaluasi terhadap harga dan hasil pengukuran hemoglobin dengan HemoCue,
DHT Meter dan Jenway Colorimeter. Hasil yang didapat HemoCue memiliki hasil
yang optimal tapi juga paling mahal, sedangkan DHT meter dan Jenway
colorimeter hasilnya kurang akurat tetapi harganya lebih murah. Berbeda dengan
penelitian Paiva (2004) yang menunjukkan bahwa HemoCue memiliki presisi yang
lebih rendah dibandingkan dengan alat sel Dyn 3000 dalam mengukur kadar
hemoglobin.

Haemoglobin adalah komponen molekul protein sel darah merah yang


menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Pada haemoglobin terdapat zat besi yang
membuat darah berwarna merah. Zat besi merupakan bahan pembuat sel darah
merah. Haemoglobin diukur secara kimiawi serta jumlah Hb per 100 ml darah
dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen dalam darah. Kadar
haemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik yang terdapat dalam sel-sel darah
merah, digunakan sebagai parameter terjadinya anemia. Haemoglobin dapat diukur
dengan berbagai metode antara lain metode sahli, metode oksihemoglobin dan
metode sianmethemoglobin. Metode sianmethemoglobin merupakan metode yang

34


direkomendasikan oleh International Committe for Standarization in Hematology
(ICSH).

Hemoglobin merupakan pigmen pengangkut oksigen utama dan terdapat


pada eritrosit. Semua bentuk hemoglobin antara lain oksihemoglobin,
deoksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin diubah menjadi
bentuk stabil. Perubahan menjadi sianmethemoglobin merupakan metode yang
paling luas digunakan karena reagen dan instrumen dengan mudah dapat dikontrol
terhadap standar yang stabil dan handal. Kadar hemoglobin dapat diukur
menggunakan spektrofotometer dan penghitung sel otomatis (hematology
analyzer) yang secara langsung mengukur hemoglobin. Spektrofotometer dapat
mengukur semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin. Metode
cyanmethemoglobin pada alat spektofotometer, prinsipnya adalah hemoglobin
diubah menjadi methemoglobin. Sedangkan terdapat beberapa metode pengukuran
yang digunakan pada alat hematology analyzer yaitu elctrical impedance,
fotometri, flowcytometry dan histogram (kalkulasi). Metode fotometrik
diintegrasikan ke dalam alat pengukur hitung sel otomatis menggunakan
hematology analyzer. Hematology analyzer merupakan alat yang digunakan secara
in vitro untuk melakukan pemeriksaan hematologi secara otomatis, menggunakan
reagen maupun cleaning sesuai manual book. Hematology analyzer akan memecah
hemoglobin menjadi larutan kemudian dipisahkan dari zat lain menggunakan
sianida, selanjutnya dengan penyinaran khusus kadar hemoglobin diukur
berdasarkan nilai sinar yang berhasil diserap oleh hemoglobin, hasil pengukuran
ditampilkan pada layar.

Pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan Hb meter banyak digunakan


oleh layanan kesehatan, seperti laboratorium klinik, puskesmas dan rumah sakit.
Instrumen Hb meter didesain portable, artinya mudah dibawa kemana-mana dan
mudah dioperasikan. Alat Hb meter menggunakan strip atau reagen kering.
Pemeriksaan kadar hemoglobin menggunkan Hb meter memiliki metode POCT
(Point of Care Testing) dengan prinsip reflectance (pemantulan) yaitu membaca
warna yang terbentuk dari sebuah reaksi antara sampel yang mengandung bahan
tertentu dengan reagen yang ada pada sebuah strip, selanjutnya warna yang
terbentuk dibaca oleh alat.
35


Pada penelitian Seri Dameuli,dkk ditahun 2018 yang membandingkan
kadar hemoglobin dengan menggunakan alat hb meter dan spektrofotometer pada
sampel segera diperiksan dan ditunda 20 jam juga menyatakan hal serupa dimana
adanya perbedaan yang signifikan yaitu kadar Hemoglobin pada sampel yang
segera diperiksa menggunakan spektrofotometer lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan alat hb meter.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Noor Hidayat pada tahun 2015
dan Sulistiawati pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa Hb meter mempunyai
nilai sensitivitas dan spesifitas yang kurang baik. Penyebab nilai sensitivitas
kurang baik karena metode Hb meter memiliki beberapa kelemahan diantaranya
alat bekerja tidak stabil atau alat tidak berfungsi secara normal atau alat tidak
bekerja dengan baik karena alat yang kotor, alat bekerja tidak teliti, tidak peka.
Walaupun uji ini mudah dan cepat dilakukan, tetapi tidak cukup baik untuk
digunakan sebagai uji diagnostik rutin dikarenakan nilai sensitivitasnya yang
rendah.

36


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil kadar hemoglobin

menggunakan alat HB meter dibandingkan dengan menggunakan

spektrofotometer pada ibu hamil di RSIA Siti khadijah 1 Makassar.

2. Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin darah dengan menggunakan alat

spektrofotometer lebih sensitive dan akurat bila dibandingkan dengan

menggunakan Hb-meter.

3. Spektrofotometer menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan

dengan nilai yang di tunjukkan dengan menggunakan Hb-Meter, atau

sering kali dengan menggunakan Hb-meter hasil yang tampak tidak anemia

sehingga berakibat ibu hamil tidak diberikan supplement tambahan seperti

pemberian Fe.

B. SARAN

Saran dalam penelitian ini diperlukan perbanding lain yang lebih akurat

serta lebih dari dua metode dalam pemeriksaan kadar hemoglobin agar

mendapatkan hasil pemeriksaan Hemogblobin yang akurat dan sesuai

dengan gejala klinis dari pasien.

37


DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta
Pusat: Interna Publishing.
2. Bari S, Abdul. dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Cetakan 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
3. J. Kilpatrick, Sarah. 2014. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine,
Anemia and Pregnancy. 7th Ed. https://www.clinicalkey.com/ -
!/search/Kilpatrick%20Sarah%20J./%7B%22type%22:%22author%22%7DP
hiladelphia: Elsevier. https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B9781455711376000556 diakses pada 28 Maret 2018
4. Depkes RI. 2002. Penyakit Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal)
dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di Indonesia. Jakarta:
Depkes RI
5. Hendry Setyawan S, Nurhayati P, Asri CA, Endang A. 2009. Pengaruh
Anemia Ibu Hamil Trisemester III Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR), Prematuritas dan Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR). Jurnal Epidemiology Indonesia
6. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Bakti
Husada
7. G, Timothy. Alan A, Janz. Dupré. 2018. Rosen's emergency medicine
Concepts and Clinical Practice: Anemia and Polycythemia. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B9780323354790001124 diakses 10 April 2018
8. Bari S, Abdul. Rachimhadhi, Trijatmo. H Wiknjosastro, Gulardi. 2016. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
9. Garry Cuningham, F. 2017. Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 2. Jakarta:
EGC
10. Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
11. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2009 Obstetri&Ginekologi Sosial Untuk
Profesi Bidan. Jakarta, EGC.
12. Wiknjosarto, Hanifa. Dkk. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
13. Rizki, Fadina. Indrawati L, Nur. Ali, Hirowati. 2017. Hubungan
Suplementasi Tablet Fe dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil
Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. Sumatra Barat: FK Universitas Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id
diakses 15 April 2018
14. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
15. Iswanto, B. B. Ichsan, S. Ermawati. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil
Tentang Anemia Defisiensi Besi Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet
Besi di Puskesmas Karangdowo, Klaten. Jurnal Kesehatan, Vol 5 No. 2,
hal.110-118.

38


16. Arisman, MB. 2014. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 2. Jakarta:EGC
17. Briawan, D. 2013. Anemia Masalah Gizi pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC
18. Manuaba. 2010 . Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
19. Zulaekah, S. 2009. Peran Pendidikan Gizi Komprehensif Untuk Mengatasi
Masalah Anemia Di Indonesia. Jurnal Kesehatan. Vol 2 No. 2, hal. 169- 178
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014
21. Depkes RI. 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia
Subur (WUS). Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat
22. Rahmawati, F. dan Subagio.2012. Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Folat
Pada Ibu Hamil dan Faktor Yang Mempengaruhi. Journal of Nutrition
College. Vol 1 No. 1, hal. 55-62.
23. Indreswari, M., Hardinsyah, dan Damanik. 2008. Hubungan Antara
Intensitas Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
Konsumsi Tablet Besi Dengan Tingkat Keluhan Selama Kehamilan. Jurnal
Gizi dan Pangan. Vol 3 No.1, hal.12-21.
24. Budiarni, W. Subagio. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi
dengan Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi pada Ibu Hamil. Journal of
Nutrition College. Vol 1 No.1
25. Mardliyati, Etik. 2006. Fortifikasi Garam dan Zat Besi, Strategi Praktis dan
Efektif Menanggulangi Anemia Gizi Besi.
26. Soekidjo, Notoatmodjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
27. Ekowati. 2007. Peran Suami Dalam Pemeliharaan Status Gizi Ibu Hamil Di
Wilayah Kerja Puskesmas Baturraden Kabupaten Banyumas. Purwokerto:
Universitas Jenderal Soedirman
28. Budiarni, Widya. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi
Dengan Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Folat Pada Ibu Hamil. Semarang:
Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro

39


L

40


41


42


43


44


45


46


47


48


49


50


51

Anda mungkin juga menyukai