Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PBL

MODUL 2
“MALNUTRISI ENERGI PROTEIN”
BLOK TUMBUH KEMBANG

Tutor : dr. Nurfchanti Fattah, M.Kes


Disusun Oleh:
Kelompok 16

110 2016 0109 AQILLA NADYA ZALZABILA


110 2016 0033 ANUGRAH FEBRIANTI AZIS
110 2016 0107 ANDRY PRATAMA
110 2016 0124 ANDI SURYANTI TENRI RAWE
110 2016 0043 ANDI SITI NUR PRANANA U.F.
110 2016 0131 ANDI SESARINA TENRI OLA S.
110 2016 0123 ANDI NURUL FADILLAH
110 2016 0111 RAHMAWATY KURNIA PUTRI
110 2015 0047 HAERUL IKHSAN H.
110 2016 0004 ANDI M. SHOFWATUL ISLAM H.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL dari kelompok 16 ini dapat terselesaikan
dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepandaian.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada dokter pembimbing yang telah banyak membantu
selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf
kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Tumbuh Kembang dan Geriatri
.

Makassar, 3 Mei 2019

Kelompok 16
SKENARIO 2 :
Seorang anak laki-laki, umur 2 tahun 2 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas
dengan Demam dan sesak napas. Keluhan BB sangat kurus dan tidak ada selera
makan sejak 2 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan: ASI diberikan sampai
usia 2 bulan, selanjutnya susu formula sampai usia 6 bulan, kemudian diberi
bubur dan makan hanya kalau anak mau makan saja. Anak tidak menyukai makan
sayur dan buah. Riwayat kelahiran: BBL 2900 g, PBL 47 cm. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: BB 8 kg, PB 70 cm. Anak nampak sangat kurus dan pucat.
Ditemukan bitot spot pada mata, edem dorsum pedis dan edema pretibial.
Ditemukan adanya wasting dan baggy pants.

KATA SULIT
 Wasting
Proses Kehilangan atau kerusakan bertahap disertai emaisasi, ekskresi
natrium yang tidak sesuai melalui urine disertai hyponatremia dan
hiperkalsemia.
 Baggy pants
Bokong kendur dan keriput.

Referensi:
- Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28. Jakarta: EGC
- Fadia Nadila. Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB
Paru. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2016

KATA KUNCI
 Anak laki-laki, umur 2 tahun 2 bulan.
 Demam dan sesak napas.
 Sangat kurus dan tidak ada selera makan sejak 2 bulan terakhir
 Riwayat pemberian makan: ASI diberikan sampai 2 bulan, selanjutnya
susu formula sampai usia 6 bulan
 Diberi bubur dan makan hanya kalau anak mau makan saja.
 Anak tidak menyukai makan sayur dan buah.
 Riwayat kelahiran: BBL 2900 g, PBL 47cm
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan: BB 8 kg, PB 70 cm
 Anak nampak sangat kurus dan pucat.
 Ditemukan bitot spot pada mata, edem dorsum pedis dan edema pretibial.
 Ditemukan adanya wasting dan baggy pants.

PERTANYAAN
1. Bagaimana analisis kasus anak berdasakan skenario?
2. Apa faktor primer dan sekunder yang menyebabkan malnutrisi energi
protein?
3. Bagaimana klasifikasi malnutrisi energi protein?
4. Bagaimana cara pemberian nutrisi pada bayi sesuai skenario?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada skenario?
6. Apa saja diferensial diagnosis pada skenario?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan edukasi pada pasien?
8. Bagaimana perspektif islam pada skenario?

JAWABAN
1. Bagaimana Analisis Kasus pada scenario?
Usia pada skenario = 2 tahun 2 bulan
Berat badan pada scenario = 8 kg
Interpretasi = <3 SD (gizi buruk)
Berat badan yang normal untuk usia 2 tahun 2 bulan adalah >10-15 kg

Usia pada scenario = 2 tahun 2 bulan


Tinggi badan pada scenario = 70 cm
Interpretasi = <3 SD (gizi buruk)
Tinggi badan yang normal untuk usia 2 tahun 2 bulan adalah >81-93 cm

Tinggi badan pada skenario = 70 cm


Berat badan pada scenario = 8 kg
Interpretasi = 1 SD (gizi baik)

Referensi:
- National Center for Health Statistic in Collaboration with the National
Center for Cronic Desease Prevention and Health Promotion (2000)
- Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

2. Apa penyebab dan faktor sekunder yang menyebabkan malnutrisi energi


protein?
PEM primer disebabkan oleh asupan protein dan / atau kalori yang tidak
adekuat atau ketika protein yang dicerna memiliki kualitas yang buruk
sehingga 1 atau lebih asam amino esensial menjadi faktor pembatas dalam
pemeliharaan metabolisme normal. PEM sekunder disebabkan oleh penyakit
atau cedera. Penyakit akut dan cedera meningkatkan kebutuhan tubuh untuk
substrat protein dan energi dan merusak pencernaan, penyerapan, dan
penyerapan nutrisi ini dengan berbagai cara. Akibatnya, PEM sekunder
biasanya muncul dari berbagai faktor. Penyakit dan cedera juga umumnya
menginduksi anoreksia, sehingga faktor primer dan sekunder sering bertindak
bersama untuk menciptakan PEM dalam pengaturan penyakit.
Penyebab paling umum dari PEM sekunder adalah peningkatan hebat
dalam katabolisme protein dan pengeluaran energi yang terjadi sebagai akibat
dari respon inflamasi sistemik. Kekurangan gizi protein sekunder yang terjadi
dalam konteks penyakit yang mendasari sering hasil dari trias asupan energi
menurun, malabsorpsi, dan stresor katabolik. Hampir semua penyakit kronis
dan / atau kritis dapat mencetuskan malnutrisi energi protein, tetapi di antara
yang paling umum adalah kanker, HIV / AIDS, tuberkulosis, penyakit radang
usus, penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis, dan penyakit rematik.
Pasien dengan malnutrisi energi protein dimanifestasikan dengan penurunan
berat badan dan peningkatan metabolisme, disertai dengan berbagai derajat
pengecilan otot, penipisan simpanan lemak, berkurangnya kapasitas
kardiorespirasi, penipisan kulit, hipotermia, imunodefisiensi, dan apati.
Tanda-tanda yang paling jelas dari PEM sekunder meliputi: (1) menipisnya
jaringan lemak subkutan di lengan, dinding dada, bahu, atau daerah
metacarpal; (2) terbuang otot paha depan dan deltoideus; dan (3) edema
pergelangan kaki atau sakral.

Referensi :
1. Mason, J. B. (2015). Nutritional principles and assessment of the
gastroenterology patient. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal and
liver disease (Tenth Edition). Elsevier Inc.
2. Manary, M. J., & Trehan, I. (2016). Chapter 215: Protein-Energy
Malnutrition. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set (Twenty Fifth
Edition). Elsevier Inc.

3. Bagaimana klasifikasi malnutrisi energi protein?


a. Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan
menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS
dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak
pada pita warna kuning
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di
Bawah Garis Merah (BGM).
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku
median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP
berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP
berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS.
b. Klasifikasi KEP
1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku
median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS;
2. KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau
BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS;
3. KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS
dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS
Referensi :
- gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/.../ped-tata-kurang-protein-rs-kab-
kodya-1.doc
- gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-tata-kurang-protein-
pkm-rt.doc

4. Bagaimana pemberian nutrisi pada bayi ingga usia 1 tahun?


Pemberian nutrisi pada bayi ingga usia 1 tahun
0-6 bulan ASI eksklusif
4-6 bulan
Makanan pertama yang cocok:
• Wortel, kentang, dan ubi atau
• Nasi bayi dicampur atau susu formula, beras, jagung, millet, atau
• Pisang, apel dan pir yang dimasak, atau
• Gabungkan makanan kaya zat besi pada semua tahap. Contohnya
adalah:
• Daging merah (sapi, domba)
• Sayuran hijau
• Ikan berminyak (sarden, tuna, dan pilchard)
• Kacang
• Sereal sarapan tanpa biji yang diperkaya dengan besi
6-9 bulan
Meningkatkan variasi buah dan sayuran
• Daging cincang, ikan dan unggas (termasuk hati hingga satu kali per
minggu
• Kacang lada yang dihancurkan,
• Produk susu (yoghurt penuh lemak, fromage frais and custard)
• Susu sapi yang dipasteurisasi seluruhnya dalam masakan
Contoh makanan jari lunak:
• Potongan buah yang lembut, misalnya melon, pisang, peach, dan kiwi
• Nasi sayuran yang dimasak, misalnya wortel, kacang hijau, kentang dan
ubi jalar
• Potongan sayuran yang dimasak, mis. kembang kol dan kuntum brokoli
• Potongan pasta yang dimasak
• roti panggang
• Keju
• Tongkat sayuran lunak panggang, mis. kentang, ubi jalar, ubi,dan
wortel
9-12 bulan
- Sertakan berbagai macam makanan, ditawarkan dengan tiga kali makan
setiap hari *
- Tawarkan buah dan sayuran di setiap kali makan dan cobalah berikan
lima kecil sajian buah atau sayuran setiap hari
- Gabungkan keempat kelompok makanan ini sehingga bayi
mendapatkan kisaran lengkap nutrisi **. Idealnya makanan ini akan
menjadi bagian dari makanan keluarga yang bergizi:
1. Makanan bertepung - kentang, pisang raja, bengkoang, pasta, beras,
gandum, roti, dan sereal sarapan
2. Buah dan sayuran
3. Yogurt dan keju penuh lemak. Susu full fat juga bisa digunakan
saat memasak
4. Daging, ikan, telur yang dimasak dengan baik, selai kacang halus
dan kacang-kacangan.
Usia 12-24 Bulan
• Mulai memperkenalkan makanan yang berbentuk padat atau biasa
disebut dengan makanan keluarga, tetapi tetap mempertahankan rasa
• Menghindari memberikan makanan yang dapat mengganggu organ
pencernaan, seperti makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu
asam atau berlemak.
• Finger snack atau makanan yang bisa dipegang seperti cookies, nugget
atau potongan sayuran rebus atau buah baik diberikan untuk melatih
keterampilan dalam memegang makanan dan merangsang pertumbuhan
giginya
• Pemberian ASI masih tetap diteruskan sampai anak berumur dua tahun.
• Frekuensi pemberian : 3-4 kali sehari makanan keluarga + 1-2 kali
sehari makanan selingan atau bergantung pada nafsu makan bayi +
Pemberian ASI. Jumlah setiap kali makan : semangkuk penuh
berukuran 250 ml
Referensi:
- Infant feeding practices in the UK,Complementary feeding for infants 6 to
12 months Dietitian and public health nutritionist Kathy Cowbrough
reviews current thinking on this important topic.XX © Journal of Family
Health Care 2010 Vol 20 No 1. www.jfhc.co.uk

5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada scenario?


Anamnesis
Pada anamnesis, harus digali secara mendalam riwayat antenatal dan
perinatal, riwayat atopi dan masalah makan pada keluarga, penyakit
sebelumnya, serta perawatan dirumah sakit yang memungkinkan manipulasi
pada orofaring (seperti pemasangan feeding tube). Disamping itu, harus
diketahui pula kronologi gangguan makan yang dialami oleh anak, komposisi
makanan dari sejak lahir, kapan mulai diberi susu formula, kapan anak mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, lama makan serta strategi yang telah
dipergunakan, lingkungan selama proses makan atau pun perilaku makan juga
harus dilakukan dengan baik.
Kelainan anatomi adalah kecurigaan awal, jika anak mengalami kesulitan
menelan. Riawayat menderita pneumonia yang berulang adalah kecurigaan
para klinisi terhadap kejadian aspirasi kronis. Adanya stridor selama proses
makan dikaitkan dengan kelainan pada tingkat glotis ataupun subglotis.
Muntah, diare, konstipasi, dan nyeri abdomen adalah pertanda awal
terjadinyarefluks gastroesofageal (GER) atau reaksi alergi terhadap susu sapi.
Para klinisi juga harus menggali lebih dalam stres sosial, dinamika keluarga,
ataupun permasalahan emosional.
 Pada skenario
- Identitas
Nama :-
Umur : 2 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : laki – laki
- KU : demam dan sesak napas
Keluhan penyerta :
 BB sangat kurus
 Tidak ada selera makan sejak 2 bulan terakhir
- Riwayat Pemberian makanan
 ASI sampai 2 bulan
 Susu formula sampai 6 bulan
 Diberi bubur dan makan hanya kalau anak mau makan
 Tidak menyukai makan sayur dan buah
- Riwayat kelahiran
 BBL : 2900 gram
 PBL : 47 cm

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus diawali dengan pemeriksaan antropometri,
termasuk pengukuran lingkar kepala. Kurva pertumbuhan harus dilihat sejak
bayi lahir sampai saat konsultasi. Pemeriksaan neurologis lengkap wajib
dilakukan, terutama untuk mengevaluasi perkembangan psikomotor.
 Pada skenario
 BB : 8 kg
 PB : 70 cm
 Sangat kurus dan pucat
 Bitot spot pada mata
 Eema dorsum pedis dan edema pretibial
 Wasting dan baggy pants

Pemeriksaan tambahan
Uji toleransi glukosa, pemeriksaan air kemih menunjukkan adanya
peningkatan sekresi hidroksiprolin,pemeriksaan foto toraks jika indikasi
adanya penyakit sekunder. Jika pada bayi mengalami gangguan makan,
ditemukan hasil normal pada saat pemeriksaan fisik dan kurva pertumbuhan
juga normal, tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Untuk anak-anak
yang mengalami kolik atau muntah-muntah, perlu dilakukan pemeriksaan
immunoglobulin E yang berhubungan dengan reaksi alergi terhadap susu
sapi. Hal ini harus dikonfirmasi dengan uji kulit. GER juga dapat
dipertimbangkan untuk keluhan tersebut.
Kesulitan makan yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
memerlukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan laboratorium yang pertama
kali harus dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin dan laju endap darah,
serum albumin dan protein, serum iron IBC (iron binding capacity), sertga
serum feritinin untuk mendeteksi defisiensi nutrien yang spesifik serta untuk
menilai fungsi ginjal dan hepar.
Jika diagnosis GER belum dapat ditegakkan, pemeriksaan esofagogatro-
duodenoskopi dan biopsi dapat dilakukan untuk menentukan adanya
peradangan berat pada esofagus dan striktur esofagus. Pada pemeriksaan
hematologi, dapat ditemukan adanya anemia. Hal ini terjadi karena asupan
yang kurang. Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan adanya pembesaran
organ; misal pada anak yang kesulitan makan terutama dengan kekurangan
kalori protein. Endoskopi dilakukan untuk mencari kemungkinan kelainan
organik; misal ada benda asing didalam esofagus, adanya strikur esofagus,
dan kelainan pada lambung.
Referensi:
- Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Hal 330.

6. Apa saja diferensial diagnosis pada skenario?


Kwashiorkor
Definisi
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk gizi buruk yang disebabkan oleh
kekurangan gizi protein, dikenal juga sebagai kekurangan gizi edematous karena
tanda dominan yang ditampakkan adalah edema atau penumpukan cairan pada
tubuh terutama pada daerah mata kaki, kaki, perut, dan bisa seluruh tubuh.
Kwashiorkor masih menjadi masalah kesehatan Balita di Indonesia dan
negara-negara berkembang lainnya dimana asupan makanan sumber protein sulit
didapat atau karena pemanfaatan sumber makanan kaya protein yang masih
minim akibat kurangnya pengetahuan orang tua. Untungnya kondisi ini bisa
dipulihkan sepenuhnya dengan memberikan tambahan protein dalam makanan.
Epidemiologi
Usia paling rawan terkena kwashiokor adalah dua tahun karena pada usia
tersebut terjadi peralihan dari ASI ke makanan pengganti ASI. Pada sebuah
penelitian ditemukan bahwa kurang energi protein ini tidak hanya terjadi pada
golongan masyarakat berpendidikan rendah tetapi juga golongan masyarakat
berpendidikan tinggi yang umumnya memberikan pengganti ASI lebih dini
dengan kualitas protein yang baik.
Gejala Umum
Gejala umum dari kwashiorkor adalah hipoalbuminemia, edema, penurunan
imunitas, dermatitis, anemia, apatis, dan terjadi penipisan rambut. Dibandingkan
marasmus, kwashiorkor memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dengan penanganan yang lebih sulit karena penderita kwashiorkor lebih
rentan terkena infeksi. Kadar serum albumin dipilih sebagai indikator dalam
menentukan kondisi kwashiorkor didasarkan bahwa albumin adalah plasma
protein yang paling banyak ada di darah manusia (60%). Selain tanda dan
manifestasi klinis tersebut dikatakan pula bahwa salah satu sistem tubuh yang
paling buruk dipengaruhi adalah sistem hematopoietik. Salah satunya contohnya
adalah dengan adanya anemia. Dengan adanya defisiensi protein yang parah, anak
yang mengalami kwashiorkor tidak dapat memben-tuk globin yang cukup, yang
merupakan moietas protein dari hemoglobin.
Defisit protein dan energi maupun keduanya telah diketahui dapat
berpengaruh terhadap depresi sistem imun. Kekurangan protein yang parah pada
bayi dan balita telah jelas berhubungan dengan atrofi pada organ limfoid primer
yang berperan dalam sistem imun, yaitu sumsum tulang belakang dan timus. Efek
tercepat dari atrofi pada timus salah satunya adalah leukopenia (penurunan jumlah
leukosit).Selain leukosit, salah satu jenis imunoglobulin yang menurun pada
penderita kwashiorkor adalah imunoglobulin G, sedangkan kadar serum IgA dan
IgD meningkat secara signifikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 50
anak ada 30 anak yang mengalami kwashiorkor memiliki kadar IgG yang lebih
rendah dibandingkan pasien marasmus maupun marasmus kwashior-kor.
Perbedaan yang signifikan ini kemungkinan dikarenakan produksi humoral
antibody yang tidak adekuat pada fase akut.. Pada kwashiorkor, efek penurunan
pada nafsu makan lebih parah dibandingkan marasmus. Dengan stimulasi, nafsu
makan pada pasien marasmus dapat membaik. Nafsu makan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya kerja hormon leptin dalam tubuh. Leptin adalah
suatu hormon yang diproduksi oleh jaringan adipose yang bekerja pada
hipotalamus serta berperan dalam pengaturan nafsu makan, berat badan, dan
fungsi neuroendokrin.
Tanda-tanda dan gejala yang bisa kita amati pada anak yang mengalami
kwashiorkor antara lain:
 Perubahan warna dan tekstur rambut (warna karat) serta mudah dicabut atau
rontok.
 Perubahan kulit, menjadi lebih sensitif, kulit mudah meradang, akan tampak
ruam bersisik.
 Lemas seperti tak bertenaga
 Hilangnya massa otot sehingga tampak mengecil atau menyusut (Atrofi otot)
 Edema (pembengkakan) pada pergelangan kaki, kaki, dan perut bahkan
seluruh tubuh simetris (sama) kanan dan kiri.
 Sistem kekebalan tubuh yang menurun, yang dapat menyebabkan infeksi
yang lebih sering dan parah
 Perubahan mental sampai apatis
 Anemia yang ditandai dengan pucat dan lemas
Etiologi
Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan asupan protein. Protein diperlukan
tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan membentuk sel-sel baru. Tubuh
manusia yang sehat meregenerasi sel dengan cara terus-menerus. Protein juga
sangat penting bagi pertumbuhan selama masa kanak-kanak dan kehamilan. Jika
tubuh kekurangan protein, maka pertumbuhan dan fungsi tubuh yang normal akan
mulai terhambat, dan kwashiorkor dapat terjadi.
Protein dalam darah juga berfungsi untuk menjaga kesetabilan cairan dalam
pembuluh darah, ketika protein (albumin) jumlahnya kurang, maka cairan dalam
pembuluh darah tidak ada yang menahannya sehingga banyak cairan yang
merembes ke jaringan sekitar dan menyebabkan edema.
Kwashiorkor masih menjadi masalah kesehatan paling umum di negara-
negara di mana persediaan makanan yang terbatas atau kekurangan. Kurangnya
pengetahuan gizi dan ketergantungan daerah pada diet rendah protein, seperti diet
berbasis jagung dari banyak negara Amerika Selatan, juga dapat menyebabkan
kondisi ini.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Jika dicurigai mengalami kwashiorkor, maka akan dilakukan pemeriksaan
pembesaran hati hepatomegali dan pembengkakan pada bagian tubuh.
Selanjutnya, diperlukan pemeriksaan darah dan tes urine untuk mengukur kadar
protein dalam darah.
Tes lain dapat dilakukan pada darah dan urine untuk mengukur tanda-tanda
gizi buruk dan kurangnya protein. Tes ini dapat mencari kerusakan otot dan
menilai fungsi ginjal, kesehatan secara keseluruhan, dan status pertumbuhan anak.
Pemeriksaan yang dimaksud meliputi:
 Blood urea nitrogen (BUN)
 Kadar kreatinin
 Kadar kalium ( untuk melihat Hiperkalemia atau Hipokalemia )
 Urinalisis
 Hitung darah lengkap (CBC)
Penatalaksanaan
Kwashiorkor dapat ditangani dengan memberikan makan yang mengandung
lebih banyak protein dan lebih banyak kalori secara keseluruhan, terutama bila
perawatan dimulai sejak awal. Namun sebelum melakukan itu semua, perlu
ditangani terlebih dahulu masalah kesehatan yang mengancam nyawa, misalnya
dehidrasi dengan memberikan cairan, infeksi dengan memberikan antibiotik,
pemberian vitamin A dan lain-lain.
Pertama diberikan lebih banyak kalori dalam bentuk karbohidrat, gula, dan
lemak. Setelah kalori ini menyediakan energi, selanjutnya diberikan makanan
tinggi protein. Makanan harus diperkenalkan dan kalori harus ditingkatkan secara
perlahan karena tubuh perlu menyesuaikan diri dengan asupan yang meningkat,
karena sebelumnya kekurangan nutrisi dan dianjurkan mengkomsumsi vitamin
dan suplemen untuk digunakan dalam jangka panjang.
Pencegahan
Kwashirokor dapat dicegah dengan memastikan makanan cukup kalori dan kaya
protein. Pedoman diet dari Institute of Medicine merekomendasikan bahwa 10-35
% dari kalori harian berasal dari protein untuk orang dewasa. Sedangkan pada
anak-anak, 5-20% dan remaja 10-30 % kalori harian harus berasal dari protein.
Protein dapat ditemukan dalam makanan seperti:
 Makanan laut (Ikan, udang, cumi, dan lain-lain)
 Telur
 Daging tanpa lemak
 Kacang polong
 Kacang-kacangan atau produk olahannya seperti tahu tempe
 Biji-bijian
Marasmus Kwasiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus disertai dengan edema yang tidak mencolok

Marasmus Kwashiorkor
Kulit • Kulit kering, tipis, pucat, • Dischromia adalah temuan
kendur dan berkerut. umum
• Kadang-kadang, sisik halus • Pucat karena distensi kulit
dan hiperpigmentasi. dan hilangnya pigmen
• Hiperkeratosis folikular • Hipopigmentasi setelah lecet,
dan folikulitis pada orang dan ulserasi dan
dewasa. hiperpigmentasi di daerah
• Ulserasi. yang mengalami trauma
• Kelebihan rambut seperti • Desquamation superfisial
lanugo. pada kasus-kasus ringan
• Rambut tipis yang tumbuh (“enamel paint spots”), tetapi
perlahan dan mudah rontok pada kasus-kasus yang parah
• Gangguan pertumbuhan terjadi erosi yang luas
kuku dan kuku pecah- (“flaky paint”)
pecah. • Tanda-tanda kulit lainnya
• Purpura. termasuk eritema, menipis,
petechiae, ecchymoses, dan
purpura
• Rambut tipis, kering, kusam
dan rapuh dengan semburat
kemerahan; pita warna terang
dan gelap ("flag sign")
mencerminkan periode
malnutrisi yang sebentar-
sebentar; tes rambut pull
positif yang positif
• Kuku lembut dan tipis
• Lesi mukosa: cheilitis,
xerophthalmia dan
vulvovaginitis
Sistemik • Penampilan seperti • Penampilan yang relatif baik
kelaparan • Edema atau bahkan anasarca
• Bradikardia, hipotensi, dan • Apati, anoreksia, iritabilitas
hipotermia • Kegagalan untuk
• Hilangnya lemak dan otot berkembang
subkutan (keterbelakangan
• "Monkey Facies" atau pertumbuhan dan
penampilan seperti lanjut perkembangan mental)
usia (karena hilangnya • Infeksi bakteri dan jamur
bantalan lemak bukal) (misalnya infeksi candida)
• Penekanan pertumbuhan • Parotitis bilateral,
hepatomegali, diare,
hilangnya massa otot

Referensi :
- McLeish Schaefer, S., & Hivnor, C. M. (2012). 51 – Nutritional Diseases.
Dermatology (Fourth Edition). Elsevier Ltd.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Status Gizi Di Indonesia.
Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016. 1-10 p.
- Elizabeth K. Changing Profile of Undernutrition and Edematous Severe
Acute Malnutrition (E-SAM). Indian Pediatrics. 2012 Oct 16; 49:843.
- Tierney EP, Sage RJ, Shwayder T. Kwashiorkor from a severe dietary
restriction in an 8-month infant in suburban Detroit, Michigan: case report
and review of the literature. Int J Dermatol. 2010 May 1; 49 (5): 500–6.

HELMINTHIASIS
Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)
adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari cacing gelang
(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait
(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Nematoda ini tergolong Soil
Transmitted Helminth (STH), yaitu nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk
mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dengan kondisi tertentu.
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
 Morfologi dan Daur Hidup
Ascaris lumbricoides merupakan parasit nematoda terbesar pada usus
manusia, dengan ukuran betina dewasa 20-35 cm, dan jantan dewasa 15-
30 cm Cacing dewasa berbentuk silinder dan berwarna merah muda.
Cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari yang
terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang
dikeluarkan diletakkan di lumen usus. Telur Ascaris lumbricoides yang
dibuahi berukuran 40 X 60 µm, ditandai dengan adanya mamillated outer
coat dan thick hyaline shell. Telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40
µm, berbentuk lonjong tidak teratur, dindingnya terdiri dari dua lapisan
dan bagian dalam telur bergranula
 Epidemiologi
Diperkirakan 1,3 milyar orang di dunia pernah terinfeksi Ascaris
lumbricoides. Infeksi tidak jarang bercampur dengan cacing lain, yaitu
Trichuris trichiura. Cacing ini ditemukan kosmopolit. Prevalensi Ascaris
Lumbricoides di Indonesia adalah 60-90%
 Patologi dan Gejala Klinis
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Ascaris
lumbricoides menyebabkan penyakit askariasis. Gejala klinis yang timbul
disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva terjadi saat
larva berada di paru-paru. Pada orang-orang yang rentan, terjadi
perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang
disertai batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat
yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut dengan
sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Gangguan dapat berupa gangguan usus ringan, seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat,
terutama pada anak dapat menyebabkan malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak
sekolah dasar. Efek serius akan terjadi bila cacing menggumpal dalam
usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu, cacing
dewasa dapat menjalar ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus
sehingga menimbulkan keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
operatif.
 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis askariasis adalah dengan pemeriksaan tinja
secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis
askariasis. Selain itu, diagnosis dapat pula ditegakkan bila terdapat cacing
dewasa keluar dengan sendirinya, baik melalui mulut ataupun hidung
karena muntah maupun melalui tinja.
 Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari askariasis adalah kolangitis akut,apendisitis,
kolangitis asending, asma, kolesistitis dan kolik saluran empedu,
pankreatitis, cacing tambang, obstruksi usus besar,obstruksi usus halus,
dan strongiloidiasis.
 Tatalaksana
Penatalaksanaan askariasis menurut Kemenkes RI Nomor 5 tahun 2014
adalah sebagai berikut.
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya
kebersihan diri dan lingkungan, antara lain kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun, menutup makanan, masing-masing keluarga
memiliki jamban keluarga, tidak menggunakan tinja sebagai
pupuk, menjaga kondisi rumah dan lingkungan agarntetap bersih
dan tidak lembab.
2. Farmakologis
- Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB, dosis tunggal
- Mebendazol, 500 mg, dosis tunggal
- Albendazol, 400 mg, dosis tunggal dan tidak boleh
diberikan pada ibu hamil
 Pencegahan
Pencegahan terutama dilakukan dengan menjaga hygiene dan
sanitasi, tidak berak di sembarang tempat, melindungi makanan dari
pencemaran kotoran, mencuci bersih tangan sebelum makan, dan tidak
memakai tinja manusia sebagai pupuk tanaman.

Referensi :
- Fakhrina A, Kesetyaningsih TW. 2017. Infeksi nematoda usus pada Balita .
Fakultas Kedokteran Muhammadiyah. Yogyakarta.

7. Bagaimana penatalaksanaan dan edukasi pada pasien?


Penatalaksanaan pasien dengan MEP serta edukasi
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan local atau pabrikan
 Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeuticatau gizi siap saji,
F100 atau makanan local dengan densitas energy yang sama terutama dari
lemak (minyak/santan/margarin)
 Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa
pemulihan (rehabilitasi):
- 1 minggu pertama pemberian F100
- Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring
dengan penambahan makanan keluarga.
 Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku
karenanya harus diberikan :
- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit /hari (permainan ci luk ba,
dll)
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya)
 Tindak Lanjut di rumah bagi anak gizi buruk.
- Bila gejala klinis dan BB/TB-PB >-2 SD, dapat dikatakan anak sembuh
- Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di
rumah setelah penderita dipulangkan
 Berikan contoh kepada Orang Tua :
- Menu dan cara membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi
yang padat, sesuai dengan umur berat badan anak
- Terapi bermain terstruktur
 Sarankan :
- Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur
anak
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur :
o Bulan 1 : 1x/minggu
o Bulan II : 1x/2 minggu
o Bulan III VI : 1x/bulan
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur)

Referensi:
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011. Bagian Anak Tatalaksana Gizi
Buruk. Buku I dan II
2. Maredante, Karen,J.Nellson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed ke-6.
Saunders

8. Bagaimana perspektif islam pada scenario?

‫ضا َعةَ َو َعلَى ْٱل َم ْولُو ِد لَ ۥه ُ ِر ْزقُ ُه َّن‬ َ ‫ٱلر‬ ِ ‫ض ْعنَ أ َ ْو َٰلَدَه َُّن َح ْولَي ِْن ك‬
َّ ‫َاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أَن يُ ِت َّم‬ ِ ‫َو ْٱل َٰ َو ِل َٰدَتُ ي ُْر‬
‫ضا ٓ َّر َٰ َو ِلدَ ٌۢة ٌ بِ َولَ ِدهَا َو ََل َم ْولُودٌ لَّ ۥهُ ِب َولَ ِدِۦه‬
َ ُ ‫س إِ ََّل ُو ْسعَ َها ََل ت‬ ٌ ‫ف نَ ْف‬ ُ َّ‫وف ََل ت ُ َكل‬ِ ‫َو ِكس َْوت ُ ُه َّن بِ ْٱل َم ْع ُر‬
‫َاو ٍر فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما َوإِ ْن أ َ َردت ُّ ْم‬
ُ ‫اض ِم ْن ُه َما َوتَش‬ ٍ ‫عن ت ََر‬ َ ‫ص ااَل‬ َ ِ‫ث ِمثْ ُل َٰذَلِكَ فَإ ِ ْن أ َ َرادَا ف‬ ِ ‫َو َعلَى ْٱل َو ِار‬
َ‫ٱّلل‬َّ ‫ٱّللَ َوٱ ْع َل ُم ٓو ۟ا أ َ َّن‬ ۟ ُ‫وف َوٱتَّق‬
َّ ‫وا‬ َ ‫ضعُ ٓو ۟ا أ َ ْو َٰ َلدَ ُك ْم َف ََل ُجنَا َح َع َل ْي ُك ْم ِإذَا‬
ِ ‫سلَّ ْمتُم َّما ٓ َءات َ ْيتُم بِ ْٱل َم ْع ُر‬ ِ ‫أَن ت َ ْست َْر‬
‫ير‬
ٌ ‫ص‬ِ َ‫ِب َما تَ ْع َملُونَ ب‬
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mason, J. B. (2015). Nutritional principles and assessment of the
gastroenterology patient. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal and
liver disease (Tenth Edition). Elsevier Inc.
2. Manary, M. J., & Trehan, I. (2016). Chapter 215: Protein-Energy
Malnutrition. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set (Twenty Fifth
Edition). Elsevier Inc.
3. gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/.../ped-tata-kurang-protein-rs-kab-
kodya-1.doc
4. gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-tata-kurang-protein-
pkm-rt.doc
5. McLeish Schaefer, S., & Hivnor, C. M. (2012). 51 – Nutritional Diseases.
Dermatology (Fourth Edition). Elsevier Ltd.
6. Infant feeding practices in the UK,Complementary feeding for infants 6 to
12 months Dietitian and public health nutritionist Kathy Cowbrough
reviews current thinking on this important topic.XX © Journal of Family
Health Care 2010 Vol 20 No 1. www.jfhc.co.uk
7. National Center for Health Statistic in Collaboration with the National
Center for Cronic Desease Prevention and Health Promotion (2000)
8. Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
9. Referensi : Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Hal 330.
10. Manary MJ, Trehan I. 215 - Protein-Energy Malnutrition. Twenty Fifth
Edition. Elsevier Inc.; 2018. doi:10.1016/B978-1-4557-5017-7.00215-4
11. Bahan Presentasi “Malnutrisi Energi Protein” oleh dr. Ratna Dewi,Sp.A
12. Carson J, Al-mousawi A, Rodriguez NA, Finnerty CC, Herndon DN.
Metabolism in Surgical Patients. Twentieth Edition. Elsevier Inc.; 2018.
doi:10.1016/B978-0-323-29987-9.00005-9
13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011. Bagian Anak Tatalaksana Gizi
Buruk. Buku I dan II
14. Maredante, Karen,J.Nellson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed ke-6.
Saunders
15. Al-Qur`an

Anda mungkin juga menyukai