MODUL 2
“MALNUTRISI ENERGI PROTEIN”
BLOK TUMBUH KEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL dari kelompok 16 ini dapat terselesaikan
dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepandaian.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada dokter pembimbing yang telah banyak membantu
selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf
kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Tumbuh Kembang dan Geriatri
.
Kelompok 16
SKENARIO 2 :
Seorang anak laki-laki, umur 2 tahun 2 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas
dengan Demam dan sesak napas. Keluhan BB sangat kurus dan tidak ada selera
makan sejak 2 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan: ASI diberikan sampai
usia 2 bulan, selanjutnya susu formula sampai usia 6 bulan, kemudian diberi
bubur dan makan hanya kalau anak mau makan saja. Anak tidak menyukai makan
sayur dan buah. Riwayat kelahiran: BBL 2900 g, PBL 47 cm. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: BB 8 kg, PB 70 cm. Anak nampak sangat kurus dan pucat.
Ditemukan bitot spot pada mata, edem dorsum pedis dan edema pretibial.
Ditemukan adanya wasting dan baggy pants.
KATA SULIT
Wasting
Proses Kehilangan atau kerusakan bertahap disertai emaisasi, ekskresi
natrium yang tidak sesuai melalui urine disertai hyponatremia dan
hiperkalsemia.
Baggy pants
Bokong kendur dan keriput.
Referensi:
- Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28. Jakarta: EGC
- Fadia Nadila. Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB
Paru. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2016
KATA KUNCI
Anak laki-laki, umur 2 tahun 2 bulan.
Demam dan sesak napas.
Sangat kurus dan tidak ada selera makan sejak 2 bulan terakhir
Riwayat pemberian makan: ASI diberikan sampai 2 bulan, selanjutnya
susu formula sampai usia 6 bulan
Diberi bubur dan makan hanya kalau anak mau makan saja.
Anak tidak menyukai makan sayur dan buah.
Riwayat kelahiran: BBL 2900 g, PBL 47cm
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: BB 8 kg, PB 70 cm
Anak nampak sangat kurus dan pucat.
Ditemukan bitot spot pada mata, edem dorsum pedis dan edema pretibial.
Ditemukan adanya wasting dan baggy pants.
PERTANYAAN
1. Bagaimana analisis kasus anak berdasakan skenario?
2. Apa faktor primer dan sekunder yang menyebabkan malnutrisi energi
protein?
3. Bagaimana klasifikasi malnutrisi energi protein?
4. Bagaimana cara pemberian nutrisi pada bayi sesuai skenario?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada skenario?
6. Apa saja diferensial diagnosis pada skenario?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan edukasi pada pasien?
8. Bagaimana perspektif islam pada skenario?
JAWABAN
1. Bagaimana Analisis Kasus pada scenario?
Usia pada skenario = 2 tahun 2 bulan
Berat badan pada scenario = 8 kg
Interpretasi = <3 SD (gizi buruk)
Berat badan yang normal untuk usia 2 tahun 2 bulan adalah >10-15 kg
Referensi:
- National Center for Health Statistic in Collaboration with the National
Center for Cronic Desease Prevention and Health Promotion (2000)
- Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Referensi :
1. Mason, J. B. (2015). Nutritional principles and assessment of the
gastroenterology patient. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal and
liver disease (Tenth Edition). Elsevier Inc.
2. Manary, M. J., & Trehan, I. (2016). Chapter 215: Protein-Energy
Malnutrition. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set (Twenty Fifth
Edition). Elsevier Inc.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus diawali dengan pemeriksaan antropometri,
termasuk pengukuran lingkar kepala. Kurva pertumbuhan harus dilihat sejak
bayi lahir sampai saat konsultasi. Pemeriksaan neurologis lengkap wajib
dilakukan, terutama untuk mengevaluasi perkembangan psikomotor.
Pada skenario
BB : 8 kg
PB : 70 cm
Sangat kurus dan pucat
Bitot spot pada mata
Eema dorsum pedis dan edema pretibial
Wasting dan baggy pants
Pemeriksaan tambahan
Uji toleransi glukosa, pemeriksaan air kemih menunjukkan adanya
peningkatan sekresi hidroksiprolin,pemeriksaan foto toraks jika indikasi
adanya penyakit sekunder. Jika pada bayi mengalami gangguan makan,
ditemukan hasil normal pada saat pemeriksaan fisik dan kurva pertumbuhan
juga normal, tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Untuk anak-anak
yang mengalami kolik atau muntah-muntah, perlu dilakukan pemeriksaan
immunoglobulin E yang berhubungan dengan reaksi alergi terhadap susu
sapi. Hal ini harus dikonfirmasi dengan uji kulit. GER juga dapat
dipertimbangkan untuk keluhan tersebut.
Kesulitan makan yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
memerlukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan laboratorium yang pertama
kali harus dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin dan laju endap darah,
serum albumin dan protein, serum iron IBC (iron binding capacity), sertga
serum feritinin untuk mendeteksi defisiensi nutrien yang spesifik serta untuk
menilai fungsi ginjal dan hepar.
Jika diagnosis GER belum dapat ditegakkan, pemeriksaan esofagogatro-
duodenoskopi dan biopsi dapat dilakukan untuk menentukan adanya
peradangan berat pada esofagus dan striktur esofagus. Pada pemeriksaan
hematologi, dapat ditemukan adanya anemia. Hal ini terjadi karena asupan
yang kurang. Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan adanya pembesaran
organ; misal pada anak yang kesulitan makan terutama dengan kekurangan
kalori protein. Endoskopi dilakukan untuk mencari kemungkinan kelainan
organik; misal ada benda asing didalam esofagus, adanya strikur esofagus,
dan kelainan pada lambung.
Referensi:
- Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Hal 330.
Marasmus Kwashiorkor
Kulit • Kulit kering, tipis, pucat, • Dischromia adalah temuan
kendur dan berkerut. umum
• Kadang-kadang, sisik halus • Pucat karena distensi kulit
dan hiperpigmentasi. dan hilangnya pigmen
• Hiperkeratosis folikular • Hipopigmentasi setelah lecet,
dan folikulitis pada orang dan ulserasi dan
dewasa. hiperpigmentasi di daerah
• Ulserasi. yang mengalami trauma
• Kelebihan rambut seperti • Desquamation superfisial
lanugo. pada kasus-kasus ringan
• Rambut tipis yang tumbuh (“enamel paint spots”), tetapi
perlahan dan mudah rontok pada kasus-kasus yang parah
• Gangguan pertumbuhan terjadi erosi yang luas
kuku dan kuku pecah- (“flaky paint”)
pecah. • Tanda-tanda kulit lainnya
• Purpura. termasuk eritema, menipis,
petechiae, ecchymoses, dan
purpura
• Rambut tipis, kering, kusam
dan rapuh dengan semburat
kemerahan; pita warna terang
dan gelap ("flag sign")
mencerminkan periode
malnutrisi yang sebentar-
sebentar; tes rambut pull
positif yang positif
• Kuku lembut dan tipis
• Lesi mukosa: cheilitis,
xerophthalmia dan
vulvovaginitis
Sistemik • Penampilan seperti • Penampilan yang relatif baik
kelaparan • Edema atau bahkan anasarca
• Bradikardia, hipotensi, dan • Apati, anoreksia, iritabilitas
hipotermia • Kegagalan untuk
• Hilangnya lemak dan otot berkembang
subkutan (keterbelakangan
• "Monkey Facies" atau pertumbuhan dan
penampilan seperti lanjut perkembangan mental)
usia (karena hilangnya • Infeksi bakteri dan jamur
bantalan lemak bukal) (misalnya infeksi candida)
• Penekanan pertumbuhan • Parotitis bilateral,
hepatomegali, diare,
hilangnya massa otot
Referensi :
- McLeish Schaefer, S., & Hivnor, C. M. (2012). 51 – Nutritional Diseases.
Dermatology (Fourth Edition). Elsevier Ltd.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Status Gizi Di Indonesia.
Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016. 1-10 p.
- Elizabeth K. Changing Profile of Undernutrition and Edematous Severe
Acute Malnutrition (E-SAM). Indian Pediatrics. 2012 Oct 16; 49:843.
- Tierney EP, Sage RJ, Shwayder T. Kwashiorkor from a severe dietary
restriction in an 8-month infant in suburban Detroit, Michigan: case report
and review of the literature. Int J Dermatol. 2010 May 1; 49 (5): 500–6.
HELMINTHIASIS
Helminthiasis atau kecacingan menurut World Health Organization (WHO)
adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari cacing gelang
(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait
(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Nematoda ini tergolong Soil
Transmitted Helminth (STH), yaitu nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk
mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dengan kondisi tertentu.
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Morfologi dan Daur Hidup
Ascaris lumbricoides merupakan parasit nematoda terbesar pada usus
manusia, dengan ukuran betina dewasa 20-35 cm, dan jantan dewasa 15-
30 cm Cacing dewasa berbentuk silinder dan berwarna merah muda.
Cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari yang
terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang
dikeluarkan diletakkan di lumen usus. Telur Ascaris lumbricoides yang
dibuahi berukuran 40 X 60 µm, ditandai dengan adanya mamillated outer
coat dan thick hyaline shell. Telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40
µm, berbentuk lonjong tidak teratur, dindingnya terdiri dari dua lapisan
dan bagian dalam telur bergranula
Epidemiologi
Diperkirakan 1,3 milyar orang di dunia pernah terinfeksi Ascaris
lumbricoides. Infeksi tidak jarang bercampur dengan cacing lain, yaitu
Trichuris trichiura. Cacing ini ditemukan kosmopolit. Prevalensi Ascaris
Lumbricoides di Indonesia adalah 60-90%
Patologi dan Gejala Klinis
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Ascaris
lumbricoides menyebabkan penyakit askariasis. Gejala klinis yang timbul
disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva terjadi saat
larva berada di paru-paru. Pada orang-orang yang rentan, terjadi
perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang
disertai batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat
yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut dengan
sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Gangguan dapat berupa gangguan usus ringan, seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat,
terutama pada anak dapat menyebabkan malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak
sekolah dasar. Efek serius akan terjadi bila cacing menggumpal dalam
usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu, cacing
dewasa dapat menjalar ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus
sehingga menimbulkan keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
operatif.
Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis askariasis adalah dengan pemeriksaan tinja
secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis
askariasis. Selain itu, diagnosis dapat pula ditegakkan bila terdapat cacing
dewasa keluar dengan sendirinya, baik melalui mulut ataupun hidung
karena muntah maupun melalui tinja.
Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari askariasis adalah kolangitis akut,apendisitis,
kolangitis asending, asma, kolesistitis dan kolik saluran empedu,
pankreatitis, cacing tambang, obstruksi usus besar,obstruksi usus halus,
dan strongiloidiasis.
Tatalaksana
Penatalaksanaan askariasis menurut Kemenkes RI Nomor 5 tahun 2014
adalah sebagai berikut.
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya
kebersihan diri dan lingkungan, antara lain kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun, menutup makanan, masing-masing keluarga
memiliki jamban keluarga, tidak menggunakan tinja sebagai
pupuk, menjaga kondisi rumah dan lingkungan agarntetap bersih
dan tidak lembab.
2. Farmakologis
- Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB, dosis tunggal
- Mebendazol, 500 mg, dosis tunggal
- Albendazol, 400 mg, dosis tunggal dan tidak boleh
diberikan pada ibu hamil
Pencegahan
Pencegahan terutama dilakukan dengan menjaga hygiene dan
sanitasi, tidak berak di sembarang tempat, melindungi makanan dari
pencemaran kotoran, mencuci bersih tangan sebelum makan, dan tidak
memakai tinja manusia sebagai pupuk tanaman.
Referensi :
- Fakhrina A, Kesetyaningsih TW. 2017. Infeksi nematoda usus pada Balita .
Fakultas Kedokteran Muhammadiyah. Yogyakarta.
Referensi:
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011. Bagian Anak Tatalaksana Gizi
Buruk. Buku I dan II
2. Maredante, Karen,J.Nellson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed ke-6.
Saunders
ضا َعةَ َو َعلَى ْٱل َم ْولُو ِد لَ ۥه ُ ِر ْزقُ ُه َّن َ ٱلر ِ ض ْعنَ أ َ ْو َٰلَدَه َُّن َح ْولَي ِْن ك
َّ َاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أَن يُ ِت َّم ِ َو ْٱل َٰ َو ِل َٰدَتُ ي ُْر
ضا ٓ َّر َٰ َو ِلدَ ٌۢة ٌ بِ َولَ ِدهَا َو ََل َم ْولُودٌ لَّ ۥهُ ِب َولَ ِدِۦه
َ ُ س إِ ََّل ُو ْسعَ َها ََل ت ٌ ف نَ ْف ُ َّوف ََل ت ُ َكلِ َو ِكس َْوت ُ ُه َّن بِ ْٱل َم ْع ُر
َاو ٍر فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما َوإِ ْن أ َ َردت ُّ ْم
ُ اض ِم ْن ُه َما َوتَش ٍ عن ت ََر َ ص ااَل َ ِث ِمثْ ُل َٰذَلِكَ فَإ ِ ْن أ َ َرادَا ف ِ َو َعلَى ْٱل َو ِار
َٱّللَّ ٱّللَ َوٱ ْع َل ُم ٓو ۟ا أ َ َّن ۟ ُوف َوٱتَّق
َّ وا َ ضعُ ٓو ۟ا أ َ ْو َٰ َلدَ ُك ْم َف ََل ُجنَا َح َع َل ْي ُك ْم ِإذَا
ِ سلَّ ْمتُم َّما ٓ َءات َ ْيتُم بِ ْٱل َم ْع ُر ِ أَن ت َ ْست َْر
ير
ٌ صِ َِب َما تَ ْع َملُونَ ب
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mason, J. B. (2015). Nutritional principles and assessment of the
gastroenterology patient. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal and
liver disease (Tenth Edition). Elsevier Inc.
2. Manary, M. J., & Trehan, I. (2016). Chapter 215: Protein-Energy
Malnutrition. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set (Twenty Fifth
Edition). Elsevier Inc.
3. gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/.../ped-tata-kurang-protein-rs-kab-
kodya-1.doc
4. gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/10/ped-tata-kurang-protein-
pkm-rt.doc
5. McLeish Schaefer, S., & Hivnor, C. M. (2012). 51 – Nutritional Diseases.
Dermatology (Fourth Edition). Elsevier Ltd.
6. Infant feeding practices in the UK,Complementary feeding for infants 6 to
12 months Dietitian and public health nutritionist Kathy Cowbrough
reviews current thinking on this important topic.XX © Journal of Family
Health Care 2010 Vol 20 No 1. www.jfhc.co.uk
7. National Center for Health Statistic in Collaboration with the National
Center for Cronic Desease Prevention and Health Promotion (2000)
8. Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
9. Referensi : Soetjiningsih. 2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Hal 330.
10. Manary MJ, Trehan I. 215 - Protein-Energy Malnutrition. Twenty Fifth
Edition. Elsevier Inc.; 2018. doi:10.1016/B978-1-4557-5017-7.00215-4
11. Bahan Presentasi “Malnutrisi Energi Protein” oleh dr. Ratna Dewi,Sp.A
12. Carson J, Al-mousawi A, Rodriguez NA, Finnerty CC, Herndon DN.
Metabolism in Surgical Patients. Twentieth Edition. Elsevier Inc.; 2018.
doi:10.1016/B978-0-323-29987-9.00005-9
13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011. Bagian Anak Tatalaksana Gizi
Buruk. Buku I dan II
14. Maredante, Karen,J.Nellson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Ed ke-6.
Saunders
15. Al-Qur`an