Anda di halaman 1dari 17

BLOK COMMED SEMESTER 7

CASE 2
“ANDI”

TUTOR 1

Tutor : Priyanti Eka P., dr., SpTHT-KL


Ketua Tutor : Dela Avita 20180410124
Sekretaris Papan : Mirvansyah Prawiro 20180410185
Sekretaris Buku : Wisnu Agung Saputro 20180410146
Anggota : Nur Rauufi Salsabila 20180410048
Patricia 20180410070
I Gusti Ayu Tya Satvika Premaswari 20180410075
Fresya Tamara Nilamsari 20180410111
Laily Aqilla Fadia Zalfa 20180410162
Anak Agung Ngurah Maheza Adnyana 20180410166
Laily Nur Azizah 20180410172

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
Problem Hipotesis Mekanisme MI IDK LI
- Andi Laki 2 Tahun Stunting : 1. Definisi Stunting
- KU: Tidak makan dengan baik. Stunting adalah 2. Kategori status gizi balita
Badannya lebih kurus dan pendek kondisi gagal 3. Kategori masalah gizi
dari anak lain tumbuh pada anak masyarakat
- KT: Diet makan Mie Instan Balita (Bayi di 4. Indikator dari status gizi
ddan jarang ke posyandu Bawah Lima Tahun) 5. Sebutkan 10 pedoman gizi
- RPD: Lahir aterm, BB : 2500gr, akibat dari seimbang
Length : 47cm kekurangan gizi 6. Epidemiologi stunting
- RO: Tidak pernah konsumsi obat kronis sehingga anak 7. Faktor resiko stunting
kecuali dari middwife, Imunisasi terlalu pendek untuk 8. Jelaskan hubungan antara 1000
BCG, DPT 3x, Hepatitis B 4x, usianya hari pertama kehidupan dengan
Polio 4x stunting
- RSE: Sejak 3 bulan tidak dapat Kekurangan energi 9. 3 faktor yang mempengaruhi
ASI, Ruangan kecil, Toilet protein : terjadinya stunting
bersama, Sumber air dari sumur, Peran protein bagi si 10. Jelaskan kebijakan yang dibuat
Dapur di luar dan berbagi, Ayah 25 kecil -yang sedang untuk mengurangi terjadinya
tahun Konstruksi bangunan tidak dalam masa stunting (WHO Stunting Policy)
lulus SD, Ibunya 23 tahun Ibu pertumbuhan- amat 11. Jelaskan Prevention dari stunting
rumah tangga tidak lulus SD penting. Jika asupan (WHO Team of Nutrition 2018)
- RK : Anak tunggal, Tinggi dan BB protein mereka 12. Jelaskan perilaku hidup bersih
orang tua Andi normal, tidak ada dibawah angka untuk mencegah stunting (Buku
Hipertensi, diabetes, atau alergi kecukupan gizinya, BKKBN)
- Pemfis : maka balita beresiko 13. Jelaskan hubungan ketahanan
App : Short mengalami kondisi pangan keluarga dengan stunting
BB : 9.5kg Kurang Energi 14. Jelaskan Intervensi Multisectoral
Tinggi : 80cm Protein (KEP) untuk stunting
Head circumference : 46cm 15. Jelaskan kebijakan yang
Pulse : 90x/min Defisiensi Vitamin dilakukan pemerintah untuk
RR : 22x/min A : kekurangan mengatasi keluarga2 miskin
BP : 100/70 vitamin A subklinis (KEMENSOS 2018 tentang
Temp : 37C yang ditandai program Keluarga Harapan Pasal
Head & Neck : DBN dengan rendahnya 1,3,5)
Jantung, Paru, Abdomen, kadar vitamin A di
Ekstremitas : DBN dalam darah masih
- Pemlab : merupakan masalah
Hb : 11 g/dl besar yang perlu
Hct : 33.2% mendapat perhatian,
Leukosit : 7.000/mm kekurangan vitamin
Trombosit : 200.000/mm A tingkat subklinis
- Dokter mengedukasi Ibu Andi agar ini hanya dapat
Andi diberikan nutrisi yang diketahui dengan
seimbang memeriksa kadar
- Andi perlahan makan lebih banyak vitamin A dalam
dan BB naik setelah Ibunya konsul darah di
secara rutin ke puskesmas dan laboratorium
posyandu
- Keluarga Andi menerapkan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) Short stature :
Perawakan pendek
(short stature)
didefinisikan sebagai
tinggi badan <P3
atau -2 SD kurva
yang berlaku sesuai
usia dan jenis
kelamin
1. HIPOTESIS

b. Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (Bayi di Bawah Lima Tahun)
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

c. Kurang Energi Protein


Peran protein bagi si kecil -yang sedang dalam masa pertumbuhan- amat penting. Jika
asupan protein mereka dibawah angka kecukupan gizinya, maka balita beresiko
mengalami kondisi Kurang Energi Protein (KEP). Para ahli mengelompokan KEP
kedalam tiga tipe utama yaitu:
 Marasmus
Salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita
berusia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan cukup Air Susu Ibu (ASI). Penyebabnya
antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir,
prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan. Si kecil yang
mengalami Marasmus biasanya memiliki berat badan sangat rendah kurang dari 60%
berat badan sesuai dengan usianya, ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran
tubuh, mudah terkena infeksi penyakit, rambut tipis dan mudah rontok, anak menjadi
berwajah lonjong dan tampak lebih tua (gold man face), kulit kering dan berlipat
bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, tingkat kesadaran menurun, dan bentuk
perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau malah susah buang air
kecil.
 Kwashiorkor
Kondisi ini banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun yang kurang mendapatkan
lasupan protein. Si kecil yang mengalami Kwashiorkor sering kali mengalami
pembengkakan (edema) pada di seluruh tubuh hingga tampak gemuk wajah anak
membulat dan sembab/moon face), bengkak pada bagian punggung kaki bila bagian
punggung kakinya ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang, otot mengecil
dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA)-
nya kurang dari 14 cm, serta munculnya ruam yang berwarna merah muda pada kulit
kemudian berubah menjadi coklat kehitaman dan mengelupas, tidak bernafsu makan
atau kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi, anemia dan diare, anak
menjadi rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan akibat dari
timbunan cairan pada rongga perut salah salah gejala kemungkinan menderita
"busung lapar".
 Kwasiorkor Marasmus
Honger oedema disebabkan cara bersama atau salah satu dari simtoma marasmus dan
kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di Indonesia bisa diakibatkan karena
kekurangan protein kronis pada anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal,
antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi (terutama tidak mengandung
cukup energi dan protein), anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai dan anak
mungkin menderita infeksi penyakit. Kondisi ini sering dikenal dengan istilah busung
lapar.

d. Kekurangan Vitamin A (KVA)


Masalah kekurangan vitamin A (KVA) dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es"
yaitu masalah yang hanya sedikit tampak di permukaan. Padahal, kekurangan vitamin A
subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A di dalam darah masih
merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian, kekurangan vitamin A tingkat
subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di
laboratorium. Sedangkan masalah vitamin A pada balita secara klinis bukan lagi masalah
kesehatan masyarakat (prevalensi xeropthalmia < 0,50/»).

e. Short Stature
Perawakan pendek (short stature) didefinisikan sebagai tinggi badan <P3 atau -2 SD
kurva yang berlaku sesuai usia dan jenis kelamin.
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi patologis atau non patologis sehingga
Stunting dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin).

2. Definisi Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) yang
terjadi akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir,
tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi usia 2 tahun.

3. Kategori Nutrisi Balita


Dibagi menjadi 3 indeks :
1. BB/U (berat badan menurut umur) : BB anak yang dicapai pada umur tertentu
2. TB/U (TB menurut usia) : TB anak yang dicapai pada umur tertentu
3. BB/TB (BB menurut tinggi badan) : BB anak dibandingkan TB yang dicapai
Ketiga nilai indeks tersebut kemudian dibandingkan dengan baku pertumbuhan WHO
• Z-score : nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB normal menurut baku
pertumbuhan WHO
• Cth :
BB/U = BB anak - BB standar
_____________________
standar deviasi BB standar
 Batasan untuk kategori status gizi balita menurut indeks BB/U, TB/U, BB/TB menurut
WHO dapat dilihat pada tabel “pengertian kategori status gizi balita”
4. Kategori masalah gizi masyarakat

5. Indikator Status Gizi

 Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)


a. Memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan berkorelasi
positif dengan umur dan tinggi badan.
b. Berat badan menurut umur rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis)
atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut)
 Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
a. Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya kronis sebagai akibat dari
keadaan yang berlangsung lama.
b. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam
waktu yang lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek
 Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
a. Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang
terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat).
b. Misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang menyebabkan
anak menjadi kurus.
c. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk.
Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit
degenerative pada saat dewasa (Teori Barker).

6. 10 pedoman gizi seimbang

7. Epidemiologi Stunting
Stunting pada masa kanak-kanak adalah salah satu hambatan paling signifikan bagi
perkembangan manusia, secara global mempengaruhi sekitar 162 juta anak di bawah usia 5
tahun.
Ini merupakan hasil yang sebagian besar tidak dapat diubah dari nutrisi yang tidak
memadai dan serangan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan seorang
anak. Stunting memiliki efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk:
penurunan perkembangan kognitif dan fisik, penurunan kapasitas produktif dan kesehatan
yang buruk, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif seperti diabetes. Jika tren saat ini
terus berlanjut, proyeksi menunjukkan bahwa 127 juta anak di bawah 5 tahun akan
mengalami stunting pada tahun 2025. Oleh karena itu, investasi dan tindakan lebih lanjut
diperlukan untuk target WHA 2025 untuk mengurangi jumlah tersebut menjadi 100 juta.
Stunting adalah penanda risiko (risk marker) yang baik untuk perkembangan anak yang
buruk. Stunting sebelum usia 2 tahun memprediksi hasil kognitif dan pendidikan yang
lebih buruk di masa kanak-kanak dan remaja nantinya dan memiliki konsekuensi
pendidikan dan ekonomi yang signifikan pada tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat.
Studi longitudinal baru-baru ini terhadap anak-anak dari Brasil, Guatemala, India, Filipina,
dan Afrika Selatan menghubungkan stunting dengan penurunan pendidikan, di mana orang
dewasa yang stunting pada usia 2 tahun menyelesaikan hampir satu tahun lebih sedikit
sekolah daripada individu yang tidak stunting.

8. Faktor Resiko
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk
yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat
mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab
stunting dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Praktek pengasuhan yang kurang baik,


Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.
Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI juga dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta
membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan
maupun minuman.

2) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care


(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas.
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa
tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013
dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3
ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya
akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum
terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).

3) Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.


Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Menurut
beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta
94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia
lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga
dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.

4) Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.


Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia
masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
ke air minum bersih.

9. Hubungan 1000 HPK dengan Stunting


1000 hari pertama kehidupan: antara kehamilan seorang wanita dan ulang tahun kedua
anaknya - adalah periode kesempatan yang unik ketika fondasi untuk kesehatan dan
perkembangan yang optimal sepanjang umur telah ditetapkan. Nutrisi dan perawatan yang tepat
selama jendela 1000 hari tidak hanya memengaruhi apakah anak akan bertahan hidup, tetapi juga
kemampuannya untuk tumbuh, belajar, dan bangkit dari kemiskinan. Dengan demikian, ini
berkontribusi pada kesehatan, stabilitas, dan kemakmuran masyarakat dalam jangka panjang.
Sekitar sepertiga dari anak-anak di bawah usia 3 tahun mengalami stunting, yang merupakan
cerminan dari malnutrisi kronis. Efek stunting bertahan seumur hidup, menyebabkan gangguan
perkembangan otak, IQ lebih rendah, sistem kekebalan yang lemah dan risiko penyakit yang
lebih besar di kemudian hari. Anak-anak yang mengalami stunting seringkali memiliki
produktivitas yang lebih rendah, dan berpenghasilan hingga 20 persen lebih rendah dari gaji rata-
rata saat dewasa. Stunting dapat mengurangi PDB suatu negara sebanyak tiga persen.
Meningkatnya obesitas pada masa kanak-kanak di Afrika Selatan merupakan cerminan lain dari
gizi buruk dan praktik pemberian makan bayi yang buruk yang juga menyebabkan penyakit dan
kesehatan yang buruk di kemudian hari

10. Faktor yang dapat mempegaruhi stunting


Ada 3 hal yang mempengaruhi stunting :

1) Pola Makan Masalah


Stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas
gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu
diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa
pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan
mengonsumsi buah dan sayur. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan
buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan
proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam
praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari edukasi tentang kesehatan
reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami
pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan
kandungan empat kali selama kehamilan. Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan
hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2
tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya
dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi
yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan
Termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko
ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

11.Kebijakan untuk Mengurangi Stunting

Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan untuk memprioritaskan tindakan berikut untuk


mencapai pengurangan 40% jumlah anak stunting dengan usia kurang dari 5 tahun:
A. Meningkatkan identifikasi, pengukuran dan pemahaman tentang stunting dan
peningkatan cakupan kegiatan pencegahan stunting.
 Mengembangkan target stunting nasional yang sejalan dan akan berkontribusi pada
pencapaian target global Health Assembly
 Memperkuat metode untuk menilai beban stunting secara akurat, agar dapat
merencanakan, merancang, dan memantau secara efektif program.
 Menggabungkan penilaian pertumbuhan linier ke dalam layanan kesehatan anak rutin,
untuk memberikan informasi waktu untuk pengaturan target dan pemantauan kemajuan.
 Integrasikan nutrisi dalam strategi promosi kesehatan dan perkuat kapasitas pemberian
layanan dalam sistem kesehatan primer dan perawatan berbasis komunitas pencegahan
stunting dan malnutrisi akut, yang didukung oleh program perlindungan sosial jika
memungkinkan.
 Mempromosikan pandangan holistik tentang malnutrisi melalui pemahaman bahwa
stunting, wasting dan defisiensi mikronutrien dapat terjadi pada anak, keluarga dan
komunitas yang sama, dan memastikan layanan untuk kekurangan gizi
diimplementasikan dengan cara yang lebih kohesif.
B. Menetapkan kebijakan dan/atau memperkuat intervensi untuk meningkatkan gizi dan
kesehatan ibu, dimulai dengan remaja perempuan.
 Melaksanakan program yang memberikan suplementasi zat besi dan folat mingguan,
serta pencegahan dan pengobatan infeksi dan suplementasi nutrisi selama kehamilan.
 Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk perlindungan maternitas, untuk
mendukung pemberian ASI eksklusif dan berkelanjutan.
 Terapkan instrumen peraturan seperti Kode Pemasaran Pengganti ASI (Code of
Marketing of Breast-milk Substitutes) dan peraturan keamanan pangan sesuai dengan
Codex Alimentarius, untuk melindungi nutrisi bayi dan anak kecil.
C. Menerapkan intervensi untuk meningkatkan praktik pemberian ASI eksklusif dan
makanan pendamping.
 Melindungi dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif dalam enam bulan pertama
untuk memberikan nutrisi yang “aman” dan melindungi bayi dari infeksi saluran cerna.
 Promosikan konsumsi makanan yang sehat dan beragam, termasuk makanan berkualitas
tinggi dan kaya nutrisi dalam periode pemberian makanan pendamping (6-23 bulan).
 Meningkatkan asupan mikronutrien melalui fortifikasi makanan, termasuk makanan
pendamping, dan penggunaan suplemen kapan dan di mana diperlukan.
 Menumbuhkan praktik penyimpanan dan penanganan makanan yang aman, untuk
menghindari infeksi dari kontaminasi mikroba dan mikotoksin.
D. Memperkuat intervensi berbasis masyarakat, termasuk peningkatan sanitasi dan
kebersihan (WASH) air, untuk melindungi anak dari penyakit diare dan malaria,
cacingan dan penyebab lingkungan dari infeksi subklinis

12.Prevensi Stunting
Stunting merupakan masalah yang kompleks, sehingga tidak ada intervensi nutrisi tunggal
yang dapat mengatasi stunting pada anak-anak. Prevensi stunting meliputi intervensi nutrisi yang
sensitif dan spesifik serta multiple, kompleks, dan terkoordinasi yang melibatkan pelaku
Kesehatan dan non-Kesehatan lainnya. Strategi tersebut terdiri dari:
A. Suplemen energi dan protein untuk wanita
Energi yang seimbang dan suplementasi protein (dapat memenuhi sekitar 25% total
kebutuhan protein) merupakan intervensi penting untuk mencegah perinatal outcomes yang
merugikan pada wanita kekurangan gizi. WHO merekomendasikan edukasi nutrisi dan
peningkatan asupan energi dan protein harian untuk ibu hamil pada populasi yang kekurangan
gizi, untuk mengurangi risiko kelahiran dengan berat badan rendah. Pada populasi dengan akses
pangan yang terbatas direkomendasikan mendapatkan intervensi komplementer tambahan untuk
mengurangi risiko bayi lahir mati dan prematur, seperti energi seimbang dan suplementasi
protein untuk ibu hamil. Program pengawasan suplementasi energi dan protein untuk menilai
efek, kelayakan, dan implikasi juga disarankan untuk dilakukan.

B. Platform berbasis komunitas untuk edukasi dan promosi mengenai nutrisi


Intervensi untuk meningkatkan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak dapat dilakukan
melalui platform pemberian layanan berbasis masyarakat (mis. Puskesmas) dan mencegah
stunting pada anak. Platform ini dapat membantu mengurangi ketimpangan kematian akibat
penyakit menular, seperti diare. Beberapa contoh termasuk program suplementasi asam folat,
suplementasi multi mikronutrien, pemberian vitamin K, atau ASI eksklusif, serta perawatan
antenatal, perinatal dan postnatal. Program ini meliputi komunikasi perubahan perilaku
(behaviour-change communication) dan strategi untuk mobilisasi masyarakat. Implementasi
intervensi melalui platform berbasis komunitas dapat disampaikan oleh personil layanan
kesehatan atau pekerja masyarakat terlatih, dan dilaksanakan secara lokal di rumah, desa atau
kelompok masyarakat. Hal ini dapat berpotensi meningkatkan kesehatan dan kondisi nutrisi anak
pada populasi yang sulit untuk dijangkau

C. Perbaikan kondisi kebersihan, air bersih serta pencegahan dan pengobatan infeksi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kondisi kurang higienis dan kurangnya air bersih
merupakan faktor penentu penting terjadinya stunting pada anak. Biasanya kelompok
dengan status sosial ekonomi rendah yang paling sering tinggal di lingkungan tercemar. Di
antara faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan anak, diare sangat penting, karena
malabsorpsi nutrisi dan kurang nafsu makan. Dengan demikian, air minum yang bersih dan
cukup, sanitasi yang layak, saluran pembuangan air limbah, dan pengelolaan limbah padat yang
tepat adalah intervensi kesehatan utama di daerah tertinggal.

13. Perilaku Hidup Bersih dan Mencegah Stunting


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014
Pencegahan Stunting dibagi menjadi 5 Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan saniter yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat.

5 Pilar STBM terdiri atas perilaku:


a. Stop Buang Air Besar Sembarangan
Kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air
besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit

b. Cuci Tangan Pakai Sabun


Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
Melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki
dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip higiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.

d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga dan


Melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip
mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang.

e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.


Melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa
kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutus mata rantai penularan penyakit.

14.Hubungan ketahanan keluarga pangan dengan stunting

Pilar ini berfokus untuk :


1) Mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di daerah
dengan kasus stunting tinggi.
2) melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk yang komprehensif.
3) pengurangan kontaminasi pangan.
4) melaksanakan program pemberian makanan tambahan.
5) mengupayakan investasi melalui Kemitraan dengan dunia usaha, Dana Desa, dan lain-
lain dalam infrastruktur pasar pangan baik ditingkat urban maupun rural.

15.Intervensi Multisectoral untuk stunting

 Intervensi multisectoral untuk mengatasi stunting pada anak


Nutrisi yang memadai membutuhkan upaya multisektoral yang pada gilirannya
membutuhkan kolaborator tingkat individu, kelembagaan dan sistem untuk melaksanakan
intervensi yang efektif melalui keterlibatan lintas sektor dan pemangku kepentingan yang
berbeda.
Implementasi yang efektif membutuhkan koherensi dalam sektor dan lembaga pemangku
kepentingan, serta koherensi horizontal lintas sektor dan pemangku kepentingan, mengatasi
ketidaksetaraan dan maju menuju cakupan universal sehingga tidak ada yang tertinggal,
terutama penduduk miskin dan paling rentan.
Mengatasi stunting pada anak membutuhkan keterlibatan berbagai sektor (misalnya
kesehatan, perlindungan sosial, pertanian, pendidikan) dan tingkat keterlibatan yang berbeda
(misalnya perencanaan, pemantauan pelaksanaan, evaluasi).
 Peran Pemerintah
Pemerintah daerah harus dilibatkan melalui proses komitmen politik, perubahan
kelembagaan, pembangunan kapasitas, perencanaan berbasis kemitraan dan proyek
inovatif dengan pemangku kepentingan lainnya, termasuk organisasi masyarakat sipil
dan sektor swasta, jika sesuai ini termasuk keterlibatan politik tingkat tinggi (atas) dan
penunjukan oleh banyak sektor focal point untuk menjadi bagian dari komite teknis nasional,
menyoroti prinsip-prinsip yang dimiliki dan dipimpin oleh negara. Focal point ini biasanya
mengidentifikasi tindakan khusus nutrisi dan/atau sensitif nutrisi dalam setiap sektor dan
memfasilitasi adaptasi dan implementasi kebijakan yang dikembangkan secara terpusat oleh
aktor subnasional dan grass-roots actors.
Di tingkat nasional dan subnasional, baik komitmen politik maupun upaya operasional
diperlukan untuk memantau dan mengatasi ketidaksetaraan kesehatan dalam program gizi,
yang memerlukan pemantauan hasil dan memungkinkan pemeriksaan potensi ketidaksetaraan
dalam kesehatan (misalnya menurut status sosial ekonomi, kelompok etnis, jenis kelamin,
geografis lokasi atau faktor penentu lainnya).
 Peran Sektor Swasta
Sektor swasta menjadi pemain yang semakin besar di bidang-bidang yang terkait dengan
gizi anak dan mungkin menjadi kontributor potensial untuk memperbaikinya. Perannya
dalam mengurangi stunting pada anak harus ditentukan oleh otoritas nasional, berdasarkan
kebutuhan lokal, dan diprogram sesuai dengan kebijakan berbasis bukti, seperti Kode
Internasional Pemasaran Pengganti ASI dan Standar Makanan Internasional Codex
Alimentarius (International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes and the Codex
Alimentarius International Food Standards).
Pemerintah dapat mengurangi potensi kerugian dari sektor swasta dengan menetapkan
standar kualitas, menegakkan peraturan dan undang-undang yang memadai, dan
memastikan persaingan.
Dalam pengakuan bahwa sektor swasta terkadang mempromosikan makanan untuk bayi dan
anak-anak secara tidak tepat, dan di bawah panduan WHO, Badan Kesehatan Dunia ke-69
pada tahun 2016 menyepakati resolusi untuk mengakhiri promosi makanan yang tidak tepat
untuk bayi dan anak kecil. Promosi makanan yang tidak tepat untuk bayi dan anak kecil
dapat menurunkan tingkat pemberian ASI eksklusif, mengurangi durasi menyusui,
meningkatkan penggunaan susu formula untuk anak usia 6–23 bulan, menggantikan
makanan yang disiapkan di rumah, dan mempromosikan pengenalan awal makanan
pendamping. dan pengganti ASI sebelum usia 6 bulan

16.Kebijakan Pemerintah Terhadap Keluarga Miskin


PROGRAM KELUARGA HARAPAN

Pasal 1
1. Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disingkat PKH adalah program pemberian
bantuan sosial bersyarat (CCT/ Conditional Cash Transfers) kepada keluarga dan/ atau
seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir
miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan
sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
2. PKH akses adalah program pemberian bantuan social PKH di wilayah sulit dijangkau
baik secara geografis, ketersediaan infrastruktur, maupun sumber daya manusia dengan
pengkondisian secara khusus.
3. Bantuan Sosial PKH adalah bantuan berupa uang, kepada keluarga dan/ atau seseorang
miskin, tidak mampu, dan/ atau rentan terhadap risiko sosial.
4. Pemberian Bantuan Sosial adalah satuan kerja pada kementerian/Lembaga Pemerintah
Pusar dan /atau satuan kerja perangkat daerah pada pemerintah daerah yang tugas dan
fungsinya melaksanakan prigram penanggulangan kemiskinan yang meliputi
perlindungan social, jaminan social, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan
pelayanan dasar.
5. Keluarga Penerima Pelayanan yang selanjutnya disebut Keluarga Penerima Manfaat
adalah keluarga penerima bantuan sosial PKH yang telah memenuhi syarat dan
ditetapkan dalam keputusan.
6. Bantuan Sosial PKH adalah bantuan berupa uang, kepada keluarga dan/atau seseorang
miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
7. Bank Penyalur adalah bank umum milik negara sebagai mitra kerja tempat dibukanya
rekening atas nama pemberi Bantuan Sosial PKH untuk menampung dana belanja
bantuan sosial yang akan disalurkan kepada penerima Bantuan Sosial PKH.
8. Verifikasi adalah proses kegiatan pemeriksaan dan pengkajian untuk menjamin
kebenaran data.
9. Validasi adalah suatu kegiatan untuk menetapakan kesahihan data.
10. Pemutakhiran Data adalah proses perubahan terkini sebagian atau seluruh data anggota
Keluarga Penerima Manfaat PKH.
11. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga adalah proses belajar secara terstruktur
untuk mempercepat terjadinya perubahan perilaku pada Keluarga Penerima Manfaat
PKH.
12. Transformasi Kepesertaan adalah proses pengakhiran sebagai Keluarga Penerima
Manfaat PKH.
13. Pengaduan adalah proses penyampaian informasi, keluhan, atau masalah yang terkait
dengan pelaksanaan PKH.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Pasal 3
Sasaran PKH merupakan keluarga dan/ atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdaftar
dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, memiliki komponen kesehatan,
pendidikan, dan/ atau kesejahteran sosial.

Pasal 5
(1) Kriteria komponen kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a. ibu hamil/ menyusui; dan
b. anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun.
(2) Kriteria komponen Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 meliputi :
a. Anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat;
b. Anak sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah atau sederajat;
c. Anak sekolah menengah atas/ madrasah Aliyah atau sederajat; dan
d. Anak usia 6 (enak) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan
wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
(3) Kriteria komponen kesejahteraan social sebagaimana dimaksud dalam pasa 3 meliputi :
a. Lanjut usia mulai dari 60 (enam puluh) tahun; dan
b. Penyamdang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat
MIND MAP

- Andi Laki 2 Tahun Hipotesis


- KU: Tidak makan dengan baik. Badannya
lebih kurus dan pendek dari anak lain
- KT: Diet makan Mie Instan ddan jarang STUNTING Definisi stunting
ke posyandu
- RPD: Lahir aterm, BB : 2500gr, Length : Kategori status gizi
47cm balita
- RO: Tidak pernah konsumsi obat kecuali Kategori masalah gizi
dari middwife, Imunisasi BCG, DPT 3x,
Hepatitis B 4x, Polio 4x Indikator dari status gizi
- RSE: Sejak 3 bulan tidak dapat ASI,
Ruangan kecil, Toilet bersama, Sumber air 10 pedoman gizi
dari sumur, Dapur di luar dan berbagi, seimbang
Epidemiologi stunting
Ayah 25 tahun Konstruksi bangunan tidak
lulus SD, Ibunya 23 tahun Ibu rumah
tangga tidak lulus SD Faktor resiko stunting
- RK : Anak tunggal, Tinggi dan BB orang
tua Andi normal, tidak ada Hipertensi, Hubungan antara 1000 hari
diabetes, atau alergi pertama kehidupan dengan
- Pemfis : stunting
App : Short 3 faktor yang mempengaruhi
BB : 9.5kg stunting
Tinggi : 80cm Kebijakan untuk mengurangi
Head circumference : 46cm stunting (WHO)
Pulse : 90x/min Prevention
RR : 22x/min stunting
BP : 100/70 Perilaku hidup bersih mencegah
Temp : 37C stunting
Head & Neck : DBN Hubungan ketahanan keluarga pangan
Jantung, Paru, Abdomen, Ekstremitas : dengan stunting
DBN
- Pemlab :
Kebijakan pemerintah untuk
Hb : 11 g/dl
mengatasi keluarga misik
Hct : 33.2%
(KEMENSOS 21018
Leukosit : 7.000/mm
Trombosit : 200.000/mm
- Dokter mengedukasi Ibu Andi agar Andi
diberikan nutrisi yang seimbang

Anda mungkin juga menyukai