Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


KEAMANAN DAN PROTEKSI

Dosen Pengampu :

Dr.Jujuk Proboningsih,S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Rahma Azzahra A (P27820122041)


2. Ria Meliana (P27820122042)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Asuhan Keperawatan Pasien dengan Pemenuhan
Kebutuhan Keamanan dan Proteksi”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Metodelogi Keperawatan yang telah memberikan tugas
terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun seanantiasa kami harapkan. Semoga makalah
ini dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Surabaya, 7 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Uraian Masalah
1.2 Skala Masalah
1.3 Kronologis Masalah
1.4 Solusi Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
2.2 Definisi Masalah Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
2.3 Macam-macam Definisi Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
2.4 Penyebab Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
2.5 Tanda dan Gejala Subjektif dan Objektif
2.6 Kondisi Klinis Terkait
BAB 111 PROSES ANALISA DATA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Uraian Masalah


Kebutuhan dasar manusia merupakan fokus dalam asuhan keperawatan,
Bagi pasien yang mengalami gangguan kesehatan, maka ada salah satu
Kebutuhan dasar perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, ( Mubarak &
Chayatin, 2008 ).
Gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan perlindungan/proteksi
Mencakup beberapa masalah yaitu kerusakan integritas kulit aktual/resiko,
Hipertermi aktual/resiko, hipotermi akutual/resiko, perlambatan pemulihan
Pasca bedah aktual/ resiko, resiko infeksi, resiko bunuh diri, resiko jatuh,
Resiko cedera pada ibu, resiko cedera pada janin, resiko alergi, dan termogulasi
Tidak efektif aktual/resiko, (SDKI, 2017)

1.2 Skala Masalah


Jangkauan masalah asuhan keperawatan yang akan dibahas berdasarkan pada
buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) DPP PPNI dengan
kategori Fisiologi yang memiliki subkategori respirasi, meliputi :
1. D0136 : resiko cedera
2. D0142: resiko infeksi
3. D0148: resiko termoregulasi tidak efektif

1.3 Kronologis Masalah


1. D0136: resiko cedera
Seorang pasien dapat mengalami resiko cedera dengan berbagai penyebab.
Kemungkinan penyebab yang terjadi :
Internal:
1. Terpapar patogen
2. Terpapar zat kimia toksik
3. Terpapar agen nosokomial
4. Ketidaknyamanan Transportasi
Eksternal:
1. Ketidaknormalan profil darah
2. Perubahan orientasi afektif
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan
7. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8. Malnutrisi
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif

2. D0142: resiko infeksi


Seorang pasien dapat mengalami resiko infeksi dengan berbagai penyebab.
Kemungkinan penyebab yang terjadi :
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes. Melitus).
2. Efek prosedur invasi.
3. Malnutrisi.
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
 Gangguan peristaltik,
 Kerusakan integritas kulit,
 Perubahan sekresi pH,
 Penurunan kerja siliaris,
 Ketuban pecah lama,
 Ketuban pecah sebelum waktunya,
 Merokok,
 Statis cairan tubuh.
6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder :
 Penurunan homolobin,
 Imununosupresi,
 Leukopenia,
 Supresi respon inflamasi,
 Vaksinasi tidak adekuat.

3. D0148: resiko termoregulasi tidak efektif


Seorang pasien dapat mengalami resiko termoregulasi tidak efektif dengan
berbagai penyebab. Kemungkinan penyebab yang terjadi :
1. cedera otak akut.
2. dehidrasi.
3. pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan.
4. peningkatan area permukaan tubuh tehrhadap rasio berat badan
5. Kebutuhan oksigen meningkat
6. Perubahan laju metabolisme
7. Proses penyakit (mis.infeksi).
8. Suhu lingkungan ekstrim.
9. Suplai lemak subkutan tidak memadai.
10. Proses penuaan.
11. Berat badan ekstrim.
12. Efek agen farmaksologis

1.4 Solusi Masalah


1. D0136: resiko cedera
 Intervensi utama :
a. Manajemen keselamatan lingkungan
 Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan Riwayat perilaku)
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
 Terapeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi,
kimia), jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair
dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis:
puskesmas, polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
 Edukasi
- Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
b. Pencegahan cedera
 Observasi
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
cedera
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
 Terapeutik
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (mis: penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan
ruangan, dan lokasi kamar mandi)
- Gunakan alas kaki jika berisiko mengalami cedera serius
- Sediakan alas kaki antislip
- Sediakan pispot dan urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika
perlu
- Pastikan bel panggilan atau telepon mudah terjangkau
- Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
- Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat
digunakan
- Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi
terkunci
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan Kesehatan
- Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau kursi
- Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
- Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis:
tongkat atau alat bantu jalan)
- Diskusikan Bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
 Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
- Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum berdiri
 Intervensi Pendukung :
1. Dukungan Pelaksanaan Ibadah
2. Dukungan Spiritual
3. Dukungan Tanggung Jawab pada Diri Sendiri
4. Intervensi Krisis
5. Konseling
6. Kontrak Perilaku Positif
7. Manajemen Keselamatan Lingkungan
8. Manajemen Halusinasi
9. Manajemen Waham
10. Pelibatan Keluarga
11. Pemberian Obat Intramuskular
12. Pencegahan Perilaku Kekerasan
13. Pengontrolan Penyalahgunaan Zat
14. Promosi Antisipasi Keluarga
15. Promosi Harapan Promosi Harga Diri
16. Promosi Kesadaran Diri
17. Promosi Resilien
18. Reduksi Ansietas
19. Rujukan ke Terapi Dukungan Kelompok
20. Rujukan ke Terapi Keluarga
21. Skrining Penganiayaan/Persekusi
22. Skrining Penyalahgunaan Zat
23. Skrining Penganiayaan/Persekusi
24. Surveilens Keamanan dan Keselamatan
25. Teknik Distraksi
26. Terapi Kelompok
27. Terapi Kognitif Perilaku
28. Terapi Murattal.
29. Terapi Rekreasi Terapi Relaksasi
2. D0142: resiko infeksi
 Intervensi utama :
a. Manajemen Imunisasi/Vaksinasi
 Observasi
- Identifikasi Riwayat Kesehatan dan Riwayat alergi
- Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis: reaksi
anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan/atau sakit parah
dengan atau tanpa demam)
- Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan
 Terapeutik
- Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
- Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis: nama produsen,
tanggal kadaluarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
 Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan
efek samping
- Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis:
hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertussis, H. influenza,
polio, campak, measles, rubela)
- Infromasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah (mis: influenza,
pneumokokus)
- Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis: rabies,
tetanus)
- Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi Kembali
- Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional
yang menyediakan vaksin gratis
b. Pencegahan Infeksi
 Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
 Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
 Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
 Intervensi Pendukung :
1. Dukungan Pemeliharaan Rumah
2. Dukungan Perawatan Diri: Mandi Edukasi Pencegahan Luka Tekan
3. Edukasi Seksualitas Induksi Persalinan
4. Latihan Batuk Efektif
5. Manajemen Jalan Napas
6. Manajemen Imunisasi/VaksinasiVaksinas
7. Manajemen Lingkungan
8. Manajemen Nutrisi
9. Manajemen medikasi
10. Pemantauan Elektrolit
11. Pemantauan Nutrisi
12. Pemantauan Tanda Vital
13. Pemberian Obat
14. Pemberian Obat Intravena
15. Pemberian Obat Oral
16. Pencegahan Luka Tekan
17. Pengaturan Posisi
18. Perawatan Amputasi
19. Perawatan Area Insisi
20. Perawatan Kehamilan Risiko Tinggi
21. Perawatan Luka
22. Perawatan Luka Bakar
23. Perawatan Luka Tekan
24. Perawatan Pascapersalinan
25. Perawatan Perineum
26. Perawatan Persalinan
27. Perawatan Persalinan Risiko Tinggi
28. Perawatan Selang
29. Perawatan Selang Dada
30. Perawatan Selang Gastrointestinal
31. Perawatan Selang Umbilikal
32. Perawatan Sirkumsisi
33. Perawatan Skin Graft
34. Perawatan Terminasi Kehamilan
3. D0148: resiko termoregulasi tidak efektif
 Intervensi Utama
a. Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh
 Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
 Edukasi
- Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
- Anjurkan terus memegang bahu dan menahan dada saat
pengukuran aksila
- Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau aksila
- Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer di bawah blidah
atau di bagian tengah aksila
- Ajarkan cara membaca hasil thermometer raksa dan/atau
elektronik
b. Edukasi Termoregulasi
 Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
 Edukasi
- Ajarkan kompres hangat jika demam
- Ajarkan cara pengukuran suhu
- Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap keringat
- Anjurkan tetap memandikan pasien, jika memungkinkan
- Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi
- Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
- Anjurkan memperbanyak minum
- Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
- Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai
indikasi
- Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam > 3 hari
 Intervensi Pendukung :
1. Edukasi Aktivitas/Istirahat
2. Edukasi Berat Badan Efektif
3. Edukasi Dehidrasi
4. Edukasi Diet
5. Edukasi Terapi Cairan
6. Kompres Dingin Kompres Panas
7. Manajemen Cairan
8. Manajemen Lingkungan
9. Pencegahan Hipertermia Maligna
10. Perawatan Bayi
11. Promosi Teknik Kulit ke Kulit
12. Regulasi Temperatur

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi


Menurut Abraham Maslow theory hierarki kebutuhan dasar manusia terdiri dari
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa
cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan akan harga diri maupun
perasaan dihargai oleh orang lain., serta kebutuhan aktualisasi diri. Pada
pebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan tersebut dibagi menjadi dua,
yaitu perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Pada perlindungan fisik,
meliputi perlindungan atas ancaman tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat
berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan dan sebagainnya.
Sedangkan, perlindungan psikologis yaitu perlindungan atas ancaman dari
pengalaman yang baru dan asing, (Haswita dan Sulistyowati, 2017).
Keamanan bisa didefinisikan sebagai keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis, salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, (Potter &
Perry, 2006). Dan Keselamatan (safety) adalah suatu keadaan
seseorang(individu) kelompok, atau masyarakat terhindar dari ancaman
Bahaya/kecelakaan, (Tarwoto & Wartonah, 2010).

2.2 Definisi Masalah Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan


Proteksi
Masalah keperawatan merupakan pemenuhan kebutuhan keamanan dan proteksi
salah satu komponen utama dalam diagnosis keperawatan dan menggambarkan
inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah terminologi standar
yang digunakan untuk penegakan diagnosis keperawatan di Indonesia agar
seragam, akurat dan tidak ambigu untuk menghindari pengambilan keputusan
yang tidak akurat dan ketidaksesuaian dalam asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien.

2.3 Macam-macam Definisi Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi


1. D.0136: Risiko cedera
Definisi : Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik
2. D.0142: risiko infeksi
Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
3. D.0148 : risiko termoregulasi tidak efektif
Definisi : Berisiko mengalami kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal.

2.4 Penyebab Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Proteksi


 D.0136 : risiko cedera
1) Terpapar patogen
2) Terpapar zat kimia toksik
3) Terpapar agen nosokomial
4) Ketidaknyamanan Transportasi
5) Ketidaknormalan profil darah
6) Perubahan orientasi afektif
7) Perubahan sensasi
8) Disfungsi autoimun
9) Disfungsi biokimia
10) Hipoksia jaringan
11) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
12) Malnutrisi
13) Perubahan fungsi psikomotor
14) Perubahan fungsi kognitif
 D.0142 : risiko infeksi
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes. Melitus).
2. Efek prosedur invasi
3. Malnutrisi.
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
 Gangguan peristaltik
 Kerusakan integritas kulit,
 Perubahan sekresi pH,
 Penurunan kerja siliaris,
 Ketuban pecah lama,
 Ketuban pecah sebelum waktunya,
 Merokok,
 Statis cairan tubuh.
6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder :
 Penurunan homolobin,
 Imununosupresi,
 Leukopenia,
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
 D.0148 : risiko termoregulasi tidak efektif
1. Cedera otak akut.
2. Dehidrasi.
3. Pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan.
4. Peningkatan area permukaan tubuh tehrhadap rasio berat badan
5. Kebutuhan oksigen meningkat
6. Perubahan laju metabolisme
7. Proses penyakit (mis.infeksi).
8. Suhu lingkungan ekstrim.
9. Suplai lemak subkutan tidak memadai
10. Proses penuaan.
11. Berat badan ekstrim
12. Efek agen farmaksologis

2.5 Tanda dan Gejala Subjektif dan Objektif


A. Risiko Cedera
a) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
b) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
B. Risiko Infeksi
a) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia
Objektif
(tidak tersedia)
b) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersdia)
Objektif
(tidak tersedia)
C. Risiko Termoregulasi tidak efektif
a) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
b) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)

2.6 Kondisi Klinis Terkait


1. Risiko cedera
a. Kejang
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang
disebabkan oleh proses ekstakramium.17 Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang
pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 18 Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan Bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan
dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.7 Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk
beberapa saat, kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak
responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan
tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera
normal kembali.. 19 Serangan kejang pada penderita kejang demam
dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode
demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua,
tiga atau lebih serangan kejang.5
b. Sinkop
Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan
koptein yang artinya memutuskan. Sehingga definisi sinkop (menurut
European Society of Cardiology : ESC), adalah suatu gejala dengan
karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dan bersifat
sementara, dan biasanya menyebabkan jatuh. Onsetnya relatif cepat
dan terjadi pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi
akibat hipoperfusi serebral.(1) Kebanyakan individu yang pernah
mengalami sinkop terutama sinkop vasovagal, tidak mencari
pertolongan dokter sehingga prevalensi dari sinkop tersebut sulit
ditentukan. Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa pernah
mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya.
c. Vertigo
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar,
atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar,
yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.
Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut
sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik
jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun
penderita tidak bergerak sama sekali (Israr, 2008).
Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi
ruang dan mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan.
Keluhan ini merupakan gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya
sulit dinilai. Walupun pengobatan sebaiknya langsung pada penyebab
yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal atau penyebab
vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK,
2009)
d. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan atau kehilangan penglihatan adalah penurunan
kemampuan untuk melihat pada tingkat yang menyebabkan masalah
yang memerlukan suatu alat, seperti kacamata. Beberapa orang yang
juga memiliki kekurangan kemampuan untuk melihat karena tak
memiliki akses kacamata atau lensa kontak.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan Pendengaran adalah kehilangan pendengaran di salah satu
atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi
menjadi ringan, sedang, sedang berat, berat dan sangat berat
f. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson (Parkinson’s disease) adalah suatu penyakit sistem
saraf pusat yang bersifat menahun dan progresif. Sebagian besar kasus
terjadi karena alasan yang tidak diketahui, tetapi ada juga yang
diturunkan.
g. Hipotensi
Darah rendah atau hipotensi adalah kondisi ketika tekanan darah
kurang dari 90/60 mmHg. Hipotensi umumnya tidak bergejala dan
dapat dialami oleh siapa saja. Namun, pada beberapa orang, hipotensi
dapat menyebabkan pusing, lemas, hingga pingsan.
Tekanan darah normal berkisar antara 90/60 mmHg dan 120/80
mmHg. Seseorang dapat dikatakan menderita hipotensi jika tekanan
darahnya berada di bawah rentang tersebut
h. Kelainan nervus vestibularis
Vestibular neuronitis merupakan sindroma vestibular akut yang
disebabkan oleh inflamasi nervus vestibularis yang dikarakterisasi
dengan vertigo akut dan disertai dengan mual, muntah, serta gejala
gangguan keseimbangan(3). Terminologi yang digunakan, yaitu
neuronitis atau disebut juga neuritis merujuk pada hubungan sindroma
vestibular dengan penyakit pernapasan akibat virus atau sinusitisdan
peningkatan respon antibodi dalam serum terhadap HSV1. Vestibular
neuronitis ditandai dengan adanya degenerasi sel ganglion dan akson
fokal pada nervus vestibularis dengan adanya episode vertigo yang
rekuren (durasi > 1 jam tanpa adanya gangguan pendengaran
i. Retardasi mental
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang
menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan
gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa
perkembangan. Klasifikasi retardasi mental adalah mild retardation,
moderate retardation, severe retardation dan profound retardation.
Etiologi retardasi mental dapat terjadi mulai dari pranatal, perinatal
dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih
dari 1000 macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak
diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara
langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas uji intelegensia
saja, melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua,
laporan dari sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan
penunjang. Tata laksana retardasi mental mencakup tatalaksana medis,
penempatan di panti khusus, psikoterapi, konseling, dan pendidikan
khusus. Pencegahan retardasi mental dapat primer (mencegah
timbulnya retardasi mental), atau sekunder (mengurangi manifestasi
klinis retardasi mental).

2. Risiko Infeksi
a. AIDS.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi oleh HIV.
b. Luka bakar
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan
tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, bahan
kimia, listrik, maupun radiasi) atau zat-zat yang bersifat membakar
baik berupa asam kuat dan basa kuat (Safriani, 2016). Luka bakar
yang disebabkan oleh benda-benda yang dialiri arus listrik.
c. Penyakit paru obstruktif.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik atau sering disingkat PPOK
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama. Penyakit ini menghalangi
aliran udara sehingga menyebabkan penderita mengalami kesulitan
dalam bernafas.

d. Diabetes melitus.
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin.
e. Tindakan invasi.
Permenkes RI No 290 tahun 2008, tindakan invasif adalah suatu
tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien. Contoh tindakan invasif adalah pemasangan
kateter, pemberian injeksi, pemasangan akses infus dan pengambilan
sampel darah melalui darah vena maupun arteri.
f. Kondisi penggunaan terapi steroid.
Steroid merupakan obat anti radang, (umumnya jenis kortikosteroid
karena dihasilkan oleh bagian luar dari kelenjar anak ginjal). Steroid
merupakan obat yang memiliki senyawa dengan aktivitas anti
peradangan dan juga dapat menekan sistem imunitas tubuh. Senyawa
ini dapat dijumpai pada berbagai makhluk hidup, termasuk pada
hewan, manusia dan tumbuhan.
Pada dasarnya, kortikosteroid dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
jenis alami dan sintetis. Kortikosteroid alami diproduksi oleh tubuh
kita sendiri terutama pada kelenjar anak ginjal (adrenal) dalam
bentuk hormon-hormon seperti glukokortikoid (kortisol) serta
mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid berperan terutama dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat dan fungsi sistem imun,
sementara mineralokortikoid berfungsi dalam proses pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit/garam-garam tubuh. Hormon
seksual seperti androgen (termasuk testosteron), estrogen, dan
progesteron juga termasuk hormon steroid. Di sisi lain, sejumlah
obat-obatan turut mengandung steroid, sehingga dinyatakan sebagai
kelompok steroid sintetis. Obat-obat tersebut umumnya dikenali
dengan akhiran -son atau -solon seperti deksametason,
metilprednisolon, prednison, betametason, hidrokortison,
triamsinolon, fluosinolon asetonid, maupun golongan lain seperti
klobetasol propionat.
g. Penyalahgunaan obat.
Penyalahgunaan obat adalah suatu penggunaan obat yang dapat
menimbulkan keadaan yang tak terkuasai oleh individu dan
dilakukan di luar pengawasan medis, atau yang dapat menimbulkan
keadaan yang membahayakan/ mengancam masyarakat.
h. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW).
Ketuban pecah dini adalah kondisi saat kantung ketuban pecah lebih
awal sebelum proses persalinan atau ketika usia kandungan belum
mencapai 37 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi
bahkan membahayakan nyawa ibu maupun janin. Normalnya,
kantung ketuban pecah dalam waktu kurang lebih 24 jam sebelum
kelahiran.
i. Kanker.
Kanker merupakan sekelompok besar penyakit yang ditandai dengan
tumbuhnya sel abnormal di dalam tubuh, sel abnormal ini dapat
tumbuh dan menyerang bagian tubuh manapun. Kanker sendiri
merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di seluruh dunia
setelah stroke dan serangan jantung.
j. Gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi penurunan fungsi ginjal dalam
menyaring limbah sisa metabolisme tubuh dari dalam darah dan
membuangnya melalui urin. Kondisi tersebut menyebabkan kadar
racun dan cairan berbahaya akan mengendap dalam tubuh dan dapat
berakibat fatal apabila tidak ditangani.
k. Imunosupresi.
Imunosupresi adalah berkurangnya kapasitas sistem kekebalan tubuh
untuk merespon antigen asing secara efektif, termasuk antigen
permukaan pada sel tumor.
l. Lymphedema.
Lymfedema mengacu pada pembengkakan jaringan yang disebabkan
oleh akumulasi cairan berisi protein, yang biasanya dialirkan melalui
sistem limfatik tubuh. Kondisi ini sering kali memengaruhi lengan
atau kaki, tapi juga bisa terjadi di dinding dada, perut, leher, dan alat
kelamin.
m. Leukositopedia.
Leukositopedia merupakan kondisi yang terjadi ketika seseorang
memiliki kadar darah putih yang rendah. Padahal, sel darah putih
atau leukosit adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh
manusia.
n. Gangguan fungsi hati.
Gangguan fungsi hati ini terjadi ketika organ hati terluka dan
kehilangan fungsinya. Gangguan fungsi hati ini bisa disebabkan
banyak faktor. Misalnya, infeksi virus dan parasit, penyalahgunaan
alkohol, efek samping obat-obatan dan produk herba, faktor genetik,
kanker, hati, hingga obesitas.

3. Risiko termoregulasi tidak efektif


a. Cedera otak akut.
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
Gangguan fungsi normal otak karena baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema
serabral di sekitar jaringan otak. (Fransisca, 2008 , 96)
Pada kecelakaan lalu lintas, cedera kepala biasanya terjadi karena
kepala yang sedang bergerak mendadak berhenti atau terpantul
kembali. Apa yang terjadi pada kepala bergantung pada kekuatan
benturan, tempat berturan dan faktor-faktor pada kepala itu sendiri.
Gaya benturan dapat menimbulkan distorsi tengkorak, gerakan otak
yang lurus atau memutar di dalam rongga tengkorak dengan akibat
bermacam-macam. (Markam, 2009, 71)
b. dehidrasi.
Dehidrasi adalah sebuah kondisi dimana tubuh kehilangan lebih
banyak cairan daripada yang mereka terima.
c. trauma.
Trauma adalah respons emosional tubuh terhadap peristiwa
mengerikan seperti kecelakaan, pemerkosaan atau bencana alam. Ini
juga bisa terjadi sebagai respons terhadap peristiwa yang
membahayakan fisik atau eemosional

BAB 3
PROSES ANALISA DATA

No. Diagnosa
keperawatan

Anda mungkin juga menyukai