Anda di halaman 1dari 20

Mikrobiologi Rongga Mulut

MIKROBIOLOGI RONGGA MULUT


Kresna Adam drg SpBM(K)
PENDAHULUAN
Bartels 1968 menyatakan bahwa infeksi didalam rongga mulut disebabkan oleh kuman-kuman yang biasa hidup
normal dalam mulut.
Kuman-kuman pada kondisi normal dapat berubah menjadi pathogen sehingga merusak jaringan mulut
atau merubah sisitim ekologi kehidupan kuman-kuman dalam rongga mulut.
Infeksi dalam rongga mulut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak hidup normal dalam rongga mulut dapat
terjadi karena terjadi kontak dengan orang lain yang sedang menderita penyakit atau binatang atau
memakan/meminum makan/air yang telah tercemar oleh kuman-kuman pathogen. Infeksi dalam rongga mulut dapat
bersifat primary atau sekundair dari suatu infeksi sistemik.
Kemampuan kuman-kuman normal didalam rongga mulut untuk berobah menjadi patogen ditunjukan oleh hasil
penelitian dari Sabiston dkk 1976; mereka meneliti dari 58 spacimen abses gigi , hasil penelitian tersebut
menunjukan terdapat berbagai species kuman pada infeksi pyogenic rongga mulut; Streptokokus facultatife
merupakan spesies yang terbanyak dibandingkan dengan species lainnya. Basil gram positif dan gram negatif
merupakan yang banyak pula dijumpai pada pus, gram-negaif fakultatif pada penelitian ini jarang dijumpai, dapat
disimpulkan dari penelitian ini bahwa pus berisikan bermacam-macam species kuman dan kuman tidak mampu
menimbulkan infeksi secara sendiri2. Ini tidak berarti bahwa penelitian ini meragukan tapi diperlukan pula suatu cara
kultur untuk kuman-kuman yang anaerobik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Karena kelainan didalam mulut disebabkan oleh kuman-kuman yang sudah berada dalam mulut(endogenous) dan
kuman-kuman yang berasal dari luar rongga mulut(exogenous) maka kita harus mengetahui kuman-kuman apa saja
yang hidup secara normal didalam mulut dan kuman-kuman yang merupakan manifestasi dari penyakit-penyakit
sistemik didalam mulut. Kita juga harus mengetahui metoda untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan
pengetahuan untuk melakukan identifikasi dari kuman penyebab.
EKOLOGI KUMAN YANG HIDUP NORMAL DIDALAM RONGGA MULUT
Menurut Hardie dan Bowden, 1974 ada banyak jenis koloni kuman yang hidup normal dalam rongga mulut.Pada
orang dewasa jumlah kuman lebih banyak, sebagai contoh pada air ludah 43 X 106 sampai 55 X 108 kuman per
meliliter(Burnett dan Scherp, 1968), sedangkan pada per gram plaque 2,5 X 1011 dan per gram kotoran dari alveolar
crest 1,7 X 1011(Gibbons dkk 1963 dan Socransky dkk; 1963). Pada saat lahir rongga mulut steril setelah beberapa
jam, sejumlah kuman meningkat jumlahnya dengan cepat, McCarthy, Snyder dan Parker(1965) menemukan
Streptococcus, Stapylococcus, Vaillonella dan Neisseria, species dari Actinomyces, Fusobacterium, Nocordia(Rothia)
dan Lactobacillus dijumpai pada lebih dari setengah objek penelitian, sedangkan Bacteriodes, Candida,
Corynebacterium, Leptotrichia dan Coliform dijumpai pada kurang dari setengahobjek penelitian. Streptococcus
salivarius dijumpai pada bayi yang baru lahir bila specimentnya diambil dari dorsum lidah(Carlsson dkk, 1970;
Mccarthy, Snyder dan Parker, 1965). Socransky dan Manganiello(1971) membuat tabel kuman-kuman yang ada
dalam rongga mulut orang dewasa(tabel 2), dari hasil penelitian Gibbons dkk,1963; Gordon dan Gibbons, 1966;
Gordon dan Jong, 1968; Richardson dan Jones, 1958; Socransky dkk, 1963. Kuman rongga mulut dijumpai
bervariasi dan rumit. Gram-positive facutative cocci merupakan kelompok kuman yang dijumpai diseluruh bagian
dari rongga mulut tapi macam speciesnya berbeda-beda sesuai dimana sampel diambil. Jenis kuman yang
anaerobik juga merupakan kuman biasa dijumpai didalam mulut dalam keadaan normal, biasa didapat pada gingival
crevice dan dental plaque.
Menurut Hardie dan Bowden (1974) gambaran dari jumlah kuman yang disebut dalam literatur, bukan suatu nilai
yang pasti tapi sangat tergantung dari sampel yang diperiksa diambil. Ini disebabkan oleh ;

1. Tempat/lokasi specimen diambil.


2. Media pembiakan yang digunakan dan tata cara pemeriksaan yang tidak sama.
Socransky and Manganiello (1971) menyatakan bahwa terdapat perbedaan distribusi jenis kuman pada lokasi
berbeda didalam rongga mulut sesuai dengan kebiasaan hidup dari kuman yang bersangkutan biasa lokasi yang
disukai oleh jenis kuman hidup ini disebut sebagai prime ecologic niches.
Streptococcus salivarius banyak dijumpai pada dorsum dari lidah, streptococcus sanguis banyak dijumpai pada
plaque dan saliva. Streptococcus mutans lebih banyak ditemukan pada plaque dari pada ecologic niches. Lactobacilli
sedikit dijumpai pada noncarious plaque(van Houte, Gibbons, and Pulkkinen, 1972) dan saliva.
Kemampuan hidup dan melekat dari kuman pada jaringan mulut merupakan faktor penting terdapatnya jenis kuman
tersebut hidup normal didalam mulut, kuman yang tidak mempunya hal tersebut akan terbawa oleh saliva atau
tertelan bersama-sama makanan(Gibbons, van Houte and Liljemark, 1972).
Gibbons dan Nygaard (1970) menyatakan bahwa ada 2 pelekatan kuman yaitu ;
1. Pelekatan kuman dengan permukaan gigi atau epithelial.
2. Pelekatan sesama kuman.
Penelitian terhadap kemampuan melekat dari streptococcus mutans sebagai kelompok cariogenic pada permukaan
yang licin in vitro dan in vivo dalam menghasilkan synthesa extracellular polysacharida dari sucrose telah banyak
dilakukan.(Germaine and Schachtele, 1976; Gibbons and Banghart, 1967; Gibbons and Nygaard, 1968; Guggenheim
and Newbrun, 1969; McCabe and Smith, 1975). Bourgeau dan McBride, 1976; Gibbons dan Nygaard, 1970; N
ewman dan McKey, 1973; dari penelitian mereka menunjukan terjadinya plekatan antara kuman sejenis dan yang
bukan sejenis. Hasil penelitian ini dikuatkan pula oleh hasil penelitian Gibbons dan van Houte ( 1973, 1975).
KELOMPOK/GROUP KUMAN RONGGA MULUT
Gram-positive cocci
Staphylococcus
Berukuran 0,8 m, berbentuk bulat, tidak membentuk spora dan memproduksi enzyme
katalase, fakultatif anaerob serta membentuk asam dari glukosa dalam suasana aerobik
dan anaerobik. Yang membedakan micrococcus dengan yang lain adalah dalam
kemampuan melakukan oxidasi glukosa. Staphylococcus dapat hidup dan tumbuh
dalam air garam dengan kepekatan 7,5 % sampai 15 %, sifat ini digunakan untuk
memisahkannya dari specimen dan merupakan vegetative bacteria sehingga sering
digunakan untuk percobaan kemampuan membunuh kuman penyakit.
Jenis Staphylococcus yang trdapat dalam mulut ;
Staphylococcus candidus, Staphylococcus citreus, Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus salivarius dan Staphylococcus aureus,(Gordon, 1967; Ikeda, Isoda dan
Iidako, 1964; Taplin dan Goldsworthy, 1958).
Staphylococcus epidermidis, hidup normal pada kulit, sering dijumpai pada infeksi.
Staphylococcus aureus merupakan jenis yang sangat pathogen, mempunyai sifat
memfermentasi karbohidrat golongan manitol, menkoagulasi plasma mamalia,
mengahasilkan Dnase yang sangat stabil dan enzyme lysozyme dan menguraikan
staphylococcal protein A. Bacteriophage typing(Wentworth, 1963) membuktikan
kegunaan dalam penelitian epidemiologi, terutama tentang penyebaran staphylococcus
aureus.

Meningkatnya dijumpainya resistensi terhadap antibiotik, coagulase-negative


staphylococci dari infeksi pada manusia, memacu perhatian terhadap kemampuan
patogen dari staphylococcus epidermidis(Adriole dan lyons, 1970; Marsik dan Parisi,
1973). Manusia merupakan tempat penyebaran penting dari staphylococcus aureus
(Elek, 1959). Dalam keadaan normal Kuman ditemukan pada mucosa membrane
hidung, rongga mulut, nasopharynx dan saluran gastrointestinal. Hidung perlu
dipertimbangkan karena hampir 50 % kuman hidup disini. Knighton (1962)
memeriksa 864 spesimen dari hidung dan 864 spesimen dari rongga mulut dari 74
mahasiswa dalam periode 14 bulan, medapatkan 48.5 % coagulase-positive
staphylococci pada specimen hidung dan 46,5 % coagulase-positive staphylococci,
sedangkan 12,2% dari specimen hidung dan specimen rongga mulut adalah negative.
Pada spesimen-spesimen yang positive diatas didapatkan 77,9% mempunyai 10
sampai 1000 koloni per meliliter saliva dan 4,5% mempunyai lebih dari 10.000 koloni
per milliter saliva. Handelman dan Mills (1965) juga melaporkan relative rendah dari
jumlah staphylococci dalam air ludah manusia, ini menunjukkan bahwa staphylococci
merupakan porsi kecil dari suluruh kuman yang hidup didalam rongga mulut.
Patogenitas dan virulensi dari staphylococcus aureus ditunjukkan dengan kemampuan
Mengeluarkan extracellular toxin dan enzym sbb; coagulase, enterotoxin, exfoliative
toxin, berbagai hemolysins, hyaluronidase, leukocidin dan staphylokinase atau
fibrinolysin. Virulensi kuman dapat tidak ditentukan oleh satu jenis toxin atau enzym,
kecuali enterotoxin dari staphylococcal yang menyebabkan keracunan makanan.
(Casman, 1971), dan staphylococcus aureus yang menhasilkan exfoliative toxin
menimbulkan scalded skin syndrome(Melish dan Glasgow, 1970; Melish, Glasgow
dan Turner, 1972). Staphylococcus aureus dan masuk/menembus berbagai organ atau
jaringan tubuh, dengan menimbulkan, imflamasi, nekrosis dan abses. Kulit adalah
dimana sering kena infeksi, furuncles dan carbuncles sering dijumpai di muka,
hidung, axila dan bokong. Ditemukan 50% sampai 60% dari kasus osteomyelitis
disebabkan oleh staphylococcus aureus(Waldvogel, Medoff dan Swartz, 1970).
Infeksi ini sebagai komplikasi dari ekstraksi gigi, lokal anastesi, fraktur atau
penyebaran dari infeksi facial, periapical atau periodontal abses, didapatkan lebih
banyak pada mandibula dari maxilla. (Nolte, 1973). Winkler dan van Amerongen
(1959) menyatakan staphylococcus auereus jarang ditemukan pada infeksi root canal.
Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi tractus genitourinarius, pneumonia
Endocarditis, septikemia dan enterocollitis.
Problem yang paling serius dari infeksi staphylococcal adalah terjadi kedaruratan dan
penyebaran kuman akibat kuman telah resisten terhadap anti-biotik. Ditemukan 85 %
sampai 95 % infeksi nosokomial karena staphylococcus aureus resisten terhadap
Penicillin G(Oven, Kirsten, dan Bulow, 1969). Disisi lain resistensi kuman terhadap
kuman ini insidennya rendah tapi bertambah setiap tahunnya(Barrett dkk, 1970; Ross
dkk, 1974). Staphylococcus menjadi resisten terhadap penicillin G dan penicillin V
atau ampicillin dengan memproduksi enzyme penicillinase, yang mana rantai
molekul hydrolyzes beta lactam merusak aktivitas anti-mikroba. Diakui bahwa
kemampuan mengurai penicillinase tergantung kepada adanya plasmid yang dapat
mengubah dari resisten menjadi rentan berarti menjadi trancducting bacteriphage.
Karena sering terjadi resisten terhadap anti-biotik maka dilakukan pemeriksaan
sensitivitas terhadap anti-biotika dari strain staphylococcus yang diambil dari

spesimen infeksi dalam rongga mulut(Myrvik, Pearsall, dan Weiser, 1974).


Peptococcus
Genus peptococcus berbentuk bulat (Rogosa, 1974), bersifai gram positif,
berdiameter 0,5 1 m, pada pewarnan dijumpai tunggal, berpasangan,
berkelompok 4, jarang berkelompok banyak dan jarang berderet seperti rantai. Tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Semua spesiesnya adalah anaerob dan
memanfaatkan peptone dan asam amino sebagai sumber energy. Mempunyai
kemampuan mepermentasi karbohidrat dengan cepat. Reaksi katalis biasanya negatif
atau lemah dan dia tidak memproduksi koagulase enzim. Walaupun umum anggota
spesies adalah beta-haemolytik, banyak diantaranya tidak menunjukan haemolitik
pada media agar darah. Genus dari spesies ini dipisahkan berdasarkan berbagai
reaksi biokimia dan analisa asam organic, yaitu jumlah biografi gas yang dihasilkan
dari penanaman dalam kultur murni dalam peptonw-yeast-glucose broth (Martin,
1974).
Kuman ini dijumpai dlm rongga mulut manusia(Kantz dan Henry, 1974). Patogenitas
dari kuman ini baru timbul bila ada factor perangsang untuk menjadi pathogen.
Streptococcus
Genus dari streptococcus terdiri dari banyak dan bermacam-macam grup biologis
dari kuman gram positif. Berbentuk bulat atau lonjong dan terdapat berpasangan
atau berbentuk rantai, panjang rantai tergantung kondisi lingkungan dimana dia
hidup. Rantai yang panjang dijumpai pada cocci yang hidup dalam cairan atau
semifluid media
Spesies dari genus streptococcus adalah anaerob fakultatif oleh karenanya calasenegative.
Klassifikasi didasarkan reaksi hemolitik tehadap media blood agar steak plates
atau blood agar pour plates yaitu alpha, beta dan gamma. Koloni dari alpha
hemolytic streptococcus dikelilingi oleh zona hijau sebagai hasil partiel lysis dari sel
darah dari media maka disebut sebagai streptococcus viridans atau greening
streptococcus. Warna hijau tergantung asal darah yang digunakan, darah domba
berwarna lebih hijau dan zona lysis lebih tipis dibandingkan darah manusia. Koloni
beta-hemolitic streptococcus dikelilingi oleh zona bening sebagai hasil lysis yang
sempurna dari erythrocytes yang terdapat dimedia agar darah. Koloni dari gammastreptococci tidak menimbulkan reaksi hemolitik pd plat agar darah, kuman ini
biasanya disebut simply nonhemolytic streptococci.
Lancefield(1933) membuat klassifikasi dari streptococcus berdasarkan antigen
karbohydrat yang terdapat pada dinding sel dari beta-hemolytic streptococci.
Bahan antigen didapatkan dari culture dari berbagai sumber menggunakan 0,2 N
HCL. Ekstrak akan menghasilkan precipitin ring yang positif bila bereaksi dengan
homologous antiserum yang berasal dari kelinci yang disuntik dengan streptococcus
yang mati/lemah. Dengan demikian beta-hemolytic streptococci dibedakan menjadi;
grup A,B,C,D,E,F,G,H dll. Sedangkan pada alpha-hemolytic dan non-hemolytic
streptococci hanya dijumpai pada beberapa saja.
Sherman (1937) menyataan bahwa didasarkan dari berbagai hasil kultur, streptococci
dapat dibagi menjadi 4 divisi yaitu pyogenic, viridans, enterococcus dan lactic
streptococci. Divisi enterococcus sama dengan Lancefield group D dan divisi lactic
sama dengan Lancefield group N, umumnya grup viridans tidak dapat samakan

dengan Lancefield group manapun. Kebanyakan divisi pyogenic dan lactic dapat
sama dengan Lancefield group A, B, C dan E, F, G, H dan K sampai V. Grup A, B,
C, dan D sering sebagai penyebab infeksi streptococcus acute pada manusia.
Bergeys Manual of Determinative Bacteriology edisi kedelapan (Buchanan dan
Gibbon, 1974) menggunakan pembagian menurut Bergeys Manual sebagai
pembaruan dari Sherman divisi. Yang menonjol dari pembagian ini adalah ditemu kannya streptococcus mutans. (table 4 )
Streptococci merupakan 30 % sampai 60 % dari populasi kuman didalam mulut.
Spesies terbanyak adalah alpha hemolytic atau non hemolytic. Spesies yang paling
sering ditemukan adalah streptococcus salivarius, streptococcus sanguis,
streptococcus mutans dan streptococcus mitis.
Streptococcus salivarius memproduksi extracelluler levan atau polyfructan
dari sukrosa dan membentuk koloni mucoid atau gumdrop yang besar bila hidup
dalam media yang mengandung sikrosa seperti mitis salivarius agar. Identifikasi
spesies ini sukar karena keturunannya tidak membentuk marpologi koloni yang
khas, menyebab fisilogis test sering negatif atau bervariasi(Hardie dan Bowden,
1974) Beberapa keturunannya memiliki Lancefield group K antigen(Williems,
1956).
Produksi levans adalah dapat larut(soluble) dan dapat dirusak atau dipergunakan
sebagai sumber energi oleh kuman lainnya(Leach dkk., 1972). Streptococcus
salivarius merupakan porsentase tertinggi dari hasil kultur dari daerah dorsum dari
lidah tetapi terdiri dari kurang 1 % dari streptococcus yang terdapat dalam plaque
gigi(Carlsson, 1967; van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1971). Kuman ini sering
menyebbkan subacute bacterial endocarditis
Streptococcus sanguis memproduksi extracellular glucans dari sukrose. Meskipun
jenis ini ditemukan diberbagai tempat didalam mulut terutama pada dental plaque
dan kadang dapat menyebabkan subacute bacterial endocarditis (white dan Niven, 1946). Struktur antigeniknya
streptococcus sanguis tampak kompleks(Rosan, 1973). Kebanyakan dari streptococcus sanguis memiliki Lancefield
group H (Farmer,1954).
Streptococcus mitis(streptococcus mitior) adalah alpha hemolyticuspada media agar
darah, biasa tidak memproduksi extracellular polysaccharides dari sukrosa.
Bentuknya tidak sama karena perbedaan atas sifat biochemical activity dan carbohydrate fermentation
reactions(Guggenheim, 1968), dan soesiees ini diidentifikasi terutama dengan eliminasi proses. Colman dan
Williams (1972) menunjukkan bahwa dinding sel dari streptococcus mitis ditandai dengan tidak adanya rhamnose
dan adanya ribitol teichoic acid ini merupakan kekhususan dari spesies ini. Seperti streptococcus yang lain
streptococcus mitis merupakan penyebab dari subacute bacterial endocarditis. Clark (1924) menemukan
streptococcus pada 72 % material yang diambil dari caries dentis, maka kuman ini memainkan peranan penting
dalam terbentuknya caries gigi. Dia juga menemukan spesies lain mempunyai marfologi dan reaksi kultur yang
dinamakan streptpcoccus mutans, biasa ditemukan pada kultur murni.
Hasil percobaan pada binatang dan manusia diyakini bahwa Streptococcus mutans sebagai penyebab caries gigi
bersama-sama dengan spesies lainnya( Gibbons dkk, 1974; Ikeda dan Sandham, 1971; Littleton, Kahehashi dan
Fitzgerald, 1970; Loesche dkk, 1975; Shklair, Keene Simonson 1972; Shklair, Keene dan Cullen ,1974; Street,
Goldner dan LeRiche, !976. Penilitian pada binatang Gibbons(1972) menunjukan bahwa dalam terjadinya caries
menemukan peran enterococci bersama-sama dengan streptococcus salivarius, streptococcus sanguis dan
streptococcus mitis. Spesies ini tidak sekariogenik streptococcus mutans. Atas dasar streptococcus mutans adalah
penyebab utama caries dentis, ada pemikiran untuk membuat vaksin dari caries dentis. Meskipun demikian masih
diperlukan berbagai penelitian sebelum menerapkan immunisasi terhadap caries.
Selain dari yang diatas terdapat dua kuman yang jarang ditemukan yaitu Streptococcus pyogenes dan streptococcus

faecalis.
Streptococcus pyogenes merupakan spesies prototype Lancefields group A
streptococci yang jarang dijumpai sebagai flora normal dalam mulut, biasanya didapatkan dari pemeriksaan pasien
dengan infeksi tenggorokan streptococcus tanpa gejalanya(Ross, 1971).
Streptococcus faecalis dan berbagai macam spesies yang jumlahnya sedikit pada manusia.
Bahn dkk, 1960; Williams dkk, 1950; Winkler dan van Amerongen, 1959 melaporkan dijumpai enterococci pada
pemeriksaan spescimen yang diambil dari berbagai tempat didalam mulut.
Gold, Jordan dan van Houte (1975) dari penelitiannya menemukan 60 % - 75 % enterococci. Spesies yang paling
banyak dijumpai adalah streptococcus faecalis.
Peptostreptococcus
Peptostreptococcus bersifat anaerob, gram-positif, bulat sampai oval dengan ukuran 0,7 1 m. Pada pewarnaan
ditemukan berpasangan dan rantai pendek atau panjang, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Reaksi katalis
negatif. Kebanyak spesies menyebabkan fermentasi karbohydrat sehigga terbentuk berbagai asam organik dan gas.
Beberapa spesies juga memproduksi asam laktat(Martin, 1974), produksi akhir dari fermantasi menghasilkan acetic,
formic, isovaleric, succinic dan berbagai asam organik lainnya. Reaksi hemolitik terhadap media agar darah sangat
bervariasi, beberapa spesies menyebabkan alpha hemolisis dan yang lain menyebabkan beta hemolisis.Pembagian
spesies didasarkan reaksi fermentasi dan analisa asam organik yang dikenal dengan gas chromatografi.
Peptostreptococcus ditemukan terutama didalam mulut dan juga di tractus genitalia wanita(Gibbons dkk, 1964;
Youmans, Peterson dan Sommers, 1975). Kemungkinan merupakan etiologi dari pueperal sepsis pyogenic dan
infeksi dari luka. Finegold dkk (1972) menyatakan bahwa peptostreptococcus merupakan penyebab semua infeksi
pada manusia.
Gram negative cocci
Neisseria dan Branhamella
Gram-negative, tidak bergerak, tidak membentuk spora, berbentuk coffee bean/diplococci, aerobik, membentuk
enzyme cytochrome oxidase yang merupakan bakteri yang terdapat pada mucous membrane dari rongga mulut
dan saluran nafas bagian atas.Genus dari Neisseria dibagi menjadi spesies yang pathogenik yaitu Neisseria
gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis dan spesies yang commensal yaitu Neisseria sicca, Neisseria subflava,
Neisseria flavescens dan Neisseria mucosa, pembagian ini berdasarkan reaksi fermentasi karbohydrat.Spesies yang
tadinya disebut Neisseria catarrhalis sekarang disebut Branhamella. Branhamella catarrrhalis beda dari spesies
Neisseria umumnya karena tidak memproduksi asam dari karbo hidrat seperti glucosa, maltosa, sukrosa dan
fruktosa. Juga DNA berdasarkan ratio guanine ditambah cytosine dengan batas 47 52 moles %(Buchanan dan
Gibbons, 1974). Spesies dari genus Neisseria yang biasa terdapat/hidup dalam rongga mulut tidak patogen atau
virulentnya lemah, meskipun dilaporkan terjadi subacute bacterial endocarditis(Hudson, !957) dan purulent
meningitis(Losli dan Lindsey, 1963). Morris (1954) dan Pike dkk, (1963) membuat klassifikasi berdasarkan
penelitiannya ; N. pharynges atau N. Catarrhalis (Branhanmella catarrhalis). Ritz (1967) meneliti tentang
keberadaannya dalam plaque gigi dan mendapat lokasi distribusi secara segar, hal ini didapat dengan cara
Fluorescent antibody staining technique. Dua spesies yaitu Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis tidak
terdapat secara normal didalam mulut manusia.Neisseria gonorrhoaea menyebabkan stomatitis primer, parotitis atau
pharyngitis, terjadi karena terjadi kontak antara mulut dengan alat genital(Metzger, 1970; Schmidt, Hjrting, Hansen
dan Philipsen, 1961; Wiesner dkk, 1973 atau autoinoculation dariprimary genital infection via jari tangan.
Veillonella
Genus veillonella dibagi atas dua spesies ; Veillonella alcalescens dan Veillonella parvula (Holdelman, Cato, dan
Moore, 1977). Mempunyai diameter 5m tidak bergerak, gram-negatif, oxidase-negatif, anaerob diplococci, tidak
memfermentasi karbo hidrat, memanfaatkan lactic, succinic dan asam2 lain sebagai sumber energi(Rogosa, 1964).
Rogosa (1956) menemukan media khusus untuk membiakan dari spesimen yang berasal dari klinik. Veillonella
adalah flora yang hidup dalam keadaan normal didalam usus dan sistim urogenital manusia. Ditemukan dalam
jumlah yang banyak diberbagai tempat di dalam mulut(Hardie dan Bowden, 1974).

Veillonella mempunyai sifat patogen yang tidak jelas tapi dia ditemukan dari spesimen bakteri campuran yang
berasal dari pasien dengan appendicitis, periodontitis, pulmonary gangrene dan tonsilitis(Nolte, 1973), peranan dari
Veillonella pada infeksi campuran ini belum betul2 jelas, walaupun dinding sel memiliki lipopolysaccharide dengan
kemampuan endotoxic(Hofstad dan Kristoffersen, 1970; Mergenhagen dan Varah, 1963; Mergenhagen, Zipkin dan
Varah, 1962) dan pengeluaran endotoxin menunjukan menyebabkan terjadinya local Shwartzman reaction dari kulit
(Mergenhagen, 1960; Mergenhagen, Hampp dan Scherp, 1961), dan palatal mucosa dari kelinci(Rizzo dan
Mergenhagen, 1964). Bila Veillonella terdapat pada plaque dan gingival crevice, endotoxinnya dapat menimbulkan
gingivitis marginalis kronis dan periodontitis marginalis kronis melalui diaktifkannya Complement
cascade(Snyderman, 1973).
Gram positif rods dan filaments
Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia
Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia. Golongan Actinomyces, Arachnia, Bacterionema
dan Rothia sekarang diklassifikasikan kedalam famili Actinomycetaceae. kecuali kelompok Bifidobacterium yang
biologi dan patogenitas masih didiskusi secara rinci dalam morphology oleh Slack dan Gerencser(1975).
Actinomycetaceae adalah gram-positif, umumnya diphtheroid atau club-shaped rods dimana cendrung membentuk
cabang2 filament dijaringan infeksi atau pada kultur invitro. Bentuk diphtheroid atau coccoid terbentuk kita terjadi
fragment dai filament. Bersifat tidak bergerak, tidak membentuk endospora, dan not acid-fast. Pada umumnya
fakultatif anaerob, tapi ada satu spesies hidup dengan baik pada kondisi aerobic. Dapat membentuk atau tidak
membentuk ezyme catalase.
Hidup membutuhan oxygen, kemampuan membentuk catalase, dinding sel
mempunyai diaminopimelic acid(DAP), produksi propionic acid dari glukosa, dan penyakit karena kuman yang
ditemukan dalam mulut manusia.
Actinomyces bovis tidak terdapat pada manusia, hanya pada binatang(Slack dan Gerencser, 1975).
Karakteristik kuman didapat berdasarkan; koloni, microscopic marphologic, penggunaan fermentasi dan biochemical
test, analisa hasil fermentasi akhir atas nilai gas chromatographydan serologic techniques. Prosedur isolasi dan
indentifikasi dari actinomyces, arachnia, dan Rothia disimpulkan oleh Slack dan Gerencser (1975).
Etiologi dari actinomycosis pada manusia adalah Actinomyces israelii(georg, 1970; Holm, 1950; Slack, 1942).Brook
dkk, 1973; Georg dan Coleman, 1970 menyatakan tentang spesies dari genus Actinomyces dan Arachnia propionica.
Kuman ini masuk kejaringan tubuh melalui ekstraksi gigi berbagai prosedur operasi, fraktur rahang, pulpa yang
terbuka karena caries, aspirasi dari paru2, hematogenous extension, atau trauma. Secara klinis ada beberapa type
infeksi kuman ini ; cervicofacial(Evert, 1970; Hartley dab Schatten, 1973; Hertz 1960; Hunter dan Westrick, 1957;
Kapsimalis danGarrington, 1968); thoracic(Coodley, 1960; Foley, Dines dan Dolan, 1971; Prather dkk, 1970; Slade,
Slesser, dan Southgate, 1973), dan Abdominal (Adar dkk, 1972; Pheils, Reid dan Ross, 1964; Putman, Dockerty, dan
Waugh, 1950), infeksi dari central nervous system(Fetter, Klintworth dan Hendry, 1967), tulang(Cope, 1951), kulit dan
luka(Cullen danSharp, 1951). Infeksi type cervicofacial yang paling sering terjadi.Infeksi Actinomyces mempunyai ciri
yang khas yaitu chronic granulomatous abscesses, adanya sinus tract tempat keluarnya pus dan material nekrosis.
Didalam pus atau jaringan dijumpai kuman berbentuk cabang2 atau filament2 yang bergelobang/kriting atau sufur
granules, keluar kepermukaan berwarna kuning. Adanya granules tidak spesifik infeksi Actinomyces bisa saja infeksi
kuman lain misalnya Nocardia brasilliensis(Macotela-Ruiz dan Gonzalez-Angulo, 1966), Staphylococcus
aureus(Spier, Mitchener dan Galloway, 1971) dan Streptomyces madurrae(Emmons, Binford, dan Utz, 1970); oleh
karena pemeriksaan kultur kuman penyebab sangat diperlukan untuk memperoleh terapi yang tepat. Meskipun
penyakit Actinomycosis bukan penyakit yang harus dilaporkan, dalam periode 1949- 1969, terjadi kematian pada
umur rata2 25 tahun(Slack dan Gerencser, 1975).Sebagai tambahan tentang Actinomyces; beberapa spesiesnya
menimbulkan periodontal pathosis pada percobaan binatang percobaan atau kelainan permukaan akar atau caries
yang dalam.
Socransky, Hubersak dan Propas (1970) menyatakan terjadi kerusakan periodontal dari germfree rats akibat
Actinomyces naeslundii yang berasal dari manusia, meskipun hal ini tidak terbukti pada manusia dengan penyakit
periodontal. Actinomyces viscosus yang tadinya bernama Odontomyces viscosus pertama kali ditemukan oleh

Howell (1963) pada gingival plaque dari hamster dengan penyakit periodontal. Kemudian Jordan dan Keyes (1964)
dan Jordan, Keyes dan Bellack (1972) menyatakan bahwa kuman ini dapat menyebabkan penyakit periodontal pada
hamsters dan gnobiotic rats. Syed dkk menemukan Actinomyces viscosus dari pemeriksaan spesimen yang berasal
dari caries pada permukaan akar. Kuman ini memproduksi extracellular polysaccharides (Rosan dan Hammond,
1974) tanpa sukrosa, dimana mempunyai kemampuan untuk membentuk plaque gigi.(Jordan, Keyes dan Lim, 1969),
Actinomyces odontolyticus pertama kali ditemukan oleh Batty(1958). Sejak dilakukan penelitian terhadap 200
spesimen dari caries pada manusia, dinyatakan kuman ini sebagai penyebab caries gigi.
Arachnia propionica, yang sebelumnya dinamakan Actinomyces propionicus terdapat dalam mulut manusia(Slack,
Landfried dan Gerencser, 1971). Actinomyces israelii pertama kali ditemukan pada lacrimal canaliculitis oleh Pine
dan Hardin (1959), Arachnia propionica merupakan etiologi yang penting terjadinya infeksi lokal dan sistemik pada
manusia(Brock dkk, 1973; Georg, 1974).
Bifidobacterium(Rogosa, 1974) adalah gram-positif, tidak bergerak, tidak membentuk spora yang merupakan yang
khas dari marphologinya, berbentuk seragam(uniform) atau cabang( bifurcated Y, V dan berkelompok,. Bentuk
marphology tergantung kondisi nutrisi dan perwarnaan yang tak stabil. Kemampuan fermentasi terhadap berbagai
karbo hidrat dan tidak membentuk gas, produk akhirnya dari fermentasi glucosa adalah acetic dan lactic acid, bersifat
anaeriobic dan mempunyai toleransi terhadap oxygen bila juga terdapat CO2 . Kuman ini ditemukan hidup normal
disaluran pencernaan dan vagina manusia dan binatang. Spesies yang digambarkan tabel 5 adalah hasil pembiakan
dari rongga mulut manusia(Holdeman, Cato, dan Moore, 1977; Scardovi dkk, 1971). Genus Bacterionema(Gilmour,
1961; Gilmour dan Beck, 1961; Howell dan Pine, 1961) dan Rothia(Georg, dan Brown, 1967) mempunyai spesies
tunggal yaitu Bacterionema matruchotti dan Rothia dentocariosa. Bacterionema matruchotti selalu ditemu pada hasil
pembiakan spesimen yang berasal dari plaque gigi dan calculus, tapi tidak dinyatakan sebagai penyebab penyakit
pada manusia, Sejak kuman ini mempunyai kemampuan untuk merubah intracellular calcium menjadi
hydroxyapatite(Ennever, 1963; Ennever, Vogel dan Takazoe, 1968; Takazoe, Vogel dan Ennever, 1970), mempunyai
peranan penting dalam pembentukan calculus gigi.
Rothia dentocariosa pertama kali ditemukan dari carious dentin oleh Onisi(1949), juga ditemukan pada abscess,
darah dan cairan spinal dari manusia(Brown, Georg dan Waters, 1969); meskipun dinyatakan sebagai penyebab
penyakit manusia tapi tidak selalu dipastikan.

Eubacterium dan Propionibacterium


Kuman yang dikelompokan kepada Eubacterium (Holdeman dan Moore, 1974) adalah gram-positif, tidak membentuk
spora, uniform atau poleomorphic rods, dapat atau tidak dapat bergerak, seluruh spesies adalah anaerob, selalu
mebentuk campuran asam organik seperti butiryc, acetic atau formic acid dari karbo hidrat atau peptone. Ditemukan
dalam rangga tubuh laki2 dan binatang. Kantz dan Hendry (1974) membiakanan Eubacterium alactolyticum dari
ruang pulpa gigi manusia yang nonvital. Kuman ini juga ditemukan pada berbagai type infeksi seperti purulent
pleurisy, jugal cellulitis, luka postoperatif dan abscess dari otak, tractus intestinal, paru2 dan rongga mulut(Holdeman
dan Moore, 1974). Propionibacterium(Moore dan Holdeman, 1974) adalah gram-positif, tidak bergerak, tidak
membentuk spora, biasanya diphtheroid atau club-shape dan pleomorphism. Sel coccoid, elongated, bifid atau
bercabang dapat dijumpai pada beberapa kultur dan sel kuman dapat tunggal, berpasangan atau dalam bentuk Y
dan V atau bergerombol miripchinese characters. Propionic acid adalah fermentasi karakteristik produk akhir yaitu
acetic, formic, isovaleric, succinic atau lactic acid. Kuman ini umumnya anaerob tapi ada beberapa mempunyai
toleransi terhadap oxygen.
Propionibacterium avidum dijumpai di otak, darah, luka yang terinfeksidan abscess jaringan seperti submandibular
abscess(Moore dan Holdelman, 1974).
Propionibacterium acnes hidup normal pada kulit dan usus, bias ditemukan di darah, luka dan abscess jaringan
lunak(Moore dan Holdeman, 1974) dan di pulpa yang non-vital (Kantz dan Hendry, 1974).
Lactobacillus
Bersifat gram-positif, tidak membentuk spora, kebanyakan tidak bergerak, terbanyak bersifat anaerob fakultatif, ada
beberapa yang benar2 anaerob.

Dapat dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan sifat memfermentasi glukosa yaitu


1. Homofermentative
Produk akhirnya adalah lactic acid.
2. Heterofernantative
Produk akhirnya adalah acetic acid, carbon dioxide, ethanol dan lactic acid.
Kedua spesies ini merupaka parast pada manusia, juga binatang. Pada manuasia merupakan flora normal yang
hidup didalam mulut, tractus gastro-intestinal dan vagina. Dalam keadaan normal lactobacillus hidup didalam mulut
dalam jumlah kecil karena daya lengket terhadap jaringan mulut kurang (van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1972).
Kuman ini mempunyai hubungan dengan terjadinya caries gigi (Enright, Friesell dan Trescher, 1932), tapi sebagai
etiologi belum terbukti (Loesche, !974), hanya diduga karena kuman ini hidup dan berkembang pada pH 5, pada
percobaan invitro enamel tidak mengalami demeralisasi pada pH dibawah ini. Juga ditemukan peningkatan jumlah
lactobacilli bila terdapat caries (Snyder dkk, 1962; Snyder dkk, 1963), penambalan seluruh gigi yang caries
menurunkan jumlah lactobacillus (Kesel dkk, 1958; Shklair dkk, 1956), peningkatan jumlah lactobacillus juga terjadi
pada pasien yang memakai gigi tiruan(Shklair dan Mazarella, 1962) dan alat orthodonsi(Bloom dan Brown, 1964 ;
Owen, 1949; Sakamaki dan Bahn, 1968). Sekarang terdapat konsensus bahwa lactobacillus bukan penyebab yang
spesifik dari caries gigi manusia(Sims, 1970) dan peningkatan lactobacillus disebabkan karena dia menyukai
suasana asam dan terdapatnya tempat melekat(van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1972), meskipun demikian
lactobacillus memounyai sumbangan dalam meningkatkan caries gigi, kuman ini tidak didapatkan dari pembiakan
spesimen yang berasal dari akar gigi(Winkler dan van Amerongen, 1950).
Gram-negatif rods dan filaments
Gram-negatif rods dan filaments mempunyai variasi yang banyak dalam marphologi, pattern pewarnaan,
bergerak/motility, aktivitas biokimia dan struktur antigenik Tidak membentuk spora, umumnya aerob dan fakultatif
anaerob. Kuman anaerob ini selalu terdapat banyak didalam rongga mulut. Meskipun aerob dan fakultatif anaerob
dapat menimbulkan infeksi dalam rongga mulut, kuman ini dalam pathologi mulut baru mendapat perhatian
belakangan ini.
Aerobes dan facultative anaerobes
Coliforms
Famili dari Enterobacteriaceae tidak selalu atau predominant hidup dalam mulut manusia yang

BAB I
PENDAHULUAN
Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam famili Pseudomonadaceae. Pseudomonadaceae
dan beberapa genus lain bersama organisme tertentu, dikenal sebagai Pseudomonas. Istilah
Pseudomonas ditujukan pada bakteri yang mempunyai perlengkapan fisiologik sama dengan
bakteri dari genus Pseudomonas. Dalam habitat alam tersebar luas dan memegang peranan
peting dalam dalam pembusukan zat organik. Bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih.
Beberapa diantaranya adalah fakultatif khemolitotrof, dapat memakai H 2atau CO sebagai sumber
karbon dan katalase positif.
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini kadangkadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang
abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu
memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi.
Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus
normal dan pada kulit manusia. Tetapi, infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema
serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Angka
fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai 50 %. Infeksinya biasanya gawat, sulit diobati dan
biasanya merupakan infeksi nosocomial. Infeksi nosokomial akibat Pseudomonas
aeruginosa salah satunya melalui kateter yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Genus
Pseudomonas mempunyai spesies paling sedikit 10-12 yang penting dalam klinik.
Pseudomonas tersebar luas di dalam tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa bersifat
invasif dan toksigenik, menyebabkan infeksi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
abnormal, dan merupakan patogen nosokomial yang penting. Grup Pseudomonas merupakan
bakteri gram negatif yang berbentuk batang, motil, dan bersifat aerob, beberapa diantaranya
menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Pseudomonas banyak ditemukan di air, tanah,
tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Pseudomonas aeruginosa sering terdapat di flora normal usus
dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil serta merupakan patogen utama dari kelompoknya.
Spesies Pseudomonas yang lain jarang menyebabkan penyakit.
Klasifikasi Pseudomonas didasarkan pada homologi Rrna/ DNA, dan ciri khas biakannya
yang lazim. Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di lingkungan
rumah sakit yang lembab. Bakteri ini dapat membentuk koloni pada manusia normal, dan
bertindak sebagai saprofit. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit bila daya tahan tubuh
penjamu abnormal.

BAB II
PEMBAHASAN
Bakteri Pseudomonas aeroginusa sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia.
Organisme ini merupakan penyebab 10-20% infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita

dengan neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain-lain.
A. KASUS
Raya berusia 21 tahun korban kebakaran, yang menderita 50% luka bakar di tubuhnya dan ia
rawat di Rumah Sakit selama 15 hari dengan pemasangan kateter. Kondisi Raya mulai membaik
dan luka bakar mulai mengering, maka Dokter menyatakan Raya diperbolehkan rawat jalan.
Namun setelah 3 hari dirumah, Raya merasakan nyeri serta sulit buang air kecil, dan luka
bakarnyapun mengeluarkan nanah berwarna hijau-kebiruan. Raya kembali ke Rumah Sakit dan
disarankan dokter untuk periksa ke laboratorium.
D. TAKSONOMI
Kingdom
Fillum
Class
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Bacteria
: Proteobacteria
: Gamma Proteobacteria
: Pseudomonadales
: Pseudomonadaceae
: Pseudomonas
: Pseudomonas aeruginosa

E. KLASIFIKASI
Grup dan Subgrup Homologi
Rna
Kelompok Flouresen

Genus dan Spesies

Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas flouresen
Pseudomonas putida

Kelompok tidak Flouresen

Pseudomonas stutzeri
Pseudomonas mendocina

Bulkhorderia pseudomallei
Bulkhorderia mallei
Bulkhorderia cepacia
Ralstonia pickettii

Comamonas species
Acidovorax species
Brevundimonas species

Stenotrophomonas maltophilia

F. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI


1. Ciri khas organisme
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang, motil, dan berukuran sekitar 0,6 x 2 mm.
Merupakan bakteri gram negatif dan terlihat sebagai bentuk tunggal, berpasangan atau kadangkadang dalam bentuk rantai pendek. Pada umumnya bakteri ini mempunyai flagel polar, tetapi
kadang-kadang 2-3 flagel. Bila tumbuh pada pembenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan lendir
polisakarida ekstraseluler. Struktur dinding sel sama dengan family Enterobacteriaceae. Strain
yang diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili untuk perlekatan pada permukaan sel dan
memegang peranan penting dalam resistensi terhadap fagositosis.
2. Biakan
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh dengan mudah
pada banyak jenis medium biakan, kadang menghasilkan bau manis atau seperti anggur atau
seperti jagung (corn taco-like odor). Meskipun Pseudomonas merupakan organisme aerob, tetapi
dapat mempergunakan nitrat dan arginin sebagai aseptor elektron dan tumbuh secara anaerob.
Beberapa strain merupakan hemolisa darah.Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni bulat
halus dengan fluoresensi kehijauan.
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen, yang dihasilkan dari
asam amino aromatik seperti tirosin dan fenilalanin. Beberapa pigmen tersebut antara lain :
Piosianin, pigmen berwarna biru dihasilkan strain piosianogenik yang tidak berflouresensi.
Pioverdin, pigmen berwarna kuning kehijauan yang berflouresensi.
Piorubin, pigmen berwarna merah.
Piomelanin, pigmen berwarna coklat.
Piosianin, pioburin, dan piomelanin tidak berfluoresensi tetapi dapat larut dalam air.
Strain yang tidak menghasilkan piosianin disebut apiosianogenik. Kebanyakan strain membentuk
koloni halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan, yang merupakan kombinasi pioverdin
dan piosianin.
Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat membentuk berbagai jenis
koloni. Pseudomonas aeruginosa dari jenis koloni yang berbeda, juga dapat mempunyai aktivitas
biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola kerentanan antimikroba yang berbeda pula.
Kadang tidak jelas apakah suatu jenis koloni merupakan strain Pseudomonas aeruginosayang
berbeda atau varian dari strain yang sama. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering
menghasilkan organisme Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni mukoid akibat produksi
berlebihan dari alginat, suatu eksopolisakarida. Pada pasien fibrosis kistik, tampaknya

eksopolisakarida berfungsi menghasilkan matriks sehingga organisme dapat hidup dalam


biofilm.
Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm

Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan
dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus.
Koloni besar dan halus dengan permukaan rata.
Koloni halus dan mucoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat. Tipe ini sering didapat
dari sekresi saluran pernapasan dan saluran kemih.

Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid
dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan
bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada
suatu permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri
dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan
komplemen.Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan
hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia.
3. Media Selektif Pseudomonas
Media Pseudomonas Agar merupakan media awal yang diusulkan oleh King, Ward, dan
Raney (1954) untuk mengisolasi dan membedakanPseudomonas berdasarkan pembentukkan
piosianin dan/atau piorubin atau materi fluoresein). Media Pseudomonas Agar Base ada dua
macam yaitu tipe P (menginduksi piosianin atau piorubin) dan F (menginduksi pigmen
fluoresein, menghambat pigmen piosianin).
4. Sifat Pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C,
pertumbuhannya pada suhu 420 C membantu membedakan spesies ini dari spesies pseudomonas
yang lain dari kelompok fluoresensi. Bakteri ini bersifat oksidase-positif, dan tidak
memfermentasi karbohidrat, tetapi banyak strain yang mengoksidai glukosa. Identifikasi
biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya pigmen yang khas, dan
pertumbuhan pada suhu 420 C. Untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari spesies
pseudomonas yang lain berdasarkan aktivitas biokimianya, diperlukan pengujian dengan
berbagai substrat.
G. STRUKTUR ANTIGEN DAN TOKSIN
Pseudomonas aeruginosa memiliki 2 macam antigen yaitu antigen-H dan antigen-O dan
paling sedikit ada 7 tipe antigen Pseudomonas aeruginosa yang telah ditetepkan.
Lipopolisakarida menentukan kekhususan antigen. Vaksin dari tipe-tipe ini yang diberikan pada
penderita high-risk akan memberikan perlindungan terhadap sepsis Pseudomonas 10 hari
kemudian. Pengobatan seperti ini diberikan pada kasus-kasus leukemia, luka bakar, fibrosis
kristik dan penekanan immune.

Fili ( fimbria ) menjulur dari pemukaan sel dan membantu pelekatan pada sel epitel
pejamu. Eksopolisakarida merupakan komponen yang menyebabkan terlihatnya koloni mukoid
pada
biakan
pasien
fibrosis
kistik.
Lipopolisakarida,
yang
ada
dalam
berbagai immunotype, bertanggung
jawab
untuk
kebanyakan
sifat
endotoksik
organisme. Pseudomonas
aeuginosadapat
dibedakan
jenisnya
berdasarkan
pada immunotype lipopolisakarida dan kerentanannya terhadap piosin ( bakterisin ). Sebagian
besar isolatPseudomonas aeruginosa yang berasal dari infeksi klinis menghasilkan enzim
ekstraseluller, termasuk elastase, protease , dan dua hemolisin : fosfolipase C tidak tahan panas
dan glikolipid tahan panas.
Banyak strain Pseudomonas aeruginosa menghasilkan eksotoksin A, yang menyebabkan
nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang jika disuntikkan dalam bentuk murni. Toksin
tersebut menghambat sintesis protein melalui suatu difteri, walaupun struktur kedua toksin
tersebut tidak sama. Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan pada beberapa serum manusia,
termasuk pasien yang telah sembuh dari infeksi berat Pseudomonas aeruginosa.
Toksin merupakan zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematianorganisme, biasanya
dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skalamolekul. Sedangkan bakteriosin
merupakan komponen mikroba dengan berat molekul rendah yang membatasi pertumbuhan
bakteri patogen. Bakteriosin yang diproduksi bakteri gram negatif mempunyai aktivitas dan
spektrum yang luas dibanding bakteriosin yang dihasilkan bakteri gram positif. Produk
ekstraseluler yang dihasilkan berupa enzim-enzim, yaitu elastase, protease, dan dua hemolisin,
fosfolipase C yang tidak tahan panas, phenazine dan rhamnolipid.
H. PATOGENESIS
Pseudomonas aeruginosa bersifat patogenik hanya bila terpajan pada daerah yang tidak
terdapat pertahanan tubuh normal, misalnya apabila membran mukosa dan kulit rusak akibat
kerusakan jaringan langsung, jika digunakan kateter intravena atau urine atau jika terdapat
neutropenia, seperti pada penyakit kanker yang diberikan kemoterapi. Bakteri ini menempel dan
membentuk koloni pada membran mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal, dan menyebabkan
penyakit sistemik.
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal dan
menimbulkan penyakit ialah :

Pili, yang melekat dan merusak membran basalis sel

Polisakarida simpai, yang meningkatkan perlekatan pada jaringan tetapi tidak


menekan fagositosis.

Suatu hemolisin yang memiliki aktivitas fosfolipasa

Kolagenasa dan elastasa dan flagel untuk membantu pergerakan.

Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah :

LPS mirip dengan yang ada pada Enterobacteriaceae

Eksotoksin A, suatu transferasa ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri yang


menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis di dalam hati

Eksotoksin S yang juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang mampu menghambat


sintesis protein eukariota.

Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang
menentukan
kemampuan Pseudomonas
aeruginosamenyerang
jaringan.
Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain
menyebabkan gejala sepsis dan syok septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein
eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur
kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada
EF-2.
Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga
mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler, seperti elastase dan protease
mempunyai efek hidrotoksik dan mempermudah invasi organisme ini ke dalam pembuluh darah.
Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum
penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Piosianin merusak silia dan sel mukosa pada
saluran pernafasan. Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya
demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata, dan
sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa.
Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III. Secara signifikan lebih
virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah
sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang terbentang dari
bagian dalam hingga luar membran sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi
toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah
netralisasi antibodi.
I. TEMUAN KLINIS
Pseudomonas aeroginusa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar, menghasilkan
nanah warna hijau, meningitis jika masuk melalui fungsi lumbal, dan infeksi saluran kencing jika
masuk melalui kateter dan instrumen atau karena larutan irigasi. Penyerangan pada saluran nafas,
khususnya respirator yang tercemar, mengakibatkan pneumonia nekrotika (necrotizing
pneumonia). Bakteri sering ditemukan pada otitis ekterna ringan pada perenang. Hal ini dapat
menyebabkan otitis ekterna ganas pada pasien diabetes. Infeksi pada mata, yang mengarah pada
perusakan mata dengan cepat, biasanya terjadi sesudah luka atau operasi mata. Pada bayi dan
orang yang lemah Pseudomonas aeroginusa mungkin masuk aliran darah dan mengakibatkan
sepsis yang fatal, hal ini terjadi biasanya pada pasien dengan leukemia atau limfoma yang
mendapatkan terapi antineoplastik atau terapi radiasi dan pada pasien dengan luka bakar yang
berat.
Sebagian besar infeksi Pseudomonas aeroginusa, gejala dan tandanya tidak spesifik dan
berkaitan dengan organ yang terserang. Kadang-kadang, verdoglobin (hasil perpecahan
hemoglobin) atau pigmen fluoresen dapat dideteksi pada luka, luka bakar, atau urine dengan
sinar ultraviolet. Nekrosis hemoragik pada kulit sering terjadi dalam sepsis karena Pseudomonas
aeroginusa; luka yang disebut ektima gangrenosum, dikelilingi daerah kemerahan dan sering
tidak berisikan nanah. Pseudomonas aeroginusa dapat dilihat pada sediaan hapusan dari lesi

ektima yang diwarnai dengan Gram, dan hasil biakan positif. Ektima gangrenosum tidak biasa
terjadi pada bakteremia oleh mikroba selain Pseudomonas aeroginusa.
J. UJI LABORATORIUM DIAGNOSTIK
a. Spesimen
Spesimen dari luka kulit, nanah, darah, cairan spinal, sputum, dan bagian lain diambil sesuai
tempat infeksi.
b. Hapusan
Batang gram-negatif sering dilihat pada hapusan. Tidak ada karakteristik morfologi spesifik yang
membedakan Pseudomonas dari enterik atau batang gram negative lain.
c. Biakan
Spesimen ditanam pada lempeng agar darah dan media deferensial yang biasanya digunakan
untuk membiakkan bakteri batang gram-negatif enterik. Pseudomonas tumbuh cepat pada
sebagian besar media tersebut, tetapi mungkin tumbuh lebih pelan dibanding
enterik. Pseudomonas aeroginusa tidak meragikan laktosa dan mudah dibedakan dari bakteri
peragi laktosa. Pembiakan merupakan tes spesifik dari diagnosis infeksiPseudomonas
aeroginusa.
K. INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosocomial adalah infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan. Infeksi nosocomial saat ini merupakan salah satu penyebab
meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit,
sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di Negara berkembang maupun di Negara
maju.
Saat ini, angka kejadian infeksi nosocomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu
pelayanan rumah sakit. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka
kejadian infeksi nosocomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang
ditimbulkan akibat infeksi nosocomial sehingga pihak penderita sangat dirugikan.
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan,
yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang
berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap penyakit infeksi.
Masuknya mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari sekitar penderita,
dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :

Penderita lain, yang juga sedang proses perawatan

Petugas pelaksanan (dokter,perawat,dan seterusnya)

Peralatan medis yang digunakan

Tempat (ruangan atau bangsal atau kamar) dimana penderita dirawat

Tempat atau kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar
operasi dan kamar bersalin

Makanan dan minuman yang disajikan

Lingkungan rumah sakit secara umum

Di beberapa bagian terutama di bagian penyakit dalam, terdapat banyak prosedur dan
tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit
dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Pasien
dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif,
infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit
yang yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan,
diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan immunosupresan atau steroid didapatkan
bahwa risiko terkena infeksi nosokomial lebih besar. Faktor-faktor yang berperan memberi
peluang timbulnya infeksi nosokomial adalah sebagai berikut :
a. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita ( intrinsic factor )seperti umur, jenis kelamin, kondisi
umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar
( multipatologi ) beserta komplikasinya. Faktor-faktor ini merupakan faktor predisposisi.
b. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan ( length of stay ), menurunnya standar
pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
c. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak
jaringan, lamanya pemaparan ( length of exposure ) antara sumber penularan ( reservoir ) dengan
penderita.
Tahap infeksi nosokomial
a. Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita)melalui
mekanisme penyebaran (mode of transmission).
1) Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita
lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat transfusi darah,
2) Penularan tidak langsung
Penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut :
a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati seperti
peralatan medis, bahan-bahan material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita.
b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor seperti
lalat. Luka terbuka, jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan
dihinggapi lalat.
c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang
disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan
gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.
d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penyebaran/penularan penyakit infeksi melalui air kecil
sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku mutu.
e) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena
ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya.
Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.
b. Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu
(penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit seperti adanya
kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hudung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lainlain

1) Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu
melakukan insisi bedah atau jarum suntik.
2) Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan
invasif, seperti:
a) Tindakan kateterisasi, sistoskopi
b) Pemeriksaan dan tindakan ginekologi
c) Pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis,
maupun tanpa bantuan yaitu penyebaran/penularan.
3) Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas.
Partikel infeksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung
dapat terjadi melalui percikan ludah apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran
napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga
dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi.
4) Dengan cara ingesti, yaitu melalalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat
makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakuakan invasi dan mencari
jaringan yang sesuai. Selanjutnya melakukan multiplikasi /berkembang biak disertai dengan
tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dari pejamu. Sehingga
terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan
fisiologis/fungsi jaringan.
L. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu :
Infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan
Infeksi saluran kemih
Infeksi pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis
Otitis eksterna ringan pada perenang
Infeksi mata
1. Penyebaran
Pseudomonas aeruginosa dapat dijumpai di banyak tempat di rumah sakit; desinfektan,
alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air dan kain pel. Penyebaran Pseudomonas
aeruginosamelalui aliran udara, air, tangan tercemar, penanganan dan alat-alat yang tidak steril
di rumah sakit. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat, nyamuk, dsb) yang telah
tercemar. Pseudomonas aeroginusamenyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan
terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan.
2. Penularan
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami penyebaran dan
mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan.Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari
saluran yang telah diinfeksinya. Apabila menginfeksi pada saluran pernapasan maka akan
meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain.
Mengingat Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial, cara pemindahsebarannya
dapat melalui penanganan dan penggunaan alat yang tidak steril. Kemudian akan menginfeksi
inang lain yang rentan pada bagian tertentu misalnya saluran kencing. Inang rentan ini biasanya

pasien bedah, pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani pengobatan radiasi,
juga pasien dengan peralatan yang menembus tubuh.
3. Gejala
Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung berat:
Infeksi pada luka atau luka bakar, ditandai dengan nanah biru-hijau dan bau manis seperti
anggur. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam keunguan dengan diameter
sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang dikelilingi daerah kemerahan dan
pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan lipat paha. Hal ini dapat juga dialami oleh
penderita kanker.
Infeksi saluran kemih, biasanya kronis dan terjadi pada orang tua.
Pneumonia, pada fibrosis kistik mungkin terjadi kolonisasi kuman strain yang berlendir pada
paru-paru. Infeksi paru-paru pada penderita bila menghirup Pseudomonas aeruginosa dalam
jumlah besar pada alat bantu pernafasan yang tercemar. Sering menyebabkan gangguan mental,
renjatan septik gram negatif dan sianosis yang semakin berat.
Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri telinga hebat dan
kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing manis.
Infeksi mata, Pseudomonas bisa menyebabkan koreng pada mata, mencemari lensa mata dan
cairan lensa.
M. Hasil Ujibiokimia
MEDIA UJI BIOKIMIA

HASIL

KIA : Fermentasi

Al/al

H2S

Gas

SIM : indol

motil

H2S

Urea

Citrat

MR

VP

PAD

Glukosa

Maltosa

Manitol

Laktosa

Sukrosa

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta


Pelczar, M., 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/lia-natalia078114123.pdf di unduh 16 November
2013 pukul 20.54 WIB
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60246/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf di unduh 16 November 2013 pukul 21.06 WIB

Anda mungkin juga menyukai