dengan Lancefield group manapun. Kebanyakan divisi pyogenic dan lactic dapat
sama dengan Lancefield group A, B, C dan E, F, G, H dan K sampai V. Grup A, B,
C, dan D sering sebagai penyebab infeksi streptococcus acute pada manusia.
Bergeys Manual of Determinative Bacteriology edisi kedelapan (Buchanan dan
Gibbon, 1974) menggunakan pembagian menurut Bergeys Manual sebagai
pembaruan dari Sherman divisi. Yang menonjol dari pembagian ini adalah ditemu kannya streptococcus mutans. (table 4 )
Streptococci merupakan 30 % sampai 60 % dari populasi kuman didalam mulut.
Spesies terbanyak adalah alpha hemolytic atau non hemolytic. Spesies yang paling
sering ditemukan adalah streptococcus salivarius, streptococcus sanguis,
streptococcus mutans dan streptococcus mitis.
Streptococcus salivarius memproduksi extracelluler levan atau polyfructan
dari sukrosa dan membentuk koloni mucoid atau gumdrop yang besar bila hidup
dalam media yang mengandung sikrosa seperti mitis salivarius agar. Identifikasi
spesies ini sukar karena keturunannya tidak membentuk marpologi koloni yang
khas, menyebab fisilogis test sering negatif atau bervariasi(Hardie dan Bowden,
1974) Beberapa keturunannya memiliki Lancefield group K antigen(Williems,
1956).
Produksi levans adalah dapat larut(soluble) dan dapat dirusak atau dipergunakan
sebagai sumber energi oleh kuman lainnya(Leach dkk., 1972). Streptococcus
salivarius merupakan porsentase tertinggi dari hasil kultur dari daerah dorsum dari
lidah tetapi terdiri dari kurang 1 % dari streptococcus yang terdapat dalam plaque
gigi(Carlsson, 1967; van Houte, Gibbons dan Pulkkinen, 1971). Kuman ini sering
menyebbkan subacute bacterial endocarditis
Streptococcus sanguis memproduksi extracellular glucans dari sukrose. Meskipun
jenis ini ditemukan diberbagai tempat didalam mulut terutama pada dental plaque
dan kadang dapat menyebabkan subacute bacterial endocarditis (white dan Niven, 1946). Struktur antigeniknya
streptococcus sanguis tampak kompleks(Rosan, 1973). Kebanyakan dari streptococcus sanguis memiliki Lancefield
group H (Farmer,1954).
Streptococcus mitis(streptococcus mitior) adalah alpha hemolyticuspada media agar
darah, biasa tidak memproduksi extracellular polysaccharides dari sukrosa.
Bentuknya tidak sama karena perbedaan atas sifat biochemical activity dan carbohydrate fermentation
reactions(Guggenheim, 1968), dan soesiees ini diidentifikasi terutama dengan eliminasi proses. Colman dan
Williams (1972) menunjukkan bahwa dinding sel dari streptococcus mitis ditandai dengan tidak adanya rhamnose
dan adanya ribitol teichoic acid ini merupakan kekhususan dari spesies ini. Seperti streptococcus yang lain
streptococcus mitis merupakan penyebab dari subacute bacterial endocarditis. Clark (1924) menemukan
streptococcus pada 72 % material yang diambil dari caries dentis, maka kuman ini memainkan peranan penting
dalam terbentuknya caries gigi. Dia juga menemukan spesies lain mempunyai marfologi dan reaksi kultur yang
dinamakan streptpcoccus mutans, biasa ditemukan pada kultur murni.
Hasil percobaan pada binatang dan manusia diyakini bahwa Streptococcus mutans sebagai penyebab caries gigi
bersama-sama dengan spesies lainnya( Gibbons dkk, 1974; Ikeda dan Sandham, 1971; Littleton, Kahehashi dan
Fitzgerald, 1970; Loesche dkk, 1975; Shklair, Keene Simonson 1972; Shklair, Keene dan Cullen ,1974; Street,
Goldner dan LeRiche, !976. Penilitian pada binatang Gibbons(1972) menunjukan bahwa dalam terjadinya caries
menemukan peran enterococci bersama-sama dengan streptococcus salivarius, streptococcus sanguis dan
streptococcus mitis. Spesies ini tidak sekariogenik streptococcus mutans. Atas dasar streptococcus mutans adalah
penyebab utama caries dentis, ada pemikiran untuk membuat vaksin dari caries dentis. Meskipun demikian masih
diperlukan berbagai penelitian sebelum menerapkan immunisasi terhadap caries.
Selain dari yang diatas terdapat dua kuman yang jarang ditemukan yaitu Streptococcus pyogenes dan streptococcus
faecalis.
Streptococcus pyogenes merupakan spesies prototype Lancefields group A
streptococci yang jarang dijumpai sebagai flora normal dalam mulut, biasanya didapatkan dari pemeriksaan pasien
dengan infeksi tenggorokan streptococcus tanpa gejalanya(Ross, 1971).
Streptococcus faecalis dan berbagai macam spesies yang jumlahnya sedikit pada manusia.
Bahn dkk, 1960; Williams dkk, 1950; Winkler dan van Amerongen, 1959 melaporkan dijumpai enterococci pada
pemeriksaan spescimen yang diambil dari berbagai tempat didalam mulut.
Gold, Jordan dan van Houte (1975) dari penelitiannya menemukan 60 % - 75 % enterococci. Spesies yang paling
banyak dijumpai adalah streptococcus faecalis.
Peptostreptococcus
Peptostreptococcus bersifat anaerob, gram-positif, bulat sampai oval dengan ukuran 0,7 1 m. Pada pewarnaan
ditemukan berpasangan dan rantai pendek atau panjang, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Reaksi katalis
negatif. Kebanyak spesies menyebabkan fermentasi karbohydrat sehigga terbentuk berbagai asam organik dan gas.
Beberapa spesies juga memproduksi asam laktat(Martin, 1974), produksi akhir dari fermantasi menghasilkan acetic,
formic, isovaleric, succinic dan berbagai asam organik lainnya. Reaksi hemolitik terhadap media agar darah sangat
bervariasi, beberapa spesies menyebabkan alpha hemolisis dan yang lain menyebabkan beta hemolisis.Pembagian
spesies didasarkan reaksi fermentasi dan analisa asam organik yang dikenal dengan gas chromatografi.
Peptostreptococcus ditemukan terutama didalam mulut dan juga di tractus genitalia wanita(Gibbons dkk, 1964;
Youmans, Peterson dan Sommers, 1975). Kemungkinan merupakan etiologi dari pueperal sepsis pyogenic dan
infeksi dari luka. Finegold dkk (1972) menyatakan bahwa peptostreptococcus merupakan penyebab semua infeksi
pada manusia.
Gram negative cocci
Neisseria dan Branhamella
Gram-negative, tidak bergerak, tidak membentuk spora, berbentuk coffee bean/diplococci, aerobik, membentuk
enzyme cytochrome oxidase yang merupakan bakteri yang terdapat pada mucous membrane dari rongga mulut
dan saluran nafas bagian atas.Genus dari Neisseria dibagi menjadi spesies yang pathogenik yaitu Neisseria
gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis dan spesies yang commensal yaitu Neisseria sicca, Neisseria subflava,
Neisseria flavescens dan Neisseria mucosa, pembagian ini berdasarkan reaksi fermentasi karbohydrat.Spesies yang
tadinya disebut Neisseria catarrhalis sekarang disebut Branhamella. Branhamella catarrrhalis beda dari spesies
Neisseria umumnya karena tidak memproduksi asam dari karbo hidrat seperti glucosa, maltosa, sukrosa dan
fruktosa. Juga DNA berdasarkan ratio guanine ditambah cytosine dengan batas 47 52 moles %(Buchanan dan
Gibbons, 1974). Spesies dari genus Neisseria yang biasa terdapat/hidup dalam rongga mulut tidak patogen atau
virulentnya lemah, meskipun dilaporkan terjadi subacute bacterial endocarditis(Hudson, !957) dan purulent
meningitis(Losli dan Lindsey, 1963). Morris (1954) dan Pike dkk, (1963) membuat klassifikasi berdasarkan
penelitiannya ; N. pharynges atau N. Catarrhalis (Branhanmella catarrhalis). Ritz (1967) meneliti tentang
keberadaannya dalam plaque gigi dan mendapat lokasi distribusi secara segar, hal ini didapat dengan cara
Fluorescent antibody staining technique. Dua spesies yaitu Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis tidak
terdapat secara normal didalam mulut manusia.Neisseria gonorrhoaea menyebabkan stomatitis primer, parotitis atau
pharyngitis, terjadi karena terjadi kontak antara mulut dengan alat genital(Metzger, 1970; Schmidt, Hjrting, Hansen
dan Philipsen, 1961; Wiesner dkk, 1973 atau autoinoculation dariprimary genital infection via jari tangan.
Veillonella
Genus veillonella dibagi atas dua spesies ; Veillonella alcalescens dan Veillonella parvula (Holdelman, Cato, dan
Moore, 1977). Mempunyai diameter 5m tidak bergerak, gram-negatif, oxidase-negatif, anaerob diplococci, tidak
memfermentasi karbo hidrat, memanfaatkan lactic, succinic dan asam2 lain sebagai sumber energi(Rogosa, 1964).
Rogosa (1956) menemukan media khusus untuk membiakan dari spesimen yang berasal dari klinik. Veillonella
adalah flora yang hidup dalam keadaan normal didalam usus dan sistim urogenital manusia. Ditemukan dalam
jumlah yang banyak diberbagai tempat di dalam mulut(Hardie dan Bowden, 1974).
Veillonella mempunyai sifat patogen yang tidak jelas tapi dia ditemukan dari spesimen bakteri campuran yang
berasal dari pasien dengan appendicitis, periodontitis, pulmonary gangrene dan tonsilitis(Nolte, 1973), peranan dari
Veillonella pada infeksi campuran ini belum betul2 jelas, walaupun dinding sel memiliki lipopolysaccharide dengan
kemampuan endotoxic(Hofstad dan Kristoffersen, 1970; Mergenhagen dan Varah, 1963; Mergenhagen, Zipkin dan
Varah, 1962) dan pengeluaran endotoxin menunjukan menyebabkan terjadinya local Shwartzman reaction dari kulit
(Mergenhagen, 1960; Mergenhagen, Hampp dan Scherp, 1961), dan palatal mucosa dari kelinci(Rizzo dan
Mergenhagen, 1964). Bila Veillonella terdapat pada plaque dan gingival crevice, endotoxinnya dapat menimbulkan
gingivitis marginalis kronis dan periodontitis marginalis kronis melalui diaktifkannya Complement
cascade(Snyderman, 1973).
Gram positif rods dan filaments
Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia
Actinomyces, Arachnia, Bifidobacterium, Bacterionema dan Rothia. Golongan Actinomyces, Arachnia, Bacterionema
dan Rothia sekarang diklassifikasikan kedalam famili Actinomycetaceae. kecuali kelompok Bifidobacterium yang
biologi dan patogenitas masih didiskusi secara rinci dalam morphology oleh Slack dan Gerencser(1975).
Actinomycetaceae adalah gram-positif, umumnya diphtheroid atau club-shaped rods dimana cendrung membentuk
cabang2 filament dijaringan infeksi atau pada kultur invitro. Bentuk diphtheroid atau coccoid terbentuk kita terjadi
fragment dai filament. Bersifat tidak bergerak, tidak membentuk endospora, dan not acid-fast. Pada umumnya
fakultatif anaerob, tapi ada satu spesies hidup dengan baik pada kondisi aerobic. Dapat membentuk atau tidak
membentuk ezyme catalase.
Hidup membutuhan oxygen, kemampuan membentuk catalase, dinding sel
mempunyai diaminopimelic acid(DAP), produksi propionic acid dari glukosa, dan penyakit karena kuman yang
ditemukan dalam mulut manusia.
Actinomyces bovis tidak terdapat pada manusia, hanya pada binatang(Slack dan Gerencser, 1975).
Karakteristik kuman didapat berdasarkan; koloni, microscopic marphologic, penggunaan fermentasi dan biochemical
test, analisa hasil fermentasi akhir atas nilai gas chromatographydan serologic techniques. Prosedur isolasi dan
indentifikasi dari actinomyces, arachnia, dan Rothia disimpulkan oleh Slack dan Gerencser (1975).
Etiologi dari actinomycosis pada manusia adalah Actinomyces israelii(georg, 1970; Holm, 1950; Slack, 1942).Brook
dkk, 1973; Georg dan Coleman, 1970 menyatakan tentang spesies dari genus Actinomyces dan Arachnia propionica.
Kuman ini masuk kejaringan tubuh melalui ekstraksi gigi berbagai prosedur operasi, fraktur rahang, pulpa yang
terbuka karena caries, aspirasi dari paru2, hematogenous extension, atau trauma. Secara klinis ada beberapa type
infeksi kuman ini ; cervicofacial(Evert, 1970; Hartley dab Schatten, 1973; Hertz 1960; Hunter dan Westrick, 1957;
Kapsimalis danGarrington, 1968); thoracic(Coodley, 1960; Foley, Dines dan Dolan, 1971; Prather dkk, 1970; Slade,
Slesser, dan Southgate, 1973), dan Abdominal (Adar dkk, 1972; Pheils, Reid dan Ross, 1964; Putman, Dockerty, dan
Waugh, 1950), infeksi dari central nervous system(Fetter, Klintworth dan Hendry, 1967), tulang(Cope, 1951), kulit dan
luka(Cullen danSharp, 1951). Infeksi type cervicofacial yang paling sering terjadi.Infeksi Actinomyces mempunyai ciri
yang khas yaitu chronic granulomatous abscesses, adanya sinus tract tempat keluarnya pus dan material nekrosis.
Didalam pus atau jaringan dijumpai kuman berbentuk cabang2 atau filament2 yang bergelobang/kriting atau sufur
granules, keluar kepermukaan berwarna kuning. Adanya granules tidak spesifik infeksi Actinomyces bisa saja infeksi
kuman lain misalnya Nocardia brasilliensis(Macotela-Ruiz dan Gonzalez-Angulo, 1966), Staphylococcus
aureus(Spier, Mitchener dan Galloway, 1971) dan Streptomyces madurrae(Emmons, Binford, dan Utz, 1970); oleh
karena pemeriksaan kultur kuman penyebab sangat diperlukan untuk memperoleh terapi yang tepat. Meskipun
penyakit Actinomycosis bukan penyakit yang harus dilaporkan, dalam periode 1949- 1969, terjadi kematian pada
umur rata2 25 tahun(Slack dan Gerencser, 1975).Sebagai tambahan tentang Actinomyces; beberapa spesiesnya
menimbulkan periodontal pathosis pada percobaan binatang percobaan atau kelainan permukaan akar atau caries
yang dalam.
Socransky, Hubersak dan Propas (1970) menyatakan terjadi kerusakan periodontal dari germfree rats akibat
Actinomyces naeslundii yang berasal dari manusia, meskipun hal ini tidak terbukti pada manusia dengan penyakit
periodontal. Actinomyces viscosus yang tadinya bernama Odontomyces viscosus pertama kali ditemukan oleh
Howell (1963) pada gingival plaque dari hamster dengan penyakit periodontal. Kemudian Jordan dan Keyes (1964)
dan Jordan, Keyes dan Bellack (1972) menyatakan bahwa kuman ini dapat menyebabkan penyakit periodontal pada
hamsters dan gnobiotic rats. Syed dkk menemukan Actinomyces viscosus dari pemeriksaan spesimen yang berasal
dari caries pada permukaan akar. Kuman ini memproduksi extracellular polysaccharides (Rosan dan Hammond,
1974) tanpa sukrosa, dimana mempunyai kemampuan untuk membentuk plaque gigi.(Jordan, Keyes dan Lim, 1969),
Actinomyces odontolyticus pertama kali ditemukan oleh Batty(1958). Sejak dilakukan penelitian terhadap 200
spesimen dari caries pada manusia, dinyatakan kuman ini sebagai penyebab caries gigi.
Arachnia propionica, yang sebelumnya dinamakan Actinomyces propionicus terdapat dalam mulut manusia(Slack,
Landfried dan Gerencser, 1971). Actinomyces israelii pertama kali ditemukan pada lacrimal canaliculitis oleh Pine
dan Hardin (1959), Arachnia propionica merupakan etiologi yang penting terjadinya infeksi lokal dan sistemik pada
manusia(Brock dkk, 1973; Georg, 1974).
Bifidobacterium(Rogosa, 1974) adalah gram-positif, tidak bergerak, tidak membentuk spora yang merupakan yang
khas dari marphologinya, berbentuk seragam(uniform) atau cabang( bifurcated Y, V dan berkelompok,. Bentuk
marphology tergantung kondisi nutrisi dan perwarnaan yang tak stabil. Kemampuan fermentasi terhadap berbagai
karbo hidrat dan tidak membentuk gas, produk akhirnya dari fermentasi glucosa adalah acetic dan lactic acid, bersifat
anaeriobic dan mempunyai toleransi terhadap oxygen bila juga terdapat CO2 . Kuman ini ditemukan hidup normal
disaluran pencernaan dan vagina manusia dan binatang. Spesies yang digambarkan tabel 5 adalah hasil pembiakan
dari rongga mulut manusia(Holdeman, Cato, dan Moore, 1977; Scardovi dkk, 1971). Genus Bacterionema(Gilmour,
1961; Gilmour dan Beck, 1961; Howell dan Pine, 1961) dan Rothia(Georg, dan Brown, 1967) mempunyai spesies
tunggal yaitu Bacterionema matruchotti dan Rothia dentocariosa. Bacterionema matruchotti selalu ditemu pada hasil
pembiakan spesimen yang berasal dari plaque gigi dan calculus, tapi tidak dinyatakan sebagai penyebab penyakit
pada manusia, Sejak kuman ini mempunyai kemampuan untuk merubah intracellular calcium menjadi
hydroxyapatite(Ennever, 1963; Ennever, Vogel dan Takazoe, 1968; Takazoe, Vogel dan Ennever, 1970), mempunyai
peranan penting dalam pembentukan calculus gigi.
Rothia dentocariosa pertama kali ditemukan dari carious dentin oleh Onisi(1949), juga ditemukan pada abscess,
darah dan cairan spinal dari manusia(Brown, Georg dan Waters, 1969); meskipun dinyatakan sebagai penyebab
penyakit manusia tapi tidak selalu dipastikan.
BAB I
PENDAHULUAN
Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam famili Pseudomonadaceae. Pseudomonadaceae
dan beberapa genus lain bersama organisme tertentu, dikenal sebagai Pseudomonas. Istilah
Pseudomonas ditujukan pada bakteri yang mempunyai perlengkapan fisiologik sama dengan
bakteri dari genus Pseudomonas. Dalam habitat alam tersebar luas dan memegang peranan
peting dalam dalam pembusukan zat organik. Bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih.
Beberapa diantaranya adalah fakultatif khemolitotrof, dapat memakai H 2atau CO sebagai sumber
karbon dan katalase positif.
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini kadangkadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang
abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu
memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi.
Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus
normal dan pada kulit manusia. Tetapi, infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema
serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Angka
fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai 50 %. Infeksinya biasanya gawat, sulit diobati dan
biasanya merupakan infeksi nosocomial. Infeksi nosokomial akibat Pseudomonas
aeruginosa salah satunya melalui kateter yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Genus
Pseudomonas mempunyai spesies paling sedikit 10-12 yang penting dalam klinik.
Pseudomonas tersebar luas di dalam tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa bersifat
invasif dan toksigenik, menyebabkan infeksi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
abnormal, dan merupakan patogen nosokomial yang penting. Grup Pseudomonas merupakan
bakteri gram negatif yang berbentuk batang, motil, dan bersifat aerob, beberapa diantaranya
menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Pseudomonas banyak ditemukan di air, tanah,
tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Pseudomonas aeruginosa sering terdapat di flora normal usus
dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil serta merupakan patogen utama dari kelompoknya.
Spesies Pseudomonas yang lain jarang menyebabkan penyakit.
Klasifikasi Pseudomonas didasarkan pada homologi Rrna/ DNA, dan ciri khas biakannya
yang lazim. Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di lingkungan
rumah sakit yang lembab. Bakteri ini dapat membentuk koloni pada manusia normal, dan
bertindak sebagai saprofit. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit bila daya tahan tubuh
penjamu abnormal.
BAB II
PEMBAHASAN
Bakteri Pseudomonas aeroginusa sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia.
Organisme ini merupakan penyebab 10-20% infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita
dengan neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain-lain.
A. KASUS
Raya berusia 21 tahun korban kebakaran, yang menderita 50% luka bakar di tubuhnya dan ia
rawat di Rumah Sakit selama 15 hari dengan pemasangan kateter. Kondisi Raya mulai membaik
dan luka bakar mulai mengering, maka Dokter menyatakan Raya diperbolehkan rawat jalan.
Namun setelah 3 hari dirumah, Raya merasakan nyeri serta sulit buang air kecil, dan luka
bakarnyapun mengeluarkan nanah berwarna hijau-kebiruan. Raya kembali ke Rumah Sakit dan
disarankan dokter untuk periksa ke laboratorium.
D. TAKSONOMI
Kingdom
Fillum
Class
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Bacteria
: Proteobacteria
: Gamma Proteobacteria
: Pseudomonadales
: Pseudomonadaceae
: Pseudomonas
: Pseudomonas aeruginosa
E. KLASIFIKASI
Grup dan Subgrup Homologi
Rna
Kelompok Flouresen
Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas flouresen
Pseudomonas putida
Pseudomonas stutzeri
Pseudomonas mendocina
Bulkhorderia pseudomallei
Bulkhorderia mallei
Bulkhorderia cepacia
Ralstonia pickettii
Comamonas species
Acidovorax species
Brevundimonas species
Stenotrophomonas maltophilia
Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan
dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus.
Koloni besar dan halus dengan permukaan rata.
Koloni halus dan mucoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat. Tipe ini sering didapat
dari sekresi saluran pernapasan dan saluran kemih.
Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid
dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan
bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada
suatu permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri
dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan
komplemen.Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan
hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia.
3. Media Selektif Pseudomonas
Media Pseudomonas Agar merupakan media awal yang diusulkan oleh King, Ward, dan
Raney (1954) untuk mengisolasi dan membedakanPseudomonas berdasarkan pembentukkan
piosianin dan/atau piorubin atau materi fluoresein). Media Pseudomonas Agar Base ada dua
macam yaitu tipe P (menginduksi piosianin atau piorubin) dan F (menginduksi pigmen
fluoresein, menghambat pigmen piosianin).
4. Sifat Pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C,
pertumbuhannya pada suhu 420 C membantu membedakan spesies ini dari spesies pseudomonas
yang lain dari kelompok fluoresensi. Bakteri ini bersifat oksidase-positif, dan tidak
memfermentasi karbohidrat, tetapi banyak strain yang mengoksidai glukosa. Identifikasi
biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-positif, adanya pigmen yang khas, dan
pertumbuhan pada suhu 420 C. Untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari spesies
pseudomonas yang lain berdasarkan aktivitas biokimianya, diperlukan pengujian dengan
berbagai substrat.
G. STRUKTUR ANTIGEN DAN TOKSIN
Pseudomonas aeruginosa memiliki 2 macam antigen yaitu antigen-H dan antigen-O dan
paling sedikit ada 7 tipe antigen Pseudomonas aeruginosa yang telah ditetepkan.
Lipopolisakarida menentukan kekhususan antigen. Vaksin dari tipe-tipe ini yang diberikan pada
penderita high-risk akan memberikan perlindungan terhadap sepsis Pseudomonas 10 hari
kemudian. Pengobatan seperti ini diberikan pada kasus-kasus leukemia, luka bakar, fibrosis
kristik dan penekanan immune.
Fili ( fimbria ) menjulur dari pemukaan sel dan membantu pelekatan pada sel epitel
pejamu. Eksopolisakarida merupakan komponen yang menyebabkan terlihatnya koloni mukoid
pada
biakan
pasien
fibrosis
kistik.
Lipopolisakarida,
yang
ada
dalam
berbagai immunotype, bertanggung
jawab
untuk
kebanyakan
sifat
endotoksik
organisme. Pseudomonas
aeuginosadapat
dibedakan
jenisnya
berdasarkan
pada immunotype lipopolisakarida dan kerentanannya terhadap piosin ( bakterisin ). Sebagian
besar isolatPseudomonas aeruginosa yang berasal dari infeksi klinis menghasilkan enzim
ekstraseluller, termasuk elastase, protease , dan dua hemolisin : fosfolipase C tidak tahan panas
dan glikolipid tahan panas.
Banyak strain Pseudomonas aeruginosa menghasilkan eksotoksin A, yang menyebabkan
nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang jika disuntikkan dalam bentuk murni. Toksin
tersebut menghambat sintesis protein melalui suatu difteri, walaupun struktur kedua toksin
tersebut tidak sama. Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan pada beberapa serum manusia,
termasuk pasien yang telah sembuh dari infeksi berat Pseudomonas aeruginosa.
Toksin merupakan zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematianorganisme, biasanya
dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skalamolekul. Sedangkan bakteriosin
merupakan komponen mikroba dengan berat molekul rendah yang membatasi pertumbuhan
bakteri patogen. Bakteriosin yang diproduksi bakteri gram negatif mempunyai aktivitas dan
spektrum yang luas dibanding bakteriosin yang dihasilkan bakteri gram positif. Produk
ekstraseluler yang dihasilkan berupa enzim-enzim, yaitu elastase, protease, dan dua hemolisin,
fosfolipase C yang tidak tahan panas, phenazine dan rhamnolipid.
H. PATOGENESIS
Pseudomonas aeruginosa bersifat patogenik hanya bila terpajan pada daerah yang tidak
terdapat pertahanan tubuh normal, misalnya apabila membran mukosa dan kulit rusak akibat
kerusakan jaringan langsung, jika digunakan kateter intravena atau urine atau jika terdapat
neutropenia, seperti pada penyakit kanker yang diberikan kemoterapi. Bakteri ini menempel dan
membentuk koloni pada membran mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal, dan menyebabkan
penyakit sistemik.
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal dan
menimbulkan penyakit ialah :
Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang
menentukan
kemampuan Pseudomonas
aeruginosamenyerang
jaringan.
Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain
menyebabkan gejala sepsis dan syok septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein
eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur
kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada
EF-2.
Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga
mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler, seperti elastase dan protease
mempunyai efek hidrotoksik dan mempermudah invasi organisme ini ke dalam pembuluh darah.
Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum
penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Piosianin merusak silia dan sel mukosa pada
saluran pernafasan. Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya
demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata, dan
sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa.
Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III. Secara signifikan lebih
virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi tipe III adalah
sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein yang terbentang dari
bagian dalam hingga luar membran sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi
toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah
netralisasi antibodi.
I. TEMUAN KLINIS
Pseudomonas aeroginusa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar, menghasilkan
nanah warna hijau, meningitis jika masuk melalui fungsi lumbal, dan infeksi saluran kencing jika
masuk melalui kateter dan instrumen atau karena larutan irigasi. Penyerangan pada saluran nafas,
khususnya respirator yang tercemar, mengakibatkan pneumonia nekrotika (necrotizing
pneumonia). Bakteri sering ditemukan pada otitis ekterna ringan pada perenang. Hal ini dapat
menyebabkan otitis ekterna ganas pada pasien diabetes. Infeksi pada mata, yang mengarah pada
perusakan mata dengan cepat, biasanya terjadi sesudah luka atau operasi mata. Pada bayi dan
orang yang lemah Pseudomonas aeroginusa mungkin masuk aliran darah dan mengakibatkan
sepsis yang fatal, hal ini terjadi biasanya pada pasien dengan leukemia atau limfoma yang
mendapatkan terapi antineoplastik atau terapi radiasi dan pada pasien dengan luka bakar yang
berat.
Sebagian besar infeksi Pseudomonas aeroginusa, gejala dan tandanya tidak spesifik dan
berkaitan dengan organ yang terserang. Kadang-kadang, verdoglobin (hasil perpecahan
hemoglobin) atau pigmen fluoresen dapat dideteksi pada luka, luka bakar, atau urine dengan
sinar ultraviolet. Nekrosis hemoragik pada kulit sering terjadi dalam sepsis karena Pseudomonas
aeroginusa; luka yang disebut ektima gangrenosum, dikelilingi daerah kemerahan dan sering
tidak berisikan nanah. Pseudomonas aeroginusa dapat dilihat pada sediaan hapusan dari lesi
ektima yang diwarnai dengan Gram, dan hasil biakan positif. Ektima gangrenosum tidak biasa
terjadi pada bakteremia oleh mikroba selain Pseudomonas aeroginusa.
J. UJI LABORATORIUM DIAGNOSTIK
a. Spesimen
Spesimen dari luka kulit, nanah, darah, cairan spinal, sputum, dan bagian lain diambil sesuai
tempat infeksi.
b. Hapusan
Batang gram-negatif sering dilihat pada hapusan. Tidak ada karakteristik morfologi spesifik yang
membedakan Pseudomonas dari enterik atau batang gram negative lain.
c. Biakan
Spesimen ditanam pada lempeng agar darah dan media deferensial yang biasanya digunakan
untuk membiakkan bakteri batang gram-negatif enterik. Pseudomonas tumbuh cepat pada
sebagian besar media tersebut, tetapi mungkin tumbuh lebih pelan dibanding
enterik. Pseudomonas aeroginusa tidak meragikan laktosa dan mudah dibedakan dari bakteri
peragi laktosa. Pembiakan merupakan tes spesifik dari diagnosis infeksiPseudomonas
aeroginusa.
K. INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosocomial adalah infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan. Infeksi nosocomial saat ini merupakan salah satu penyebab
meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit,
sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di Negara berkembang maupun di Negara
maju.
Saat ini, angka kejadian infeksi nosocomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu
pelayanan rumah sakit. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka
kejadian infeksi nosocomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang
ditimbulkan akibat infeksi nosocomial sehingga pihak penderita sangat dirugikan.
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan,
yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang
berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap penyakit infeksi.
Masuknya mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari sekitar penderita,
dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
Tempat atau kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar
operasi dan kamar bersalin
Di beberapa bagian terutama di bagian penyakit dalam, terdapat banyak prosedur dan
tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit
dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Pasien
dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif,
infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit
yang yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan,
diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan immunosupresan atau steroid didapatkan
bahwa risiko terkena infeksi nosokomial lebih besar. Faktor-faktor yang berperan memberi
peluang timbulnya infeksi nosokomial adalah sebagai berikut :
a. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita ( intrinsic factor )seperti umur, jenis kelamin, kondisi
umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar
( multipatologi ) beserta komplikasinya. Faktor-faktor ini merupakan faktor predisposisi.
b. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan ( length of stay ), menurunnya standar
pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
c. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak
jaringan, lamanya pemaparan ( length of exposure ) antara sumber penularan ( reservoir ) dengan
penderita.
Tahap infeksi nosokomial
a. Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita)melalui
mekanisme penyebaran (mode of transmission).
1) Penularan langsung
Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga/pengunjung, dan penderita
lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat transfusi darah,
2) Penularan tidak langsung
Penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut :
a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati seperti
peralatan medis, bahan-bahan material medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita.
b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor seperti
lalat. Luka terbuka, jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan
dihinggapi lalat.
c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang
disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan
gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.
d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penyebaran/penularan penyakit infeksi melalui air kecil
sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku mutu.
e) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi karena
ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya.
Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang cukup banyak.
b. Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ pejamu
(penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit seperti adanya
kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hudung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lainlain
1) Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi sewaktu
melakukan insisi bedah atau jarum suntik.
2) Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena tindakan
invasif, seperti:
a) Tindakan kateterisasi, sistoskopi
b) Pemeriksaan dan tindakan ginekologi
c) Pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis,
maupun tanpa bantuan yaitu penyebaran/penularan.
3) Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran napas.
Partikel infeksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol. Penularan langsung
dapat terjadi melalui percikan ludah apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran
napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga
dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi.
4) Dengan cara ingesti, yaitu melalalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada saat
makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakuakan invasi dan mencari
jaringan yang sesuai. Selanjutnya melakukan multiplikasi /berkembang biak disertai dengan
tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dari pejamu. Sehingga
terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan
fisiologis/fungsi jaringan.
L. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu :
Infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan
Infeksi saluran kemih
Infeksi pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis
Otitis eksterna ringan pada perenang
Infeksi mata
1. Penyebaran
Pseudomonas aeruginosa dapat dijumpai di banyak tempat di rumah sakit; desinfektan,
alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air dan kain pel. Penyebaran Pseudomonas
aeruginosamelalui aliran udara, air, tangan tercemar, penanganan dan alat-alat yang tidak steril
di rumah sakit. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat, nyamuk, dsb) yang telah
tercemar. Pseudomonas aeroginusamenyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan
terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan.
2. Penularan
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami penyebaran dan
mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan.Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari
saluran yang telah diinfeksinya. Apabila menginfeksi pada saluran pernapasan maka akan
meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain.
Mengingat Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial, cara pemindahsebarannya
dapat melalui penanganan dan penggunaan alat yang tidak steril. Kemudian akan menginfeksi
inang lain yang rentan pada bagian tertentu misalnya saluran kencing. Inang rentan ini biasanya
pasien bedah, pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani pengobatan radiasi,
juga pasien dengan peralatan yang menembus tubuh.
3. Gejala
Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung berat:
Infeksi pada luka atau luka bakar, ditandai dengan nanah biru-hijau dan bau manis seperti
anggur. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam keunguan dengan diameter
sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang dikelilingi daerah kemerahan dan
pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan lipat paha. Hal ini dapat juga dialami oleh
penderita kanker.
Infeksi saluran kemih, biasanya kronis dan terjadi pada orang tua.
Pneumonia, pada fibrosis kistik mungkin terjadi kolonisasi kuman strain yang berlendir pada
paru-paru. Infeksi paru-paru pada penderita bila menghirup Pseudomonas aeruginosa dalam
jumlah besar pada alat bantu pernafasan yang tercemar. Sering menyebabkan gangguan mental,
renjatan septik gram negatif dan sianosis yang semakin berat.
Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri telinga hebat dan
kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing manis.
Infeksi mata, Pseudomonas bisa menyebabkan koreng pada mata, mencemari lensa mata dan
cairan lensa.
M. Hasil Ujibiokimia
MEDIA UJI BIOKIMIA
HASIL
KIA : Fermentasi
Al/al
H2S
Gas
SIM : indol
motil
H2S
Urea
Citrat
MR
VP
PAD
Glukosa
Maltosa
Manitol
Laktosa
Sukrosa
DAFTAR PUSTAKA