disusun oleh :
Arini Amalia A.
Rio Guntur Maharsi
Dita Damayanti S.
Annisa Trihapsari
Dengah Hadassah Govicar
Dian Islamiati
Firas Aftia Khairinisa
Nadiya Nabila
Maudy Annissa W
Arina Sani Nafisa
Fara Salsabila Susilo
(160110140088)
(160110140089)
(160110140090)
(160110140091)
(160110140092)
(160110140093)
(160110140094)
(160110140095)
(160110140096)
(160110140097)
(160110140098)
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas tutorial ini.
Pengembangan pembelajaran dari materi yang ada pada tutorial ini dapat
senantiasa dilakukan oleh mahasiswa. Upaya ini diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan penguasaan materi oleh mahasiswa sesuai dengan kompetensi
yang dipersyaratkan.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
PENDAHULUAN..................................................................................... vii
BAB I...................................................................................................... 1
STUDI KASUS.......................................................................................... 1
1.1
Kasus.......................................................................................... 1
1.2
Mekanisme................................................................................... 2
1.3
Learning Issues.............................................................................. 3
BAB II..................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
2.1
Mastikasi...................................................................................... 4
2.1.1
Anatomi................................................................................. 4
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
Mekanisme Mastikasi........................................................12
2.2
Deglutisi.................................................................................... 13
2.2.1
Anatomi............................................................................... 14
2.2.2
Fase Penelanan......................................................................22
2.2.3
Neurologi Deglutisi.................................................................25
2.3
2.3.1
2.3.2
Mendeteksi Ketidakseimbangan Otot Orofasial dan Pola Penelanan yang
Salah pada Anak................................................................................. 31
2.3.3
Mekanisme Terjadinya Maloklusi akibat Ketidakseimbangan Otot
Orofasial ..............................................................................................
.....................32
2.4
2.4.1
2.4.2
2.4.3
2.5
2.6
Maloklusi................................................................................... 53
2.6.1
Etiologi Maloklusi..................................................................55
2.6.2
Klasifikasi Dental...................................................................62
2.7
2.8
BAB III.................................................................................................. 77
PEMBAHASAN....................................................................................... 77
3.1 Rumusan Masalah.............................................................................. 77
3.2 Teori.............................................................................................. 77
BAB IV.................................................................................................. 82
SIMPULAN............................................................................................. 82
PENDAHULUAN
: Baik
Pemeriksaan ekstraoral
Pemeriksaan intraoral
: Over jet 7 mm; over bite -2 mm
Palatum sempit dan dalam
Pada saat melakukan gerakan penelanan dan bicara ujung lidah
berada di antara gigi insisif rahang atas dan bawah
BAB I
STUDI KASUS
i.1
Kasus
AISHA CASE
Tutorial I Bagian I
Aisha anak usia 9 tahun datang diantar ibunya ke RSGM dengan keluhan
gigi depan rahang atas tumbuh maju ke depan dan mengganggu. Mulut Aisha
selalu dengan posisi terbuka ketika aktivitas menonton TV atau bermain dan susah
mengunyah sayur dan daging. Selain itu selalu berantakan kalau makan. Anak
mengalami kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
Instruksi
1. Apa masalah Aisha?
2. Tentukan hipotesis berdasarkan makalah yang dimiliki Aisha!
3. Tentukan pokok-pokok persoalan yang berkaitan dengan keluhan Aisha!
(Learning Issue)
Tutorial I Bagian II
Ibunya Aisha menceritakan bahwa Aisha masih minum susu botol sampai
usia 7 tahun, Dokter gigi menemukan adanya tounge trust dan posisi dagu terlihat
ke belakang.
1. Kondisi keadaan umum
: Baik
2. Pemeriksaan ekstraoral
: Profil muka cembung, lip seal negatif
3. Pemeriksaan intraoral
:
- Over jet 7 mm; over bite -2 mm
- Palatum sempit dan dalam
- Pada saat melakukan gerakan penelanan dan bicara ujung lidah
berada di antara gigi insisif rahang atas dan bawah
Instruksi
1. Apakah data tersebut di atas akan mengubah hipotesis anda? Jika ya,
tentukan hipotesis yang baru!
2. Apakah diperlukan pemeriksaan penunjang?
3. Susun pokok-pokok persoalan baru berdasarkan data tersebut!
Tutorial II
Dokter gigi melakukan analisis sefalometri dan mendapatkan sudut ANB 5
derajat, analisis Wits didapatkan nilai 4 mm.
1. Apakah diagnosis kasus Aisha?
2. Apa rencana perawatan untuk kasus tersebut?
Instruksi
1. Presentasikan learning issues tutorial II!
2. Susun learning issues baru berdasarkan data-data diatas!
i.2
Mekanisme
Kebiasaan minum susu botol hingga usia 7 tahun & tongue trust
Maloklusi
i.3
Learning Issues
5. Apa definisi, jenis, mekanisme, dan gejala klinis bad oral habit?
6. Apa saja macam gangguan otot mastikasi dan penelanan beserta terapinya?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ii.1
Mastikasi
Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal,
makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan
penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama
final periode yaitu sebelum penelanan.
ii.1.1 Anatomi
1. Gigi
Komunikasi
Suplai arterial rahang dan gigi datang dari maxillary arteri internal, yang
merupakan sebuah cabang dari arteri carotid eksternal. Cabang-cabang dari
maxillary arteri internal:
a. Inferior alveolar arteri
b. Superior alveolar arteri.
Sedangkan sensor syaraf memberikan suplai pada rahang dan gigi yang
diturunkan
dari
cabang
maxillary dan
mandibular
dari cranial
2. Lidah
Lidah merupakan otot skeletal pada dasar mulut, yang digunakan untuk
proses pengunyahan dan penelanan makanan serta dalam proses bicara. Dalam
proses stomagtonatik lidah memiliki fungsi:
Pergerakan Mandibula
terdiri
dari:
a. Protusi
b. Retrusi
c. Opening (Pembukaan) : kondilus didorong ke depan oleh otot
pterygoideus lateral berlawanan dengan lerengan dari artikular eminensia.
d. Closing (Penutupan) : terjadi oleh kontraksi dari pterygoideus
medial, maseter, dan otot temporalis.
e. Pergerakan sisi ke sisi : ketika dagu bergerak dari satu sisi ke sisi
lain yang jauh dari midline untuk pergerakan grinding antara gigi posterior
4. Otot Mastikasi
a. Otot Pengunyahan
Berikut adalah adalah penjelasan dari otot-otot serta fungsinya dari
otot mastikasi, yaitu:
Otot
M. Temporalis
Origo
Insersio
Os temporal di Apex
bawah
linea permukaan
temporalis
Fungsi
Inervasi
dan Serabut anterior N. Temporales
medial menutup mulut, profundi
posterior
dalam fascia
menarik
mandibula
mandibularis
(V/3)
(N.
M. Masseter
Pars
N. massetericus
superficialis:
angulus
(N. mandibula
2/3
anterior mandibulae,
masseterica,
pars
zygomaticus,
profunda : margo
arcus
M.
zygomaticus
Fossa
Margo
Pterygoideus
pterygoidea,
mandibulae,
medialis
medialis
permukaan
tuberositas
mandibularis
N. pterygoideus
(N.
(V/3)
lateralis proc.
Pyramidalis
M.
Pterygoideus
lateralis
luar
inferius: N. Pterygoideus
kearah dalam
lateralis proc.
temporamandi
Pterygoidei,
bularis,
Caput
: Fovea
(accessorius),
pterygoidea
Caput
Condylaris
inferius
: mandibulae
Facies
temporalis alae
majoris
ossis
sphenoidalis
10
proc.
mandibula
ris (V/3)
(N.
a. Lidah :
Untuk mendorong makanan.
Untuk menumbuk.
Untuk menyeleksi makanan yang sudah bisa ditelan atau belum.
b. Palatum
Bersama lidah menumbuk makanan.
Membedakan makanan yang keras dan halus.
c. Pipi dan bibir
Vestibulum berfungsi untuk menampung makanan.
d. Bibir
Bibir berfungsi sebagai alat sensoris (temperatur, taktil), dan alat
mekanis (membantu memasukan makanan ke dalam mulut).
Pergerakan mastikasi diatur oleh otot otot volunteer (sadar). Akan tetapi,
aktivitas mastikasi yang kompleks, diatur oleh pusat subcortical yang penting.
Pada proses ini juga terjadi gerakan refleks.
11
Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup
rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor
palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic.
12
13
14
ii.2
Deglutisi
Menurut kamus, deglutasi atau deglutition dapat diartikan sebagai proses
memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food
into the body through the mouth.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari
rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi
disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga
mulut sampai ke lambung.
Pada umumnya, proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu (1) fase
oral, yang bersifat volunter dan merupakan pencetus proses menelan, (2) fase
faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui
15
faring ke dalam esophagus, dan (3) fase esophageal, fase involunter lain yang
mengangkut makanan dari faring ke lambung.
ii.2.1 Anatomi
1. Pharynx
Pharynx merupakan bagian saluran pencernaan yang menyilang saluran
pernapasan yang disebut larynx. Pharynx terletak antara cavitasnasi dan
cavitasoris, di belakang larynx. Pharynx meluas dari dasar cranium sampai tepi
bawah cartilage cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra
cervicalis VI di sebelah posterior. Dinding posterior pharynx bersandar pada
fascia prevertebralis fasciae cervicalis profundae.
Dinding pharynx terbentuk oleh dua lapis otot. Lapis otot sirkular di
sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor (M. constrictor pharyngis superior, M.
constrictor pharyngis medius, M. constrictor pharyngis inferior). Lapis otot
longitudinal teratur di sebelah dalam terdiri dari M. palatopharyngeus, M.
salpingo pharyngeus, dan M. stylopharyngeus. Didasarkan atas hubungannya
dengan alat tubuh didekatnya maka pharynx dibedakankedalambagian-bagian:
16
a. Tunica mucosa
Epitel
Nasopharynx dilapisi oleh epitel silindris semu berlapis dengan
laryngopharynx
dilapisi
oleh
epitel
gepeng
berlapis
tanpa
Lamina propria
Pada daerah nasopharynx tampak jelas terlihat adanya membrane
b. Tunica submucosa
Lapisan dinding ini hanya terdapat pada dua tempat yaitu pada
daerah lateral dari nasopharynx dan di dekat perbatasan dengan pangkal
oesophagus.
c. Tunica muscularis
Lapisan ini terdiri atas 2 lapisan otot-otot serat lintang yang
masing-masing sebagai stratum longitudinal dan stratum circulare di
sebelah luarnya.
d. Tunica adventitia
Lapisan ini merupakan jaringan pengikat fibrosa yang tipis dan
pada beberapa tempat otot pada tunica muscularis melekat langsung pada
cranium.
Nasopharynx yang mempunyai fungsi respiratorik, terhubung dengan
hidung melalui kedua choana. Di dalam membrane mukosa atap dan dinding
posterior
nasopharynx
terdapat
massa
jaringan
limfoid,
yakni
tonsilla
pharyngealis. Dari ujung medial tuba auditoria (auditiva) meluas sebuah lipatan
membrane mukosa vertical kebawah, yakni plicasal pingopharyngea.Massa
jaringan limfoid dalam membrane mukosa pharynx di dekat ostium pharyngeum
18
tubae auditori dikenal sebagai tonsilla tubaria (torus tubarius). Posterior terhadap
torus
tubarius
(pembengkakan)
tuba
auditoria
(auditiva)
dan
plicasal
19
20
21
2. Oesophagus
Oesophagus berupa pipa yang berotot dan terbentang antara faring
dangaster.Oesophagus memiliki panjang sekitar 25 cm dan diameter 2,54 cm.
Fungsi dari oesophagus adalah membawa makanan yang berupa bolus dari faring
ke lambung melalui gerakan peristaltis. Oesophagus dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
22
Panjangnya 5 8 cm
Vaskularisasi
i. A. thyroidea inferior
Panjangnya 16 cm
Vaskularisasi
23
Panjangnya 1 4 cm
Vaskularisasi
i. A. gastric sinistra
24
25
maksila yang berdekatan dan didepan hard palate. Lidah malaksanakan peristaltisseperti pergerakan dari sebelum bagian terbelakang untuk transfer
bolus ke
posterior sepanjang dorsum lidah kearah the fauces( lubang dari mulut ke faring
yang dibatasi oleh 2 lapis otot ditutupi membrane mukosa, diantaranya terdapat
tonsil). Kadang-kadang disebut sebagai midpalatal fase. Oral fase berakhir ketika
bolus kontak dengan fauces.
2. Fase Faringeal
Fase ke 2 dimulai sejak bolus berkontak dengan bagian posterior dari
mulai mukosa oral dan dengan mukosa faring. Kontak yang terjadi pada sensitive
area ini terlihat sebagai stimulus dari proses ditransfer ke dalam esophagus, tidak
kedalam trachea/ nasofaring. Refleks penelanan dalam stimulasi mekanikal akan
terganggu setelah area sensitive dilakukan anestesi. Anestesi bisa mengganggu
26
proses penelanan dalam volunter pada beberapa individual dari mekanisme fase
faringeal diatas dimulai.
Dua dasar pemindahan bolus di bawa oleh faring. Keseluruhan dari katup
faringeal di elevasikan oleh otot stylofaringeus dan palatofaringeus, diikuti oleh
gelombang peristaltic dari otot konstriktor faringeal yang akan mendorong bolus
ke dalam esophagus. Laring di elevasikan dan di dorong di bawah lidah dan
epiglottis akan melekukkan bolus ke bawah dan mengakhiri proses pada laring.
Perpindahan yang terjadi pada laring di inisisasikan sebagai proses attachment ke
dalam tulang hyoid yang mana terdapat otot digastric, stylohyoid, mylohyoid, dan
genoihyoid. Perpindahan ini melebarkan bagian atas anterior dari esophagus untuk
membuat menjadi pas/ cukup untuk memerima bolus. Cricopharyngeal /
Hypoparyngeal sphinter digambarkan ketika proses pembukaan faring dari
esophagus. Dan secara normal ditutup untuk mencegah masuknya udara.
Fase kedua dari proses penelanan berakhir ketika bolus dikirimkan dari
faring ke dalam esophagus dan otot-otot dari lidah, palatum, faring serta laring
dalam keadaan rilex. Fase 1 dan 2 penelanan terjadi dengan sangat cepat, sekitar
1-2 detik saja. Proses bernafas dilarang selama fase kedua dari proses penelanan
untuk mencegah makanan masuk ke dalam tenggororkan / jalur pernapasan.
3. Fase Esofageal
Ada 2 gerakan yang dilakukan oleh esofagus, yaitu gerakan peristaltik
primer dan sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari gelombang
peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama tahap
faringeal. Gelombang peristaltik di esofagus berjalan sekitar 8-10 detik.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan ke
dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari
peregangan esofagus oleh makanan yang terthan. Gelombang ini terus berlanjut
sampai semua makanan masuk lambung. Gelombang peristaltik sekunder ini
sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan
sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas
27
1. Fase oral
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk
menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk
ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.Proses ini bertahan kira-kira 0.5
detik
ORGAN
AFEREN
EFEREN (MOTORIK)
(SENSORIK)
Mandibula
n. V.2 (maksilaris)
Bibir
n. V.2 (maksilaris)
n.VII:
m.zigomatikus,levator
anguli
oris,
n. V.3 (lingualis)
Uvula
n. V.2 (mandibularis)
n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII
sebagai serabut efferen (motorik).
28
2. Fase faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi :
a. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula
tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring
b. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
c. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
d. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor
faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,
n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m.
Kriko faring (n.X)
e. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.
ORGAN
AFEREN (SENSORIK)
EFEREN (MOTORIK)
Lidah
n. V.3 (lingualis)
Palatum
n.V.2, n.V.3
29
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
Nasofaring
n. X
Faring
n. X
n.IX,
n.X,
n.XI
m.
Palatofaring,
n.rekuren (n.X)
n.IX :m.stilofaring
Oesofagus
n.X
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf kranial n.V.2, n.V.3 dan n.X
sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut
efferen
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan
waktu
gelombang
peristaltik
dan
memperpanjang
waktu
30
transit
time bertambah
pada
lansia
akibat
dari
31
ii.3
pernafasan. Pola tekanan kompleks otot orofasial berkaitan dengan pola penelanan
yang normal. Aktifitas penelanan menghasilkan tekanan terhadap kompleks
orofasial. Seseorang melakukan penelanan 2000-2400 kali selama 24 jam,
sedangkan anak 800-1200 kali selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan
tekanan yang dihasilkan lidah selama penelanan adalah 40-700 g/cm 2 . Oleh
karena itu, pola penelanan yang salah akan mempengaruhi kompleks otot
orofasial.
Menurut Garliner, tiga otot yang mempengaruhi oklusi gigi selama
penelanan adalah:
1. Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari dalam mulut;
2. Otot masseter dan buccinator, kedua otot tersebut akan teraktivasi setiap gerakan
penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan oleh posisi lidah yang
salah;
3. Otot orbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi-geligi yaitu sebagai penahan
alami gigi anterior. Keseimbangan antara ketiga otot tersebut disebut triangular
force concept.
Posisi lidah terhadap relasi gigi insisif atas dan bawah selama penelanan
akan mengganggu fungsi bibir. Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas
dan bawah saat penelanan, maka lidah akan menahan bibir bawah berkontak
dengan gigi atas. Akibatnya adalah menghalangi fungsi orbicularis oris sebagai
penahan stabilisasi sehingga akhirnya otot tersebut menjadi lemah.
ii.3.1 Perkembangan Proses Penelanan
Kompleks otot orofasial telah sempurna sejak lahir. Hal tersebut berguna
bagi bayi untuk bertahan hidup dan mempelajari sekitarnya. Pola penelanan pada
bayi disebut pola penelanan infantil. Ciri khas penelanan infantil ditandai dengan
kontraksi aktif otot bibir, ujung lidah berkontak dengan bibir bawah, sedangkan
otot lidah bagian posterior dan pharingeal sedikit berkontraksi. Otot lidah bagian
posterior dan pharingeal maturasinya belum sempurna. Pola penelanan infantil
32
akan berlangsung sampai anak berusia satu tahun atau setelah erupsi gigi insisif
sulung.
Sejalan dengan perkembangan anak, otot elevator mendibula mulai
berfungsi dan pola penelanan anak mulai berubah yang disebut periode transisi.
Pergerakan lidah bagian posterior yang kompleks menunjukkan perubahan transisi
yang jelas dari pola penelanan infantil. Pola penelanan dewasa ditandai dengan
berkurangnya aktivitas otot bibir. Bibir menjadi rileks, ujung lidah diletakkan
pada prosesus alveolaris di belakang insisif atas, serta gigi posterior beroklusi saat
penelanan. Proses pola penelanan dewasa yang normal adalah:
1.
2.
3.
4.
mid-line;
5. Otot orbicularis oris menekan gigi insisif atas ke arah posterior.
ii.3.2 Mendeteksi Ketidakseimbangan Otot Orofasial dan Pola Penelanan
yang Salah pada Anak
1. Penempatan Posisi Lidah yang Salah
Penempatan ujung lidah saat istirahat merupakan tanda awal yang harus
diperhatikan. Lidah yang diletakkan terlalu ke anterior, berada diantara gigi insisif
atas dan bawah di dalam rongga mulut. Posisi lidah tersebut tidak mungkin ditarik
ke posterior dalam waktu seperlima detik saat proses penelanan normal. Oleh
karena itu, apabila penempatan posisi lidah yang salah dibiarkan akan
menyebabkan perubahan pola penelanan normal.
2. Pola Penelanan yang Salah
Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas dan bawah saat
penelanan disebut tongue trust. Penempatan posisi lidah yang salah akan menahan
bibir bawah berkontak dengan gigi atas. Akibatnya adalah menghalangi fungsi
otot orbicularis oris sebagai penahan stabilisasi sehingga otot tersebut menjadi
lemah.
3. Bernafas melalui Mulut
33
Anak yang bernafas melalui mulut dapat disebabkan oleh alergi, tonsil,
adenoid. Anak tersebut cenderung untuk menempatkan posisi lidah dibawah dasar
mulut untuk memudahkan aliran udara. Penempatan posisi lidah dibawah dasar
mulut menyebabkan palatum menjadi sempitsehingga lidah cenderung untuk ke
depan atau ke samping diantara gigi atas dan bawah.
4. Kebiasaan Mulut yang Buruk
Kebiasaan mulut merupakan proses pembelajaran kontraksi otot dan
proses alami yang kompleks. Kebiasaan mulut normal merupakan bagian fungsi
dentofasial yang berperan penting terhadap pertumbuhan normal wajah dan
fisiologi oklusal. Kebiasaan mulut yang dilakukan anak berusia lebih dari 4 atau 5
tahun disebut kebiasaan mulut yang buruk. Hal tersebut akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan dentofasial. Kebiasaan mulut yang buruk pada
anak yang sering terjadi adalah menghisap jari dan menggigit bibir.
5. Oklusi yang Buruk (Poor Occlusion)
Oklusi yang buruk dapat disebabkan oleh adanya keausan oklusal,
kerusakan gigi akibat karies, atau hilangnya gigi karena pencabutan. Keadaan
tersebut menyebabkan hilangnya kontak antara gigi atas dan bawah. Apabila
terjadi kehilangan kontak gigi di posterior, maka lidah akan menempati ruang
tersebut, akibatnya adalah terjadi kegagalan fungsi otot masseter dan fungsi
buccinator.
6. Tonus Bibir yang Tidak Adekuat
Bibir atas dan bawah tetap berkontak dalam keadaan istirahat. Fungsi bibir
tersebut berperan sebagai penahan untuk gigi anterior. Kekuatan tonus bibir yang
normal adalah 4-6 lbs yang diukur dengan spring tension gauge. Relasi bibir atasa
dan bawah yang terbuka saat istirahat menunjukkan adanya ketidakseimbangan
otot orofasial. Kekuatan tonus bibir yang tidak adekuat hanya 1-2 lbs. Selain
itu, tonus bibir yang terlalu kuat (hipertonus) juga harus dperhatikan.
7. Kelainan Anatomi Lidah
Adanya ankilosis, makroglosia dan ikatan frenulum yang rendah akan
mengganggu proses penelanan.
34
fungsi
otot
sehingga
terjaadi
maloklusi.
Deteksi
dini
adanya
ketidakseimbangan otot terutama sebelum anak mencapai usia 4-5 tahun atau
sebelum erupsi gigi permanennya akan terjadi koreksi alamiah palatum. Hal
tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan dentofasial kembali
normal.
ii.4
35
Menurut Christensen dan Fields, oral habit dideteksi pada usia 3-6 tahun
melalui pemeriksaan klinis yang merupakan masalah penting karena pada usia ini
oral habit dianggap abnormal.
36
37
Mengisap ibu jari pada bayi kurang dari 6 bulan merupakan salah
satu ekspresi bayi untuk kebutuhan mengisap, terutama kalau sedang lapar.
Tetapi setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan, mengisap jari memberikan
arti lain. Bayi ini membutuhkan ketentraman dan kenikmatan sama seperti
yang pernah mereka alami dulu sewaktu masih kecil. Kini mereka akan
mengisap jari kalau sedang lelah atau mengantuk. Bagi mereka ibu jari
merupakan salah satu benda penghibur. Seringkali nilai ibu jari sedemikian
pentingnya bagi anak, sehingga setelah bertahun-tahun kemudian mereka
baru ingin berhenti melakukan kebiasaan tersebut.
Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah
gangguan. Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut
akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anakanak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan
menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak.Hal ini
sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak
yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6
tahun.
Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya
jari) yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu
kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap
yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat
terjadi karena adanya kombinasi tekanan langsung dari ibu jari dan
perubahan pola tekanan bibir dan pipi pada saat istirahat.Tekanan pipi
pada sudut mulut merupakan tekanan yang tertinggi. Tekanan otot pipi
terhadap gigi-gigi posterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi otot
buccinator selama mengisap pada saat yang sama, sehingga memberikan
risiko lengkung maksila menjadi berbentuk V, ukurannya sempit dan
dalam.
38
39
keadaan ini, kebiasaan mengisap jari yang berlanjut akan mulai terbentuk
sejak awal perkembangan oklusal hingga bisa mengubah posisi gigi-geligi.
Anak-anak sering sekali mempunyai kebiasaan buruk mengisap ibu
jari atau menggigit kuku atau pensil. Kebiasaan buruk ini bila tidak lekas
dihentikan pada anak sebelum gigi permanennya tumbuh, akan
menyebabkan terganggunya perkembangan gigi permanen yang dapat
menyebabkan maloklusi (gigi yang tidak pas pada saat rahang ditutup).
Kebiasaan mengisap jari hanya akan benar-benar merupakan
masalah jika kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi geligi tetap.
Kelihatannya kebiasaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian basal
dari rahang, karena efeknya terbatas pada gigi geligi dan prosesus
alveolaris dari rahang. Bila kebiasaan ini dihentikan, segmen dentoalveolar biasanya akan bertumbuh ke posisi oklusal yang tepat, kecuali
bila beberapa faktor, seperti aktivitas lidah atau bibir menghalanginya.
Belum diketahui apakah gigitan terbalik unilateral bisa membaik dengan
spontan.
40
Bayi kurang puas mengisap susu dari ibu. Hal ini mungkin terjadi
karena hanya sedikit ASI yang keluar akibat adanya gangguan kesehatan
pada ibu, sehingga tidak mencukupi kebutuhan si anak. Mungkin ibu
terlalu sibuk bekerja di luar rumah. Selain itu ada juga ibu yang memang
tidak ingin menyusui bayinya karena takut bentuk buah dadanya menjadi
jelek. Sebagai gantinya bayi diberi susu botol dengan bentuk puting susu
ibu, sehingga gerak fisiologis otot-otot bibir, lidah dan pipi tidak normal.
Pada saat bayi mengisap susu ibunya, bibir akan menempel pada susu ibu
dan tumbuh perasaan nyaman. Tetapi jika bayi mengisap susu dari dot
yang tidak sesuai maka perasaan tersebut sama sekali tidak ada. Apalagi
kalau lubang dot terlalu besar maka kebiasaan mengisap dari mulut bayi
sama sekali berkurang sehingga mencari kepuasan dan kenikmatan dengan
mengisap sesuatu, dimana yang paling mudah yaitu ibu jari.
Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari
lainnya. Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan.
Akan tetapi, kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah
bahkan sampai berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai
menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat
membuat anak suka mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini
berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi. Adanya
kebiasaan
oral
konsekuensinya
mempengaruhi
mungkin
kegagalan
menyebabkan
dalam
menyusui
penyapihan
dini
dan
(proses
percaya bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini
disebabkan oleh kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Kurangnya
cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko
untuk mengisap jari. Rasa jemu terhadap permainan dan keadaan
sekelilingnya, maka dengan cara mengisap ibu jari akan merupakan hal
yang dapat mengatasi kesukaran yang dihadapinya.Mengisap memiliki
efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa
tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi
(sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau
gigitan pada anak.
42
43
44
Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya,
misalnya betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai
kebiasaannya mengisap ibu jari.
45
Sarung tangan.
46
Anak yang berusia 3 tahun berilah perhatian dan kasih sayang yang
lebih. Akan tetapi, apabila kebiasaan tersebut masih terus berlanjut,
orangtua dapat mencoba mengoleskan bahan-bahan atau obat pada
permukaan ibu jari dengan cairan yang pahit (kina), pedas (lada) atau rasa
getir (minyak kayu putih) pada jari yang sering mereka isap. Usaha lain
yaitu memberi sarung tangan atau membalut ibu jari dengan alat tertentu
seperti plester.
orangtua
penyebabnya
sudah
harus
mencari
diketahui,
penyebabnya
secara
bertahap
dahulu.
orangtua
Apabila
dapat
48
Dapat juga digunakan perban AceTM yang dibungkus pas tapi tidak
terlalu ketat pada pertengahan lengan yang biasa digunakan untuk kegiatan
mengisap jari. Tangan tidak tercakup, dan perban tidak menghambat aliran
darah di lengan. Setelah di tempat tidur, anak akan berpikir bahwa ia dapat
menempatkan jari pada mulutnya. Namun dengan adanya perban Ace
yang memiliki elastisitas cukup tinggi akan mengeluarkan jari dari
mulutnya sehingga memungkinkan untuk jatuh pada saat anak tertidur.
49
depan, sedang gigi depan bawah ke arah dalam. Gigi yang protrusi akibat
dari kebiasaan mengisap bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering
menjadi bahan pembicaraan teman-temannya, sehingga secara psikologis
anak merasa kurang percaya diri. Oleh sebab itu, intensitas mengisap bibir
bawah juga semakin meningkat. Selain menyebabkan protrusi, kebiasaan
ini juga dapat membuat pertumbuhan gigi menjadi tertahan.Salah satu
penelitian menunjukkan 50% anak-anak tuna wisma yang mempunyai oral
habit, prevalensi mengisap atau menggigit bibir sebanyak 17,37%.
50
c.
mengisap
atau
menggigit
bibir
bawah
akan
51
mengisap bibir yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang
besar dengan gigi anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior
rahang bawah condong ke lingual diikuti perbedaan skeletal yang ringan.
Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal. Kebiasaan
mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh
perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus
rahang atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang
bawah terjadi setelah proses adaptasi.
d.
ii.5
1.
No
Otot Laring
Otot
Origo
Insersio
Fungsi
Inervasi
Instrinsik
M.Cricothyroideus
Arcus
cartilaginis Lamina
Cricoidae
Tyroidae
pita suara
eksternal
Cartilage arytenoidea
M.arytenoideus
Transversus
yang
(tepu
(tepi
lateral
dan berlawanan
dan
recurrent
permukaanposterior )
M.cricoarylenoides Lamina
53
pita n.laryngeus
cartilaginis
cartilaginis
cricoideae
posterior
(permukaanbelakang)
arytenoudeae
permukaan
dan suara
recurrent
belakang
cartilage arytenoidea
M.cricoarytenoideus Arcus
lateralis
cricoidea
M.thyroarytenoideu Angle
s
artilaginisarytenoideae ara
of
hyoid Arytenoid
thyroidcartolago
process)
suara
Cartilage tyroidea
fovea
oblonga
cartilaginis
arytenoida
2.
No
recurrent
recurrent
Menegakkan
pita suara dan
membentuk
tepi bibir pita
n.laryngeus
recurrent
suara
Otot lidah
Otot
Origo
Insersio
Fungsi
Inervasi
Ekstrinsik
M. genioglossus
Spina
mandibular
Mendorong
lidah ke depan,
pemindahan ke
54
n.hypoglossus
bawah,pengger
akan
ujung
lidah
M.hyoglossus
Cornu
majus
dan Aponeurosis
corpus os hyoideus
(daerah lateral)
lidah,
menurunkan
punggung
lidah,
dan
dasar lidah
M.styloglossus
Processus
stylohyoideus
(posterior
dan
os.temporalis
superiorlingual )
mengangkat
(tepidepan), ligament
lidah
stylomandibulare dan
ligament
stylohyoideum
Intrinsik
M. longitudinal
Apexlingue
Radixlingue
lidah
yang
berhubungan
dengannya
55
linguae
septum lingua
aponeurosis lingua
n.hypoglossus
Permukaan
inferior Mendatarkan
linguae
n.hypoglossus
dan
melebarkan
lingua
3.
No
Otot Mastikator
Otot
Origo
Insersio
Fungsi
Inervasi
M.masseter
n.trigeminus
superficialis
arcus zygomaticus
cabang
&
bagian
permukaan
ramus
M.masseter
Tepi
inferior
Profunda
belakang
zygomaticus
bawah pergerakan
lateral lateral
dan mandibularis
retrusi
bagian
permukaan
56
bawah pergerakan
lateral lateral
n.trigeminus
cabang
dan mandibularis
ramus
M.temporalis
retrusi
ramus dan
inferior mandibulae
gerak mandibularis
ipsilateral
yang melengkung
M.Pterygoideusmed Permukaanmedial
Permukaanmedial
Elevasi,protrus n.trigeminus
ialis
laminalateralis
ramus
i,dangerakkont cabang
proc.Pterygoideus
mandibularmelebarke ralateral
mandibularis
sebagianserabutkeluar bawahsulcusmylohyo
darituber maxillae
ideusditepiinferior
&angulusmandibular
inferior
ke Protrusi,
n.trigeminus
dan cabang
infratemporalis
mandibularis
fovea
pterygoideus
permukaan
di
anterior
collum mandibula
4.
No
Origo
Insersio
57
Fungsi
Inervasi
M.orbicularis oris
Serabut
dari
ekstrinsik; Serabut
insersio
sirkumolar
intrinsic;
ekstrinsik; Mulut
otot serabut
n.facialis
melintasi menutup,
incisive mandibular
oris
gigi
M.levator
labium oris
oris
di
bawah
Mengangkat
foramen
n.facialis
sudut mulut
infraorbitale
mandibulae
mulut
ke
bawah
M. Buccinator
Raphe
superior,
Processus datar.
alveolaris inferior
Pada
mendekati
mulut,
waktu
sudut
serabut
superior berjalan ke
inferior,
serabut
sedang
inferior
superior
bergabung
58
ke
untuk
dengan
n.facialis
m.orbicularis oris
1. Respirasi
2.
Phonasi
Phonasi adalah suara yang dihasilkan dari aliran udara yang keluar melalui
laring. Bunyi tersebut dikenal sebagai suara laring atau vocal.
3.
Resonansi
Resonansi
adalah
memberikan
kualitas
karakteristik
pada
bunyi
gelombang suara yang ditimbulkan pita suara. Organ yang berfungsi adalah sinus
baik itu maksila, paranasal, dan juga frontalis, rongga faring yaitu orofaring
da nasofaring, rongga mulut, rongga dinding, dan rongga dada.
4.
Artikulasi
59
Kelainan yang berhubungan dengan bicara adalah apaxia yang terdiri dari
tiga macam yaitu apaxia sensoris merupakan gangguan yang mengenai arean
Wernicke sehingga tidak bias menginterprestasikan makna yang diucap tetapi bias
berbicara meskipun tidak jelas, apaxia motoris merupakan gangguan di area broca
sehingga tidak bisa berbicara tetapi bisa menginterprestasikan makna, lalu apaxia
global yang merupakan lanjutan dari apaxia motoris. Dysatria yang dikarenakan
saraf yang belum matang atau trauma seperti pada penderita stroke. Cerebral palsy
merupakan gangguan yang penyebabkan ketidak fokusan dalam berbicara
biasanya disebabkan karena trauma yang menjadikan sarafnya terjepit.
ii.6
Maloklusi
60
61
62
63
Gambar
Pertumbuhan Rahang
yang
asimetris
disebabkan
karena
pada
usia
(Sumber
Profit. Contemporary
Orthodontic)
Disfungsi Otot
Otot Wajah dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang dalam dua
cara. Pertama, formasi dari tulang dimana otot menempel tergantung pada
aktivitas dari otot. Kedua, otot adalah bagian penting dari total matriks
jaringan lunak yang normalnya membawa rahang ke bawah dan ke depan
(pada saat pertumbuhan).
karena
Acromeg
aly
dan
Hemimandibular Hyperthrophy
Akromegali disebabkan oleh adanya tumor pada pituitary anterior
yang mensekresikan growth hormone dalam jumlah yang banyak sehingga
64
Tampilan samping dan radiografi dari seorang pria yang mengalami akromegali.
(sumber : Profit. Contemporary Orthodontics)
Sementara hemi mandibular hyperptrophy adalah membesarnya
mandibula pada orang yang secara metabolis normal. Umumnya terjadi
pada wanita usia 15-20 tahun.
65
ctopic Erruption
Ectopic erruption merupakan erupsi gigi pada lokasi yang tidak
seharusnya. Hal ini disebabkan karena adanya malposisi dari tooth bud
permanent. Umumnya terjadi pada molar pertama maxilla.
iv. Early Loss of Primary Teeth
Ketika sebuah unit dari lengkung rahang hilang, lengkung rahang
cenderung akan mengalami kontraksi dan jarak yang ada akan ditutup.
66
3. Pengaruh Hereditas
Ada pengaruh besar hereditas dalam fitur wajah.Beberapa tipe
maloklusi adalah sebuah hal yang di turunkan turun temurun dalam
keluarga. Contohnya adalah Hapsburg Jaw.
67
paling
banyak
digunakan
dalam
penentuan
maloklusi.
Angle
menggambarkan tujuh malposisi individu gigi yaitu bukal atau labial, lingual,
mesial, distal ,rotasi ,infraposisi, supraposisi. Malposisi gigi ini dapat digunakan
untuk menggambarkan maloklusi secara lebih lengkap. Klasifikasi maloklusi
Angle :
1. Maloklusi Kelas I
2. Maloklusi Kelas II
unilateral)
sehingga sering dijumpai sulcus mentolabial yang dalam atau disebut lip
trap.
70
Sumber :(http://cuvetmerh.wordpress.com/2008)
71
1. Alignment (spacing,crowding)
7. Sagitovertikal( kombinasi Angle dan deep over bite atau open bite)
8. Deviasi vertikotransver (kombinasi deep over bite atau open bite dengan
crossbite)
9. Deviasi transsagitovertikal
Klasifikasi Dewey yang dikutip oleh Dewanto, yaitu modifikasi dari Angle
kelas I dan kelas III.
i.
ii.
iii.
iv.
v.
i.
ii.
iii.
menjelaskan kelas II Angle dan mesiokusi untuk menjelaskan kelas III Angle.
73
vertikal.
Atraksi
Saat lengkung gigi menunjukkan suatu attraksi atau mendekati
frankfort horizontal plane
ii. Abstraksi
Saat lengkung gigi menunjukkan suatu abstraksi atau menjauhi
frannkfort horizontal plane.
b. Orbital Plane
74
i.
belakang
c. Mid-sagital Plane
Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis
i.
5. Klasifikasi Incisivus
a. Kelas I
Insisal edge bawah beroklusi dengan bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas atau terletak langsung dibawahnya bila ada overbite
incomplete
75
b. Kelas II
Insisal edge bawah terletak dibelakang bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas.
Divisi I
76
Divisi II
c. Kelas III
Insisal edge bawah terletak didepan bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas.
6. Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan
skeletal. Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang
ruang, dan variasi pada setiap bidang bisa mempengaruhi. Hubungan posisional
antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama lain dengan
gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal.
Keadaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola
skeletal. Klasifikasi dari hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:
a. Kelas I skeletal
Rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi.
77
b. Kelas II skeletal
Rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Kelas 1
skeletal.
78
Gambar: Efek variasi dari hubungan skeletal terhadap oklusi gigi-gigi jika posisi
gigi pada rahang tetap konstan.
Variasi pada hubungan skeletal bisa disebabkan oleh:
Variasi ukuran rahang
Variasi posisi rahang dalam hubungannya dengan basis kranium
Jadi jika salah satu rahang terlalu besar atau kecil dalam hubungannya
dengan rahang lainnya pada dimensi anteroposterior, akan dapat terjadi
perkembangan hubungan kelas 2 atau 3 skeletal. Selanjutnya, jika salah satu
rahang terletak lebih ke belakang atau ke depan daripada yang lain dalam
hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2 atau 3
skeletal.
Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi
gigi-gigi. Idealnya, kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi
bukal pada relasi transversal adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih
lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga menimbulkan oklusi dari gigi-gigi
terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang bawah lebih lebar,
atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang lebih lebatr. Gigitan
terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi.
Efeknya paling jelas terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut
gonium. Mandibula dengan sudut gonium yang tinggi cenderung menimbulkan
79
dimensi vertikal wajah yang lebih panjang, dan pada kasus yang parah bisa
menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula dengan sudut
gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih
pendek.
ii.7
Analisis Wits
derajat ketidakharmonisan rahang. Metode ini dilakukan jika sudut ANB tidak
ditemukan karena faktor posisi nasion, rotasi rahang dll. Hal ini didasarkan pada
proyeksi titik A dan B
rahang normal, proyeksi dari titik A dan B akan memotong bidang oklusal
titik
yang
hampir sama.
di
Kelas II dapat diperkirakan dari seberapa besar proyeksi titik A di depan proyeksi
titik B dalam ukuran mm, begitupun sebaliknya untuk Kelas III.
Analisis
Horizontal karena titik A dan B dipengaruhi oleh pertumbuhan gigi geligi, dan
vertikal karena bidang oklusal ditentukan oleh posisi vertikal gigi. Dalam analisis
Wits bidang oklusal fungsional diambil sepanjang intercuspation maksimum gigi
posterior sampai gigi insisif.
Meskipun demikian,
80
ii.8
1. Latihan Penelanan
81
Ketika pasien telah melakukan pelatihan otot masseter melalui kerja pada
bagiandepan, titik tengah (midpoint), dan posterior lidah, bibir dan otot masseter,
penelanan yang baru dibuat kemudian dibawa ke dalam pola menelan. Penelanan
baru ini merupakan kombinasi dari satu elastis dan dua penelanan elastis. Pasien
diminta untuk menelan makanan yang
yang diajarkan dengan satu dan dua menelan elastis. Saat tahap ini telah berhasil
dicapai, maka makanan yang lebih padat secara bertahap diperkenalkan.
Latihan ini juga dilakukan untuk bagian anterior lidah. Pada ujung
lidah diletakkan bahan elastis sepanjang 5/16 inchi dan pasien diminta
untuk menahannya pada titik yang sudah ditentukan selama periode waktu
tertentu. Secara perlahan waktu untuk menahan bahan elastis tersebut
diperpanjang mulai dari 5 menit hingga 1 jam. Terapi ini dilakukan dengan
bibir tertutup, tujuannya:
82
a. Time Charts
b. Subliminal Therapy
83
c. Auto-sugesti
Tipe ketiga dari terapi alam bawah sadar adalah dengan autosugesti. Pasien diminta untuk menelan dengan benar enam kali sesaat
sebelum tidur dan kemudian diulangi enam kali, Saya akan menelan
dengan benar sepanjang malam. Untuk sepuluh malam berikutnya.
Metode sugesti semacam ini sangat efektif.
BAB III
PEMBAHASAN
84
3.2 Teori
unilateral)
85
fungsi bibir yang tidak normal dan kadang-kadang dijumpai beberapa obstruksi
nasal serta bernafas melalui mulut.
faktor yang mempengaruhi yaitu caranya, kesehatan umum anak, ada tidaknya
kebiasaan lain dan sebagainya.
kehidupan
perkembangan
sosial
sosial,
yang
membutuhkan
intelektual,
bahasa,
penyesuaindirisecarabaik,
emosi,
moral,
dan
87
88
berkaitan dengan oklusi yang ideal. Profil muka yang cembung merupakan cirri
dari maloklusi kelas II.Pemeriksaan radiografi sefalometri dengan sudut ANB 5
derajat, analisis Wits didapatkan nilai 4 mm
merupakan hasil dari maloklusi kelas II. Treatment/perawatan untuk kasus ini
adalah dengan terapi latihan posisi menelan dan bicara secara intensif dan
berkesinambungan.
89
BAB IV
SIMPULAN
Dalam case ini, Aisha mengalami kelainan maloklusi kelas II, yaitu
giginya protrusi (gigi rahang atas lebih anterior dari pada gigi rahang bawah) yang
menyebabkan sulit berbicara dan menelan.Kelainan maloklusi tersebut karena
kebiasaan menghisap botol susu yang dilakukan sampai umur 7 tahun. Perawatan
yang dianjurkan untuk Aisha adalah dengan terapi latihan posisi menelan dan
bicara secara intensif dan berkesinambungan.
90
DAFTAR PUSTAKA
Garliner D, Muofunctional Therapy. Philadelphia : W.B. Saunders Company.,
1976;7-15;334-343
Guyton, C. A; Hall, J. E. 2006.Medical Physiology.Eleventh Edition. Saunders
Moore, K. L., & Agur, A. M. (2010). Clinically Oriented Anatomy. Jakarta,
Jakarta, Indonesia: Penerbit Hipokrates
Moyers RE. Handbook of orthodontic. 4th 2. ed. London: Year Book Medical
Publisher
Profitt, W.R. 2007. Contemporary Orthodontics 4th Edition. Mosby Inc. Missouri
Sloane, Ethel.2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tortora, Gerard. Principles of anatomy and physiology 12th edition.
91