Anda di halaman 1dari 96

MAKALAH BDS 4

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah blok BDS 4

disusun oleh :
Arini Amalia A.
Rio Guntur Maharsi
Dita Damayanti S.
Annisa Trihapsari
Dengah Hadassah Govicar
Dian Islamiati
Firas Aftia Khairinisa
Nadiya Nabila
Maudy Annissa W
Arina Sani Nafisa
Fara Salsabila Susilo

(160110140088)
(160110140089)
(160110140090)
(160110140091)
(160110140092)
(160110140093)
(160110140094)
(160110140095)
(160110140096)
(160110140097)
(160110140098)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas tutorial ini.
Pengembangan pembelajaran dari materi yang ada pada tutorial ini dapat
senantiasa dilakukan oleh mahasiswa. Upaya ini diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan penguasaan materi oleh mahasiswa sesuai dengan kompetensi
yang dipersyaratkan.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.

Bandung, 20 Desember 2015

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
PENDAHULUAN..................................................................................... vii
BAB I...................................................................................................... 1

STUDI KASUS.......................................................................................... 1
1.1

Kasus.......................................................................................... 1

1.2

Mekanisme................................................................................... 2

1.3

Learning Issues.............................................................................. 3

BAB II..................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
2.1

Mastikasi...................................................................................... 4

2.1.1

Anatomi................................................................................. 4

2.1.2

Kontrol Nervus pada Proses Mastikasi..........................................10

2.1.3

Struktur Batang Otak dalam Kontrol Mastikasi...............................10

2.1.4

Persarafan Sistem Stomatognatik................................................12

2.1.5

Mekanisme Mastikasi........................................................12

2.2

Deglutisi.................................................................................... 13

2.2.1

Anatomi............................................................................... 14

2.2.2

Fase Penelanan......................................................................22

2.2.3

Neurologi Deglutisi.................................................................25

2.3
2.3.1

Konsep Keseimbangan Otot Mastikasi dan Penelanan............................29


Perkembangan Proses Penelanan.................................................30

2.3.2
Mendeteksi Ketidakseimbangan Otot Orofasial dan Pola Penelanan yang
Salah pada Anak................................................................................. 31
2.3.3
Mekanisme Terjadinya Maloklusi akibat Ketidakseimbangan Otot
Orofasial ..............................................................................................
.....................32
2.4

Bad Oral Habit............................................................................. 33

2.4.1

Definisi Oral Habit..................................................................33

2.4.2

Perkembangan Oral Habit.........................................................33

2.4.3

Macam-Macam Oral Habit pada Anak..........................................34

2.5

Pengaruh Gangguan Otot terhadap Fungsi Bicara..................................48

2.6

Maloklusi................................................................................... 53

2.6.1

Etiologi Maloklusi..................................................................55

2.6.2

Klasifikasi Dental...................................................................62

2.7

Metode Analisis Wits....................................................................73

2.8

Penanganan Ketidakseimbangan Otot Orofasial....................................75

BAB III.................................................................................................. 77
PEMBAHASAN....................................................................................... 77
3.1 Rumusan Masalah.............................................................................. 77
3.2 Teori.............................................................................................. 77
BAB IV.................................................................................................. 82
SIMPULAN............................................................................................. 82

PENDAHULUAN

Seorang anak berumur 9 tahun datang diantar ibunya ke RSGM Unpad


dengan keluhan gigi depan rahang atas tumbuh maju ke depan dan mengganggu.
Mulut Aisha selalu dengan posisi terbuka dan kesulitan ketika mengunyah dan
menelan makanan. Ibunya Aisha menceritakan bahwa Aisha masih minum susu
botol sampai usia 7 tahun, Dokter gigi menemukan adanya tounge trust dan posisi
dagu terlihat ke belakang.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter gigi, didapatkan data
sebagai berikut.
Kondisi umum

: Baik

Pemeriksaan ekstraoral

: Profil muka cembung, lip seal negatif

Pemeriksaan intraoral
: Over jet 7 mm; over bite -2 mm
Palatum sempit dan dalam
Pada saat melakukan gerakan penelanan dan bicara ujung lidah
berada di antara gigi insisif rahang atas dan bawah

Dokter gigi melakukan analisis sefalometri dan mendapatkan sudut ANB 5


derajat, analisis Wits didapatkan nilai 4 mm.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui jaringan lunak dan
jaringan keras yang berperan dalam proses mastikasi, mekanisme mastikasi dan
penelanan, konsep keseimbangan otot saat mastikasi, pengaruh gangguan otot
terhadap fungsi bicara, macam-macam gangguan otot beserta terapinya, cara
menentukan klasifikasi maloklusi berdasarkan analisis sefalometri, dan cara
menentukan analisis Wits.

BAB I
STUDI KASUS

i.1

Kasus

AISHA CASE
Tutorial I Bagian I
Aisha anak usia 9 tahun datang diantar ibunya ke RSGM dengan keluhan
gigi depan rahang atas tumbuh maju ke depan dan mengganggu. Mulut Aisha
selalu dengan posisi terbuka ketika aktivitas menonton TV atau bermain dan susah
mengunyah sayur dan daging. Selain itu selalu berantakan kalau makan. Anak
mengalami kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
Instruksi
1. Apa masalah Aisha?
2. Tentukan hipotesis berdasarkan makalah yang dimiliki Aisha!
3. Tentukan pokok-pokok persoalan yang berkaitan dengan keluhan Aisha!
(Learning Issue)
Tutorial I Bagian II
Ibunya Aisha menceritakan bahwa Aisha masih minum susu botol sampai
usia 7 tahun, Dokter gigi menemukan adanya tounge trust dan posisi dagu terlihat
ke belakang.
1. Kondisi keadaan umum
: Baik
2. Pemeriksaan ekstraoral
: Profil muka cembung, lip seal negatif
3. Pemeriksaan intraoral
:
- Over jet 7 mm; over bite -2 mm
- Palatum sempit dan dalam
- Pada saat melakukan gerakan penelanan dan bicara ujung lidah
berada di antara gigi insisif rahang atas dan bawah

Instruksi
1. Apakah data tersebut di atas akan mengubah hipotesis anda? Jika ya,
tentukan hipotesis yang baru!
2. Apakah diperlukan pemeriksaan penunjang?
3. Susun pokok-pokok persoalan baru berdasarkan data tersebut!
Tutorial II
Dokter gigi melakukan analisis sefalometri dan mendapatkan sudut ANB 5
derajat, analisis Wits didapatkan nilai 4 mm.
1. Apakah diagnosis kasus Aisha?
2. Apa rencana perawatan untuk kasus tersebut?
Instruksi
1. Presentasikan learning issues tutorial II!
2. Susun learning issues baru berdasarkan data-data diatas!
i.2

Mekanisme

Kebiasaan minum susu botol hingga usia 7 tahun & tongue trust

Gigi depan RA lebih maju & susah menutup mulut

Susah mengunyah & menelan

Maloklusi
i.3

Learning Issues

1. Apa definisi, macam otot, dan mekanisme mastikasi dan penelanan?

2. Bagaimana klasifikasi karies?

3. Bagaimana neurologi dalam proses mastikasi?

4. Bagaimana konsep keseimbangan otot mastikasi dan penelanan?

5. Apa definisi, jenis, mekanisme, dan gejala klinis bad oral habit?

6. Apa saja macam gangguan otot mastikasi dan penelanan beserta terapinya?

7. Bagaimana gangguan otot memengaruhi fungsi bicara?

8. Bagaimana menentukan klasifikasi maloklusi berdasarkan analisis


sefalometri?

9. Bagaimana cara menentukan analisis Wits?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ii.1

Mastikasi

Mastikasi secara umum adalah proses menghancurkan partikel makanan


oleh gigiyang dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga
merubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang
mudah untuk ditelan.

Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal,
makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan
penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama
final periode yaitu sebelum penelanan.
ii.1.1 Anatomi

1. Gigi

Gigi berfungsi untuk:

Melindungi rongga mulut dan mengunyah makanan

membantu sistem pencernaan dalam menghancurkan makanan

Komunikasi
Suplai arterial rahang dan gigi datang dari maxillary arteri internal, yang
merupakan sebuah cabang dari arteri carotid eksternal. Cabang-cabang dari
maxillary arteri internal:
a. Inferior alveolar arteri
b. Superior alveolar arteri.
Sedangkan sensor syaraf memberikan suplai pada rahang dan gigi yang
diturunkan

dari

cabang

maxillary dan

mandibular

dari cranial

kelima, atau trigeminal.

2. Lidah

Lidah merupakan otot skeletal pada dasar mulut, yang digunakan untuk
proses pengunyahan dan penelanan makanan serta dalam proses bicara. Dalam
proses stomagtonatik lidah memiliki fungsi:

Mencegah tergelincirnya makanan


Meletakkan makanan ke sisi permukaan kunyah
Membantu mencampur makanan dengan saliva
Membersihkan sisa makanan
Membantu dalam proses berbicara.
Persarafan pada lidah dibagi atas 2 bagian yaitu :
a. Persarafan motoris
Semua otot-otot pada lidah baik yang instrinsik maupun ekstrinsik
di sarafin oleh nervus hypoglossus (n. kranialis XIII)
b. Persarafan sensoris

Dua pertiga bagian anterior lidah disarafi oleh n. lingualis. satu


pertiga bagian posterior oleh n. glossopharyngeus
Vaskularisasi pada Lidah terdiri dari arteri utama, yaitu a. lingualis cabang
a. carotis externa. Pada lidah terdapan jaringan yang disebut papilla. Papila lidah
dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Papila Filiformis, paling banyak dan tersebar, berbentuk kerucut
dan runcing
b. Papila Fungiformis, Seperti jamur, jumlah 150-400, tersebar di
ujung dan tepi lateral lidah
c. Papila Sirkumvalata, Jumlah 7-12, terdapat taste bud
d. Papila Foliata, berupa lembaran menonjol, terdapat taste bud di
dinding papila.
Taste Bud (kuncup pengecap), mempunyai taste pore, terdapat dua tipe sel
yaitu sel pengecap (terlihat terang) dan sel penyangga (gelap), sensasi rasa manis
(ujung), asam (lateral), asin (tersebar/ujung), pahit (belakang).
Selain lidah, di rongga mulut juga terdapat kelenjar saliva. Kelenjar saliva
merupakan kelenjar eksokrin yang mensekresikan cairan ke cavum oral. Kelenjar
saliva mempunyai lebih dari satu tubulus yang masuk ke saluran atau duktus yang
utama.

Kelenjar saliva dapat dikelompokkan menjadi kelenjar saliva mayor dan


kelenjar saliva minor.
a. Kelenjar Saliva Mayor
i.
Kelenjar Parotis
Merupakan kelenjar saliva terbesar
Bersifat serosa
ii. Kelenjar submandibular
Merupakan kelenjar saliva terbesar kedua,
Bersifat campuran
iii.
Kelenjar sublingual
Kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Bersifat mukus.
b. Kelenjar Saliva Minor
Kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis, kelenjar
palatinal, kelenjar glossopalatinal
3. Temporomandibular Joint
Temporo Mandibularis Joint (TMJ) merupakan hubungan antara os
mandibulare dan os temporale. TMJ dibentuk oleh processus condyloideus os
mandibula, fossa mandibularis os temporalis dan tuberculum articulare.
Pergerakannya adalah kombinasi dari gliding movement (gerak meluncur) dan a
loose hinge movement (gerak engsel bebas)
Inervasi saraf pada TMJ meliputi:
a. N. Trigeminus
b. N. Mandibula
c. N. Auricus temporal
Vaskularisasi yang dominan pada TMJ meliputi A. Temporal Superfisial
posterior, A. Meningeal posterior, A. Maksilaris. Sementara arteri lainnya yaitu A.
Aurikulus, A. Thympanic, A. Pharingeal ascenden.

Pergerakan Mandibula
terdiri
dari:
a. Protusi
b. Retrusi
c. Opening (Pembukaan) : kondilus didorong ke depan oleh otot
pterygoideus lateral berlawanan dengan lerengan dari artikular eminensia.
d. Closing (Penutupan) : terjadi oleh kontraksi dari pterygoideus
medial, maseter, dan otot temporalis.
e. Pergerakan sisi ke sisi : ketika dagu bergerak dari satu sisi ke sisi
lain yang jauh dari midline untuk pergerakan grinding antara gigi posterior
4. Otot Mastikasi
a. Otot Pengunyahan
Berikut adalah adalah penjelasan dari otot-otot serta fungsinya dari
otot mastikasi, yaitu:
Otot
M. Temporalis

Origo
Insersio
Os temporal di Apex
bawah

linea permukaan

temporalis

Fungsi
Inervasi
dan Serabut anterior N. Temporales
medial menutup mulut, profundi

proc. Coronoideuss serabut

inferior, lapisan mandibulae

posterior

dalam fascia

menarik
mandibula

mandibularis
(V/3)

(N.

M. Masseter

Pars

Pars superficialis : menutup mulut

N. massetericus

superficialis:

angulus

(N. mandibula

2/3

anterior mandibulae,

margo inferior tuberositas


arcus

masseterica,

pars

zygomaticus,

profunda : margo

pars profunda: inferior madibulae


sepertiga
posterior
permukaan
dalam

arcus

M.

zygomaticus
Fossa

Margo

Pterygoideus

pterygoidea,

mandibulae,

medialis

medialis

permukaan

tuberositas

mandibularis

inferior menutup mulut

medial lamina pterygoidea

N. pterygoideus
(N.

(V/3)

lateralis proc.
Pyramidalis
M.

Caput superius Caput superius : Caput

Pterygoideus

lateralis

luar

inferius: N. Pterygoideus

permukaan discus et capsula menarik mandibula lateralis


lamina articulationis

kearah dalam

lateralis proc.

temporamandi

Pterygoidei,

bularis,

Caput

tuber maxillae inferius

: Fovea

(accessorius),

pterygoidea

Caput

Condylaris

inferius

: mandibulae

Facies
temporalis alae
majoris

ossis

sphenoidalis
10

proc.

mandibula
ris (V/3)

(N.

Otot- otot tambahan dalam gerakan pengunyahan :

a. Lidah :
Untuk mendorong makanan.
Untuk menumbuk.
Untuk menyeleksi makanan yang sudah bisa ditelan atau belum.
b. Palatum
Bersama lidah menumbuk makanan.
Membedakan makanan yang keras dan halus.
c. Pipi dan bibir
Vestibulum berfungsi untuk menampung makanan.
d. Bibir
Bibir berfungsi sebagai alat sensoris (temperatur, taktil), dan alat
mekanis (membantu memasukan makanan ke dalam mulut).

ii.1.2 Kontrol Nervus pada Proses Mastikasi

Pergerakan mastikasi diatur oleh otot otot volunteer (sadar). Akan tetapi,
aktivitas mastikasi yang kompleks, diatur oleh pusat subcortical yang penting.
Pada proses ini juga terjadi gerakan refleks.

Dalam sebuah percobaan pada 70 tahun yang lalu, dilakukan percobaan


anestesi pada kucing dengan tujuan untuk mengetahui gerak refleks pada proses
mastikasinya, dan hasilnya adalah bahwa terjadinya iritasi pada lidah disebabkan
oleh proses penutupan rahang secara refleks (reflex closing of the jaw). Stimulasi
mekanik dari permukaan oklusal gigi, gusi, dan bagian anterior dari palatum keras
dapat menyebabkan pembukaan rahang secara refleks (opening reflex of the jaw).
ii.1.3 Struktur Batang Otak dalam Kontrol Mastikasi

Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan


gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei
motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain,
seperti formasi reticular juga terlibat.

11

1. Nukleus Trigeminal Sensorik

Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di


sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Inervasi perifer
dari kolom selini muncul dari nervus trigeminus. Akson yang menginervasi mulut
dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir
lebih lateral.

2. Nukleus Trigeminal Mesencefalic

Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup
rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor
palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic.

3. Nukleus Trigeminal Motorik

Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi. Motoneuron penutup


rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang
berlokasi di ventromedial nucleus.

4. Nukleus Hipoglosal Motorik

12

Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen


daripada nucleus trigeminal motorik.

5. Nukleus Fasial Motorik

Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron.


Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet
yang lebih kecil. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai
motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir
bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet.
ii.1.4 Persarafan Sistem Stomatognatik
Sistem stomatognatik dipersarafi oleh saraf-saraf kranial terutama Nervus
Trigeminus cabang Maxillaris dan Mandibularis. Secara detailnya, saraf-saraf
yang mempersarafi sistem stomatognatik adalah sebagai berikut:

13

ii.1.5 Mekanisme Mastikasi


Pengunyahan adalah suatu proses penghancuran partikel makanan di
dalam mulut dengan bantuan dari saliva untuk mengubah ukuran dan konsistensi
makanan yang pada akhirnya akan membentuk bolus sehingga mudah untuk
ditelan. Proses penghancuran makanan tersebut dilakukan oleh gigi-geligi dibantu
dengan otot- otot mastikasi dan pergerakan dari kondilus melalui artikulasi
temporomandibula.
Proses pengunyahan terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap membuka
mandibula, tahap menutup manduibula dan tahap berkontaknya gigi antagonis
satu sama lain atau kontak antara gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap
mengunyah berakhir 0,5-1,2 detik. Otot yang bertanggung jawab untuk
menggerakan mandibula selama proses pengunyahan adalah muskulus masseter,
muskulus temporalis, muskulus pterygoideus medialis dan muskulus pterygoideus
lateralis. Adapun beberapa otot tambahan pada kavum oris yaitu muskulus

14

mylohyoideus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohyoideus, muskulus


infrahyoideus dan muskulus bucinator.
Selama proses pengunyahan otot yang berperan aktif dalam gerakan
membuka mandibula adalah muskulus pterygoideus lateralis, pada saat membuka
mandibula tersebut muskulus pterygoideus lateralis berkontraksi sedangkan
muskulus pterygoideus medialis, muskulus masseter dan muskulus temporalis
berada dalam keadaan relaksasi. Begitupula pada gerakan menutup mandibula
terjadi berkebalikan dari proses membuka mandibula yaitu muskulus masseter,
muskulus temporalis dan muskulus pterygoideus medialis berkontraksi sedangkan
muskulus pterygoideus lateralis dalam keadaan relaksasi. Sementara mandibula
tertutup perlahan, muskulus temporalis dan muskulus masseter juga berkontraksi
untuk membantu gigi-geligi saling berkontak pada oklusi normal. Komponen
tubuh yang aktif dalam proses mastikasi yaitu otot otot pengunyahan, sedangkan
yang bersifat pasif meliputi mandibula , TMJ, gigi geligi.

ii.2

Deglutisi
Menurut kamus, deglutasi atau deglutition dapat diartikan sebagai proses

memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food
into the body through the mouth.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari
rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi
disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga
mulut sampai ke lambung.
Pada umumnya, proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu (1) fase
oral, yang bersifat volunter dan merupakan pencetus proses menelan, (2) fase
faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui

15

faring ke dalam esophagus, dan (3) fase esophageal, fase involunter lain yang
mengangkut makanan dari faring ke lambung.
ii.2.1 Anatomi
1. Pharynx
Pharynx merupakan bagian saluran pencernaan yang menyilang saluran
pernapasan yang disebut larynx. Pharynx terletak antara cavitasnasi dan
cavitasoris, di belakang larynx. Pharynx meluas dari dasar cranium sampai tepi
bawah cartilage cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra
cervicalis VI di sebelah posterior. Dinding posterior pharynx bersandar pada
fascia prevertebralis fasciae cervicalis profundae.
Dinding pharynx terbentuk oleh dua lapis otot. Lapis otot sirkular di
sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor (M. constrictor pharyngis superior, M.
constrictor pharyngis medius, M. constrictor pharyngis inferior). Lapis otot
longitudinal teratur di sebelah dalam terdiri dari M. palatopharyngeus, M.
salpingo pharyngeus, dan M. stylopharyngeus. Didasarkan atas hubungannya
dengan alat tubuh didekatnya maka pharynx dibedakankedalambagian-bagian:

1. Nasopharynx, bagian di belakanghidungdan di ataspalatummolle (vellum


palatinum)

2. Oropharynx, bagian di belakangmulut

3. Laryngopharynx, bagian di belakang larynx

16

Nasopharynx disebut pula sebagai region respiratoria dari pharynx dan


oropharynx bersama laringopharynx disebut sebagai region digestoria dari
pharynx.
Khusus untuk pharynx lapisan dindingnya mempunyai struktur sebagai
berikut:

a. Tunica mucosa

Epitel
Nasopharynx dilapisi oleh epitel silindris semu berlapis dengan

silia. Diantara sel-sel epitelnya terdapat sel piala. Sedangkan oropharynx


dan

laryngopharynx

dilapisi

oleh

epitel

gepeng

berlapis

tanpa

keratinisasi.Hal tersebut disesuaikan dengan keperluan untuk mengatasi


adanya gesekan-gesekan dari makanan yang lewat.

Lamina propria
Pada daerah nasopharynx tampak jelas terlihat adanya membrane

basalis dibawah epitel.Di bawah membrane basalis ini terdapat jaringan


pengikat fibroelastik dengan infiltrasi sel-sel limfoid. Di dalamnya
terdapat kelenjar-kelenjar seromukosa yang bernuara dalam lumen
pharynx.Pada dinding dorsal nasopharynx terdapat tonsillapharyngealis
yang merupakan kumpulan jaringan limfoid.
Oropharynx dan laryngopharynx memiliki juga jaringan pengikat
fibroelastik yang menonjol kearah epitel di atasnya.Pada perbatasan antara
oropharynx dan nasopharynx terdapat jaringan limfoid membentuk
17

tonsillapalatina sedang pada pangkal lidah terdapat pula jaringanlimfoid


sebagai tonsilla lingualis.Selain jaringan limfoid membentuk kumpulan
yang padat dengan batas yang tegas, juga dapat berbentuk sebagai nodulus
lymphaticus. Kelenjar yang terdapat di pharynx termasuk kelenjar mukosa.

Lamina muscularis mucosae


Pharynx tidak memiliki lamina muscularis mucosae, namun

sebagai gantinya terdapat jaringan elastis sebagai pembatas tunica mucosa.

b. Tunica submucosa
Lapisan dinding ini hanya terdapat pada dua tempat yaitu pada
daerah lateral dari nasopharynx dan di dekat perbatasan dengan pangkal
oesophagus.

c. Tunica muscularis
Lapisan ini terdiri atas 2 lapisan otot-otot serat lintang yang
masing-masing sebagai stratum longitudinal dan stratum circulare di
sebelah luarnya.

d. Tunica adventitia
Lapisan ini merupakan jaringan pengikat fibrosa yang tipis dan
pada beberapa tempat otot pada tunica muscularis melekat langsung pada
cranium.
Nasopharynx yang mempunyai fungsi respiratorik, terhubung dengan
hidung melalui kedua choana. Di dalam membrane mukosa atap dan dinding
posterior

nasopharynx

terdapat

massa

jaringan

limfoid,

yakni

tonsilla

pharyngealis. Dari ujung medial tuba auditoria (auditiva) meluas sebuah lipatan
membrane mukosa vertical kebawah, yakni plicasal pingopharyngea.Massa
jaringan limfoid dalam membrane mukosa pharynx di dekat ostium pharyngeum

18

tubae auditori dikenal sebagai tonsilla tubaria (torus tubarius). Posterior terhadap
torus

tubarius

(pembengkakan)

tuba

auditoria

(auditiva)

dan

plicasal

pingopharyngea terdapat sebuah tonjolan pharynx ke lateral menyerupai celah,


yakni recessus pharyngeus.
Oropharynx yang mempunyai fungsi berhubungan dengan pencernaan
makanan, tersambung dengan cavita soris melalui isthmus faucium. Kelompok
jaringan limfoid yang terdapat pada masing-masing sisi oropharynx dalam sela
antara lengkung-lengkung palatum disebut tonsilla palatina.Tonsilla palatine
bersandar pada palungan tonsilla palatina (tonsillar bed), antara arcus palate
glossus dan arcus palate pharyngeus.Palung antonsilla palatine dilapisi lembaran
jaringan ikat tipis yang merupakan bagian dari fascia pharyngo basilaris.

19

Laryngopharynx pada bagian posterior berhubungan dengan corpora

vertebra tumcervicaliorum IV-VI. Laryngopharynx berhubungan dengan larynx


melalui aditus laryngis. Recessus piriformis adalah lekukan kecil pada rongga
laryngopharynx di masing-masing sisi aditus laryngis. Lekuk ini dilapisi
membrane mukosa yang terpisah dari aditus laryngisolehplicaary-epiglotica.
Pembuluh darah yang melalui pharynx di antaranya A. tonsillaris dan V.
palatine externa A. tonsillaris merupakan cabang A. facialis yang melintas lewat
M. constrictor pharyngis superior dan memasuki kutub bawah tonsil. Tonsilla
palatine juga menerima ranting-ranting.

20

rterial dari A. palatine ascendens, A. lingualis, A. palatine descendens, dan A.


pharyngea descendens. V. palatine externa (V. paratonsilar) yang besar, melintas
ke bawah dari palatum molle (vellum palatinum) dan lewat pada permukaan
lateral tonsilla palatine sebelum bermuara ke dalam plexus pharyngeus.
Persarafan larynx (motoris dan bagian sensoris terbesar) berasal dari
plexus nervosus pharyngeus.Pleksus ini dibentuk oleh ramus pharyngealis N.
vagus (n. cranialis X), N. glossopharyngeus (n. cranialis IX), dan cabang-cabang
simpatis dari ganglion cervical superius. Serabut motoris plexus nervosus
pharyngeus berasal dari radix cranialis N. accessories (n. cranialis XI) [pars
vaginalis] dan dibawa oleh N. vagus (n. cranialis X) ke semua otot pharynx dan
palatum molle (vellum palatinum), kecuali M. stylopharyngeus (dipersarafioleh
N. Glossopharyngeus) dan M. tensor veli palatine ( dipersarafioleh N.
mandibularis). Serabut sensoris plexus nervosus pharygeus berasal dariN.
glossopharyngeus (n. cranialis IX). Serabut ini mempersarafi hampir seluruh
membran mukosa ketiga bagian pharynx. Pada membrane mukosa nasopharynx
khususnya dipersarafi oleh N. mandibularis, saraf yang murni sensoris.
Nervus-nervus tonsilar berasal dari pleksus saraf tonsilar yang dibentuk
oleh cabang N. glossopharyngeus (n. cranialis IX) dan N. vagus (n. cranialis
X).Cabang-cabang lain berasal dari plexus pharyngealis. Pembuluh limfe tonsilar
menuju ke lateral dan inferior, ke kelenjar-kelenjar limfe di dekat angulus
mandibulae dan nodus jugulo digastricus. Nodus jugulo digastricus seringkali

21

disebut kelenjar tonsilar karena sering membesar sewaktu peradangan tonsilla


palatina (tonsilitis). Tonsilla palatina, tonsilla lingualis, dan tonsilla pharyngealis
(adenoidea) membentuk cincin tonsilar, sebuah pita sirkulasi jaringan limfoid di
bagian posterior lingua.

2. Oesophagus
Oesophagus berupa pipa yang berotot dan terbentang antara faring
dangaster.Oesophagus memiliki panjang sekitar 25 cm dan diameter 2,54 cm.
Fungsi dari oesophagus adalah membawa makanan yang berupa bolus dari faring
ke lambung melalui gerakan peristaltis. Oesophagus dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:

22

1. Oesophagus pars cervicalis

Panjangnya 5 8 cm

Terletak anterior dari vertebrae cervicalis IV hingga vertebrae


cervicalis VII

Vaskularisasi

i. A. thyroidea inferior

ii. V. thyroidea inferior

2. Oesophagus pars thoracica

Panjangnya 16 cm

Terletak anterior dari vertebrae thoracica I hingga vertebrae


thoracica X

Vaskularisasi

i. Aorta pars thoracica

ii. V. azygos dan V. hemiazygos

23

3. Oesophagus pars abdominalis


Struktur oesophagus akan menembus diafragma dan melewati
hiatus oesophagus.

Panjangnya 1 4 cm

Terletak anterior dari vertebrae thoracica X hingga vertebrae


thoracica XI

Vaskularisasi

i. A. gastric sinistra

ii. V. azygos, V. hemiazygos, V. gastric sinistra

24

Persarafan dari oesophagus dibagi menjadi dua, yaitu: persarafan


parasimpatik (memicugerakan peristalsis) oleh truncus vagalis anterior dan
truncus vagalis posterior (cabangnervus X); persarafan simpatik (memperlambat
gerakan peristalsis) oleh dua truncus symphaticus (nervus splanchnicus major dan
nervus splanchnicus minor).
Selain itu, pada kedua ujung oesophagus terdapat sphincter (otot mirip
cincin), yaitu sphincter oesophagus superior yang terdiri dari otot rangka dan
sphincter oesophagus inferior yang terdiri dari otot polos.
ii.2.2 Fase Penelanan
1. Fase Oral

25

Tahap inisial adalah voluntary (sadar) dan dimulai ketika pengunyahan


makanan membentuk bolus siap untuk ditelan. Bolus ditempatkan pada dorsum
lidah dan digerakkan keatas melawan hard palate. Kontraksi otot mylohyoid,
dalam hubungannya dengan otot-otot intrinsic lidah ( genioglossus, styloglosus,
palatoglossus) membuat gerakan diatas dapat terjadi. Aksi berikutnya dinisiasi
ketika tip lidah ditekan berlawanan dengan palatum, dibelakang insisivus, diikuti
dengan kontraksi otot buccinators untuk melewati sisa makanan dari vestibulum
ke rongga mulut dapat dipecah menjadi bolus. Gigi dalam keadaan close close
approximation dan lidah dalam posisi berlawanan dengan permukaan lingual dari
gigi-gigi pada maksila dan berdekatan dengan palatal mukosa. Bibir ditekan
bersamaan (tertutup)agar mulut tidak terbuka. Bolus sekarang siap untuk
ditramsfer ke faring.
Fase berikutnya dalam oral fase penelanan dimulai ketika dasar lidah
diturunkan (direndahkan) dan soft palatum ditinggikan melalui aksi otot levator
palate dan tensor palate untuk mencegah membukanya nasal posterior. Bagian
anterior lidah kemudian menekan

secara cepat berlawanan dengan gingival

maksila yang berdekatan dan didepan hard palate. Lidah malaksanakan peristaltisseperti pergerakan dari sebelum bagian terbelakang untuk transfer

bolus ke

posterior sepanjang dorsum lidah kearah the fauces( lubang dari mulut ke faring
yang dibatasi oleh 2 lapis otot ditutupi membrane mukosa, diantaranya terdapat
tonsil). Kadang-kadang disebut sebagai midpalatal fase. Oral fase berakhir ketika
bolus kontak dengan fauces.

2. Fase Faringeal
Fase ke 2 dimulai sejak bolus berkontak dengan bagian posterior dari
mulai mukosa oral dan dengan mukosa faring. Kontak yang terjadi pada sensitive
area ini terlihat sebagai stimulus dari proses ditransfer ke dalam esophagus, tidak
kedalam trachea/ nasofaring. Refleks penelanan dalam stimulasi mekanikal akan
terganggu setelah area sensitive dilakukan anestesi. Anestesi bisa mengganggu

26

proses penelanan dalam volunter pada beberapa individual dari mekanisme fase
faringeal diatas dimulai.
Dua dasar pemindahan bolus di bawa oleh faring. Keseluruhan dari katup
faringeal di elevasikan oleh otot stylofaringeus dan palatofaringeus, diikuti oleh
gelombang peristaltic dari otot konstriktor faringeal yang akan mendorong bolus
ke dalam esophagus. Laring di elevasikan dan di dorong di bawah lidah dan
epiglottis akan melekukkan bolus ke bawah dan mengakhiri proses pada laring.
Perpindahan yang terjadi pada laring di inisisasikan sebagai proses attachment ke
dalam tulang hyoid yang mana terdapat otot digastric, stylohyoid, mylohyoid, dan
genoihyoid. Perpindahan ini melebarkan bagian atas anterior dari esophagus untuk
membuat menjadi pas/ cukup untuk memerima bolus. Cricopharyngeal /
Hypoparyngeal sphinter digambarkan ketika proses pembukaan faring dari
esophagus. Dan secara normal ditutup untuk mencegah masuknya udara.
Fase kedua dari proses penelanan berakhir ketika bolus dikirimkan dari
faring ke dalam esophagus dan otot-otot dari lidah, palatum, faring serta laring
dalam keadaan rilex. Fase 1 dan 2 penelanan terjadi dengan sangat cepat, sekitar
1-2 detik saja. Proses bernafas dilarang selama fase kedua dari proses penelanan
untuk mencegah makanan masuk ke dalam tenggororkan / jalur pernapasan.

3. Fase Esofageal
Ada 2 gerakan yang dilakukan oleh esofagus, yaitu gerakan peristaltik
primer dan sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari gelombang
peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama tahap
faringeal. Gelombang peristaltik di esofagus berjalan sekitar 8-10 detik.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan ke
dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari
peregangan esofagus oleh makanan yang terthan. Gelombang ini terus berlanjut
sampai semua makanan masuk lambung. Gelombang peristaltik sekunder ini
sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan
sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas

27

melalui serabut-serabut aferen vagus ke medula dan kembali ke esofagus melalui


serabut-serabut saraf eferen glosofaringeal dan vagus.

ii.2.3 Neurologi Deglutisi

1. Fase oral
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk
menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk
ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.Proses ini bertahan kira-kira 0.5
detik
ORGAN

AFEREN

EFEREN (MOTORIK)

(SENSORIK)
Mandibula

n. V.2 (maksilaris)

Bibir

n. V.2 (maksilaris) ), n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum,


n.V.3 (lingualis)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid

m.levator labius oris, m.depresor labius oris,


m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris,
m.mentalis

Mulut dan Pipi

n. V.2 (maksilaris)

n.VII:

m.zigomatikus,levator

anguli

oris,

m.depressor anguli oris, m. mentalis, m.


risorius, m.businator
Lidah

n. V.3 (lingualis)

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus


n.IX,X,XI : m.palatoglosus

Uvula

n. V.2 (mandibularis)

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII
sebagai serabut efferen (motorik).

28

2. Fase faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi :
a. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula
tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring
b. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
c. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
d. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor
faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,
n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m.
Kriko faring (n.X)
e. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.

ORGAN

AFEREN (SENSORIK)

EFEREN (MOTORIK)

Lidah

n. V.3 (lingualis)

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus


n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus

Palatum

n.V.2, n.V.3

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatine

29

n.V :m.tensor veli palatine


Hyoid

n.Laringeus superior cab n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus


internus (n.X)

n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

Nasofaring

n. X

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

Faring

n. X

n.IX,

n.X,

n.XI

m.

Palatofaring,

m.konstriktor faring sup, m.konstriktor faring


med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
Laring

n.rekuren (n.X)

n.IX :m.stilofaring

Oesofagus

n.X

n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf kranial n.V.2, n.V.3 dan n.X
sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut
efferen
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan

waktu

gelombang

peristaltik

dan

memperpanjang

waktu

pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus


menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu:

a. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang


ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke
orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.

30

b. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan


negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior
faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas.
Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring
inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian
superior.
3. Fase oesofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik
primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding
esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti
oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat
regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus
mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler
dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur
menuju ke distal esophagus.Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan
makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20
detik. Esophagal

transit

time bertambah

pada

lansia

akibat

dari

berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang


peristaltik primer.
3. Peranan sistem saraf dalam proses menelan
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap:
a. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke
dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan
perintah
b. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang
otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi
utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus
ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke
motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan

31

ii.3

Konsep Keseimbangan Otot Mastikasi dan Penelanan


Fungsi fisiologis rongga mulut adalah penelanan, mastikasi, bicara dan

pernafasan. Pola tekanan kompleks otot orofasial berkaitan dengan pola penelanan
yang normal. Aktifitas penelanan menghasilkan tekanan terhadap kompleks
orofasial. Seseorang melakukan penelanan 2000-2400 kali selama 24 jam,
sedangkan anak 800-1200 kali selama 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan
tekanan yang dihasilkan lidah selama penelanan adalah 40-700 g/cm 2 . Oleh
karena itu, pola penelanan yang salah akan mempengaruhi kompleks otot
orofasial.
Menurut Garliner, tiga otot yang mempengaruhi oklusi gigi selama
penelanan adalah:
1. Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari dalam mulut;
2. Otot masseter dan buccinator, kedua otot tersebut akan teraktivasi setiap gerakan
penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan oleh posisi lidah yang
salah;
3. Otot orbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi-geligi yaitu sebagai penahan
alami gigi anterior. Keseimbangan antara ketiga otot tersebut disebut triangular
force concept.
Posisi lidah terhadap relasi gigi insisif atas dan bawah selama penelanan
akan mengganggu fungsi bibir. Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas
dan bawah saat penelanan, maka lidah akan menahan bibir bawah berkontak
dengan gigi atas. Akibatnya adalah menghalangi fungsi orbicularis oris sebagai
penahan stabilisasi sehingga akhirnya otot tersebut menjadi lemah.
ii.3.1 Perkembangan Proses Penelanan
Kompleks otot orofasial telah sempurna sejak lahir. Hal tersebut berguna
bagi bayi untuk bertahan hidup dan mempelajari sekitarnya. Pola penelanan pada
bayi disebut pola penelanan infantil. Ciri khas penelanan infantil ditandai dengan
kontraksi aktif otot bibir, ujung lidah berkontak dengan bibir bawah, sedangkan
otot lidah bagian posterior dan pharingeal sedikit berkontraksi. Otot lidah bagian
posterior dan pharingeal maturasinya belum sempurna. Pola penelanan infantil

32

akan berlangsung sampai anak berusia satu tahun atau setelah erupsi gigi insisif
sulung.
Sejalan dengan perkembangan anak, otot elevator mendibula mulai
berfungsi dan pola penelanan anak mulai berubah yang disebut periode transisi.
Pergerakan lidah bagian posterior yang kompleks menunjukkan perubahan transisi
yang jelas dari pola penelanan infantil. Pola penelanan dewasa ditandai dengan
berkurangnya aktivitas otot bibir. Bibir menjadi rileks, ujung lidah diletakkan
pada prosesus alveolaris di belakang insisif atas, serta gigi posterior beroklusi saat
penelanan. Proses pola penelanan dewasa yang normal adalah:
1.
2.
3.
4.

Ujung lidah diletakkan dibelakang gigi insisif rahang atas;


Bagian tengah lidah terangkatsehingga berkontak dengan palatum durum;
Bagian belakang lidah membentuk posisi 450 terhadap dinding faring;
Sejalan dengan aktivitas otot lidah, otot masseter dan buccinator, menekan ke arah

mid-line;
5. Otot orbicularis oris menekan gigi insisif atas ke arah posterior.
ii.3.2 Mendeteksi Ketidakseimbangan Otot Orofasial dan Pola Penelanan
yang Salah pada Anak
1. Penempatan Posisi Lidah yang Salah
Penempatan ujung lidah saat istirahat merupakan tanda awal yang harus
diperhatikan. Lidah yang diletakkan terlalu ke anterior, berada diantara gigi insisif
atas dan bawah di dalam rongga mulut. Posisi lidah tersebut tidak mungkin ditarik
ke posterior dalam waktu seperlima detik saat proses penelanan normal. Oleh
karena itu, apabila penempatan posisi lidah yang salah dibiarkan akan
menyebabkan perubahan pola penelanan normal.
2. Pola Penelanan yang Salah
Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas dan bawah saat
penelanan disebut tongue trust. Penempatan posisi lidah yang salah akan menahan
bibir bawah berkontak dengan gigi atas. Akibatnya adalah menghalangi fungsi
otot orbicularis oris sebagai penahan stabilisasi sehingga otot tersebut menjadi
lemah.
3. Bernafas melalui Mulut

33

Anak yang bernafas melalui mulut dapat disebabkan oleh alergi, tonsil,
adenoid. Anak tersebut cenderung untuk menempatkan posisi lidah dibawah dasar
mulut untuk memudahkan aliran udara. Penempatan posisi lidah dibawah dasar
mulut menyebabkan palatum menjadi sempitsehingga lidah cenderung untuk ke
depan atau ke samping diantara gigi atas dan bawah.
4. Kebiasaan Mulut yang Buruk
Kebiasaan mulut merupakan proses pembelajaran kontraksi otot dan
proses alami yang kompleks. Kebiasaan mulut normal merupakan bagian fungsi
dentofasial yang berperan penting terhadap pertumbuhan normal wajah dan
fisiologi oklusal. Kebiasaan mulut yang dilakukan anak berusia lebih dari 4 atau 5
tahun disebut kebiasaan mulut yang buruk. Hal tersebut akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan dentofasial. Kebiasaan mulut yang buruk pada
anak yang sering terjadi adalah menghisap jari dan menggigit bibir.
5. Oklusi yang Buruk (Poor Occlusion)
Oklusi yang buruk dapat disebabkan oleh adanya keausan oklusal,
kerusakan gigi akibat karies, atau hilangnya gigi karena pencabutan. Keadaan
tersebut menyebabkan hilangnya kontak antara gigi atas dan bawah. Apabila
terjadi kehilangan kontak gigi di posterior, maka lidah akan menempati ruang
tersebut, akibatnya adalah terjadi kegagalan fungsi otot masseter dan fungsi
buccinator.
6. Tonus Bibir yang Tidak Adekuat
Bibir atas dan bawah tetap berkontak dalam keadaan istirahat. Fungsi bibir
tersebut berperan sebagai penahan untuk gigi anterior. Kekuatan tonus bibir yang
normal adalah 4-6 lbs yang diukur dengan spring tension gauge. Relasi bibir atasa
dan bawah yang terbuka saat istirahat menunjukkan adanya ketidakseimbangan
otot orofasial. Kekuatan tonus bibir yang tidak adekuat hanya 1-2 lbs. Selain
itu, tonus bibir yang terlalu kuat (hipertonus) juga harus dperhatikan.
7. Kelainan Anatomi Lidah
Adanya ankilosis, makroglosia dan ikatan frenulum yang rendah akan
mengganggu proses penelanan.

34

ii.3.3 Mekanisme Terjadinya Maloklusi akibat Ketidakseimbangan Otot


Orofasial
Bentuk anatomi palatum dipengaruhi oleh lidah. Lidah akan menempati
palatum saat istirahat. Penempatan posisi lidah yang salah atau adanya kebiasaan
buruk menyebabkan posisi lidah berada di bawah dan depan. Tekanan lateral akan
menyebabkan palatum menjadi sempit. Palatum yang sempit, mempengaruhi
bentuk lengkung rahang sehingga akan mengganggu erupsi gigi serta perubahan
pola

fungsi

otot

sehingga

terjaadi

maloklusi.

Deteksi

dini

adanya

ketidakseimbangan otot terutama sebelum anak mencapai usia 4-5 tahun atau
sebelum erupsi gigi permanennya akan terjadi koreksi alamiah palatum. Hal
tersebut mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan dentofasial kembali
normal.
ii.4

Bad Oral Habit

ii.4.1 Definisi Oral Habit

Dalam Kamus Dorland kebiasaan didefinisikan sebagai sesuatu bersifat


permanen dan konstan yang menunjukkan aktifitas berulang secara otomatis
disebabkan oleh proses alami yang kompleks dimana melibatkan kontraksi otot
yang dapat berefek pada fungsi mastikasi, respirasi, fonetik, dan estetik.

Kebiasaan normal menyebabkan konstruksi fungsi dentofasial dan


memegang peranan penting dalam perkembangan wajah normal dan fisiologi
oklusal. Sebaliknya, kebiasaan buruk dapat menyebabkan gangguan dalam pola
perkembangan dentofasial. Setiap kebiasaan dapat menyebabkan tekanan
abnormal pada struktur dentofasial yang menyebabkan malformasi pada struktur
dan hubungan interstruktural.

35

ii.4.2 Perkembangan Oral Habit

Menurut Christensen dan Fields, oral habit dideteksi pada usia 3-6 tahun
melalui pemeriksaan klinis yang merupakan masalah penting karena pada usia ini
oral habit dianggap abnormal.

Perkembangan oral habit terbagi menjadi 3 periode yaitu periode


mengisap, periode menggigit, dan periode multiple transfer. Periode mengisap
berkembang sejak bayi masih trimester ketiga dalam kandungan ibu. Kebiasaan
ini dilakukan berkembang untuk melatih sistem neuromuskular dimana
merupakan perkembangan sistem sempurna yang ditemukan sejak lahir sehingga
fase mulut pada bayi yang baru lahir terpenuhi dengan baik. Keahlian mengisap
jari ini dimulai sejak minggu ke-19 karena otak bayi telah mencapai jutaan saraf
motorik sehingga ia mampu membuat gerakan sadar tersebut. Masa transisi dari
periode mengisap ke periode menggigit terjadi dalam periode yang singkat dan
disebut sebagai periode transisi. Periode menggigit berkembang sejak usia prasekolah (4-5 tahun) dan berakhir pada usia sekolah (6-12 tahun).
ii.4.3 Macam-Macam Oral Habit pada Anak

Ada beberapa macam kebiasaan buruk pada anak, di antaranya adalah


mengisap ibu jari atau jari tangan (thumb or finger sucking), mengisap bibir atau
menggigit bibir (lip sucking or lip biting), mengisap botol susu (bottle sucking),
menjulurkan lidah (tongue thrusting), bernafas melalui mulut (mouth breathing),
dan bruksisme (bruxism).

1. Kebiasaan mengisap ibu jari (Thumb or finger sucking)

a. Gambaran Umum Thumb/Finger Sucking

36

Oral habit telah berkembang sejak bayi masih dalam kandungan


ibunya yaitu refleks mengisap ibu jari, dimana lama-kelamaan akan
menjadi kebiasaan yang menyenangkan baginya karena merasa sangat
nyaman sehingga dapat membuatnya tertidur. Apabila kebiasaan ini tetap
bertahan hingga tumbuhnya gigi permanen maka akan dapat menimbulkan
masalah dengan lengkung gigi dan pertumbuhannya dalam mulut.
Seberapa sering seorang anak mengisap ibu jari akan menentukan muncul
atau tidaknya masalah kesehatan gigi.

Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak


menempatkan jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian
atas mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas
mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga
mulut.

Gambar 1. Kebiasaan thumb and


finger sucking.
Kebiasaan mengisap ibu jari merupakan satu-satunya gerakan yang
dilakukan pada saat bayi baru lahir untuk mendapatkan makanan.
Mengisap ibu jari pada tahun-tahun pertama haruslah dipandang sebagai
hal yang normal dan belum perlu untuk dicegah. Karena kalau dicegah,
akan menyebabkan kekacauan perkembangan psikologi anak, sedangkan
akibat yang ditimbulkan terhadap gigi dan rahang belum dapat dipastikan.

37

Mengisap ibu jari pada bayi kurang dari 6 bulan merupakan salah
satu ekspresi bayi untuk kebutuhan mengisap, terutama kalau sedang lapar.
Tetapi setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan, mengisap jari memberikan
arti lain. Bayi ini membutuhkan ketentraman dan kenikmatan sama seperti
yang pernah mereka alami dulu sewaktu masih kecil. Kini mereka akan
mengisap jari kalau sedang lelah atau mengantuk. Bagi mereka ibu jari
merupakan salah satu benda penghibur. Seringkali nilai ibu jari sedemikian
pentingnya bagi anak, sehingga setelah bertahun-tahun kemudian mereka
baru ingin berhenti melakukan kebiasaan tersebut.
Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah
gangguan. Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut
akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anakanak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan
menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak.Hal ini
sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak
yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6
tahun.
Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya
jari) yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu
kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap
yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat
terjadi karena adanya kombinasi tekanan langsung dari ibu jari dan
perubahan pola tekanan bibir dan pipi pada saat istirahat.Tekanan pipi
pada sudut mulut merupakan tekanan yang tertinggi. Tekanan otot pipi
terhadap gigi-gigi posterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi otot
buccinator selama mengisap pada saat yang sama, sehingga memberikan
risiko lengkung maksila menjadi berbentuk V, ukurannya sempit dan
dalam.

38

Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap


dan juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat
berkorelasi dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya
kekuatan pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya
sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya
seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat
tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih
menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang
nyata.
Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa
diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal
geligi posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan
muskulus buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling
besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan
mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi
pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi
batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan
bentuk lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk
rahang.
Aktivitas mengisap jari sangat berhubungan dengan otot-otot
rongga mulut. Aktivitas ini sangat sering ditemukan pada anak-anak usia
muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi, meskipun hal ini menjadi
tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak.Sebagian besar
anak akan menghentikan kebiasaan ini dengan sendirinya pada usia antara
2 hingga 4 tahun, walaupun demikian lebih mudah untuk menghentikan
setiap kebiasaan ketika masih awal.
Kebiasaan mengisap jari pada awal masa anak-anak kelihatannya
merupakan aktivitas bawaan pada banyak anak, tetapi berlanjutnya
aktivitas ini setelah masa bayi berlalu adalah hasil belajar. Pada kedua

39

keadaan ini, kebiasaan mengisap jari yang berlanjut akan mulai terbentuk
sejak awal perkembangan oklusal hingga bisa mengubah posisi gigi-geligi.
Anak-anak sering sekali mempunyai kebiasaan buruk mengisap ibu
jari atau menggigit kuku atau pensil. Kebiasaan buruk ini bila tidak lekas
dihentikan pada anak sebelum gigi permanennya tumbuh, akan
menyebabkan terganggunya perkembangan gigi permanen yang dapat
menyebabkan maloklusi (gigi yang tidak pas pada saat rahang ditutup).
Kebiasaan mengisap jari hanya akan benar-benar merupakan
masalah jika kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi geligi tetap.
Kelihatannya kebiasaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian basal
dari rahang, karena efeknya terbatas pada gigi geligi dan prosesus
alveolaris dari rahang. Bila kebiasaan ini dihentikan, segmen dentoalveolar biasanya akan bertumbuh ke posisi oklusal yang tepat, kecuali
bila beberapa faktor, seperti aktivitas lidah atau bibir menghalanginya.
Belum diketahui apakah gigitan terbalik unilateral bisa membaik dengan
spontan.

b. Etiologi Thumb/Finger Sucking

Kebiasaan mengisap jari dapat disebabkan oleh hal-hal berikut;


Orangtua terlambat memberi minum susu pada anak yang sudah berusia 12 tahun sehingga anak mencari benda-benda lain untuk dimasukkan ke
dalam mulutnya. Kurang eratnya jalinan kasih sayang antara orang tua
dengan anaknya sehingga anak mencari perhatian dengan melakukan halhal yang tidak disukai orang tuanya. Anak mengalami gangguan emosi,
misalnya merasa sedih dan kesepian sehingga mencari ketenangan dengan
cara mengisap jarinya.

40

Bayi kurang puas mengisap susu dari ibu. Hal ini mungkin terjadi
karena hanya sedikit ASI yang keluar akibat adanya gangguan kesehatan
pada ibu, sehingga tidak mencukupi kebutuhan si anak. Mungkin ibu
terlalu sibuk bekerja di luar rumah. Selain itu ada juga ibu yang memang
tidak ingin menyusui bayinya karena takut bentuk buah dadanya menjadi
jelek. Sebagai gantinya bayi diberi susu botol dengan bentuk puting susu
ibu, sehingga gerak fisiologis otot-otot bibir, lidah dan pipi tidak normal.
Pada saat bayi mengisap susu ibunya, bibir akan menempel pada susu ibu
dan tumbuh perasaan nyaman. Tetapi jika bayi mengisap susu dari dot
yang tidak sesuai maka perasaan tersebut sama sekali tidak ada. Apalagi
kalau lubang dot terlalu besar maka kebiasaan mengisap dari mulut bayi
sama sekali berkurang sehingga mencari kepuasan dan kenikmatan dengan
mengisap sesuatu, dimana yang paling mudah yaitu ibu jari.

Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari
lainnya. Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan.
Akan tetapi, kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah
bahkan sampai berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai
menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat
membuat anak suka mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini
berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi. Adanya
kebiasaan

oral

konsekuensinya

mempengaruhi
mungkin

kegagalan

menyebabkan

dalam

menyusui

penyapihan

dini

dan

(proses

penghentian penyusuan ASI pada bayi) atau sebaliknya penyapihan dini


menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak untuk mengisap dan
akhirnya bayi mengisap yang tidak bergizi seperti mengisap ibu jari dan
penggunaan botol yang dapat menghasilkan maloklusi.

Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat


menyebabkan kebiasaan buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian,
rasa tidak aman, dan sehabis dimarahi atau dihukum. Beberapa psikiater
41

percaya bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini
disebabkan oleh kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Kurangnya
cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko
untuk mengisap jari. Rasa jemu terhadap permainan dan keadaan
sekelilingnya, maka dengan cara mengisap ibu jari akan merupakan hal
yang dapat mengatasi kesukaran yang dihadapinya.Mengisap memiliki
efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa
tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi
(sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau
gigitan pada anak.

c. Akibat Thumb/Finger Sucking


Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang
berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari faktor-faktor
penyebab maloklusi, yang paling menentukan tingkat keparahan adalah
intensitas, frekuensi, dan durasi pengisapan. Maloklusi yang terjadi juga
ditentukan oleh jari mana yang diisap, dan bagaimana pasien meletakkan
jarinya pada waktu mengisap yang menimbulkan adanya tekanan ke arah
atas gigi depan, dan bagian bawah jari akan menekan lidah sehingga
mendorong gigi bawah dan bibir sedangkan dagu terdesak ke dalam.
Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi
depan yang maju. Anak yang terbiasa menghisap jempol atau menghisap
dot umumnya lebih besar kemungkinan untuk memiliki wajah yang
kurang proporsional saat remaja hingga dewasa, dibandingkan dengan
anak yang diberi ASI dalam periode waktu yang cukup lama dan tidak
pernah memiliki kebiasaan menghisap jari atau dot.
Efek kebiasaan mengisap terhadap perkembangan oklusal sangat
bervariasi, dan sampai batas tertentu tergantung pada pola aktivitas

42

kebiasaan yang sesungguhnya. Mengisap ibu jari bisa diperkirakan akan


memberi efek yang berbeda daripada mengisap jari lain. Kadang-kadang
tidak terlihat adanya efek sama sekali. Tapi yang paling sering terjadi
adalah adanya ibu jari di antara gigi-gigi yang sedang bererupsi akan
membuat timbulnya gigitan terbuka anterior, yang biasanya asimetris,
lebih nyata pada sisi yang digunakan untuk mengisap ibu jari. Jika lidah
juga protrusi, gigitan terbuka cenderung lebih besar, sehingga gigi-gigi
anterior rahang atas protrusif. Di samping itu palatumbagian depan
menjadi tinggi, sehingga bentuk lengkung rahang menjadi segitiga tidak
oval dan susunan gigi depan menjadi lebih maju dari sebagaimana
seharusnya, area untuk tumbuh giginya menjadi lebih sempit. Akibatnya,
gigi menjadi tumbuh bertumpuk-tumpuk. Perkembangan rahang ke arah
lateral terganggu,seringkali juga terlihat gigitan terbalik disebabkan oleh
menyempitnya tekanan udara intraoral, yang barangkali terkombinasi
dengan aktivitas otot-otot bukal. Penyempitan ringan dari lengkung gigi
ini bisa menyebabkan rahang bawah menempati jalur penutupan
Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite
anterior

translokasi, dengan disertai perkembangan gigitan terbalik pada salah satu


sisi yang pada akhirnya membutuhkan perawatan ortodonti untuk
mengembalikan gigi mereka ke posisi yang seharusnya.

43

Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai


dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum
gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi
permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa
insisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung
atas sempit serta retroklinasi insisivi bawah.
Bila kebiasaan mengisap ibu jari bertahan sampai umur 4 tahun
maka akan menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat
menyebabkan masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi
ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam.
Dengan pengisapan yang terus menerus terjadi jari abnormal seperti
hiperekstensi jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur
kuku). Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya
kepercayaan diri anak karena anak sering diejek oleh saudara atau
orangtuanya. Dapat juga terjadi keracunan yang tidak disengaja, anak yang
mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan yang tidak disengaja,
misalnya keracunan Pb. Resiko infeksi saluran cerna pun meningkat.

d. Penanganan Thumb/Finger Sucking


Perawatan psikologis
Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka
orang tua disarankan untuk mulai melakukan pendekatan kepada anak agar
dapat menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut, antara lain :

Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara


anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan
psikologis dapat menjadi faktor pencetus kebiasaan mengisap ibu jari.

44

Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk


menghentikan kebiasaan tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak
memberikan hukuman pada anak karena anak akan makin menolak untuk
menghentikan kebiasaan ini.

Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat

keberhasilan anak untuk tidak mengisap ibu jari.

Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah

yang disenangi si anak, bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya.


Perawatan eksta oral
Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang
memiliki kebiasaan mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya, antara lain:

Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya,
misalnya betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai
kebiasaannya mengisap ibu jari.

Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.

Penggunaan thumb guard atau finger guard.

45

Gambar 3. Thumb guard dan finger guard

Sarung tangan.

Penggunaan thumb crib (fixed palatal crib) pada bagian palatum.

Gambar 4. Thumb crib

Pada umumnya mengisap ibu jari dapat diberhentikan dengan


memberikan nasehat berupa penjelasan secara halus dan bijaksana untuk
mendapatkan kerjasama yang baik dengan anak mengenai kebiasaan buruk
mengisap ibu jari, misalnya kotoran pada sela-sela kuku akan masuk ke
mulut dan menyebabkan sakit perut. Usahakan anak sadar dan tahu betul
mengapa ia harus menghentikan kebiasaannya. Karena anak-anak
memiliki keterbatasan kemampuan penalaran secara logis, namun tidak
ada salahnya memberitahukan bahwa akan jauh lebih baik gigi yang
terlihat di masa depan jika mereka menghentikan kebiasaan itu.

46

Selanjutnya jangan biarkan anak melamun atau berkhayal, berilah


kesibukan dengan menemani bermain atau memberi dongeng sebelum
tidur. Jangan sekali-kali melarang secara langsung dengan keras misalnya
mencabut ibu jari yang sedang diisap dengan kasar atau mengejek dan
memperolok-olok. Hal ini akan mengganggu perkembangan jiwanya.
Apabila kebiasaan tersebut disertai kebiasaan lain misalnya menarik-narik
ujung rambut, memegang-megang daun telinga, menarik ke arah baju,
ujung bantal dan lain-lain maka usaha pertama ialah menghilang kebiasaan
sekunder tersebut misalnya, rambut dipotong pendek, anak diberi baju
kaos, tanpa kerah, tidur tanpa bantal dan lain-lain maka kebiasaan
primernya akan berhenti. Dapat pula kita memberikan permen atau kue
sebagai pengganti ibu jari yang diisapnya, memberikan pujian, upah atau
hadiah kecil sebagai imbalan untuk menghentikannya.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kebiasaan


mengisap jari pada anak antara lain; mengusahakan agar bayi mengisap
susu ibu selama mungkin maksimal 2 tahun. Jika ibu terpaksa tidak dapat
menyusui, berikan dot yang sesuai dengan bentuk puting susu ibu. Kalau
keluarnya air susu ibu terlalu deras sehingga anak cepat kenyang, berilah
dot latihan yang bentuknya sesuai dengan bentuk puting susu ibu untuk
menyalurkan kemampuan naluri mengisap dari si bayi. Ibu harus
mengusahakan pemberian makan dan minum tepat pada waktunya
sehingga bayi tidak merasa lapar.

Kebanyakan anak-anak akan menghentikan sendiri kebiasaan


mereka tersebut pada kisaran umur 2-4 tahun, namun lebih mudah jika
orang tua menghentikan kebiasaan tersebut sedini mungkin. Kalau
kebiasaan mengisap jari dapat berhenti sebelum anak berusia 5 tahun,
maka kelainan yang timbul dapat membaik dengan sendirinya karena
fungsi otot-otot sekitar mulut yang normal. Namun tidak demikian bila
gigi tetap telah muncul dan kegiatan mengisap ibu jari maupun botol susu
47

masih berlanjut hingga melewati usia 6 tahun dan berlangsung intensif


akan merupakan kebiasaan buruk dan akibat yang ditimbulkan tidak dapat
baik dengan sendirinya sehingga terpaksa harus diperbaiki dengan bantuan
perawatan ortodonsi yang akan memerlukan biaya tidak sedikit.

Anak yang berusia 3 tahun berilah perhatian dan kasih sayang yang
lebih. Akan tetapi, apabila kebiasaan tersebut masih terus berlanjut,
orangtua dapat mencoba mengoleskan bahan-bahan atau obat pada
permukaan ibu jari dengan cairan yang pahit (kina), pedas (lada) atau rasa
getir (minyak kayu putih) pada jari yang sering mereka isap. Usaha lain
yaitu memberi sarung tangan atau membalut ibu jari dengan alat tertentu
seperti plester.

Jika anak yang berumur 4 tahun keatas masih juga melakukan


kebiasaan mengisap ibu jari, dimana seharusnya anak ini sudah
mengalihkan perhatiannya dengan bermain, maka secara psikologis ada
sesuatu yang tidak normal. Untuk menghilangkan kebiasaan buruk
tersebut,

orangtua

penyebabnya

sudah

harus

mencari

diketahui,

penyebabnya

secara

bertahap

dahulu.
orangtua

Apabila
dapat

menghilangkannya dengan cara melakukan pendekatan psikologis kepada


anak.

Apabila usia anak lebih dari 7 tahun dan masih melakukannya,


sebaiknya orangtua bekerjasama dengan dokter gigi untuk menghentikan
kebiasaan buruk si anak. Dokter gigi akan membuat alat ortodonti untuk
mencegah berkontaknya ibu jari dengan langit-langit rongga mulut
sehingga kenikmatan mengisap jari akan terhalangi oleh alat tersebut.
Perawatan ini baru dilakukan apabila metode pendekatan psikologis tidak
berhasil. Alat ortodonsi yang dibutuhkan dalam menangani kasus ini
adalah removable appliance atau palatal arch modified yang berfungsi

48

untuk menghentikan siklus yang menyenangkan yang berhubungan


dengan kebiasaan menghisap jari.

Dapat juga digunakan perban AceTM yang dibungkus pas tapi tidak
terlalu ketat pada pertengahan lengan yang biasa digunakan untuk kegiatan
mengisap jari. Tangan tidak tercakup, dan perban tidak menghambat aliran
darah di lengan. Setelah di tempat tidur, anak akan berpikir bahwa ia dapat
menempatkan jari pada mulutnya. Namun dengan adanya perban Ace
yang memiliki elastisitas cukup tinggi akan mengeluarkan jari dari
mulutnya sehingga memungkinkan untuk jatuh pada saat anak tertidur.

Sudah banyak waktu dan usaha yang dicurahkan untuk mendorong


anak-anak berhenti mengisap jari, tapi efek mengisap bibir biasanya
kurang disadari. Hasil berbagai percobaan menunjukkan bahwa usaha
untuk menghentikan kebiasaan mengisap jari biasanya gagal kecuali jika si
anak sendiri yang ingin menghentikannya. Pada kasus ini, pemasangan
piranti di dalam mulut anak sesudah mendiskusikannya dengan si anak,
biasanya sudah cukup untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Dengan
kata lain, ini berarti menunda setiap usaha untuk menghentikan kebiasaan
tersebut sampai anak berusia 8 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut
kebanyakan anak memang sudah menghentikan kebiasaan ini.

2. Mengisap Bibir/Menggigit Bibir (Lip Sucking/Lip Biting)


a. Gambaran Umum Lip Sucking/Lip Biting

Kebiasaan buruk pada anak-anak sering dihubungkan dengan


keadaan psikologis penderitanya. Kebiasaan yang sering dilakukan pada
anak usia 4-6 tahun ini, dapat merubah kedudukan gigi depan atas ke arah

49

depan, sedang gigi depan bawah ke arah dalam. Gigi yang protrusi akibat
dari kebiasaan mengisap bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering
menjadi bahan pembicaraan teman-temannya, sehingga secara psikologis
anak merasa kurang percaya diri. Oleh sebab itu, intensitas mengisap bibir
bawah juga semakin meningkat. Selain menyebabkan protrusi, kebiasaan
ini juga dapat membuat pertumbuhan gigi menjadi tertahan.Salah satu
penelitian menunjukkan 50% anak-anak tuna wisma yang mempunyai oral
habit, prevalensi mengisap atau menggigit bibir sebanyak 17,37%.

Kestabilan dan posisi gigi banyak mempengaruhi keseimbangan


otot-otot sekitarnya. Kekuatan dari otot-otot orbicularis oris dan otot-otot
buccinator yang diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah.
Keseimbangan otot-otot daerah sekitar mulut dapat mengganggu apabila
pasien memiliki kebiasaan buruk seperti mengisap ibu jari, menjulurkan
lidah, mengisap bibir, dan bernafas melalui mulut.

Gambar 5. Kebiasaan lip sucking/lip biting

Gigi berada dalam keadaan keseimbangan dinamis yang konstan.


Keseimbangan kekuatan antar otot yang dipercaya dapat mempengaruhi
posisi dan kestabilan dent alveolar complex. Graber mendeskripsikan
mekanisme otot-otot buccinator. Dalam mekanisme ini, kekuatan yang
mendorong gigi dihasilkan oleh otot orbicularis oris, otot buccinators, otot
penarik superior pharyngeal yang diseimbangkan oleh kekuatan yang

50

berlawanan dari lidah. Kerja yang berlebihan otot-otot orbicularis


mempengaruhi pertumbuhan kraniofasial, memicu terjadinya penyempitan
lengkung gigi, mengurangi ruang untuk gigi dan lidah serta terhalangnya
pertumbuhan mandibula.

b. Etiologi Lip Sucking/Lip Biting


Beberapa faktor penyebab yang menjadi etiologi dari kebiasaan
mengisap bibir atau menggigit bibir adalah:
Stress.
Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak
stress dan bantu mereka untuk menghadapinya. Dalam hal ini orang tua
harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab kebiasaan mengisap
bibir pada anaknya. Berikan kesempatan anak untuk berbicara mengenai
hal-hal yang mungkin mengkhawatirkan mereka, melakukan kontak mata,
dan aktif mendengarkan.
Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari.
Hal ini dilakukan untuk memuaskan insting mengisap si anak karena
mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering
membantu anak untuk bisa tertidur.

c.

Akibat Lip Sucking/Lip Biting


Kebiasaan

mengisap

atau

menggigit

bibir

bawah

akan

mengakibatkan hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat


menjadi faktor utama atau merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan

51

mengisap bibir yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang
besar dengan gigi anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior
rahang bawah condong ke lingual diikuti perbedaan skeletal yang ringan.
Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal. Kebiasaan
mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh
perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus
rahang atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang
bawah terjadi setelah proses adaptasi.

d.

Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting


Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan

mengisap bibir atau menggigit bibir pada anak-anak antara lain:


Myotherapi (latihan bibir)
Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan
menumpangkan bibir bawah dengan tekanan di atas bibir atas atau dengan
sering memainkan alat musik tiup.
Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebabyang
membuat anak stress. Konsultasi dengan seorang psikiatermerupakan salah
satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.

ii.5

Pengaruh Gangguan Otot terhadap Fungsi Bicara

Menurut Marzouk dan Simonton (1985), sistem stogmatonatik merupakan


satu kesatuan organ yang memiliki fungsi berkaitan satu sama lain. Organ-organ
tersebut terdiri dari mandibula, maksila, TMJ, struktur gigi, dan struktur
pendukung lain seperti otot mastikasi, otot wajah, serta otot kepala dan leher.
52

Menurut Shillingburg (1981), fungsi utama sistem stogmatonatik adalah oklusi,


selain fungsi lainnya seperti menghisap, menggigit, berbicara, mengunyah, dan
menelan.

Berbicara menurut Kamus Kedokteran Dorlan (1998) adalah ekspresi pikir


an dan ide yang dikeluarkan melalui suara. Kemampuan berbicara ini tergantung
daripada perkembangan dan fungsi normal daerah motorik pada cortex cerebri
serta pada pemanfaatan mekanisme otot-otot kompleks pada lating, faring, dan
cavum oris.

Berikut merupakan otot-otot yang berpengaruh dalam berbicara adalah:

1.
No

Otot Laring
Otot

Origo

Insersio

Fungsi

Inervasi

Instrinsik

M.Cricothyroideus

Arcus

cartilaginis Lamina

Cricoidae

cartilaginis Menegangkan n.laryngeus

Tyroidae

pita suara

eksternal

Cartilage arytenoidea
M.arytenoideus
Transversus

Cartilage arytenoidea darisis

yang

(tepu

(tepi

lateral

dan berlawanan

permukaan posterior ) lateral

dan

Menutup rima n.laryngeus


glottis

recurrent

permukaanposterior )

M.cricoarylenoides Lamina

cartilaginis Processus muskularis Abduksi

53

pita n.laryngeus

cartilaginis
cartilaginis

cricoideae

posterior

(permukaanbelakang)

arytenoudeae
permukaan

dan suara

recurrent

belakang

cartilage arytenoidea

M.cricoarytenoideus Arcus
lateralis

cartilaginis Processusmuskularisc Adduksipitasu n.laryngeus

cricoidea

M.thyroarytenoideu Angle
s

artilaginisarytenoideae ara

of

hyoid Arytenoid

thyroidcartolago

(vocal Relaksasi pita n.laryngeus

process)

suara

Procesus vocalis dan


M.vocalis

Cartilage tyroidea

fovea

oblonga

cartilaginis
arytenoida

2.
No

recurrent

recurrent

Menegakkan
pita suara dan
membentuk
tepi bibir pita

n.laryngeus
recurrent

suara

Otot lidah
Otot

Origo

Insersio

Fungsi

Inervasi

Ekstrinsik

M. genioglossus

Spina

mentalis Aponeurosis lingua

mandibular

Mendorong
lidah ke depan,
pemindahan ke

54

n.hypoglossus

bawah,pengger
akan

ujung

lidah

M.hyoglossus

Cornu

majus

dan Aponeurosis

corpus os hyoideus

lingua Menarik balik n.hyplogossus

(daerah lateral)

lidah,
menurunkan
punggung
lidah,

dan

dasar lidah

M.styloglossus

Processus

Tepi samping lidah Menarik balik n.hypoglossus

stylohyoideus

(posterior

dan

os.temporalis

superiorlingual )

mengangkat

(tepidepan), ligament

lidah

stylomandibulare dan
ligament
stylohyoideum

Intrinsik

M. longitudinal

Apexlingue

Radixlingue

Menarik balik n.hypoglossus


lidah dan juga
perluasan
gerakan

lidah

yang
berhubungan
dengannya

55

transversus Tepi samping lidah; Tepi samping lidah; Pengerutan

linguae

septum lingua

aponeurosis lingua

n.hypoglossus

lidah dan juga


yang
berhubungan
dengan
gerakan
menjulurkan
lidah

M. Vertical linguae Dorsum linguae

Permukaan

inferior Mendatarkan

linguae

n.hypoglossus

dan
melebarkan
lingua

3.
No

Otot Mastikator
Otot

Origo

Insersio

Fungsi

Inervasi

M.masseter

Tepi inferior 2/3 depan Angulus mandibulae Mengangkat,

n.trigeminus

superficialis

arcus zygomaticus

cabang

&

bagian

permukaan
ramus

M.masseter

Tepi

inferior

Profunda

belakang
zygomaticus

bawah pergerakan
lateral lateral

dan mandibularis

retrusi

1/3 Angulus mandibulae Mengangkat


arcus &

bagian

permukaan

56

bawah pergerakan
lateral lateral

n.trigeminus
cabang

dan mandibularis

ramus

M.temporalis

retrusi

Fossa temporalis di Permukaan processus Tonus istirahat, n.trigeminus


bawah

linea coronoideus & tepian elevasi, retrusi cabang

temporalis dan linea teromedial


temporalis

ramus dan

inferior mandibulae

gerak mandibularis

ipsilateral

yang melengkung

M.Pterygoideusmed Permukaanmedial

Permukaanmedial

Elevasi,protrus n.trigeminus

ialis

laminalateralis

ramus

i,dangerakkont cabang

proc.Pterygoideus

mandibularmelebarke ralateral

mandibularis

sebagianserabutkeluar bawahsulcusmylohyo
darituber maxillae

ideusditepiinferior
&angulusmandibular

M.pterygoideuslater Caput superior, berupa Caput


alis

inferior

ke Protrusi,

serabut dari seluruh posterior, ke superior depresi


atap

n.trigeminus
dan cabang

fossa dan sedikit ke lateral gerak

infratemporalis

mandibularis

kemudian berinsertio kontralateral


pada

fovea

pterygoideus
permukaan

di
anterior

collum mandibula

4.
No

Otot Ekspresi Wajah


Otot

Origo

Insersio

57

Fungsi

Inervasi

M.orbicularis oris

Serabut
dari

ekstrinsik; Serabut
insersio

sirkumolar
intrinsic;

ekstrinsik; Mulut

otot serabut

n.facialis

melintasi menutup,

serabut cavum oris di dalam menekan


dari

fossa pipi sebagai spinchter labium

incisive mandibular

serabut instrinsik ; terhadap

oris
gigi

serabut berjalan oblik dan


ke depan dan masuk memajukan
ke kutis labium oris

M.levator

labium oris

anguli Fossa canina maxillae Sudut mulut

oris

di

bawah

Mengangkat

foramen

n.facialis

sudut mulut

infraorbitale

M.depressor anguli Linea


oris

obique Sudut mulut

Menarik sudut n.facialis

mandibulae

mulut

ke

bawah

M. Buccinator

Raphe

Serabut otot berjalan

pterygomandibularis, ke depan melalui pipi


Processus

alveolaris sebagai suatu lapisan

superior,

Processus datar.

alveolaris inferior

Pada

mendekati
mulut,

waktu
sudut
serabut

superior berjalan ke
inferior,
serabut

sedang
inferior

superior
bergabung
58

ke

untuk
dengan

n.facialis

m.orbicularis oris

Otot-otot tersebut saling berhubungan dan bekerjasama sehingga terjadi


mekanisme berbicara. Berikut merupakan proses hingga dapat terjadinya bicara,
yaitu:

1. Respirasi

Respirasi merupakan suatu proses inhalasi dan ekhalasi. Organ yang


berpengaruh dalam proses ini adalah trakea, bronkus, dan paru-paru.

2.

Phonasi

Phonasi adalah suara yang dihasilkan dari aliran udara yang keluar melalui
laring. Bunyi tersebut dikenal sebagai suara laring atau vocal.

3.

Resonansi

Resonansi

adalah

memberikan

kualitas

karakteristik

pada

bunyi

gelombang suara yang ditimbulkan pita suara. Organ yang berfungsi adalah sinus
baik itu maksila, paranasal, dan juga frontalis, rongga faring yaitu orofaring
da nasofaring, rongga mulut, rongga dinding, dan rongga dada.

4.

Artikulasi

59

Artikulasi adalah proses pengahasil suara dalam berbicara oleh


pergerakkan bibir, mandibular, lidah dan mekanisme palatopharingeal dalam
koordinasi dengan respirasi dan phonasi. Organ yang berfungsi adalah bibir yang
berguna untuk membendung suara pada saat pembentukkan suara letup, palatum
molle dan durum yang berguna untuk mengawasi proses artikulasi, lidah yang
berguna untuk membentuk suara dengan mengangjat, menarik, menipis,
menonjol, dan mendatar, pipi yang berguna untuk membendung suara dibagian
bukal dan gigi yang berguna untuk menahan aliran udara dalam menbentuk
konsonan labiodental dan apiko alveolar.

Kelainan yang berhubungan dengan bicara adalah apaxia yang terdiri dari
tiga macam yaitu apaxia sensoris merupakan gangguan yang mengenai arean
Wernicke sehingga tidak bias menginterprestasikan makna yang diucap tetapi bias
berbicara meskipun tidak jelas, apaxia motoris merupakan gangguan di area broca
sehingga tidak bisa berbicara tetapi bisa menginterprestasikan makna, lalu apaxia
global yang merupakan lanjutan dari apaxia motoris. Dysatria yang dikarenakan
saraf yang belum matang atau trauma seperti pada penderita stroke. Cerebral palsy
merupakan gangguan yang penyebabkan ketidak fokusan dalam berbicara
biasanya disebabkan karena trauma yang menjadikan sarafnya terjepit.

ii.6

Maloklusi

Adanya beberapa pengertian dan pendapat dari ahli mengenai pengertian


maloklusi ini. Moyers (1988) menyatakan bahwa maloklusi adalah keadaan gigi
yang menyimpang dari hubungan gigi yang normal terhadap gigi lainny adalah
lengkung yang sama dan terhadap gigi dari lengkung yang berlawanan dengan
disertai fungsi yang abnormal.
Dawey (1921) menyatakan bahwa maloklusi adalah penyimpangan dari
oklusi normal yang mengganggu fungsi yang sempurna dari gigi-gigi sementara

60

Salzman (1966) menyatakan bahwa maloklusi adalah penyimpangan morfologis


yang bersifat biofisika dari suatu norma yang telah disetujui bersama.
Pendapat dari Proffit (1988) mengatakan bahwa maloklusi bukan
merupakan suatu penyakit atau proses patologis tetapi merupakan kelainan atau
penyimpangan dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
sehingga mengakibatkan kombinasi kurang harmonis antar gigi, rahang serta
wajah secara keseluruhan. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian etiolog
imaloklusi.
MenurutMc.Coy yang termasuk keadaan maloklusi adalah :

Gigi-gigi berada pada keadaan malposisi


Perkembangan bentuk lengkung gigi yang abnormal
Relasi lengkung gigi yang tidak harmonis
Perkembangan rahang atas dan rahangbawah yang abnormal
Kombinasi kelainan diaras, termasuk kelainan yang disebabkan karena faktor
kongenital seperti celah bibir dan celah langit-langit
Menurut Tan See Sion (1969) maloklusi dapat menyebabkan hal-hal
sebagai berikut :

Kesehatan gigi dan mulut terganggu


Menimbulkan cacat muka dan menyebabkan timbulnya rasa rendah diri
Terganggunya fungsi pengunyahan, bicara, dan pernafasan
Gangguan pada sendi rahang
ii.6.1 Etiologi Maloklusi
Seperti yang telah dikatakan di atas Maloklusi bukanlah merupakan
sebuah patologi tetapi merupakan kelainan atau penyimpangan dari proses
pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga mengakibatkan
kombinasi kurang harmonis antar gigi, rahang serta wajah secara keseluruhan.
Etiologi Maloklusi sendiri sampai saat ini belum sepenuhnya pasti, tetapi
ada beberapa kemungkinan penyebab dan hal itu dapat dikatagorikan sebagai
etiologi maloklusi dan dapat dijadikan pegangan dalam menentukan perawatan
orthodonti yang diperlukan.

61

Untuk memudahkan, etiologi maloklusi kemudian dikelompokkan menjadi


tiga kelompok besar, yaitu :
1. Penyebab Spesifik
Gangguan pada perkembangan embriologi
Gangguan pada perkembangan embriologi umumnya berakhir pada
kematian dari embrio.Ada beberapa variasi dari penyebab gangguan
embriologi, mulai dari gangguan genetik hingga penyebab dari

lingkungan. Zat kimia dengan lain yang dapat menyebabkan kerusakan


pada embrio bila diberikan pada masa-masa kiritis disebut sebagai
teratogen. Teratogen umumnya menyebabkan kerusakan spesifik apabila
diberikan pada dosis rendah, tetapi apabila diberikan dengan dosis lebih
tinggi akan menyebabkan efek mematikan.
Gambar : Teratogen yang dapat menyebabkan gangguan pada embriologi
yang dapa menyebabkan cacat oral. (Profit. Contemporary Orthodontic
4th Edition.
2. Gangguan pada perkembangan tulang
Fetal Molding dan Birth Injuries
i. Intra Uterine Molding
Adanya tekanan pada region wajah pada saat intra uterine dapat
menyebabkan distorsi pada daerah yang sedang berkembang. Beberapa
contoh diantaranya adalah :sebuah tangan menekan wajah saat prenatal
dan dapat menyebabkan beberapa defisiensi maxilla. Ada juga apabila

62

kepala tertekan ke arah dada yang dapat menyebabkan defisiensi


mandibula. Akan tetapi karena tekanan yang menyebabkan deformitas
tidak ada saat bayi telah lahir, cacat ini dapat tersamarkan bahkan hilang.

Gambar : intra uterine molding menyebabkan kurang berkembangnya


maxilla (kiri), mandibula kurang berkembang karena wajah tertekan ke
arah dada (kanan) (Sumber : Profit. Contemporary Orthodontics.)
ii. Trauma Lahir pada Mandibula
Sebetulnya hal ini jarang terjadi, tetapi apabila terjadi umumnya
dihubungkan dengan pemakaian forceps untuk menarik kepala bayi saat
proses melahirkan.
Fraktur pada Rahang pada Masa Kecil
Pada masa kanak-kanak anak-anak sering terjatuh, dan apabila
terjatuh dan terjadi fraktur pada rahang, terutama pada kondilus mandibula
dapat menyebabkan kurang berkembangnya bagian mandibula yang terjadi
fraktur. Untungnya, 75% dari kasus umunya akan berregenerasi sendiri
sehingga kondilus yang terfraktur tidak akan menyebabkan maloklusi.
Apabila terjadi sebuah problem yang mengikuti fraktur condilus, hasilnya
umumnya adalah pertumbuhan

yang asimetris, dengan daerah yang

terkena injury tumbuhnya kurang pesat bila dibandingkan dengan yang


tidak terkena fraktur.

63

Gambar

Pertumbuhan Rahang
yang

asimetris

disebabkan

karena

terjadinya fraktur pada


kondilus
muda.

pada

usia

(Sumber

Profit. Contemporary
Orthodontic)

Disfungsi Otot
Otot Wajah dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang dalam dua
cara. Pertama, formasi dari tulang dimana otot menempel tergantung pada
aktivitas dari otot. Kedua, otot adalah bagian penting dari total matriks
jaringan lunak yang normalnya membawa rahang ke bawah dan ke depan
(pada saat pertumbuhan).

Gambar: Seorang Pria


yang mengalami fasial
asimetris

karena

hilangnya otot masseter

Acromeg
aly

dan

Hemimandibular Hyperthrophy
Akromegali disebabkan oleh adanya tumor pada pituitary anterior
yang mensekresikan growth hormone dalam jumlah yang banyak sehingga

64

menyebabkan maloklusi kelas III. Setelah tumor diangkat pertumbuhan


akan terhenti tapi untuk mengembalikan ke semula diperlukan tindakan
operasi.
Ga
mb
ar
:

Tampilan samping dan radiografi dari seorang pria yang mengalami akromegali.
(sumber : Profit. Contemporary Orthodontics)
Sementara hemi mandibular hyperptrophy adalah membesarnya
mandibula pada orang yang secara metabolis normal. Umumnya terjadi
pada wanita usia 15-20 tahun.

Gambar : Seorang wanita yang mengalami hemi mandibula rhyperthrophy.


(Sumber : Profit. Contemporary Orthodontic)
Gangguan pada perkembangan gigi
i. Gigi Hilang Secara Kongenital

65

Absennya gigi secara kongenital merupakan hasil dari gangguan


selama masa initial stage dari pembentukan gigi (inisiasi dan
proliferasi).Dapat menyebabkan anodontia (kehilangan total darigigi),
oligodontia (kehilangan banyak gigi, tetapi tidak semuanya), hypodontia
(hanya kehilangan beberapa gigi).
ii. Malformasi dan Supernumary Teeth
Abnormalitas dari gigi yaitu ukuran dan bentuk gigi,umumnya
terjadi ganggaun pada saat tahap morphodiferentiation. Apabila ukuran
gigi tidak matching secara ukuran, oklusi normal hampir tidak mungkin
didapatkan.Begitu pula pada kasus malformasi bentuk gigi yang terjadi
karena fusi atau penyebab lainnya.
Gambar : Ukuran gigi yang tidak proporsional.
iii.
E

ctopic Erruption
Ectopic erruption merupakan erupsi gigi pada lokasi yang tidak
seharusnya. Hal ini disebabkan karena adanya malposisi dari tooth bud
permanent. Umumnya terjadi pada molar pertama maxilla.
iv. Early Loss of Primary Teeth
Ketika sebuah unit dari lengkung rahang hilang, lengkung rahang
cenderung akan mengalami kontraksi dan jarak yang ada akan ditutup.

66

3. Pengaruh Hereditas
Ada pengaruh besar hereditas dalam fitur wajah.Beberapa tipe
maloklusi adalah sebuah hal yang di turunkan turun temurun dalam
keluarga. Contohnya adalah Hapsburg Jaw.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa maloklusi


disebabkan hereditas karena adanya campuran dari beberapa karakteristik.
Seperti misalnya seorang anak memiliki gigi yang besar-besar dari
keturunan ibunya dan rahang yang kecildariketurunanayahnya yang
menyebabkan tidak ada ruang sehingga menyebabkan crowding. Apabila
sebuah populasi terdiri dari berbagai karakteristik seperti yang telah
disebutkan pada contoh di atas, kemungkinan besar akan terjadi adanya
prevalensi maloklusi yang besar.
Untuk pembuktian teori ini pada tahun 1930 diadakan penelitian
oleh Professor Stockard yang menyilangkan berbagai jenis anjing untuk
mengetahui hasil maloklusi dari giginya. Sayangnya ada beberapa
ganjalan karena beberapa anjing berukuran kecil diketahui memiliki gen
achondroplasia. Manusia atau hewan yang terkena penyakit ini akan
mengalami defisiensi dari kartilago. Manusia yang mengalaminya akan
memiliki defisiensi terutama pada daerah wajah tengah.
4. Pengaruh Lingkungan
Salah satunya adalah kebiasaaan buruk dari pasien yang dapat
menyebabkan terjadinya maloklusi dan malposisi dari gigi. Kebiasaan
buruk itu terdiri dari menghisap ibu jari, tongue thrusting swallowing,
bernapas lewat mulut, dan lain-lain.

67

ii.6.2 Klasifikasi Dental


1. Klasifikasi Angle

Angle mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama


hampir tidak pernah berubah posisinya.Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi
yang

paling

banyak

digunakan

dalam

penentuan

maloklusi.

Angle

menggambarkan tujuh malposisi individu gigi yaitu bukal atau labial, lingual,
mesial, distal ,rotasi ,infraposisi, supraposisi. Malposisi gigi ini dapat digunakan
untuk menggambarkan maloklusi secara lebih lengkap. Klasifikasi maloklusi
Angle :

1. Maloklusi Kelas I

Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi


molar pertama permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama
permanen atas berada pada bucal groove molar pertama permanen
68

mandibula.Maloklusi kelas I dapat disertai dengan openbite, protrusi


bimaksila dan kelainan yang paling banyak adalah disertai dengan
crowded, sedangkan diastema multiple yang menyeluruh jarang dijumpai.

Gambar: Maloklusi kelas II


Sumber :(http://cuvetmerh.wordpress.com/2008)

2. Maloklusi Kelas II

Relasi posterior dari mandibula terhadap maksila.Mesiobukal cusp


molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bucal groove gigi
molar pertama permanen mandibula. Karakteristik maloklusi kelas II
adalah protrusif gigi anterior atas dengan overjet yang besar dan kadang
disertai retroklinasi gigi insisivus.

Divisi I: Insisivus gigi rahang atas letakya labioversio (protrusi bilateral)


Subdivisi

:Insisivus rahang atas letaknya labioversio (protrusi

unilateral)

Divisi II : Insisivus sentral rahang atas letakya palatoversi.

Menurut Moyers yang dikutip oleh Karin dan Yuniar pada


penderita maloklusi kelas II divisi I biasanya ditandai dengan profil muka
yang konveks, overjet, yang besar dan kadang-kadang disertai dengan
deep bite. Pada keadaan demikian, tekanan otot-otot muka tidak normal,
69

sehingga sering dijumpai sulcus mentolabial yang dalam atau disebut lip
trap.

Selain itu menurut Staley maloklusi kelas II divisi I digambarkan


dengan maksila yang sempit, gigi insisivus atas yang terlihat lebih panjang
dan protrusif, fungsi bibir yang tidak normal dan kadang-kadang dijumpai
beberapa obstruksi nasal serta bernafas melalui mulut.

Gambar: Maloklusi kelas II


Sumber: (http://cuvetmerh.wordpress.com/2008)

3. Maloklusi Kelas III

Relasi anterior dari mandibula terhadap maksila.mesiobukal cusp


molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi
molar pertama permanen mandibula.

Gambar: Maloklusi kelas III

70

Sumber :(http://cuvetmerh.wordpress.com/2008)

Klasifikasi Angle memiliki kekurangan.Beberapa kekurangan


klasifikasi Angle sebagai berikut : Klasifikasi Angle didasarkan atas relasi
molar pertama permanen. Bila molar pertama permanen bergeser karena
prematur ekstraksi molar sulung, maka relasi molar yang ada bukan relasi
molar yang sebenarnya sebelum terjadi pergeseran.Bila molar pertama
permanen telah dicabut berarti tidak ada relasi molar.

Bila terjadi pergeseran molar pertama permanen ke mesial maka


perlu dibayangkan letak molar pertama permanen sebelum terjadi
pergeseran, baru ditetapkan klasifikasinya, demikian juga jika molar
permanen telah dicabut.

Ada kemungkinan relasi molar permanen kanan tidak sama dengan


relasi molar pertama permanen kiri. Angle memperbolehkan hal ini dan
disebut subdivisi pada kelas II dan kelas III. Angle berpendapat letak
molar pertama permanen tetap stabil dalam perkembangan pada rahang
sehingga dengan melihat relasi molar dapat juga dilihat relasi rahang.Hal
ini tidak selamanya benar karena letak gigi dalam perkembangannya tidak
sama dengan letak rahang.

Dari kekurangan klasifikasi Angle maka beberapa penyempurnaan


klasifikasi dilakukan yaitu:Ackerman dan Profit yang dikutip oleh Bisara
meresmikan sistem tambahan informal pada metode Angle dengan
mengidentifikasi karakteristik utama dari maloklusi untuk digambarkan
secara sistematis pada klasifikasi Pendekatan tersebut menutupi kelemahan
utama skema Angle.

71

Menurut Ackerman dan Profit yang dikutip oleh Bisara membagi


maloklusi dalam 9 kategori antara lain:

1. Alignment (spacing,crowding)

2. Profil (convex, straight, concave)

3. Deviasi sagital (crossbite)

4. Deviasi vertikal (Kelas Angle)

5. Deviasi vertical (deep bite dan open bite)

6. Deviasi transsagital (kombinasi crossbite dan kelas Angle)

7. Sagitovertikal( kombinasi Angle dan deep over bite atau open bite)

8. Deviasi vertikotransver (kombinasi deep over bite atau open bite dengan
crossbite)

9. Deviasi transsagitovertikal

2. Klasifikasi Deway Modifikasi Angle

Klasifikasi Dewey yang dikutip oleh Dewanto, yaitu modifikasi dari Angle
kelas I dan kelas III.

Modifikasi Angles kelas I.


72

Maloklusi Kelas 1: relasi lengkung anteroposterior normal dilihat dari relasi


molar pertama permanen (netroklusi).

i.

Tipe 1: kelas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded


atau gigi C ektostem.

ii.

Tipe 2: kelas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

iii.

Tipe 3: kelas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan


terbalik (anterior crossbite).

iv.

Tipe 4: kelas I dengan gigi posterior yang crossbite.

v.

Tipe 5: kelas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah


mesial akibat prematur ekstraksi.

Modifikasi Angles kelas III

i.

Tipe 1: oklusi di anterior terjadi edge to edge.

ii.

Tipe 2: hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi, sedangkan


gigi anterior hubungannya normal.

iii.

Tipe 3: hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite) sehingga


dagu penderita menonjol ke depan.

3. Klasifikasi Lischer Modivikasi Angle


Menurut Lischer yang dikutip oleh Dewanto, ia menyarankan penggunaan
istilah

neutroklusi sebagai istilah bagi kelas I Angle, distoklusi untuk

menjelaskan kelas II Angle dan mesiokusi untuk menjelaskan kelas III Angle.

73

Selanjutnya ia menyarankan akhiran versi

pada sebuah kata untuk

mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal yaitu mesioversi, distoversi,


lingouversi, labioversi, infraversi, supraversi, torsiversi, transversi.
4. Klasifikasi Simon
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap
wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:
a. Frankfort Horizontal Plane (vertikal)
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata-telinga ditentukan
dengan menggambarkan garis lurus dari margin tulang secara langsung di
bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory.
Penggambaran digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang
i.

vertikal.
Atraksi
Saat lengkung gigi menunjukkan suatu attraksi atau mendekati
frankfort horizontal plane
ii. Abstraksi
Saat lengkung gigi menunjukkan suatu abstraksi atau menjauhi
frannkfort horizontal plane.

b. Orbital Plane

74

Maloklusi menggambarkan adanya penyimpangan antero-posterior


berdasarkan jaraknya
Protraksi
Gigi, lengkung dental, atau rahang bergerak terlalu jauh ke depan
ii.
Retraksi
Gigi, lengkung dental, atau rahang bergerak terlalu jauh ke

i.

belakang
c. Mid-sagital Plane
Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis
i.

melintang dari bidang midsagital.


Kontraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang
midsagital
ii.
Distraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menjauhi
bidang midsagital

5. Klasifikasi Incisivus
a. Kelas I
Insisal edge bawah beroklusi dengan bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas atau terletak langsung dibawahnya bila ada overbite
incomplete

75

b. Kelas II
Insisal edge bawah terletak dibelakang bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas.

Kelas II dibagi menjadi 2 yaitu:

Divisi I

Insisivus pertama atas proklinasi/maju.

76

Divisi II

Insisivus pertama atas retroklinasi/mundur.

c. Kelas III
Insisal edge bawah terletak didepan bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas.
6. Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan
skeletal. Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang
ruang, dan variasi pada setiap bidang bisa mempengaruhi. Hubungan posisional
antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama lain dengan
gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal.
Keadaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola
skeletal. Klasifikasi dari hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:
a. Kelas I skeletal
Rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi.

77

b. Kelas II skeletal
Rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Kelas 1
skeletal.

c. Kelas III skeletal


Rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan
daripada kelas 1 skeletal.

78

Gambar: Efek variasi dari hubungan skeletal terhadap oklusi gigi-gigi jika posisi
gigi pada rahang tetap konstan.
Variasi pada hubungan skeletal bisa disebabkan oleh:
Variasi ukuran rahang
Variasi posisi rahang dalam hubungannya dengan basis kranium
Jadi jika salah satu rahang terlalu besar atau kecil dalam hubungannya
dengan rahang lainnya pada dimensi anteroposterior, akan dapat terjadi
perkembangan hubungan kelas 2 atau 3 skeletal. Selanjutnya, jika salah satu
rahang terletak lebih ke belakang atau ke depan daripada yang lain dalam
hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2 atau 3
skeletal.
Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi
gigi-gigi. Idealnya, kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi
bukal pada relasi transversal adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih
lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga menimbulkan oklusi dari gigi-gigi
terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang bawah lebih lebar,
atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang lebih lebatr. Gigitan
terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi.
Efeknya paling jelas terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut
gonium. Mandibula dengan sudut gonium yang tinggi cenderung menimbulkan

79

dimensi vertikal wajah yang lebih panjang, dan pada kasus yang parah bisa
menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula dengan sudut
gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih
pendek.
ii.7

Metode Analisis Wits

Analisis Wits

ditujukan untuk menggambarkan tingkat keparahan atau

derajat ketidakharmonisan rahang. Metode ini dilakukan jika sudut ANB tidak
ditemukan karena faktor posisi nasion, rotasi rahang dll. Hal ini didasarkan pada
proyeksi titik A dan B

terhadap bidang oklusal. Jika posisi anteroposterior

rahang normal, proyeksi dari titik A dan B akan memotong bidang oklusal
titik

yang

hampir sama.

di

Besarnya ketidaksesuaian rahang pada maloklusi

Kelas II dapat diperkirakan dari seberapa besar proyeksi titik A di depan proyeksi
titik B dalam ukuran mm, begitupun sebaliknya untuk Kelas III.

Analisis

Wits dipengaruhi oleh gigi dalam arah horizontal dan vertikal.

Horizontal karena titik A dan B dipengaruhi oleh pertumbuhan gigi geligi, dan
vertikal karena bidang oklusal ditentukan oleh posisi vertikal gigi. Dalam analisis
Wits bidang oklusal fungsional diambil sepanjang intercuspation maksimum gigi
posterior sampai gigi insisif.

Meskipun demikian,

pendekatan ini gagal untuk

membedakan ketidaksesuaian skeletal karena masalah yang disebabkan oleh


perpindahan gigi geligi atau rahang yang salah jika terdapat kelainan skeletal.

80

ii.8

Penanganan Ketidakseimbangan Otot Orofasial

1. Latihan Penelanan

81

Ketika pasien telah melakukan pelatihan otot masseter melalui kerja pada
bagiandepan, titik tengah (midpoint), dan posterior lidah, bibir dan otot masseter,
penelanan yang baru dibuat kemudian dibawa ke dalam pola menelan. Penelanan
baru ini merupakan kombinasi dari satu elastis dan dua penelanan elastis. Pasien
diminta untuk menelan makanan yang

lidah dengan memanfaatkan pola otot

yang diajarkan dengan satu dan dua menelan elastis. Saat tahap ini telah berhasil
dicapai, maka makanan yang lebih padat secara bertahap diperkenalkan.

2. Latihan untuk memperbaiki posisi lidah yang tidak tepat

a. The one elastic swallow

Latihan ini dilakukan untuk lidah bagian anterior. Dalam latihan


ini, pada ujung lidah pasien diletakkan 5/16 inchi bahan elastis, lalu pasien
diinstruksikan untuk mengangkat ujung lidah ke atas, tepat di posterior
papilla incisivum. Pasien juga diminta untuk mengoklusikan (clenching)
gigi posterior, membuka bibir, dan menelan. Semua latihan ini dilakukan
dalam keadaan bibir terbuka.

b. The tounge hold exercise

Latihan ini juga dilakukan untuk bagian anterior lidah. Pada ujung
lidah diletakkan bahan elastis sepanjang 5/16 inchi dan pasien diminta
untuk menahannya pada titik yang sudah ditentukan selama periode waktu
tertentu. Secara perlahan waktu untuk menahan bahan elastis tersebut
diperpanjang mulai dari 5 menit hingga 1 jam. Terapi ini dilakukan dengan
bibir tertutup, tujuannya:

82

Memposisikan lidah pada posisi yang tepat selama proses penelanan

Menstimulasi pernapasan nasal daripada oral, dengan cara memaksa bibir


menutup selama terapi/latihan

Membiasakan pasien dengan tekanan negatif selama proses penelanan


dengan meletakkan seluruh bagian lidah dalam rongga mulut pada posisi
yang benar

3. Terapi Alam Bawah Sadar (Subconscious therapy)

Sekali pola menelan sukarela (voluntary swallowing pattern) telah berhasil


diterapkan, kemudian pasien diperkenalkan pada fase ketiga terapi, terapi alam
bawah sadar. Terapi alam bawah sadar dibagi menjadi tiga bagian: penggunaan
time charts, terapi subliminal dan auto-sugesti.

a. Time Charts

Time Charts merupakan pengingat sederhana untuk pasien agar


memikirkan bagaimana penelakanan yang benar pada waktu yang spesifik
per hari. Dengan melakukan hal ini akan mengatur recall system yang
menjaga posisi menelan yang benar pada pikiran pasien. Hal penting
adalah untuk mengingat elemen dari terapi alam bawah sadar ini yaitu
proses recall ini harus dilakukan pada waktu yang sama setiap hari.

b. Subliminal Therapy

Bagian kedua dari terapi alam bawah sadar adalah subliminal.


Dimana pasien diminta untuk meletakkan tanda pengingat dengan

83

pengelihatan ketika memakan makanan. Tanda pengingat ini bertujuan


dalam subliminal recall.

c. Auto-sugesti

Tipe ketiga dari terapi alam bawah sadar adalah dengan autosugesti. Pasien diminta untuk menelan dengan benar enam kali sesaat
sebelum tidur dan kemudian diulangi enam kali, Saya akan menelan
dengan benar sepanjang malam. Untuk sepuluh malam berikutnya.
Metode sugesti semacam ini sangat efektif.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Rumusan Masalah


1. Penyakit apa yang diderita pasien?

2. Apakah faktor penyebab penyakit tersebut?

84

3.2 Teori

1. Penyakit yang diderita pasien


Penyakit yang diderita pasien adalah maloklusi kelas 2. Pendapat dari
Proffit (1988) mengatakan bahwa maloklusi bukan merupakan suatu penyakit atau
proses patologis tetapi merupakan kelainan atau penyimpangan dari proses
pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga mengakibatkan
kombinasi kurang harmonis antar gigi, rahang serta wajah secara keseluruhan. Hal
ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian etiologi maloklusi.
Menurut klasifikasi Angle, maloklusi Kelas II sebagai berikut:
Relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Mesiobukal cusp molar
pertama permanen atas berada lebih mesial dari bucal groove gigi molar pertama
permanenmandibula. Karakteristik maloklusi kelas II adalah protrusif gigi anterior
atas dengan overjet yang besar dan kadang disertai retroklinasi gigi insisivus.
Divisi I : Insisivus gigi rahang atas letaknya labioversio (protrusi
bilateral)
Subdivisi

: Insisivus rahang atas letaknya labioversio (protrusi

unilateral)

Menurut Moyers yang dikutip oleh Karin danYuniar pada penderita


maloklusi kelas II divisi I biasanya ditandai dengan profil muka yang konveks,
overjet, yang besar dan kadang-kadang disertai dengan deep bite. Pada keadaan
demikian, tekanan otot-otot muka tidak normal, sehingga sering dijumpai sulcus
mentolabial yang dalam atau disebut lip trap.

Selain itu menurut Staley maloklusi kelas II divisi I digambarkan dengan


maksila yang sempit, gigi insisivus atas yang terlihat lebih panjang dan protrusiv,

85

fungsi bibir yang tidak normal dan kadang-kadang dijumpai beberapa obstruksi
nasal serta bernafas melalui mulut.

Gambar: Maloklusi kelas II


Sumber :(http://cuvetmerh.wordpress.com/2008)

Divisi II : insisivus sentral rahang atas letakya palatoversi.

2. Apakah faktor penyebab penyakit tersebut?

Maloklusi bukanlah merupakan sebuah patologi tetapi merupakan kelainan


atau penyimpangan dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
sehingga mengakibatkan kombinasi kurang harmonis antargigi, rahang serta
wajah secara keseluruhan. Etiologi Maloklusi sendiri sampai saat ini belum
sepenuhnya pasti, tetapi ada beberapa kemungkinan penyebab dan hal itu dapat
dikatagorikan sebagai etiologi maloklusi dan dapat dijadikan pegangan dalam
menentukan perawatan orthodonti yang diperlukan.

Kebiasaan buruk dapat menyebabkan maloklusi pada periode gigi


bercampur dimana merupakan masa kritis dan sangat rentanter jadi saat gigi
sulung berganti menjadi gigi permanen. Kebiasaan ini sangat penting untuk
diketahui oleh dokter gigi jika telah terjadi deformitas. Tingkat deformitas skeletal
dan dentoalveolar dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain frekuensi, durasi,
arah dan tipe, serta intensitas dari kebiasaan tersebut. Selain itu, masih banyak
86

faktor yang mempengaruhi yaitu caranya, kesehatan umum anak, ada tidaknya
kebiasaan lain dan sebagainya.

Frekuensi atau seberapa sering anak melakukan kebiasaannya setiap hari,


sangat jelas bahwa semakin sering anak melakukan kebiasaannya, maka semakin
besar pula deformitas yang terjadi.Durasi atau berapa lama kebiasaan tersebut
dilakukan, semakin lama anak memelihara kebiasaan tersebut, maka semakin
besar pula deformitasnya.Intensitas atau seberapa sering kebiasaan itu dilakukan,
semakin sering tekanan yang diberikan, maka perubahan remodeling yang
diberikan juga semakin besar. Arah dan tipe merupakan proses remodeling tulang
sebagai respon terhadap tekanan akan terjadi pada tulang. Suatu kebiasaan yang
berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas
yang cukup dapatmenyebabkanmaloklusi.

Kebiasaan buruk didiagnosa dengan cara melakukan pemeriksaan ekstra


oral dengan melihat bentuk wajah, bibir, hidung, dan jari-jari tangan yang
abnormal, sedangkan pemeriksaan intra oral dengan melihat adanya diastema,
protrusigigi anterior rahang atas, retrusi gigi anterior rahang bawah, openbite
anterior, bentuk palatum, bentuk maksilla, overjet yang besar, retrognatik
mandibula, dan email gigi yang mengalami abrasi.

Pada kelompok usia 3-6 tahun, anak mulai memasuki lingkungan


sekolahya itu taman kanak-kanak dimana masa ini anak mulai beradaptasi dan
beraktifitas dengan kegiatan bersama teman-teman dan guru. Mereka dihadapkan
kepada

kehidupan

perkembangan

sosial

sosial,

yang

membutuhkan

intelektual,

bahasa,

penyesuaindirisecarabaik,
emosi,

moral,

dan

motorik.Perkembangan tersebut akan membuat anak merasakan kelebihan dan


kekurangan yang ada pada dirinya. Anak yang merasa dirinya banyak kekurangan
daripada kelebihan dan tidak mampu mengatasinya, maka cenderung muncul
ketegangan psikis.Perhatian orang tua yang kurang dapat meningkatkan resiko

87

untuk anak melakukan kebiasaan buruk tersebut.Selain karena kurangnya


perhatian, biasanya orang tua juga lebih memanjakan anaknya sehingga tidak mau
melarang si anak yang sering melakukan kebiasaan buruk.

Prevalensi kebiasaan buruk pada anak dapat dikurangi dengan memberikan


penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut secara intensif pada anak-anak agar
mereka memiliki kesadaran sendiri untuk menghentikan kebiasaan buruk dan
menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.Penyuluhan terhadap orang tua juga sangat
penting, mengingat anak lebih dekat dan lebih banyak waktunya bersama orang
tua. Penyuluhan lebih dikhususkan mengenai faktor-faktor penyebab, masalahmasalah yang akan timbul, manifestasi oral, dan penanganannya pada anak yang
mempunyai kebiasaan buruk. Hal ini dapat membantu anak untuk mencegah dan
menghentikan kebiasaan buruknya dan memberikan pemahaman tentang
pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan buruk tersebut.Kelainan


yang timbul akibat kebiasaan buruk tergantung pada pola rangka wajah, dan
keterlibatan otot orofasial.Pada anak-anak, sangatlah sulit untuk menghentikan
suatu kebiasaan buruk, apalagi bila hal tersebut dirasakan si anak membawa
kenikmatan tersendiri. Bila demikian keadaannya, maka maloklusi gigi-gigi tidak
bisa dihindari lagi.
Mekanisme terjadinya Maloklusi karena Ketidakseimbangan Otot Orofasial
Bentuk anatomi gigi dipengaruhi lidah. Lidah akan menempati palatum
saat istirahat. Pada saat melakukan gerakan penelanan dan bicara ujung lidah
berada di antara gigi insisif rahang atas dan bawah. Posisi lidah yang salah atau
kebiasaan buruk (menghisap botol susu) akan membuat posisi lidah dibawah dan
depan. Hal ini menyebabkan profil muka cembung dan tekanan lateral yang
menyebabkan bentuk palatum sempit sehingga mempengaruhi lengkung rahang
yang sempit mengganggu erupsi gigi dan perubahan pola fungsi otot orofasial,
pola fungsi otot orofasial (lidah, masseter & buccinators, orbicularis oris)

88

berkaitan dengan oklusi yang ideal. Profil muka yang cembung merupakan cirri
dari maloklusi kelas II.Pemeriksaan radiografi sefalometri dengan sudut ANB 5
derajat, analisis Wits didapatkan nilai 4 mm

yang melebihi batas normal

merupakan hasil dari maloklusi kelas II. Treatment/perawatan untuk kasus ini
adalah dengan terapi latihan posisi menelan dan bicara secara intensif dan
berkesinambungan.

89

BAB IV
SIMPULAN

Dalam case ini, Aisha mengalami kelainan maloklusi kelas II, yaitu
giginya protrusi (gigi rahang atas lebih anterior dari pada gigi rahang bawah) yang
menyebabkan sulit berbicara dan menelan.Kelainan maloklusi tersebut karena
kebiasaan menghisap botol susu yang dilakukan sampai umur 7 tahun. Perawatan
yang dianjurkan untuk Aisha adalah dengan terapi latihan posisi menelan dan
bicara secara intensif dan berkesinambungan.

90

DAFTAR PUSTAKA
Garliner D, Muofunctional Therapy. Philadelphia : W.B. Saunders Company.,
1976;7-15;334-343
Guyton, C. A; Hall, J. E. 2006.Medical Physiology.Eleventh Edition. Saunders
Moore, K. L., & Agur, A. M. (2010). Clinically Oriented Anatomy. Jakarta,
Jakarta, Indonesia: Penerbit Hipokrates
Moyers RE. Handbook of orthodontic. 4th 2. ed. London: Year Book Medical
Publisher
Profitt, W.R. 2007. Contemporary Orthodontics 4th Edition. Mosby Inc. Missouri
Sloane, Ethel.2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tortora, Gerard. Principles of anatomy and physiology 12th edition.

91

Anda mungkin juga menyukai