Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN MIKROBIOLOGI II

Isolasi dan Identifikasi Kelompok Bakteri Gram Positif serta Pengambilan


dan Preparasi Sampel Mikrobiologi

Nama : Ellena Nur Fitriani

NPM : 411112038

DIII Analis Kesehatan

STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

2013-2014
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STAPHYLOCOCCUS

I. Pendahuluan
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau
pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan
mikrobiologis, misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan
suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja
(volk,1993).
Bakteri berasal dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah
kelompok terbanyak dari organisme hidup. Sehingga dalam kehidupan sehari-
hari kita sering kali berinteraksi dengan bakteri. Bakteri pertama kali ditemukan
oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop
buatannya sendiri (Pelczar, 2006).
Staphylococcus adalah bakteri berbentuk bulat, biasanya bergerombol
seperti buah anggur, Gram positif. Saat ini terdapat kurang lebih 32 species
Staphylococcus namun yang penting secara klinik bagi manusia adalah
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
saprophyticus (Pelczar, 2006).
Staphylococcus aureus bersifat patogen padamanusia yang sering
menyebabkan abses, infeksi bernanah pada bagian kulit atau anggota badanyang
lain. Lesi-lesi pada kulit oleh kuman ini meliputi bisul, karbunkel,
furunkel,impetigo dsb, namun S. aureus juga dapat menyebabkan pneumoniae,
osteomielitis, endocarditis dan keracunan makanan (Pelczar, 2006).
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus umumnya
apatogen tapi dalam keadaan tertentu S. epidermidis dapat menyebabkan lesi
padakulit dan endocarditis sedangkan S. saprophyticus dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih (Pelczar, 2006).
II. Prinsip
Prinsip dari isolasi mikroorganisme adalah memisahkan satu jenis
mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroorganisme tersebut.

III. Tujuan
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Mikrobakterium STIKES
Jenderal Achmad Yani ini bertujuan untuk dapat mengisolasi serta dapat
mengidentifikasi spesies bakteri Staphylococcus yang diperiksa dilihat dari ciri-
ciri pada pemeriksaan mikroskopis, ciri-ciri pada koloni serta hasil dari uji-uji
lanjutan yang dilakukan.
IV. Tinjauan Pustaka
Staphylococcus berasal dari kata staphylos berarti kelompok buah anggur
dan coccus berarti bulat.Kuman ini sering ditemukan sebagai flora normal pada
kulit dan selaput lendir manusia.Pada tahun 1880; Pasteur mengenal mengisolir
micrococcu yang membentuk kelompok.Pada tahun 1881; Oyston berhasil
mengisolir micrococci dari abces. Pada tahun 1884; Rosenbach untuk pertama
kalinya mempelajari Staphylococcus secara mendalam sehingga berhasil
mengenal varietas aureus, albus dari micrococcus pyogenes (Pelczar, 2006).
Staphylococcus adalah sel gram-positif berbentuk bulat, biasanya tersusun
dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah tumbuh pada
berbagai perbenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat,
serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua.
Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa
manusia; lainnya menyebabkan, abses, berbagai infeksi piogen, dan bahkan
septicemia yang fatal. Staphylococcus pathogen sering menghemolisis darah,
mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan
toksin. Suatu jenis keracunan makanan sering terjadi akibat enterotoksin tahan
panas yang dihasilkan staphylococcus tertentu. Staphylococcus cepat menjadi
resisten terhadap banyak zat antimikroba sehingga menimbulkan masalah
pengobatan yang sulit (Volk, 1993).

A. Klasifikasi Staphylococcus (www.wikipedia.org)


Kingdom : monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Sthapylococcacae
Genus : Staphyloccocus
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus citerus
Staphylococcus albus
Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus saprophyticus
B. Morfologi
Bentuk: bulat, ukuran 1 mikron. Tidak membentuk spora. Tidak
mempunyai flagela. Letak sel satu sama lain yang karakteristik bergerombol
seperti buah anggur. Sifat karakteristik ini dipakai sebagai pemberian nama
Staphylococcus. Tetapi kadang-kadang ada yang letaknya tersebar atau
terpencar. Pengelompokan ini akan terlihat baik pada pengamatan penanaman
dalam media padat. Pasangan atau rantai pendek lebih sering terlihat dalam
smear nanah dan kultur dalam kaldu. Sifat pewarnaan: pada kultur muda
bersifat Gram (+), sedang pada kultur tua bersifat Gram (-) (Jawetz, 1996)
Koloni micrococci tumbuh cepat pada media agar pada suhu normal
(370), dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah inkubasi 24 jam. Koloni
tadi halus, basah, menonjol dengan tepi bulat dan berwarna, yaitu pada
varietas albus berwarna putih, varietas citreus berwarna kuning jernih dan
varietas aureus berwarna kuning emas (Jawetz, 1996)
C. Fisiologi dan morfologi
Micrococci tumbuh paling baik pada suhu 22 0 – 370. Umumnya dapat
tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob. Produksi warna terlihat
baik pada situasi aerob dan terlihat paling baik pada kultur yang tumbuh pada
suhu rendah. Produksi toksin pada semua strain terlihat pada penanaman
dalam media sederhana yang berisi asam-asam amino, garam glukosa dan
faktor pertumbuhan yaitu thiamin dan asam nicotinat. Dalam garis besarnya
strain aureus lebih aktif metabolismenya dari pada strain albus. Dalam media
kaldu yang berisi dekstrosa, sukrosa, maltosa, dan manitol akan terjadi
pemecahan karbohidrat menjadi asam tanpa gas (Volk, 1993).
D. Patogenitas
Staphylococcus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang bersifat
poogenik. Untuk pembuatan kultur dapat diambil bahan dari pernanahan
kecil, bisul kecil, bisul besar, dan abces diberbagai bagian tubuh. Bakteri ini
dapat masuk ke dalam kulit melalui folikel-folikel rambut, muara kelenjar
keringat dan luka-luka kecil. Kemampuan yang menyebabkan penyakit dari
staphylococcus adalah gabungan dari efek yang ditimbulkan oleh produk-
produk ekstraseluler, daya infasi kuman dan kemampuan untuk berkembang
biak (Jawetz, 1996).
Staphylococcus patogen mempunyai sifat sebagai berikut:
 Dapat menghemolisa eritrosit
 Menghasilkan koagulasi’dapat membentuk pigmen (kuning keemasan)
 Dapat memecah manitol menjadi asam (Anonim, 2008).
Diantara staphylococcus yang mempunyai kemampuan besar untuk
menimbulkan penyakit ialah Staphylococcus aureus.
Staphylococcus nonpatogen bersifat:
 Non hemolitik
 Tidak menghasilkan koagulasi
 Koloni berwarna putih
 Tidak memecah manitol (Anonim, 2003).
Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus dapat meluas ke
jaringan sekitarnya, perluasannya dapat melalui darah atau limfe, sehingga
pernanahan disitu bersifat menahun, misalnya sampai pada sumsum sehingga
terjadi radang sumsum tulang (osteomyelitis). Perluasan ini dapat sampai ke
paru-paru, selaput otak dan sebagainy (Jawetz, 1996)..

E. Variasi
Suatu biakan Staphylococcus mengandung beberapa bakteri tertentu
yang dibedakan dari Sebagian besar populasi bakteri lainnya dalam penapilan
sifat-sifat khas koloni (ukuran koloni , pigme, hemolisis), perlengkapan
enzim, reseistensi terhadap obat, dan sifat patogennya. Secara
invitro,penampilan khas seperti ini dipegaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Bila
S. aureus yang resisten terhadap nafisilin di eramkan pada suhu 370C diatas
7
agar darah, maka satu dari 10 organisame akan menujukan resistensi
terhadap nafisilin, bila bakteri tersebut dieram pada suhu 300C diatas agar-
3
agar yang mengandung 2-5 % NaCl., maka satu dari 10 organisme
menujukan resistensi terhadap nafisilin (Hera, 2004).

F. Stuktur antigen
Staphylococcus mengandung polosakarida dan protein yang bersifat
antigen yang merupakan substansi penting didalm stuktur didnding sel.
Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit
yang terangkai, ,merupakn eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan
dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hali ini penting dalm pathogenesis
infeksi, zat ini menyebabkan monosit membuat interleukin-1 (pirogen
endogen)dan antibody opsonik; dan zat ini juga dapat menjadi zat kimia
penarik (komoatraktan) untuk leukosit polimorfonuklir, mempunyai aktivitas
mitip endotoksin, menghasilkan fenomena Shwartzman lokal, dam
mengaktifkan komplemen (Jerome, 2003).
Asam teikoat, yang merupakn polimer gliserol atau ribotol fosfat,
berikatan dengan peptidoglikan dan menjai bersifat antigenic. Antibody
antiteikoat, yang dapat dideteksi dengan difusi gel, dapat ditemukan pada
penderita endokarditis aktif yang menyebabkan S. aureus (Jerome, 2003).
Protein A merupakn komponen dindning sel kebanyakan stain S.
aureus yang terikat pada bagian Fc molekul IgG, kecuali IgG3. Bagian Fab
pada IgG yang terikan pada protein A bebas unttuk berikatan dengan antigen
spesifik. Protein A merupakn reagen penting dalam munlogi dan teknologi
diagnosis labolatorium,, contohnya,protein A berikatan dengan molekul IgG
yang diarahkan terhadap antigen bakteri tertentu akan mengaglutinasi bakteri
yang mempunyai antigen itu (“koaglutinasi”) (Jerome, 2003).
Beberapa stain S. aureus mempunyai simpai ynag dapat menghambat
fagisitisis oleh leukosit polomorfonuklir, kecuali kalau ada antibody spesifik.
Kebanyakan stain S. aureus menpunyai koagulase, atau faktor penggumpal,
pada permukaan dinding sel.koagulase terikat secara non enzimztik denag
fibrinogen, sehingga bakteri terintegrasi (Jerome, 2003).
Kegunaan tes serologi dalm mengidentifikasi Staphylococcus terbatas.
Penentuan tipe faga didadarkan pada lisis S. aureus oleh satu atau satu seri
bakteriofaga khusus, hal ini dilakukan di labolatorium rujuka dan digunak
untuk penelitian epidemiologic (Jerome, 2003).
V. Alat, Bahan dan Cara Kerja
Alat:
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan petri, lampu
bunsen, mikroskop, objek glass, ose, rak tabung reaksi, serta tabung reaksi.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain bahan
pemeriksaan berupa sampel no Se, cakram antibiotik novobiosin, H2O2 3%,
media agar darah, media agar Mueller Hinton, media manitol, media glukosa,
media MSA (Manit Salt agar), serta NaCl fisiologis.
Cara kerja :
Identifikasi dilakukan dengan cara:
Hari I :
1. Lakukan pemeriksaan mikroskopik (direct preparat) dengan pewarnaan
Gram. Amati hasilnya dibawah mikroskop perbesaran lensa objektif 100x
dengan imersi oil.
2. Tanamkan BP pada lempeng agar darah lalu inkubasi secara aerob pada
suhu 37˚C selama 24 jam.
3. Tanamkan pula BP pada TSB untuk cadangan bila diperlukan
pemeriksaan ulang.

Hari II :

1. Amati koloni pada lempeng agar darah, koloni Staphylococcus akan


tampak berbentuk bulat, diameter 2-4m, halus, licin, mengkilat dan
pinggiran rata.
2. Lakukan pewarnaan Gram pada koloni tersangka, lalu amati dibawah
mikroskop.
3. Lakukan uji katalase untuk membedakan Staphylococcus strain kecil
dengan Streptococcus.
4. Dari koloni agar darah, lakukan uji manitol, gula glukosa serta uji
resistensi terhadap novobiosin.
Cara kerja Uji Katalase :
Ambil koloni bakteri dan oleskan pada objek glass, kemudian tetesi H 2O2 3%
diatas olesan tersebut dan amati adanya gelembung gas pada tetesan H 2O2
menandakan positif. (Staphylococcus memberikan hasil positif dan
sebaliknya Streptococcus negatif).
Cara uji Manitol :
a. Tanamkan bakteri pada media manit, lalu inkubasi pada suhu 37˚C
selama 24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan
warna media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Cara uji Gula Glukosa :
a. Tanamkan bakteri pada media glukosa, lalu inkubasi pada suhu 37˚C
selama 24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan
warna media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Cara uji Resistensi terhadap Novobiosin :
a. Sediakan lempeng agar Mueller Hinton. Buat suspensi bakteri pada NaCl
fisiologi sapai didapat kekeruhan 0,5 Mc Farland.
b. Tanamkan suspensi bakteri tersebut pada lempeng Mueller Hinton
dengan menggunakan lidi kapas.
c. Letakkan cakram antibiotik novobiosin di atas permukaan biakan
tersebut.
d. Inkubasikan selama 37˚C selama 24 jam. Amati hasilnya.
Hari III :
1. Amati hasil uji manitol
2. Amati hasil uji glukosa
3. Amati hasil uji resistensi terhadap novobiosin
4. Lakukan uji koagulasi plasma
VI. Hasil dan Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu dimulai dari hari Senin, 02
Desember 2013 sampai dengan hari Rabu, 04 Desember 2013, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Hari I
Hasil direct preparat dengan pewarnaan Gram
Bentuk : Bulat
Susunan : Bergerombol
Sifat : Gram positif
Tersangka : Staphylococcus sp

Hari II
1. Morfologi Koloni
Ciri-ciri koloni Media
Agar Darah MSA
S. epidermidis S. aureus S. epidermmidis S. aureus
Bentuk Koloni Bulat Bulat Bulat Bulat
Diameter 1 mm
2 mm 0,3 mm 0,1 mm
(mm)
Warna Putih Putih Putih Putih
Elevasi Cembung Cembung Cembung Cembung
Permukaan Basah Basah Basah Basah
Pinggiran Rata Rata Rata Rata
Sifat
Anhemolisis Hemolisis - -
Hemolisis
2. Hasil pewarnaan Gram dari kolini tersangka di media AD

Bentuk : Bulat
Susunan : Bergerombol
Sifat : Gram positif
Tersangka : Staphylococcus sp

3. Hasil Uji Katalase


Positif (+)  ada gelembung
Hari III

Hasil
No. Parameter pemeriksaan
S. epidermidis S. aurreus
1. Plasma koagulase Negatif (-) Positif (+)
2. Gula manitol Negatif (-) Positif (+)
3. Gula glukosa Positif (+) Positif (+)
4. Resistensi terhadap novobiosin 22 mm (sensitif) 20 mm (sensitif)

Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada sampel Se
dapat diketahui bahwa spesies bakteri pada sampel tersebut merupakan
Staphylococcus epidermidis. Hal tersebut dapat dilihat dari semua hasil uji
yang telah dilakuakan. Dari hasil uji katalase terlihat terdapat adanya
gelembung, hal tersebut mengindikasikan bahwa sampel tersebut merupakan
genus Staphylococcus. Untuk menetukan spesies dari sampel tersebut
dilakukan uji lainnya. Jika dilihat dari morfologi koloni pada AD dan MSA
tampak sangatlah sulit untuk membedakan spesies dari sampel tersebut, namun
dengan uji-uji yang dilakukan selanjutnya baru dapat diketahui spesies apa
pada sampel tersebut. Ditegakkannya diagnosis bahwa sampel tersebut
merupakan spesies S. epidermidis adalah dilihat dari uji gula manitol serta
resistensi terhadap novobiosin, pada uji gula manitol dengan sampel ini
menghasilkan hasil negatif yang dapat disimpulkan bukan S.aureus, namun
untuk membedakan kemungkinan sampel tersebut antara S. epidermidis dengan
S. saprophyticus adalah dilihat dari hasil uji resistensi terhadap novobiosin,
dimana jika sampel yang diperiksa adalah bakteri S. saprophyticus maka akan
menghasilkan hasil yang resisten sedangkan pada praktikum kali ini, sampel
yang diletakkan antibiotik novobiosin menghasilkan hasil yang sensitiv, hal
tersebutlah yang menguatkan bahwa bakteri pada sampel tersebut merupakan
bakteri Staphylococcus epidermidis.
Genus Staphylococcus terdiri dari sekurangnya 30 spesies. Tiga jenis
utama yang penting secara klinis adalah Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus
aureus merupakan bentuk koagulase positif, hal ini membedakan dari spesies
lain. Staphylococcus aureus merupakan pathogen utama bagi manusia.
Hamper setiap orang akan mengalami beberapa infeksi Staphylococcus aureus
sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracuan makanan
atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.
Staphylococcus koagulase-negatif merupakan flora non-mal manusia dan
kadang-kadang menyebabkan infeksi, sring kali berkaitan dengan alat-alat
yang ditanam, khususnya pada pasien yang sangat muda, tua dan dengan
fungsi imun yang terganggu. Kuarang lebih 75 % dari infeksi ini disebabkan
oleh Staphylococcus koagulase-negatif akibat Staphylococcus epidermidis,
infeksi akibat S.warneri, S. hominis, dan spesies lain yang lebih jarang.
Staphylococcus saprophyticus relative sering menyebabkan infeksi saluran
kemih pada wanita muda. Spesies yang penting bagi kedokteran hewan
(Jawetz, 1996).
Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri
dalam keadaan aerobic atau mikroaerofilik. Bakteri ini tumbuh paling cepat
pada sushu 370 C, tetapi membentuk pigmen paing baik pada suhu kamar (20-
250C). Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol, dan
berkilau. S. aureus memebentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas
tua. Koloni S. epidermidis berwarna abu-abu sampai putih pada isolasi
pertama; banyak koloni membentuk pigmen hanya bila telah lama dieramkan.
Pigmen tidak dihasilkan pada biakan anaerobic atau pada kaldu. Berbagai
tingkatan hemolissi dihasilkan Staphylococcus aureus dan kadang-kadang oleh
spesies lain. Spesies Peptosterplococcus, yang merupakan kokus anaerob,
secara morfologik mirip Staphylococcus (Volk, 1993).
Staphylococcus menghasilkan katalase, yang membedakan dengan
Streptococcus. Bakteri ini meragikan banyak karbohidrat dengan lambat,
menghasilan asam laktat, tetapi tidak menghasilkan gas. Aktivitas proteolitik
sangat bervariasi untuk setiap strain. Staphylococcus yang pathogen
menghasilkan beberapa zat ekstraseluler yang akan dibicarakan dibawah ini.
Staphylococcus relative resisten terhadap pengeringan , panas, dan terhadap
NaCl 9% tetapi mudah dihambat oleh zat-zat kimia tertentu, seperti
heksaklorofen 3% (Gerard, 1982).
Kepekaan Staphylococcus terhadap banyak obat antimikroba berbeda- beda.
Resistensi bakteri ini dibagi menjadi beberpa golongan:
1. Sering membentuk β- laktamase, dibawah kendali plasmid dan
menyebabkan organism resisten tehadap bebebrapa penisislin (penisilin G,
ampisilin, tikarsilin dan obat-obat sejenis. Plasmid dipnidahkan melalui
transduksi dan mungkin pula melalui konjugasi.
2. Resisten terhadap bafsili ( dan terhadap metisilin serta oksasilin) tidak
tergantung pada bembentukan β- laktamase. Gen tersebut mungkin berada
pada kromosom dan ekspresinya bermacam-macan. Meknisme resistensi
terhadap nafisilin dikaitkan dengan tidak ada atau sukar dicapainya protein
pengikat penisislin (PBP) pada organism itu.
3. ”tolansi” berarti bahwa obat dapat mengahmbata tetapi tidak mematikan
Staphylococcus, artinya terdapt perbedaan yang sangat besar antara kadar
hambat minimal dan kadar letal minimal suatu obat antimikroba. Toleransi
kadang-kadang disebakan oleh tidak adanya proses aktivasi enzim autolitik
dalama dinding sel .
4. Plasmid dapat pula membawa gen utuk resistensi terhadap tetrasiklin,
eritromisin, dan aminoglikosida. Staphylococcus tetap peka terhadap
pankomisin (Jerome, 2003).

VII. Kesimpulan
Diagnosa bakteriologik:
Dari bahan pemeriksaan dengan nomor sampel Se didapatkan bakteri
Staphylococcus epidermidis.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 2003. Bakteriologi Medik. Malang. FK Universitas Brawijaya, Tim
Kikrobiologi FK UNIBRAW
Anonim. 2008. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto.
Laborataorium Mikrobiologi Fakultas Biologi
Gerard Bonang dan Enggar S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi
Kedokteran Untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta. PT Gramedia
Hera Noviana. 2004. Monitoring Resistensi Methallicin- Resistant S. aureus
(MRSA) Terhadap Golongan Qinolone Di Rumah Sakit Atma Jaya
Jakarta. Jakarata. http//: www. Bakteri Stahpylococcus auraus
katatalase positif.co.id. PDF
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC.
Jerome Etienne. 2003. Community Acquired Methicillin Resisitant
Staphylococcus auraus (CA-MRSA) http//: www. Bakteri
Stahpylococcus auraus katatalase positif.co.id. PDF
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi
(diterjemahkan oleh Ratna Siri Hadieotomo). Jilid 2. Penerbit UI
Press. Jakarta
Volk W.A. and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta

IX. Lampiran
Gambar 1. Agar darah untuk uji resistensi novobiosin (kiri atas), agar darah untuk
isolasi (kanan atas), preprarat pewarnaan Gram (kiri bawah), hasil isolasi pada
agar darah (kanan bawah).
Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 2. Hasil uji katalase positif (kiri atas), hasil uji resistensi novobiosin
(kanan atas), hasil uji plasma koagulasi positif (kiri bawah), hasil isolasi pada
MSA (kanan bawah). Sumber : Dokumentasi pribadi
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STREPTOCOCCUS

I. Pendahuluan
Bakteri berasal dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah
kelompok terbanyak dari organisme hidup. Sehingga dalam kehidupan sehari-
hari kita sering kali berinteraksi dengan bakteri. Bakteri pertama kali
ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan
mikroskop buatannya sendiri. Bakteri dapat dibedakan berdasarkan bentuknya
yaitu:
1. Bentuk Coccus ( bulat )
2. Bentuk Basil ( batang )
3. Bentuk Spiral

Di alam Mikroba atau bakteri lebih sering ditemukan dalam bentuk


koloni dan bersama-sama dengan mikroba yang lain. Oleh karena itu, dalam
mempelajarinya, bakteri harus diambil dari alam lalu diisolasikan dalam suatu
biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi 1 jenis bakteri
(Pelczar, 2006).
Dalam pengisolasian bakteri ada beberapa macam cara yaitu; cara
pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan (Volk,1993).
Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat
dengan mikroskop. Ini berarti pula bahwa bakteri cukup tipis sehingga tembus
cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat
bagian-bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
dilakukan pengecatan atau pewarnaan pada tubuh bakteri tersebut
(Dwidjoseputro, 2005).
Streptococcus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk coccus,
susunan seperti rantai, memerlukan pengaya seperti darah untuk
pertumbuhannya. Streptococcus diklasifikasikan berdasarkan tipe hemolitik
pada agar darah (Pelczar,2006).
Media adalah suatu bahan atau susunan bahan yang terdiri dari nutrisi
atau zat-zat makanan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba (bakteri).
Media pertumbuhan atau pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat
bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi, determinasi, atau diferensiasi
jenis-jenis yang ditemukan (Volk,1993).
Medium pembiakan yang digunakan untuk mengembangbiakkan bakteri
di laboratorium dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; medium pembiakan dasar,
medium pembiakan penyubur, medium pembiakan selektif, dan cara
mendapatkan biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi 1
jenis bakteri (Volk, 1993).
Dalam pengisolasian bakteri ada beberapa macam cara yaitu; cara
pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan (Pelczar,
2006).
II. Prinsip
Prinsip dari isolasi mikroorganisme adalah memisahkan satu jenis
mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroorganisme tersebut.
III. Tujuan
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Mikrobakterium STIKES
Jenderal Achmad Yani ini bertujuan untuk dapat mengisolasi serta dapat
mengidentifikasi spesies bakteri Streptococcus yang diperiksa dilihat dari ciri-
ciri pada pemeriksaan mikroskopis, ciri-ciri pada koloni serta hasil dari uji-uji
lanjutan yang dilakukan.
IV. Tinjauan Pustaka
Streptococcus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk coccus,
susunan seperti rantai, memerlukan pengaya seperti darah untuk
pertumbuhannya. Streptococcus diklasifikasikan berdasarkan tipe hemolitik
pada agar darah (Bisno, 1990).
Berdasarkan tipe reaksi hemolisis Streptococcus dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu:

1. Alfa / α - hemolisis
Hemolisis tidak smepurna (hemolisis sebagian), mampu melisiskan
eritrosit sebagian atau mendestruksi sebagian eritrosit sehingga
menghasilkan zona kehijauan di sekitar koloni.
2. Beta / β – hemolisis
Hemolisis sempurna merupakan pemecahan sempurna dari sel darah
merah sehingga menghasilkan zona jernih di sekitar koloni.
3. Gamma / γ – hemolisis
Tidak hemolisis (anhemolisis), tidak menunjukkan terjadinya
pemecahan eritrosit di sekitar koloni sehingga tidak terdapat zona di sekitar
koloni (Bonang, 1999).
A. Morfologi
Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5 ± 1 µm. dalam
bentuk rantai yang khas, agak memanjang pada arah sumbuh rantai.
Streptococcus pathogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau
padat.Streptococcus menyebabkan infeksi pada manusia adalah gram
negative. Pada perbenihan yang baru kuman positif gram, tetapi bila
perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negative
gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya
saprofitik (Pelczar, 2006).
B. Sifat Biologi
Umumnya streptococcus bersifat anaerop fakultatif. Hanya beberapa
jenis yang bersifat anaerop obligatif. Pada perbenihan biasa
pertumbuhannya kurang subur jika kedalamnya tidak ditambahkan darah
atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4 -7,6, pada suhu optimum
370C. Untuk isolasi primer hanya di pakai media yang mengandung darah
lengkap serum atau transudat. Dalam lempeng agar darah yang di inkubasi
pada 370C setelah 18- 24 jam akan streptococcus membentuk koloni kecil ke
abu-abuan, bentuknya bulat, pinggirannya rata, pada permukaan media,
koloni tampak sebagai setitik cairan.Streptococcus membentuk 2 macam
koloni yaitu mucoid dan glossy. Berdasarkan sifat hemolitiknya pada
lempeng agar darah, kuman ini di bagi dalam :
1) Hemolisis tipe alfa, (streptococcus viridians) membentuk warna kehijau-
hijauan dan hemolisis sebagian pada koloninya.
2) Hemolisis tipe beta, (streptococcus hemolyticus) membentuk zona bening
disekeliling koloninya.
3) Hemolisis tipe gamma, (streptococcus anhemolyticus) tidak
menyebabkan hemolisis (Jawetz, 1996).
Strpetococcus beta hemolitik grup A (S. pyogenes) merupakan bakteri
penyebab utama infeksi saluran pernafasan, sedangkan grup B merupakan
flora normal mukosa vagina dan telah terbukti sebagai penyebab demam
purpularis, kadang-kadang menyebabkan meningitis neonatal dan
endokarditis. Streptococcus beta kelompok C menyebabkan radang
tenggorokan (Volk, 1993).
C. Klasifikasi
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang
tumbuhdalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi
Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup
A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar
darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksizona beta-hemolisis yang
besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga
kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis).Streptococcus
bersifat katalase-negatif (Coykendall, 1979).
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom: Bacteria
Filum : Fermicutes
Kelas : Bacillis
Ordo : Lactobacillaces
Famili : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus pyogenes

D. Struktur antigen
1. Karbohidrat C. zat ini terdapat dalam dinding sel dal oleh lancefield
dipakai sebagai dasar untuk membagi streptococcus dalm group-group
spesifik dari A sampai T.sifat khas dari karbohidrat C secara serologic di
tunjukan oleh suatu amino segar.
2. Protein M. Protein ini ada hubungannya dengan vaktor virulensi kuman
streptococcus gryp A, kerjanya menghambat fagositosis./ terutama
dihasilkan oleh kuman dengan koloni tipe mukoid streptococcus.
3. Substansi antigen ini diperoleh dari dengan kuman dengan menggunakan
enzim proteolitik. antigen ini merangsang pembentukan aglutinin.
4. Protein R antigen R tipe 20 tahan terhadap tripsin tetapi tidak tahan
pepsin dan rusak secara perlahan-lahan oleh asam dan pemanasan.
5. Nucleoproteinekstrasi streptococcus dengan basa lemah , menghasilkan
suatu campuran yang terdiri protein dan substansi P yang mungkin
merupakan bagian dari badan sel kuman.
6. Bakteriofaga. Krause dan McCarty berhasil menemukan bakeriofaga
yang dapat melisiskantipe 1, 6, 12, 25 dan streptococcus hemolyticus
grup C huan.
7. Metabolit bakteri
8. Toksin eritogenik toksin ini ntahan selama jam pada suhu 600C, tetapi
dalam air mendidihakan rusak dalam waktu 1 jam. toksin ini merupakan
penyebab terjadi rash pada febris scarlatina.
9. Hemolisisin vitro streptococcus dapat menyebabkan terjadinya hemolisi
pada sel darahmerah dalam berbagai taraf. Jika penghancuran sel darah
merah terjadi secaralengkap dengan disertai pelepasan hemoglobin, maka
disebut beta hemolisis. Jika penghancuran sel darah merah tidak menjadi
secar lengkap dengan disertai pembentukan pigmen hijau, maka disebut
alfa hemolisis. Gamma hemolisis kadang-kadang dipakai untuk
menunjukan kuman yang non hemolitik.
10. NAdase Enzim ini terutama dibuat oleh streptococcus grup A, C dan G.
11. Streptokinase Enzim ini kerjanya merubah plasminogen dalam serum
menjadi plasmin,yaitu suatu enzim proteolitik yang menghancurkan
fibrin dan protein lainnya streptococcus.
12. Streptodornase: Enzim ini kerjanya memecah DNA, terutama dibuat oleh
streptococcus grup A, C dan G.
13. Hialuronidase: Enzim ini memecah asam hialuronat yang merupakan
komponen penting dari bahan dasar jaringan ikat. Ada beberapa jenis
streptococcus grup A yang dapat menghasilkan hialuronidase dalam
cairan perbenihan, jenis ini tidak membentuk selubung hialuronidase
dibuat oleh streptococcus grup B dan G.
14. Proteinase: Enzim ini diaktifkan oleh senyawa sulfhydryl pada pH 5,5 ±
6,5. Dalamsuasana dimana enzim dapat dihasilkan dengan baik, justru
secara langsung mengakibatkan kerusakan pada protein streptokinase dan
hialuronidase.
15. Amylase. Beberapa jenis streptococcus grup A membuat enzim ini dalam
perbenihan ditambahkan plasma manusia, tepung kanji glikogen dan
maltose.
16. Sterase: enzim ini juga dibuat oleh streptococcus grup A, terutama
bekerja terhadap substrat yang berupa beta naptil asetat.
17. Koloni bentuk L. Koloni ini dapat timbul secara spontan, tetapi koloni ini
dapat pula timbul jika kedalam perbenihan ditambahkan penisilin atau
basitrasin (Jones, 1987).
E. Sumber penularan
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting
manusia mulai dari infeksi kulit ringan dangkal sampai penyakit sistemik
yang mengancam hidup. Infeksi biasanya dimulai di tenggorokan atau kulit.
Contoh ringan infeksiStreptococcus pyogenes yaitu sakit tekak ( “strep
throat”) lokal dan infeksi kulit (impetigo). Erysipelas dan cellulitis yang
dicirikan dengan penyebaran lateral Streptococcus pyogenes di kedalaman
lapisan kulit (Boyer, 1986).
Infeksi disebabkan oleh beberapa jenis Streptococcus pyogenes yang
dapat dikaitkan dengan rilis (jenis baru) toksin/racun bakteri. Infeksi
tenggorokan berhubungan dengan rilis ini dan mengakibatkan juga penyakit
demam berdarah. Infeksi toxigenic Streptococcus pyogenes lainnya dapat
mengakibatkan streptococcal toxic shock syndrome, yang dapat mengancam
hidup (Boyer, 1986).
F. Epidemiologi
1. Sejumlah kuman streptococcus misalnya, streptococcus viridians dan
enterococcus, merupakan sebagian dari flora normal pada tubuh
manusia.
2. Kuman-kuman ini hanya akan menimbulkan penyakit jika terdapat
diluar tempat-tempat di mana mereka biasanya berada, misalnya pada
katup jantung. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya hal itu,
terutama pada sewaktu melakukan tindakan-tindakan opratif pada
traktus urinarius dimana sering menyebabkan terjadinya bakteremia
temporer, pemberian obat-obatan antibiotika sangat diperlukan untuk
mencegah atau unutk pengobatan dini terhadap infeksi streptococcus
beta hemolytikus grup A pada penderita yang diketahui mempunyai
kelainan katup jantung. Sumber infeksi kuman streptococcus dapat
berasal dari penderita atau carrier. Penularannya terjadi secara droplet
dari traktus respiratorius atau dari kulit.
3. Cara control terpenting adalah
 Pada penderita dengan infeksi streptococcus grup A pada traktus
respiratorius ataupun kulit harus diberikan antibiotic secara intensif.
 Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma
harus diberikan antibiotika dalam dosis profilaksis.
 Untuk mencegah penyebaran streptococcus dapat dilakukan dengan
cara mencegah pengotoran oleh debu, ventilasi yang baik, ringan
udara, sinar ultraviolet, dan pemakaian aerosol (Rouff, 1991).
G. Penyakit yang ditimbulkan
Streptococcus pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit dalam
bentuk Sindrom post-infectious “non-pyogenic” (tidak terkait dengan
multiplikasi bakteri lokal dan pembentukan nanah). Komplikasi yang
difasilitasi oleh kondisi autoimmun ini tergolong jarang terjadi. Contoh dari
komplikasi ini yaitu demam reumatik akut dan post streptococcal
glomerulonephritis. Kedua kondisi ini muncul beberapa minggu setelah
infeksi awal streptococcal. Demam reumatik ditandai dengan peradangan
pada sendi dan / atau jantung lalu berlanjut dengan sakit tekak.
Glomerulonephritis akut dan peradangan glomerulus pada ginjal dapat
mengikuti sakit tekak atau infeksi kulit (Boyer, 1986).
V. Alat, Bahan dan Cara Kerja
Alat:
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan petri, lampu
bunsen, mikroskop, objek glass, ose, rak tabung reaksi, serta tabung reaksi.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain bahan pemeriksaan
berupa sampel no Sp, cakram antibiotik basitrasin, H 2O2 3%, media agar darah,
media agar Mueller Hinton, media glukosa, serta NaCl fisiologis.
Cara kerja:
Identifikasi Streptococcus dilakukan dengan cara:
Hari I:
1. Lakukan pemeriksaan mikroskopik pada BP dengan pewarnaan Gram. Amati
di bawah mikroskop.
2. Tanam BP pada lempeng agar darah, lalu inkubasi 37˚C selama 24 jam
secara aerob.
Hari II:
1. Amati morfologi dan sifat hemolitik pada koloni agar darah. Ciri koloni
Streptococcus bentuk koloni : bulat halus, ukuran kurang dari 1 mm.
2. Lakukan pewarnaan Gram pada koloni tersangka dan amati hasilnya di
bawah mikroskop.
3. Lakukan uji katalase, amati hasilnya, Streptococcus memberikan hasil
negatif.
4. Pada koloni Streptococcus beta hemolitik, untuk mengetahui grup A lakukan
uji resistensi terhadap Basitrasin.
5. Untuk mengetahui Grup B, lakukan CAMP test
6. Untuk mengetahui Grup C, lakukan uji resistensi terhadap SXT
Cara Uji Katalase :
Ambil koloni bakteri dan oleskan pada objek glass, kemudian tetesi H 2O2 3%
diatas olesan tersebut dan amati adanya gelembung gas pada tetesan H 2O2
menandakan positif. (Streptococcus negatif dan sebaliknya Staphylococcus
memberikan hasil positif).
Cara uji Resistensi Basitrasin :
Cara kerja sama dengan uji novobiosin tetapi medianya diganti agar darah dan
cakram antibiotik menggunakan basitrasin, demikian pula halnya dengan uji
resistensi terhadap SXT.
Hari III :
1. Amati hasil uji resistensi terhadap basitrasin
VI. Hasil dan Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu dimulai dari hari Senin, 02
Desember 2013 sampai dengan hari Rabu, 04 Desember 2013, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Hari I :
1. Hasil direct preparat dengan pewarnaan Gram
Bentuk :Bulat
Susunan :Berantai
Sifat :Gram positif
Tersangka :Streptococcus sp

Hari II :
Bentuk : Bulat
Susunan : Berantai
Sifat : Gram positif
Tersangka : Streptococcus sp

2. Morfologi koloni

Agar darah
Ciri-ciri koloni
S. pyogenes S. viridans S. γ hemolotikus
Bentuk koloni Bulat Bulat Bulat
Diameter (mm) 0,5 mm 1 mm 1 mm
Warna Putih Hitam Putih
Elevasi Cembung Cembung Cembung
Permukaan Basah Basah Basah
Pinggirin Rata Rata Rata
Sifat hemolisis Sempurna Tidak sempurna Anhemolisis
3. Hasil uji Katalase :
Negatif (-)  tidak ada gelembung
4. Penanaman pada agar darah dan gula-gula
Hasil penanaman pada AD:

Makroskopis
Bentuk koloni Bulat
Diameter (mm) 0,8 mm
Warna Putih bening
Elevasi Cembung
Permukaan Basah
Pinggiran Rata
Sifat hemolisis Hemolisis sempurna
Hasil penanaman pada gula-gula:
Positif (+)
Hari III :

Pengujian Hasil
Uji resistensi terhadap basitrasin Adanya zona (sensitif)
CAMP test -
Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada identifikasi dari sampel
nomor Sp dapat diketahui bahwa sampel tersebut merukapan bakteri
Streptococcus pyogenes. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil identifikasi pada
beberapa uji yang dilakukan. Dari hasil penanaman pada Agar darah didapatkan
koloni berbentuk bulat, berdiameter 0,8 mm, berwarna putih bening, memiliki
elevasi cembung, permukaan basah, pinggirannya rata serta memiliki sifat
hemolisis sempurna. Dari hasil tersebut sudah bisa ditegakkan hasil identifikasi
dengan melihat sifat hemolisisnya yang hemolisis sempurna, karena hanya
golongan bakteri Streptococcus β Hemolisis yang dapat menghemolisiskan darah
dengan sempurna serta bakteri Gram positif yang termasuk kedalam kelompok
bakteri Streptococcus β hemolisis adalah hanya Streptococcus pyogenes. Jadi dari
hasil penanaman pada Agar darah sudah dapat ditegakkan spesies dari sampel
tersebut merupakan bakteri Streptococcus pyogenes, walaupun harus dilakukan uji
lanjutan untuk memastikan bahwa pada sampel tersebut benar merupakan bakteri
Streptococcus pyogenes.
Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi
terdiri dari campuran berbagai macam sel. Oleh karena itu, dalam
mempelajarinya, bakteri harus diambil dari alam lalu diisolasikan dalam suatu
biakan murni. Di dalam laboratorium populasi bakteri ini dapat diisolasi menjadi
kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat
dan kemampuan biokimiawinya. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi
1 jenis bakteri (Pelczar, 2006).
Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu,
cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Pelczar, 2006).
Cara Penggoresan
Cara penggoresan bertujuan bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme
dari campurannya atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. Isolasi bakteri
dengan cara ini terbagi menjadi tiga yaitu goresan sinambung, goresan T, goresan
kuadran (streak quadrant). Tapi yang digunakan yaitu goresan T dengan cara:
Bagi cawan menjadi 3 bagian menggunakan spidol marker.
 Ambil 1 ose suspensi bahan yang mengandung bakteri atau campuran bakteri
secara aseptik.
 Inokulasi daerah 1 dengan streak zig-zag
 Panaskan ose dan tunggu dingin, kemudian lanjutkan streak zig-zag pada
daerah 2 (streak pada gambar). Cawan diputar untuk memperoleh goresan yang
sempurna
 Lakukan hal yang sama pada daerah 3.
Media isolasi yang digunakan yaitu Blood Agar Plate (BAP). Ciri-ciri
koloni yang didapat pada media tersebut adalah Koloni kecil-kecil, putih abu-abu,
bulat, jernih, smooth, sedikit cembung, haemolytis (ada zone jernih disekitar
koloninya) (Bonang, 1982).
VII. Kesimpulan
Diagnosa bakteriologik :
Dari bahan pemeriksaan nomor Sp didapatkan bakteri Streptococcus pyogenes.
VIII. Daftar pustaka
Bisno AL. 1990. The resurgence of acute rheumatic fever in the United States.
Ann Rev Med;41:319
Bonang, Gerard dan Koeswardono, Enggar S. 1982. Mikrobiologi kedokteran
(Untuk Laboratorium dan Klinik). PT Gramedia. Jakarta
Boyer KM, Gotoff SP. 1986. Prevention of early-onset neonatal group B
streptococcal disease with selective intrapartum chemoprophylaxis. N
Engl J Med;314:1665
Coykendall AL. 1989. Classification and identification of the viridans
streptococci. Clin Microbiol rev;2:315
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Jones KF, Fischetti VA. 1987. Biological and immunochemical identity of M
protein on group G streptococci with M protein on group A streptococci.
Infect Immun;55:502
Pelczar, M.J. dan E.C.S chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi (diterjemahkan
oleh Ratna Siri Hadieotomo). Jilid 2. Penerbit UI-Press. Jakarta
Ruoff KL. 1991. Nutritionally variant streptococci. Clin Microbiol Rev;4:184
Volk, W.A, and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Winn, washington, Jr., Allen, stephen., W. Janda, E. Koneman, Gary P. Paul S.
and G.woods. 2007. Koneman’s: Color Atlas and Tetbook of Diagnostic
microbiology, 6th edition. Lippicont Williams & Wilkins
IX. Lampiran:

Gambar 1. Agar darah untuk isolasi (kiri atas), Agar darah untuk uji resistensi
basitrasin (kanan atas), Preparat pewarnaan Gram (kiri bawah), Hasil isolasi pada
agar darah (kanan bawah).
Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 2. Hasil uji resistensi bacitrasin sensitif (kiri atas), hasil uji katalase
negatif (kanan atas), hasil uji gula-gula positif (bawah).
Sumber : Dokumentasi pribadi

IDENTIFIKASI DAN ISOLASI PNEUMOCOCCUS

I. Pendahuluan
Di alam Mikroba atau bakteri lebih sering ditemukan dalam bentuk koloni
dan bersama-sama dengan mikroba yang lain. Oleh karena itu, dalam
mempelajarinya, bakteri harus diambil dari alam lalu diisolasikan dalam suatu
biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi 1 jenis bakteri
(Pelczar, 2006).
Dalam pengisolasian bakteri ada beberapa macam cara yaitu; cara
pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan (Volk, 1993).
Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat
dengan mikroskop. Ini berarti pula bahwa bakteri cukup tipis sehingga tembus
cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat
bagian-bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan
pengecatan atau pewarnaan pada tubuh bakteri tersebut (Pelczar, 2006).
Pneumokokus (S. Pneumoniae) adalah diplokokus garam-positif. Bakteri
ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai
simapi polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum
spesifik. Pneumokokus mudah dilisiskan oleh zat aktif permukaan, misalnya
garam-garam empedu. Zat aktif permukaan mungkin menghilangkan atau
mnonaktifkan pengahambat autolisin dinding sel. Organisme ini adalah
penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dpat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakterimia, meninghitis,
dan proses infeksi lainnya (Bolan, 1986).
Pneumococcus merupakan bakteri bentuk coccus, susunan diplococcus
seperti lancet, Gram positif. Bakteri pneumococcus dapat ditemukan di
tenggorokan, saliva, dan saluran pernafasan dari beberapa orang, terutama pada
carrier. Pneumokokus dapat diisolasi dari dahak, darah dan eksudat penderita
pneumoniae lobaris, dari cairan otak-sumsum tulang belakang penderita
meningitis dan dari penderita-penderita otitis media, peritonitis, endokarditis,
dan penyakit lainnya. Pneumokokus dapat digolongkan dalam tiga bentuk besar,
berdasarkan ada tidaknya simpai, yaitu bentuk M – pneumokokus bersimpai,
bentuk S – Pneumokokus tidak bersimpai, dan bentuk R – Pneumokokus yang
berbentuk kasar (rough). Bentuk M merupakan pneumokokus yang virulen .
simpai Pneumokokus terdiri atas polisakarida yang dikenal sebagai “spesific
soluble substance” (SSS) dan menetukan virulensi bakteri dan tipe bakteri
tersebut (Bolan, 1986).
II. Prinsip
Prinsip dari isolasi mikroorganisme adalah memisahkan satu jenis
mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroorganisme tersebut.
III. Tujuan
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Mikrobakterium STIKES
Jenderal Achmad Yani ini bertujuan untuk dapat mengisolasi serta dapat
mengidentifikasi spesies bakteri Pneumococcus yang diperiksa dilihat dari ciri-
ciri pada pemeriksaan mikroskopis, ciri-ciri pada koloni serta hasil dari uji-uji
lanjutan yang dilakukan.
IV. Tinjauan Pustaka
Pneumokokus (S. Pneumoniae) adalah diplokokus garam-positif. Bakteri
ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai
simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe degan antiserum
spesifik. Pneumokokus mudah dilisiskan oleh zat aktif permukaan, misalnya
garam-garam empedu. Zat aktif permukaan mungkin menghilangkan atau
mnonaktifkan pengahambat autolisin dinding sel. Organisme ini adalah
penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dpat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakterimia, meningitis, dan
proses infeksi lainnya (Winn, 2007).
A. Morfologi dan Identifikasi
1) Ciri Khas Organisme :

Diplokokus berbentuk lanset, gram-positif yang khas serng terlihat


dalam bahan biakan muda. Pada dahak atau nanah, juga terliahat kokus
tunggal atau rantai. Semakin tua, organisme ini cepat menjadi gram-
negatif cenderung melisis secara spontan (Volk, 1993).
Autolisis pneumokokus sangat meningkat bila ada zat aktif
permukaan. Lisis pneumokokus terjadi dalambeberapa menit bila
empedu sapi (10%) atau natrium deoksilat (2%) ditambahakan pada
biakan kaldu atau suspensiorganisme pada pH netral. Streptokokus
viridans tidak mengalami lisis dan mudah dibedakan dari dari
pneumokokus. Pada perbenihan padat, pertumbuhan pneumokokus
dihambat di sekitar cakram optokin. NN= petunjuk identifikasi lainnya:
hampir semuanya virulen bagi tikus bila disuntikkan intraperitoneal dan
“tes pembengkakan simpai“, atau reaksi quellung (Volk, 1993).
2) Biakan :
Pneumokokus membentuk koloni bulat kecil, mula-mula berbentuk
kubah dan kemudian timbul lekukan di tengah-tengahnya dengan
pinggiran yang meninggi dan α-hemolisis pada agar darah.
Pertumbuahan bakteri ditingkatkan dengan 5-10% CO2 (Volk, 1993).
3) Sifat-sifat Pertumbuhan :
Kebanyakan energi diperoleh dari peragian glukosa. Ini diikuti oleh
pembentukan asam laktat yang cepat, yang membatasi pertumbuhan. Bial
pada selang kaldu dengan basa, akan terjadi pertumbuhan yang masif
(Volk, 1993).
4) Variasi :
Biakan pneumokokus mengandung beberapa organisme yang tidak
dapat membentuk koloni kasar; tetapi sebagian besar bakteri
mengahasilkan poliskaarida dan memebentuk koloni halus. Bentuk kasar
akan banyak ditemukan biala biakan ditumbuhakan pada serum
antipolisakarida tipe-spesifik (Jawetz, 1996).
Transformasi : Bial suatu tipe pneumokokus yang tidak membuat
simpai poliskaarida ditumbuhkan dalam ekstrak DNA dari tipe
pneumokokus yng mengahasilkan poliskarida simpai, akan terbentuk
pneumokokus bersimpai dari tipe terakhir. Reaksi transformasi yang
serupa pernah dilakukan dalam rangka perubhan resistensi obat (Jawetz,
1996).

B. Struktur Antigen
1) Struktur komponen : Polisakarida simpai secara imunologik masing-
masing berbeda satu sama lain kurang lebih dalam 80 tipe. Polisakarida
adalah antigen yang terutam menimbulkan respons sel B.
2) Reaksi Quellung : Jika pneumokokus tipe tertentu dicampur dengan
serum antipolisakarida spesifik dari tipe yang sama atau dengan anti
serum polivalen pada kaca objek mikroskop, simpai akan membengkak.
Reaksi ini berguna untuk identifikasi cepat dan untuk menentukan tipe
organisme, baik dalam dahak ataupun biakan. Antiserum polivalen yang
mengandung antibodi terhadap lebih dari 80 tipe (“omniserum”),
merupakan reagen yang baik untuk menetapkan secara tepat adanya
pneumkokus dalam dahak segar dengan menggunakan mikroskop
(Powderly, 1986).
C. Patogenesis
1) Tipe pneumokokus : Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira
75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus
bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan
23 merupakan penyebabyang paling sering.
2) Penyebab pentakit : Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui
kemampuannya berbiak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan
toksin yang bermakana. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi
simpainya, yang mencegah atau menghamabat penghancuran sel yang
bersimpai oleh fagosit. Serum yang mngandung antibodi terhadap
poliskarida tipe-spesifik akan melindungi terhadap infeksi. Bila serum ini
diabsorbsi dengan polisakarida tipe-spesifik, serum tersebut akan
kehilangan daya pelindungannya. Hewan atau manusia yang diimunisai
dengan polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun
terhadap tipe pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan
opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut.
3) Hilangnya Imunitas Alami : Karena 40-70% manusia pada saat tertentu
adalah pembawa pneumokokus virulen, selaput mukosa pernapasan
normal harus mempunyai imunitas alami yang kuat terhadap
pneumokokus. Faktor-faktor yang mungkin menurunkan daya tahan ini
sehingga menyebabkan predisposisi terhadap infeksi pneumokokus
adalah sebagai berikut :
a) Kelainan saluran pernapasan-vInfeksi virus atauinfrksi lainnya yang
merusak permukaan sel kelainan penumpukan lendir (misalnya alergi)
yang melindungi pneumokokus dari fagositosis ; obstruksi bronkus
(misalnya atelektais); dan luka saluran pernapasan akibat zat iritan
yang merusak fungsi mukosiliaris.
b) Alkohol atau intoksikasi obat, yang menekan aktivitas fagositosis,
menekan refleks batuk, dan mempermudah aspirasi benda-benda
asing.
c) Kelainan dinamika sirkulasi (misalnya kongesti paru-paru dan payah
jantung).
d) Malnutrisi, debilitas umum, anemia sel sabit, hiposplenisme, nefrosis,
atau defisiensi komplemen (Jawetz, 1996).
D. Patologi
Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema
fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang
mengakibatkan konsolidasi beberapa beberapa bagian paru-paru. Banyak
pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai aliran
darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding alveoli tetap normal
selama infeksi. Selanjutnya, sel-sel mononukleus secara aktif memfagositosis
sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun diabsorbsi kembali. Pneumokokus
diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam sel (Hager, 1990).
E. Imunitas
Imunitas terhadap infeksi pneumokokus adalah tipe-spesifik dan
bergantung pada antibodi terhadap polisakarida simpai dan pada fungsi
fagosit yang utuh. Vaksin dapat merangsang pembentukan antibodi terhadap
polisakarida simpai (Simberkoff, 1986).

F. Pengobatan
Karena pneumokokus sensitif terhadap banyak obat antimikroba,
pengobatan dini biasanya menghasilkan penyembuhan yang cepat, dan peran
respons antibodi tampaknya banyak berkurang. Penisislin adalah obat pilihan
untukpenyakit ini. Akhir-akhir ini timbul resisitensi terhadap beberapa obat;
pneumokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, eritromisin dan linkomisin
te;ah diisolasi dari penderita. Pneumokokus yang sangat resisten terhadap
penisilin (kadar hambatan minimum 4 unit/mL) telah diisolasi di New
Guinea, dan tempat-temapt lain serta menimbulkan ledakan penyakit di
rumah-rumah sakit di Afrika Selatan. Beberapa pneumokokus yang agak
resisten terhadap penislin G dari Afrika Selatan Resisten terhadap penisilin G
telah diisolasi di AS (Jacobs, 1992).
Pneumokokus yang resisten terhadap penisislin G dari afrika Selatan
resisten terhadap banyak obat, tetapi belum diidentifikasi adnya plasmid atau
penghasil β- laktamase. Pneumokokus yang resisten terhadap penisilin tidak
banyak menimbulkan kesulitan pada pneumonia; tetapi, pada meninghitis
dimana hanya sedikit obat yangdapat mencapai sususna saraf pusat, bakteri
ini menimnbulkan masalah pengobatan yang sulit (Jacobs, 1992).

V. Alat, Bahan dan Cara kerja


Alat:
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan petri, lampu
bunsen, mikroskop, objek glass, ose, rak tabung reaksi, serta tabung reaksi.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain bahan pemeriksaan
berupa sampel no 12, media agar darah, media agar Mueller Hinton, serta NaCl
fisiologis.

Cara kerja:
Hari I :
1. Mikroskopik
Bahan pemeriksaan dicat dengan pewarnaan Gram dan Burri-Gins maka
hasilnya :

Gram Burri-Gins
Gram : Positif Kapsul : bening
Bentuk : coccus lonjung seperti lancet Bakteri : biru
Susunan : diplococcus Latar belakang : hitam
Hari II :
2. Pembiakan :
Bahan pemeriksaan kuman tersangka ditanam pada media agar darah,
inkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam. Hasil biakan pada agar darah,
koloni bulat-bulat kecil, diameter 1 mm, di sekitar koloni terdapat
gelanggang kehijauan (hemodigesti).
Hari III :
Amati hasil biakan pada agar darah
VI. Hasil dan pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu dimulai dari hari Senin, 09
Desember 2013 sampai dengan hari Selasa, 10 Desember 2013, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Hari I
Hasil direct preparat dengan pewarnaan Gram

Bentuk : coccus
Susunan : diplococcus, monococcus
Sifat : Gram positif
Tersangka : Streptococcus sp

Hari II
Pengamatan hasil isolasi:
Tidak ditemukan adanya pertumbuhan pada media agar darah, maka isolasi serta
identifikasi dihentikan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi yang dilakukan pada sampel no
12 tersangka Streptococccus sp tidak dapat ditegakkan diagnosis bahwa sampel
tersebut merupakan Pneumococcus. Hal tersebut dikarenakan pada sampel
tersangka yang di isolasi pada media agar darah tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan kolini, hal tersebut bisa dikarenakan oleh beberapa sebab,
diantaranya karena sampel tersangka yang ditanamkan pada media agar darah
telah mati, karena media agar darah yang bukan merupakan media selektif untuk
kelompok Pneumococcus sehingga tidak ditemukan adanya pertumbuhan, atau
karena bakteri kelompok Pneumococcus harus ditumbuhkan pada media
enrichment tertentu seperti pada media agar columbia.
Serangan pneumonia pneumokokus biasanya mendadak, dengan demam,
mengigil, dan nyeri pleura yang nyata. Dahak mirip dengan eksudat alveoli
mengandung darah atau seperti karat. Pada permulaan penyakit, ketika demam
tinggi terdapat bakteremia dalam 10-20%. Sebelum adanya kemoterapi,
penyembuhan dimulai antara hari ke-5 dan hari ke-10 karena pada saat itu
timbul antibodi tipe spesifik. Angak kematian mencapai 30%, bergantung pada
usia dan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia yang disertai bakteremia
selalu menyebabakan angaka kematian yang paling tinggi. Cdengan terapi
antimikroba, penyakit dapat sembuh dengan cepat; bial obat diberikan dari awal,
timbulnya konsolidasi dapat dihalangi (Winn, 2007).
Pneumonia pneumokokus harus dibedakan dari infark paru-paru,
atelektasis, neoplasma, payah jantung kongestif dan pneumonia yang disebabkan
oleh banyak bakteri lainnya. Empiema (nanah dalam rongga pleura) adalah
komplikasi tersering dan memerlukan aspirasi dan drainase (Hager, 1990).
Dari saluran pernapasan, pneumokokus dapat mencapai tempat-tempat
lain. Sinus-sinus dan telinga paling sering terserang. Infeksi kadang-kadang
meluas dari mastoid sampai selaput otak. Bakteremia dari pneumonia
mempunyai tiga komplikasi yang hebat (“triad”), yaitu meningitis, endokarditis,
dan artritis spetik. Dengan kemoterapi dini, jarang terjadi endokarditis
pneumokokus akut maupun artritis (Burman, 1985).
VII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada sampel
no 12 memiliki bentuk bulat, susunan diplococcus, serta bersifta Gram positif.
Namun, identifikasi tidak dilanjutkan dikarenakan hasil isolasi pada agar darah
tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni, sehingga identifikasi tidak
dilanjutkan.
VIII. Daftar Pustaka
Bolan G et al. (1986). Pneumococcal vaccine efficacy in selected population in
the United States. Ann Intern Med;104:1.
Burman LA, Norrby R, Trollfors B. (1985). Insasive pneumococcal infections.
Incidence, predisposing factors, and prognosis. Rev Infect Dis;7:133.
Hager HL, Woolley TW, Berk SL. (1990). Review of pneumococcal infections
with attention to vaccine and nonvaccine serotypes. Rev Infect Dis;12:267.
Jacobs MR. (1992). Treatment and diagnosis of infections caused by drug-
resistant Streptococcus pneumoniae. Clin Infect Dis;15:119.
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi (diterjemahkan
oleh Ratna Siri Hadieotomo). Jilid 2. Penerbit UI Press. Jakarta
Powderly WG, Stanley SL Jr, Medoff G. (1986). Pneumococcal endocarditis:
Report of a series and review of the literature. Rev Infect Dis;8:786.
Simberkoff MS et al. (1986). Efficacy of pneumococcal vaccine in high-risk
patients: Result of a veterans administration cooperative study. N Engl J
Med;15:1318.
Volk, W.A, and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Winn, washington, Jr., Allen, stephen., W. Janda, E. Koneman, Gary P. Paul S.
and G.woods. 2007. Koneman’s: Color Atlas and Tetbook of Diagnostic
microbiology, 6th edition. Lippicont Williams & Wilkins

IX. Lampiran

Gambar 1. Hasil isolasi Pneumococcus pada agar darah (kiri), hasil uji resistensi
dengan Optochin (kanan).
Sumber : Google images.com

IDENTIFIKASI CORYNEBACTERIUM

I. Pendahuluan
Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi
terdiri dari campuran berbagai macam sel. Oleh karena itu, dalam
mempelajarinya, bakteri harus diambil dari alam lalu diisolasikan dalam suatu
biakan murni. Di dalam laboratorium populasi bakteri ini dapat diisolasi menjadi
kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat
dan kemampuan biokimiawinya. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi
1 jenis bakteri (Pelczar, 2006).
Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu,
cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Waluyo, 2007).
Koloni-koloni biasanya menonjol dari permukaan medium pembiakan,
dan sifat penonjolan ini dapat berbentuk titik-titik, bulat, berbenang, tak-teratur,
serupa akar, dan kumparan.
Media adalah suatu bahan atau susunan bahan yang terdiri dari nutrisi
atau zat-zat makanan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba (bakteri).
Media pertumbuhan atau pembiakan diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri
untuk dapat mengadakan identifikasi, determinasi, atau diferensiasi jenis-jenis
yang ditemukan.
Medium pembiakan yang digunakan untuk mengembangbiakkan bakteri
di laboratorium dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; medium pembiakan dasar,
medium pembiakan penyubur, medium pembiakan selektif, dan cara
mendapatkan biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berisi 1
jenis bakteri (Pelczar, 2007).
Dalam pengisolasian bakteri ada beberapa macam cara yaitu; cara
pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara
penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan (Pelczar,
2007).
Bakteri batang Gram positif yang tidak membentuk spora merupakan
kelompok bakteri yang beraneka ragam. Banyak anggota genus
Corynebacterium dan spesies anaerobiknya, spesies Propionibacterium, adalah
anggota flora kulit dan selaput mukosa manusia yang normal. Korinebakteria
lainnya terdapat pada hewan dan tumbuhan. Corynebacterium diphtheriae
merupakan anggota terpenting dari kelompok ini, karena dapat membuat
eksotoksin yang sangat kuat yang menyebabkan difteria pada manusia. Listeria
monocytogenes dan Erysipelothrix rhusiopathiae terutama terdapat pada hewan
dan sekali-kali menyebabkan penyakit berat pada manusia (Winn, 2007).
Corynebacterium merupakan bakteri berdiameter 0.5-1 um dan
panjangnya beberapa micrometer. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan
tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti “gada”
(Volk, 1996)
II. Prinsip
Prinsip dari isolasi mikroorganisme adalah memisahkan satu jenis
mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroorganisme tersebut.
III. Tujuan
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Mikrobakterium STIKES
Jenderal Achmad Yani ini bertujuan untuk dapat mengisolasi serta dapat
mengidentifikasi spesies bakteri Corynebacterium yang diperiksa dilihat dari
ciri-ciri pada pemeriksaan mikroskopis, ciri-ciri pada koloni serta hasil dari uji-
uji lanjutan yang dilakukan.
IV. Tinjauan Pustaka
A. Morfologi dan Identifikasi
1. Ciri-ciri khas organisme
Korinebakteria berdiameter 0.5-1 um dan panjangnya beberapa
micrometer. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan tidak teratur pada
salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti “gada”. Di dalam
batang terebut (sering didekat ujung) secara tidak beraturan tersebar
granula-granula yang dapat diwarnai dengan jelas dengan zat warna
aniline (granula metakromatik) yang menyebabkan batang tersebut
berbentuk seperti tasbih. Tiap korinebakteria pada sediaan yang diwarnai
cenderung terletak parallel atau membentuk sudut lancip satu sama lain.
Percabangan jarang ditemukan dalam biakan (Bainton, 1979).
2. Biakan
Pada agar darah koloni C diptheriae tampak kecil, bergranula, dan
berwarna kelabu, dengan batas-batas yang tidak teratur, dan memiliki
daerah hemolisis yang kecil. Pada agar yang mengandung kalium telurit,
koloni berwarna kelabu sampai hitam sebab telurot direduksi disalam sel (
stafilokokus dan streptokokus dapat juga membentuk koloni hitam ).
Ketiga biovar C diphtheria secara khas mempunyai gambaran sebagai
berikt : gravis, mitis, intermedius. Varian ini diklasifikasikan berdasarkan
ciri khas pertumbuhan seperti morfologi koloni, reaksi biokimia, dan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi. Sangat sedikit referensi
laboratorium yang memberikan cirri khas biovar; insiden difteri telah
sangat menurun dan hubungan berbagai penyakit dengan biovar tidak
penting untuk klinik atau penganturan kesehatan masyarakat terhadap
suatu kasus atau wabah. Jika diperlukan dalam suatu wabah, metode
imunokimia dan molekuler dapat digunakan untuk menggolongkan solat
C diphteriae (Bainton, 1979).
3. Sifat-sifat pertumbuhan
C diphteriae dan korinebakteria lain tumbuh secara aerob pada
sebagian besar perbenihan laboratorium. Propionibacterium, bersifat
anaerob. Pada perbenihan serum Loeffler, korinebakteria tumbuh jauh
lebih mudah daripada kuman patogen pernafasan lainnya, dan pada
sediaan mikroskopik, morfologi organisme tampak khas. Kuman ini
membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas pada beberapa karbohidrat
(Bainton, 1979).
4. Variasi dan perubahan
Korinebakteria cenderung menjadi pleomorf pada morfologi
mikroskopik dan pada morfologi koloni. Bila bakteri difteria tidak
toksigenik diinfeksi oleh bakteriofaga dari bacteria toksigenik tertentu,
turunan dari bakteri yang terinfeksi akan bersifat lisogenik dan toksigenik,
dan sifat ini kemudian dapat diturunkan. Bila bakteri difteria toksigenik
dibiak berturut-turut pada anti serum spesifik terhadap faga tidak aktif
yang ada didalam selnya, bakteri tersebut cenderung menjadi tidak
toksigenik. Jadi, penambhan faga cenderung menimbulkan toksigenitas
(perubahan lisogenik). Pembentukan toksin sebenarnya mungkin hanya
terjadi bila profaga lisogenik C diphtheria terinduksi dan melisiskan sel.
Toksigenitas dikendalikan gen faga, sedangkan daya invasi dikendalikan
gen bakteri (Bainton, 1979).
B. Struktur Antigen
Telah ditemukan perbedaan serologic antar tipe dan dalam tiap tipe C
diphtheriae, tetapi tidak tersedia klasifikkasi serologic yang memuaskan. Tes-
tes serologic umunya tidak dipakai pada identifikasi. Toksin difteria
mengandung paling sedikit empat penentu antgenik (Farizo, 1993).
C. Patogenesis
Dalam kelompok ini, bakteri patogen utama untuk manusia adalah C
diphtheriae terdapat dalam saluran pernafasan, dalam luak-luka, atau pada
kulit orang yang terinfeksi atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri
disebar melalui droplet atau kontak dengsn individu yang peka; bakteri
kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri
yang toksigenik itu mulai menghasilkan toksin (Dan, 1988).
Semua C diphtheriae yang toksigenik mampu mengeluarkan eksotoksin
yang menimbukan penyakt yang sama. Pembentukan toksin ini in vitro
terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin opyimal pada
kadar besi 0,14 ug/ml perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 ug/ml.
factor lain yang mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekan
osmotic, kadar asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan
nitrogen yang cocok. Factor-faktor yang mengatur pembentukan toksin ini in
vivo belum dimengerti betul (Dan, 1988).
Toksin difteri adalah polipeptida tidak tahan panas ( BM 62.000 ) yang
dapat mematikan pada dosis 0,1 ug/ml. Bila ikatan disulfide dipecahkan,
molekul dapat terbagi menjadi dua fragmen. Fragmen B ( BM sekitar
38.000 ) tidak mempunyai aktifitas sendiri tetapi diperlukan untuk
pemindahan fragmen A kedalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan
rantai polipeptida asalkan ada nikotinamid adenine dinukleotida (NAD)
dengan menghentikann altifitas factor pemanjangan EF-2 (dahulu dinamakan
Transferase II). Faktor ini diperlukan untuk translokasi polipeptidil-RNA
transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom eukariotik. Fragmen
toksin A menghentikan aktifitas EF-2 dengan mengkatalisis reaksi yang
menghasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks adenosine
difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek nekrotik dan
neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang
mendadak. Suatu eksotoksin dengan cara kerja yang mirip dapat dapat
dihasilkan oleh strain Pseudomonas aeroginosa (Jawetz, 1996).

Contoh reaksi metabolisme

Glukosa 1 Maltosa 1 Sukrosa 1 Urease 1


C diphtheria + + - -
C xerosis + + + -
C pseudodiphtheriticum 2 - - - +
C pyogenes (C + + + -
hemolyticum)
1
Membentuk asam tetapi tidak membentuk gas
2
Juga dinamakan C hofmannii

D. Patologi
Toksin difteria diabsorbsi kedalam selaput mukosa dan menyebabkan
destruksi epitel dan respon peradangan superficial. Epitel yang mengalami
nekrosis tertanam dalam eksudat fibrin dan sel-sel darah merah dan putih,
sehingga terbentuk “pseudomembran” yang berwarna kelabu yang sering
melapisi tonsil, faring atau laring. Setiap usaha untuk membuang
pseudomembran akan merusak kapiler dan mengakibatkan perdarahan.
Kelenjar getah bening regional pada leher membesar, dan dapat terjadi edema
yang nyata di seluruh leher. Bakteri difteria dalam selaput terus menghasilkan
toksin secara actif. Toksin ini diabsorbsi dan mengakibatkan kerusakan di
tempatyang jauh, khususnya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak dan
nekrosis otot jantung, hati, ginjal dan adrenal kadang-kadang diikuti oleh
perdarahan hebat. Toksin juga mengakibatkan kerusakan saraf, yang sering
mengakibatkan paralisis palatum molle, otot-otot mata atau ekstremitas
(Collier, 1975).
Difteria luka atau difteria kulit terutama didapati di daerah tropic. Suatu
selaput dapat terbentuk pada luka terinfeksi yang tidak dapat sembuh.
Namun, absorbs toksin biasanya sedikit dan efek sistemiknya tak berarti.
“Virulensi” bakteri difteria disebabkan karena kemampuannya untuk
menimbulkan infeksi, tumbuh cepat dan kemudian dengan cepat
mengeluarkan toksin yang diabsorbsi secara efektif. C diphteriae tidak perlu
menjadi toksigenik untuk menimbulkan infeksi lokal misalnya di nasofaring
atau kulit tetapi strain yang nontoksigenik tidak menimbulan efek toksik lokal
maupun sistemik. C diphtheria tidak secara aktif menginvasi jaringan dalam
dan praktis tidak pernah masuk peredaran darah (Collier, 1975).
E. Korinebakteria Lain (Difteroid) & Propionibakteria
Banyak spesies Corynebacteria dan Propionibacteria lain yang telah
dikaitkan dengan penyakit pada manusia. Corynebacterium jeikeium
(korinebakteria grup JK) menyebabkan penyakit pada pasien dengan fungsi
imun tertekan dan hal ini penting karena menimbulkan infeksi, termasuk
bakteremia, yang memiliki angka kematian tinggi; dan karena bakteri ini
resisten terhadap banyak obat antimikroba yang lazim digunakan.
Korinebakteria lain telah dikaitkan dengan penyakit pada manusia. Sebagai
contoh, Corynebacterium minutissimum menyebabkan eritrsma , suatu infeksi
superficial pada kulit ketiak atau kulit pubis. Organisme membentuk
flouresensi merah muda yang terang dibawah sinar ultra ungu pada lesi kulit
dan bila dibiak pada agar Mueller Hinton (Rappuoli, 1988).
Spesies lain yang jarang dikaitkan dengan penyakit pada manusia antara
lain C pseudodiphteriticum, C hofmanii, C xerosis, C pyogenes, dan C
ulcerans. Semua ini merupakan inhabitan normal pada selaput mukosa
saluran pernafasan, saluran kemih dan konjungtiva, dan karena semua ini
merupakan flora normal maka sering disebut difteroid. Sejumlah lain
difteroid. Sejumlah lain difteroid menyebabkan infeksi pada hewan dan
secara jarang pada manusia (Rappuoli, 1988).
Difteroid anaerob (misalnya Propionibacterium acnes) biasanya menetap
pada kulit normal. Bakteri ini ikut serta dalam pathogenesis akne dengan
menghasilkan lipase, yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit.
Asam lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan
akne. Karena P acnes merupakan bagian dari flora kulit normal, kadang-
kadang bakteri ini muncul dalam biakan darah dan harus dibedakan sebagai
suatu pencemar biakan atau penyebab sebenarnya dari penyakit. P acnes
kadang-kadang menyebabkan infeksi katup jantung prostetik dan pintas
cairan serebrospinal (Rappuoli, 1988).
Arcanobacterium haemolyticum (sebelumnya Corynebacterium
haemolyticum) menimbulkan beta hemolisis pada agar darah. Bakteri ini
kadang-kadang dikaitkan dengan faringitis dan dapat tumbuh pada
perbenihan selektif untuk streptokokus. A haemolyticum adalah negative
katalase, seperti streptokokus grup A, dan harus dibedakan nelalui pewarnaan
Gram secara morfologi (batang atau kokus) dan sifat-sifat kimianya
(Rozdzinski, 1991).
V. Alat, Bahan dan Cara Kerja
Alat:
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan petri, lampu
bunsen, mikroskop, objek glass, ose, rak tabung reaksi, serta tabung reaksi.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain bahan pemeriksaan
berupa sampel no 3, media agar darah, media agar Tellurit, media glukosa,
media laktosa, media sukrosa, media maltosa, serta NaCl fisiologis.
Cara Kerja:
Identifikasi Corynebacterium dilakukan dengan cara:
Hari I:
1. Lakukan pemeriksaan mikroskopik pada BP dengan pewarnaan Gram. Amati
di bawah mikroskop.
2. Tanam BP pada lempeng agar Tellurit, lalu inkubasi 37˚C selama 24 jam
secara aerob.
Hari II :

1. Amati koloni pada lempeng agar Tellurit, koloni Corynebacterium akan


tampak berbentuk bulat, berwarna abu-abu, serta pinggiran rata.
2. Lakukan pewarnaan Gram pada koloni tersangka, lalu amati dibawah
mikroskop.
3. Dari koloni agar Telllurit, lakukan uji maltosa, gula glukosa, uji sukrosa,
serta uji laktosa.
Cara uji Maltosa :
a. Tanamkan bakteri pada media maltosa, lalu inkubasi pada suhu 37˚C selama
24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Cara uji Gula Glukosa :
a. Tanamkan bakteri pada media glukosa, lalu inkubasi pada suhu 37˚C selama
24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Cara uji Laktosa :
a. Tanamkan bakteri pada media laktosa, lalu inkubasi pada suhu 37˚C selama
24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Cara uji sukrosa :
a. Tanamkan bakteri pada media sukrosa, lalu inkubasi pada suhu 37˚C selama
24 jam.
b. Amati hasilnya, hasil positif akan ditandai dengan adanya perubahan warna
media dari ungu atau merah menjadi kuning.
Hari III:
Amati hasil uji maltosa, glukosa, sukrosa, serta laktosa
VI. Hasil dan Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu dimulai dari hari Selasa, 10
Desember 2013 sampai dengan hari Kamis, 12 Desember 2013, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Hari I:
Hasil direct preparat dengan pewarnaan Gram

Bentuk : Batang
Susunan : V, L, K (seperti huruf cina)
Sifat : Gram positif
Tersangka : Corynebacterium sp

Hari II:
Pengamatan hasil isolasi

Media
Ciri-ciri koloni
Tellurit
Bentuk koloni Bulat
Diameter (mm) 1 µm
Warna Abu-abu
Elevasi Convex
Permukaan Basah
Pinggiran Tidak rata
Sifat hemolisis -
Hari III:
Hasil penanaman pada gula-gula
 Laktosa  positif (+)
 Glukosa  negatif (-)
 Sukrosa  negatif (-)
 Maltosa  positif (+)

Pembahasan :
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada sampel no 3 setelah
dilakukan pewarnaan Gram didapatkan hasil bakteri tersebut berbentuk batang,
memiliki susunan seperti huruf cina, serta bersifat Gram positif, dan setelah di
isolasi pada media tellurit didapatkan bentuk koloni bulat, berwarna abu-abu,
serta memiliki pinggiran tidak rata. Hal tersebut dapat menyatakan bahwa pada
sampel no 3 terdapat bakteri tersangka Corynebacterium. Untuk melanjutkan
identifikasi dilakukan uji lanjutan pada gula-gula yang didapatkan hasil: pada
media laktosa (+), pada media glukosa (-), pada media sukrosa (-), serta pada
media maltosa (+), setelah hasil disamakan pada tabel identifikasi spesies
Corynebacterium dengan hasil seperti yang tlah disebutkan diatas, diduga bahwa
bakteri pada no sampel 3 adalah bakteri Corynebacterium durum.
Semua C diphtheriae yang toksigenik mampu mengeluarkan eksotoksin
yang menimbukan penyakt yang sama. Pembentukan toksin ini in vitro terutama
bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin opyimal pada kadar besi 0,14
ug/ml perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 ug/ml. factor lain yang
mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekan osmotic, kadar asam
amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
Factor-faktor yang mengatur pembentukan toksin ini in vivo belum dimengerti
betul (Volk,1996).
Toksin difteri adalah polipeptida tidak tahan panas ( BM 62.000 ) yang
dapat mematikan pada dosis 0,1 ug/ml. Bila ikatan disulfide dipecahkan,
molekul dapat terbagi menjadi dua fragmen. Fragmen B ( BM sekitar 38.000 )
tidak mempunyai aktifitas sendiri tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen
A kedalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida asalkan
ada nikotinamid adenine dinukleotida (NAD) dengan menghentikann altifitas
factor pemanjangan EF-2 (dahulu dinamakan Transferase II). Faktor ini
diperlukan untuk translokasi polipeptidil-RNA transfer dari akseptor ke tempat
donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktifitas EF-2
dengan mengkatalisis reaksi yang menghasilkan nikotinamid bebas ditambah
suatu kompleks adenosine difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa
efek nekrotik dan neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian
sintesis protein yang mendadak. Suatu eksotoksin dengan cara kerja yang mirip
dapat dapat dihasilkan oleh strain Pseudomonas aeroginosa (Jawetz, 1996).
Pada setiap organisme yang menyerupai difteria harus dilakukan tes
“virulensi” sebelum diagnosis bakteriologi difteria diipastikan. Tes ini adalah tes
toksigenitas sebenarnya bagi bakteri menyerupai difteria yang diisolasi. Tes-tes ini
dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga cara berikut:
1. Tes in vivo : biakan diemulsifikasikan dan 4 ml disuntikan subkutan
masing-masing pada dua marmot, yang salah satu diantaranya telah
menerima 250 unit antitoksin difteria intraperitoneal 2 jam sebelumnya.
Hewan yang terlindungi akan mati dalam 2-3 hari, sedangkan hewan yang
terlindungi tetap hidup
2. Tes in vitro : sepotong kertas saring yang jenuh dengan antitoksin diletakkan
pada lempeng agar yang mengandung serum kuda 20%. Biakan yang dites
terhadap toksigenisitas digoreskan pada kertas saring. Setelah pengeraman
48 jam, antitoksin yang berdifusi darri potongan kertas telah
mempresipitasikan toksin yang berdifusi dari biakan toksigenik dan
menghasilkan garis-garis radial yang memancar dari perpotongan kertas dan
pertumbuhan bakteri.
3. Tes biakan jaringan : Toksigenisitas C diphtheria dapat diperlihatkan
denagan memasukan bakteri ke dalam agar yang melapisi biakan sel selapis.
Toksin yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam sel dibawahnya dan
mamatikan sel-sel tersebut (Jawetz, 1996).
VII. Kesimpulan
Dari hasil isolasi dan identifikasi pada sampel no 3 diketahui bahwa spesies
bakteri pada sampel tersebut adalah Corynebacterium durum.
VIII. Daftar pustaka
Bainton D et al. 1979. Immunitybof children to diphtheria, tetanus and
poliomyelitis.Br Med J;1:854
Collier RJ. 1975. Diphtheriae toxin: Mode of action and structure. Bacteriol
rev;39:54
Dan M et al. 1988. Cutaneous manifestations of infection with the
Corynebacterium group JK. Rev Infect Dis;10:1204
Farizo KM et al. 1993. fatal respiratory disease due to Corynebacterium
diphtheria:casereport and review of guidelines for management,
investigation, and control. Clin Infect Dis;16:59.
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pelczar, M.J. dan E.C.S chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi (diterjemahkan
oleh Ratna Siri Hadieotomo). Jilid 2. Penerbit UI-Press. Jakarta
Rappuoli R, Perugini M, Falsen E. 1988. moleculer epidemiology of the 1984
1986 outbreak of diphteriae in Sweden. N Engl J Med;318:12
Rozdzinski E et al. 1991. corynebacterium jeikeium bacteremia in a tertiary care
center. Infection;19:201
Volk, W.A, and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Winn, washington, Jr., Allen, stephen., W. Janda, E. Koneman, Gary P. Paul S.
and G.woods. 2007. Koneman’s: Color Atlas and Tetbook of Diagnostic
microbiology, 6th edition. Lippicont Williams & Wilkins

Lampiran
Gambar 1. Hasil isolasi Corynebacterium pada columbia agar (kiri). Sumber :
google images. Hasil uji gula-gula (kanan). Sumber : Dokumentasi pribadi.

IDENTIFIKASI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

I. Pendahuluan
Mycobacteria adalah bakteri tahan asam (BTA), pertumbuhannya pada
media ada 2 macam, yaitu yang tumbuh cepat dan yang tumbuh lambat ;
sedangkan pengertian media dalam bidang ilmu bakteriologi adalah suatu
substrat bahan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan jasad-jasad renik
(mikroorganisme) . Mycobacteria yang tumbuh cepat pada inkubasi 37°C,
tumbuh dalam waktu 2-4 had, sedangkan yang tumbuh lambat diatas 15 hari .
Mycobacteria yang tumbuh cepat umumnya termasuk kedalam kelompok
tidak patogen, walaupun diantaranya ada yang patogen aportunis,sedangkan
yang tumbuh lambat umumnya termasuk kedalam kelompok saprofit dan
patogen terhadap penderita bahkan ada yang zoonosis . Mycobacteria bisa
berasal dan dapat diisolasi dari tanah, air, faeses urine, susu, sputum/dahak dan
jaringan organ sipenderita (Collin, 1985) .
Mengingat asal sumbernya bervariasi, sudah tentu akan mengandung
mikroorganisme lain sebagai kontaminan . Dalam bidang ilmu bakteriologi
teknik isolasi Mycobacteria berbeda dengan teknik isolasi bakteri lainnya .
Banyak spesies dari Mycobacteria yang tumbuhnya lambat sampai ada yang
memerlukan waktu 6 minggu untuk bisa tumbuh pada media, sehingga untuk
mengisolir agennya, bahan sampel harus dibebaskan dari kontaminan . Untuk
membunuh kontaminan khususnya terhadap jamur dan bakteri lainnya yang bisa
menghambat dan menutupi pertumbuhan Mycobacteria dipakai bahan pembunuh
kontaminan/dekontaminan (Corner, 1989) .
Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang lurus atau agak bengkok
yang bersifat tahan terhadap penghilangan zat warna dengan asam-alkohol, atau
disebut juga bakteri tahan asam. Bakteri ini hidup secara anaerob dan secara
morfologi tidak dapat dibedakan satu sama lain. Untuk membedakan spesies
Mycobacterium satu dan yang lainnya haruslah dilihat dari sifat-sifat koloni,
waktu pertumbuhan, suhu pertumbuhan, uji biokimia, uji kepekaan terhadap
obat-obatan antituberkulosa dan khemoterapetika, perbedaan kepekaan terhadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap jenis antigen
Mycobacterium (Winn, 2007).
II. Prinsip
Prinsip dari isolasi mikroorganisme adalah memisahkan satu jenis
mikroorganisme dengan mikroorganisme lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroorganisme tersebut.
III. Tujuan
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Mikrobakterium STIKES
Jenderal Achmad Yani ini bertujuan untuk dapat mengisolasi serta dapat
mengidentifikasi spesies bakteri Mycobacterium yang diperiksa dilihat dari ciri-
ciri pada pemeriksaan mikroskopis, ciri-ciri pada koloni serta hasil dari uji-uji
lanjutan yang dilakukan.
IV. Tinjauan Pustaka
A. Morfologi dan Identifikasi
1. Ciri-ciri khas organisme:
Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus
berukuran kira-kira 0,4x3µm. Pada perbenihan buatan, terlihat bentuk
coccus dan filamin. Mycobacteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai
Gram positif atau Gram negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna basa,
warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun
dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenarnya ditandai oleh sifat
“tahan-asam” misalnya, 95% etilalkohol yang mengandung 3% asam
hidroklorida (asam alkohol) dengan cepat akan menghilang warna
semua bakteri kecuali mycobacteria. Sifattahan asam ini bergantung
pada integritas struktur selubung berlilin. Teknik pewarnaan Ziehl-
Nielsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada dahak
atau irisan jaringan mycobacteria dapat diperlihatkan karena
memberikan flouresensi kuning-jingga setelah diwarnai dengan zat
warna flourokrom (misalnya aramin,rodamin) (Jawetz, 1996).
2. Biakan :
Perbenihan untuk biakan primer mycobacteria sebaiknya meliputi
perbenihan non selektif dan perbenihan selektif. Perbenihan selektif
mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri
dan jamur. Terdapat 3 formulasi umum yang dapat digunakan untuk
perbenihan selektif maupun non selektif.
1) Perbenihan agar semi sintetik- perbenihan ini (misalnya,
middlebrook 7H10 dan 7H11) mengandung garam tertentu, vitamin,
kofaktor, asam oleat,albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan malasit
hijau; perbenihan 7H11mengandung juga hidrosilat kasein. Albumin
menetralisasi efektoksik dan efek penghambatan asam lemak dalam
bahan atau perbenihan. Inokula yang besar menimbulkan
pertumbuhan pada perbenihan dalam beberapa minggu. Karena
inokula besar mungkin memerlukan perbenihan ini jadi mungkin
kurang sensitif daripada perbenihan lain untuk isolasi primer
mikobakteria.
Perbenihan agar semisintetik digunakan untuk pemantauan
morfologi koloni, untuk uji kepekaan, dan dengan penambahan
antibiotik, sebagai perbenihan yang selektif.
2) Perbenihan telur tebal: perbenihan ini (misalnya, Lowenstein-Jensen)
mengandung garam tertentu gliserol, dan subsatnsi organik kompleks
(misalnya, telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan bahan-
bahan lain dalam bentuk kombinasi). Malasit hijau dimasukan untuk
menghambat bakterilain. Inokula kecil dalam bahan yang berasal
dari pasien akan tumbuh pada perbenihan ini dalam waktu 33-6
minggu. Dengan penambahan antibiotik, perbenihan ini digunakan
sebagai perbenihan selektif.
3) Perbenihan kaldu: perbenihan kaldu (misalnya Middlebrook 7H9 dan
7H12) mendukung proliferasi inokula kecil. Biasanya, mikobakteria
tumbuh dalam bentuk kelompok atau sebagai sekelompok
masaa,akibat ciri khas hidrofobik permukaan selnya. Jika
ditambahkan Tweens (ester asam lemak yang dapat larut dalam air),
ini akan membasahkan permukaan, dan karena itumemudahkan
penguraian pertumbuhan dalam perbenihan cair. Pertumbuhan
seringkali lebih cepat dibandingkan pada perbenihan kompleks.
Perbenihan 7H12 dengan penambahan antibiotik, suplemen, dan
14
asam C-palmitat adalah dasar untuk sistem biakan BACTEC untuk
mikobakteria. Selama pertumbuhan, mikobakteria menggunakan asam
14 14
C-palmitat, melepaskan CO2, yang terdeteksi oleh mesin. Biakan
positif dapat dideteksi dengan sistem ini dalam waktu kurang dari 2
minggu (Jawetz, 1996).
3. Sifat-sifat pertumbuhan :
Mikobakteria adalah aerob obligat dan mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO 2
meningkatkan pertumbuhan. Aktifitas kimianya tidak khas, dan laju
pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri lain. Waktu
penggandaan basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Bentuk safropit
cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu
22-23o, menghasilkan lebih banyak pigmen dan kurang tahan asam
daripada bentuk yang patogen (Alvarez, 1984).
4. Reaksi terhadap faktor fisik dan kimia :
Mikobacteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia
daripada bakteri lain karena sifat hidropobik permukaan selnya dan
pertumbuhannya yang bergerombol. Zat-zat warna (misalnya hijau
malakit); atau obat antibiotika (misalnya penicillin) yang bersifat
bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke dalam
perbenihan tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkel. Asam dan
basa memungkinkan sebagian basil tuberkel yang terkena tetap hidup;
sifat ini dipergunakan untuk “memekatkan” bahan pemeriksaan dari
klinik dengan mumbunuh sebagian organisme lain yang
mengkontaminasi. Basil tuberkel cukup resisten terhadap pengeringan
dan dapat hidup lama dalam dahak yang kering (Barnes, 1993)
5. Variasi:
Variasi dapat terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen,
produksi faktor ”cord”, virulensi, suhu pertumbuhan optimal, dan sifat-
sifat sel atau sifat pertumbuhan lainnya (Pelczar, 2006).
6. Patogenisitas Mikobacteria :
Terdapat perbedaan yang jelas dalam hal kemampuan berbagai
mikobakteria untuk menyebabkan lesi pada berbagai spesies inang.
Manusia dan marmot sangat rentan terhadap infeksi M tuberculosis,
sedangkan unggas dan sapi bersifat resisten. M tuberculosis dan
Mycobacterium bovis sama-sama patogenik terhadap manusia. Jalur
infeksi (melalui saluran pernafasan atau saluran pencernaan)
menentukan pola lesi. Di negara berkembang , M bovis sangat jarang
ditemui. Beberapa mikobakterium “atipik” (misalnya Mycobacterium
kansasii) menyebabkan penyakit manusia yang tidak dapat dibedakan
dari tuberkulosis; bakteri lain (misalnya Mycobacterium fortuitum)
hanya menyebabkan lesi permukaan atau berperan sebagai oportunis
(Winn, 2007).
B. Unsur-unsur Basil Tuberkel
Unsur-unsur basil yang tercantum dibawah terutama ditemukan dalam
dinding sel. Dinding sel mikobakterium dapat merangsang hipersensitivitas
tipe lambay, memacu kekebalan terhadap infeksi, danmengganti seluruh sel
mikobakteria dalam adjuvan Freund. Isi sel mikobakteria hanya
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada hewan yang
sebelumnya telah disensitisasi.
1) Lipid:
Mikobakteria kaya akan lipid, mencakup asam mikolat (asam
lemak rantai-panjang C78-C90, lilin, dan fosfatida. Dalam sel, lipid
sebagian besar terikat pada protein dan polisakarida. Dipeptida muramil
(dari peptidoglikan) yang membentuk kompleks dengan asam mikolat
dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid merangsang
nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung jawab
terhadap sifat tahan-asam bakteri. Penghilangan zat ini dengan asam
panas merusak sifat tahan-asam bakteri, yang bergantung pada keutuhan
dinding sel dan adanya lipid tertentu. Sifat tahan-asam bakteri juga hilang
setelah sonikasi sel-sel mikobakteria. Analisis lipid dengan kromatografi
gas menunjukan pola yang membantu dalam klasifikasi berbagai spesies.
Strain basil tuberkel yang virulen membentuk “serpentine cords”,
dimana basil tahan-asam tersusun dalam rantai paralel. Pembentukan
cord ini berhubungan dengan virulensi. Suatu “faktor cord” (trehalosa-
6,6’-dimikolat) telah diekstrak dari basil virulen dengan petroleum eter.
Faktor ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma
kronis, dan dapat berperan sebagai “adjuvan” imunologik.
2) Protein :
Setiap mikobakteria mengandung beberapa protein yang dapat
memicureaksi tuberkulin. Bila disuntikkan, protein yang terikat pada
fraksi lilin dapat merangsang kepekaan terhadap tuberkulin. Zat tersebut
dapat pula menimbulkan pembentukan berbagai antibodi.
3) Polisakarida :
Mikobakteria mengandung berbagai polisakarida. Peranannya pada
patogenesis tuberkulosis tidak jelas. Zat ini dapat menyebabkan
hipersensitivitas tipe cepat dan berlaku sebagaiantigen bila bereaksi
dengan serum orang yang terinfeksi (Volk, 1993).
C. Patogenesis
Mikobakteria tidak menghasilkan toksin. Organisme dalam droplet
sebesar 1-5 µm terhirup dan mencapai alveoli. Organisme yang virulen akan
menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga
menimbulkan penyakit. Basil tidak virulen yang disuntikkan (misalnya
BCG) hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau beberapa tahun pada
inang normal. Resistensi dan hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi
perjalanan penyakit (Snider, 1982).
D. Mikobakteria lain
Disamping basil tuberkel (M tuberculosis, M bovis), mikobakteria lain dari
berbagai patogenisitas telah diisolasi dari sumber manusia selama puluhan
tahun yang lalu. Mikobakteria “atipik” ini mula-mula digolongkan
berdasarkan kecepatan pertumbuhan pada berbagai suhu dan pembentukan
pigmen. Sekarang beberapa dapat diidentifikasi dengan menggunakan
penanda DNA. Sebagian besar terdapat dalam lingkungan,tidak ditularkan
dari orang ke orang, dan merupakan patogen oportunistik.
Spesies atau bentuk kompleks yang bersifat signifikan menyebabkan
penyakit yang tercantum dibawah ini.
1. Kompleks Mycobacterium avium-intracellulare
Kompleks M avium intracellulare sering disebut MAI atau MAC
(kompleks Mycobacterium avium). Semua ini tumbuh secara optimal pada
suhu 41˚C dan menghasilkan koloni yang licin, halus,dan tidak
berpigmentasi. Sering ditemukan dalam lingkungan dan telah dibiakkan dari
air, tanah, makanan, dan hewan, termasuk burung.
Pemaparan lingkungan dapat menimbulkan kolonisasi MAI di saluran
pernapasan atau saluran pencernaan. Terjadi bakteremia sementara yang
diikuti dengan invasi jaringan. Bakteremia yang menetap dan perluasan
infiltrasi jaringan menimbulkan disfungsi organ. Setiap organ dapat terkena.
Di paru-paru, sering terjadi nosul, infiltrasi yang difus, kavitas, dan lesi
endobronkial. Manifestasi lain adalah perikarditis, abses jaringan lunak, lesi
kulit, pembesaran kelenjar getah bening, infeksi tulang, dan lesi susunan
saraf pusat. Pasien seringkali disertai gejala nonspesifik demam, berkeringat
malam, nyeri abdomen, diare dan berat badan menurun.
Diagnosis dibuat dengan membiakkan MAI dari darah atau jaringan.
Tidak terdapat metode uji kepekaanyang telah distandarisasi dan tidak ada
korelasi yang baik antara hasil uji kepekaan uji kepekaan in vitrodengan
gambaran klinik. Informasi terbanyak mengenai terapi obat datang dari
percobaan klinik.
2. Mycobacterium kansasii
M kansasii adalah organisme fotokromogen yang membutuhkan
perbenihan kompleks untuk pertumbuhan pada suhu 37˚C. Bakteri ini dapat
menimbulkan penyakit paru-paru dan sistemik yang sulit dibedakan dari
tuberkulosis, terutama pada penderita dengan respon imun yang terganggu.
Karena peka terhadap rifampin, M kansasii sering diobati dengan kombinasi
rifampin, etambutol, dan isoniazid dengan respon klinik yang baik. Sumber
infeksi tidak jelas, dan penularannya rendah atau tidak ada.

3. Mycobacterium marinum dan Mycobacterium ulcerans


Organisme ini terdapat dalam air, paling baik tumbuh pada suhu rendah
(31˚C), dapat menginfeksi ikan, dan dapat menimbulkan lesi kulit
superfisisal (ulkus, “granuloma kolam renang”) pada manusia. Eksisi bedah,
tetrasiklin, rifampin, dan etambutol kadang-kadang efektif.
4. Kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonae
Kompleks ini adalah saprofit, ditemukan pada tanah dan air, dan
tumbuh cepat (3-6hari) dalam biakan serta tidak memebentuk pigmen.
Kadang-kadang organisme ini dapat emnimbulkan penyakit superfisisal dan
sistemik pada manusia. Mycobacterium fortuitum dapat mengkontaminasi
katup babi yang digunakan sebagai prostesis pada pembedahan jantung
manusia. Organisme ini sering resisten terhadap obat antimikobakteri tetapi
mungkin peka terhadap amikasin, doksisilin, sefoksitin, eritromisin, atau
rifampisin (Lay, 1994).
V. Alat, Bahan, dan Cara Kerja
Alat:
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain lampu bunsen,
mikroskop, pasir alkohol, objek glass, serta ose.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain bahan pemeriksaan
berupa sputum pasien terduga mengidap penyakit tuberkulosis serta bahan
pewarnaan untuk melakukan pewarnaan Ziehl-neelsen.
Cara Kerja:
Bahan pemeriksaan di buat preparat kemudian diwarnai dengan Ziehl-Neelsen.
Hasilnya adalah bentuk batang halus, warna bakteri merah (tahan asam) dengan
dasar biru kadang-kadang berbutir atau bergranula merah. Pewarnaan Ziehl-
Neelsen dilakukan dengan cara:
1. Sediaan yang telah difiksasi dituangi dengan carbol fuchsin
2. Dipanasi dengan api kecil sehingga keluar uap kemudian biarkan selama 5
menit (pewarna tidak boleh mendidih dan menjadi kering, bila keluar uap api
diangkat)
3. Sediaan dituangi dengan air
4. Dituangi dengan asam alkohol (HCl 3% dalam alkohol 95%) sampai warna
carbol fuchsin hilang
5. Dituangi dengan methylen blue 1% selama 1 menit
6. Dicuci dengan air kran dan keringkan
7. Amati dibawati mikroskop dengan perbesaran lensa obyektif 100x, bakteri
tahan asam akan berwarna merah dengan latar belakang biru.
VI. Hasil dan Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Desember 2013, dengan
didapatkan hasil sebagai berikut:
Hasil pengamatan
Hasil direct preparat dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen

Bentuk : Batang
Susunan:Monobasil,diplobasil,streptobasil
Sifat : positif BTA
Tersangka: Mycobacterium tuberculosis

LP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Σ LP ΣBTA
1 11 12 4 10 12 4 5 4 2 12 10 76
2 8 18 13 14 4 3 17 16 12 16 10 121
3 2 11 12 10 11 5 2 6 10 12 10 81
4 11 1 11 19 14 12 13 11 9 4 10 105
5 2 13 14 19 26 12 14 12 16 11 10 139
6 12 11
7
8
9
10
Jumlah 52 545
Pembahasan
Dari hasil pewarnaan dengan menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen
didapatkan bakteri berwarna merah dengan latar belakang biru, yang merupakan
bakteri tahan asam dengan bentuk batang, memiliki susunan monobasil,
diplobasil serta streptobasil, dengan tersangka Mycobacterium tuberculosis.
Tersangka bakteri Mycobacterium tuberculosis tersebut langsung dihitung dari
lapang pandang pertama sampai lapang pandang pandang yang dapat
menyimpulkan hasil. Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan batang
tahan asam sebanyak 545 bakteri pada 52 lapang pandang.
Bahan pemeriksaan yang berupa sampel tersebut tidak dilakukan
identifikasi lanjutan karena dengan hasil pewarnaan Ziehl-Neelsen sudah dapat
diketahui bahwa bakteri pada bahan pemeriksaan tersebut sudah merupakan
bakteri tersangka Mycobacterium tuberculosis. Jika ingin dilakukan identifikasi
lanjutan sangat mebutuhkan waktu yang sangat lama untuk melakukan
identifikasi bakteri tersangka Mycobacterium tuberculosis karena sampai saat ini
belum ada metode identifikasi pada Mycobacterium yang cepat (Banung, 1982).
Identifikasi Mycobacterium tuberkulosis dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan pemeriksaan berupa sputum dari penderita yang dicurigai
menderita penyakit TB. Identifikasi secara mikroskopis dapat dilakukan dengan
dengan pemeriksaan BTA, sputum dibuat sediaan apus kemudian diwarnai
menggunakan pewarna BTA (yang paling umun digunakan adalah pewarna
Zeihl- Neelsen). Identifikasi dilakukan dalam 100 lapang pandang mikroskop
perbesatan 1000 kali. Hasil positif dilaporkan secara kuantitatif dengan
menggunakan skala IUATLD dan WHO, sebagai berikut :
Pencatatan Temuan
+++ Apabila ditemukan lebih dari 10 BTA/LP minimal dalam 20 LP
++ Apabila ditemukan 1-10 BTA/LP minimal dalam 50 LP
+ Apabila ditemukan 10-99 BTA/100 LP
Angka pasti Apabila terdapat 1-9 BTA/LP (Laporan jumlah BTA yang
ditemukan)
Negatif Apabila tidak ditemukan BTA/100LP minimal dalam 10 LP
Pemeriksaan mikroskopik BTA merupakan metode yang paling mudah,
cepat dan murah untuk menentukan diagnosis. Hasil pewarnaan BTA akan
terlihat kuman berwarna merah dan latar belakang berwarna biru. Hasil positif
ditentukan oleh jumlah kuman yang ditemukan, sedangkan hasil negatif belum
tentu tidak ada kuman karena ini bisa terjadi pada sampel yang tidak
representatif (Collin, 1985).
Pewarnaan Zeihl-Neelsen merupakan prosedur pewarnaan tahan asam
yang paling tua yang mensyaratkan bahwa pewarna primer karbol fukhsin
dipanasi dampai beruap selama proses pewarnaan (Pelczar, 2006).
Daya mikroskop cahaya bisa sangat terbatas untuk dapat mendeteksi
jumlah kuman yang sedikit dalam sampel. Dengan mikroskop fluoresence daya
melihat diperbesar sedikit dengan luas pandang yang lebih besar karena lensa
objektif yang lebih besar dan gambar yang terlihat cukup jelas karena
berfluoresensi zat warna auramin rhodamin (Collin, 1985).
Hasil positif secara mikroskopik tentu saja tidak berarti diagnosa depinitif.
Harus dipastikan dengan cara perbenihan/kultur atau melalui percobaan hewan.
Semakin banyak kuman yang ditemukan dalam identifikasi BTA maka besat
kemungkinan didapatkan adanya kuman dalam paru-paru. Hasil negatif
mikroskopik atau jumlah Mikobakteri yang terdapat dalam spesimen yang
diambil dari pasien sangat rendah dapat diperbaiki untuk memperbesar angka
deteksi, biasanya dilakukan pemekatan spesimen dengan sentrifugasi. Spesimen
yang kentar dan liat seperti sputum, harus diencerkan terlebih dahulu agar
pemeriksaan lebih baik (Corner, 1989).
Infeksi tuberkulosis biasanya terjadi melalui debu atau titik cairan
(droplet) yang mengandung kuman tuberkulosis dan masuk ke dalam saluran
pernapasan. Penyakitnya timbul setelah kuman menetap dan berkembang biak
dalam paru-paru atau kelenjar getah bening regional. Perkembangan penyakit
tergantung pada dosis kuman yang masuk serta daya tahan dan hipersensitivitas
hospes (FKUI, 1993).
Ada dua kelianan patologi yang terjadi akibat kuman tuberkulosis, yaitu
tipe eksudatif dan tipe produktif. Tipe eksudatif terdiri dari inflamasi yang akut
dengan edema, sel-sel lekosit polimorponuklear dan menyusul kemudian sel-sel
monosit yang mengelilingi basil tuberkulosis.kelainan ini terlihat terutama pada
jaringan paru dan mirip pneumoniae bakteri. Penyembuhan dapat terjadi secara
sempurna sehingga seluruh eksudat diabsorpsi atau dapat berkembang menjadi
nekrosis yang luas atau berubah menjadi tipe 2 (tipe produktif). Dalam masa
eksudat ini tes tuberkulin adalah positif (Lay, 1994).
Kelainan tipe produktif apabila sudah matang prosesnya, lesi berbentuk
granuloma yang kronik, terdiri dari 3 zona yaitu zona sentral (dengan sel raksa
yang berinti banyak dan mengandung kuman tuberkulosis); zona tengah yang
terdiri dari sel-sel epiteloid yang tersusun radial; dan zona luar yang terdiri dari
fibroblas, limfosit dan monosit. Lambat laun zona luar akan berubah menjadi
fibrotik dan zona sentral akan mengalami perkejuan. Kelainan seperti ini disebut
tuberkel. Tuberkel yang berkeju dapat pecah ke dalam bronkus dan menjadi
kaverna. Kesembuhan dapat terjadi melalui proses fibrosis atau perkapuran
(Jawetz, 1996).
Perjalanan kuman tuberkulosis dapat langsung melalui aliran limfe, aliran
darah, melalui bronkus dan traktus digestifus. Pada mulanya, kuman menjalar
melalui saluran limfe ke kelenjar getah bening. Selanjutnya melaui ductus
thoracicus masuk ke dalam aliran darah dan terus ke organ tubuh. Dapat pula
langsung dari proses perkejuan masuk ke vena terus ke aliran darah atau proses
perkejuan pecah ke bronkus, disebar ke seluruh paru-paru atau tertelan ke traktus
digestivus (Winn, 2007).
Mycobacterium tuberculosis tumbuh intra sel pada monosit,
retikuloendotelial sel dengan sel raksa. Lokasi intra sel ini menyulitkan
pengobatan. Infeksi pertama biasanya pada anaka-anak, tetapi juga dapat terjadi
pada usia dewasa. Infeksi pertama dapat terjadi dimana saja di paru-paru tetapi
biasanya pada basal paru-paru. Reaktivasi biasanya terjadi endogen, artinya
kuman tuberkulosis yang lolos di infeksi primer dan jarang eksogen atai infeksi
baru dari luar. Reaktivasi ditandai oleh lesi jaringan kronik, pembentukan
tuberkel, perkejuan atau fibrosis. Kelenjar getah bening hanya sedikit terkena
dan tidak terjadi proses perkejuan. Tipe reaktivasi biasanya terjadi pada apeks
paru-paru. Perbedaan antara infeksi promer dan reinfeksi diperlihatkan melalui
eksperimen fenomena koch (Volk, 1993).
Kekebalan dan hipersensitivitas adalah dua aspek berbeda dari reaksi
imunitas seluler. Kekebalan terjadi apabila hospes dapat mengatasi infeksi
primer. Kekebalan ini terdapat pada sel mononuklear yang dapat menghambat
pertumbuhan kuman tuberkulosis bahkan menghancurkannya. Hipersensitivitas
ditimbulkan oleh kuman tuberkulosis utuh atau tuberkuloprotein dan lapisan
lilin, dapat dilihat melalui tes kulit tuberkulin (Jawetz, 1996).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada pewarnaan Ziehl-
Neelsen didapatkan jumlah BTA sebanyak 545 pada 52 LP. Serta didapatkan
jumlah bakteri >10 pada 32 LP. Maka dapat disimpulkan pada sampel tersebut
diketahui 3+ mengandung Mycobacterium tuberculosis. Serta identifikasi ini
tidak dilanjutkan karena membutuhkan waktu yang sangat lama.
VIII. Daftar Pustaka
Alvarez S, McCabe WR. 1984. Extrapulmonary tuberculosis revisited.
Medicine;63:25.
Banung, Gerard dan Koeswardono, Enggar. 1982. Mikrobiologi Kedokteran
Untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta : PT. Gramedia.
Barnes PF, Barrows SA. 1993. Tuberculosis in the 1990s. ann Intern
Med;119:400.
Collin Ch, J .M . Grange and M .D. Yates 1985, Organisation and practice in
tuberculosis bacteriology . Butter Woths London .
Corner L .A 1989. Bovin tuberculosis . Standard necropsy and laboratory
techniques . CSIRO Parkville Victoria Australia .
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi (diterjemahkan
oleh Ratna Siri Hadieotomo). Jilid 2. Penerbit UI Press. Jakarta
Snider DE. 1982. The tuberculin skin test. Am rev Respir Dis;125:108.
Staf Pengajar FKUI. 1993. Mikrobiologi Kedokteran : Edisi Revisi. Jakarta :
Bina Rupa Aksara.
W. Lay, Bibiana. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Volk, W.A, and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Winn, washington, Jr., Allen, stephen., W. Janda, E. Koneman, Gary P. Paul S.
and G.woods. 2007. Koneman’s: Color Atlas and Tetbook of Diagnostic
microbiology, 6th edition. Lippicont Williams & Wilkins
PENGAMBILAN DAN PREPARASI SAMPEL MIKROBIOLOGI

I. Pendahuluan
Hasil suatu pemeriksaan mikrobiologik pada umumnya hanya menunjang
diagnosa klinik. Bila hasil pemeriksaan mikrobiologik adalah negatif, hal ini
tidak berarti bahwa diagnosa klinik salah. Kegagalan pengasingan kuman
penyebab penyakit dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pada laboratorium,
kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh tehnik atau cara kerja yang salah.
Bagi seorang pekerja laboratorium yang berpengalaman hal demikian jarang
sekali terjadi. Kegagalan pemeriksaan mikrobiologik lebih banyak terjadi
karena cara pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan yang salah .
Umumnya pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan dirumah sakit
diserahkan pada karyawan-karyawan yang tidak mempunyai pengetahuan
dasar tentang syarat-syarat yang diperlukan bagi pengambilan bahan
pemeriksaan mikrobiologik serta akibat-akibat yang dapat timbul bila tidak
dilakukan rnenurut aturan sebenarnya. Dalam hal ini penting sekali kerja sama
antara dokter, perawat dan ahli laboratorium untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan mikrobiologik yang dapat dipercaya.
Pengambilan bahan pemeriksaan harus dilakukan pada tempat yang
kemungkinan besar mengandung kuman penyebab penyakit. Misalnya pada
luka bernanah yang disebabkan oleh kuman stafilokokus bersifat koagulasa
positif. Bila bahan pemeriksaan diambil pacta permukaan saja, ada
kemungkinan bahwa kuman rang diasingkan ialah stafilokokus rang komensal
bersifat koagulasa negatif, yang biasa terdapat pada kulit.
Jumlah bahan pemeriksaan yang diambil harus cukup untuk dapat dipakai
pada pemeriksaan yang dikehendaki. Bahan pemeriksaan harus diterima dalam
suatu tempat steril yang yang dapat ditutup dengan baik dan tidak bocor. Hal
ini penting untuk mencegah pencemaran bahan pemeriksaan itu sendiri dan
untuk melindungi orang-orang yang mengerjakan bahan-bahan tersebut
daripada kontak kuman patogen. Orang-orang yang mengerjakan bahan
pemeriksaan yang mengandung kuman patogen harus ingat akan bahaya
infeksi bila kurang hati-hati.
Bahan pemeriksaan dari klinik harus segera dikirim ke laboratorium untuk
mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Bila bahan pemeriksaan disimpan
terlalu lama tentu saja kemungkinan mendapatkan basil positif makin
berkurang. Misalnya bahan tinja yang mengandung Shigella, bila disimpan
terlalu lama di rumah sakit sebelum dibawa ke laboratorium, akan menyulitkan
pengasingan Shigella tersebut karena terdesak oleh pertumbuhan kuman-
kuman komensal.
II. Prinsip
Ada hal-hal yang menjadi prinsip dasar yang harus diperhatikan pada
waktu pengambilan bahan untuk pemeriksaan mikrobiologis yaitu :
1. Bahan pemeriksaan sebaiknya diambil sebelum diberikan pengobatan
dengan antibiotika atau zat-zat antimikroba lain. Jika biakan diberikan
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika, pemeriksaan laboratorium
harus diberikan keterangan supaya dilakukan tindakan-tindakan untuk
menghilangkan pengaruh antibiotika tersebut, misalnya penambahan
penisilinase atau pengenceran bahan pemeriksaan.
2. Bahan pemeriksaan harus diambil pada tempat yang diduga paling banyak
mengandung organisme yang dituju dengan tingkat pencemaran yang
paling sedikit. Hal ini terutama penting pada pengambilan bahan dari
kelainan yang mengandung satfilokokus koagulasa positif.
3. Faktor penting lainnya untuk keberhasilan pengasingan organisme
penyebabnya ialah stadium penyakit pacta saat pengambilan bahan untuk
biakan. Kuman enterik patogen berjumlah besar di dalam tinja pada
stadium diare akut suatu infeksi usus dan pada saat inilah kuman paling
mudah
4. Bahan pemeriksan harus cukup jumlahnya sehingga dapat diperiksa
lengkap, selain itu juga harus disimpan dalam wadah yang steril. Ada
berbahaya bagi para pekerja laboratorium apabila dahak meleleh keluar
wadahnya atau bila tempat pengasingan tinja ternyata bocor.
5. Jika diperlukan pengambilan dahak lagi, maka penderita atau pembantu
penderita harus diberikan petunjuk – petunjuk yang seksama.
6. Harus diatur agar bahan pemeriksaan dapat segera dikirimkan ke
laboratorium. Seringkali Shigella sulit diasingkan dari bahan tinja yang
disimpan terlalu lama dirumahsakit karena pertumbuhannya tertutup oleh
pertumbuhan kuman komensal dan angka kematian Shigella yang makin
tinggi.
7. Laboratorium harus diberikan keterangan klinik yang cukup untuk
mengarahkan para ahli mikrobiologi untuk memilih perbenihan dan cara-
cara pemeriksaan yang paling sesuai. Penting sekali adanya kerjasama yang
erat serta konsultasi yang sering antara dokter klinik, perwawat dan
mikrobiologis.
8. Untuk pengumpulan bahan pemeriksaan biakan kuman anaerob perlu
tabung yang tertutup ganda yang diisi dengan gas karbonioksida dan
nitrogen yang bebas oksigen. Bahan pemeriksaan (nanah, eairan tubuh atau
bahan eairan lain) disuntikkan melalui tutup karet untuk menghindari
kontak dengan udara.
III. Tujuan :
1. Mempunyai pengetahuan dasar untuk melakukan pengambilan dan
penanganan contoh uji mikrobiologi.
2. Memahami teknik pengambilan contoh yang representatif
3. Memperkirakan tehnik rutin dasar untuk pengambilan dan pemeriksaan
awal bahan pemeriksaan.
IV. Tinjauan Pustaka
Dalam suatu analisis mikrobiologi, pengambilan sampel merupakan salah
satu kunci utama yang sangat mendukung keberhasilan suatu analisa, yaitu
memindahkan sampel atau kultur bakterial dari satu tempat ke tempat yang lain
secara aseptis (terhindar dari kontaminasi). Pengertian sampel adalah bagian
dari populasi yang ingin diteliti. Sampel dianggap sebagai perwakilan dari
populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang diamati. Hasil suatu
pemeriksaan mikrobiologi pada umumnya hanya menunjang diagnosa klinik.
Namun apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi negatif, hal tersebut tidak
berarti bahwa terjadi kesalahan dalam diagnosa klinik.kesalahan dalam
pengambilan mikroba penyebab penyakit dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor. Pada laboratorium, kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh
teknik atau cara kerja yang salah. Bagi seorang pekerja laboratorium yang
berpengalaman, kejadian demikin jarang sekali terjadi. Kegagalan pemeriksaan
mikrobiologi lebih banyak terjadi karena cara pengambilan dan pengiriman
bahan pemeriksaan yang salah. Dalam hal ini, penting sekali kerjasama antar
dokter, perawat dan analis kesehatan laboratorium, untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan mikrobiologi yang akurat dan dapat dipercaya (Winn, 2007).
A. Sampel dari Pemeriksaan Darah
Darah dalam keadaan normal tidak mengandung mikroba. Biasanya
mikroba yang ditemukan didalam darah berasal dari luar tubuh atau dari
bagian-bagian tubuh lain. Pencemaran mikroba dalam darah terutama
berasal dari kulit, karena itu pengambilan bahan pemeriksaan darah harus
didahului dengan membersihkan kulit dengan baik (Bailey, 1970).
Proses pengambilan darah diawali dengan dibersihkannya kulit
dengan iodin 3,5%, apabila tidak ada dapat menggunakan antiseptik lain
seperti alkohol 70%. Jangan melakukan palpasi lagi untuk mencari vena
setelah kulit dibersihkan. Jumlah darah yang diambil bergantung pada jenis
pemeriksaan dan pada jenis mikroba yang diduga ada di dalam darah
tersebut. Misalnya, pada infeksi staphylococcus, tipus abdominalis atau
pada bakterimia akut yang disebabkan oleh pneumococcus atau
meningokokus, jumlah bakteri tersebut per ml darah cukup banyak,
sehingga jumlah darah yang diambil tidak perlu terlalau banayk. Sebaliknya,
jumlah bakteri basil Gram-negatif di dalam darah sangat jarang, sehingga
diperlukan jumlah darah yang cukup banyak untuk dapat mengisolasi
bakteri tersebut. Cara lain yang digunakan untuk pemeriksaan jasad renik
dalam darah ialah pembiakan pada lempeng agar tuangan dan menghitung
koloni-koloni kuman yang tumbuh pada lempeng agar tersebut. Perbenihan
yang digunakan ialah "Trypticase Soy Agar" atau "Heart infusion Agar".
Bila dari 1 ml darah dalam lempeng agar tuangan tersebut didapatkan
beberapa jenis kuman tertentu, maka dapatlah dianggap bahwa kuman
tersebut di dapat dalam darah penderita dan bukan karena kecemaran pacta
waktu pengam bilan darah tersebut (Bailey, 1970).
Bila mengirimkan darah ke laboratorium untuk pembiakan atau
isolasi, diperlukan sekitar kurang lebih 10 ml darah pasien yang disimpan
dalam botol atau tabung steril bersama antikoagulannya. Pemeriksaan
sampel darah harus sesegera mungkin dilakukan karena mikroba dalam
darah akan terpengaruh oleh sel-sel darah tersebut, maupun oleh zat-zat lain
yang terdapat di dalam darah tersebut, misalnya pengaruh dari antibiotik.
Bahan pemeriksaan darah yang akan diisolasi dengan cara dituang pada
lempeng agar, maka harus dicampur dengan suatu antikoagulan juga.
Biasanya antikoagulasi yang dapat digunakan adalah larutan natrium sitrat
2% sebanyak 3 ml, heparin 1 mg atau polianetol sulfonat. Untuk mencegah
hasil pemeriksaan false positif dengan mengisolasi mikroba yang
sebenarnya namun ternyata merupakan mikroba hasil
pencemaran/kontaminasi dari sampel pemeriksaan darah, maka perlu
diperhatikan cara-cara pengambilan dan pengiriman sampel pemeriksaan
tersebut (Blair, 1970).
 Cara pengambilan darah:
1. D a r a h y a n g d i a m b i l b i a s a n y a d a r a h v e n a
2. V o l u m e d a r a h y a n g d i a m b i l :
a. Dewasa 10-20 ml
b. anak-anak 1-5 ml
c. bayi 1-3 ml
3. Darah diambil saat suhu badan naik/demam tinggi.
4. Bakterimia intermitten, diambil 2-3 kali, interval 24 jam.
5. Darah diambil dari 2 tempat yang berbeda, yaitu pada vena
lengankanan dan vena lengan kiri. Karena bisa saja hasil berbeda,
sehingga menghindari false postitive/false negative.
6. Darah kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi media
cair TSB(Trypticase Soy Broth) dan botol digoyangkan diatas meja
agar tercampur rata. Perbandingan media cair TSB:
Darah=10:17 . K u l t u r l a i n : B H I ( Brain Heart Infusion).
 Cara penyimpanan darah:
1. Pen yimpanan: < 24 jam pada suhu ruang.
2. Bila tidak memungkinkan, gunakan media transport berupa
Stuart medium, Amies medium. Media transport berguna sebagaian
tikomplemen (mencegah lisis sel) dan antifagositik (supaya kuman
tidak menfagosit sel).
3. Bila media transport tidak tersedia, gunakan antikoagulan
SPS(SodiumPolianitol Sulfonat) 0,05%, jangan menggunakan
antikoagulan lain karena dapat membunuh viabilitas bakteri. Fungsi
antikoagulan SPS:
 Mengkoagulasi darah
 Menghambat pertumbuhan kuman
 Mencegah fagositosis
 Mencegah pengaktifan komplemen.
 Cara pengiriman darah:
1. Pengiriman: < 2 jam pada suhu ruang
2. Bila tidak memungkinkan, teruskan dengan media
transport (Gerard, 1982).
B. Sampel Pemeriksaan air kemih
Air kemih merupakan bahan pemeriksaan yang paling sering dibiakkan
dalam laboratorium. Cara pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan
ini tergantung pada keadaan penderita dan pada penyakit yang diderita.
Infeksi pada pangkal saluran kemih akan menghasilkan pertumbuhan kuman
di dalam kandung kemih. Selain dari mikroorganisme komensal kulit, air
kemih biasanya steril (Gupte, 1990).
Mikroorganisme patogen yang mungkin ada ialah :
1. E.coli
2. Proteus
3. Citrobacter
4. Pseudomonas
5. Moraxella
6. Adne bacter
7. Stafilokokus
8. Streptokokus faecalis
9. Salmonella
10. Mycobacterium tuberkulosis
11. Serratia
12. Providentia
13. Candida albicans
14. Stafilokokus hemolyticus
15. Streotokokus hemolyticus
16. Neisseria gonorrhoeae
17. Alkaligenes
Untuk biakan yang bukan ditujukan pada penyakit tuberkulosis, diambil
air kemih porsi tengah yang dikeluarkan, ditampung di dalam wadah berupa
tabling reaksi tertutup kapas yang telah disterilkan dalam otoklaf. Untuk
mendapatkan bahan pemeriksaan dari kandung kemih dapat dilakukan
dengan menggunakan kateter, selain itu dapat pula ditadah air kemih
didalam tabling atau botol steril. Bila bahan pemeriksaan air kemih diambil
secara demikian maka sebaiknya yang diperiksa ialah porsi pertengahan dari
air kemih tersebut. Misalnya bila air kemih ditampung dalam tiga tabung
maka yang diperiksa ialah tabung kedua. Pada waktu pengambilan air kemih
haruslah dipastikan lebih dahulu bahwa penderita sekurang-kurangnya
belum berkemih dalam 3 jam terakhir. Bila hasil biakan air kemih
menunjukkan 100.000 kuman atau lebih per ml maka ini menandakan
adanya infeksi (Gerard, 1982).
Pada wanita air kemih dapat kecemaran dengan kuman-kuman dari
vagina. Facia pria air kemih dapat kecemaran dari infeksi prostat. Untuk
menghindari ini maka perlu dilakukan kateterisasi air kemih. Kerugian
kateterisasi ialah bahwa dengan demikian kandung kemih sendiri dapat
mengalami kecemaran dengan kuman-kuman dari luar. Hasil pembiakan air
kemih dengan jumlah kuman yang sangat banyak selain memang
disebabkan oleh suatu infeksi, dapat pula disebabkan oleh karena
kelambatan dalam membiak bahan pemeriksaan tersebut. Air kemih harus
dibiak dalam waktu 30 menit setelah diambil (Gan, 1970).

C. Sampel pemeriksaan dahak


Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea
melalui mulut. Biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian (Dorland,
1992).
Sputum, dahak, atau riak adalah sekret yang dibatukkan dan berasal
dari tenggorokan, hidung atau mulut. Perbedaan ini hendaknya dijelaskan
kepada pasien yang dahaknya akan diperiksa.Sputum yang dikeluarkan
oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume,
dan konsistennya karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara
spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri
(Salle,1961).
Pemeriksaan sputum diperlukan jika diduga terdapat penyakit paru-
paru. Membran mukosa saluran pernafasan berespons terhadap inflamasi
dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit (Burdon, 1958).
Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur.
Cairan sputum lebih kental dan tidak terdapat gelembung busa di atasnya.
Sputum diambil dari saluran nafas bagian bawah sedangkan sputum yang
bercampur air liur diambil dari tenggorokan (Bailey, 1970).
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana
kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar.
Waktu yang diperlukan untuk pengambilan sputum adalah 3 kali
pengambilan sputum dalam 2 kali kunjungan, yaitu Sputum sewaktu (S),
yaitu ketika penderita pertama kali datang; Sputum pagi (P), keesokan
harinya ketika penderita datang lagi dengan membawa sputum pagi (sputum
pertama setelah bangun tidur), Sputum sewaktu (S), yaitu saat penderita tiba
di laboratorium, penderita diminta mengeluarkan sputumnya lagi.
Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi. Agar
sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang
banyak pada malam sebelum pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan
sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus
melepas gigi palsu (bila ada). Sputum diambil dari batukkan pertama (first
cough). Cara membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam dan kuat
(dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum dari bronkus trakea mulut
wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan
berpenutup (Screw Cap Medium) (Blair, 1970)
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah
air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum.
Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus seperti :
darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum susah keluarkan lakukan perawatan
mulut Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat
(expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat malam
sebelum pengambilan sputum (Jawetz, 1996)
Teknik lain untuk mengeluarkan sputum bila sputum juga tidak bisa
didahakkan, sputum dapat diambil secara:
a. Aspirasi transtracheal (transtracheal aspirasi atau cuci transtracheal).
Teknik untuk mengumpulkan sampel dari eksudat bronkial untuk
pemeriksaan histologis dan mikrobiologi. Sebuah jarum dimasukkan
melalui kulit di atasnya trakea dan melalui ligamentum krikotiroid.
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam trakea dan diteruskan ke tingkat
bifurkasi trakea. Indikasi :
Injeksi Transtracheal dilakukan untuk memblokir saraf laring
berulang untuk laringoskopi terjaga, serat optik dan atau intubasi
retrograd. Penghapusan tanggapan gag refleks atau hemodinamik untuk
laringoskopi atau bronkoskopi. Digunakan untuk membantu
menghindari Valsava seperti tegang yang dapat mengikuti yang lain
"terjaga" intubasi (pasien dibius dan ventilasi spontan).
b. Bronchial lavage (Bronchoalveolar lavage)
Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan prosedur medis dimana
bronkoskop dilewatkan melalui mulut atau hidung ke paru-paru dan
cairan yang disemprotkan ke bagian kecil dari paru-paru. Biasanya
dilakukan untuk mendiagnosa penyakit paru- paru. Secara khusus,
umumnya digunakan untuk mendiagnosa infeksi pada orang dengan
masalah sistem kekebalan tubuh, pneumonia pada orang pada
ventilator, beberapa jenis kanker paru-paru, dan jaringan parut pada
paru-paru (penyakit paru interstitial). cara paling umum untuk sampel
komponen cairan lapisan epitel (ELF) dan untuk menentukan
komposisi protein saluran udara paru, dan sering digunakan
dalam penelitian imunologi sebagai sarana sel sampling atau tingkat
patogen di paru-paru. Contoh ini termasuk sel T dan tingkat populasi
virus influenza.
c. Lung biopsy
Biopsi paru adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil
jaringan paru-paru untuk pemeriksaan. Jaringan biasanya diperiksa di
bawah mikroskop, dan dapat dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan oleh ahli patologi.
Biopsi adalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan jaringan tersebut bertujuan untuk
mendeteksi adanya penyakit atau mencocokkan jaringan organ sebelum
melakukan transplantasi organ. Resiko yang dapat ditimpulkan oleh
kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan. Jaringan yang
akan diambil untuk biopsi dapat berasal dari bagian tubuh manapun, di
antaranya kulit, perut, ginjal, hati , dan paru- paru (Gerard, 1982).
Pemeriksaan sampel dahak bergantung pada penyakit dan keadaan
pasien/penderita. Apabila dahak yang terbentuk banyak, maka dahak
pengambilan pertama tersebut sudah cukup untuk dijadikan sampel
pemeriksaan. Pada pemeriksaan tuberkulosa, diketahui jumlah mikroba
dalam dahak tidak banyak dan pencemaran mikroba lain pun tidak
memengaruhi, maka dapat dilakukan pengumpulan dahak untuk waktu 12
sampai 24 jam. Di dalam laboratorium dahak demikian akan diolah lagi
dengan cara homogenisasi atau konsentrasi. Untuk melakukan isolasi
mikroba yang tumbuh cepat, dahak harus diambil pada pagi hari.
Pengambilan dahak dapat pula dilakukan dengan cara langsung dengan
melakukan aspirasi menggunakan jarum suntik., dibawah dagu atau lidah ke
dalam batang tenggorokan. Ada juga yang mengambil bahan pemeriksaan
dengan menggunakan bronkoskop, terutama untuk bahan pemeriksaan
tuberkulosa dan jamur. Namun, dengan cara ini masih ada pula
kemungkinan terkontaminasi oleh mikroba lain yang berasal dari mulut.
Namun, apabila tidak mungkin untuk segera dilakukan pemeriksaan,sampel
dahak dapat dimasukkan ke lemari es dahulu untuk 1 sampai 3 jam (Gerard,
1982).
D. Sampel Pemeriksaan Tinja
Pada umumnya isolasi mikroba, termasuk virus dari sampel tinja dapat
berasal dari tunja penderita yang dikeluarkan secara alamiah atau apusan
poros usus penderita (rectal swab). Hasil yang diperoleh dari kedua proses
pengambilan sampel ini umumnya sama. Tinja diambil secara aseptik
dengan menggunakan sendok plastik kecil lalu dimasukkan ke dalam wadah
tertutup ulir yang kedap air (gambar). Sendok ini dipergunakan untuk
memindahkan sedikit tinja secara aman kedalam wadah tersebut. Pada anak-
anak kecil biasanya sulit untuk mengambil tinjanya, karena itu diambil
dengan usap dubur ("rectal swab"). Jika pada suatu saat diperlukan biakan
tinja sedangkan sedangkan pengiriman tinja ke laboratorium mikrobiologik
tidak dapat segera dilakukan, perlu dipergunakan perbenihan transpor (air
garam gliserol). Jika diduga penyebabnya ialah Vibrio cholerae lebih baik
dipergunakan air pepton alkali. Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam
isolasi mikroba patogen tinja, sebaiknya dipilih bagian tinja yang berlendir.
Pembiakan bahan pemeriksaan dilakukan pada medium selektif (Bailey,
1970).
E. Sampel Pemeriksaan Luka Infeksi
Pada infeksi luka biasanya etiologynya disebabkan oleh :
Aerob :
1. Stafilokokus aureus
2. Streptokokus hemolytikus
3. Proteus
4. Pseudomonas
5. Kuman koliform
Anaerob:
Tidak Berspora:
1. Streptokokus
2. Bacteroides
Berspora:
1. Clostridium welchii
2. Clostridium tetani berspora
3. Clostridium septicum
4. Clostridium epidematious
Jamur
1. Candida
2. Aspergillus
Sumber infeksi mungkin eksogen (dari lingkungan) atau endogen
(kuman komensal dalam tubuh). Luka yang terbuka mungkin terinfeksi oleh
beberapa organisme, tetapi luka tertutup yang tidak berlubang biasanya
terinfeksi oleh satu jenis organisme saja, misalnya Stafilokokus aureus,
Streptokokus hemolyticus dan seterusnya (Jawetz, 1996).
Pengambilan bahan : Bahan pemeriksaan dapat ditampung secara
aseptik dalam wadah yang steril. Bahan pemeriksaan berupa nanah lebih
baik daripada kapas usap. Jika ada keropeng diatas luka , kupaslah keropeng
itu, lalu tempelkan kapas usap pada luka tadi. Jika acta abses, sedotlah
dengan semperit steril, Jika diambil dengan kapas usap, ambillah dua buah
sekaligus, satu untuk sediaan dan satu untuk biakan. Bahan pemeriksaan
dikirim ke laboratorium. Mula-mula bahan ini diperiksa secara makroskopik
terutama untuk melihat adanya warna biru kehijauan (Pseudomonas) dan
adanya gas (Clostridium, Klesiella dan E.coli). Sediaan diwarnai secara
Gram untuk melihat kumannya Gram positif atau Gram negatif. Pewarnaan
Gram juga memberikan keterangan apakah kuman tersebut berupa kokus
atau batang. Jika kokus Gram positif tersusun bergerombol disebut
Stafilokokus, jika berupa rantai disebut Streptokokus. Kuman batang Gram
positif (berspora) mungkin Clostridium tetani atau Clostridium welchii,
kuman Gram negatif mungkin Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, E.coli dan
lain-lain (Burdon, 1958).
Bahan pemeriksaan dibiakkan pada lempeng agar darah (secara aerob
dan anaerob) dan perbenihan daging rebus Robertson (biakan anaerob).
Bahan aerob dapat dibiakkan pada lempeng agar darah atau perbenihan
Mac.Conkey. Koloni yang tumbuh diperiksa secara makroskopik dan
mikroskopik :
1. Stafilokokus aureus menunjukkan koloni berpigmen kuning emas,
hemolitik tipe beta di sekitar koloni serta reaksi katalase dan
koagulasanya positif.
2. Streptokokus hemolyticus, mempunyai koloni halus, hemolisis beta,
katalasanya negatif, 99% termasuk kelompok A.Lancefield.
3. Koloni Pseudomonas bewarna hijau kebiruan. Reaksi oksidasanya
positif dan menggunakan glukosa untuk oksadasinya (perbenihan Hugh
Leifson).
4. Koloni Proteus menunjukkan sifat khas menyebar, Uji PPA dan urease
positif. Identifikasi spesies didasarkan atas pembentukan H2S1, Indol

dan sitrat.
5. Kuman koliform berbentuk dadu pada agar Mac.Conkey (peragi
laktosa). Identifikasi spesies didasarkan atas reaksi biokimiawi (uji
IMViC) (Winn,2007).
Pada pembiakan anaerob, pembiakan segera dikerjakan pada
perbenihan daging rebus Robertson atau perbenihan tioglikolat dan lempeng
agar darah, Jika pembiakan harus tertunda, dapat digunakan perbenihan
transport Stuart.
1. Clostridium welchii diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat morfologi,
adanya simpai dan reaksi biokimiawi (pembekuan berbusa pada susu
lakmus, reaksi Nagler positif clan aktivitas sakarolitik kuat).
2. Clostridium tetani menunjukkan sifat khas yaitu bentuknya seperti
pemukul genderang. Disini perlu dibuktikan adanya pembentukan toksin
dan netralisasi oleh zat antitoksin yang khas. Pembuktian adanya
Clostridium tetani saja tidak begitu penting sebab sering terdapat
sebagai pencemar luka yang saprofit (Gupte, 1990).

F. Sampel Pemeriksaan Usap Tenggorok


Komensal yang ada ialah Stafilokokus albus, Streptokokus viridans,
Streptokokus anhemolyticus, Difteroid, Lactobacillus, Neisseria
nonpatogen. Sedangkan kuman yang patogen ialah Stafilokokus aureus,
Streptokokus hemolyticus, Difteriae, H.influezae, Borrelia Vincenti,
Bordetella pertussis dan lain-lain (Gan, 1970).
Usap tenggorok diambil dengan mulut penderita terbuka lebar dan lidah
ditekan dengan batang penekan lidah. Harus diusahakan agar hanya
mengambil bahan dari selaput lendir kerongkongan. Meskipun tidak segera
memberikan informasi yang diperlukan, tetapi sering positif untuk
H.influenzae dan harus dikerjakan karena merupakan cara yang terbaik
untuk memastikan diagnosis. Jika ada selaput, terutama jika diduga
menderita difteria, bagian selaput ini harus dibuang terlebih dahulu.
Pemeriksaan awal dilakukan dengan pewarnaan Gram, sediaan yang
diwarnai dengan karbol fuksin encer untuk Borrelia vincenti dan pewamaan
Albert untuk kuman difteri. Perbenihan yang dipergunakan ialah agar darah,
serum Loeffler dan agar darah telurit (difteri), agar coklat (H.influenzae dan
Neisseria meningitidis), perbenihan Bordet Gengou untuk Bordetella
pertussis (Burdon, 1958).
Pengiriman Bahan Pemeriksaan
Makin cepat bahan pemeriksaan tiba di laboratorium makin baik hasil
pemeriksaannya. Bila diperlukan waktu lama dalam pengiriman bahan
pemeriksaan ke laboratorium, maka haruslah bahan pemeriksaan tersebut
didinginkan atau dimasukkan ke dalam suatu perbenihan pengawet. Ada kuman
yang tiak dapat didinginkan karena akan mati, seperti Niesseria meningitidis.
Ada pula jasad renik, seperti kuman-kuman anerob, yang akan mati bila
berkontak dengan oksigen. Sebaliknya streptokokus hemolotik pada pengusap
dakron kering dalam kantong plastik dapat tahan 2 sampai 3 hari. Perbenihan
pengawet sebaiknya digunakan bila jarak antara penderita dan laboratorium
cukup jauh. Perbenihan pengawet yang dapat digunakan ialah perbenihan Stuar
atau perbenihan Cary-Blair atau perbenihan air pepton lindi.
Untuk pengiriman virus sebaiknya bahan pemeriksaan dibekukan dengan
menggunakan "dry ice" Pengiriman cairan sebaiknya dalam botol "screw-cap"
dan dibungkus berlapis-lapis untuk mencegah kerusakan (Burdon, 1958).
Suatu cara pengiriman bahan pemeriksaan virus tanpa menggunakan "dry
ice" dan tanpa "freeze drying" telah ditemukan oleh GAN dan kawan-kawan
dalam tahun 1969. Bahan yang dikrim adalah bahan yang mengandung virus
influenza dan caranya ialah sebagai berikut: Bahan cairan alantoik yang
mengandung virus influenza serta penisilin 100 ug dan streptomisi 100 ug per
ml dimasukkan dalam tabung-tabung presipitasi steril. Tabung-tabung tersebut
ditutup dengan parafin, sehingga tidak bocor dan dapat dikirim ke laboratorium
virologik. Tabung-tabung tersebut tidak boleh terkena sinar matahari langsung
dan dapat disimpan pada suhu kamar (26° sampai 300°C). Pengiriman bahan
pemeriksaan harus selalu disertai keterangan-keterangan secukupnya seperti
yang telah disebut sebelumnya (Gan, 1970).
V. Kesimpulan
Pengambilan dan pengiriman bahan pemeriksaan haus dilakukan oleh
orang yang berkompeten dan mempunyai pengetahuan dasar tentang syarat-
syarat yang diperlukan bagi pengambilan bahan pemeriksaan mikrobilogik
serta akibat-akibat yang dapat timbul bila tidak dilakukan menurut aturan
sebenarnya. Dalam hal ini penting sekali kerja sama antara dokter, perawat dan
ahli laboratorium, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologik yang
dapat dipercaya.
Dalam pengiriman bahan pemeriksaan hal-hal yang harus diperhatikan
adalah: Makin cepat bahan pemeriksaan sampai di laboratorium hasil
pemeriksaannya akan makin baik.
Bila pengiriman bahan pemeriksaan lama maka bahan pemeriksaan
tersebut didinginkan atau dimasukkan ke dalam suatu perbenihan pengawet
(media transport) dengan memperhatikan syarat berikut : (1).kuman tersangka
mampu tumbu tumbuh dalam media tersebut, (2) Kumar lain tidak akan
tumbuh berlebihan. Hal ini disebabkan karena ada kuman yang tidak dapat
didinginkan karena akan mati, seperti neis.

VI. Daftar Pustaka


Bailey, W.R. and SCOIT, E.G., Diagnostic Microbiology, Third.Ed., Yung Mei
Publishing., Taipei 1970.
Blair, J.E., Lennette, E.H. and Truant, j.P., Manual of Clinical Microbiology,
Williams and Wilkins Co., Baltimore, 1970.
Burdon, K.L., Textbook of Microbiology, 4th Edition, The Mac Millan Co.,
New York 1958
Gerard Bonang, Enggar S Koeswardono, Microbiologi Kedokteran Untuk
Laboratorium dan Klinik. PT Gramedia 1982
Gan, K.L., Gani, K.S., and Suharto, A new and simple method for sending non
freeze dried influenzae isolates by mail without refrigeration, American
review of Respiratory desease, Volume 101, 1970.
Gupte S, Microbilogy Dasar, Edisi ketiga , Binarupa Aksara 1990
Jawetz, Melnick & Adelberg : Microbiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,1996.
Salle, A.J., Fundation Principles of Bacteriology, fifth edition, Mc Graw
HillBook Company Inc., New York, 1961
Winn, Washington, Jr., Allen, Stephen., W. Janda, E. Koneman, Gary P. Paul
S, and G. Woods. Koneman’s: Color Atlas and Textbook of Diagnostic
Microbiology, 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007

Anda mungkin juga menyukai