Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR


A. Tinjauan Pustaka
I.
Tinjauan Umum Staphylococcus aureus
a. Definisi Umum
Staphylococcus berasal dari perkataan staphyle yang berarti
kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Kuman ini
sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir
pada manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun
hewan. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai pembenihan dan
mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan
pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Beberapa diantaranya
tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, golongan
lainnya menyebabkan pernanahan, abses berbagai infeksi piogen, dan
bahkan septicemia yang fatal. Staphylococcus cepat menjadi resisten
terhadap banyak zat antimikroba sehingga menimbulkan masalah
pengobatan yang sulit (Brooks, 1996).
Genus Staphylococcus terdiri dari sekurangnya 30 spesies. Tiga
spesies utama yang penting secara klinik adalah Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermis, Staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus
aureus (S. aureus) merupakan bentuk koagulasi positif, hal ini
membedakannya dengan spesies lain. Staphylococcus aureus merupakan
pathogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami
beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam

beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai
infeksi berat yang mengancam jiwa (Brooks, 1996).
b. Klasifikasi Staphylococcus aureus
Dari Rosenbach (1884) klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu :
Domain
: Bacteria
Kerajaan
: Eubacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Famili
: Staphylococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: S. aureus
Nama binomial
: Staphylococcus aureus
c.

Karakteristik dan Morfologi


Bakteri ini berbentuk sferis, bila berkumpul dalam susunan yang
tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman
antara 0,8-1,0 mikron. Pada sediaan langsung yang berasal dari nanah
dapat terlihat sendiri, berpasangan, berkumpul dan bahkan tersusun seperti
rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan
pada sediaan yang dibuat dari pembenihan padat, sedangkan dari
pembenihan kaldu biasa ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai
pendek (Syahrurachman, 1994).
Staphylococcus tidak bergerak dan tidak berspora. Akibat pengaruh
beberapa zat kimia, misalnya penicillin, Staphylococcus bisa kehilangan
dinding selnya yang keras dan berubah menjadi bentuk L (protoplas).
Protoplas ini bisa berubah kembali menjadi Staphylococcus yang
berdinding keras jika pengaruh bahan kimia yang bersangkutan

dihilangkan dari lingkungan untuk beberapa waktu. Staphylococcus tidak


dipengaruhi oleh garam empedu dan optochin (Syahrurachman, 1994).
Sifat biakan Staphylococcus :
Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan
bakteri pada keadaan aerobik atau microaerofilik. Bakteri ini tumbuh
paling cepat pada suhu 37 C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20-25 C). Pada lempeng agar koloni Staphylococcus
terbentuk bulat, licin, cembung, dan mengkilat. Koloni Staphylococcus
berwarna

abu-abu

sampai

kuning

tua

keemasan.

Pigmen

dari

Staphylococcus tidak terbentuk pada keadaan anaerob atau bila tumbuh


pada medium cair (Btooks et al,1996) (Syahrurachman, 1994).
Sifat pertumbuhan :
Staphylococcus
aureus
menghasilkan
katalase,

yang

membedakannya dengan Strepcoccus. Bakteri ini meragikan banyak


karbohidrat dengan lambat, menghasilkan asam laktat, tetapi tidak
menghasikan gas (Syahrurachman, 1994).
d. Stuktur Antigen Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang
bersifat antigen yang merupakan substansi penting di dalam struktur
dinding sel. Peptodoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung
subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeleton yang kaku pada
dinding sel. Peptodoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lizozim. Hal
ini penting dalam phatogenesis infeksi. Zat ini menyebabkan monosit
membuat interleukin-1 (pirogen-endogen) dan antibody opsonik, dan zat
ini juga dapat menjadi zat kimia penarik (kemoaktraktan) untuk leukosit

polimorfonuklir,

mempunyai

aktifitas

mirip

dengan

endotoksin,

menghasilkan fenomena Shwartzman local, dan mengaktifkan komplemen


(Brooks, 1996).
Asam tekoat yang merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat,
berkaitan dengan peptodoglikan dan menjadi bersifat antigenic. Antibodi
antiteikoat, yang dapat diteksi dengan difusi gel, dapat ditemukan pada
penderita endokarditis aktif yang disebabkan S. aureus.
Protein A merupakan komponen dinding sel kebanyakan strain
Staphylococcus aureus yang terikat pada bagian Fc molekul IgG, kecuali
IgG3. Bagian Fab pada IgC yang terikat pada protein A bebas untuk
berkaitan dengan molekul IgG yang diarahkan terhadap antigen bakteri
tententu akan mengaglutinasi bakteri yang mempunyai antigen itu
(koaglutinasi) (Brooks, 1996).
Beberapa strain Staphylococcus aureus mempunyai sampai yang
dapat menghambat fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir, kecuali kalau
ada antibody spesifik. Kebanyakan strain S. aureus mempunyai koagulase
atau faktor penggumpal, pada permukaan dinding sel, koagulase terikat
secara non enzimatik dengan fibrinogen, sehingga bakteri beragregasi
(Brooks, 1996).
e. Faktor-faktor Pathogen Staphylococcus aureus
Mekanisme dari Staphylococcus aureus dalam menyebabkan
penyakit merupakan multifaktor, melibatkan toksin, enzim, dan komponen
seluler. Patogenitasnya merupakan efek gabungan dari berbagai macam
metabolit yang dihasilkannya. Kuman phatogen (S. aureus) bersifat

invasive, penyebab hemolisis, membentuk koagulase, mencairkan gelatin,


membentuk pigmen kuning emas dan meragi manitol (Syahrurachman,
1994).

II.

Tinjauan Umum Escherichia coli


Sistematika dari Escherichia coli adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Monera
Phylum
: Schizophyta
Class
: Bacteria
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang termasuk ke dalam
golongan koliform dan secara normal hidup di dalam usus besar dan
kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform
fekal sehingga digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran.
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang dan tidak
membentuk spora (Fardiaz, 1992; Yusuf, 2011).
Sel Escherichia coli memiliki ukuran panjang 2,0 6,0 m, tersusun
tunggal berpasangan. Escherichia coli tumbuh pada suhu 10 40oC
dengan suhu optimum 37oC. Bakteri ini mempunyai pH optimum untuk
pertumbuhannya adalah 7,0 7,5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap
panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi (Supardi dan Sukamto,
1999 dalam Yusuf, 2011).
Pelczar dan Chan (2007) dalam Yusuf (2011), menambahkan bahwa
bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik fakultatif, yang artinya
bakteri ini secara terbatas dapat hidup dalam keadaan aerobik ataupun
anaerobik serta merupakan bakteri Gram negatif dan dapat bertahan hidup
hingga suhu 60oC selama 15 menit atau pada 55oC selama 60 menit.
Simatupang (2006), menjelaskan bahwa Escherichia coli merupakan
bakteri famili Enterobactericeae yang merupakan bagian dari flora normal,
dengan morfologi mikroskopis yakni, Gram Negatif, bentuk batang

pendek, susunan tidak teratur, tidak berspora, sebagian besar dapat


bergerak (flagel peritrik). Morfologi makroskopis pada medium padat
yakni berbentuk bulat dengan ukuran kecil hingga sedang, permukaan
konveks dan halus serta pinggiran yang rata.
Escherichia coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi di seluruh
dunia. Pelekatan pada sel epitel usus kecil atau usus besar sifatnya
dipengaruhi oleh gen dalam plasmid. Sama halnya dengan toksin yang
merupakan plasmid atau phage mediated (Brooks dkk, 2001). Escherichia
coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai. Pada
media biasa dipergunakan untuk isolasi kuman enterik. Sebagian besar
Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa dan bersifat
mikroaerofilik (Yusuf, 2011).

III.

Tinjauan Umum Minyak Goreng Kelapa (Cocos nucifera L.)


a. Klasifikasi Tanaman Kelapa
Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan,
tanaman kelapa (Cocos nucifera L. ) dimasukkan ke dalam klasifikasi
sebagai berikut.
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Palmales
Familia
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L. (Warisno, 2003).
b. Pengertian minyak goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan
atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan
biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng
berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan menambah
nilai kalori bahan pangan.

c. Sifat-sifat Minyak Goreng


Menurut Ketaren (2005) dalam Asmini (2013), sifat-sifat minyak
goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia, yakni:
1) Sifat Fisik
a) Warna
Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna
alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada
proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain dan karoten
(berwarna kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil
(berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan).

Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh
bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna
kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.
b) Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga
terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat
pendek
c) Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak
(castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter,
karbon disulfide dan pelarut- pelarut halogen.
d) Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat
pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah
keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
e) Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat
dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
f) Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi
minyak tersebut.
g) Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponenya.
h) Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan
pertama dari minyak atau lemak.
i) Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C, dan
juga perlu dilakukan pengukuran pada temperatur 400C.
j) Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila
minyak dipanaskan.
k) Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
2) Sifat Kimia

a) Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi


asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat
menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.
b) Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak.
c) Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan
ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
d) Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asamasam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester.
d. Kandungan Minyak Goreng
Minyak kelapa adalah satu-satunyanya minyak goreng di muka
bumi yang mengandung asam laurat (lauric acid) dengan kadar yang
paling tinggi setara seperti pada air susu ibu (kurang lebih 50%). Asam
laurat ini mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami yang ampuh yang
dapat membunuh berbagai jenis kuman, virus dan parasit, termasuk HIV
dan Hepatitis virus C. Menurut hasil berbagai laporan penelitian, baik pada
hewan percobaan maupun pada manusia, yang diberi makan tambahan
dengan asam lemak rantai panjang atau long chain fatty acids (LCFA)
terbukti dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit kronik, degeneratif
dan kanker. Jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa, 92%
adalah asam lemak golongan rantai karbon sedang atau medium chain
fatty acids (MCFA), yang terdiri dari hanya 12 atom karbon yang diikat
jenuh (Anonim, 2013).
Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra
(daging buah kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya.

Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai


30%-35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%.
Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya merupakan senyawa
trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% diantaranya
merupakan asam lemak jenuh. Selain itu minyak kelapa yang belum
dimurnikan juga mengandung sejumlah kecil komponen bukan lemak
seperti fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol (0,003%), dan asam
lemak bebas (< 5%) dan sedikit protein dan karoten. Sterol berfungsi
sebagai stabilizer dalam minyak dan tokoferol sebagai antioksidan
(Ketaren, 1986).
Setiap minyak nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat
ditentukan oleh struktur asam lemak pada rangkaian trigliseridanya.
Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C 8 C14),
khususnya asam laurat dan asam meristat. Adanya asam lemak rantai
sedang ini (medium chain fat) yang relatif tinggi membuat minyak kelapa
mempunyai beberapa sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawaan yang
berbahaya di dalam tubuh manusia (Dewan Kelapa Indonesia, 2013).
Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor dan dapat tumbuh
disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng
gunung. Buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak disebut kopra.
Dimana kandungan minyaknya berkisar antara 60 65 %. Sedang daging
buah segar (muda) kandungan minyaknya sekitar 43 %. Minyak kelapa
terdiri dari gliserida, yaitu senyawa antara gliserin dengan asam lemak.
Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah asam lemak jenuh yang

diperkirakan 91 % terdiri dari Caproic, Caprylic, Capric, Lauric, Myristic,


Palmatic, Stearic, dan Arachidic, dan asam lemak tak jenuh sekitar 9 %
yang terdiri dari Oleic dan Linoleic (Warisno, 2003).

IV.

Tinjauan Umum Cengkeh (Syzigium aromaticum).


a. Sistematika tanaman Cengkeh
Menurut Tjitrosoepomo (2007), sistematika tanaman cengkeh
adalah sebagai berikut:
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Myrtales
Suku
: Myrtaceae
Marga
: Syzygium
Jenis
: Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry
b. Deskripsi Tanaman Cengkeh
Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum), dalam
bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari
keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia,
banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara
Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh
ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga
tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka.
Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh
dengan tinggi 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang
berbunga pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna
hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan
dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5-2 cm.
Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) mengandung minyak
atsiri, dan juga senyawa kimia yang disebut Eugenol, asam oleanolat,
asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan gom. Minyak esensial dari
cengkeh mempunyai fungsi anestetik dan antimikrobial. Minyak cengkeh
sering

digunakan

untuk

menghilangkan

bau

nafas

dan

untuk

menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkeh yang


bernama Eugenol, digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi.
Minyak cengkeh juga digunakan dalam campuran tradisional chjiyu
(1% minyak cengkeh dalam minyak mineral; chji berarti cengkeh;
yu berarti minyak) dan digunakan oleh orang Jepang untuk merawat
permukaan pedang mereka.
c. Kandungan Cengkeh
Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol yang mendapat
tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2propenil) fenol. Eugenol dapat dikelompokkan dalam keluarga
alilbenzena dari senyawa- senyawa fenol yang mempunyai warna bening
hingga kuning pucat, kental seperti minyak. Sumber alaminya dari
minyak cengkeh. Terdapat pula pada pala, kulit manis, dan salam.
Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik.
Aromanya menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering,
sehingga sering menjadi komponen untuk menyegarkan mulut.
Kandungan senyawa-senyawa dalam minyak cengkeh digolongkan
dalam senyawa phenol (sebagai Eugenol) dan senyawa non Eugenol.
senyawa Eugenol dapat digunakan sebagai antioksidan yaitu senyawa
kimia yang dapat menghambat proses otoksidasi lemak tidak jenuh.
Penggunaan bunga cengkeh sebagai rempah dalam industri
makanan, umumnya dipakai dalam bentuk tepung untuk bumbu masakan
di samping penggunaan minyak atsiri atau oleoresin cengkeh. Bunga
cengkeh dalam bentuk tepung mempunyai kelebihan dibandingkan
minyak dan oleoresin karena bersifat lebih stabil dalam penyimpanan dan

tahan terhadap suhu tinggi misalnya dalam proses pembuatan makanan


yang dimasak dengan suhu tinggi (dioven). Penggunaan oleoresin dalam
campuran makanan dapat menekan terjadinya kontaminasi bakteri.
Seringkali pemakaian dalam

bentuk oleoresin lebih disukai karena

mengandung minyak esential yang bersifat volatile dan juga material


resin yang non volatile, sehingga menghasilkan rasa asli dari cengkeh
(Suryana dkk, 2007)
Minyak daun cengkeh Indonesia sudah dikenal di pasar dunia sejak
tahun 1970, sedangkan minyak tangkai dan bunga cengkeh mulai tahun
1992 masuk pasaran dunia. Sebagai bahan obat, cengkeh telah lama
digunakan terutama untuk kesehatan gigi yaitu Eugenol murni sebagai
obat gigi disamping itu dapat dipakai sebagai bahan baku obat kumur,
dan industri pasta gigi. Dalam hal ini digunakan minyak cengkeh karena
mengandung Eugenol yang bersifat antiseptik. Hasil penelitian Balittro
menunjukkan bahwa, minyak cengkeh juga dapat dipakai sebagai bahan
baku pembuatan balsam. Balsam cengkeh dapat menghilangkan rasa
sakit, terutama rheumatik. Di samping itu dapat dimanfaatkan sebagi
bahan baku obat kumur dan permen (Suryana dkk, 2007)
Seiring dengan berkembangnya pertanian organik, penggunaan
cengkeh untuk pestisida nabati cukup prospektif.

Hasil penelitian

Balittro, Eugenol yang terdapat dalam minyak cengkeh ternyata dapat


mengendalikan beberapa jamur patogen pada tanaman diantaranya
Fusarium oxysporum sebagai penyebab penyakit busuk batang pada
tanaman panili dan jamur tular tanah lainnya yang umum menjadi

kendala produksi pada tanaman sayuran, hortikultura dan perkebunan.


Proses dimetilasi dari Eugenol akan menghasilkan metil Eugenol yang
merupakan insektisida nabati (atractan) hama buah yang umum
menyerang buah-buahan dan hortikultura (Suryana dkk, 2007).
d. Persyaratan Tumbuh
Tanaman cengkeh dapat tumbuh dan berproduksi optimal
memerlukan persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik. Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap tanaman cengkeh antara lain
iklim, tinggi tempat dan jenis tanah. Curah hujan yang optimal untuk
perkembangan tanaman cengkeh adalah 1500-2500 mm/tahun atau
2.500-3.500 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 2 bulan.
Intensitas penyinaran matahari 61-60 % dan suhu udara 22-28 C serta
tidak ada angin kencang sepanjang tahun yang dapat menyebabkan
cabang-cabang tanaman patah. Tanaman cengkeh dapat ditanam pada
ketinggian 0 900 m di atas permukaan laut (dpl). Makin tinggi tempat,
produksi bunga makin rendah, namun pertumbuhan makin subur.
Ketinggian tempat yang optimal untuk pembungaan tanaman cengkeh
berkisar 200-600 m dpl. Tanah yang sesuai adalah yang gembur, lapisan
olah minimal 1,5 m dan kedalaman air tanah > 3 m dari permukaan tanah
serta tidak ada lapisan kedap air. Jenis tanah yang cocok antara lain
Andosol, Latosol, Regosol dan Podsolik Merah Kuning. Kemasaman
tanah (pH) yang optimal berkisar antara 5,5 6,5. Apabila pH tanah lebih
rendah atau lebih tinggi maka pertumbuhan tanaman cengkeh akan

terganggu karena penyerapan unsur hara oleh akar menjadi terhambat


(Ruhnayat, 2012).

V.

Tinjauan Umum Antioksidan


a. Pengertian Antioksidan
Antioksidan adalah suatu zat yang mempunyai sifat memperlambat
permulaan

tengiknya

minyak,

yakni

zat

tersebut

seakanakan

menangguhkan, bukan mengatasi kerusakan dari minyak. Sifat-sifat


melindungi dari antioksidan terletak pada mudahnya teroksidasi,
sehingga lebih mudah terurai terhadap lemak/ minyak, dan menghilang
sebelum minyak tersebut, diserang oleh bakteri-bakteri atau jasad-jasad
renik lainnya (Wibowo, 2009 dalam Asmini, 2013).
Di dalam tubuh kita terdapat senyawa antioksidan. Antioksidan
merupakan

senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti:

enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase.


Antioksidan dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak
mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa
fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,
seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran
seperti buah tomat, papaya, jeruk dan sebagainya (Andayani, 2008 dalam
Sulhannisa, 2013).
b. Pengelompokan Antioksidan
Menurut Winarno (1989) antioksidan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer
adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan
radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan
antioksidan primer dapat berasal dari alam maupun buatan. Antioksidan
alami antara lain tokoferol, lesitin, gosipol, dan askorbat. Antioksidan
sintetik yang banyak digunakan sekarang adalah senyawa-senyawa fenol

yang agak beracun. Empat antioksidan sintetis yang sering digunakan


adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene
(BHT), propyl gallate (PG), dan nordihidroqueratic acid (NDGA).
Menurut Winarsih (2007) dalam Asmini (2013), berdasarkan
mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok,
yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
1) Antioksidan Primer ( Antioksidan Endogenus)
Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu
senyawa yang dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada
senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk
segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Belleville-Nabet
(1996) menyebutkan bahwa antioksidan primer bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah
radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang
reaktif. Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat
pembentukan radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai
(polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih
stabil.
2) Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus)
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau
non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem
pertahanan preventif. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya
senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal,
atau dirusak pembentukannya. Pengkelatan metal terjadi dalam
cairan ekstraseluler (Belleville-Nabet 1996). Antioksidan nonenzimatis dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi

dari sayuran dan buah-buahan. Kerja sistem antioksidan nonenzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari
radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal
bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.

B. Kerangka Pikir
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan
yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanyadigunakan untuk
menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Minyak goreng asal Selayar masih diolah dengan cara yang sangat sederhana
sehingga sangat mudah terjadinya kontaminasi mikroba. Penyimpanan dan

pengemasan tanpa melewati proses sterilisasi akan sangat berpengaruh terhadap


kerusakan (rasa tengik) pada minyak. Selain itu, kontaminasi oleh udara atau air
juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan minyak
goreng karena adanya peristiwa oksidasi.
Ketengikan pada minyak goreng dapat dihambat dengan memberikan zat
antioksidan. Zat antioksidan yang dikenal ada 2 yaitu antioksidan alami dan
antioksidan sintetik. Penggunaan antioksidan sintetik dapat menimbulkan akibat
buruk terhadap kesehatan manusia yaitu gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus
dan keracunan. Salah satu antioksidan alami yang dapat digunakan adalah bubuk
daun cengkeh. Bubuk daun cengkeh selain mudah didapat juga bersifat ekonomis.
Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan penelitian uji bakteriologis pada
minyak goreng yang ditambahkan bubuk daun cengkeh. Uji bakteriologis meliputi
pengujian bakteri Gram positif dan Gram negatif. Uji Gram bakteri positif
menggunakan bakteri Staphylpcoccus aureus dan bakteri gram negatif
menggunakan Eschericia coli.

C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir yang telah dipaparkan,
maka hipotesis dalam penelitian ini bahwa bubuk daun cengkeh yang
berpengaruh terhadap keberadaan bakteri Gram positif dan Gram negatif pada
minyak goreng Selayar.
.

Anda mungkin juga menyukai