Anda di halaman 1dari 91

STAPHYLOCOCCUS AUREUS

I. GAMBARAN UMUM
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu
menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase,
protease dan lipase.Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat
menyebabkan lisisnya sel darah merah.Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus
adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin,
enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan
makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit
sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang
kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
Staphylococcus aureus adalah bakteri bola berpasang-pasangan atau berkelompok seperti
buah anggur dengan diameter antara 0,8 mikron-1,0 mikron, non motil, tidak berspora dan
bersifat gram positif. Namun kadang-kadang ada yang bersifat gram negatif yaitu pada bakteri
yang telah difagositos atau pada biakan tua yang hampir mati.

II. TAKSONOMI
Domain : Bacteria
Kingdom: Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus

III. SIFAT MORFOLOGI


Bentuknya bulat atau lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang tidak bergerak, tidak berspora dan
gram positif. Tersusun dalam kelompok seperti buah anggur.Pembentukan kelompok ini
terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat
dengan sel induknya. Bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana pada
temperatur optimum 37oC dan pH 7,4. Merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal
diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan panas pada suhu 60 oC selama 30 menit,
tahan terhadap fenol selama 15 menit.

IV. SIFAT BIAKAN


Staphylococcus tumbuh dengan baikpada berbagai media bakteriologi di bawah suasana
aerobik atau mikroaerofilik.Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37oC, namun pembentukan
pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar 20-35oC. Koloni pada media yang padat
berbentuk bulat,lembu dan mengkilat. S.aureus biasanya membentuk koloni abu-abu hingga
kuning emas.Tidak ada pigmen yang di hasilkan secara anaerobik atau pada media cair.
Berbagai macam tingkat hemolisis di hasilkan oleh S.aureus dan kadang-kadang oleh spesies
lain.

V. SIFAT PATOGENITAS
Sebagian bakteri Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran
pernapasan, dan saluran pencernaan pada manusia.Bakteri ini juga ditemukan di udara dan
lingkungan sekitar Staphylococcus aureus yang patogen bersifat infasi, menyebabkan
hemolisi, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol.
Infeksi Staphylococcus aureus di tandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses
bernanah.Beberapa penyakit infeksi yamh disebabkan Staphylococcus aureus adalah jerawat,
bisul, impetigo dan infeksi luka.Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis,
plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis.Staphylococcus

1
aureus juga dapat menyebabkan utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma
syok toksik.
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah
folikel rambut, kelenjar sebasea atau kelenjar keringat.Mula-mula terjadi nekrosis jaringan
setempat, lalu terjadi kougulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga
membentuk dinding yang membatasi oroses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada
vena, trombosis, bahkan bakterikimia. Bakterikimia dapat menyebabkan terjadinya
endokarditis osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru.
Kontaminasi Langsung Staphylococcus aureus pada luka terbuka (seperti luka pasca bedah)
atau infeksi setelah trauma (seperti osteomilitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis
setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial.
Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari Staphylococcus
aureus.Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya
tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan
keracunan adalah 1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai dengan rasa mual, muntah-
muntah dan diare yang hebat tanpa disertai demam.
Sindroma Syok Toksik (SST) pada infeksi Staphylococcus aureus timbul secara tiba-yiba
dengan demam yang tinggi, muntah, diare, mielgia, ruam dan hipotensi, dengan gagal jantung
dan dinjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada
wanita muda yang menggunakan tampon atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang
terinfeksi Staphylococcus aureus, dapat diisolasi dari vagina, tampon atau luka infeksi
lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah.

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Struktur antigen dari Staphylococcus terdiri atas :
1. Peptidoglikan
Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-
N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan β-1,4, dan
sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-
asam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang
hanya ditemukan pada dinding sel prokariot. Peptidoglikan adalah komponen utama
dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel
serta menentukan bentuknya.Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang
menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama
lain dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino.
Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, contohnya Staphylococcus aureus,
namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan
ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan
struktur yang sedikit berbeda.Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari
lapisan peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan
peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal.Metode
yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini dikembangkan oleh
ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram pada tahun 1884.Terdapat lebih dari 100 jenis
peptidoglikan yang berbeda yang telah diketahui.
2. Protein A
Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang
dengan mengikat antibodi immunoglobin G.
3. Kapsul
Kapsul melindungi bakteria dengan cara mencegah fagositosis bakteri terhadap leukosit
polimorfonuklear (PMN). Mikrokapsul polisakarida pada beberapa strain Staphylococcus
aureus berperan sebagai antifagosit (Carter dan Wise, 2004). Kapsul merupakan lapisan
terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsula polisakarida.
Sebelas serotype kapsular Staphylococcus aureus diidentifikasi Staphylococcus auerus,

2
dengan serotype 5 dan 8 yang mayoritas sebagai penyebab infeksi. Kapsul Staphylococcus
aureus berfungsi mencegah fagosit berinteraksi dengan determinan subkapsular bakteri,
sehingga tidak terjadi penelana oleh fagosit. Kapsul juga tidak mengikat komplemen,
akibatnya komplemen tidak dapat berinteraksi dengan reseptor C-3 pada fagosit
.Polisakarida pada Staphylococcus aureus biasa disebut dengan mikrokapsul karena hanya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, tidak seperti kapsul bakteri pada
umumnya yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Strain Staphylococcus aureus yang
diisolasi dari kasus infeksi menunjukkan peningkatan ekspresi polisakarida tetapi secara
cepat akan kehilangan kemampuan antigenesitasnya bila dikultur.
4. Enzim dan Toksin-toksin
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak
dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat
ekstraseluler.Beberapa zat ini adalah enzim.Sedangkan yang lain di duga toksin,meskipun
berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin berada di bawah pengendalian genetik plasmid
atau DNA yang berbentuk cekuler yang terdapat dalam kromosom.
Enzim yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus:
a. Koagulase :Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase suatu protein yang mirip
enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah di beri oksalat atau sitrat dengan
bantuan suatu faktor yang terdapat pada banyak serum.Faktor serum bereaksi dengan
koagulase untuk menghasilkan enterase dan menyebabkan aktivitas
pembekuan.Koagulase dapat mengendapakan fibrin pada permukaan Staphylococcus.
Staphylococcus aureus membentuk koagulase positif di anggap mempunyai potensi
menjadi patogen invasive.
b. Katalase : Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hydrogen peroksida
(H2O2) menjadi air dan oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari
Streptococcus yang negatif.
Eksotoksin bakteri Staphylococcus aureusmeliputi :
a) α-Hemolisin
Merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membran sel
eukariot.Toksin ini bersifat sebagai berikut :
 Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba,dan sapi.
 Tidak melisiskan sel darah merah manusia, karena pada manusia toksin ini sensitif
terhadap trombosit dan monosit.
 Menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.
 Dapat membunuh manusia dan hewan apabila terdapat dalam dosis yang cukup
besar.
 Menghancurkan sel darah putih kelinci.
 Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia.
Semua sifat tersebut dapat dinetralkan oleh imunoglobulin G ( IgG ), tetapi tidak dapat
dinetralkan oleh IgA dan IgM.
b) β-Hemolisin
Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang berasal dari hewan.β-
hemolisin dapat melisiskan sel darah domba dan sapi. Lisis terjadi setelah inkubasi
selama 1 jam pada suhu 370C dan 18 jam pada suhu 100C. Toksin dapt dibuat
toksoid.β-hemolisin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksik untuk berbagai sel,
termasuk sel darah merah manusia.
c) γ-Hemolisin
Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan hewan.
d) δ-Hemolisin
Toksin ini bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen
nonionik.Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan pada
penyakit diare akibat Staphylococcus aureus.
e) Leukosidin

3
Toksin ini dapat merusak sel darah putih berbagai jenis binatang. Ada tiga tipe
leukosidin yaitu :
 Toksin yang identik dengan α-Hemolisin.
 Toksin yang identik dengan δ-hemolisin, bersifat termostabil, dan menyebabkan
perubahan morfologi semua tipe sel darah putih, kecuali yang berasal dari domba.
 Toksin yang hanya merusak sel darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas
hemolitik. Toksin ini terdapat pada 40 – 50 % jenis Staphylococcus.
f) Sitotoksin
Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darh putih dan bersifat termostabil.
g) Toksin eksfoliatin
Toksin Staphylococcus ini merupakan suatu protein ekstraselluler yang tahan panas
tetapi tidak tahan asam dan dapat menyebabkan dermatitis eksfoliatif pada bayi baru
lahir (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome), impetigo, dan nekrosis pada kulit.
Enterotoksin bakteri Staphylococcus aureus
Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strain Staphylococcus
aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin atau lebih. Seperti TSST-1 (Toksin Sindrom-
Syok-Toksik-1), enterotoksinnya merupakan superantigen. Enterotoksin tahan terhadap
panas dan resisten terhadap kerja enzim usus.Enterotoksin merupakan penyebab penting
keracunan makanan, enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di
makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
Enterotoksin ini terbentuk jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid yang
mengandung CO2 30%. Toksin ini terdiri atas protein yang bersifat berikut ini :
a) Non hemolitik.
b) Non dermonekrotik.
c) Non paralitik.
d) Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit.
e) Tahan terhadap pepsin dan tripsin
Belum ditemukan cara yang mudah untuk mendeteksi bakteri Staphylococcus yang
mengandung enterotoksin, tetapi ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dengan
koagulase.

VII. EPIDEMIOLOGI
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit dengan produksi toksin preformed
maupun oleh menginfeksi baik jaringan lokal dan sirkulasi sistemik. Penularan penyakit dapat
terjadi pada bagian-bagian di bawah ini.
Gastrointestinal: Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi akut keracunan
makanan melalui preformed enterotoxins. Bahan makanan mungkin terinfeksi oleh bakteri
Staphylococcus aureus yang terdapat pada produk daging, unggas, produk telur, salad seperti
telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni, krim pengisi roti, kue pai, kue sus coklat, dan
produk susu.
Infeksi kulit dan rambut: Staphylococcus aureus umumnya hidup berkoloni pada permukaan
kulit nasofaring, dan perineum. Infeksi di permukaan ini dapat terjadi terutama bila
penghalang kulit mengalami gangguan fungsi atau kerusakan.
Infeksi sistemik: Staphylococcus aureus pada umumnya menyebabkan infeksi endokarditis
pada penderita osteomyelitis, penderita infeksi sinus, dan penderita epiglotitis (biasanya anak-
anak).
Infeksi nosokomial: MRSA adalah strain bakteri yang umumnya terlibat dalam infeksi
nosokomial .Faktor risiko untuk kolonisasi MRSA atau infeksi yang terjadi di rumah sakit
antara lain sebelum paparan antibiotik, saat masuk ke unit perawatan intensif, insisi bedah,
maupun paparan pasien yang terinfeksi.

VIII. IMUNITAS

4
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler (Staphylococcus aureus) bertujuan untuk
menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri.Respons imun alamiah terutama melalui
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.Lipopolisakarida dalam dinding sel
bakteri dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.Hasil aktivasi ini
adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks
membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga
merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti
TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel
vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel
inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan
untuk eliminasi bakteri.Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.

IX. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pengujian-pengujian Bakteri Staphylococcus aureus
1. Menggunakan Media MSA (Manitol Salt Agar)
Spesimen mula-mula ditanam pada media tryprone Hewit broth (THB), diikubasikan
pada suhu 37°C, selama 24 jam.Koloni bakteri yang tumbuh pada media THB ditanam
ulang ke Plat Agar Darah dan diikubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni bakteri
yang bersifat mukoid selanjutnya ditanam ulang pada media manitol salt agar (MSA) pada
suhu 37°C, selama 24 jam. Adanya koloni S. aureus ditandai dengan perubahan warna
media MSA dari merah menjadi kuning.

Gambar 1.Hasil uji fermentasi mannitol (MSA)

2. Uji Katalase
Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif) mikroorganisme yang menghasilkan
peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat beracun.Senyawa ini
dalam jumlah besar dapat menyebabkan kematian pada mikroorganisme.Senyawa ini
dihailkan oleh mikroorganisme aerobik fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang
menggunakan jalur respirasi aerobik. Satu ose dari koloni berwarna kuning dari media
MSA dicampur dengan enzim katalase pada kaca objek. Adanya S. aureus ditandai
terbentuknya gelembung gas.

Gambar 2.Hasil Uji Katalase (+)

3. Koagulase Plasma

5
Satu mililiter plasma darah kelinci dalam tabung reaksi dicampur dengan 1 ose koloni
bakteri, diinkubasikan pada 37oC selama 24 jam. Staphylococcus aureus akan meng-
gumpalkan plasma darah kelinci.

Gambar 3. Hasil uji test oksidase

4. Penentuan Aktivitas Hemolisin


Staphylococcus aureusditanam pada plat agar darah (agar base, Oxoid, Jerman), dan
selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Adanya aktivitas hemolisin
ditandai dengan adanya zona hemolisis pada plat agar darah.Staphylococcus aureus yang
menghasilkan alfa-hemolisin akan membentuk zona terang di sekitar koloni, yang
menghasilkan beta-hemolisin akan membentuk zona agak gelap di sekitar koloni, dan
yang menghasilkan gama-hemolisin tidak membentuk zona hemolisis di sekitar koloni.
Sementara itu, kuman yang memproduksi kombinasi alfa-dan beta-hemolisin akan tampak
zona gelap dan terang di sekitar koloni.
5. Uji Hidrofobisitas
Bakteri ditanam dalam 5 ml kaldu Brain infusión (BHI) dan diinkubasikan pada 37ºC
selama 24 jam. Kultur bakteri kemudian divortex, dipindahkan kedalam tabung sentrifus
dan disentrifus 5 menit pada kecepatan 5.000 rpm.Supernatan dibuang, dan pellet dicuci 3
kali dengan PBS.
Pellet bakteri disuspensikan dengan larutan BaSO4, konsentrasi 108 sel bakteri per ml.
Sebanyak 50 µl suspensi bakteri dicampur dengan 50 µl Amonium Sulfat dengan
konsentrasi 1,2M, 1,6, 2M, 2,4M dan 3,2M pada objek glas, dan diaduk dengan tusuk gigi
steril. Uji hidrofobisitas dinyatakan positif bila terjadi agregasi bakteri yang tampak seperti
pasir putih setelah campuran diaduk.
6. Uji Hemaglutinasi
Darah kelinci yang diambil dengan antikoagulan 0,2 M sodium sitrat pH 5,2,
disentrifus dan dicuci dua kali dengan 0,15 M NaCl. Suspensi sel darah merah 2%
dibuat dalam larutan 0,15 M NaCl. Sebanyak 20 µl suspense bakteri yang mengandung
sekitar 109 bakteri/ml dalam 0,15 NaCl dicampur dengan 20 µl suspensi sel darah merah
kelinci 2% di atas gelas obyek. Gelas objek digoyang selama 30 detik dan reaksi
hemaglutinasi diamati Tingkat hemaglutinasi dinyatakan sebagai berikut: ++ reaksi
kuat, + reaksi sedang.

X. CARA PENCEGAHAN, DAN PENGOBATAN


A. Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia untuk menstimulasi kekebalan tubuh manusia melawan
infeksi Staphylococcus.Serum hiperimun manusia dapat diberikan pada pasien rumah sakit
sebelum tindakan bedah.Upaya pengembangan vaksin dapat dilakukan jika telah diketahui
mekanisme monokuler interaksi antara protein adhesin Staphylococcus dan reseptor
spesifik pada jaringan inang. Komponen yang dapat menghambat ineraksi tersebut
sehingga dapat mencegah penempelan dan kolonisasi bakteri kemungkinan akan dirancang.
Beberapa upaya pencegahan infeksi :
1) Petugas kesehatan selalu menjaga kebersihan / sanitasi, peralatan medis yang digunakan,
dan kamar operasi.
2) Fasilitas penunjang kebersihan seperti adanya wastafel, handuk bersih, sabun cuci
tangan, desinfektan, antiseptik, dan lain-lain.
3) Pengetahuan mengenai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.
4) Kesadaran untuk memperhatikan kebersihan diri dalam pencegahan infeksi.

6
B. Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi S. aureus dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang
disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses maupun
nekrotomi.Pemberian antiseptik lokal sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis
(bisul) yang berulang.Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik
secara oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin,
linkomisin, vankomisin, dan rifampisin.
Sebagian besar galur Staphylococcus sudah resisten terhadap berbagai antibiotic
tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum lebih luas seperti kloramfenikol,
amoksilin, dan tetrasiklin.

Mataram 05 September 2016


Dosen Penanggungjawab Mata Kuliah Dosen Pemberi Materi Kuliah

Lalu Sigede,SSi.,MSi Lalu Srigede,SSi.,Msi


NIP: 19711231199103 1 005 NIP : 19711231199103 1 005

Mengetahui,

7
STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

I. GAMBARAN UMUM
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri Gram-positif, berbentuk bulat telur atau
seperti bola. Secara khas bakteri Streptococcus pneumoniae terlihat sebagai kokus yang
berpasangan (diplokokus atau rantai pendek). Bagian ujung belakang tiap pasangan sel
secara khas berbentuk tombak (runcing tumpul) berbentuk lancet atau berbentuk rantai.
Bakteri ini memiliki ukuran diameter  antara 0,5 dan 1,25 µm. Memiliki kapsul
polisakarida yang memudahkan untuk pengelompokan antisera spesifik.Merupakan
bakteri yang tidak berspora dan non-motil. Bakteri ini tumbuh aerob dan anaerob
fakultatif dan termasuk golongan bakteri  mesofilik dan tumbuh optimal pada suhu
antara 30°  - 35° C . Untuk pertumbuhan terbaik perlu media dengan pH 7,6-7,8.
Streptococcus Pneumoniae mudah dilisis dengan agen aktif pada permukaan misalkan
garam empedu. Agen aktif permukaan umumnya menghambat atau tidak mengaktifkan
penghalang autolysin dinding sel. Streptococcus Pneumoniae merupakan penghuni
normal dari saluran pernapasan bagian atas manusia sekitar 5-40% dan dapat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronchitis, meningitis, dan proses infeksi
lainnya. Streptococcus pneumoniae adalah mikroflora normal saluran pernafasan bagian
atas (nasofaringeal) manusia.

II. TAKSONOMI
Domain : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : S. pneumoniae

III. SIFAT MORFOLOGI


Secara mikroskopis nampak sebagai kokus berbentuk lanset, biasanya berpasangan dan
beselubung. Pneumokokus tip II berbentuk bulat, baik yang berasal dari eksudat maupun
dari perbenihan. Rantaian panjang terdapat bila ditanam dalam perbenihan yang hanya
sedikit mengandung magnesium. Kuman ini positif Gram dan pada perbenihan tua dapat
nampak sebagai negatif gram, tidak membentuk spora, tidak bergerak (tidak berflagel).
Selubung terutama dibuat oleh jenis yang virulen.

IV. SIFAT BIAKAN


Untuk pertumbuhan terbaik perlu media dengan pH 7,6-7,8. Kuman ini tumbuh aerob
dan fakultatif anaerob. Jarang tumbuh pada suhu di bawah 25o C dan di atas 41o C. Suhu
pertumbuhan pertumbuhan optimum 37,5o C. Glukosa dan gliserin
meningkatkan multiplication rate-nya, tetapi bertambahnya asam laktat selain
menghambat dapat pula membunuhnya, kecuali bila ke dalam perbenihan ditambah
kalsium karbonat 1% untuk menetralkannya.
Dalam lempeng agar darah sesudah pengeraman selama 48 jam akan terbentuk koloni
yang bulat kecil dan dikelilingi zona kehijau-hijauan identik dengan zona yang dibentuk
olehStreptococcus viridans. Kuman ini lisis dalam larutan empedu 10% (otolisis) atau
natrium desoksikholat 2% dalam waktu 5-10 menit, sifat ini penting untuk
membedakannya dariStreptococcus viridans.
Kuman pneumokokus meragi inulin: inulin positif dapat menegakkan diagnosis, tetapi
jika negatif belum tentu bukan pneumokokus.
Kuman ini berbeda dari kokus lainnya, dihambat oleh optokhin. Koloni yang diduga
pneumokokus, ditanam pada pelat agar darah, kemudian ditempelkan cakram optokhin.

8
Bila ternyata Pneumokokus maka akan nampak zona yang tidak ada pertumbuhan kuman
di sekeliling cakram.
Untuk memperoleh perbenihan yang murni bahan pemeriksaan diduntikkan melalui
intraperitoneum pada tikus putih. Dengan cara ini pula, virulensinya dapat diketahui.
Pneumokokus tidk tahan terhadap sinar matahari langsung. Penyimpanan bakteri ini
adalah baik, jika dalam keadaan liofil. Kuman ini lebih mudah mati dengan fenol, HgCl 2,
Kalium Permanganat dan antiseptic lainnya daipada Mikrokokus dan Streptokokus lain.
Pneumokokus juga rentan terhadap sabun, empedu, Natrium Oleat, zat warna dan
derivate kuinin. Sulfadiazine juga dapat menghambatnya, namun sedang terjadi
resistensi sesudah beberapa hari.

V. SIFAT PATOGENITAS
Patogenesis infeksi bakteri meliputi permulaan awal dari proses infeksi hingga
mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri-ciri bakteri patogen yaitu
kemampuan untuk menularkan, melekat pada sel inang, menginvasi sel inang dan
jaringan, mampu untuk meracuni, dan mampu untuk menghindar dari sistem kekebalan
inang. Beberapa infeksi disebabkan oleh bakteri yang secara umum dianggap patogen
tidak menampakkan gejala atau asimptomatik. Penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi
imunologi yang ditimbulkannya menyebabkan suatu bahaya bagi seseorang.[1]
Salah satu bakteri yang bersifat patogen pada manusia yaitu bakteri Streptococcus
pneumoniae. Bakteri tersebut menyerang organ paru-paru manusia yang disebut dengan
penyakit pneumonia.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi,
tidak saja di negara berkembang, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat,
Kanada dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi
yang rendah mempertinggi angka kematian.
Dengan mengetahui faktor utama penyabab penyakit pneumonia serta faktor-faktor
pencetus lain penyakit tersebut, maka upaya pencegahan untuk terjangkit penyakit
pneumonia dapat diupayakan.

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Antigen terpenting adalah kapsul polisakarida, yang menentukan virulensi dan 5 macam
tipe spesifik. Jika kuman dicampur dengan serum anti spesifik, maka selubung akan
membengkak. Reaksi ini disebut reaksi qüellung.
a. Struktur komponen :
Polisakarida kapsuler secara imunologi dibedakan menjadi 84 tipe. Polisakarida
merupakan suatu antigen yang mendapatkan respon sel B. Bagian somatik
pneumococcus mengandung protein M dimana karakteristik untuk masing-masing
tipe dan kelompok karbohidrat spesifik bersifat umum bagi semua pneumococci.
Karbohidrat dapat dipresipitasi oleh protein reaktif C, yakni substansi yang didapat
dalam serum pasien-pasien tertentu.
b. Reaksi Quellung :
Ketika pneumococcus dari tipe tertentu dicampur dengan serum antipolisakarida
dari tipe sama atau dengan antiserum polivalen diatas slide mikroskop, kapsul dapat
berkembang secara nyata. Reaksi ini bermanfaat untuk identifikasi cepat dan
penentuan tipe organisme baik dalam sputum dan dalam kultur. Antiserum
polivalen yang berisi antibodi hingga 84 tipe merupakan reagent yang baik untuk
determinasi pneumococcus pada sputum segar pada pemeriksaan mikroskopis.

VII. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk di
Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun
diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia

9
menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia
5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih
dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5
menit. 
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai
The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak
korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan
kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap
kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomor satu. Insidens
dari pneumonia antara lain :
 Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bacterial.
 Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan.
Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70
% anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
 Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien
antara umur 16 dan 19 tahun.
 Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak kecil.
 Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia
virus.
 Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi dan anak
kecil.
 Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di
rumah sakit.

VIII. IMUNITAS
SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE
SURFACES
Adhesin Receptor Attachment site Disease
Streptococcus Amino terminus Pharyngeal
Protein F Sore throat
pyogenes of fibronectin epithelium
Streptococcus Glycosyl Salivary
Pellicle of tooth Dental caries
mutans transferase glycoprotein
Buccal
Streptococcus
Lipoteichoic acid Unknown  epithelium of None
salivarius
tongue 
N-
Streptococcus acetylhexosamin Mucosal
Cell-bound protein pneumonia
pneumoniae e-galactose epithelium
disaccharide
Staphylococcus Amino terminus Mucosal
Cell-bound protein Various
aureus of fibronectin epithelium
Type IV pili (N- Glucosamine-
Neisseria Urethral/cervic
methylphenyl- galactose Gonorrhea
gonorrhoeae al epithelium
alanine pili) carbohydrate
Enterotoxigenic Species-specific Intestinal
Type-I fimbriae Diarrhea
E. coli carbohydrate(s)  epithelium
Uropathogenic Complex Urethral
Type I fimbriae Urethritis
E. coli carbohydrate epithelium
Globobiose
Uropathogenic Upper urinary Pyelonephriti
P-pili (pap) linked to
E. coli tract s
ceramide lipid

10
Fimbriae Galactose on
Bordetella Respiratory Whooping
(“filamentous sulfated
pertussis epithelium cough
hemagglutinin”) glycolipids
N- Fucose and
Intestinal
Vibrio cholerae methylphenylalani mannose Cholera
epithelium
ne pili carbohydrate
Treponema Peptide in outer Surface protein Mucosal
Syphilis
pallidum membrane (fibronectin) epithelium
Respiratory
Mycoplasma Membrane protein Sialic acid Pneumonia
epithelium 
Conjunctival or
Chlamydia Unknown Sialic acid urethral
epithelium

Strategi pertahanan bakteri


Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi,
di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang
termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu
bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis
kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi yang
tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri
berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae.Selain itu, kapsul
tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat
dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b
pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan
eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke
permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan
oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3
konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan
mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada
permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan
stabilisasi komplemen yang buruk.
            Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi
produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen.
Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi
aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi
permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif
mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek serangan
membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom
dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh
beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat
dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang
dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada
mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons
imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).

11
 

Mekanisme pertahanan tubuh

Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting


dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel
antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi
bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan
mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui
pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya
makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam
reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi  lisis sel yang diperantarai oleh sel T
CD8.
         Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang
kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang
membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini
dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan
gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons
imun terhadap infeksi bakteri intraselule

12
CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pewarnaan bakteri
Tujuan: - untuk melihat bentuk dan strktur bakteri
Didentifikasi dengan pewarnaan Gram, uji parsial dan sekuensing gen 16S rrna.
Hasil isolasi diperoleh 138 isolat bakteri masing-masing 70 isolat endofit dan 68 ...
Pewarnaan Gram dari ke enam isolat terbaik. Isolat SAB E-8, SAB E-35 dan SAB
E-. 40 dari hasil pewarnaan Gram merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri
streptococcus pneumonia bakteri Gram positif diarahkan ke kelompok Bacillus
dengan melakukan uji parsial. Yang meliputi pewarnaan Gram, endospora dan
katalase. 
Hasil Hal yang perlu diperhatikan
- Objec glass harus bersih dan bebas lemak

13
- Umur biakan: 18-24 jam, kecuali Mycobacterium tuberculosis, bila lebih dari 24
jam struktur dan bentuk dapat berubah
- Kualitas zat warna
- Tebal tipis sediaan

Cara membuat sediaan


1. Siapkan object glass bersih
2. Tetes kan larutan NaCl 0,9%, tambahkan biakan bakteri
3. Ratakan setipis mungkin membentuk lingkaran
4. Biarkan sediaan mongering diudara (jauh diatas api)
5. Fiksasi (lewatkan diatas api) 3 kali →mematikan, merekatkan bakteri

Cara membuat sediaan hapus


1. Siapkan object glass bersih
2. Teteskan suspensi bakteri dengan ose pada ping gir sudut object glass
3. Teteskan zat warna negrosin (tinta cina) pada sisi sudut lain
4. Campurdan apuskan (ratakan dengan object glass lain)
5. Keringkan dan fiksasi

IX. CARA PENCEGAHAN, PENGAWASAN DAN PENGOBATAN


 Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia
(www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis
pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :
a. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
b. Vaksin flu
c. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type
b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan
pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya
pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi
imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat
menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti
karena campak, pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau
merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di samping itu, sekarang
telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan
terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti
meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang
meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran
pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup
sehat; yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi
penyakit menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia.
 Pengobatan
Penisilin merupakan obat yang sangat efektif berbahaya bila terjadi infeksi
sekunder oleh Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin dan antibiotika
lainnya. Dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mengobati meningitis agar dapat
mencapai selaput otak. Namun, akhir akhir ini pneumokokus sudah resisten
terhadap banyak preparat antibiotika, misalnya tetrasiklin, eritromisin, dan

14
limkomisin. Peningkatan resistensi terhadap penisilin juga terlihat pada
pneumokokus yang diisolasi dari New Guinea.

Mataram, 12 September 2016


Dosen Penanggungjawab Mata Kuliah Dosen Pemberi Materi Kuliah

Lalu Srigede,SSi.,MSi Lalu Srigede,SSi.,Msi


NIP: 19711231199103 1 005 NIP : 19711231199103 1 005

15
Escherichia coli

I. GAMBARAN UMUM
Escherichia coli merupakan flora normal, hidup komersil di dalam colon manusia dan
membantu pembuatan vitamin K yang penting untuk pembentukan darah. Escherichia coli
digunakanuntuk menilai tentang baik tidaknya persediaan air untuk keperluan rumah tangga.
Hal ini penting karena air untuk keperluan rumah tangga sering kali menyebabkan terjadinya
epidemic penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan, seperti: cholera, typhus, disenteri
dan penyakit cacing. Bibit penyakit ini berasal dari feces manusia yang menderita penyakit-
penyakit tersebut. Karena itu, diusahakan agar air rumah tangga dijaga jangan sampai
dikotori feces manusia, karena mungkin dalam feces manusia itu terdapat bibit-bibit penyakit
tersebut.
Indicator yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feces
adalah dengan adanya Escherichia coli dalam air tersebut, karena dalam feces manusia, baik
sakit maupun sehat terdapat bakteri ini. Dalam 1 (satu) gram feces terdapat sekitar 100
(seratus) juta Escherichia coli. Escherechia Coli merupakan gram negatif. Batang lurus, 1,1-
1,5µm x 2.0-6,0 µm, motil dengan flagellum peritrikus atau nonmotil. Tumbuh dengan
mudah pada medium nutrient sederhana. Lactose difermentasi oleh sebagian besar galur
dengan produksi asam dan gas. Kandungan G+C DNA ialah 50 sampai 51 m0l%. spesies
tipe : E coliEscherichia coli dapat tumbuh di medium nutrien sederhana, dan dapat
memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (Pelczar dan Chan,
2005:169). Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari jumlah
normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput perut dan usus
(gastroenteritis) (Pelczar dan Chan, 1988:809-810). Bakteri ini menjadi patogen yang
berbahaya bila hidup di luar usus seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan
peradangan selaput lendir (sistitis)
Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu bakteri gram negatif. Pada
umumnya, bakteriini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan E. Coli tidak
berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan
makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan
bernama 
II. TAKSONOMI
Domain: bacteria
Filum: proteobacteria
Kelas: gammaproteobacteria
Ordo: enterobacteriales
Family: enterobacteriaceae
Genus: Escherichia
Spesies: Escherichia coli
III. SIFAT MORFOLOGI

16
Bakteri ini berbentuk batang. Gram negative, fakultatif aerob, Ukuran sel dengan
panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm.tumbuh baik pada media sederhana. Dapat
melakukan fermentasi lactose dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas.
(1) merupakan batang gram negatif.
(2) terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek.
(3) biasanya tidak berkapsul.
(4) tidak berspora.
(5) motil atau tidak motil, peritrikus.
(6) aerobik, anaerobik fakultatif.
(7) penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi
IV. SIFAT BIAKAN
Escherichia – E.coli secara khas menunjukkan hasil positif pada tes indol,lisin
dekarboksilase, dan fermentasimanitol, serta menghasilkan gas dari glukosa. Pada isolat dari
urine dapat segera diidentifikasi sebagai E.coli dengan melihat hemolisisnya pada agar
darah, morfologi koloni yang khas dengan warna pelangi yang “berkilau” pada medium
diferensial seperti agar EMB, dan tes bercak indol yang positif. Lebih dari 90% isolate E.coli
positif terhadap β-glukuronidase dengan menggunakan substrat 4-metilumbeliferil-β-
glukuronida (MUG). Isolat dari tempat anatomic lain selain selain urine, dengan sifat yang
khas( yang telah disebutkan di atas ditambah uji oksidase negatif) umumnya dapat dipastikan
sebagai E.coli dengan tes UMG positif.

V. SIFAT PATOGENITAS
Escherichia coli merupakan flora normal di dalam usus manusia dan akan menimbulkan
penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. Escherichia coli dapat menimbulkan
pneumonia, endocarditis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai organ.
Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi yang baru lahir dan
penyebab infeksi tractus urinarius (Pyelonephritis, Cystisis) pada manusia yang dirawat di
rumah sakit (nosocomial infections).
Strain (jenis) tertentu dari Escherichia coli (enteropathogenic Escherichia coli) dapat
menyebabkan penyakit diarrhea pada anak-anak. Bakteri ini sering menimbulkan wabah
diarea pada anak-anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
a. Infeksi Sistem Saluran Kencing.
E. coli merupakan penyebab paling banyak dari infeksi system saluran kencing dan
jumlah untuk infeksi saluran kecing pertama kurang lebih 90% pada wanita muda (lihat
Bab.48). gejala dan tanda-tanda meliputi frekuensi kencing, dysuria (susah buang air
kecil), hematuria (ada darah dalam urine), dan pyuria (ada pus dalam urine). Nyeri dada
(nyeri tubuh dibagian bawah iga) dihubungkan dengan infeksi system saluran bagian
atas. Tidak satupun gejala atau tanda spesifik untuk infeksi E. coli. Pada infeksi system
saluran kencing dapat terjadi bekteremia dengan tanda klinsis adanya sepsis. ( Jawetz,
Melinick, dan Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC, ©2004 hlm 358;16:23)

17
NefropatogenikE. coli secara khas memproduksi hemolisin. Kebanyakan infeksi
disebabkan oleh E. coli dari sejumlah kecil tipe antigen O. Antigen K menjadi penting
dalam pathogenesis infeksi system saluran bagian atas. Pyelonephritis dihubungkan
dengan pilus tipe spesifik, yaitu pilus P, yang mana dapat mengikat zat kelompok darah
P.
b. E.coli yang Berhubungan dengan Penyakit Diare.
E.coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi diseluruh dunia. E.coli
diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik yang virulensinya (lihat bawah) dan tiap
kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme yang berbeda. Perlekatan pada sel
epithelial pada usus kecil atau besar sifatnya dipengaruhi oleh gen dalam plasmid. Sama
halnya dengan toksinyang merupakan plasmid atau phage mediated. Beberapa aspek
klinis dari penyakit diare .
c. Enterophatogenic E.coli (EPEC)
Merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang,
EPEC awalnya dihubungkan dengan terjangkitnya diare di ruang perawatan. Di Negara
berkembang. EPEC melekat pada sel mucosa usus kecil. Factor yang berhubungan
dengan kromosom mendukung pelekatan yang erat. Terjadi kehilangan microvilli
(effacement) pembentukan filamentousactin atau struktur seperti cangkir, dan biasanya
EPEC masuk kedalam mukosa. Karakteristik lesi dapat dilihat diatas mikrograf electron
dari lesi biopsy usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, biasanya
susah diatasi namun tidak kronis. Diare EPEC berhubgungan dengan berbagai serotype
spesifik dari E.coli. Strain diidentifikasi dengan antigen O dan kadangkala dengan
antigen H. dua tahap model infeksi yang menggunakan sel HEp-2 juga dapat
ditunjukkan. Tes untuk mengidentifikasi EPEC dapat dilakukan di laboratorium yang
sudah terrekomendasi. Waktu diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat
disebabkan dengan pemberian antibiotic.
d. Enterrotoxigenic E.coli (ETEC)
Merupakan penyebab umu diare pada musafir dan merubpakan penyebab yang
sangat penting dari diare pada bayi di negara berkembang. Beberapa strain ETEC
memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labib terhadap panas (LT) (BM 80.000)
di bawah kontol plasmida. Sub unit B nya mekekat dengan Gml gangliosida pada sisi sel
epitel usus kecil dan memberikan fasilitas sebuah pemasukan dari subunit A (BM
26.000) ke dalam sel, dimana akan mengaktivasiadenlyly cyclase monophosfta(cAMP),
yang menghasilkan hipersekresi yang intense dan lama dari air dan klorid serta
menghambat penyerapan natrium. Lumen usus digelembungkan dengan cairan dan
hipermotility dan diare terjadi, yang berakhir untuk beberapa hari. LT bersifat antigenic
dan bereaksi silang dengan enterotoksin dari Vibrio cholerase. LT merangsang produksi
penetralan antibody dalam serum (dan mungkin pada perumukaan usus) dari orang yang
semula terinfeksi oleh enterotoksigenik E.coli. Orang yang tinggal di area dimana
organisme seperti itu banyak (misalnya di beberapa negar berkembang) biasanya
memiliki antibody dan cenderung kurang mengalami diare oleh LT-producing E.coli.
pengujian kadar untuk LT meliputi hal berikut : 1) akumulasi cairan susu binatang

18
laboratorium; 2) perubahan sitologik yang khas pada sel indung telur hamster Cina atau
biakan sel lain; 3) stimulasi produksi steroid dalam biakan sel tumor adrenalin; dan 4)
pengikatan dan pengujian ummuniologi dengan menggunakan standar antiserum untuk
LT. pengujian ini dikerjakan hanya dalam laboratorium yang terrekomendasi.
Beberapa ikatan ETEC menghasilkanenterotoksin yang stabil terhadap panas STa
(BM 1500-4000), dibawah control genetika dari beragam kelompok plasmid. STa
mengaktifkan guanlyly cylase dalam sel ephitelial enteric dan merangsang pengeluaran
cairan. Sebuah enterotoksin yang stabil dengan pemanasan lainnya, STb akan
merangsang pengeluaran cyclic nucleotide-indipendent dengan onset yang pendek in
vivo. Banyak strain STa positif juga memproduksi LT. Strain dengan kedua toksin ini
menyebabkan diare menjadi lebih berat. Plasmida yang membawa gen untuk enteroksin
(LT,ST) juga membawa gen untuk factor kolonisasi yang menyebabkan perlekatan
strain E.coli dengan epithelum usus. Factor kolonisasi yang terjadi dengan frekuensi
khusus di beberapa serotype. Beberapa serotype ETEC didapat di seluruh dunia; yang
lainnya diketahui mempunyai penyebaran yang terbatas. Hal yang memungkinkan
bahwa sebenarnya E.coli dapat memperoleh sebuah pengkodean plasmid untuk
enterotoksin. Tidak ada hubungan antara strain enterotoksin dan yang mampu
menyerang sel epithelial usus. (Loc.cit)
Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial
terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir.
Antimicrobial prophylaxis dapat menjadi efektif tetapi dapat terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotic pada bakteri dan mungkin tidak dianjurkan secara
keseluruhan. Pemberian antibiotic yang efektif akan memperpendek jangka waktu
penyakit.
e. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC)
Memproduksi verotoksin, dan dinamakan berdasarkan efek sitotoksik pada sel Vero,
merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. Ada paling tidak 2 bentuk antigenic
dari toksin. EHEC banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah bentuk
diare yang parah, dan dengan sindroma uremic hemolytic, sebuah penyakit akibat
kegagalan ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia, dan thrombocytopenia.
Verotoksin mempunyai sifat yang hamper sama dengan toksin Shiga yang diproduksi
oleh strain Shigella diseterriaetipe 1; meskipun kedua toksin secara antigen dan genetic
berbeda. Dari serotype E.coli yang memproduksi verotoksin, O157:H7 banyak dan
merupakan satu-satunya yang dapat diidentifikasi dalam contoh klinis, EHECO157:H7
tidak menggunakan sorbitol, tidak seperti E.coli yang lain, dan negative dalam agar
sorbitol MacConkey (sorbitol digunakan kecuali laktosa O157:H7 juga negative dalam
tes MUG). Antisera spesifik digunakan untuk mengidentifikasi strain O157:H7.
Pengujian untuk verotoksin dikerjakan di laboratorium yang terrekomendasi. Banyak
hemorrhagic colitis dan komplikasinya dapat dicegah dengan cara memasak daging
segar.
f. Enterionvasive E.coli (EIEC)

19
Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit yang terjadi
umumnya pada anak di negara berkembang dan dalam perjalanan ke Negara tersebut.
Seperti shigella, strain EIEC memfermentasi laktosa dengan lambat atau tidak
memfermentasi laktosa dan tidak motil. EIEC menyebabkan penyakit dengan
menyerang sel epithel mucosa usus.
g. Enteroagregative E.coli (EAEC)
Menyebabkan diare yang aku dan kronis (dalam jangka waktu>14 hari) pada orang
di Negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena makanan di
Negara industry. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan pendekatan pada sel
manusia. Pathogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik,
meskipun demikian dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan
menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah kerusakan mukosa
pengeluaran sejumlah besar mucus, dan terjdinya diare.
h. Sepsis-bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E coli dapat memasuki aliran
darah dan menyebabakan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap spsis
E coli karena tidak memiliki anti body igM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran
kemih.
i. Miningitis- E coli dan streptococcus golongan B adalah penyebab utama meningitis
pada bayi. E coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal, dan
kira-kira 75% E coli dari kasus menegitis ini mempunyai antigen K1. Antigen ini
bereaksi silang dengan polisakarida sampai golongan B dari N meningitidis. Mekanisme
virulensi yang berhubungan dengan antigen K1 tidak diketahui.

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Ada 3 macam antigen :
 Antigen –O yang bersifat tahan panas atau terstabil
 Antigen –H yang bersifat tidak tahan panas atau termolabil dan rusak pada suhu 100
0C.
 Antigen –K atau envelop antigen
VII. EPIDEMIOLOGI
Bakteri enteric akan menetap sendiri dalam system intestinal normal dalam beberapa
hari sesudah kelahiran dan sejak itu merupakan bagian utama dari flora normal dalam
beberapa aerobik ( fakultatif anaerobik). E coli merupakan prototype. Bakteri enterik yang
ditemukan dalam air atau susu merupakan bukti adanya kontaminasi fecal dari limbah atau
sumber lain. Control pengukuran tidak memungkinkan selama flora normal endogen masih
terlibat. E coli serotype enteropatogen seharusnya dikontrol seperti salmonella. Beberapa
bakteri enteric menimbulkan masalah utama dalam infeksi rumah sakit. Hal ini penting,
khususnya untuk mengenali bahwa banyak bakteri enteric opportunistic yang menyebabkan
penyakit pada penderita yang lemah. Dirumah sakit atau institusi lain, bakteri ini biasanya
disebabkan melalui orang, alat, atau pengobatan parenteral. Control mereka tergantung pada
pencucian tangan, asepsis yang cermat, sterilisasi alat, desinfeksi, kedisiplinan dalam terapi

20
melalui saluran vena, dan peringatan keras dalam menjaga kesterilan saluran kemih
( misalnya drainase yang tertutup).
VIII. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a) Media Pemupuk
Spesimen ditanam pada media Escherichia coli broth, dimana media tersebut
meningkatkan Escherichia coli. Setelah Diinkubasi 18 – 24 jam, ditanam pada media
differensial dan selektif
b) Media Differential dan Selektif
Blood Agar Plate : Koloni sedang, abu – abu, smooth, keeping, haemolytis atau
anhaemolytis
Mac Conkey : Koloni sedang, merah bata atau merah tua, metallic, smooth, keeping atau
sedikit cembung
EMB Agar : Koloni sedang, smooth, keeping kehijau – hijauan, metalic
Endo Agar : Koloni besar, bulat, smooth, mera – merah tua, metalic
Keterangan : (a) Koloni e-coli pada media BAP (b) Koloni pada media EMBA (c)
Koloni pada media Mac Conkey (d) Koloni pada media Endo
c) Biokimia Reaksi
Media yang digunakan untuk reaksi biokimia adalah Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media ini terdiri dari 0,1% glukosa, 1 % sukrosa, 1 % laktosa. Ferri sulfat untuk
mendeteksi produksi H2S, protein dan indicator phenol red. Salmonella bersifat alkali
acid, alkali terbentuk karena adanya proses oksidasi dekarboksilasi protein membentuk
amina yang bersifat alkali dengan adanya phenol red maka terbentuk warna merah,
Escherichia coli memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang bersifat asam
sehingga terbentuk warna kuning pada dasar dan lereng dan menghasilkan gas. (Gani
A.2003)
d) Gula-gula
 Citrate
Bakteri yang memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan
natrium karbonat yang bersifat alkali, dengan adanya indicator brom thymol blur
menyebabkan terjadinya warna biru. Pada Escherichia coli tidak memanfaatkan
sitrat, sehingga pada penanaman media sitrat hasilnya negatif.
 Urea
Bakteri tertentu menghidrolisis urea dan membentuk ammonia dengan
terbentuknya warna merah karena adanya indicator phenol red, Escherichia coli
pada media urea memberikan hasil negatif karena Escherichia coli tidak
menghidrolisis urea dan tidak membentuk ammonia.
 Metil Red
Media ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari beberapa bakteri yang
memproduksi asam sebagai hasil fermentasi dari glukosa dalam media ini, yang
dapat ditunjukkan dengan penambahan indicator metal red. Escherichia coli
memproduksi asam kuat sehingga pada penambahan larutan metal red akan
terbentuk warna merah.

21
 Voges proskauer
Bakteri tertentu dapat memproduksi acetyl methyl carbinol dari fermentasi
glukosa yang data diketahui dengan penambahan larutan voges proskauer,
Escherichia coli tidak memproduksi acetyl metal carbinol sehingga penanaman
pada media ini memberikan hasil negatif.
 Fermentasi karbohidrat
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri memfermentasikan jenis
karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka terlihat warna kuning karena perubahan
pH menjadi asam. Escherichia coli memfermantsi glukosa menjadi asam dan gas,
memfermentasi laktosa, sukrosa, maltosa dan mannitol dengan atau tanpa gas.
Tetapi ada beberapa spesies Escherichia coli tidak memfermantasi laktosa dan
sukrosa.
IX. CARA PENGOBATAN, PENGAWASAN DAN PENCEGAHAN
Bakteri E.Coli ditularkan melalui makanan/minuman yang tercemar kuman
(foodborne disease). Penularan bisa melalui: makanan berupa buah-buahan atau sayuran
yang dimakan segar (tanpa dimasak), susu yang diminum tanpa proses pengolahan, tangan
yang tidak bersih kemudian mencemari makanan/minuman.
Bakteri E.Coli hidup optimal pada suhu 70C - 500C, dapat hidup pada suasana asam
(pH 4,4), masa inkubasi 2 - 8 hari (rata-rata 4 hari), mampu memproduksi toksin yaitu
Verotoksin (VT) 1 dan 2, tetapi akan mati pada pemanasan suhu 700C selama 2 menit.
Gejala yang ditimbulkan infeksi E.Coli adalah sakit perut kadang disertai kram,
muntah (50% kasus), panas (30% kasus), diare disertai darah (haemorraghic colitis).
Sedangkan gejala HUS: kegagalan ginjal akut (acute renal failure), anemia (haemolytic
anemia), trombocytopenia, gangguan neurologis, dan bisa berlanjut pada stroke dan koma.
Cara pencegahan untuk perorangan: Mencuci tangan dengan air mengalir dan
menggunakan sabun, kemudian bilas dengan hati-hati dan keringkan menggunakan handuk
dapur atau handuk sekali pakai: sebelum menyiapkan, melayani, atau makan; setelah
menggunakan toilet atau mengganti popok; sesudah menangani sayuran mentah, atau
daging; setelah kontak dengan hewan ternak atau setelah mengunjungi peternakan; setelah
setiap kontak dengan tinja dari hewan peliharaan.
Untuk penjamah makanan: setiap orang dengan diare atau muntah harus istirahat dari
penanganan makanan; semua buah-buahan dengan kulit harus dikupas dan kemudian dibilas
dengan air bersih; semua sayuran harus dicuci dengan baik dengan air bersih, terutama yang
tidak akan dimasak sebelum dikonsumsi; memasak semua bahan makanan hingga benar-
benar matang (pemanasan >70oC), dengan tetap menjaga kebersihan seluruh proses; hindari
penyebaran kuman melalui alat masak, seperti talenan, pisau potong, dari makanan mentah
ke makanan matang/siap saji.
.  Pengobatan Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan sulfonamida, ampisilin,
sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan aminoglikosida.Aminoglikosida kurang baik
diserap oleh gastrointestinal, dan mempunyai efek beracun pada ginjal. Jenis antibiotik yang
paling sering digunakan adalah ampisilin.

22
Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai
samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam, sedangkan rantai
sampingnya merupakan gugus amino bebas yang mengikat satu atom H .Ampisilin memiliki
spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram negative.
.

23
Haemhopilus influenza

I. GAMBARAN UMUM
Haemophilus influenzae merupakan penyebab infeksi bakteri yang sering terjadi,
khususnya di kalangan bayi. Ini pertama kali dijelaskan oleh Pfeiffer pada tahun 1892.
Selma wabah influenza ia menemukan bakteri dalam sputum pasien dan mengusulkan
hubungan sebab akibat antara bakteri ini dan sindrom klinis yang dikenal sebagai influenza.
Organisme diberi nama Haemophilus oleh Winslow, et al. di 1920 sampai 1933 bahwa
Smith, et al. menetapkan bahwa influenza disebabkan oleh virus dan H. influenzae
merupakan penyebab infeksi sekunder.
Pada 1930, Margaret Pittman menunjukkan bahwa dua kategori utama H. influenzae
didefinisikan sebagai unencapsulated strains dan encapsulated strains. Encapsulated strain
dibagi berdasarkan perbedaan antigen kapsul menjadi 6 serotipe a,b,c,d,e dan f.
Sebelum pengenalan vaksin yang efektif, H. influenzae tipe b (Hib) adalah penyebab
utama meningitis bakteri dan penyakit bakteri invasif lainnya antara anak-anak dari 5 tahun;
sekitar satu dari 200 anak-anak dalam usia ini terinfeksi penyakit Hib invasif. Hampir semua
infeksi Hib terjadi di kalangan anak-anak dari 5 tahun, dan sekitar dua-pertiga dari semua
kasus terjadi di kalangan bayi dari usia 18 bulan.
Haemophilus influenzae adalah kokobasil gram negatif. Bakteri ini umumnya aerobik
tetapi dapat tumbuh sebagai anaerob fakultatif. H. influenzae membutuhkan faktor X
(hemin) dan faktor V (Nicotinamide adenine dinucleotide/NAD) untuk tumbuh di
lingkungan aerob dan faktor X saja di lingkungan anaerob.Media Chocolate agar digunakan
untuk isolasi. H. influenzae umumnya tidak akan tumbuh pada agar darah, yang tidak
memiliki NAD.
H. influenzae telah dikemas (typeable) dan nonkapsul- strain nontypeable kapsul.
Struktur terluar dikemas H. influenzae terdiri dari polyribosyl-ribitol- fosfat (PRP),
polisakarida yang bertanggung jawab untuk virulensi dan imunitas. Enam antigen dan
biokimia yang berbeda serotipe kapsuler polisakarida telah dijelaskan; ini menunjukkan jenis
serotipe f. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh strain
non-b dikemas atau nontypeable. Di era prevaccine, tipe b organisme menyumbang 95% dari
semua strain yang menyebabkan penyakit invasif.

II. TAKSONOMI
 Domain: Bacteria
 Kingdom: Eubacteria
 Phylum: Proteobacteria
 Class: Gammaproteobacteria
 Order: Pasteurellales
 Family: Pasteurellaceae
 Genus: Haemophilus
 Species: H. influenza

III. CIRI KHAS ORGANISME

Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat
dibedakan dengan complement fixasion test.

Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. Tipe B biasanya
hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan dari tipe A dan kadang-kadang saja sampai
mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia,
mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakan
suatu orthomixovirus golongan RNA dan berdasarkan namanya sudah jelas bahwa virus ini
mempunyai afinitas untuk myxo atau musin.

24
Virus influenza A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan tanda berupa
tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu
protein hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuraminidase dilambangkan
dengan N. Ada 15 macam protein H, H1 hingga H15, sedangkan N terdiri dari sembilan
macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak sekali
varian subtipe dari virus influenza tipe A.

Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas yang merupakan
pejamu alaminya, sehingga virus influenza tipe A disebut juga sebagai avian influenza  atau
flu burung. Sebagian virus influenza A juga menyerang manusia, anjing, kuda dan babi.
Variasi virus ini sering dinamai dengan hewan yang terserang, seperti flu burung, flu
manusia, flu babi, flu kuda dan flu anjing. Subtipe yang lazim dijumpai pada manusia adalah
dari kelompok H1, H2, H3 serta N1, N2 dan disebut human influenza.

Sekarang ini dihebohkan dengan penyakit flu burung atau avian influenza dimana
penyebabnya adalah virun influenza tipe A subtipe H5N1. Virus avian influenza ini
digolongkan dalam Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI).

Dalam spesimen yang berasal dari infeksi akut, organisme ini menjadi pendek (1,5
µm) basilokokus, yang kadang-kadang muncul berpasangan atau berupa rantai pendek.
Dalam biakan, morfologinya tergantung pada lama dan mediumnya. Selama 6-8 jam dalam
medium kaya, sebagian besar akan berbentuk kokobasilus kecil. Kemudian akan berbentuk
batang panjang , bakteri yang mengalami lisis, dan bentuk sangat pleomorfik.

Pewarnaan gram H influenzae

Biakan pada agar coklat, setelah masa inkubasi 24 jam akan timbul koloni rata,
berwarna coklat keabu-abuan dengan diameter 1-2 mm. H. influenzae tidak tumbuh pada
agar darah domba kecuali di sekitar koloni stafilokokus (fenomena satelit).

IV. SIFAT PERTUMBUHAN

Identifikasi organisme group hemofilus sebagian tergantung pada demonstrasi


kebutuhan akan faktor-faktor pertumbuhan tertentu yang disebut faktor X dan V. Faktor X
berfungsi secara fisiologi sebagai hemin, sedangkan faktor V dapat digantikan dengan
dinukleotida adenin nikotinamid (NAD) atau koenzim lainnya. Koloni stafilokokus pada
agar darah domba menyebabkan pelepasan NAD, menimbulkan fenomena pertumbuhan
satelit.

25
Bentuk koloni H influenzae pada plate coklat agar

V. Uji Diagnostik Laboratorium

Spesimen terdiri dari swab nasofaring, pus darah, dan cairan spinalis untuk sediaan
apus dan biakan. Dalam mendiagnosis penyakit ini, dapat dipergunakan cairan serebrospinal,
sputum, dan cairan telinga sebagai bahah pemeriksaan. Dari bahan ini dibuat preparat Gram,
dan ditanam pada perbenihan agar coklat yang dieramkan dalam suasana CO2 10%. Ada 3
cara untuk mendiagnosanya, yaitu dengan Staphylococcus streak technique, untuk
mengasingkan Haemophilus influenzae, terutama dari bahan-bahan yang tidak
terkontaminasi dengan kuman-kuman lain seperti cairan serebrospinal dan darah. Cara lain
adalah dengan reaksi Quellung yang khas sangat membantu diagnosis, kecuali untuk kuman-
kuman tak bersimpai. Sedangkan untuk menegakkan diagnosis meningitis, digunakan
deteksi antigen polisakarida simpai di dalam cairan tubuh.

VI. SIFAT BIAKAN

Spesimen ditumbuhkan pada agar coklat yang diperkaya dengan IsoVitalex sampai
muncul koloni yang khas. H. influenzae dibedakan dari basil gram-negatif lainnya dengan
kebutuhannya akan faktor X dan V serta dengan sifatnya yang tidak mengalami hemolisis
pada agar darah. Uji untuk faktor X (hem) dan V (dinukleotida nikotinamid adenin) dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Spesies hemofilus yang memerlukan faktor V tumbuh
disekitar secarik kertas atau cakram yang mengandung faktor V yang diletakkan pada
permukaan agar yang telah diautoklaf sebelum ditambahkan darah (faktor V bersifat labil
dalam panas). Cara lain , sebuah strip berisi faktor X dapat diletakkan paralel dengan strip
berisi faktor V pada agar yang tidak mengandung nutrien-nutrien ini. Pertumbuhan
Hemofilus di area diantara strip-strip ini menandakan adanya kebutuhan terhadap kedua
faktor tersebut.

26
Kebutuhan faktor X dan faktor V pada H influenzae. Strain paling atas yang hanya
tumbuh di sekitar disk yang mengandung kedua faktor X dan faktor V kemungkinan H
influenzae
VII. SIFAT PATOGEN
H. influenzae tidak menghasilkan eksotoksin dan peranan antigen somatik toksiknya
pada penyakit alamiah belum jelas. Organisme yang tidak bersimpai termasuk anggota flora
normal saluran pernapasan manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak terdapat antibodi
antisimpai khusus. H. influenzae yang memiliki simpai khususnya tipe b menyebabkan
infeksi pernapasan supuratif (sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan pada anak kecil
meningitis. Darah dari orang dengan umur kira-kira 3-5 tahun memiliki daya bakterisidal
kuat terhadap H. influenzae, dan infeksi klinik lebih jarang terjadi pada orang itu. Namun
sekarang antibodi bakterisidal sudah jarang ditemukan pada 25% orang AS dan infeksi yang
bersifat klinik lebih sering terjadi pada orang dewasa. H. influenzae yang dapat digolongkan
atau tidak bersimpai tipe b umumnya menyebabkan otitis media (mekanisme patogeniknya
belum jelas). Bakteri ini dan pneumonia menjadi penyebab utama otitis media bacterial dan
sinusitis akut. Organisme ini dapat ikut aliran darah atau terkadang menetap di sendi. Jika
menetap di sendi maka bakteri dapat menyebabkan Artritis Infeksiosa. Penyakit Yang
Ditimbulkan Dan Gejalanya.
a. Artritis Infeksiosa
Pada anak anak akan menyebabkan demam dan nyeri (anak cenderung rewel).
Mereka biasanya tidak mau menggerakkan sendi karena akan sangat nyeri. Pada remaja
sampai dewasa gejalanya dapat terjadi secara tiba-tiba. Persendian akan memerah dan
terasa hangat, jika digerakkkan akan sangat nyeri. Sendi-sendi yang sering terkena
adalah lutut, bahu, pergelangan tangan, panggul, jari dan sikut. Sendi akan bengkak
karena penumpukan cairan terinfeksi. Penderita juga bisa mengalami demam dan
menggigigil. Sebagian besar infeksi bakteri, jamur dan mikobakteria, hanya mengenai
satu sendi atau kadang-kadang mengenai beberapa sendi.

b. Meningitis
Selain itu H. influenzae juga menjadi penyebab utama meningitis bakteri pada
anak-anak (usia 5 bulan sampai 5 tahun). Terkadang pada bayi timbul laringotrakeitis
obstruktif yang hebat dengan epiglotis yang membengkak dan berwarna merah anggur.
Keadaan ini memerlukan intubasi segera untuk menyelamatkan hidup. Pneumonitis dan
epiglotis akibat H. influenzae dapat terjadi setelah saluran pernapasan terinfeksi (pada
anak kecil dan orang dewasa). Selain itu orang dewasa dapat menderita bronkitis atau
pneumonia akibat H. influenzae.

VIII. STRUKTUR ANTIGEN


Antigen penentu untuk H. influenzae yang bersimpai adalah polisakarida simpai.
Polikasakarida ini menentukan khas tip kuman dan menjadi dasar penggolongan kuman-
luman tersebut dalam 6 serotip a s/d f. penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara tipe koloni dengan struktur antigen virulensi kuman. Perubahan bentuk kuman yang
terjadi setelah kuman dibiakkan dalam perbenihan, menujukkan adanya mutasi berupa
hilangnya kemampuan kuman untuk membentuk polisakarida simpai.

27
Hilangnya kemampuan membentuk simpai selama pembiakan adalah sinomin dengan
perubahan bentuk koloni dari S menjadi R. Polisakarida simpai yang dilepaskan in vitro
(atau in vivo), dapat ditentukan tip serologiknmnya dengan tes orsipitasi, difusi agar gel;
hemaglutinasi atau flokulasi.
Karena kuman tip b merupakan penyebab dari pada lebih dari 95% penyakit-penyakit
invasive, maka dengan ditemukannya antigen simpai tipe b dalam cairan badan penderita,
dapat ditentukan diagnosis secara khas dan cepat.

IX. EPIDEMIOLOGI

Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan


masyarakat. Walaupun ringan, penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia
sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien
yang berusia lanjut dengan penyakit ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat
meninggal akibat penyakit yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini tercatat
paling tinggi pada musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu musim hujan di
negara tropik.  Pada saat ini sudah diketahui bahwa pada umumnya dunia dilanda pandemi
oleh influenza 2-3 tahun sekali. Jumlah kematian pada pandemi ini dapat mencapai puluhan
ribu orang dan jauh lebih tinggi dari pada angka-angka pada keadaan non-epidemik.

Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada individu di
atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-penyakit tertentu. Pada
anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi angka morbiditasnya adalah
500/100.000 dan yang tidak berisiko tinggi adalah 100/100.000 populasi. Pada epidemi
influenza 1969-1970 hingga 1994-1995, diperkirakan jumlah penderita influenza yang
masuk rumah sakit 16.000 sampai 220.000/epidemik. Kematian influenza dapat terjadi
karena pneumonia dan juga eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya.
Penelitian di Amerika dari 19 musim influenza diperkirakan kematian yang berkaitan
influenza kurang lebih 30 hingga lebih dari 150 kematian/ 100.000 penderita dengan usia >
65 tahun. Lebih dari 90% kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza terjadi
pada penderita usia lanjut.

Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian
Indonesia merupakan negara ke-lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam dan
Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.  Hingga 5 Agustus 2005, WHO
melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan
mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand,
Kamboja dan terakhir Indonesia.  Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat
avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang
terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya
sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti adanya penularan dari unggas ke
manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia,
kemungkinan terjadinya lebih kecil lagi.

X. IMUNITAS
Bayi dengan umur dibawah 3 bulan memiliki antibodi dalam serum yang diperoleh
dari ibunya. Pada masa ini memang infeksi H. influenzae jarang terjadi, tetapi kemudian
antibodi akan hilang. Anak-anak mendapat infeksi H. influenzae biasanya dalam bentuk
asimtomatik tetapi dapat dalam bentuk penyakit pernapasan atau meningitis. Pada umur 3-5
tahun kebanyakan anak-anak memiliki antibodi yang dapat membunuh bakteri dengan
bantuan komplemen dan fagositosis (antibodi yang dimaksud adalah antibodi PRP).
Imunisasi pada anak-anak menimbulkan antibodi yang sama.
Ada korelasi antara adanya antibodi bakterisidal dan resistensi terhadap infeksi H.
influenzae tipe b. Namun tidak diketahui apakah antibodi ini saja yang menimbulkan

28
imunitas. Pneumonia dan artritis masih dapat timbul pada orang dewasa yang memiliki
antibodi ini

XI. GAMBARAN KLINIS

Pada umumnya pasien yang terkena influenza mengeluh demam, sakit kepala, sakit
otot, batuk, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejala-
gejala ini dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin. Pada pemeriksaan fisik tidak
dapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan sampai berat pada
selaput lendir tenggorok. Gejala-gejala akut ini dapat berlangsung untuk beberapa hari dan
hilang dengan spontan. Setelah periode sakit ini, dapat dialami rasa capek dan cepat lelah
untuk beberapa waktu. Badan dapat mengatasi infeksi virus influenza melalui mekanisme
produksi zat anti dan pelepasan interferon. Setelah sembuh akan terdapat resistensi terhadap
infeksi oleh virus yang homolog.  Pada pasien usia lanjut harus dipastikan apakah influenza
juga menyerang paru-paru. Pada keadaan tersebut, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
bunyi napas yang abnormal. Penyakit umumnya akan membaik dengan sendirinya tapi
kemudian pasien acapkali mengeluh lagi mengenai demam dan sakit dada. Permeriksaan
radiologis dapat menunjukkan infiltrat di paru-paru.

XII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada virus influenza adalah: Pneumonia influenza
primer, ditandai dengan batuk yang progresif, dispnea, dan sianosis pada awal infeksi. Foto
rongten menunjukkan gambaran infiltrat difus bilateral tanpa konsolidasi, dimana
menyerupai ARDS. Pneumonia bakterial sekunder, dimana dapat terjadi infeksi beberapa
bakteri (seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza).

XIII. PENGOBATAN
Artritis Infeksiosa
Cara pengobatan awal biasanya pemberian antibiotik, walaupun belum diperoleh
hasil laboratorium mengenai kuman penyebabnya. Antibiotik yang diberikan biasanya yang
dapat membunuh semua bakteri. Antibiotik ini diberikan secara intravena (melalui pembuluh
darah) hal ini dimaksudkan agar tercapai jumlah obat yang cukup sampai ke sendi yang
terinfeksi. Walaupun jarang diberikan antibiotik ada yang disuntikkan langsung ke sendi
terinfeksi. Bila antibiotik yang dipakai tepat maka akan memberi efek setelah 48 jam.
Untuk mencegah terjadinya penggumpalan nanah yang bisa merusak sendi maka
dilakukan pengeluaran nanah dengan jarum, namun bila jarum tidak bisa mencapai sendi
yang dituju maka digunakan sebuah selang untuk mengeluarkan nanahnya. Bila kedua cara
ini tidak bisa dilakukan maka dilakukan pembedahan atau artroskopi.
Penggunaan bidai sebenarnya dapat membantu meringankan nyeri, namun dapat
memberi efek seperti kekakuan bahkan kehilangan fungsi menetap.
Pengobatan lain antara lain dengan obat anti jamur bila disebabkan oleh jamur,
kombinasi antibiotik bila penyebabnya tuberkulosis. Sedangkan untuk infeksi karena virus
cukup dengan pengobatan demam dan nyerinya karena infeksi oleh virus ini akan membaik
dengan sendirinya. Jika yang diserang adalah sendi buatan maka setelah pemberian
antibiotik harus dilakukan pembedahan untuk mengganti sendi yang rusak dengan sendi
buatan yang baru (pemberian antibiotik saja biasanya tidak cukup).
XIV. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
a. Vaksinasi
Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan
pada kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma,
diabetes, penyakit jantung, atau orang-orang yang mengalami gangguan imun. Vaksin

29
influenza dapat diproduksi lewat beberapa cara; cara yang paling umum adalah dengan
menumbuhkan virus pada telur ayam yang telah dibuahi. Setelah dimurnikan, virus
kemudian akan diaktivasi (misalnya, dengan detergen) untuk menghasilkan vaksin virus
yang tidak aktif. Sebagai alternatif, virus dapat ditumbuhkan pada telur sampai
kehilangan virulensinya kemudian virus yang avirulen diberikan sebagai vaksin hidup.
Efektivitas dari vaksin influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat
tinggi, vaksin influenza tertentu biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih
dari beberapa hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan galur virus mana yang
paling mungkin bersirkulasi pada tahun berikutnya, sehingga memungkinkan perusahaan
farmasi untuk mengembangkan vaksin yang akan menyediakan kekebalan yang terbaik
terhadap galur tersebut. Vaksin juga telah dikembangkan untuk melindungi ternak
unggas dari flu burung. Vaksin ini dapat efektif terhadap beberapa galur dan
dipergunakan baik sebagai strategi preventif, atau dikombinasikan dengan culling
(pemuliaan) sebagai usaha untuk melenyapkan wabah.
Terdapat kemungkinan terkena influenza walaupun telah divaksin. Vaksin akan
diformulasi ulang tiap musim untuk galur flu spesifik namun tidak dapat mencakup
semua galur yang secara aktif menginfeksi seluruh manusia pada musim tersebut.
Memerlukan waktu selama enam bulan bagi manufaktur untuk memformulasikan dan
memproduksi jutaan dosis yang diperlukan untuk menghadapi epidemi musiman;
kadangkala, galur baru atau galur yang tidak diduga menonjol pada waktu tertentu dan
menginfeksi orang-orang walaupun mereka telah divaksinasi (seperti yang terjadi pada
Flu Fujian H3N2 pada musim flu 2003-2004). Juga terdapat kemungkinan mendapatkan
infeksi sebelum vaksinasi dan menjadi sakit oleh galur yang seharusnya dicegah oleh
vaksinasi, karena vaksin memerlukan waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.
Pada musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan anak yang
berusia kurang dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan. Vaksin dapat
menimbulkan sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi yang sebenarnya,
dan gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya merupakan gejala infeksi
umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya tidak seberat atau bertahan
selama influenza. Efek samping yang paling berbahaya adalah reaksi alergi berat baik
pada material virus maupun residu dari telur ayam yang dipergunakan untuk
menumbuhkan virus influenza; namun reaksi tersebut sangatlah jarang.
Sebagai tambahan selain vaksinasi terhadap influenza musiman, peneliti
berusaha untuk mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi influenza.
Perkembangan , produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang cepat dapat
menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi inluenza. Karena hanya
terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur pandemik dan kebutuhan vaksinasi,
para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi vaksin selain melalui telur.
Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis telur atau berbasis sel), dan teknologi
rekombinan (protein dan partikel mirip virus), akan memberikan akses real time yang
lebih baik dan dapat diproduksi dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses
bagi orang-orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah,
dimana kemungkinan pandemi berasal. Sampai Juli 2009, lebih dari 70 uji klinis yang
diketahui telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan mengenai vaksin influenza
pandemi. Pada September 2009, Badan POM Amerika Serikat menyetujui empat vaksin
terhadap virus influenza H1N1 2009 (galur pandemik pada saat itu), dan meminta stok
vaksin tersebut tersedia dalam bulan selanjutnya.
b. Pengendalian infeksi
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya
adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak
menyentuh mata, hidung dan mulut;sering mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau
dengan cairan pencuci berbasis alkohol); menutup mulut dan hidung saat batuk dan
bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di rumah
sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan. Walaupun masker wajah dapat

30
membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit . terdapat bukti-bukti yang
bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok meningkatkan
risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.
Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan
yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah
sebagian dari infeksi. Alkohol merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus
influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan
dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama. Di rumah
sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan untuk
membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan
gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan dengan efektif dengan
mempergunakan bahan pemutih chlorine yang diencerkan.
Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop
memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang besar terhadap
angka kematian keseluruhan. Belum dapat dipastikan apakah menurunkan pertemuan
publik, misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan
karena orang yang menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk dilakukan dan mungkin
tidak disukai. Apabila sejumlah kecil orang mengalami infeksi, mengisolasi orang yang
sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.

31
Salmonella thyposa

A. DEFINISI BAKTERI Salmonella thyposa


Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan
(foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada
organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-
ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam
waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella
S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri
ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan
makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan
kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain.
Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya
serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun.
Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan
makanan dikonsumsi.
Salmonella sp termasuk dalam family Enterobacteriacea yaitu bakteri patogen bagi
manusia dan hewan. Infeksi Salmonella sp terjadi pada saluran cerna dan terkadang
menyebar lewat peredaran darah ke seluruh organ tubuh. Infeksi Salmonella sp pada
manusia bervariasi, yaitu dapat berupa infeksi yang dapat sembuh sendiri (gastroenteritis) ,
tetapi dapat juga menjadi kasus yang serius apabila terjadi penyebaran sistemik ( demam
enterik ).

B. KLASSIFIKASI SALMONELLA sp
Adapun Taksonomi dari bakteri Salmonella sp. Yaitu
 Phylum : Bacteria (Eubacteria)
 Class : Prateobacteria
 Ordo : Eubacteriales
 Family : Enterobacteriae
 Genus : Salmonella
 Spesies : Salmonella sp

C. MORFOLOGI SALMONELLA Sp
Salmonella sp adalah jenis Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora,
motil (bergerak dengan flagel peritrik) serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat
fakultatif anaerob.Termasuk kelompok bakteri Enterobacteriacea. Ukurannya 2 - 4
mikrometer x 0,5 – 0,8 mikrometer. Sifat Salmonella antara lain : dapat bergerak, tumbuh
pada suasana aerob dan anerob fakultatif, memberikan hasil positif pada reaksi fermentasi
manitol dan sorbitol dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNAse , fenilalanin
deaminase, urease, voges proskauer, dan reaksi fermentasi sukrosa dan laktosa.
Perkembangan bakteri Salmonella sp terbilang sangat cepat dan menakjubkan, setiap
selnya mampu membelah diri setiap 20 menit sekali pada suhu hangat dan pada media
tumbuh yang mengandung protein tinggi. Bisa dibayangkan, satu sel bakteri bisa
berkembang menjadi 90.000 hanya dalam waktu 6 jam.
Bakteri ini tersebar luas di dalam tubuh hewan, terutama unggas dan babi.
Lingkungan yang menjadi sumber organisme ini antara lain air, tanah, serangga, permukaan
pabrik, permukaan dapur, kotoran hewan, daging mentah, daging unggas mentah, dan
makanan laut mentah. Salmonella typhi merupakan bakteri yang menginfeksi manusia dan
menyebabkan demam typhoid dan Salmonella paratyphi yang menyebabakan demam
paratyhoid.
Salmonella sp sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya dengan makanan
dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp. Sebagian kuman mati oleh asam lambung
tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak di illeum. Disini terjadi

32
fagositosis oleh sel kelenjar getah bening yang kemudian menyebar ke aliran darah, kelenjar
getah bening dan ke usus.
Dosis infektif bagi manusia adalah 105-108 Salmonella sp. Diantara faktor-faktor
tuan rumah yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp adalah keasaman
lambung, jasad renik flora normal usus, dan daya tahan usus setempat.
Dua tipe Salmonella sp. yaitu S. enteriditis dan S. typhimurium merupakan penyebab
kira-kira setengah dari seluruh infeksi pada manusia. Pada manusia semua Salmonella sp.
menimbulkan penyakit yang pada umumnya disebut Salmonellosis, dibagi menjadi 3
golongan.
1. Golongan Gastroenteritis (Food Poisoning)
Merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp. Gejala ini
terutama ditimbulkan oleh S. enteriditis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam,
kejang perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengkonsumsi minuman
yang terkontaminasi. Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari dan
kebanyakan sembuh tanpa pengobatan atau pemberian antibiotik, akan tetapi diare akan
bertambah parah den mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk
penggantian cairan elektrolit.
Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah
mengkonsumsi minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Pada penderita ini,
infeksi biasanya menyebar dari usus ke pembuluh darah kemudian ke seluruh jaringan
tubuh dan dapat menyebabkan kematian kecuali jika penderita cepat memperoleh
pengobatan dengan antibiotik.
2. Golongan Bakterimia (Septikemia)
Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasius tetapi dapat disebabkan oleh
setiap serotip Salmonella sp. infasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut
dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak, dan sebagainya.
Tetapi sering tidak ada manifestasi usus, biakan darah tetap positif.
3. Golongan Entericfever (Tyhoid Fever /Typhus Abdominalis)
Disebabkan oleh S. typhi, S. paratyphi A, S. schootmulleri. Salmonella sp. yang
termakan mencapai usus halus dan masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran
darah. Kuman dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus dimana
organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam tinja.
Salmonella tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41
oC (suhu pertumbuhan optimum 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6-8. Pada umumnya
isolat salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak +, reaksi fermentasi terhadap manitol
dan sorbitol +, reaksi indol -, DNAase, fenilalanin deaminase, urease, Voges Proskauer,
reaksi fermentasi terhadap sukrose, laktose, adenitol, serta tidak tumbuh pada larutan
KCN.
Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan
H2S. Pada agar SS, Endo,EMB, dan Mac Konkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil,
tidak berwarna. Pada agar Wilson-Blair koloni kuman berwarna hitam.
Kuman salmonella mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air
bisa tahan selama 4 minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam
empedu, tahan terhadap hijau brilliant, dan senyawa Natrium tetratinoat dan Natrium
deksikolat.

D. SIFAT BIAKAN
Koloni-koloni yang tersangka dari isolasi media yang ditumbuhi Salmonella :
1. Endo Agar : Rose, kecil-sedang, smooth, jernih, keeping
2. EMB : Tidak berwarna, sedang, smooth, jernih, dan kepin
3. MC : Rose, kecil-sedang, smooth, jernih, keeping
4. S.S :Tidak berwarna, rose, kecil-kecil, smooth, jernih, sedikit cembung
5. WB : Hijau muda tengah-tengah, hitam, kecil-kecil, tepinya jernih,
sedikit cembung.

33
E. PATOGENITAS
Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi Salmonella.
Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom yaitu :
1. Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan
toksin sebelumnya. Terjadi karena menelan makanan yang tercemar Salmonella
misalnya daging dan telur. Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya mual, sakit kepala,
muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam tinja. Terjadi demam ringan yang akan
sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada
penderita yang kekebalan tubuhnya kurang.
2. Demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi, dan demam paratifoid
disebabkan Salmonella paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk
kedalam lambung untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian
memasuki ductus thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bakterimia)
timbul gejala dan sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain-lain.
Selanjutnya di organ tubuh tersebut Samonella berkembang biak.
3. Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella
non-typhi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala
yang menonjol adalah panas dan bakterimia intermiten. Dan timbul kelainan-kelainan
local pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru, meningitis
dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan tinjanya negatif.
4. Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella akan
mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi disebut carrier
convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan
jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik.

F. STRUKTUR ANTIGEN
Salmonella mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau
mengidentifikasinyayaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul).
Antigen O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang
tahan panas (termostabil), dan alkohol asam. Antibodi yang dibentuk adalah IgM. Namun
antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat. Maka kurang bagus untuk
pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa
faktor. Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah dari pada antibodi H.
Antigen H pada Salmonella dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II :
non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak
dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam. Antigen H sangat imunogenik dan
antibodi yang dibentuk adalah IgG. Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida
yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil.
Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi
bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap
bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi.
Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman
(carrier).
Demam tipoid dan demam paratipoid disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C.

G. TANDA DAN GEJALA


Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi:
 Anoreksia
 Rasa malas
 Sakit kepala bagian depan
 Nyeri otot
 Gangguan nyeri perut

 Pada minggu ke I keluhannya

34
 Demam hingga 400C
 Denyut nadi lemah
 Nadi 80-100 kali permenit

 Akhir minggu ke I
 Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi
 Epistaksis
 Tenggorokan kering dan beradang
 Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
 Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.
 Pada minggu ke II
Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.
 Pada minggu ke III
 Gejala berkurang dan suhu mulai turun
 Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan ulkus
 Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium
 Otak bergerak terus
 Inkontinentia urine
 Nyeri perut
 Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi perforasi
usus, keringat dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah, menandakan
ada perdarahan.
 Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
 Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
 Mereda 2-4 minggu
 Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.

H. IMUNITAS
Imunologi merupakan ilmu yang mempelajari system imun dan efeknya pada tubuh
dan mikroorganisme yang menginvasi.Akan tetapi, system imun melakukan lebih dari
sekedar melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme dan berhubungan dengan berbagai
organ sel tubuh.
Fungsi sistem imun dalam kehidupan yaitu :
1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan &
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur,dan
virus serta tumor) didalam tubuh\
2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal
4. Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri, virus, parasit,
jamur, sel kanker, dll.
5. Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing ituSistem
Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu ( rupa dan rumus kimiawi antibodi
yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan didalam Transfer Faktor
tubuh ) sehingga bisa dengan cepat menolak serangan ulang di masa depan.
Tifus abdominalis atau demam tifus adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang
diawali di selaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan di
seluruh tubuh. Aspek paling penting dari infeksi ini ialah kemungkinan terjadinya perforasi
usus, karena satu kali organisme memasuki rongga perut, pasti timbul peritonitis yang
mengganas. Bila terjadi ini, prognosisnya sangat jelek. Komplikasi lain adalah pendarahan
per anum dan infeksi terlokalisasi.
Kuman penyebabnya Salmonella typhi yang memasuki tubuh melalui mulut dengan
perantara makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Singkatnya kuman ini terdapat
di tinja, kemih, atau darah. Masa inkubasinya sekitar 10 hari. Salah satu sebab mengapa
pasien tifus dian jurkan dirawat di rumah sakit adalah karena relatif mudah menular kepada

35
anggota keluarga lain. Perawat yang menangani pasien ini harus berhati-hati mencuci
tangannya, bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi agar tidak menularkan kuman
kepada pasien lain.

I. DIAGNOSIS LABORATORIUM
Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam tifoid, membuat
diagnosis klinik demam tifoid menjadi cukup sulit. Di daerah endemis, demam lebih dari 1
minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai tifoid sampai
terbukti apa penyebabnya. Diagnosis pasti demam tifoid adalah dengan isolasi/kultur
Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala
klinik yang karakteristik demam tifoid atau deteksi respon antibody yang spesifik hanya
menunjukkan dugaan demam tifoid tetapi tidak definitif/pasti.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis demam tifoid yaitu :
1. Kultur
a. Kultur Aspirasi Sumsum Tulang
Kultur aspirasi sumsum tulang merupakan gold standard untuk diagnosis
pasti demam tifoid. Kultur aspirasi sumsum tulang tepat untuk pasien yang
sebelumnya telah diobati, long history of illness dan hasil kultur darah negatif.
Kultur sumsum tulang positif pada 80-95% pasien demam tifoid bahkan pada
pasien-pasien yang telah menerima antibiotik selama beberapa hari.
b. Kultur Feses
Kultur feses dapat dilakukan untuk isolasi Salmonella typhi dan
khususnya bermanfaat untuk diagnosis carrier tifoid. Isolasi Salmonella typhi
dari feses adalah sugestif demam tifoid.
c. Kultur Darah
Kultur darah positif pada 60-80% pasien tifoid. Sensitivitas kultur darah
lebih tinggi pada minggu pertama sakit dan sensitivitasnya meningkat sesuai
dengan volume darah yang dikultur dan rasio darah terhadap broth. Sensitivitas
kultur darah dapat menurun karena penggunaan antibiotik sebelum dilakukan
isolasi, namun hal ini dapat diminimalisasi dengan menggunakan sistem kultur
darah otomatis seperti BacT Alert, Bactec 9050 dengan menggunakan media
kultur (botol kultur) yang dilengkapi dengan resin untuk mengikat antibiotik.
Beberapa penyebab kegagalan dalam mengisolasi kuman Salmonella
typhi adalah :
a. Keterbatasan media di laboratorium
b. Konsumsi antibiotic
c. Volume spesimen yang dikultur
d. aktu pengambilan sampel (positivitas tertinggi adalah demam 7-10 hari).
2. Pemerikasaan Serologi
Demam tifoid menginduksi respon imun humoral baik sistemik maupun lokal
tetapi respon imun ini tidak dapat memproteksi dengan lengkap terhadap
kekambuhan dan reinfeksi.
Peran widal dalam diagnosis demam tifoid sampai saat ini masih
kontroversial karena sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramalnya sangat bervariasi
tergantung daerah geografis. Pemeriksaan widal mendeteksi antibodi aglutinasi
terhadap antigen 0 dan H. Biasanya antibodi 0 muncul pada hari ke 6-8 dan H pada
hari 10-12 setelah onset penyakit. Pemeriksaan pada fase akut harus disertai dengan
pemeriksaan kedua pada masa konvalesens. Hasil negatif palsu pemeriksaan widal
bisa mencapai 30%. Hal ini disebabkan karena pengaruh terapi antibiotik
sebelumnya. Spesifisitas pemeriksaan widal kurang begitu baik karena serotype
Salmonella yang lain juga memiliki antigen 0 dan H. Epitop Salmonella typhi juga
bereaksi silang dengan enterobacteriaceae lain sehingga menyebabkan hasil positif
palsu. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada kondisi klinis yang lain misalnya
malaria, typhus bacteremia yang disebabkan oleh organisme lain dan juga sirosis. Di

36
daerah endemis terjadi low background antibody pada populasi sehingga diperlukan
cut off yang berbeda antar area.
3. Pemeriksaan Serologi Terbaru
Pemeriksaan serologi untuk Salmonella typhi telah banyak berkembang,
diantaranya yaitu :
a. Tubex® TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen 09 IPS Salmonella typhi)
b. Typhidot (mendeteksi Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella
typhi)
c. Typhidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella typhi)
d. Dipstick test (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen LPS Salmonella typhi)

1) TUBEX ® TF (ANTI Salmonella typhi IgM)


Tubex® TF adalah pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif
yang cepat dan mudah untuk deteksi demam tifoid akut. Pemeriksaan ini
mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS Salmonella typhi.
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan adalah > 95% dan > 93%.
a) Prinsip Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan adalah Inhibition Magnetic Binding
Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap antigen 09 LPS dideteksi
melalui kemampuannya untuk menghambat interaksi antara kedua tipe
partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang disensitisasi dengan
antibodi monoklonal anti 09 (reagen berwarna biru) dan mikrosfer magnetik
yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen berwarna coklat).
Setelah sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel
indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi. Tingkat
inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM
Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.
Pemeriksaan Tubex sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam
tifoid. Hal ini disebabkan karena penggunaan antigen 09 LPS yang memiliki
sifat-sifat sebagai berikut
 Immunodominan dan kuat
 Antigen 09 (atau LPS secara umum) bersifat thymus independent type 1,
imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang imunogenik), dan
merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap sel B.
 Antigen 09 dapat menstimulasi sel-sel B tanpa bantuan sel T (tidak
seperti antigen-antigen protein) sehingga respon anti-09 dapat terdeteksi
lebih cepat.
 LPS dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui
aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor).
Spesifisitas yang tinggi (>90%) karena antigen 09 yang sangat jarang
ditemukan baik di alam ataupun di antara mikroorganisme.
4. Molekular
Seperti halnya kultur darah, target dari teknik-teknik molekular adalah
patogen itu sendiri sehingga bermanfaat untuk deteksi awal penyakit. Teknik
hibridisasi menggunakan probe DMA adalah teknik biologi molekular pertama yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Teknik ini memiliki spesifisitas yang tinggi
namun kurang sensitif. Teknik ini tidak dapat mendeteksi Salmonella typhi bila
jumlah bakteri < 500 bakteri/mL. Kemudian berkembang teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR) dengan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik (1 -5
bakteri/mL). PCR untuk identifikasi Salmonella typhi ini tersedia di beberapa negara
namun penggunaannya masih terbatas untuk penelitian karena harganya yang cukup
mahal. Selain itu, diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan

37
teknik molekular termasuk PCR terutama di daerah dengan endemisitas demam tifoid
yang tinggi seperti di Indonesia.

J. PENCEGAHAN
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air
panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah kemungkinan
besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri
telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-penyelidik. Dengan menggunakan air
minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan
makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau makanan-makanan
lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella. Menghindari
kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kura-kura, ular-ular,
babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Otoritas-otoritas kesehatan publik yang melaksanakan undang-undang kebersihan
restoran dan pencucian tangan pekerja telah membantu pencegahan umum. Carriers manusia
dari Salmonella harus tidak pernah boleh bekerja di industri pelayanan penanganan makanan
dan secara idealnya harus menjalani pengeluaran kantong empedu dan terapi antibiotik
untuk usaha penyembuhan dari keadaan carrier. Otoritas-otoritas kesehatan publik juga
meminta penarikan-penarikan produk ketika produk-produk tercemar dengan Salmonella
atau organisma-organisma lain yang mencemari atau racun-racun. Pada tahun 2009, ada
penarikan untuk makanan-makanan yang mengandung kacang (contohnya, peanut butter,
cookies, crackers). The Westco Fruit and Nut Co., Inc., menyediakan pasta yang berasis
kacang yang dilaporkan mengandung Salmonella dan digunakan untuk membuat banyak
produk-produk makanan. Akhirnya, kira-kira 3,800 produk-produk ditarik. Penarikan-
penarikan yang sama telah terjadi untuk kacang-kacang pistachio dari penyedia California di
bulan Maret tahun 2009 dan untuk tomat-tomat pada tahun 2008, keduanya tercemar dengan
Salmonella. Penarikan-penarikan yang paling baru-baru ini adalah untuk daging sapi yang
tercemar di bulan Juli dan Agustus tahun 2009, dan sayangnya, Salmonella menunjukan
resisten pada banyak obat. Penarikan-penarikan meningkatkan keamanan populasi dari
paparan pada pencemar-pencemar makanan microbial dan racun.
Meskipun beberapa vaksin-vaksin Salmonella tersedia untuk unggas dan hewan-
hewan, vaksin-vaksin manusia tersedia hanya untuk demam typhoid. Bagaimanapun, the
CDC tidak merekomendasikan bahwa setiap orang memperoleh vaksin untuk tipe demam
typhoid; mereka merekomendasikan bahwa hanya orang-orang yang berpergian ke negara-
negara yang sedang berkembang dimana demam typhoid adalah endemik (contohnya,
wilayah-wilayah Afrika, Asia, dan Latin America) harus menerima vaksin. Vaksin demam
typhoid tersedia dalam bentuk oral (Ty21) dan suntikan (ViCPS). Orang-orang yang
merencanakan meminta vaksin-vaksin harus memberitahu dokter-dokter mereka dimuka
(kira-kira delapan sampai 10 minggu) sebelum mereka memerlukan vaksin karena ia
mungkin tidak siap tersedia dan perlu diberikan kira-kira dua minggu sebelum perjalanan.
Peneliti-peneliti sedang berusaha untuk mengembangkan vaksin-vaksin lain untuk semua
tipe-tipe dari infeksi-infeksi Salmonella.

38
Shigella

I. Gambaran Umum
Identifikasi Saat Group& Fermentasi Onithine
Ini Tipe manitol Decarboxylase
Shigella A - -
dysenteriae
Shigella flexneri B + -
Shigella boydii C + -
Shigella sonnei D + +
ABEL 15-4 Spesies Shigella yang Bersifat Patogen

Shigella adalah bakteri patogen usus yang dikenal sebagai agen penyebab penyakit disentri
basiler. Bakteri ini menginfeksi saluran pencernaan dan menyebabkan berbagai gejala, dari
diare, kram, muntah, dan mual. Shigella merupakan penyebab diare disentri yang paling
sering pada anak usia 6 bulan sampai 10 tahun di Amerika Serikat dan negara berkembang.
Shigella tahan terhadap keasaman lambung dan membutuhkan inokulum yang kecil untuk
menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan ke orang lain. Penularan terjadi dalam
kondisi banyak orang berkumpul dalam satu tempat seperti di penitipan anak, panti asuhan
atau tempat penampungan. Rendahnya sanitasi, pasokan air yang buruk, dan fasilitas yang
pipa tidak dapat memberi sumbanagan terhadap peningkatan risiko infeksi. Shigella
menginvasi dan berproliferasi di dalam epitel kolon. Kemudian menghasilkan suatu toksin
dengan efek sekretori dan sitotoksik dan menyebabkan ulkus sehingga tinja mengandung
lendir dan darah, secara mikroskopis ditemukan leukosit dan eritrosit.

II. Taksonomi
Kingdom :Bacteria
Filum :Proteobacteria
Kelas :Gamma proteobacteria
Ordo :Enterobacteriales
Famili :Enterobacteriaceae
Genus :Shigella
Spesies:Shigella flexneri, Shigella dysenteriae,Shigella boydii dan Shigella sonnei

III. Sifat Morfologi


A. Oganisme tipikal
Shigella merupakan batang gram-negatif yang ramping bentuk kokobasil ditemukan
pada biakan yang masih muda.
B. Kultur
Shigella merupakan bakteri anaerob fakultatif,tetapi tumbuh paling baik pada kondisi
aerob. Koloni cembung,bundar,transparan,dan tepi berbatas tegas,mencapai diameter
sekitar 2mm dalam 24 jam.
C. Karakteristik Pertumbuhan
Semua shigella memfermentasi glukosa. Shigella tidak memfermentasi laktosa,kecuali
shigella pada media diferensial. Shigella membentuk asam dari karbohidrat,tetapi jarang
menghasilkan gas. Shigella juga dapat dibagi berdasarkan kemampuannya untuk
memfermentasi manitol (Tabel 15-4)

IV. Sifat Biakan


Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik secara aerob. Koloni berbentuk
konveks, bulat, transparan dengan tepi yang utuh dan mencapai diameter sekitar 2mm dalam
24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada pembenihan diferensial karena
ketidakmampuannya meragikan laktosa, jadi tetap tidak berwarna sedangkan peragi laktosa
membentuk koloni-koloni yang berwarna.

39
V. Sifat Patogenitas
Bakteri tertelan, masuk dan berada di usus halus, menuju ileum terminal dan kolon melekat
pada permukaan dan kolon, melekat pada permukaan mukosa, berkembang biak, reaksi
peradangan hebat, sel-sel terlepas, timbul Ulkus, terjadi disentri basiler (tinja lembek,
bercampur darah, mukus dan pus, nyeri abdomen, mules, tenesmus ani).
Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh seseorang
yang sehat diperlukan dosis 1000 bakteri Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan
spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat
sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita
dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadinya
septicemia pada penderita dengan gizi buruk dan berkhir dengan kematian. Secara garis
besar patogenitas Shigella sp sebagai berikut :1). Shigella mempenetrasi intraseluler epitel
usus besar; 2). Terjadi perbanyakan bakteri; 3). Menghasilkan edotoksin yang mempunyai
kegiatan biologis; 3). S. Dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang mempunya sifat
neorotoksik dan enterotoksik

VI. Struktur Antigen


Shigella memiliki pola antigen yang kompleks. Spesies yang berbeda memiliki banyak sifat
serologis yang tumpang tindih,dan sebagian besar di antara mereka memiliki antigen O yang
sama dengan basilus enteric lainnya.
Antigen somatic O shigella tersusun atas lipoposakarida. Spesifisitas serologi mereka
bergantung pada komponen polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi shigella
didasarkan pada cirri biokimia dan antigen. Spesies Shigella yang bersifat pathogen
diperlihatkan pada Tabel 15-4.

VII. Imunitas
Infeksi diikuti oleh timbulnya respons antibody spesifik-tipe. Penyuntikan shigella yang
telah dimatikan merangsang pembentukan antibody dalam serum, tetapi tidak dapat
mencegah terjadinya infeksi shigella pada manusia. Antibodi IgA dalam usus mungkin
penting dalam mencegah infeksi ulang, pembentukan antibodi tersebut dapat dirangsang
melalui pemberian galur Shigella yang dilemahkan per oral sebagai vaksin eksperimental.
Antibodi terhadap antigen Shigella somatic dalam serum adalah IgM.

VIII. Cara Pemeriksaan Laboratorium


A. Spesimen
Spesimen untuk biakan dapat berasal dari feses segar,bercak lender, dan apusan rectal.
Pada pemeriksaan mikroskopis sering ditemukan banyak leukosit dan beberapa eritrosit
pada sediaan feses. Jika specimen serum dibutuhkan, harus diambil dengan jarak 10 hari
untuk dapat melihat peningkatan titer antibody aglutinasi.
B. Kultur
Spesimen digoreskan pada media diferensial (misalnya, agar MacConkey atau EMB)
dan pada media selektif ( agar enteric Hektoen atau agar Salmonella-Shigella) yang
menekan pertumbuhan Enterobacteriaceae lain dan organisme gram-positif. Koloni yang
tidak berwarna (laktosa-negatif) diinokulasi ke dalam agar triple sugar iron. Organisme
yang gagal membentuk
H2S dan menghasilkan asam tanpa disertai gas di bagian dasar dengan lereng yang basa
pada medium triplet sugar iron, dan organism yang nonmotil harus diperiksa lebih
lanjut dengan aglutinasi slide menggunakan antiserum yang spesifik untuk Shigella.
C. Serologi
Individu normal sering memiliki aglutinatin yang aktif terhadap beberapa spesies
Shigella. Namun,pemeriksaan serial titer antibody dapat memperlihatkan peningkatan
yang spesifik. Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosis infeksi Shigella.

40
IX. Pengobatan
Siprofloksasin,ampisilin, doksisiklin, dan trimetoprimsulfametoksazol merupakan inhibitor
yang paling sering untuk isolate shigela dan dapat menekan serangan klinis disentri akut dan
memperpendek durasi gejala. Obat-obat tersebut mungkin tidak dapat membasmi organism
tersebut dari saluran cerna. Resistensi terhadap banyak obat dapat ditransmisikan oleh
plasmid, dan infeksi yang resisten telah menyebar luas. Banyak kasus dapat sembuh sendiri.
Pemberian opioid sebaiknya dihindarkan pada disentri shigela.
X. Epidemiologi, Pencegahan, & Pengendalian
Shigella ditularkan melalui”makanan, jari, feses, dan lalat” dari satu orang ke orang lain.
Kebanyakan kasus infeksi shigella terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Shigella
dysenteriae dapat menyebar luas. Komoprofilaksis missal selama periode tertentu (missal,
pada personel militer) telah dicoba, tetapi strain shigella yang resisten cenderung muncul
dengan cepat. Karena manusia adalah pejamu utama shigella patogen yang telah diketahui,
usaha pengendalian harus ditujukan untuk mengeliminasi organism dari reservoir dengan
cara (1) pengendalian sanitasi air, makanan, dan susu; pembersihan saluran air; dan
pengendalian lalat; (2) isolasi pasien dan disinfeksi ekskreta; (3) deteksi kasus-kasus
subklinis dan carrier, terutama pengelola makanan; dan (4) terapi antibiotic pada individu
yang terinfeksi

Klebsiella pneumonia

I. GAMBARAN UMUM
Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl Friedlander
adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu penemuan bakteripenyebab
pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah orang yang pertama kali
mengidentifikasi bakteriKlebsiella pneumoniaedari paru-paru orang yang meninggal karena
pneumonia. Karena jasanya,Klebsiella pneumoniaesering pula disebut bakeri
Friedlander.Klebsiella pneumonia adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang
(basil). Klebsiella pneumonia tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non
motil).Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen,Klebsiella pneumoniaemerupakan bakteri
fakultatif an aerob.
Klebsiella pneumoniae dapat memfermentasikan laktosa. Pada test dengan
indol,Klebsiella pneumonia akan menunjukkan hasil negatif.Klebsiella pneumoniae dapat
mereduksi nitrat.Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit, dan sal usus,
namun habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di tanah.Klebsiella pneumonia dapat
menyebabkan pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli). Pneumonia yang disebabkan oleh Klebsiella pneumonia dapat berupa
pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia.Pneumonia komuniti atau
community acquired pnuemonia adalah pneumonia yang di dapatkan dari masyarakat. Strain
baru dari Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan pneumonia nosomikal atau hospitality
acquired pneumonia, yang berarti penyakit peumonia tersebut di dapatkan saat pasien berada
di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Klebsiella pneumonia umumnya
menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti alkoholis, orang dengan penyakit
diabetes dan orang dengan penyakit kronik paru-paru.

II. TOKSONOMI
Klasifikasi Klebsiella spsecara ilmiah:
· Kingdom : Bacteria
· Phylum : Proteobacteria

41
· Class : Gamma proteobacteria
· Order : Enterobacteriales
· Family : Enterobacteriaceae
· Genus : Klebsiella
· Spesies : -Klebsiella pneumonia

III.SIFAT MORFOLOGI
Merupakan bakteri gram (-) , berbentuk batang pendek, memiliki ukuran 0,5-1,5 x 1,2µ.
Bakteri ini memiliki kapsul, tetapi tidak membentuk spora. Klebsiella tidak mampu bergerak
karena tidak memiliki flagel tetapi mampu memfermentasikan karbohidrat membentuk asam
dan gas.
Spesies klebsiella menunjukan pertumbuhan mucoid, kapsul polisakarida yang besar
dan tidak motil. Mereka biasanya memberikan hasil tes yang positif untuk lisin
dekarboksilase dan sitrat. Klebsiella memberikan reaksi Voges-Proskauer yang positif
Sifat Biakan atau Kultur dari Klebsiella sptersebut pada media EMB dan Mac Conkey
koloni menjadi merah. Kemudian pada media padat tumbuh koloni mucoid (24 jam). Mudah
dibiakan di media sederhana (bouillon agar) dengan koloni putih keabuan dan permukaan
mengkilap.
Tipe Antigen
Klebsiella memiliki struktur antigen. Anggota dari genus Klebsiella biasanya
mengungkapkan 2 jenis antigen pada permukaan sel mereka, yaitu:
 Antigen O merupakan bagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit
berulang polisakarida. Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik. Antigen
O tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan cara aglutinasi
bakteri. Antibody terhadap antigen O adalah IgM.
 Antigen K merupakan bagian terluar dari antigen O pada beberapa, tetapi tidak pada
enterobacteriaceae. Beberapa antigen K adalah polisakarida dan yang lainnya protein.
Enzim Klebsiella pneumoniae
Bakteri klebsiella ini memiliki enzim urease dan enzim sitrat permiase. Klebsiella juga
mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat
melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotic. Hal ini menyebabkan bakteri kebal dan sulit
dilumpuhkan.Perlawanan terhadap antibiotik tersebut dengan cara :
1. Obat inaktivasi oleh enzim degradasi atau modifikasi seperti lactamaces beta dan
vamino glikosida transferases,
2. Perubahan obat target
3. Munculnya suatu jalur bypass yang tidak dihambat oleh obat
4. Mengurangi permeabilitas membran untuk obat
5. Obat penghabisan dari sel-sel.

IV. SIFAT BIAKAN


Sifat Biakan atau Kultur dari Klebsiella sp tersebut pada media EMB dan Mac Conkey
koloni menjadi merah. Kemudian pada media padat tumbuh koloni mucoid (24 jam). Mudah
dibiakan di media sederhana (bouillon agar) dengan koloni putih keabuan dan permukaan
mengkilap.
Tipe Antigen
Klebsiella memiliki struktur antigen. Anggota dari genus Klebsiella biasanya
mengungkapkan 2 jenis antigen pada permukaan sel mereka, yaitu:
 Antigen O merupakan bagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit
berulang polisakarida. Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik.
Antigen O tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan cara
aglutinasi bakteri. Antibody terhadap antigen O adalah IgM.
 Antigen K merupakan bagian terluar dari antigen O pada beberapa, tetapi tidak pada
enterobacteriaceae. Beberapa antigen K adalah polisakarida dan yang lainnya protein.
Enzim Klebsiella pneumoniae

42
Bakteri klebsiella ini memiliki enzim urease dan enzim sitrat permiase. Klebsiella juga
mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat
melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotic. Hal ini menyebabkan bakteri kebal dan sulit
dilumpuhkan.Perlawanan terhadap antibiotik tersebut dengan cara :
1. Obat inaktivasi oleh enzim degradasi atau modifikasi seperti lactamaces beta dan
vamino glikosida transferases,
2. Perubahan obat target
3. Munculnya suatu jalur bypass yang tidak dihambat oleh obat
4. Mengurangi permeabilitas membran untuk obat
5. Obat penghabisan dari sel-sel.

V. SIFAT PATOGENITAS
Melalui saluran pernafasan bagian atas bakteri masuk ke jaringan paru, terjadi
penghancuran jaringan, terbentuk daerah purulen dan nekrosis parenkim paru, terjadi abses
paru, bronkiektasis, bakteri masuk aliran darah, septicemia, abses liver.- Kapsul memiliki
kemampuan untuk mempertahankan organisme terhadap fagositosis dan pembunuhan oleh
serum normal
1. Galur yang berkapsul lebih virulen daripada galur yang berkapsul ( pada hewan
percobaan)
2. Tidak ada toksin selain endotoksin yang berperan pada infeksi oportunistik
Galur Klebsiella pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah
diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan
LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli, kemampuan memproduksi toksin ini
diperantarai oleh plasmid Klebsiella pneumoniae. Menyebabkan pneumonia dapat
menginfeksi tempat lain disamping saluran pernafasan.
Bakteri ini sering menimbulkan pada traktus urinarius karena nosocomial
infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus atau pecandu
alcohol. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini berupa gejala demam
akut, malaise (lesu), dan batuk kering, kemudian batuknya menjadi produktif dan
menghasilkan sputum berdarah dan purulent (nanah). Bila penyakitnya berlanjut
akan terjadi abses nekrosis jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru.

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan penyakit karena mempunyai dua tipe antigen
pada permukaan selnya:
1. Antigen O
Antigen O adalah lipopolisakarida yang terdapat dalam sembilan varietas.
2. Antigen K
Antigen K adalah polisakarida yang dikelilingi oleh kapsula dengan lebih dari 80
varietas.Kedua antigen ini meningkatkan patogenitas
Klebsiella pneumonia.Selain itu, Klebsiella pneumonia mampu memproduksi enzim
ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat melumpuhkan kerja berbagai jenis
antibiotik. Hal ini dapat menyebabkan bakteri kebal dan menjadi sulit
dilumpuhkan.Klebsiella pneumonia/Fridlander bacillusditemukan di dalam hidung, flora
normal usus dan akan patogen bila menderita penyakit lain (penyakit paru-paru yang kronis).
VII. EPIDEMIOLOGI
Bakteri Klebsiella terdapat di mana-mana. Koloninya bisa ditemukan di kulit,
kerongkongan, ataupun saluran pencernaan. Bahkan, bakteri ini juga bisa ada pada luka
steril dan air kencing (urin). Sebenarnya, bakteri golongan ini mungkin saja ada sebagai
flora alami ‘penghuni” usus besar dan kecil. Adapun pergerakan bakteri ini ke organ lain
dikaitkan dengan lemahnya daya tahan penderita.
Klebsiella pneumonia merupakan jenis bakteri golongan Klebsiellae yang banyak
menginfeksi manusia. Ia adalah kuman oportunis yang ditemukan pada lapisan mukosa

43
mamalia, terutama paru-paru. Penyebarannya sangat cepat, terutama diantara orang-orang
yang sedang terinfeksi bakteri-bakteri ini. Gejalanya berupa pendarahan dan penebalan
lapisan mukosa organ. Bakteri ini juga merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan
penyakit bronchitis.
VIII. IMUNITAS
Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia adalah proses
infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia yang disebabkan oleh
Klebsiella pneumonia dapat berupa pneumonia komuniti atau community acquired
pnuemonia.Pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia adalah pneumonia
yang di dapatkan dari masyarakat. Strain baru dari
Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan pneumonia nosomikal atau hospitality
acquired pneumonia,yang berarti penyakit peumonia tersebut di dapatkan saat pasien
beradadi rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.Klebsiella pneumonia umumnya
menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah, sepertialkoholis, orang dengan penyakit
diabetes dan orang dengan penyakitkronik paru-paru.

IX. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Diagnosa LaboratoriumPada pemerikasaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai 30.000/µl, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosisetiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Koloni bekteri ini berbentuk bulat, tepi koloni rata, cembung, koloni ini terlihat tampak
berlendir, dan berwarna abu-abu.
a) gambaran koloni

Gambar koloni Klebsiella pneumoniae dalam media mack konkey


b) Test Biokimia berdasarkan uji
 Bakteri ini tidak mampu menghasilkan indol (Uji indol)
 tidak mampu menghasilkan asam (Uji Metil Red /MR)
 mampu menghasilkan asetil metal karbinol (Uji Voger Proskauer/VP)
 tidak mampu menghasilkan sitrat(Uji Citrat)
 mampu menghasilkan urea (Uji Urease)
 tidak mampu bergerak dan menghasilkan gelatin
 mampu menghasilkan glukosa, laktosa, manitol, sukrosa, inostitol, adonitol, salicin
Media yang digunakan untuk reaksi biokimiaadalah (Gani A, 2003) :
1. Triple Sugar Iron agar (TSIA)
Media ini terdiri dari 0,1 % glukosa, 1 % sukrosa, 1 % laktosa, fernik sulfat untuk
pendeteksian produksi H2S, protein, dan indicator Phenol red. Klebsiella bersifat alkali
acid, alkali terbentuk karena adanya proses oksidasi dekarboksilasi protein membentuk
amina yang bersifat alkali denga adanya phenol red maka terbentuk warna merah,
Klebsiella memfermentasi glukosa yang bersifat asam sehingga terbentuk warna kuning
(Jawtz, et al, 2001).
2. Sulfur Indol Motility (SIM)
Media SIM adalah perbenihan semi solid yang dapat digunakan untuk mengetahui
pembentukan H2S, indol dan motility dari bakteri. Hampir semua bakteri Klebsiella
membentuk indol kecuali tipe pneumonia dan ozaenae. Motility negatif sesuai dengan

44
morfologi Klebsiella yang tidak memiliki flagella. sedangkan pembentukan H2S juga
tak terlihat pada semua jenis Klebsiella
3. Citrate
Bakteri yang memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan natrium
karbonat yang bersifat alkali, dengan adanya indicator brom tymol blue menyebabkan
terjadinya warna biru. Pada bakteri Klebsiella, hanya jenis rhinos yang tidak
memanfaatkan sitrat, sehingga pada penanaman media sitrat hasilnya negative.
Sedangkan spesies Klebsiella lainnya seperti pneumonia, oxytoca, dan ozaenae
menunjukkan hasil positif pada media ini.
4. Urea
Bakteri tertentu dapat menghidolisis urea dan membentuk ammonia dengan
terbentunyawana merah karena adanya indicator phenol red, Klebsiella pada media urea
memiliki pertumbuhan yang lambat memberikan hasil positif pada pneumonia, oxytoca
atau bisa juga ozaenae karena Klebsiella juga ada beberapa yang mampu
menghidrolisis urea dan membentuk ammonia.
5. Methyl red
Media ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari beberapa bakteri yang
memproduksi asam kuat sebagai hasil fermentasi dari glukosa dalam media ini,
yangdapat ditunjukkan dengan penambahan larutan methyl red. Hampir semua
Klebsiella sp memproduksi asam yang kuat sehingga pada penambahan larutan methyl
red terbentuk warna merah, kecuali pada pneumonia dan oxytoca yang juga dapat
memberikan hasil negative
6. Voges Proskauer
Bakteri tertentu dapat memproduksi acetyl metyl carbinol dari ferentasi glukosa yang
dapat diketahui dengan penambahan larutan voges proskauer, Klebsiella ozaenae dan
rhinos tidak memproduksi acetyl methyl carbinol sehingga penanaman pada media ini
meberikan hasil negative, berbeda dengan jenis pneumonia dan oxytoca yang mampu
memberikan hasil positif pada media ini.
7. Fermentasi Karbohidrat
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuanbakteri memfermentasikan jenis
karbohidrat,jika terjadi fermentasi maka media terlihat berwarna kuning karena
perubahan pH menjadi asam. Klebsiella sp memfermentasi glukosa, maltose sedangkan
sukrosa tidak difermentasikan pada jenis rhinos atau bisa juga ozaenae.
X. CARA PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumonia adalah napas cepat dan
napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah
frekuensipernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang
dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran
bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest
indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini
dikenal juga Pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai
gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.Sementara untuk anak dibawah 2 bulan,
pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih
atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam, batuk-batuk,
perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 º C. Gejala yang lain, yaitu apabila
pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari
10.000 atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien usia lanjut atau pasien denganrespon imun rendah, gejala pneumonia tidak
khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing, perburukan dari penyakit yangsudah
ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya frekuensi napas bertambah cepat dan jarang
ditemukan demam.
Pengobatan

45
Beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan antibiotik, khususnya
antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.
Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin, carbenicillin, amoxiciline, dll. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap
meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap
siprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dan Klebsiella pneumonia kebal
terhadap berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk
menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh bakteri
tersebut.

46
Pseudomonas aeruginosa
I. GAMBARAN UMUM
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini
kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi apabila fungsi
pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, P.aeruginosa disebut patogen oportunistik,
yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu
infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai
saprofit pada usus normal dan pada kulit manusia. Tetapi, infeksi P.aeruginosa menjadi
problema serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka
bakar. Angka fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai 50 %. P. aeruginosa termasuk
dalam genus Pseudomonas,  bakteri gram negatif, berbentuk tangkai, polar dan berflagel.

II. TAKSONOMI
Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam kelas Gamma Proteobacteria dan
famili Pseudomonadaceae. Berdasarkan pada conserved macromolecules (misalnya 16S
ribosomal RNA) famili Pseudomonadaceae mencakup hanya anggota dari genus
Pseudomonas yang dibagi menjadi delapan kelompok. Pseudomonas aeruginosa adalah
spesies jenis kelompok tersebut yang terdiri dari 12 anggota lain. Adapun taksonomi dan
klasifikasi Pseudomonas aeruginosa adalah sebagai berikut:
Kingdom       :Bacteria
Fillum                 :Proteobacteria
Kelas                           :Gamma Proteobacteria
Ordo                            : Pseudomonadales
Famili                          : Pseudomonadaceae
Genus                          : Pseudomonas
Spesies                        : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang
halus atau lengkung, motil, berukuran sekitar 0.6 x 2 mm. Bakteri ini dapat ditemukan
soliter, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai pendek (Gambar 1). P.
aeruginosa merupakan bakteri motil karena mempunyai flagela monotrika (flagel
tunggal pada kutub) dan memerlukan oksigen untuk motilitas.

Gambar 1 Pseudomonas aeruginosa (Todar 2011)


Pseudomonas aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada
banyak jenis media pembiakan, kadang-kadang berbau manis seperti anggur atau seperti
bau corn taco. Beberapa strain dari P. aeruginosa menghemolisis agar darah. P.
aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37 – 42 ºC. Pertumbuhannya pada suhu 42ºC
membantu membedakannya dari spesies Pseudomonas lain dalam kelompok fluoresen.
Bakteri ini oksidase positif, nonfermenter tetapi beberapa strain ada yang mengoksidasi
glukosa.
Pseudomonas aeruginosa memiliki kebutuhan nutrisi yang sederhana seperti
amonia dan karbon dioksida sebagai satu-satunya sumber nitrogen dan karbon. Suasana
aerob diperlukan untuk pertumbuhan dan metabolisme optimal, tatapi kebanyakan strain
P. aeruginosa juga dapat tumbuh dengan lambat dalam kondisi anaerobik jika tersedia
nitrat (NO3) sebagai akseptor elektron.
Pseudomonas aeruginosa dapat menghasilkan satu atau lebih pigmen. Beberapa
pigmen tersebut antara lain:
 Piosianin, pigmen berwarana biru

47
 Pioverdin, pigmen berwarna kehijauan
 Piorubin, pigmen berwarna merah
 Piomelanin, pigmen berwarna hitam
Piosianin merupakan pigmen nonfluoresen dan pioverdin merupakan pigmen
fluoresen. Strain P. aeruginosa menghasilkan dua jenis pigmen yang larut air yaitu
pioverdin dan piosianin. Piocianin berasal dari kata pyocyaneus merujuk pada biru
nanah, ini merupakan karakteristik infeksi supuratif yang disebabkan oleh P. aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni
sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. Tiap jenis
koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik berbeda serta pola kepekaan
antimikroba yang berbeda pula. Isolat P. aeruginosa dapat menghasilkan tiga jenis
koloni. Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata.
Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang
halus yaitu : 1.) Koloni besar dan halus dengan permukaan merata dan meninggi; 2.)
Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat. Tipe ini sering
didapat dari sekresesi saluran pernafasan dan saluran kemih. Koloni halus dan mukoid
dianggap berperan dalam kolonisasi dan virulensi.

Gambar 2 Koloni Pseudomonas aeruginosa pada agar (kiri), pigmen piosianin


yang dihasilkan strain piosianogenik (kanan) (Todar 2011)
Alginat adalah suatu eksopolosakarida yang merupakan polimer dari glucuronic
acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental di sekeliling bakteri. Alginat
memungkinkan bakteri-bakteri untuk membentuk biofilm. Alginat dapat melindungi
bakteri dari pertahanan tubuh inang seperti limfosit, fagosit, silia di saluran pernapasan,
antibodi dan komplemen. Kemampuan P. aeruginosa membentuk biofilm membuat
bakteri ini resisten terhadap antibiotik. Strain mukoid dari P. aeruginosa paling sering
diisolasi dari pasien dengan cystic fibrosis (CF) dan biasanya ditemukan dalam jaringan
paru-paru dari individu tersebut. Pseudomonas aeruginosa  mampu mentolerir terhadap
berbagai kondisi fisik termasuk suhu. Bakteri ini resisten terhadap konsentrasi tinggi
garam, zat pewarna, antiseptik dan berbagai antibiotik yang sering digunakan.

III. SIFAT MORFOLOGI


Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm.
Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk
rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat
aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat
mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung
(sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu
bergerak.

IV. SIFAT BIAKAN


Medium selektif untuk penanaman kuman ini adalah Pseudomonas agar atau
selenite agar. Selain itu, bakteri ini juga dapat tumbuh pada pembenihan yang dipakai
untuk isolasi kuman Enterobacteriaaceae dan kuman Vibrio, serta mempunyai
kemampuan untuk mentolerir keadaan alkalis. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa
sukrosa terdapat lapisan lendir polisakarida ekstraseluler.

48
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh dengan
mudah pada banyak jenis medium biakan, kadang menghasilkan bau manis atau seperti
anggur atau seperti jagung. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni bulat halus
dengan warna fluoresensi kehijauan. Walaupun Pseudomonas merupakan kuman aerob,
tetapi kuman ini dapat mempergunakan nitrat dan arginin sebagai aseptor electron dalam
tumbuh secara anaerob. Suhu pertumbuhan optimum ialah 350 C, tetapi dapat juga
tumbuh pada suhu 420C.
Beberapa strain menyebabkan hemolisis darah. Hasil isolasi bahan klinik sering
memberikan beta hemolisis pada agar darah. Pada Mac Concey koloni berwarna merah
kehijauan, dan pada endo agar, tidak Nampak warna pigmennya (tetap berwarna pink).
Pada media biasa, secara makroskopis, koloni kuman ini berbentuk koloni besar tidak
beraturan, abu – abu gelap dan terlihat adanya untaian pada tepinya.
Bakteri ini juga sering menghasilkan pigmen piosianin, pigmen kebiru-biruan
yang tidak berfluoresensi, serta larut dalam kloroform, yang berdifusi kedalam agar.
Spesies Pseudomonas yang lain tdak menghasilkan piosianin melainkan menghasilkan
pigmen fenzin. Banyak strain Pseudomonas aeruginosa juga memproduksi pigmen
pioverdin yang befluoresensi, yang memberikan warna kehijauan pada agar.
Beberapa strain menghasilkan pigmen piorubin yang berwarna merah gelap atau
pigmen piomelanin yang berwarna hitam. Selain itu P.aeruginosa juga menghasilkan
pigmen fluoresens, yaitu suatu pigmen ynag larut dalam air, sementara strain lan
menghasilkan pigmen merah.

V. SIFAT FATOGENITAS
Pseudomonas aeruginosa bersifat patogenik hanya bila terpajan pada daerah
yang tidak terdapat pertahanan tubuh normal, misalnya apabila membran mukosa dan
kulit rusak akibat kerusakan jaringan langsung, jika digunakan kateter intravena atau
urine atau jika terdapat neutropenia, seperti pada penyakit kanker yang diberikan
kemoterapi. Bakteri ini menempel dan membentuk koloni pada membran mukosa atau
kulit, menginvasi secara lokal, dan menyebabkan penyakit sistemik.
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal
dan menimbulkan penyakit ialah :
 Pili, yang melekat dan merusak membran basalis sel
 Polisakarida simpai, yang meningkatkan perlekatan pada jaringan tetapi
tidak menekan fagositosis.
 Suatu hemolisin yang memiliki aktivitas fosfolipasa
  Kolagenasa dan elastasa dan flagel untuk membantu pergerakan.
 Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah :
 LPS mirip dengan yang ada pada Enterobacteriaceae
  Eksotoksin A, suatu transferasa ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri
yang menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis di dalam
hati
  Eksotoksin S yang juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang mampu
menghambat sintesis protein eukariota.
Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel
inang menentukan kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan.
Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain
menyebabkan gejala sepsis dan syok septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein
eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun
struktur kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis pemindahan sebagian ADP-ribosil
dari NAD kepada EF-2. Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis
protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler,
seperti elastase dan protease mempunyai efek hidrotoksik dan mempermudah invasi
organisme ini ke dalam pembuluh darah.

49
Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia,
termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Piosianin merusak
silia dan sel mukosa pada saluran pernafasan. Lipopolisakarida mempunyai peranan
penting sebagai penyebab timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis, dan
leukopenia, koagulasi intravaskular diseminata, dan sindroma gagal pernafasan pada
orang dewasa.
Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III. Secara
signifikan lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut.
Sistem sekresi tipe III adalah sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari
sekitar 30 protein yang terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri,
berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam
sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibodi.

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Pseudomonas aeruginosa memiliki 2 macam antigen yaitu antigen-H dan antigen-
O dan paling sedikit ada 7 tipe antigen Pseudomonas aeruginosa yang telah ditetepkan.
Lipopolisakarida menentukan kekhususan antigen. Vaksin dari tipe-tipe ini yang
diberikan pada penderita ‘’high-risk’’ akan memberikan perlindungan terhadap sepsis
Pseudomonas 10 hari kemudian. Pengobatan seperti ini diberikan pada kasus-kasus
leukemia, luka bakar, fibrosis kristik dan penekanan immune.
Fili ( fimbria ) menjulur dari pemukaan sel dan membantu pelekatan pada sel
epitel pejamu. Eksopolisakarida merupakan komponen yang menyebabkan terlihatnya
koloni mukoid pada biakan pasien fibrosis kistik. Lipopolisakarida, yang ada dalam
berbagai immunotype, bertanggung jawab untuk kebanyakan sifat endotoksik organisme.
Pseudomonas aeuginosa dapat dibedakan jenisnya berdasarkan pada immunotype
lipopolisakarida dan kerentanannya terhadap piosin ( bakterisin ). Sebagian besar isolat
Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari infeksi klinis menghasilkan enzim
ekstraseluller, termasuk elastase, protease , dan dua hemolisin : fosfolipase C tidak tahan
panas dan glikolipid tahan panas.
Banyak strain Pseudomonas aeruginosa menghasilkan eksotoksin A, yang
menyebabkan nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang jika disuntikkan dalam
bentuk murni. Toksin tersebut menghambat sintesis protein melalui suatu difteri,
walaupun struktur kedua toksin tersebut tidak sama. Antitoksin terhadap eksotoksin A
ditemukan pada beberapa serum manusia, termasuk pasien yang telah sembuh dari
infeksi berat Pseudomonas aeruginosa.
Toksin merupakan zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme,
biasanya dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skala molekul. Sedangkan
bakteriosin merupakan komponen mikroba dengan berat molekul rendah yang
membatasi pertumbuhan bakteri patogen. Bakteriosin yang diproduksi bakteri gram
negatif mempunyai aktivitas dan spektrum yang luas dibanding bakteriosin yang
dihasilkan bakteri gram positif. Produk ekstraseluler yang dihasilkan berupa enzim-
enzim, yaitu elastase, protease, dan dua hemolisin, fosfolipase C yang tidak tahan panas,
phenazine dan rhamnolipid.

VII. EPIDEMIOLOGI
P. aerugonisa terdapat di tanah dan air, dan pada ±10% orang merupakan flora
normal di kolon (usus besar). Dapat dijumpai pada daerah lembab di kulit dan dapat
membentuk koloni pada saluran pernapasan  bagian atas pasien-pasien rumah sakit.
P. aerugonisa dapat dijumpai  di banyak tempat di rumah sakit, disinfektan, alat
bantu pernapasan, makanan, saluran pembuangan air, dan kain pel merupakan beberapa
contoh resevoir. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat, nyamuk, dsb) yang telah
tercemar. Pseudomonas aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan
anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan.
Suatu penelitian di unit perawatan intensif neonatus menyatakan bahwa    P. aerugonisa

50
paling sering membentuk koloni di saluran pernapasan dan saluran cerna. Hal ini
terutama dijumpai pada bayi prematur oleh karena pH lambung sering tinggi sehingga
mendukung pertumbuhan bakteri. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien lewat tangan
karyawan rumah sakit, melalui kontak langsung dengan reservoir, atau lewat pencernaan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
P. aerugonisa  menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi
pernapasan , cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk
bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan
berjangkitnya infeksi nosokomial. Suatu penelitian di AS membuktikan bawa dari 414
pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi didapati 9,4% infeksi saluran napas atas
dan bawah serta infeksi lewat aliran darah, dan pada 66,7% dari infeksi tersebut didapati
P. aerugonisa sesudah dilakukan kultur.Karena merupakan patogen nosokomial maka
metode untuk mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk patogen nosokomial
lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh subur dalam lingkungan yang basah menuntut
perhatian khusus pada bak cuci, bak air, pancuran, bak air panas, dan daerah basah yang
lain. Untuk mencegah terkontaminasinya kolam renang umum, dilakukan klorinasi
terhadap air kolam renang, menghindari lantai kolam renang yang kasar untuk
mengurangi gesekan pada kulit, dan membersihkan lantai kolam renang beserta saluran
air menggunakan senyawa ammonium quaternium diikuti penggunaan ozone untuk
memecah biofilm.
Untuk tujuan epidemiologi, strain dapat ditentukan tipenya berdasarkan kepekaan
terhadap piosin dan imunotipe lipopolisakaridanya. Vaksin dari jenis yang tepat yang
diberikan pada penderita dengan risiko tinggi akan memberikan perlindungan sebagian
terhadap spesies Pseudomonas. Terapi semacam itu telah digunakan secara ekperimental
pada penderita leukimia, luka bakar, fibrosis kistik, dan imunosupresi.

VIII. IMUNITAS
Respons imun terhadap bakteri bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan
mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh
neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram
negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil
aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan
kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit.
Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk
memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi
neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi,
akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah
akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein fase akut.

IX. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Biakan merupakan tes spesifik untuk diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Bakteri batang gram negatif nonfermenter mudah tumbuh pada media isolasi primer
rutin dan mudah diisolasidari spesimen klinik atau lingkungan rumah sakit. Biasanya
diisolasi pada media agar pepton dengan atau tanpa penambahan 5% darah domba atau
kelinci, meskipun media yang diperkaya darah tidak menjadi dasar untuk isolasi bakteri
ini. Selain agar darah, untuk isolasi primer digunakan salah satu media diferensial,
misalnya agar MacConkey atau eosinmetlrylene blue. Pada media diferensial tersebut
Pseudomonas aeruginosa tumbuh sebagai koloni yang tidak memfermentasi laktosa
(tidak berwarna). Media isolasi primer biasanya diinkubasi pada 35° C atau 37°C. Media
mengandung cetrimide, irgasan, C-390, sodium lauroyl sarcosine, atau senyawa yang
sama, digunakan untuk isolasi selektif.
Prosedur skrining untuk membedakan Pseudomonas aeruginosa dari genus yang
sama dan spesies nonfermenter lainnya adalah bau, pigmentasi, morfologi koloni, reaksi

51
pada pewarnaan Gram,morfologi fagel, bentuk penggunaan glukosa, produksihidrogen
sulfida, arginin dihidrolase clan indofenol oksidase, pertumbuhan pada 42°C, clan proses
oksidasi glukosa, xylosa, laktosa, dan maltosa pada media basal oxidative fermentative
(OF). 
Lebih kurang 15% dari seluruh gram negatif yang diisolasi dari spesimen klinik
adalah nonfermenter, dan lebih kurang 70% dari isolat tersebut adalah Pseudomonas
aeruginosa piosianogenik. Untuk membedakan dari isolat lainnya, diperlukan metode
identifikasi tambahan. Uji serologik, bactertophage, pola bakteriosin, profil plasmid, dan
profil enzim telah digunakan sebagai penanda epidemiologik atau sarana penelitisn untuk
identifikasi Pseudomonas aeruginosa. Antibodi monoklonaldan hibridisasi DNA juga
telah digunakan untuk identifikasi.
Spesimen diambil dari lesi kulit, urin, pus, darah,cairan spinal, dan sputum.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan pewarnaan gram dan pembuatan sediaan apus untuk
melihat morfologi kuman .
Pseudomonas aeruginosa dapat mencairkan gelatin dan tidak membentuk H2S,
Indol negative ( - ) dan kadang – kadang dapat terjadi false indole positive ( + ) hal ini
dikarenakan pemakaian reagen erlich yang dapat memecah urea, TSIA K/K, motil positif
( + ), Simon Citrate positif ( + ), glukosa positif ( + ), dan maltosa negatif (-).

X. CARA PENCEGAHAN,PENGAWASAN DAN PENGOBATAN


a. Pencegahan
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di dunia dan terdapat di tanah,
sampah, air, dan udara. Penyebaran dari pseudomonas akan meluas jika cara
kerja yang ceroboh, pencucian tangan yang tidak yang sempurna, cara pemakaian
desinfektan, kateter, serta alat – alat pernafasan yang kurang disterilkan dengan
baik.
Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen nosokomial dan metode
untuk mengontrol infeksinya sama dengan metode yang digunakan pada
pathogen nosokomial lainnya. Karena pseudomonas tumbuh subur pada
lingkungan basah, perhatian khusus harus ditujukan pada kasus tenggelam, bak
cuci, shower, bak air panas, dll.
Vaksin dari jenis yang tepat diberikan pada pasien beresiko tinggi dapat
memberikan perlindungan pada sepsis pseudomonas. Terapi seperti ini telah
digunakan pada penderita leukemia, lika bakar, kistik fibrosis, dan imuno sukresi.
b. Pengawasan
Penyebaran dari Pseudomonas akan meluas bila cara kerja ceroboh, juga
pencucian tangan yang tidak sempurna, desinfektan dan cara pemakaian kateter
dan alat-alat pernapasan yang kurang disterilkan dengan baik. Typing dari strains
penting untuk mengetahui sumber infeksi dan untuk mencegah penyebarannya.
c. Pengobatan
Infeksi Pseudomonas aeruginosa yang berat secara klinis tidak boleh
diobati dengan terapi obat tunggal karena bakterinya dapat dengan cepat menjadi
resisten jika diberikan obat tunggal. Penisilin yang aktif melawan P.aeruginosa –
tikarsillin atau piperasillin – digunakan dalam kombinasi dengan aminoglikosida,
biasanya tobramisin.
Obat lainnya yang aktif melawan P.aeruginosa meliputi aztreonam,
imipenem, dan yang golongan kuinolon yang baru seperti siprofloksasin.
Golongan sefalosporin yang baru, seperti sefoperazon dan seftazidim, digunakan
sebagai terapi primer infeksi P.aeruginosa.
Pola sensitifitas P.aeruginosa berfariasi secara geografis dan uji
sensitifitas harus dilakukan sebagai penunjang dalam memilih terapi antimikroba.
Kebanyakan antimikroba tidak efektif terhadap pseudomonas. Kebanyakan dari
strai organisme ini peka terhadap amikasin, gentamisin, tobramisin, dan polistin.

52
Kepekaan ini terus berkembang terutama pada pengobatan yang lama.
Kira – kira 50% sensitive terhadap karbenisol. Karbenisilin dan gentamisin
invivo bekerja sinergistik. Vaksin heptavalent ( pseudogen ) telah dikembangkan
dan efektif pada luka bakar.

53
Proteus mirabilis

I. GAMBARAN UMUM PROTEUS MIRABILIS


Proteus mirabilis adalah bakteri gram negatif, fakultatif anaerob, berbentuk batang, serta
memiliki peritrichous flagela. Proteus mirabilis adalah bakteri yang sering ditemukan di dalam
tanah, air, dan flora normal pada saluran usus dari beberapa mamalia. Proteus mirabilis
mempunyai  beberapa faktor virulensi, yaitu fimbria atau pili, hemolisin, flagella, immunoglobulin
A protease,  deaminase serta urease. Adapun lima fimbria pada Proteus mirabilis antara lain
mannose resistant Proteus (MRP), uroepithelial cell adhesin (UCA), P.mirabilis fimbriae (PMF),
ambient temperature fimbriae (ATF) dan P.mirabilis P-like pili (PMP). Secara klinis, P. mirabilis
paling dikenal karena kemampuannya untuk membentuk batu dalam kandung kemih dan ginjal
serta kemampuannya untuk membentuk biofilm kristal pada permukaan luar dan dalam lumen
berdiamnya kateter kemih. Bakteri ini dapat menimbulkan komplikasi antara lain pyelonephritis
akut dan kronik, cystitis, pembentukan batu di ginjal dan vesika urinaria. Ketika ditumbuhkan pada
media agar keras, Proteus membentuk pola spektakuler cincin konsentris atau spiral,
berdiferensiasi menjadi sangat motil, hyperflagella, multinukleus.
ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran
kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di vesika urinaria dengan
jumlah bakteriuria yang bermakna. Hal ini lebih sering terjadi pada kucing dan anjing
betina, karena saluran kemih pendek dan otot sphincter lemah. Umumnya, kucing lebih
rentan terhadap ISK daripada anjing. Infeksi saluran kemih pada hewan seperti kucing dan
anjing terutama disebabkan oleh bakteri, Escherichia coli. Agen penyebab lainnya adalah
Proteus mirabilis, Pseudomonas, Enterococcus, dan Klebsiella. Tumor kandung kemih,
kanker kandung kemih dan kelainan pada saluran kemih dapat meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih. Batu ginjal menyebabkan penyumbatan saluran kemih, yang menyebabkan
infeksi. P.mirabilis menyebabkan ISK yang terjadi pada pasien dengan abnormalitas
fungsional atau anatomi saluran urin dan pemakaian kateter. ISK pada kucing dan anjing
dikaitkan dengan pakan. Makanan hewan peliharaan kering mungkin terkontaminasi
dengan bakteri, yang dapat menyebabkan infeksi. Penyimpanan makanan tidak memadai
dan praktek pemberian makan yang tidak sehat dapat menyebabkan multiplikasi E. coli.
Proteus mirabilis  merupakan salah satu penyebab terpenting ISK. ISK yang disebabkan
oleh bakteri ini bersifat persisten, sulit diterapi, dan dapat berakibat fatal. Diagnosis ISK
pada hewan didasarkan pada kultur urin bakteri, urinalisis termasuk penilaian sedimentasi
(jumlah sel darah merah dan sel darah putih) dan gejala klinis seperti disuria, hematuria,
dan pollakiuria.
Gejala infeksi saluran kemih ada dua jenis, infeksi saluran kemih bagian atas dan
infeksi saluran kemih bagian bawah. Infeksi saluran kemih bagian atas menyebabkan gejala
seperti muntah, penurunan berat badan dan anoreksia. Tanda-tanda dan gejala infeksi
saluran kemih bagian bawah yang berhubungan dengan kelainan pada buang air kecil.
Frekuensi buang air kecil meningkat. Urin yang keruh dan berbau busuk. Mungkin ada
darah dalam urin (hematuria).

54
II. TAKSONOMI PROTEUS MIRABILIS
Kingdom      :  Bacteria
Phylum         :  Proteobacteria
Class             :  Gamma Proteobacteria
Order            :  Enterobacteriales
Family          :  Enterobacteriaceae
Genus           :  Proteus
Species         :  Proteus mirabilis

III. SIFAT MORFOLOGI PROTEUS MIRABILIS


Proteus spp. termasuk dalam famili enterobakteriaceae, bakteri bentuk batang, gram
negatif, tidak berspora, tidak berkapsul, flagel peritrik, ada yang cocobacilli, polymorph,
berpasangan atau membentuk rantai, kuman ini berukuran 0,4-0,8 x 1.0-0,3 mm. Bakteri
proteus sp. Termasuk dalam bakteri  non fruktosa fermenter, bersifat fakultatif
aerobe/anaerob.

IV. SIFAT BIAKAN PROTEUS MIRABILIS


Merupakan bakteri aerob/anaerob fakultatif. Mengeluarkan bau khas dan swarming
pada media BAP. Proteus sp. Menunjukan pertumbuhan yang menyebar pada susu 37o c.
Proteus sp. membentuk asam dan gas dari glukosa, sifatnya khas antara lain mengubah
fenil alanin menjadi asam fenil alanin pirufat atau PAD dan menghidrolisa urea dangan
cepat karena adanya enzim urase pada TSIA bersifat alkali asam dengan membentuk H 2s.
Proteus sp. disebut juga bakteri proteolitik karena bakteri ini ini dapat menguraikan dan
dapat memecah protein secara aerob / anaerob sehingga menghasilkan komponen berbau
busuk seperti hidrogen, sulfid, amin, indol, dan asam lemak.
Proteus dapat menghidrolisis urea menjado CO3 dan NH3 serta melepas amoniak.
Culturil dan Biokimia tumbuh mudah pada media biasa tanpa bahan penghambat, dalam
situasi aerob atau anaerob pada suhu 10 -43 oC. SSA (salmonella shigella agar), koloni
trasparan warna abu-abu – kehitaman ditengah. BAP (Blood Agar Plate), koloni kecil-
sedang, abu-abu, smooth, keping, ada yang menjalar dan ada yang tidak menjalar,
anhaemolisis. Mac Conkey Agar Plate, koloni sedang besar, tidak berwarna atau merah
muda, non lactose fermented, smoot menjalar atu tidak, kalau menjalar permukaan koloni
rought(kasar).
Sifat – sifat umum genus proteus: Tes positif : Motility, phenilanine atau trypthopan
deaminase, methyl red tesTes negatif  : ONPG, fermentasi laktose, Voges-proskauer, lysin,
dekarboxylase, arginine, dihidrolisa, malonate broth. Tes kepekaan terhadap polymixin
atau colistin: Resisten.

V. SIFAT PATOGENITAS PROTEUS MIRABILIS


Proteus sp. termasuk kuman patogen, menyebabkan infeksi saluran kemih atau
kelainan bernanah seperta abses, infeksi luka. Proteus sp. Ditemukan sebagai penyebab
diare pada anak anak dan menimbulkan infeksi pada manusia.

VI. STRUKTUR ANTIGEN PROTEUS MIRABILIS


Pada tingkat spesies, indole dianggap terpercaya, seperti yang positif bagi P.
vulgaris, tetapi negatif untuk P. mirabilis. Kebanyakan strain menghasilkan enzim urease

55
kuat, yang dengan cepat menghidrolisis urea menjadi amonia dan karbon monoksida;
pengecualian beberapa strain Providencia. Spesies dapat motil, dan memiliki karakteristik
"berkerumun" pola. Mendasari perilaku ini somatik O dan flagellar H antigen, sehingga
bernama berdasarkan klasifikasi Kauffman-White. Sistem ini didasarkan pada pengamatan
bersejarah Edmund Weil (1879-1922) dan Arthur Felix (1887-1956) dari film permukaan
tipis diproduksi oleh strain Proteus flagellated agar-tumbuh, sebuah film yang menyerupai
kabut yang dihasilkan oleh napas atas kaca. Flagellated (berkerumun, motil) varian karena
ditunjuk bentuk H (Jerman Hauch, untuk film, secara harfiah napas atau kabut);
nonflagellated (nonswarming, nonmotile) varian tumbuh koloni terisolasi dan kurang film
permukaan yang ditunjuk sebagai bentuk O (ohne Jerman Hauch, tanpa film [yaitu, tanpa
film permukaan tetesan kabut]).
Dinding sel O-antigen dari strain tertentu Proteus, seperti OX-2, OX-19, OX-k,
crossreact dengan beberapa spesies Rickettsiae. Proteus ini antigen dapat digunakan di
laboratorium untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap anggota Rickettsiae tertentu
dalam serum pasien. Tes ini disebut reaksi Weil-Felix setelah penciptanya.

VII. EPIDEMIOLOGI PROTEUS MIRABILIS


Proteus mirabilis menyebabkan 90% dari infeksi Proteus. Sebuah komplikasi umum
dalam perawatan pasien yang menjalani jangka panjang kateterisasi kandung kemih adalah
kerak berulang dan penyumbatan kateter. Masalahnya berasal dari infeksi oleh Proteus
mirabilis sel-sel bakteri ini menjajah permukaan kateter, membentuk komunitas biofilm
tertanam dalam matriks polisakarida. Enzim urease bakteri menghasilkan amonia dan
meningkatkan pH urin dan biofilm. Dengan kondisi tersebut, struvite (magnesium
amonium fosfat) dan apatit (kalsium fosfat) terbentuk dan menjadi terperangkap dalam
matriks organik yang mengelilingi sel-sel. Semakin berkembangnya kristal biofilm ini
benar-benar blok lumen kateter, menghalangi aliran urin dan menyebabkan baik
inkontinensia karena kebocoran atau distensi menyakitkan kandung kemih karena retensi
urin. Bakteriuria pasti berhubungan dengan kerak, sehingga retensi dan vesiko-ureter
refluks dapat menginduksi infeksi ascending berpuncak pada episode pielonefritis,
septikemia, dan syok. Semua jenis yang tersedia saat ini dari Foley kateter rentan terhadap
kerak, dan saat ini, tidak ada prosedur yang efektif untuk mengendalikan masalah.
Meskipun signifikansi klinis infeksi dan terjadinya wabah di rumah sakit dan panti
jompo, penelitian sebelumnya belum meneliti epidemiologi molekuler P. infeksi mirabilis
terkait kateter..
Karakteristik terkenal proteus mirabilis adalah kemampuannya untuk berkerumun di
permukaan media agar. Beberapa tahun yang lalu, Dienes dijelaskan tes untuk diskriminasi
antara strain spesies ini berdasarkan penghambatan saling strain yang berbeda karena
mereka mengerubuti terhadap satu sama lain di piring. Jika strain yang berbeda, garis yang
jelas akan membentuk sebagai front swarming saling tolak. Jika strain terkait, tidak ada
tolakan bersama, front berkerumun menggabungkan, dan tidak ada garis demarkasi
berkembang. tes sederhana ini dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan
apakah isolat yang sama atau berbeda.

VIII. IMUNITAS PROTEUS MIRABILIS


Bakteri berbentuk batang ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan tingkat
tinggi urease, yang menghidrolisis urea menjadi amonia (NH3), sehingga membuat urin
lebih basa. Jika tidak diobati, alkalinitas meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal
struvite, kalsium karbonat, dan / atau apatit, yang dapat mengakibatkan batu ginjal. Bakteri
dapat ditemukan di seluruh batu, dan bakteri ini bersembunyi di batu ginjal dapat memulai
kembali infeksi setelah pengobatan antibiotik. Setelah batu berkembang, dari waktu ke
waktu mereka dapat tumbuh cukup besar untuk menyebabkan obstruksi dan gagal ginjal.
spesies Proteus juga dapat menyebabkan infeksi luka, septicemia, dan pneumonia, terutama
pada pasien yang dirawat. Pengobatan Proteus mirabilis umumnya rentan terhadap
antibiotik paling terlepas dari tetrasiklin dan nitrofurantoin, tetapi 10-20% dari Proteus

56
mirabilis strain juga resisten terhadap sefalosporin generasi pertama dan ampisilin.
Karakteristik proteus mirabilis dapat menggunakan urea. Hal ini dapat menghasilkan
gas hidrogen sulfida, dan membentuk film yang jelas pada media pertumbuhan. Hal ini
motil, memiliki flagella peritrichous, dan dikenal karena kemampuannya mengerumuni nya.
Hal ini umumnya ditemukan di saluran usus manusia. Proteus mirabilis tidak patogen pada
marmut atau ayam. Yang perlu diperhatikan adalah kemampuan spesies ini untuk
menghambat pertumbuhan strain yang tidak terkait, sehingga garis makroskopik terlihat dari
pertumbuhan bakteri berkurang di mana dua strain berkerumun berpotongan. baris ini diberi
nama garis Dienes setelah penemunya Louis Diena.

IX. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PROTEUS MIRABILIS


Pertama menyiapkan alat dan bahan
Alat :
Inkubator, korek api, lampu spirtus, ose bulat dan ose tusuk, rak tabung reaksi, tabung
reaksi, spidol permanent.
Bahan :
Alkohol 70%, kertas label, media selektif (SS dan Mac Conkey), media
uji biokimia : gula-gula cair (glukosa, laktosa, manitol, dan sukrosa), MR,
VP, SIM, TSIA, SC, dan Urease, reagensia untuk uji biokmia (Alpha naphtol,
Kovack, KOH 40%, reagen Methyl Red)
Cara kerja :
Hari I
1. Siapkan sampel yang akan dilakukan
2. Lakukan penanaman sampel pada media MC menggunakan metode
gores (streak plate)
3. Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam
Hari II
1. Amati pertumbuhan koloni pada media MC
2. Apabila tumbuh lakukan penanaman pada Uji Biokimia
3. Inkubasi selama 24 jam suhu 37oC
Hari III
1. Amati pertumbuhan pada uji Biokimi

X. CARA PENCEGAHAN, PENGAWASAN, DAN PENGOBATAN PROTEUS MIRABILIS


Infeksi Proteus mirabilis dapat diobati dengan sebagian besar jenis penisilin atau
sefalosporin kecuali untuk kasus tertentu. Tidak cocok bila digunakan nitrofurantoin atau
tetrasiklin karena dapat meningkatkan resistensi terhadap ampisilin, trimetoprim, dan
siprofloksin. Jika terbentuk batu/kristal, dokter bedah harus menghilangkan blokade ini
dahulu.
Infeksi saluran kencing yang disebabkan oleh Proteus mirabilis juga seringkali
terjadi pada pria dan wanita yang melakukan hubungan seksual tanpa pengaman. Oleh
karena itu untuk mencegah ada nya bakteri proteus mirabilis harus menjaga kebersihan
agar terhindar dari bakteri proteus mirabilis.

57
BAKTERI VIBRIO CHOLERAE
A. Gambaran umum bakteri vibrio cholerae
Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae dan
merupakan bagian dari genus Vibrio.1 Vibrio cholerae pertama kali diisolasi sebagai
penyebab penyakit kolera oleh seorang ahli anatomi Italia, Fillipo Pacini pada tahun 1854. 1
Akan tetapi penemuannya tersebut tidak terlalu dikenal oleh dunia. Lalu pada tahun 1884,
melalui penelitian Robert Koch dunia mengenal bakteri ini. Vibrio cholerae banyak
ditemukan pada permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman
Vibrio cholerae, oleh karena itu penularan penyakit kolera dapat melalui air, makanan, dan
sanitasi yang buruk.
Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang bengkok seperti
koma dengan ukuran panjang 2-4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya “kommabacillus”. 2
Akan tetapi bila biakan diperpanjang maka kuman ini bisa menjadi batang lurus yang mirip
dengan bakteri enterik gram negative. Kuman ini dapat bergerak secara aktif karena
mempunyai satu buah flagela polar yang halus (monotrik). Kuman ini tidak dapat
membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung (convex), halus dan bulat
yang keruh (opaque) dan bergranul bila disinari.

Gambar 1
Bakteri vibrio cholerae
Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk
pertumbuhan pada suhu 18-370C.2 Dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media
tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan
nitrogen, salah satunya V. cholerae dapat tumbuh baik pada agar Thiosulfat-citrate-bile-
sucrose (TCBS) yang menghasilkan koloni berwarna kuning dan pada media Telurite-
taurocholate-gelatin-agar (TTGA).

58
Gambar 2. Vibrio cholerae pada media TCBS selama 18 jam pada suhu 370C menghasilkan koloni
berwarna kuning karena V. cholerae meragi sukrosa.

Vibrio cholerae dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi yaitu 8,5-9,5 dan sangat cepat
mati oleh asam.2 Pertumbuhan sanngat baik pada pH 7,0. Karenanya pembiakan pada media yang
mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan cepat mati. Selain itu Vibrio cholerae dapat
meragi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas, tetapi tidak meragi arabinosa. Kuman ini juga
dapat meragi nitrit. Ciri khas lain yang membedakan dari bakteri gram negativ lain yang tumbuh
pada agar darah adalah pada tes oksidasi hasilnya positif.

B. Taksonomi bakteri vibrio cholera

- Kingdom : Eubacteria
- Divisi : Bacteri
- Class : Schizomycetes
- Ordo : Eubacteriales
- family : Vibrionaceae
- Genus : Vibrio
- Spesies :      
a. Vibro anguillarum                  
b. Vibrio vulnificus
c. Vibrio salmonicida                
d. Vibrio alginolyticus                
e. Vibrio cholera                      
f. Vibrio parahaemolyticus         
     
C. Sifat morfologi dan identifikasi
        Ciri – ciri Organisme : pada isolasi pertama, V cholera berbentuk koma, batang kurva
dengan panjang 2 – 4 um. Organisme ini motil aktif dikarenakan memiliki flagela polar.
Pada biakkan yang diperpanjang, vibrio bisa menjadi batang yang lurus yang mirip dengan
bakteri enterik gram negatif.

Vibrio cholerae. Pewarnaan gram dari biakkan air pepton alkali. V.cholerae Gram negatif
yang berbentuk koma. Tampilan yang khas ini dapat membantu menegakkan diagnosis
presumtif dari kolera
a. Vibrio Anguillarum
Mempunyai ciri-ciri warna putih kekuning-kuningan, bulat, menonjol dan berkilau.
Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa,
laktosa, sellobiosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan methyl red dan H2S negatif.
b. Vibrio alginolyticus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, diameter 3-5 mm. Karakteristik biokimia adalah
mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S, glukosa, laktosa, dan
manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, galaktosa negatif.
c. Vibrio cholera

59
Mempunyai ciri-ciri yaitu berwarna kuning, datar, diameter 2-3 mm, warna media berubah
menjadi kuning. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase,
oksidase, methyl red dan H2S, glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan
sellobiosa, fruktosa, bersifat negatif. Vibrio cholera menimbulkan penyakit cholera asiatica.
Masa inkubasi dari 5 jam sampai beberapa hari.
d. Vibrio salmonicida
Mempunyai ciri-ciri berwarna bening, diameter < 1 mm, bulat, menonjol dan utuh.
Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa
positif. Sedangkan methyl red, H2S, laktosa, galaktosa, manitol, sellobiosa, fruktosa, bersifat
negatif.
e. Vibrio vulnificus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 2-3 mm. Karakteristik biokimia
adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa,
sellobiosa, fruktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan, laktosa bersifat negatif.
Vibrio vulnificus dapat menyebabkan infeksi luka parah, bekteremia, dan mungkin
gastroenteritis. Bakteremia dengan infeksi yang tidak focus terjadi pada orang yang
memakan tiram yang terinfeksi dan orang yang gemar minum alcohol atau berpenyakit hati.
Luka bisa menjadi terinfeksi pada orang normal atau yang imunokompromistik yang
berhubungan dengan air dimana bakteri terdapat. Proses infeksi seringkali terjadi dengan
cepat, dengan perkembangan penyakit yang parah. Sekitar 50% pasien dengan bakteremia
meninggal.
f. Vibrio parahaemolyticus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 3- 5 mm, dipusat koloni berwarna
hijau tua. Karak-teristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase,
glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, methyl red
dan H2S bersifat negatif.
Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri halofilik Gram negatif, yang menyebabkan
gastroenteritis akut sebagai akibat makan makanan seafood yang terkontaminasi seperti ikan
mentah atau kerang. Setelah periode inkubasi selama 12 – 24 jam, terjadi mual dan muntah,
kram perut, demam dan diare air dan darah. Lekosit pada feces sering terlihat. Enteritis
cenderung sembuh sendiri dalam 1 – 4 hari tanpa pengobatan, selain restorasi air dan
keseimbangan elektrolit. Enterotoksin yang di isolasi dari organisme. Bakteri ini tumbuh
pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C,pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99.
B. Kultur : V cholerae menghasilkan koloni yag cembung, halus dan bulat yang keruh
( opaque ) dan bergranul bila disinari. V cholerae dan kebanyakan vibrio lain tumbuh dengan
baik pada suhu 370 C pada berbagai jenis media,  termasuk media tertentu yang mengandung
garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. V cholerae tumbuh
dengan baik pada agar thiosulfate-citrate-bile-sukrose ( TCBS ), yang menghasilkan koloni
berwarna kuning. Vibrio adalah oksidase positif, yang membedakan mereka dari bakteri
enterik gram negatif yang tumbuh pada agar darah. Ciri yang khas, vibrio tumbuh pada ph
yang sangat tinggi ( 8,5 – 9,5 ) dan sangat cepat mati oleh asam. Karenanya pembiakkan
pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan cepat mati.
Di wilayah dimana kolera menjadi endemik, mengkultur langsung tinja pada media selektif
seperti TCBS, dan media yang diperkaya seperti air peptone alkalin adalah sesuai. Namun
kultur rutin pada media spesial seperti TCBS umumnya tidak diperlukan pada wilayah
dimana kolera jarang terjadi.  

60
Vibrio Cholera pada media TCBS

Sifat pertumbuhan : V choerae biasanya memfermentasi sukrosa dan manosa tetapi tidak arabinosa.
Tes oksidase positif merupakan langkah kunci dalam identifikasi awal dari V cholerae dan vibrio
lainnya. Spesies vibrio sensitif terhadap campuran O/129 ( 2,4 - diamino - 6,7 – diisopropylpteridine
phosphate ), yang membedakan mereka dari spesies aeromonas, yang resistan terhadap O/129.
Sebagian besar spesies vibrio adalah halototerant, dan NaCl untuk pertumbuhan. Perbedaan yang
lain antara vibrio dengan aeromonas adalah bahwa vibrio dapat tumbuh pada media yang
mengandung 6 % NaCl dimana aeromonas tidak.

D. Sifat biakan
A. Media Pembiakan
Media selektif pada identifikasi Vibrio adalah TCBS . untuk setiap spesies memiliki ciri masing-
masing dalam pertumbuhannya. Selain TCBS, media selektif yang sering digunaka adalah Aronson
agar, dan Monsur agar. Berdasarkan pengamatan visual terhadap bakteri pathogen spesies Vibrio,
maka bakteri ini dapat dibedakan berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran koloni yang tumbuh pada
media TCBS agar setelah masa inkubasi 24 - 48 jam pada suhu kamar (30°C). TCBS adalah media
yang lebih dianjurkan untuk kultur tinja, dimana sebagian besar galur menghasilkan koloni-koloni
yang berwarna biru-hijau (sukrosa negatif). (Jawetz, dkk. 2005).

Gambar 1. Vibrio cholerae dengan pengecatan gram

Sifat Biakan Pada media TCBS Vibrio cholerae membentuk koloni yang konvek , halus dan
bulat ,berwarna kuning. Bersifat aerobe dan tumbuh pada media sederhana(biasa). pH
optimum 7.8-8.0 dan tumbuh subur pada pH 9.2, tetapi mati dengan cepat oleh asam. Oleh
karena itu , biakan yang mengandung karbohidrat yang dapat diragikan dengan cepat

61
menjadi steril. pH alkalis dimaksudkan agar kuman-kuman enterik yang lain tidak dapat
tumbuh. Suhu optimum 37.5⁰C

Gambar 2. Koloni Vibrio cholerae pada media TCBS Media Pembiakan


1.Media Transport
Fungsinya melindungi mikroorganisme supaya tetap hidup apabila pemeriksaan terpaksa
ditunda. Digunakan untuk penerimaan terpaksa bakteriologi yang menggunakan swab.
Contoh sampel: rectal swab, swab tenggorokan, pus (luka/ genitalia)
Media Carry and Blair

Gambar 3.Media Carry and blair

Komposisi :
Sodium thioglycollate 1.5gram
Dinatrium fosfat 1.1gram
Natrium klorida 5gram
Agar 5gram
Kalsium klorida (1%) 10ml
Aquades 990 ml

Cara pembuatan :
1. Larutkan 1.5gram Sodium thioglycollate,1.1gram dinatrium fosfat, 5gram natrium
klorida dan 5 gram agar-agar dalam 990 ml aquades
2. Masukkan dalam erlenmeyer,tutup erlenmeyer dengan kapas
3. Masukkan dalam waterbath
4. Dinginkan sampai suhu ± 50⁰C dan tambahkan 10 ml larutan kalsium klorida 1%.
5. Ukur pH dengan kertas pH, sesuaikan pH 8.4.
6. Tuang dalam tabung reaksi sebanyak 7-10 ml
7. Sumbat mulut tabung dengan kapas
8. Sterilkan pada alat autoclave 121⁰C selama 15 menit.

2.Media penyubur
Media yang menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu karena mengandung
bahan-bahan tambahan ataupun bahan penghambat yang menekan tumbuhnya kompetitor.
Jenis media ini juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme yang diduga
terlalu sedikit dalam bahan sampel, sehingga akan mudah untuk dihitung atau dianalisa
lebih lanjut.
Alkali Pepton Water 1%

62
Komposisisi :
Pepton 10 gram
Natrium klorida 10 gram
Aquadest 1000 ml

Cara Pembuatan :
1. Larutkan 10 gram NaCl dan 10 gram pepton dalam 1000 ml aquades.
2. Masukkan dalam erlenmeyer ,dan tutup dengan kapas
3. Masukkan dalam waterbath
4. Ukur pH (7.2-9.2)
5. Tuang dalam tabung reaksi ± 5 ml
6. Sumbat mulut tabung dengan kapas
7. Sterilkan pada autoclave 121⁰C selama 15 menit.

3.Media Selektif
Media selektif adalah media yang ditambah zat kimia tertentu yang bersifat selektif
untuk mengisolasi mikroba tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba lain.
Media selektif untuk kuman Vibrio cholerae adalah media TCBS (Thiosulfat Citrate
Billsalt Sucrose)

TCBS (Thiosulfate Citrate Bilesalt Sucrose)

Komposisi:
Sucrose 20 gram
Dipeptone 10 gram
Sodium Citrate 10 gram
Sodium Thiosulfate 10 gram

63
Sodium Chloride 10 gram
Yeast Extract 5 gram
Oxbile (Oxgall) 5 gram
Sodium Cholate 3 gram
Ferric Citrate 1 gram
Bromothymol Blue 0.04 gram
Thymol Blue 0.04 gram
Agar 14 gram
Aquades 1000 ml

Cara Pembuatan :
1. Timbang bahan –bahan diatas masukkan dalam becker glass
2. Tambahkan aquades yang telah diukur
3. Masukkan dalam erlenmeyer ,dan tutup dengan kapas.
4. Masukkan dalam waterbath
5. Ukur pH dengan kertas pH,sesuaikan dengan pH media (8.8±0.1)
6. Sterilkan di waterbath 100⁰C selama 1 jam
7. Tuang secara aseptis ke petri steril
Catatan : . Untuk media TCBS tidak disterilisasikan dalam autoklaf karena kandungan

E. Sifat patogenitas vibrio cholerae


Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia, tetapi secara
eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Hewan laut yang telah terinfeksi Vibrio
khususnya Udang, akan mengalami kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan
hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan
abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan
menunjukkan gejala nekrosis. Serta bagian mulut yang kehitaman adalah kolonisasi bakteri
pada esophagus dan mulut.
Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi
menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada manusia. Masa inkubasi bakteri
ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan
panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan
merangsang hipersekresi air dan klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. Akibat
kehilangan banyak cairan dan elektrolit, terjadilah kram perut, mual, muntah, dehidrasi, dan
shock (turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba). Kematian dapat terjadi apabila korban
kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.
Penyakit ini disebabkan karena korban mengkonsumsi bakteri hidup, yang kemudian
melekat pada usus halus dan menghasilkan toksin. Produksi toksin oleh bakteri yang melekat
ini menyebabkan diare berair yang merupakan gejala penyakit ini. Proses ini dapat
dibuktikan dengan pemberian viseral antibodi. Bila terjadi dehidrasi, maka diberikanlah
cairan elektrolit. Immunitas pasif dapat dilakukan dengan memberikan viseral antibodi dan
viseral antitoksin yang dapat mengurangi cairan tanpa mematikan kuman.
Vibrio jenis lain juga dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan
sel darah merah. Struktur antigen Vibrio baik yang patogen maupun nonpatogen memiliki
antigen-H tunggal yang sejenis dan tidak tahan panas. Antigen-H ini sangat heterogen dan
juga banyak terjadi overlapping dengan bakteri lain. Gartnor dan Venkatraman membagi
antigen-O Vibrio menjadi grup O1-O6. Yang patogen bagi manusia adalah grup O1 dari
Vibrio coma. Antibodi terhadap antigen-O bersifat protektif sehingga Ogawa, Inaba, dan
Hikojima membagi tiga serotip yang mewakili tiga faktor gen yaitu A, B, dan C. Serotip
Hikojima atau serotip ketga merupakan campuran antara Ogawa dan Inaba
Pada Vibrio parahaemolyticus gejala berlangsung sampai 10 hari, rata-rata 72 jam.
Sumber penularannya adalah melalui air, makanan, dan minuman yang terkontaminasi oleh
lalat. Serta hubungan antar manusia, yaitu orang yang sedang sakit, orang yang telah sembuh
dari penyakit, dan orang yang tidak pernah sakit tetapi membawa bibit penyakit atau healthy

64
carrier. Penyebarannya juga bisa melalui air yang tercemar, bakteri ini termasuk jenis
opportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan,
kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi
lingkungannya memungkinkan. Bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh
organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian
dalam seperti hati, usus dan sebagainya.
Dampak langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan
DNA toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghuni perairan tersebut.Jika
semua ikan dan hewan laut mati atau terkena vibriosis, maka akan menyebabkan penyakit
bagi manusia yang memakannya dengan gejala awal seperti mual, muntah, diare, dan kejang
perut sehingga bila terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektorlit secara berlebihan, dehidrasi, kolaps sirkulasi, dan anuri. Penyakit ini biasanya
hanya dianggap sebagai diare biasa dan masyarakat hanya menganggap remeh serta tidak
ditindaklanjuti atau tidak segera diobati sehingga dapat didapatkan angka kematian tanpa
pengobatan sebanyak 25-50%. Di Jepang, 5% diare disebabkan oleh Vibrio
parahaemolyticus.

F. Struktur antigen vibrio cholerae


Semua Vibrio cholerae mempunyai antigen flagel H yang sama. Antigen flagel H ini
bersifat tahan panas.Antibody terhadap anti gen flagel H tidak bersifat protektif.Pada uji
aglutinasi berbentuk awan.Antigen somatic O merupakan antigen yang penting dalam
pembagian grup secara serologi pada Vibrio cholerae.Antigen somatic O ini terdiri dari
lipopolisakarida.pada reaksi aglutinasi berbentuk seperti pasir.Antibody terhadap antigen O
bersifat protektif.

Vibrio choleraesero groug 01 memiliki 3 faktor antigen A, B, dan C yang membagi grup 01
menjadi serotip Ogawa, Inaba, dan Hikojima. Secara skematis klasifikasi Vibrio cholerae
dapat di lihat di bawah ini :

Biotype Vibrio chollerae

Test

65
Beberapa Vibrio mempunyai kesamaan antigen flagella (11) yang tahan
panas.Antibody terhadap antigen H mungkin tidak terlibat dalam melindungi inang (host)
yang sensitif.Vibrio cholerae memiliki lipopolisakarida O yang memberikan spesifikasi
serologi. Terdapat seiktnya 139 kelompok antigen O. strain Vibrio cholerae dari O kelompok
1 dan O kelompok 139 menyebapak kolera klasik.

Terkandung non-01/non-O139 Vibrio cholerae menyebapkan penyakit sejenis


kolera.Antibody trahadap anti gen O cenderung bias melindungi hewan laboratorium
terhadap infeksi Vibrio cholera.
Serogroup Vibrio cholerae anti gen O1 memiliki determinan yang memungkinkan penentuan
tipe lebih jauh, serotype utama adalah Ogawa dan Inaba.2 biotipe dari Vibrio cholerae
epidemic telah didefenisikan, klasik, El Tor. Bio tipe El Tor menghasilkan hemolosin,
memberikan hasil positif pada uji Voges-proskauer dan resisten terhadap polimiksin B.
teknik molikular juga dapat digunakan untuk mengkategorikan Vibrio cholerae
pengkategorian digunakan untuk studi epidemiologi dan tes umumnya dilakukan hanya pada
laboratorium rujukan.

Vibrio cholerae O139 sangat mirip dengan Vibrio cholerae O1 biotipe El Tor.Vibrio
cholerae O139 tidak menghasilkan lipopolisakarida O1 dan tidak mempunyai semua gen
yang diperlukan untuk membuat anti gen ini. Vibrio cholerae O139 membuat kapsul
polosakarida seperti strain Vibrio cholerae non-O1 lainnya, sementara Vibrio cholerae O1
tidak membuat kapsul.

Struktur Dinding sel:


Vibrio choleare termasuk kedalam bakteri gram negatif yang memiliki struktur yang
lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif.Komposisi peptidoglikan sekitar
10-20% dan sisanya berupa polisakarida, protein, dan lipid.

Dinding sel terdiri atas membran luar yang menyusun permukaan luar dinding dan
berbatasan dengan ruang periplasmik yang sangat sempit (Gambar 4). Pada pewarnaan
gram, bakteri ini tidak bisa mempertahankan warna kristal violet pada tahap dekolorisasi.
Hal ini dikarenakan dinding selnya sangat tipis dan jumlah lipoprotein serta lipopolisakarida
banyak pada dinding sel.

H. EpidemiologI vibrio cholerae


Cholera telah menjadi endemic di Ganges delta,Bengal barat,Bangladesh dan asia
bagianselatan sekitar 1817,33 beberapa jenis obat resisten terhadap kolera,sementara di
Rwanda terjadi kematian lebih dari 20.000. epidemic kolera pada 1991 dan 1998
menyebabkan lebih dari 1 juta kematian di amerika latin. Insidensi 1 kasus per satu juta
orang.
Vibrio cholera adalah kelompok yang paling sering menyebabkan wabah dan
penyakit. Ada 2 2 biotipe, classic dan E1 Tor .33. pada tahun 1992 grup baru ditemukan
yaitu 0138 Bengal,ditemukan di india dan menyebar cepat ke asia bagian selatan. Sekitar 25
% sampai 50 % kasus berakibat fatal jika tidak mendapat perawatan. Pencegahan
perpindahan kolera tergantung pada usaha pembersihan air minum dan sanitasi
lingkungan,yang sangat susah diwujudkan di negara berkembang.

66
I. Immunitas vibrio cholerae
Immunitas terhadap ifeksi V.cholera sangat kompleks. Manusia menghasilkan
immunoglobulin vibriosid dalam sirkulasi maupun IgA sekretori local terhadap bakteri, juga
antibody terhadap enterotoksin. Walaupun antibodi dalam sirkulasi dapat dengan mudah keluar
mukosa dan masuk saluran gastrointestinal, mungki antibody ini tidak tahan digesti enzimatis.
Dalam usus halus, IgA sekretori timbul segera sesudah rangsangan antigenic dan diduga
berfungsi mencegah perlekatan toksin pada mukosadan mengahambat replikasi vibrio.
Walaupun IgA sekretori resisten terhadap digesti enzimatis, ia dapat bertahan selama masa
yang relatif pendek sesudah rangsangan antigenik. Vaksin yang berisi kholeragen subunit B
yang dimurnikan telah dikembangkan. Vaksin ini merupakan tooksoid yang efektif, dan
merangsang antibodi untuk mencegah toksin lengkap yang melekat pada usus. Imunisasi oral
dengan vaksin subunit B bersama dengan organisme mati merangsang respon IgA sekretori dan
proteksi.

J. Cara pemeriksaan laboratorium vibrio cholerae


Pemeriksaan di Laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab
atau sumber utama dari penyakit yang diderita seorang pasien. Adapun cara pemeriksaannya
adalah dengan tes kultur dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik dan dengan cara
mengidentifikasi spesies apa yang menyerang pasien agar dapat diberikan antibiotik yang tepat
untuk menyembuhkannya. Sebelum dilakukan tes kultur atau perbenihan, kita harus mengetahui
dulu media apa yang cocok untuk bakteri ini. Untuk itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yaitu dengan pembuatan preparat bakteri dengan pewarnaan Gram.
1.      Pewarnaan Gram
A. Metode : Christian Gram
B. Prinsip : Membedakan bakteri Gram positif dengan Gram negatif yaitu apabila
bakteri berwarna ungu, maka Gram Positif, sedangkan bila bakteri berwarna merah
maka Gram negatif.
C. Alat dan Bahan :
a. Objeck glass
b. Kapas alcohol
c. Bunsen
d. Ose
e. Bahan pewarnaan Gram
f. d. Spesimen : faeces atau muntahan
D. Cara kerja :
a) Meja kerja dibersihkan dengan desinfektan, alat dan bahan disiapkan
b) Cuci tangan sebelum bekerja.
c) APD dikenakan.
d) Objeck glass dibersihkan dengan kapas alcohol.
e) Spesimen dibuat sediaan diatas objeck glass dengan menggunakan ose dan
dikerjakan didekat nyala Bunsen lalu dikeringkan
f) Setelah kering, difiksasi 3 – 4 kali.
g) Digenangi dengan larutan Gentian violet selama satu menit, kemudian dibilas
dengan air mengalir.
h) Digenangi dengan lugol selama satu menit, kemudian dibilas dengan air
mengalir.
i) Digenangi dengan alcohol 96% selama 10 – 20 detik, kemudian dibilas dengan
air mengalir.
j) Digenangi dengan larutan Safranin selama 15 detik, kemudian dibilas dengan
air mengalir.
k) Preparat dibiarkan kering udara.
l) Diperiksa dibawah lensa objektif 100x atau dengan perbesaran 1000x dengan
ditambahkan immersion oil.
Hasil : Bakteri Gram negatif dengan morfologi batang bengkok.

67
2. TES KULTUR
Dari hasil yang didapat, sumber penyakit dari pasien adalah bakteri Gram negatif
batang bengkok. Untuk pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan uji coba dengan tes
kultur yaitu penanaman bakteri pada suatu media agar dapat dibedakan jenis bakteri yang
satu dengan yang lainnya berdasakan hasil reaksinya terhadap bahan dalam media
tersebut.
Jika media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan bakteri, maka bakteri dapat
melakukan pertumbuhan dengan baik. Karena sudah diketahui bahwa sifat dari bakteri
yang diperiksa adalah Gram negatif dengan morfologinya batang bengkok, maka dapat
disimpulkan bahwa bakteri tersebut adalah Vibrio. Untuk mempertegas hasil, media yang
digunakan adalah TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose) karena mengandung
garam yang tinggi dan brilliant yang selektif untuk bakteri Vibrio serta mengandung
sukrosa sehingga membedakan V. cholerae dan V. parahaemolythicus. Media BA (Blood
Agar) juga dipergunakan untuk bakteri V. parahaemolythicus yang bersifat hemolitik atau
membutuhkan darah untuk pertumbuhannya.

Adapun cara atau teknik untuk mengkultur yaitu :


A. Alat dan Bahan :
a) Ose
b) Bunsen
c) Inkubator
d) Media TCBS dan BA
B. Spesimen : faeces atau muntahan
C. Cara Kerja :
a) Meja kerja dibersihkan dengan desinfektan, alat dan bahan disiapkan
b) Cuci tangan sebelum bekerja.
c) APD dikenakan.
d) Ose dipijarkan diatas nyala bunsen hingga membara.
e) Tutup dibuka kemudian leher media dipanaskan.
f) Spesimen diambil sebanyak satu sampai dua mata ose dengan ose yang dingin
kemudian dipindahkan ke media dan dilakukan penyetrikkan.
g) Semua pekerjaan dilakukan didekat api atau nyala Bunsen.
h) Ose dipijarkan kembali sebelum diletakkan.
i) Media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37?C.
Hasil :
1. Media TCBS

68
V. cholerae V. parahaemolythicus
2. Media BA

V. parahaemolythicus
K. Cara pencegahan pengawasan dan pengobatan
1. Cara pencegahan
Risiko untuk kolera sangat rendah untuk orang mengunjungi daerah dengan
epidemi kolera. Ketika tindakan pencegahan sederhana yang diamati, tertular penyakit
tersebut tidak mungkin. Semua orang (pengunjung atau penduduk) di daerah di mana
kolera terjadi atau telah terjadi harus memperhatikan rekomendasi berikut:
 Direbus atau hanya minum air murni.
 Hindari makan makanan mentah.
 Hindari makan makanan mentah dan kerang.
 Hindari salad.
 Sanitasi dan sistem pemurnian air yang akan dimonitor.
 Sayuran dan buah-buahan harus dicuci dengan larutan kalium permanganat.
 Pendidikan kesehatan (health education)
 Perbaikkan sanitasi khususnya control terhadap vector lalat
 Vaksinasi dapat melindungi orang-orang yang kontak langsung dengan penderita.
 Diadakan perhatian khusus kepada pekerja-pekerja kapal, perenang, dan juru masak
 seafood karena habitat dari bakteri ini adalah di laut.
 Pengolahan dan penyimpanan makanan laut harus cermat.

2. Cara pengawasan dan pengobtan


Prinsip dasar pengobatan kolera ini adalah mengganti air dengan elektrolit untuk
mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan memasukan secara intravena cairan
yang mengandung Natrium, Kalium, Chloride dan Bicarbonate.
Antibiotika yang sering digunakan untukm melawan kuman ini adalah Tetrasiklin.
Tetrasiklin yang diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung
kuman kolera dan memperpendek masa ekresi Vibrio cholerae. Tetrasiklin juga
memperpendek waktu timbulnya gejala klinis pada penderita kolera. Pada beberapa daerah

69
epidemic, V. cholerae yang resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid
yang mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya
pada empedu.
Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai
dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan
menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih
tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.Rehidrasi pada kolera sangat penting. Karena
tubuh kehilangan banyak cairan, maka pasien harus diberi larutan ORS(-beras) sampai diare
berhenti. Dengan rehidrasi layak angka kematian kini sudah menurun sampai 1%.
Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera
pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke
lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi
(meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan
kurang adekuat meninggal dunia.

70
Brucella abortus

I. GAMBARAN UMUM
Bakteri Brucella untuk pertama kalinya ditemukan oleh Bruce (1887) pada manusia
dan dikenal sebagai Micrococcus miletensi. Kemudian Bang dan Stribolt (1897) mengisolasi
jasad renik yang serupa dari sapi yang menderita kluron menular. Jasad renik tersebut diberi
nama Bacillus abortus bovis. Bakteri Brucella bersifat gram negatif, berbentuk batang halus,
mempunyai ukuran 0,2 - 0,5 mikron dan lebar 0,4 - 0,8 mikron, tidak bergerak, tidak
berspora dan aerobik. Brucella merupakan parasit intraseluler dan dapat diwarnai dengan
metode Stamp atau Koster.
Brucella adalah penyebab brucellosis, yang merupakan sebuah zoonosis. Hal ini
ditularkan oleh menelan makanan yang terinfeksi, kontak langsung dengan hewan yang
terinfeksi, atau inhalasi aerosol. Penularan dari manusia ke manusia, misalnya melalui
hubungan seksual atau dari ibu ke anak, adalah sangat jarang, tetapi mungkin eksposur
Minimum menular adalah antara 10 - 100. Organisme. Brucellosis terutama terjadi melalui
hubungan kerja (misalnya paparan sapi, domba, babi), tetapi juga oleh konsumsi produk
susu yang tidak dipasteurisasi.
Brucellosis merupakan penyakit yang banyak mendatangkan kerugian pada industri
peternakan. Tergolong penyakit menular yang  primer menyerang sapi, babi dan kambing.
Menyebabkan infeksi sekunder pada ternak lainnya termasuk manusia. Kerugian yang
ditimbulkan antara lain abortus (keguguran) temporer maupun permanen, kematian dini
pedet baru lahir, gangguan reproduksi (infertilitas), penurunan produksi susu, dan penurunan
nilai jual susu dan sapi terinfeksi.
Ada beberapa spesies yang berbeda Brucella, masing-masing dengan spesifisitas tuan
rumah sedikit berbeda. Brucella melitensis yang menginfeksi kambing dan domba, Brucella
abortus yang menginfeksi sapi, Brucella suis menginfeksi babi, Brucella Ovis menginfeksi
domba dan Brucella neotomae. Baru-baru ini ada spesies baru yang ditemukan, pada
mamalia laut (Brucella pinnipedialis dan Brucella ceti), di arvalis tikus umum Microtus
(Brucella microti), dan bahkan dalam implan payudara (Brucella inopinata).

II. TAKSONOMI
 Kingdom : Bacteria
 Filum : Proteobacteria
 Class : Alphaproteobacteria
 Ordo : Rhizobiales
 Famili : Brucellaceae
 Genus : Brucella
 spesies : Brucella abortus

III. SIFAT MORFOLOGI

Bakteri Brucella abortus adalah bakteri yang bersifat gram negative tertapi sering
berwarna tidak teratur, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak berflagella sehingga tidak
bergerak (non motil), serta bersifat anaerobic fakultatif.

IV. SIFAT BIAKAN


Bentuk pada biakan muda berkisar dari kokus sampai batang dengan panjang 1,2
μm. yang terbanyak adalah bentuk kokobasil pendek (short rods) dengan panjang 0,6 - 1,5
μm, Secara biokimia, bakteri Brucella dapat mereduksi nitrat, menghidrolisis urea, dan tidak
membentuk sitrat, tetapi membentuk H2S. Pertumbuhan bakteri memerlukan temperatur 20 -
40°C, dengan penambahan karbondioksida (CO2) sebanyak 5-10%. Bakteri Brucella bersifat
fakultatif intraseluler yaitu kuman mampu hidup dan berkembang biak dalam sel fagosit,
memiliki 5-guanosin monofosfat yang berfungsi menghambat efek bakterisidal dalam

71
neutrofil, sehingga kuman mampu hidup dan berkembang biak di dalam sel neutrofil (Noor,
2006).
Katalase dan oksidase di hasilkan oleh empat spesies yang menginfeksi manusia,
Brucella secara moderat bersifat peka terhadap panas dan keasaman. Dalam susu bakteri ini
dimatikan dengan pasteurisasi.

V. SIFAT PATOGENITAS
Bakteri Brucella yang masuk kedalam epitel akan dimakan oleh neutrofil dan sel
makrofag → masuk ke limfoglandula, bakterimia muncul dalam 1-3 minggu setelah infeksi,
apabila sistem imun tidak mampu mengatasi, maka brucella terlokalisir didalam sistem
retikuloendothelial, seperti hati, limpa → membentuk granuloma (Subronto, 2003).
Bakteri memiliki beberapa struktur untuk dapat bertahan dalam inang. Kapsula telah
diketahui sejak lama sebagai faktor pelindung bakteri dari pertahanan inang. Bakteri
berkapsula lebih virulen dan resisten terhadap fagositosis dan pertahanan intrasel daripada
bakteri tanpa kapsula. Organisme penyebab bakteremia menghasilkan komponen yang
disebut serum resistant. Beberapa bakteri dan parasit mampu bertahan dan memperbanyak
diri di dalam sel fagositosis. Mekanisme bertahan dan memperbanyak diri Brucella abortus,
di dalam sel fagositosis belum diketahu dengan jelas.
Masa inkubasi Brucellosis pada manusia umumnya berkisar antar 1-2 bulan dan
kemudian penyakit dapat bersifat akut dan kronis. Brucellosis yang bersifat akut ditandai
dengan gejala klinis berupa demam undulant yang intermiten, sakit kepala, depresi,
kelemahan, arthralgia, myalgia, orchitis (epididimitis) pada laki-laki dan abortus spontan
pada wanita hamil. Sedangkan Brucellosis kronis dapat menimbulkan sacroilitis, hepatis,
endocarditis, colitis dan meningitis. Kematian akibat Brucellosis pada manusia biasanya
terjadi karena adanya komplikasi endocarditis yang disebabkan oleh infeksi Brucella
melitenis dengan angka kejadian mencapai 80%. Gejala mulai timbul dalam 5 hari sampai
beberapa bulan (biasanya 2 minggu) setelah terinfeksi oleh bakteri. Gejalanya bervariasi,
terutama pada stadium awal. Penyakit tersebut dapat dimulai secara tiba-tiba dengan demam
dan menggigil, sakit kepala hebat, nyeri, rasa tidakn enak badan dan kadang diare. Pada
malam hari terjadi demam sampai 40-41 celcius, suhu tubuh menurun secara bertahap,
kembali normal atau mendekati normal pada setiap hari disertai dengan keringat yang
banyak. Demam yang hilang timbul tersebut berlangsung selama 1-5 hari dari diikuti
periode selama 2-14 hari bebas gejala, kemudia demam timbul kembali. Pola tersebut
biasanya hanya sekali, tetapi sebagian penderita mengalami brucellosis menahun da demam
berulang serta penyembuhan selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
Permulaan infeksi brucellosis terjadi pada kelenjar limfe supramamaria. Pada uterus,
lesi pertama terlihat pada jaringan ikat antara kelenjar uterus yang mengarah terjadinya
endometritis ulseratif, kotiledon kemudian terinfeksi disertai terbentuknya eksudat pada
lapisan allantokhorion. Brucella banyak terdapat pada vili khorion, karena terjadi
penghancuran jaringan, seluruh vili akan rusak menyebabkan kematian fetus dan abortus.
Jadi kematian fetus adalah gangguan fungsi plasenta disamping adanya endotoksin. Fetus
biasanya tetap tinggal di uterus selama 24-72 jam setelah kematian. Selaput fetus menderita
oedematous dengan lesi dan nekrosa (Hardjopranjoto, 1995).

VI. STRUKTUR ANTIGEN


Bakteri ini pathogen intraseluler fakultatif mampu hidup dan berkembang biak dalam
sel-sel fagositik dan jaringan limfoid. Brucella memiliki 2 macam antigen, antigen M dan
antigen A.  Brucella melitensis memiliki lebih banyak antigen M dibandingkan antigen A,
sedangkan Brucella abortus dan Brucella suis sebaliknya. Brucella mempunya antigen
bersama (common antigen) dengan beberapa bakteri lainnya seperti Campylobacter
fetus dan Yersinia enterocolobacter. Daya pengebalan akibat infeksi Brucella adalah
rendah karena antibodi tidak begitu berperan.

VII. EPIDEMIOLOGI

72
Kasus-kasus bruselosis dilaporkan terjadi di Mediterania dan Arab, juga dilaporkan
di India, Mexico, amerika Selatan dan Tengah. Di Amerika Serikat, kasus bruselosis jarang
terjadi karena keberhasilan dari program vaksinasi. Sejak tahun 1980 kurang lebih 200 kasus
dilaporkan. Insiden dan prevalensi bruselosis yang dilaporkan tiap negara berbeda-beda.
Angka insiden bruselosis dilaporkan 1,2-70 kasus per 100.000 penduduk.
Angka mortalitas belum diketahui secara pasti tetapi 80% kematian pada kasus
bruselosis disebabkan komplikasi endokarditis. di daerah endemik kaum pria lebih sering
terkena bruselosis dibanding wanita dengan ratio 5:2-3. Banyak menyerang usia 30-50
tahun, 3-10% kasus dilaporkan terjadi pada anak-anak, lebih berat pada daerah endemik.
Pada usia lanjut ditemukan hanya pada kasus yang kronik.

VIII. IMUNITAS
Imunitas terhadap Brucella membutuhkan mekanisme yang dimediasi sel, terutama
dengan respon imun T helper 1 yang dikarakterisasi dengan produksi 1L-12 dan IFN, yang
terkait dengan imunitas protektif.
Sejumlah membrane dalam dan luar antigen protein perriplasmik dan sitoplasmik
juga telah dikarakterisasi. Beberapa dikenali oleh system imun selama infeksi dan berpotensi
untuk membantu dalam uji diagnostic. Belakangan protein ribosomal ( L7/12) telah muncul
sebagai komponen imunologis yang penting. Preparasi ribosomal dapat menstimulasi kedua
antibody dan respon imun yang dimediasi sel dan untuk melawan proteksi dari tantangan
dengan Brucella . L7/12 akam meniadakan penundaan respon hipersensitivitas sebagai
komponen dari brucellin, dan sebagai protein yang telah berfusi, mereka menstimulus respon
protektif terhadap Brucella. Hsl ini menunjukkan protensi sebagai kandidat komponen
vaksin.
Disimpulkan dari beberapa penilitian bahwa T4SS virB berperan dalam control
maturasi dari vakuola yang mengandung Brucella menjadi organel yang mengijinkan
terjadinya replikasi ( replication-permissive organelle ), siklik 1-2-glukan membantu
mencegah penggabungan atau fusi fagosom-lisosomm sehingga bakteri dapat bereplikasi
secara intraseluler, dan O-polisakarida menghambat fagositosis, melindungi bakteri dari
fagolisosom dan menghambat apoptosis sel. Sementara itu, protein imunomodulatorik
berupa prolin rasemase (PrpA) yang merupakan inducer bagi IL-10, dibutuhkan untuk
mengakibatkan kronisitas dan supresi imun awal setelah infeksi.

IX. CARA PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Isolasi Brucella abortus pada sapi dilakukan dengan mengirimkan cairan, membran
fetus, susu, kelenjar limfe supramamaria dalam keadaan segar dan dingin ke laboratorium.
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopeni dengan relatif limfositosis,
pansitopeni ditemukan pada 20% kasus. Pada sebagian besar penderita tes fungsi hati
dijumpai peningkatan transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis pasti bila pada kultur
ditemukannya brucellae. Dengan menggunakan teknik radiometric blood culturing, lamanya
isolasi kuman dengan teknik kultur yang standar 30 hari menjadi kurang dari 10
hari.Sensitifitas kultur darah berkisar 17-85% bergantung strain yang terlibat, Brucella
mellitensis dan Brucella suis sering ditemukan sebagai penyebab bakteremi. Sensitifitas
akan menurun sejalan dengan lamanya perjalanan penyakit.
Pemeriksaan kultur sumsum tulang lebih sensitif dari kultur darah, sering
memberikan hasil positif walaupun pada pemeriksaan kultur darah memberi hasil negatif.
Hasil biopsi sumsum tulang memberikan gambaran granuloma.
Pada pemeriksaan kultur sputum jarang memberikan hasil positif walaupun telah terjadi
komplikasi pada paru-paru. Empiema akibat bruselosis jarang terjadi dan pada pemeriksaan
kultur cairan pleura sering memberi hasil positif terutama bila dilakukan kultur sesuai masa
inkubasi, khususnya strain B.melitensis. Dari analisis cairan pleura dijumpai proses eksudasi,
dijumpai peningkatan enzim LDH dan protein, sedangkan untuk glukosa bervariasi. Sel-sel
yang ditemukan terutama limfosit dan neutrofil.

73
  Pada cairan serebrospinal isolasi bakteri jarang diperoleh tetapi dijumpai limfositosis,
peningkatan protein sedangkan kadar glukosa normal. Pemeriksaan enzim imunoassay adalah
yang paling sensitif dari semua tes, khususnya tes ELISA dapat mendeteksi neurobruselosis
Untuk screening digunakan uji rose bengal atau rapid agglutination test. Jika positif
terhadap uji rose bengal perlu dilanjutkan dengan uji reaksi pengikatan komplemen
(Complement Fixation Test) atau ELISA. Untuk daerah baru pengukuhan diagnosis harus
dilanjutkan dengan isolasi Brucella abortus. Uji serum aglutinasi pada manusia sering
ditemukan negatif palsu meskipun sebenarnya mempunyai titer yang tinggi. Untuk
mengatasi hal ini digunakan uji coombs atau anti human globulin test, disamping uji serum
agglutinasi dan uji pengikatan komplemen.

X. CARA PENCEGAHAN, PENGAWASAN, DAN PENGOBATAN


Pada manusia pengobatan dapat dilakukan dengan tetrasiklin yang diberikan selama
2-4 minggu. Pada kondisi yang parah pengobatan dikombinasikan dengan streptomisin.
Pada hewan khususnya sapi kasus brucellosis umumnya tidak berespon baik terhadap
pengobatan. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan didasarkan pada tinggi rendahnya
prevalensi penyakit di suatu daerah. Pada daerah dengan prevalensi < 2% dilakukan tindakan
pengujian dan pemotongan (test and slaughter) sedang daerah dengan prevalensi > 2%
dilakukan vaksinasi menggunakan vaksi Br. abortus strain 19. Upaya yang dapat dilakukan
terhadap pencegahan penyakit ini adalah memisahkan sapi yang menderita abortus pada
tempat yang terisolasi, menghindari perkawinan antara pejantan dengan betina yang
menderita abortus, jangan memberikan susu pada sapi dengan susu sapi yang menderita
abortus, selalu memperhatikan kebersihan baik kandang maupun peralatan kandang dan
peralatan pemerah yang digunakan, serta melaksanakan vaksinasi secara teratur (Siregar,
1982). Apabila terjadi abortus akibat Brucella abortus fetus dan placenta yang digugurkan
harus dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4%
larutan kresol atau desinfektan sejenis (Toelihere, 1985).
Kunci untuk menghilangkan bruselosis adalah pemberantasan bruselosis pada hewan.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara imunisasi hewan dengan vaksin Brucella hidup
yang sudah dilemahkan sehingga dapat menghasilkan kekebalan. Resiko bruselosis juga
dapat diturunkan dengan meminum susu yang sudah dipateurisasi, dengan menjaga terhadap
pemajanan pada jaringan dari hewan yang sudah terinfeksi. Selain itu, untuk pengamanan
ekstra pada individu-individu yang resiko bruselosis pada saat bekerja bisa mengenakan
pakaian tebal, sarung tangan, dan kacamata pelindung.Pencegahan Brusellosis dapat
dilakukan dengan pemeliharaan sanitasi lingkungan, kebersihan perorangan dan eradikasi
hewan reservoir.

74
Bordetella pertussis

I. GAMBARAN UMUM
Bordetella pertussis adalah bakteri penyebab penyakit menular akut yang menyerang
pernafasan alias batuk rejan atau batuk seratus hari yang mengandung beberapa komponen
yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemaglutinin (FHA), Aglutinogen, endotoksin, dan
protein lainnya.

II. TAKSONOMI
Kingdom : Eubacterium
Filum : Coccobacillus
Kelas : Bacillus
Ordo : Coccobacillus
Famili : Alcaligenaceae
Genus : Bordetella
Spesies : Bordetella pertussis

III. MORFOLOGI & IDENTIFIKASI


A. Ciri khas organisme
Organisme ini berukuran kecil, kokobasilus gram-negatif yang mirip dengan H
influenzae. Dengan pewarnaan toluidin biru, dapat dilihat adanya granula bipolar
metakromik. Bakteri ini memiliki kapsul.
B. Biakan
Isolasi primer Bordetella pertussis memerlukan medium yang subur. Medium
µg
Bodet-Gengou (agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung penisilin G, 0,5 ,
ml
dapat digunakan; walaupun demikian, medium yang mengandung carkoal yang mirip
dengan yang digunakan untuk Legionella pneumophila lebih dipilih. Cawan diinkubasi
pada suhu 35-37 oC selama 3-7 hari pada lingkungan yang lembab ( misalnya, tas plastik
yang disegel). Bakteri batang gram-negatif kecil yang sedikit dapat diidentifikasi oleh
pewarnaan imunofluoresen. Bordetella pertussis tidak dapat bergerak.
C. Sifat pertumbuhan
Organisme ini sangat aerob dan membentuk asam tetapi tidak menghasilkan
gas dari glukosa dan laktosa. Organisme ini tidak memerlukan faktor X dan V pada
subkultur. Hemolisis medium yang mengandung darah dikaitkan dengan virulensi
Bordetella pertussis.
D. Variasi
Jika diisolasi dari pasien dan dibiakkan pada media yang subur, Bordetella
pertussis sedang dalam fase hemolitik dan fase virulen produksi-toksin pertusis.
Terdapat dua mekanisme yang dipakai Bordetella pertussis untuk berubah ke bentuk
nonhemolitik, avirulen yang tidak memproduksi toksin. Modulasi fenotipik reversibel
terjadi jika Bordetella pertussis ditumbuhkan pada kondisi lingkungan tertentu
( misalnya, 28 oC lawan 37 oC, mengandung MgSO4, dsb). Variasi fase reversibel terjadi
setelah mutasi frekuensi rendah pada lokus genetik yang mengontrol ekspresi faktor
virulensi (lihat di bawah). Terdapat kemungkinan bahwa mekanisme ini berperan pada
proses infeksi, tetapi hal ini belum pernah dibuktikan secara klinis.

IV. SIFAT PATOGENITAS dan PATOLOGI


Bordetella pertussis hanya dapat hidup selama masa yang singkat di luar tuan rumah
manusia. Tidak terdapat vektor. Transmisi sebagian besar melalui jalan napas dari kasus-
kasus terdahulu dan mungkin melalui carrier. Organisme tersebut menempel dan
bermultiplikasi dengan cepat pada permukaan epitel trakea dan bronkus serta mempengaruhi
kerja silia. Organisme ini tidak menginvasi darah. Bakteri ini mengeluarkan toksin dan

75
substansi yang mengiritasi permukaan sel, menyebabkan batuk dan limfositosis yang nyata.
Kemudian, mungkin terjadi nekrosis bagian epitelium dan infiltrasi polimorfonuklear,
dengan inflamasi peribronkial dan pneumonia interstitial. Kuman sekunder seperti
stafilokokus atau H influenzae dapat meningkatkan terjadinya pneumonia bakterial.
Obstruksi bronkiolus yang lebih kecil oleh mukus plak mengakibatkan atelektasis dan
menghambat oksigenasi darah.hal ini mungkin meningkatkan frekuensi kejang pada bayi
yang mengalami batuk whooping.

V. STRUKTUR ANTIGEN
Sel Bordetella pertussis banyak antigen. Yang paling luar adalah suatu aglutinogen
dan suatu hemaglutinin. Dinding sel mengandung toksin yang tahan panas, antigen
pelindung, dan suatu faktor sensitisasihistamin. Pada kerusakan sel, protoplasma
mengandung endotoksin yang tidak tahan panas, dan beberapa antogen lain. Variasi fase I
mengandung antigen pelindung dalam jumlah yang lebih banyak dari varian fase lain.
Terdapat beberapa serotipe Bordetella pertussis yang bermakna epidemiologik. Bordetella
pertussis mengandung peptisida yang menaikkan lomfositosis dengan nyata pada tuan
rumah. Ini ditemukan pada infeksi manusia dan setelah pemberian kuman pada binatang
percobaan.

VI. EPIDEMIOLOGI dan PENGENDALIAN


Batuk whooping endemik di daerah yang populasinya sangat padat di seluruh dunia
dan juga muncul secara intermiten pada daerah epidemik. Sumber infeksi biasanya adalah
pasien dalam fase kataral awal penyakit. Penularannya tinggi, berkisar dari 30% sampai
90%. Sebagian besar kasus muncul pada anak di bawah usia 5 tahun; sebagian besar
kematian terjadi pada tahun pertama kehidupan.
Pengendalian batuk whooping dilakukan terutama dengan imunisasi aktif adekuat semua
bayi.

VII. IMUNITAS
Imunitas muncul setelah sembuh dari batuk whooping atau imunisasi. Infeksi kedua
dapat muncul beberapa tahun kemudian saat dewasa dapat parah. Antibodi mungkin sebagai
pertahanan pertama melawan infeksi Bordetella pertussis dengan mencegah perlekatan
bakteri ke silia epitel saluran napas.

VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


A. Spesimen
Bilasan nasal dengan saline merupakan spesimen terpilih. Swab nasofaring atau droplet
batuk yang dibatukkan ke “piring batuk” yang diletakkan di depan mulut pasien sewaktu
stadium paroksismal kadang-kadang digunakan, tetapi tidak sebagus bilasan nasal
dengan saline.
B. Pemeriksaan antibodi fluoresens langsung
Reagen antibodi fluoresens (AF) dapat digunakan untuk memeriksa spesimen swab
nasofaring. Akan tetapi, hasil positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi, sensitifitas
sekitar 50%. Pemeriksaan AF menjadi paling berguna dalam mengidentifikasi
Bordetella pertussis yang dikultur pada medium solid.
C. Kultur
Bilasan nasal dengan saline dikultur pada agar medium solid (lihat di atas). Antibiotik
pada medium cenderung menghambat flora saluran pernapasan lainnya, tetapi
membiarkan pertumbuhan Bordetella pertussis organisme diidentifikasi menggunakan
pewarnaan fluoresens atau aglutinasi kaca objek dengan antiserum spesifik.
D. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR adalah metode yang paling sensitif untuk mendiagnosis pertuasis. Kedua primer
untuk Bordetella pertussis dan Bordetella parapertussis harus ada. Jika tersedia,
pemeriksaan PCR sebaiknya menggantikan pemeriksaan antibodi fluoresens langsung.

76
E. Serologi
Pemeriksaan serologi pada pasien hanya sedikit membantu diagnosis karena kenaikan
antibodi aglutinasi ata presipitasi tidak terjadi hingga minggu ketiga penyakit. Serum
tunggal dengan titer antibodi yang tinggi dapat membantu dalam diagnosis penyebab
batuk lama, yang berdurasi beberapa minggu.

IX. PENGOBATAN
Bordetella pertussis sensitif terhadap beberapa obat antimikroba in vitro. Pemberian
eritromisin selama fase kataral penyakit membantu menghilangkan organisme dan dapat
bersifat profilaksis. Pengobatan setelah awitan fase paroksismal jarang merubah fase klinis
penyakit. Inhalasi oksigen dan sedasi dapat mencegah kerusakan pada otak akibat anoksia.

X. PENCEGAHAN
Setiap bayi seharusnya menerrima tiga injeksi vaksin pertusis selama tahun pertama
kehidupan diikuti dengan seri booster sehingga totalnya lima dosis. Terdapat vaksin pertusis
aselular multipel yang diijinkan digunakan di Amerika Serikat dan di tempat lainnya.
Penggunaan vaksin-vaksin ini direkomendasikan. Vaksin aseluler memiliki saru sampai lima
antigen. Vaksin dengan tiga sampai lima antigen memberikan respons imun yang lebih baik
daripada vaksin dengan satu atau dua antigen. Karena vaksin yang berbeda memiliki antigen
yang berbeda, produk yang sama harus digunakan selama imunisasi serial. Vaksin pertusis
biasanya diberikan dalam kombinasi dengan toksoid difteri dan tetanus (DPT).
Pemberian profilaksis eritromisin untuk lima hari juga dapat memberikan
keuntungan bagi bayi yang tidak diimunisasi atau dewasa yang benar-benar terpajan.

77
Helicobacter pylori

I. GAMBARAN UMUM

Helicobacter pylori merupakan jenis bakteri Gram negative yang berbentuk spiral yang tidak
membentuk spora dan sangat cocok hidup pada kondisi kandungan udara sangat minim. Bersifat
mikroaerofilik yang motil karena adanya lima atau enam flagella unipolar. Bakteri ini bersifat
katalase positive, oksidase positive, dan urease positif kuat. Bakteri Helicobacter pylori
berkoloni di dalam lambung dan bergabung dengan luka lambung atau duodenum. Kuman ini
dapat bertahan hidup dalam suasana asam kuat dengan cara memproduksi enzim urease. Enzim
urease akan mengubah urea yang ada dalam cairan lambung menjadi amoniak. Tubuh kuman
Helicobacter selalu diliputi oleh awan amoniak ini, dan karenanya dapat bertahan terhadap asam
lambung. Kuman ini bersifat pleomorfik artinya dapat dijumpai dalam beberapa bentuk. Dalam
keadaan normal kuman ini berbentuk spiral atau batang bengkok, tetapi dalam keadaan tertentu
yang kurang baik akan merubah dirinya menjadi bentuk kokoid yang merupakan bentuk
pertahanan yang resisten. Infeksi oleh Helicobacter pylori banyak ditemui pada penduduk di
negara-negara berstandar ekonomi rendah dan memiliki kualitas kesehatan yang buruk.

II. TAKSONOMI 

 Kingdom    : Bacteria

 Phylum      : Proteobacteria

 Class          : Epsilon Proteobacteria

 Order         : Campylobacterales

 Family       : Helicobacteraceae

 Genus        : Helicobacter

 Species      : H. Pylori
III. SIFAT MORFOLOGI
Helicobacter pylori adalah bakteri Gram negatif, non-spora, berbentuk spiral (curved)
atau batang bengkok (spiral rod-shaped), yang hidup secara microaerob, organisme ini
mempunyai 7 flagella. Organisme ini mempunyai ukuran tebal 0,6 μm dan panjang  1,5
gelombang panjang, yang mengalami adaptasi untuk dapat hidup dalam mukus (lendir)
lambung yang menutupi selaput lendir (mukosa) lambung yang bersuasana asam kuat.
Helicobacter pylori dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35-37C dan memproduksi enzym
catalase, cytochrom oxidase, urease, alkaline phosphatase, dan glutamyl transpeptidase
Kuman ini dapat bertahan hidup dalam suasana asam kuat dengan cara memproduksi enzim
urease. Enzim urease akan mengubah urea yang ada dalam cairan lambung menjadi amoniak.
Tubuh kuman Helicobacter selalu diliputi oleh awan amoniak ini, dan karenanya dapat
bertahan terhadap asam lambung
Kuman ini bersifat pleomorfik artinya dapat dijumpai dalam beberapa bentuk. Dalam keadaan
normal kuman ini berbentuk spiral atau batang bengkok, tetapi dalam keadaan tertentu yang
kurang baik akan merubah dirinya menjadi bentuk kokoid yang merupakan bentuk pertahanan
yang resisten (Soewignjo Soemoharjo, 2009).
Kuman ini termasuk kuman mikroaerofilik artinya hanya tumbuh dalam suasana dimana
didapatkan oksigen dalam kadar rendah. Kuman ini mati pada suasana dengan kadar oksigen
normal, dan mati dalam keadaan anaerobik sempurna (Soewignjo Soemoharjo, 2009).
Genom H. pylori berbentuk sirkuler. Urutan DNA dari genom beberapa strain H. pylori telah
berhasil dikerjakan seluruhnya pada tahun 1997. (Tomb et al, 1997) Genom H. pylori terdiri

78
dari 1,7 juta pasang basa dan mengandung 1630 gen, 1576 diantaranya mengkode pembentukan
protein.
Sebagian besar pengidap infeksi H. pylori tidak menunjukkan keluhan dan sebagian lagi
menderita penyakit lambung. Dalam genom kuman tersebut didapatkan urutan DNA sepanjang
40 kB yang disebut cag pathogenecity island (cag PAI). Cag pathogenecity island ini
didalamnya mengandung 40 gen. Cag pathogenecity island didapatkan pada kuman H. pylori
yang diisolasi dari penderita dyspepsia dan tidak didapatkan dalam kuman H. pylori yang
menimbulkan infeksi tanpa gejala. Pasien dyspepsia yang menderita infeksi H. pylori dengan
cag PAI positif biasanya pada pemeriksaan menunjukkan anti-cagA yang positif.
Gen cagA mengkode sintesa protein yang merupakan protein utama yang menentukan
virulensi kuman H. pylori. Gen cagA mengkode suatu protein yang terdiri dari 1186 asam
amino yang disebut protein cag a. Protein cag a ini menyebabkan gangguan fungsi sel-sel
lambung. Sedangkan cag PAI mengandung 30 gen salah satu diantaranya gen cag A.
Keragaman genetik kuman H. pylori sangat besar dan jauh lebih besar dibandingkan dengan
keragaman genetik manusia. Secara praktis perbedaan genetik antara strain kuman H. pylori
dipelajari dengan cara pemeriksaan genotype dari gen cagA maupun gen vacA atau seluruh cag
PAI. Dengan cara genotyping tersebut dapat dilihat perbedaan antara strain H. pylori yang
diambil pada populasi yang berbeda. Pada populasi yang mengalami migrasi dari satu tempat ke
tempat lain yang berbeda ternyata didapatkan genotype H. pylori yang sama.

IV. SIFAT BIAKAN

Helicobacter adalah nama genus kuman yang berbentuk spiral atau batang bengkok dan
berflagela yang mengalami adaptasi untuk dapat hidup dalam mukus (lendir) lambung yang
menutupi selaput lendir (mukosa) lambung yang bersuasana asam kuat. Kuman ini dapat
bertahan hidup dalam suasana asam kuat dengan cara memproduksi enzim urease. Enzim
urease akan mengubah urea yang ada dalam cairan lambung menjadi amoniak. Tubuh kuman
Helicobacter selalu diliputi oleh awan amoniak ini, dan karenanya dapat bertahan terhadap
asam lambung.

Kuman ini bersifat pleomorfik artinya dapat dijumpai dalam beberapa bentuk. Dalam
keadaan normal kuman ini berbentuk spiral atau batang bengkok, tetapi dalam keadaan tertentu
yang kurang baik akan merubah dirinya menjadi bentuk kokoid yang merupakan bentuk
pertahanan yang resisten.Kuman ini termasuk kuman mikroaerofilik artinya hanya tumbuh
dalam suasana dimana didapatkan oksigen dalam kadar rendah. Kuman ini mati pada suasana
dengan kadar oksigen normal, dan mati dalam keadaan anaerobik sempurna.

V. SIFAT PATOGENITAS
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H. Pylori memiliki
kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap ekologi lambung dengan serangkaian langkah
unik masuk dalam mukus, berenang dan berorientasi spasial didalam mukus, melekat pada sel
epitel lambung, menghindar dari respon imun dan akhirnya terjadi kolonisasi dan transmisi
persisten.9,10,11
Setelah masuk gaster, bakteri H.pylori harus menghindari aktifitas bakterisidal yang terdapat
dalam lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas
dangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisa urea menjadi
karbondioksida dan amonia, sehingga H.pylori mampu bertahan dalam lingkungan asam.
Aktifitas enzim ini diatur oleh saluran urea yang tergantung pH (pH-gated urea channel), Ure-1
yang terbuka pada pH rendah, dan akan menutup aliran urea pada keadaan netral.9,11

79
Proteksi asam lambung terhadap lapisan mukus

H.pylori dapat terikat pada sel epitel melalui berbagai komponen permukaan bakteri. Adhesi
sangat baik karakteristiknya adalah BabA, suatu perotein membran luar yang terikat pada grup
antigen darah.11 Setelah melekat sebagian besar strain H.pylori dapat memproduksi vacuolating
cytotoxin (VacA, suatu eksotoksin). Toksin ini masuk membran sel epitel dan menyebabkan
keluarnya bikarbonat dan anion organik yang diperlukan untuk nutrisi bakteri. VacA juga
memiliki target pada membran mitokondria yang memnyebabkan apoptosis.9
Sebagian besar strain H.pylori mempunyai cag pathogenicity island (cag-PAI) suatu
fragmen genomic yang mempunyai 29 gen. Setelah melekat pada sel epitel, cagA ini
terfosforilasi dan menyebabkan terjadinya respon seluler dan produksi sitokin oleh sel epitel
gaster.

H.pylori menyebabkan continuous gastric inflammation pada setiap individu yang


terinfeksi. Respon inflamasi terdiri dari rekrutmen netrofil yang kemudian diikuti oleh sel
limfosit B dan T, sel plasma, makrofag dan kemudian sel epitel rusak. Sel epitel gaster yang
terinfeksi tardapat peningkatan sitokin interleukin-1beta, interleukin-2, interleukin-6,
inerleukin-8 dan tumor necrosis factor. IL-8 merupakan kemokin yang poten untuk aktifitas
neutrofil. Infeksi H.pylori dapat pula menyebabkan terjadinya respon humoral sistemik dan
mukosa. Produksi antibodi ini tidak mengakibatkan eradikasi bakteri tetapi menyebabkan
kerusakan jaringan. Pada beberapa pasien yang terinfeks H.pylori timbul respon autoantibodi
terhadap H+/K+ -ATP-ase sehingga menyebabkan atrofi corpus gaster.
Selama respon imun spesifik, subgrup sel T yang berbeda timbul. Sel-sel ini berpartisipasi
dalam proteksi mukosa lambung, dan membantu membedakan antara bakteri patogen dan yang
komensal. Sel T-helper immatur (Th 0) berdiferensiasi menjadi 2 subtipe fungsional. Sel Th-1
mensekresi IL-2 dan interferon gamma; dan Th-2 mensekresi IL-4, IL-5, dan IL-10. Sel Th-2
menstimlasi sel B sebagai respon terhadap patogen eksternal, sedangkan Th-1 sebagai respon
terhadap intrasel.10

VI. EPIDEMIOLOGI
                Helicobacter pylori ini tidak berada di dalam mukosa gaster, tetapi terdapat pada
lapisan mukus yang melapisi mukosa. Kuman ini ditemukan hampir di seluruh dunia. Pada
negara berkembang, 70-90% populasi pada gasternya terdapat kuman ini, dan sebagian besar

80
mendapatkan infeksinya saat usia kurang dari 10 tahun. Sedangkan pada negara maju,
prevalensi infeksi sekitar 25-50%. Prevalensi infeksi Helicobacter pylori berdasarkan
pemeriksaan serologi pada 150 murid Sekolah Dasar di Jakarta didapatkan angka sebesar
27% dan 90% dari mereka yang memliki seropositif ditemukan Helicobacter pylori pada
lambungnya. Faktor resiko infeksi Helicobacter  pylori diantaranya lahir di negara
berkembang, status ekonomi lemah, lingkungan yang padat dan sanitasinya yang kurang
bersih, hidup dalam keluarga yang besar, adanya bayi dalam rumah, serta mereka yang sering
terpajan dengan isi lambung orang yang terinfeksi Helicobacter pylori (misalnya perawat, ahli
endoskopi). Frekuensi Helicobacter pylori sama antara laki-laki dan perempuan.              

Tidak ada reservoir lain untuk Helicobacter pylori selain gaster manusia. Maka
transmisi utama kuman ini adalah gaster manusia yang satu ke gaster manusia yang lain.
Terdapat 3 kemungkinan cara penularan penyakit ini, yang pertama adalah transmisi fekal-oral,
oral-oral yaitu pada saat orang dewasa memberikan makanan pada anaknya, dan kemungkinan
yang terakhir adalah iatrogenik pada tube endoskopi yang mengandung Helicobacter pylori.

VIII. CARA PENCEGAHAN , PENGAWASAN DAN PENGOBATAN


A. Upaya Pencegahan:
1. Orang yang tinggal di lingkungan yang tidak padat penduduk dan lingkungan yang
bersih akan mempunyai risiko lebih kecil untuk terkena H. pylori.
2. Lakukan disinfeksi lengkap terhadap alat-alat gastroskopi, elektroda pH dan alat-alat
medis lain yang pengoperasiannya dimasukkan kedalam perut.
B. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar:
1. Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Laporan resmi tidak diperlukan.
2. Isolasi: Tidak diperlukan.
3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan pada alat-alat medis yang dimasukkan
kedalam lambung.
4. Karantina: Penderita yang terinfeksi H. pylori tidak perlu ditempatkan pada ruang
karantina yang terpisah.
5. Imunisasi kontak: Tidak ada vaksin yang tersedia pada saat ini.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak produktif.
C. Pengobatan Spesifik
Pengobatan bagi penderita asimtomatis tetap menjadi kontroversi. Ada berbagai cara
pengobatan yang tersedia saat ini untuk menghilangkan infeksi pada orang-orang yang
menunjukkan gejala yang diperkirakan disebabkan oleh H. pylori. Pengobatan yang
paling berhasil adalah penderita diberi kombinasi antimikroba selama 2 hingga 4 minggu.
Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk memusnahkan dan menghilangkan infeksi bukan
untuk menghilangkan secara sementara. Contoh dari kombinasi obat-obatan ini adalah: a)
Metronidazole dan Amoxycillin atau Tetracycline dengan senyawa bismuth seperti Pepto-
Bismol®, atau b) Metronidazole dan Amoxycillin dengan inhibitor pemompa proton

81
seperti omeprazole (Prilosec®). Angka eradikasi mencapai hingga 90% telah dilaporkan
dengan menggunakan kombinasi tersebut. Jika infeksi tidak hilang, dengan pengobatan
ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan isolat untuk tes resistensi terhadap antibiotika. Ulcus
dapat terjadi lagi pada penderita yang sebelumnya telah diobati namun bakteri
penyebabnya belum musnah. Di negara-negara berkembang, infeksi ulang sesudah
dilakukan eradikasi terhadap organisme penyebab jarang terjadi. Tidak ada data mengenai
angka infeksi ulang di negara berkembang

82
Campylobacter jejuni

A. GAMBARAN UMUM
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber makanan bagi mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat
menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi,
daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroba dalam bahan pangan
juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan
pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan
bahan pangan. Selain itu pertumbuham mikroba dalam bahan pangan juga dapat
m4uengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan.
Mikroba patogen dapat ditemukan di mana saja, di tanah, air, udara, tanaman,
binatang, bahan pangan, peralatan untuk pengolahan bahkan pada tubuh manusia. Mikroba
patogen dapat terbawa sejak bahan pangan masih hidup di ladang, kolam, atau kandang
ternak. Keberadaannya makin meningkat setelah bahan pangan mengalami kematian. Selain
ada yang menguntungkan, keberadaan mikroba merugikan kerap terjadi sehingga sering
menimbulkan gangguan pada manusia. Pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran
mikroba pembusuk atau patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Salah satu jenis mikroba yang bisa menyebabkan kerusakan bahan makanan
diantaranya dari genus Campylobacter. Kuman ini merupakan salah satu agen bacterial
penyebab infeksi pangan dimana disebabkan oleh masuknya ke dalam tubuh melalui
makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuhterhadap kuman atau
hasil-hasil metabolismenya. Campylobacter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok
berdasarkan uji katalase yaitu Campylobacter katalase positif dan katalase negatif.
Umumnya penyebab penyakit pada manusia dan infeksi pada hewan ternak disebabkan oleh
Campylobacter katalase positif, seperti C. jejuni, C. coli, dan C. laridis. Namun salah satu
spesies Campylobacter katalase negatif juga dapat menjadi penyebab penyakit pada manusia
seperti C. upsaliensis
Campylobacter awalnya dikenal sebagai mikroorganisme yang dikaitkan dengan
sejumlah penyakit yang terjadi pada hewan. Namun selama sepuluh tahun terakhir didapat
data bahwa kuman ini merupakan penyebab diare yang utama dan infeksi radang usus pada
manusia. Kuman C. jejuni umumnya ada dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas
dan sering ada pada makanan yang berasal dari hewan karena terkontaminasi dengan kotoran
hewan selama prosesing (pengolahan). C. jejuni merupakan patogen manusia yang terutama
menyebabkan enteritis dan kadang-kadang invasi sistemik, terutama pada bayi. Kuman ini
merupakan penyebab diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea)
yang sama seringnya seperti Salmonella dan Shigella. C. jejuni dikenal sebagai pathogen
entheric yang penting. Sebelum tahun 1972, kuman ini merupakan kuman penyebab
keguguran dan enteritis pada sapid an kambing. Survey pada tahun terakhir menunjukkan C.
campylobacter merupakan penyebab utama penyakit diare di Amerika Serikat berdasarkan
pada analisis sampel feces.
C. jejuni di beberapa negara menyebabkan diare pada bayi 5-15%, sedangkan di
negara-negara berkembang, puncak insiden puncak adalah di bawah usia 1 tahun. Pada
anak-anak infeksi Campylobacter memiliki peranan dalam dehidrasi dan kekurangan gizi
yang disertai diare selama lima tahun pertama sejak kelahiran. Transmisi kuman dapat
berlangsung secara food borne, dapat juga terjadi secara kontak langsung orang ke orang.
Patogenitas Campylobacter dengan invasi pada ileum dan usus besar menghasilkan 2 jenis
toksin yaitu sitotoksin dan heat- labile toxin. Diare yang ditimbulkan biasanya berupa
disentri dan feses yang berdarah dan berlendir yang muncul setelah diare berlangsung
selama 1 hari atau beberapa hari. Muntah bisanya tidak ada dan gejala deman selalu dengan
temperatur yang rendah. Diare berair yang ditimbulkan oleh Campylobacter kasusnya kecil.

83
B. TAKSONOMI Campylobacter jejuni
Pada tahun 1991 revisi dari taxonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter
diusulkan. Campylobacteraceae mencakup dua genera yang memiliki kaitan erat, yakni
Campylobacter dan Arcobacter. Selanjutnya menurut Bergey’s Manual, genus
Campylobacter terdiri dari enam belas spesies dan enam subspecies. Dari 16 spesies dari
genus Campylobacter teridentifikasi sampai saat ini, setidaknya delapan telah diidentifikasi
berpotensi patogen terhadap pencernaan manusia diantaranya : C. jejuni, C. coli, C. lari, C.
janin, C. upsaliensis, C. sputorum, C. concisus, dan C. curvus.
Berikut adalah taxonomi dari Campylobacter jejuni.

Kingdom ; Bacteria
Phylum ; Proteobacteria
Class ; Epsilonproteobacteria
Order ; Campylobacterales
Famili ; Campylobacteraceae
Genus ; Campylobacter
Spesies ; Campylobacter jejuni (Anonim; 2005)

C. SIFAT MORFOLOGI
Ciri Organisme
C. jejuni merupakan kuman Gram-negatif, berbentuk lengkung, S dan berbentuk
batang yang bergerak, memiliki panjang 0,5 – 5 µm dan lebar 0,2 – 0,5 µm. Kuman ini dapat
bergerak dengan sebuah flagel kutub, dan tidak membentuk spora (Gambar 1). Kuman ini
merupakan kuman microaerophilic, sensitive terhadap stress lingkungan seperti oksigen
21%, pemanasan, pengeringan, desinfektan dan kondisi asam. Karena kuman
microaerophilic dapat hidup dengan baik pada oksigen 3-5% dan 2-10% CO2.
Pada pemeriksaan mikroskopik feses menunjukkan adanya sejumlah kuman yang meluncur
kesana kemari disertai darah dan netrofil. Tumbuh pada perbenihan selektif di dalam
sungkup lilin. C. jejuni dieramkan pada suhu 42o C kuman akan tumbuh baik sementara
kuman feses pencernaan lainnya tumbuh kurang baik pada suhu ini.
C. jejuni juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada
penderita kencing manis atau kanker. C. jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat,
sehingga energi yang diperoleh dari asam amino atau dari komponen-komponen intermediet
pada siklus asam trikarboksilat. Kuman ini juga mampu merdekusi nitrat dan hamper semua
strain C. jejuni menghidrolisi hipurat.

D. SIFAT BIAKAN
a. Sifat biakan
Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan identifikasi C. jejuni .
Diperlukan perbenihan selektif ,dan pengeraman harus ilakukan dalam atmosfer dengan
O2 yang lebih rendah ( 5% O2) dan lebih banyak CO2 (10% CO2). Suatu cara mudah
untuk mendapatkan lingkungan pengeraman ini adalah dengan menempatakan lempeng
pada tabung pengeraman anaerob tanpa katalis , dan memberi gas dengan pembangkit
gas atau penukaran gas. Semua Campylobacter dapat tumbuh pada suhu 37oC,
sedangkan spesies Campylobacter termofilik seperti C. jejuni, C. lari, dan C. coli dapat
tumbuh dengan baik pada 42oC. Pengeraman lempeng pertama harus dilakukan pada
suhu 42 - 43oC. Meskipun C. jejuni tumbuh baik pada suhu 36 - 37 oC, pengeraman pada
suhu 42oC akan menghambat pertumbuhan banyak kuman lainnya yang ada difeses,
sehingga akan memudahkan identifikasi C. jejuni.
Beberapa perbenihan selektif yang banyak digunakan adalah: perbenihan
Skirrow, yangmemakai gabungan vankomisin, polimiksin B, dan trimetoprin;
perbenihan Campy BAP juga menyertakan sefalotin. Kedua perbenihan tersebut
digunakan untuk isolasi C. jejuni pada suhu 42oC; jika dieramkan pada suhu 36-37oC,
perbenihan Skirrow dapat membantu isolasi kampilobakter lainnya,tetapi perbenihan

84
Campy BAP tidak , karena banyak kampilobakter peka terhadap sefalotin. Koloni yang
terbentuk cenderung tidak berwarna atauabu-abu. Koloni ini berair,meluas atau bulat
dan konveks; kedua tipe koloni dapat muncul pada sebuah pelat agar.
Campylobacter bersifat mikroaerofilik,sehingga pertumbuhannya lambat. Oleh
karena itu apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan antibiotika untuk
mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga mengalahkan
campylobacter-nya sendiri. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 42oC dalam suasana atmosfer dengan 5 - 10% CO 2 dan oksigen
yang sama banyak. Campylobacter dapat bertahan dalam air pada suhu 4oC selama
beberapa minggu, dan dapat bertahan pada suhu di atas 15 oC selama beberapa hari.
umumnya Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik kuman patogen lain seperti
Salmonella, tetapi kuman ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada
suhu rendah.
Kultur kemudian diinkubasi selama 48-72 jam. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi,
tembus sinar tetapi tidak transparan (translucent), dan kadang-kadang bersifat mukoid.
Kuman dapat diidentifikasi dengan serangkaian uji biokimia yang saat ini telah ada.
Media agar untuk isolasi C. jejuni dari bahan pangan diformulasikan dari kebutuhan
ilmu mikrobiologi klinik. Media selektif ini dikembangkan untuk memulihkan mikroba
yang diambil dari penderita radang usus, dan kemudian digunakan untuk mengisolasi C.
jejuni dari bahan pangan. Beberapa media selektif yang banyak digunakan adalah
Skirrow media, mCCDA (Modified Campylobacter Blood-Free Selective Agar Base),
CBPA (Columbia Blood Preston Agar), media Karmali agar (Campylobacter Agar
Base- Suplemen Karmali), CAT (cefoperazone amphotericin teichoplanin), Campy-BAP
dan Butzler media. Selain itu juga digunakan media selektif berupa Cefoperazone
deoxycholate agar, arang medium selektif berbasis dan semi-padat darah bebas motilitas
media
b. Sifat-sifat Pertumbuhan
Karena diperlukan perbenihan selektif dan kondisi pengeraman tertentu untuk
pertumbuhan, suatu uji yang singkat diperlukan untuk identifikasi. C. jejuni bersifat
patogen terhadap manusia bersifat oksidase dan katalase positif. C. jejuni tidak
mengoksidasi atau meragikan karbohidrat. Sediaan apus yang diwarnai dengan Gram
menunjukan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, pembentukan hydrogen sulfida, tes
hipurat, dan kepekaan terhadap antimikroba dapat digunakan untuk mengidentifikasi
spesies lebih lanjut.

E. SIFAT PATOGENESIS
Infeksi kuman C. jejuni berasal dari makanan (misalnya susu yang tidak
dipasteurisasi), minuman (air terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi
(unggas, anjing, kucing, domba dan babi), feses hewan atau melalui makanan yang
terkontaminasi seperti daging ayam yang belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung orang per orang, hewan yang terinfeksi atau
ekskretanya serta aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai transmisi.
Campylobacter spesies sensitif terhadap asam klorida dalam lambung, dan
pengobatan antasida dapat mengurangi jumlah inokulum yang diperlukan untuk
menyebabkan penyakit.
C. jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel, menyebabkan radang
yang mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Kadangkadang
C.jejuni masuk ke dalam aliran darah sehingga timbul gambaran klinik demam enterik.
Invasi jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin menyebabkan timbulnya enteritis
(prevalensinya lebih tinggi). C.jejuni dapat menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus
halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
Patogenesis C. jejuni dimana pada tahap awalnya adalah kemotaksis dan motilitas
kuman menuju sel epitel usus, diikuti dengan adhesi, invasi dan berkembang di dalam

85
vakuola sel usus. Di dalam sel usus kuman memproduksi Cytolethal Distending Toxin
(CDT) yang menyebabkan kerusakan pada sel usus. Kerusakan sel usus tersebut
menyebabkan peradangan pada usus (enteritis) dengan gejala klinis diare cair dan kadang
berdarah.
a.   Proses penularan Campylobacter jejuni ke manusia
Kuman C. jejuni merupakan penyebab utama enteritis pada manusia dan juga
menyebabkan diare pada sapi, anjing, kucing dan primata non-manusia. Spesies ini juga
sebagai penyebab mastitis pada sapi dan aborsi di domba. Pada ayam, kalkun, merpati,
gagak dan burung camar dan liar burung, kuman ini merupakan bagian dari flora usus
normal.
Kejadian infeksi Campylobacter berhubungan dengan materi berupa susu,
daging ayam, air dan air tanah. Infeksi pada C. jejuni masuk melalui mulut bersama
makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air terkontaminasi),
kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau
dengan feses hewan melalui makan yang terkontaminasi seperti daging ayam yang
belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak
langsung dari manusia ke manusia atau hewan yang terinfeksi atau ekskretanya serta
aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai transmisi
Campylobacter biasanya ada bersamaan dengan mikroorganisme pathogen
lainnya seperti E.coli, Salmonella dan Cryptospodium. Penyakit ini sering terjadi pada
tempat-tempat umum seperti sekolah, pusat-pusat penitipan anak, rumah perawatan,
tempat pelatihan dan rumah sakit. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena sanitasi
yang kurang baik dan adanya kontaminasi silang saat menyiapkan makanan. Bahan
makanan yang sering menyebabakan infeksi Campylobacter antara lain daging ayam,
kalkun, sapi, babi, ikan dan susu. Makanan lainnya yang sering terkontaminasi adalah
seafood mentah seperti tiram dan jamur.
Campylobacter peka terhadap tekanan oksigen, temperatur dan pengeringan.
Transmisi melalui vektor sangatlah penting terhadap penyebaran pathogen ini. Yang
menjadi vektor ini antara lain hewan liar dan hewan domestik. Burung liar yang menjadi
vektor antara lain merpati, burung camar dan gagak. Burung liar ini juga dapat
menyebarkan pathogen ini ke air danau sehingga mengkontaminasi air disekitarnya
sehingga air menjadi sumber dari C. jejuni.
Survey menunjukkan 20% – 100% daging ayam retail tercemar C. jejuni. Hal ini
tidak mengejutkan karena pada ayam yang sehat didalam ususnya mengandung kuman
ini sebagai flora yang biasa berada pada usus ayam. Pada transmisi C. jejuni pada daing
ayam, produk yang paling sering menyebabkan Campylobacteriosis adalah pemasakan
daging yang tidak masak, organ ayam (hati, jantung dan gizzard), bagian caudal yaitu
kaki dan sayap ayam. C. jejuni dapat bertahan dipermukaan daging segar selama lebih
dari enam hari.

b. Gejala Klinis
a) Gejala Klinis Pada Hewan
Campylobacter pada penderita muda dapat menyebabkan diare hebat. Pada
anjing gejala yang khas adalah diare seperti air atau dengan bercak oleh cairan
empedu, dengan atau tanpa darah sampai selama 3-7 hari, kurang nafsu makan
disertai muntah. Demam dan leukositosis dapat pula terjadi. Dalam kasuskasus
tertentu diare terjadi intermiten sampai selama > 2 minggu, dalam kasus lain dapat
terjadi sampai berbulan-bulan.
Inokulasi dengan C. jejuni kepada anakanak anjing gnotobiotik, setelah tiga
hari kemudian akan timbul gejala malaise, fese tak terbentuk dan mulas. Pada sapi
penderita Campylobacteriosis, mungkin suhu tubuhnya tetap normal, ada diare
kental dan mukoid, kadang-kadang terlihat bercak merah. Sapi yang mengalami
infeksi C. fetus akan mengalami siklus estrus yang tidak teratur, bila konsepsi yang
terjadi kemudian terinfeksi, maka embrio akan terserap dan siklus estrus baru mulai

86
lagi. Radang rahim (endometritis), radang vagina (vaginitis) dan radang leher rahim
(cervicitis) dapat terjadi. Feses penderita yang terinfeksi Campylobacter
kebanyakan mengandung darah dan lendir.
C. jejuni dapat menyebabkan diare, mungkin disebabkan karena adanya
pencemaran air, darah dan feses. Gejala lain yang diderita oleh penderita
Campylobacteriosis yaitu demam, luka pada bagian perut, sakit kepala dan luka
pada otot. Sakit yang disebabkan oleh kontaminasi makanan dan air yang kotor
biasanya terjadi antara 2-5 hari. Umumnya sakit terjadi 7-10 hari, tetapi tidak
semuanya (sekitar 25%).
Pusat Pengawasan Penyakit AS mengungkapkan Campylobacter menyerang
70-90% ayam. Campylobacter tersebut menyebabkan penderita mengalami
kekejangan, demam, dan mengakibatkan kematian sekitar 800 penduduk AS setiap
tahun. Sekitar 1000-2000 orang pertahun campylobacter menyebabkan sindrom
Guilain-Barre yaitu sejenis penyakit yang memerlukan perawatan intensif selama
beberapa minggu.
b) Gejala Klinis Pada Manusia
Masa inkubasi campylobacteriosis pada manusia umumnya 2 – 4 hari ketika
kuman mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106 – 109 per
gram feses. Untuk terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 kuman C. jejuni
dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni
menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin
Escherichia coli.
Banyak kejadian Campylobacteriosis pada manusia bersifat sporadik.
Kejadian dari penyakit ini memiliki karakteristik epidemiologik yang berbeda dari
infeksi sproradik. Penyakit umumnya terjadi pada musim semi dan gugur.
Konsumsi susu mentah sebagai sumber infeksi pada 30 dari 80 kejadian luar biasa
Campylobacteriosis pada manusia, seperti yang dilaporkan oleh CDC antara tahun
1973 dan 1992. Terjadinya penyakit ini disebabkan oleh mengkonsumsi susu
mentah pada saat kunjungan anak sekolah ke peternakan selama musim sedang.
Sebaliknya, puncak Campylobacter sporadik terjadi selama musim panas.
Faktor resiko lainnya yang proporsinya lebih kecil dari penyakit sproradik
diantaranya minum air yang tidak dimasak dengan baik, perjalanan ke luar negeri,
mengkonsumsi babi panggang atau sosis, minum susu mentah atau susu botol,
kontak dengan anjing atau kucing, khususnya binatang kesayangan anak-anak atau
binatang kesayangan yang terkena diare. Penyebaran dari manusia ke manusia tidak
umum terjadi. Pangan asal hewan merupakan faktor penting dalam penyebaran
Campylobacter jejuni terhadap manusia.
Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami
merupakan penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya
mikroba dalam makanan seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang,
penanganan produk yang salah, atau tercemarnya produk oleh kotoran hewan.
Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke dokter, tetapi beberapa yang lainnya
tidak sembuh. Satu dari 1000 orang yang diidentifikasi terinfeksi kuman
Campylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara perlahan
menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas
Secara umum gejala klinis pada manusia yang disebabkan oleh kuman
Campylobacter jejuni adalah sebagai berikut. :
 Keluhan abdominal seperti mulas, nyeri seperti kolik, mual / kurang napsu
makan,muntah, demam, nyeri saat buang air besar (tenesmus), kejang perut
akut, lesu, sakit kepala, demam antara 37,8-40°C, malaise, pembesaran hati dan
limpa, serta gejala dan tanda dehidrasi
 Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan selaput otak
dan medulla spinalis (meningitis)

87
 Penyakit enterik akut disertai invasi kepada usus halus dan menyababkan
nekrosis berdarah
 Diare hebat/ ekplosif disertai dengan adanya banyak darah, lendir, lekosit
PMN (polimorfonuklear) dan kuman pada tinja bila diperiksa secara
mikroskopis
 Dapat dikacaukan dengan radang usus buntu dan kolitus ulseratif
 Jika tidak diobati , 20% penderita mengalami infeksi berkepanjangan dan
sering kambuh
c. Diagnosis
Infeksi Campylobacter harus dicurigai pada pasien dengan demam dan diare
akut, terutama yang dengan darah dan lendir terlihat pada tinja, termasuk
internasional wisatawan. Karena presentasi klinis mirip dengan yang terlihat dengan
enterik umum lainnya kuman patogen seperti Salmonella, Shigella, Yersinia,
Clostridium difficile, dan E. coli O157: H7, sebuah dugaan diagnosis berdasarkan
presentasi klinis tidak dapat dibuat. Diagnosa dibuat dengan mengisolasi
campylobacters dari sampel tinja.
Spesimen untuk kultur harus memiliki eksposur minimal untuk oksigen dan
diproses dalam waktu 24 jam. Campylobacters adalah gram negatif spiral atau
berbentuk S batang yang nonspore pembentuk dan sangat motil. Pewarnaan Gram
dari tinja diare menunjukkan melengkung atau berbentuk spiral gram negatif
batang, dan melesat motilitas pada darkfield atau mikroskop fase kontras
ini seen.68, 69 Diagnosis pasti berdasarkan biakan tinja dalam kondisi
mikroaerofilik (5% -10% oksigen, 1% -10% karbon dioksida, nitrogen 85%)
menggunakan selektif, darah berbasis, antibiotik yang diperkaya media, seperti
Blaser atau media Skirrow itu. Semua spesies Campylobacter adalah oksidase-dan
katalase-positif dan tumbuh pada 37 °C. C. jejuni dan Escherichia coli, tumbuh
optimal pada suhu 42 ° C, dan ini adalah pertumbuhan diferensial yang digunakan
dalam laboratorium mikrobiologi klinik. C. jejuni sendiri dapat dibedakan dengan
yang lain karena kemampuanya untuk menghidrolisis hippurate. Campylobacter
lambat berkembang, dan inkubasi kultur feses dilakukan selama minimal 48 jam.
Organisme ini juga umumnya rapuh dan dapat dihancurkan oleh panas,
pengeringan, keasaman, dan desinfektan.

F. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian Campylobacteriosis pada pasien penderita diare hampir sama dengan
kejadian Salmonellosis atau Shigellosis. Hasil penelitian di negara Amerika menunjukkan
angka kejadian salmonelosis berkisar 300-1500 kasus/100.000 penduduk, infeksi
Escherichia coli 30 kasus/tahun (SPARLING, 1998) dan campylobacteriosis 1/1000 orang.
Laporan dari negara Inggris dan Wales, lebih dari 1% populasi terinfeksi setiap tahunnya
dengan kerugian ekonomi mencapai £ 12 million. Sebaliknya di Indonesia hanya sedikit
informasi mengenai infeksi C. jejuni pada manusia, salah satunya adalah yang dilaporkan
oleh BALITVET, Bogor pada tahun 1984 yaitu tentang kasus keracunan susu C. jejuni di
Jawa Barat.
Masa inkubasi Campylobacteriosis pada manusia umumnya 2 – 4 hari ketika kuman
mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106 – 109 per gram feses. Untuk
terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 kuman C. jejuni dengan gejala klinis berupa
demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip
dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli.
Banyak kejadian Campylobacteriosis pada manusia bersifat sporadik. Kejadian dari
penyakit ini memiliki karakteristik epidemiologik yang berbeda dari infeksi sproradik.
Penyakit umumnya terjadi pada musim semi dan gugur. Konsumsi susu mentah sebagai
sumber infeksi pada 30 dari 80 kejadian luar biasa Campylobacteriosis pada manusia, seperti
yang dilaporkan oleh CDC antara tahun 1973 dan 1992. Terjadinya penyakit ini disebabkan

88
oleh mengkonsumsi susu mentah pada saat kunjungan anak sekolah ke peternakan selama
musim sedang. Sebaliknya, puncak Campylobacter sporadic terjadi selama musim panas.
Faktor resiko lainnya yang proporsinya lebih kecil dari penyakit sproradik diantaranya
minum air yang tidak dimasak dengan baik, perjalanan ke luar negeri, mengkonsumsi babi
panggang atau sosis, minum susu mentah atau susu botol, kontak dengan anjing atau kucing,
khususnya binatang kesayangan anak-anak atau binatang kesayangan yang terkena diare.
Penyebaran dari manusia ke manusia tidak umum terjadi. Pangan asal hewan merupakan
faktor penting dalam penyebaran Campylobacter jejuni terhadap manusia.
Di Amerika Serikat Campylobacter umumnya menyerang pada bayi, kurang lebih 14 per
100.000 per tahun terjangkit penyakit ini. Dengan samakin bertambahnya umur (anak-anak),
maka kejadian semakin menurun yaitu 4 per 100.000 orang per tahun. Kejadian pada orang
dewasa meningkat lagi yaitu sebesar 8 per 100.000 orang pertahun. Diantara umur remaja
dan dewasa, diperkirakan < 3 per 100.000 orang per tahun. Setiap orang ada kecenderungan
dapat terinfeksi kuman C. jejuni, tetapi anak di bawah umur 5 tahun dan orang dewasa (15-
29 tahun) merupakan yang paling rentan terinfeksi kuman ini.
Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami merupakan
penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya mikroba dalam makanan
seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang, penanganan produk yang salah, atau
tercemarnya produk oleh kotoran hewan. Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke
dokter, tetapi beberapa yang lainnya tidak sembuh. Satu dari 1000 orang yang diidentifikasi
terinfeksi kuman Campylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara
perlahan menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas.

G. CARA PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN


a. Pencegahan
Campylobacter jejuni dapat dicegah dan dikendalikan, dengan mengkonsumsi
makanan atau bahan pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang telah
diawetkan atau dengan mengkonsumsi makanan yang telah diproses dekontaminasi
yang terkontrol dengan baik seperti pasteurisasi, sterilisasi dan direbus, contoh makanan
yang aman yaitu susu yang telah dipasteurisasi, roti, tepung, jam, madu, pikel, dan
manisan buah. Pencegahan yang lain yaitu dengan menjaga kebersihan diri (mencuci
tangan dengan sabun, khususnya selama mengolah makanan.) dan kebersihan
lingkungan.
Menurut Bill Marler, langkah yang paling penting dan dapat diandalkan untuk
mencegah infeksi Campylobacter adalah memasak semua produk unggas dengan benar.
 Pastikan bahwa bagian paling tebal dari burung (pusat dada) mencapai 840C atau
lebih tinggi. Disarankan bahwa suhu mencapai 690C setidaknya untuk bahan
pengisi dan 740C untuk produk daging ayam giling, sedangkan untuk paha dan
sayap dimasak hingga lemaknya keluar.
 Pertimbangkan untuk menggunakan makanan iradiasi dalam dosis yang disetujui
telah ditunjukkan untuk menghancurkan sedikitnya 99,9% dari patogen bawaan
makanan yang umum termasuk Campylobacter, yang berhubungan dengan daging,
unggas, dan kontaminasi sekunder produk segar.
 Pastikan bahwa makanan lain seperti buah dan sayur tidak pernah kontak dengan
pisau untuk memotong daging atau unggas atau peralatan yang digunakan selama
pemotongan.
 Jangan meninggalkan makanan di luar ruangan dengan kondisi terbuka selama lebih
dari 2 jam.
 Hindari produk susu mentah dan air tanah tanpa perlakuan (klorinasi atau dimasak)
 Cuci buah dan sayuran dengan benar terutama jika dimakan mentah. Jika
memungkinkan sayurn dan buah dikupas terlebih dahulu.
 Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, terutama pada ujung jari dan
lipatan kuku dan dikeringkan dengan kertas sekali pakai setelah kontak dengan
hewan peliharaan, terutama anak-anak anjing, atau hewan ternak.

89
Selain dengan memperhatikan kebersihan pangan, dewasa ini telah dikembangkan
beberapa teknik untuk mencegah terjadinya infeksi Campylobacter. Teknik-teknik ini
adalah teknik competitive exclusion (CE) dan teknik iradiasi.
 Teknik Competitive Exclusion (CE)
Pada tahun 1973 Nurmi dan Rantala telah memperkenalkan konsep
Competitive Exclusion (CE) untuk mengurangi infeksi Salmonella. Flora intestin
dari ayam dewasa dimasukkan dalam burung muda sebagai suspense fecal dropping
atau sebagau subkultur anaerob. Diyakini bahwa pertumbuhan anaerob dari kuman
CE dapat mengurangi Salmonella. Kondisi yang sama juga diharapkan dapat
mengurangi C. jejuni. Kendala yang dihadapi adalah kemungkinan adanya jasad
pathogen bagi manusia atau burung karena jasad yang ada tidak di identifikasi
terlebih dahulu dan tidak dapat diterapkan disemua negara karena jasad yang ada
belum tentu sama.
Guna untuk meningkatkan efektivitas CE dapat dilakukan dengan cara
mengetahui jasad yang ada dan digunakan jasad yang mampu menghasilkan
metabolic antagonistic terhadap C. jejuni sehingga populasinya dapat ditekan atau
dilakukan dengan diet karbohidrat.
 Teknik Iradiasi
Iradiasi gamma telah digunakan sebagai metode pengawetan bahan pangan
dibeberapa negara seperti Belgia, Perancis, Jepang dan Belanda. Di Indonesia
teknik ini baru digunakan dalam skala laboratorium. Proses dilakukan dengan
penyinaran pangan menggunakan kobalt radioisotop (60Co). Iradiasi akan
mempengaruhi fungsi metabolism dan fragmentasi DNA yang dapat mengakibatkan
kematian sel mikroba, sehingga memperbaiki kualitas mikrobiologi pangan dengan
mengurangi jumlah jasad perusak dan pathogen. Berbeda dengan inaktivasi termal,
iradiasi pada dosis rendah tidak berpengaruh terhadap sifat sensoris pangan.
Penggunaan iradiasi pada dosis 1,0 Kg dapat mengontrol Trichinella
spiralis pada daging babi dam dosis 3,0 Kg dapat mengeliminasi Salmonella pada
unggas. Iradiasi juga dapat mengontrol jasad-jasad pathogen pada manusia seperti
Salmonella, C. jejuni, E. coli , Listeria monocytogenes dan dalam dosis yang lebih
tinggi terhadap Clostridium botulinum pada unggas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi resistensi mikrobia terhadap inaktivasi
dengan radiasi adalah komposisi kimia dan fisik bahan, suhu selama iradiasi,
aktivasi air dan kondisi sel itu sendiri. Efektivitas dosis iradiasi gamma untuk
inaktivasi kuman patogen dipengaruhi oleh kadar protein, lemak dan kandungan air.
Pada lingkungan cair pengaruh iradiasi pada kematian meningkat karena radikal
bebas yang dihasilkan lebih banyak. Protein dan karbohidrat mempunyai pengaruh
melindungi sebagai senyawa yang berkompetisi dengan kuman untuk berinteraksi
dengan radikal bebas yang dihasilakn selama hidroisi air.
Resistensi C. jejuni terhadap iradiasi tidak dipengaruhi oleh umur jasad dan
fase stasioner dicapai setelah 16 sampai 20 jam. Nilai D10 (kGy) adalah 0,23 pada
daging sapi rendah lemak yang disimpan pada kondisi beku dan 0,175 jika disimpan
di kulkas. Untuk kadar lemak yang tinggi jika disimpan pada kondisi beku makanan
nilai D10 adalah 0,207 dan 0, 199 jika disimpan di kulkas. Hasil uji juga
menunjukkan bahawa sensivitas C. jejuni lebih besar daripada E.coli O157;H7 dan
Salmonella
b. Pengobatan
Secara umum pengobatan untuk pasien yang mengalami infeksi Campylobacter adalah
dengan pemberian antibiotik terutama untuk pasien dengan gejala yang serius misalnya
berkepanjangan (sakit perut, diare dan
darah pada tinja), seperti diamati pada orang immunocompromised,
dan pada kehamilan di mana janin dapat dipengaruhi oleh kuman ini.

90
Penggantian cairan tubuh dengan peningkatan glucose-electrolyte solutions
melalui oral merupakan cara terpenting pada terapi pasien yang terinfeksi
Campylobacter. Spesies ini telah resisten terhadap beberapa antibiotik, khususnya
florokuinolon dan makrolida, serta bersifat zoonotik.
Organisme patogen ini semakin resisten terhadap antibiotik, terutama
fluoroquinolones dan macrolides, yang merupakan antimikroba yang paling sering
digunakan untuk pengobatan campylobakteriosis ketika terapi klinis diperlukan. Sebagai
patogen zoonosis, Campylobacter telah reservoir hewan yang luas dan menginfeksi
manusia melalui kontaminasi air, makanan atau susu. Penggunaan antibiotik pada
peternakan hewan dan obat manusia, dapat mempengaruhi perkembangan resisten
antibiotik Campylobacter.
Berbagai antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi ini, baik secara tunggal
maupun digabung dengan antibiotik lainnya. Beberapa antibiotic yang bisa digunakann
untuk pengobatan infeksi Campylobacter ini antaranya eritromisin, siprofloksasin,
gentamisin, tetrasiklin, ciprofloxacin dan enrofloxacin.
C. jejuni telah historis sensitif terhadap makrolida, tetrasiklin, fluoroquinolones,
aminoglikosida, imipenem, dan kloramfenikol tetapi resisten terhadap trimetoprim.
Eritromisin telah batu penjuru terapi, menunjukkan kumanologis konsisten mengobati
strain sensitif jika dibandingkan dengan plasebo tetapi dengan manfaat yang tidak
konsisten untuk penyembuhan klinis, seperti yang dibahas above. Dengan pengenalan
fluoroquinolones, siprofloksasin menjadi andalan empiris pengobatan untuk akut
dimasyarakat yang memiliki kuman diare dan untuk, wisatawan diarrhea. Namun, cepat
munculnya fluoroquinolone-resistant Campylobacter strain tercatat di Eropa pada 1980-
an (0% pada tahun 1982 dan 11% pada tahun 1989), yang bertepatan dengan
pendahuluan penggunaan kuinolon di poultry.
Di Amerika Serikat, resistensi siprofloksasin naik dari 0% pada tahun 1989
menjadi 19% pada tahun 2001 dan telah mencapai 90% pada Thailand. Saat ini,
antibiotik makrolida adalah pengobatan pilihan untuk pasien rawat jalan dengan infeksi
Campylobacter yang diperoleh di Amerika Serikat yang memerlukan terapi: eritromisin
(500 mg dua kali sehari selama 5 hari) atau azitromisin (500 mg secara oral setiap hari
selama 3 hari) . Azitromisin harus digunakan untuk diare travellers 'karena infeksi
Campylobacter dan secara empiris mana resistensi kuinolon adalah
anticipated. Dalam personel militer AS di Thailand, azitromisin terbukti sama efektifnya
dengan siprofloksasin dalam mempersingkat penyakit gejala dan mikrobiologis di
menyembuhkan rates. Lebih parah, penyakit sistemik dapat
diobati dengan berbagai antibiotik intravena, termasuk sefotaksim, imipenem, ampisilin,
dan parenteral aminoglikosida, tetapi sensitivitas antimikroba harus selalu diperiksa.

91

Anda mungkin juga menyukai