Anda di halaman 1dari 12

MIKROBIOLOGI PANGAN

Posted on 15 April 2016 by alafiandry


Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan
Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan
pangan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, baik memacu
maupun menghambat pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan tersebut.
Contoh faktor intrinsik adalah pH, aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi
(Eh), kandungan nutrisi, senyawa antimikrobia, dan struktur biologis.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang berasal dari luar bahan
pangan, baik dari lingkungan penyimpanan, yang dapat mempengaruhi bahan
pangan dan pertumbuhan mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah suhu
penyimpanan, kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan
komposisi gas.
Faktor ekstrinsik dapat dimanfaatkan untuk mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme yang kurang menguntungkan. Menurut Nani (2010), Suhu
penyimpanan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu bahan pangan tersebut.
Suhu penyimpanan yang tepat dapat menghambat kerusakan bahan pangan
secara mikrobiologis dan enzimatis. Penyimpanan bahan pangan pada suhu
refrigerator atau di bawahnya tidak selalu merupakan cara terbaik untuk
menghindari proses kerusakan bahan pangan. Sebagai contoh, buah pisang lebih
baik disimpan pada suhu 13 – 17°C dari pada suhu 5 – 7°C. Sebagian besar
sayuran sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 10°C seperti kentang, seledri,
kubis, dan lain-lain.

Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang


sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada
permukaan bahan pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada
lingkungan dengan RH tinggi, maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap
air yang terdapat pada lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian
juga bila bahan pangan dengan aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH
rendah. Ada hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka
RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi.
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada
permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh
yang tidak dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami
kerusakan pada permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia
aerob. Hal ini dapat dicegah dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur
komposisi gas tanpa harus menurunkan RH lingkungan.

Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-
lain. Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikrobia. Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk
pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan mikrobia yang tidak membutuhkan
O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan CO2 disebut obligat
anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2 untuk
pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada
pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled
Atmosphere Packaging) dan modifikasi atmosfer (modified atmosphere).
Secara ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan tertentu
telah diketahui semenjak beberapa abad yang lalu, terutama penggunaan
beberapa jenis khamir dalam industri alkohol, pembuatan roti, keju dan
sebagainya. Berikut ini akan disajikan cara-cara pembuatan makanan fermentasi
secara singkat untuk menjelaskan peranan mikroorganisme yang memberikan
keuntungan bagi kehidupan manusia.
1. a) Pembuatan Oncom
Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan utama
berupa limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas tahu,
ampas singkong dan ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat
dipergunakan kapang tempe atau jamur dengan bahan utama yaitu Rhizopus
oligosporus yang dapat menghasilkan oncom berwarna hitam. Pada umumnya,
lebih digemari yaitu kapang Neurospora sitophila yang dapat menghasilkan
oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses pembuatan
oncom, Neurospora sitophilaberperan untuk menguraikan pati, protein, dan
lemak dengan pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai gizi dari oncom
sangat tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan (Tarigan, 1988).
1. b) Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan
protein, mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopus didalam proses
pembuatannya. Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan
kimia pada protein, lemak dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna
dari kedelai itu sendiri, serta protein yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang
dipengaruhi oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh
dengan cepat kapang membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat
pembuatan tempe juga perlu memperhatikan kadar uap air. Uap air yang
berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga dapat
menghambat pertumbuhan kapang. Seperti yang sudah dijelaskan pada
paragraph sebelumnya bahawa kapang yang terlibat dalam proses pembuatan
tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat menghasilkan tempe
kedelai yang baik yaitu Rhizopus oryzae danRhizopus arrhizus, sedangkan
untuk tempe gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari
komponen kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar
vitamin B (Tarigan, 1988).

1. c) Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang
bersifat menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya
adalah mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan kecap.
Mikroorganisme yang berguna dalam proses pembuatan kecap adalah jenis
kapanng: Aspergilus oryzae, Aspergilus wentii dan Monilia sitophia (Tarigan,
1988).
Berikut merupakan proses pembuatan kecap secara ringkas ditampilkan dalam
bentuk diagram alir.

Pembuatan Tape

Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dengan bahan utama ketan
ataupun singkong dan ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro
(1989) ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-
spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenula, dan tidak
ketinggalanAcetobacter.
Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangn Saccharomyces,
Candida dan Hansenula dapat menguraikan gula menjadi alkoholdan
bermacam-macam zat organic lainnya. Acetobacter dapat merombak alcohol
menjadi asam. Bahan utama dari tape ini merupakan bahan yang kaya akan
amilum.
Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang
mampu merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh
enzim yang dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya
akan menjadi asam karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses
perombakan molekul-molekul zat yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir
terutama disebabkan oleh aktivitas-aktivitas mikroba tersebut di atas. Aktivitas
yang dilakukan mikroba tersebut dapat dinamakan fermentasi. Fermentasi yang
terjadi dalam proses pembuatan tape tidak memerlukan oksigen sehingga
fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.

1. e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis
untuk merombak subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia.

Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas
enzim yang menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia
yang terjadi di dalam makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba,
dihasilkan gas yan mudah dicium baunya. Seperti yang ada pada prose
pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak oleh golongan bakteri proteolitik
yakni Achromobacter dan Flavobacterium. Dengan demikian derajat keasaman
atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir fermentasi pembuatan
terasi tersebut (Tarigan, 1988).
2.2 Peran Negatif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan,
baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan
misalnya yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang
sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan (menghasilkan toksin).
Sebagai contoh adalahpertumbuhan jamur pada roti dan kacang-kacangan
selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan sayur-sayuran, penyakit tipus,
diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui
air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku
pangan, terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia.
Mikroba juga dapat masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman
atau pemanenan sayuran, melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia,
dan pencemaran selama tahap-tahap penanganan dan pengolahan pangan.
Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran mikroba, kita dapat
melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada pangan.

Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari
sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya
seperti air dan tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal
dari kotoran hewan dan manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri
penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah merupakan sumber pencemaran
bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri pembentuk spora yang
sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani (2010), Secara umum
mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus bakteri yang
berasal dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter,
Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus,
Pseudomonas, Serratia, Streptomyces, dan lain-lain. Genus jamur yang berasal
dari tanah adalah Aspergillus, Rhizopus, Penicillium,Trichothecium, Botrytis,
Fusarium, dan lain-lain. Sebagian besar genus yeast berasosiasi dengan tanah
dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan
bulu hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran
dari lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan
yang terkena penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang
menyebabkan penyakit.

Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka
atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu
Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang
sedang menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan
seperti tifus, kolera dan disenteri, juga merupakan pembawa bakteri penyebab
penyakit tersebut sampai beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh.
Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber pencemaran pangan jika
ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan
pangan oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan
yg mengandung toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.
2. Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg
mengandung mikroorganisme patogen.
2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme
1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan
mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu
menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan
bakteri ini, dikenal ada 5 macam enterotoksin yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak
semua Strain S. aureusmenghasilkan enterotoksin namun semua strain
berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang diperoleh dari ayam
menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella. Ada tiga
varietas yang berbeda daribakteri salmonella. (Salmonella typhimurium,
salmonella suis kolera, salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu,
produk susu dan telur. Gejala keracunan makanan ini termasuk mual, muntah
dan diare. Demam juga umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B,
dan produksi akan lebih cepat pada keadaan aerobik namun akan menurun
apabila konsentrasi HNO2 meningkat. Gejala klinis
keracunan Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi
kasus serius tergantung respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang
termakan, dan status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureus yang
menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal
gastroenteritis pada manusia. Jumlah minimal enterotoksin yang dapat
menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng dan toksin ini menyebabkan
peradangan pada permukaan usus sehingga memunculkan gejala-gejala klinis.
2. Keracunan makanan oleh Clostridium
Clostridium adalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan
endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridium yang menyebabkan terjadinya
keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinumadalah nama
bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut
di seluruh dunia.Clostridium botulinum merupakan bakteri gram positif,
membentuk endospora oval subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk
batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang
berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E,
F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga
30 persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya
toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup
menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil dan
melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil
terhadap panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC
selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora
bakteri ini sering ditemukan di permukaan buah-buahan, sayuran dan makanan
laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam kondisi rendah oksigen.
Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya adalah racun atau
toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai,
bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan,
kelumpuhan otot. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis
lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini
tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan.

3. Infeksi oleh Salmonella


Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri
fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena
mempunyai flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006).
Salmonella dapat menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan
(gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman
yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri
Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya
dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami diare, sari makanan yang
masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan
tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh
bakteriSalmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita
bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa
menularkan penyakit salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan
burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan
air panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah
kemungkinan besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan
sabun-sabun antibakteri telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-
penyelidik. Dengan menggunakan air minum yang dirawat dengan chlorine,
hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan makanan-makanan yang setengah
matang seperti telur-telur, daging atau makanan-makanan lain, orang-orang
dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella. Menghindari
kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kura-kura,
ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.

Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah


tidak kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara intravena,
diperlukan. Jenis-jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan
(resisten)obat antibiotik karena beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan
menjadi resisten pada banyak antibiotik-antibiotik (juga diistilahkan MDR
Salmonella). Antibiotik-antibiotik yang biasanya dipilih untuk merawat infeksi-
infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones dan cephalosporins.

4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli


Eschericia coli merupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E.
coli patogen dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah
besar. Racun Ini adalah racun-racun yang menyebabkan diare berdarah,
gangguan pencernaan, sindrom hemolitik uremik, gagal ginjal dan komplikasi
medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan Penyakit ringan sampai
penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada tempat infeksi dan
kekuatan pasien. Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan makanan,
diare, penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan
colangitis. Gejala E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip
gejala pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada anak-anak dan orang-orang dengan
imunitas yang lemah, hal ini dapat memperburuk diare parah dan masalah
ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
– Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin.
Menyebabkan hemorhagic diarhea, gagal ginjal
– Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli
(ETEC) adalah jenis Escherichia coli danbakteri penyebab utama diare di negara
berkembang. Setiap tahun, sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi,
terutama pada anak-anak akibat ETEC.
– Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak
menghasilkan Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.
– Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi.
EIEC sangat invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat
dan masuk ke sel-sel usus. Mereka tidak menghasilkan racun,tetapi sangat
merusak dinding usus melalui penghancuran sel mekanis.
5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillus sp., Fusarium sp.,
Penicillium sp., dan Mucor sp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan
penyusunnya terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya
disebabkan oleh kapang, tetapi juga oleh toksin yang dihasilkan kapang
tersebut. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya kontaminasi kapang dan
toksin pada makanan terutama adalah kelembapan dan suhu. Di
Indonesia, Aspergillus sp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang
dominan mencemari makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan
cemaran kapang dan mikotoksin bisa dilakukan melalui deteksi dini dengan
inspeksi visual pada makanan dan bahan pangan, serta manajemen yang baik
adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada
lima jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin,
fumonisin, okratoksin, trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama
dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin.
Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan
akibat keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa,
sodium bentonit, zeolit, arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces
cerevisiae) dapat digunakan untuk mengurangi racun. Obat tradisional seperti
sambiloto dan bawang putih dapat pula digunakan. Sebaiknya selain diberi
pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan elektrolit, vitamin, dan
gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif
ketika mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan
pengemasan makanan. Berikut akan disajikan mengenai kegiatan pengawetan
dan pengemasan makanan:

2.2.1 Pengawetan Makanan


Cara dan usaha mengawetkan makanan telah lama dikenal dan dilakukan
oleh penghuni daerah dingin maupun daerah panas. Hal demikian dilakukan
agar dapat mengatasi musim dingin dan musim paceklik. Cara paling murah dan
paling sederhana ialah dengan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan
dengan cara penjemuran di bawah terik matahari atau pemanasan dengan api.
Contohnya kacang-kacangan, padi, kerupuk dll dijemur terlabuh dahulu sampai
kering kemudian disimpan di tempat yang kering pula. Jelaslah, makanan yang
mengalami pengeringan seperti contoh tersebut, merupakan kondisi yang tdak
baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan makanan
dan usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan.
Mikroorganisme-mikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi
garam dapur yang berbeda-beda. Maka secara eksperimental dapat diketahui
bahwa pada umumnya mikroorganisme tidak dapat hidup dalam larutan NaCl
5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati dalam konsentrasi garam
30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan menggunakan
gula. Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi bakteri
yang osmofil bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan
dengan menggunakan asam-asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang
dari 6 atau lebih dari 8. Jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan basa lebih
dari pH 8. Banyak jenis makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam kaleng. Pasteurisasi tidak membunuh spora, akan tetapi
dengan proses ini rasa dan aroma makanan tidak akan banyak berkurang.
Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam lemari es dimana suhunya
kira-kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).
2.2.2 Pengemasan Makanan
Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi oksigen
sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan dengan nitrogen
atau karbon dioksida. CAP dapat digunakan untuk pengemasan daging proses
iris yang sulit dipisah-pisahkan bila dikemas vakum. Sedangkan pengemasan
atmosfir termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk dengan menggunakan
bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi
gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju respirasi produk
menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi kerusakan oleh
enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak digunakan dalam
teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta bahan-bahan
pangan yang siap santap (ready-to eat).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk
sistem distribusi.

REPORT THIS AD

REPORT THIS AD

Anda mungkin juga menyukai