Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MIKROBIOLOGI KAITAN DENGAN PANGAN DAN PENGGOLONGAN BAHAN


PANGAN BERDASARKAN MUDAH TIDAKNYA DIRUSAKI OLEH
MIKROORGANISME

DISUSUN OLEH :
NAMA : ELSYA MAMONTO
NIM : 711331120008
PRODI : SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES MANADO
DAFTAR ISI

Halaman
Judul………..................................................................................................................I
Daftar Isi…………………………………………………………………………….II
BAB 1 PENDAHULAN
1. Latar belakang…………………………………………………………………….1
2. Tujuan………………………………………………………………………...1
3. Manfaat Makalah……………………………...........................................1
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Mikrobiologi kaitan dengan pangan……………………………………2
2. Penggunaan Bahan Pangan Berdasarkan Mudah Tidak Di Rusak
Oleh Mikroorganisme…………………………………………………..2

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….….…1

Daftar Pustaka………………………………..………………………………….IV
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Mikrobiologi kaitan dengan pangan
dan Penggolongan bahan pangan berdasarkan mudah tidaknya dirusaki oleh
mikroorganisme”ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah “mikrobiologi” Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Mikrobiologi kaitan dengan pangan dan Penggolongan bahan pangan berdasarkan
mudah tidaknya dirusaki oleh mikroorganisme”bagi para pembaca dan juga bagi penulis

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bongkudai, 31 januari 2021


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Mikrobiologi kaitan dengan pangan
Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme, yang mencakup bermacam-macam
kelompok organisme mikroskopik yang terdapat sebagai sel tunggal maupunkelompok sel,
termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik meskipun bukan termasuk sel.Mikrobiologi
mempunyai dua bagian, yaitu dasar – dasar mikrobiologi danmikrobiologi terapan, adapun
mikrobiologi bagian pertama mencakup aspek bahasan Sejarahdan Perioda, Disiplin, Bentuk
dan Susunan, Ukuran, Struktur Sel, Pewarnaan,
Kehidupan, Nutrien, Media, Sterilisasi, Metabolisme, Pertumbuhan, Perkembangbiakan, Perh
itungan,Lingkungan Hidup, Toksin, dan Taksonomi Mikroba. Sedangkan untuk bagian
keduamencakup materi Mikrobiologi Udara, Mikrobiologi Air, Mikrobiologi Tanah,
MikrobiologiRumen, Mikrobiologi Makanan, Mikrobiologi Pasca-Panen, Makanan
Fermentasi dan ProteinSel Tunggal, Mikrobiologi Industri, Mikrobiologi Kesehatan,
Mikrobiologi Kesenjataan sertaMikrobiologi Analitik.Adapun diskusi kami kali ini membhas
beberapa aspek yang dalam mikrobiologi,antara lain mengkaji tentang Mikrobiologi Rumen,
Mikroba yang terdapat pada bahanMakanan serta pangawetan bahan makanan, Mikrobiologi
Pasca Panen (Kasus pada beras),Makanan fermentasi dan Protein sel tunggal, Sektor industri
mikrobial beserta contoh industrimikrobial, Mikrobiologi Kesehatan, Mikrobiologi
Kesenjataan dan Mikrobiologi Analitik
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah pertumbuhan bakteri pada media alternatif menggunakan sumber
karbohidrat yang berbeda?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan?
3. Bagaimanakah peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan?

C. Tujuan
Tujuan makalah adalah untuk mengetahui mikrobiologi yang berkaitan
dengan pangan dan penggunaan bahan pangan berdasarkan mudah tidak di
rusak oleh mikroorganisme,
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mikrobiologi kaitan dengan pangan
Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan
Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikrobia, baik memacu maupun menghambat pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH, aktivitas air (aw), potensial
oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa antimikrobia, dan struktur biologis.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang berasal dari luar bahan pangan, baik
dari lingkungan penyimpanan, yang dapat mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan
mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH =
relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
Faktor ekstrinsik dapat dimanfaatkan untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme
yang kurang menguntungkan. Menurut Nani (2010), Suhu penyimpanan bahan pangan dapat
mempengaruhi mutu bahan pangan tersebut. Suhu penyimpanan yang tepat dapat
menghambat kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan enzimatis. Penyimpanan
bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak selalu merupakan cara terbaik
untuk menghindari proses kerusakan bahan pangan. Sebagai contoh, buah pisang lebih baik
disimpan pada suhu 13 – 17°C dari pada suhu 5 – 7°C. Sebagian besar sayuran sebaiknya
disimpan pada suhu sekitar 10°C seperti kentang, seledri, kubis, dan lain-lain.
Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang
sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan bahan
pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan RH tinggi,
maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada lingkungan sehingga
tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan aw tinggi disimpan pada
lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi
suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi.
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada
permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh yang tidak
dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami kerusakan pada
permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah
dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus menurunkan
RH lingkungan.
Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-lain.
Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia.
Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan mikrobia
yang tidak membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan CO2 disebut
obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2 untuk
pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada pengemasan
bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere Packaging) dan
modifikasi atmosfer (modified atmosphere).

Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


            Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan tertentu telah
diketahui semenjak beberapa abad yang lalu, terutama penggunaan beberapa jenis khamir
dalam industri alkohol, pembuatan roti, keju dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan cara-
cara pembuatan makanan fermentasi secara singkat untuk menjelaskan peranan
mikroorganisme yang memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia.
a) Pembuatan Oncom
Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan utama berupa
limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas singkong dan
ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat dipergunakan kapang tempe atau jamur dengan
bahan utama yaitu Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan oncom berwarna hitam.
Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora sitophila yang dapat menghasilkan
oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses pembuatan oncom, Neurospora sitophila
berperan untuk menguraikan pati, protein, dan lemak dengan pembentukan alcohol dari
berbagai eter. Nilai gizi dari oncom sangat tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan
(Tarigan, 1988). 
b)    Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan protein,
mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopus didalam proses pembuatannya.
Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein, lemak
dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta protein
yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang dipengaruhi
oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh dengan cepat kapang
membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat pembuatan tempe juga perlu
memperhatikan kadar uap air. Uap air yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke
dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang. Seperti yang sudah
dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang terlibat dalam proses pembuatan
tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat menghasilkan tempe kedelai yang
baik yaitu Rhizopus oryzae dan Rhizopus arrhizus, sedangkan untuk tempe gandum adalah
Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari komponen
kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar vitamin B (Tarigan, 1988).
c) Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang bersifat
menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme
yang berperan dalam proses pembuatan kecap. Mikroorganisme yang berguna dalam proses
pembuatan kecap adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae, Aspergilus wentii dan Monilia
sitophia (Tarigan, 1988).
Berikut merupakan proses pembuatan kecap secara ringkas ditampilkan dalam bentuk
diagram alir.
d) Pembuatan Tape
Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dengan bahan utama ketan
ataupun singkong dan ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro (1989) ragi
untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus,
Saccharomyces, Candida, Hansenula, dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangn Saccharomyces, Candida dan
Hansenula dapat menguraikan gula menjadi alkoholdan bermacam-macam zat organic
lainnya. Acetobacter dapat merombak alcohol menjadi asam. Bahan utama dari tape ini
merupakan bahan yang kaya akan amilum.
            Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang mampu
merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh enzim yang
dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya akan menjadi asam
karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses perombakan molekul-molekul zat
yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh aktivitas-aktivitas
mikroba tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut dapat dinamakan
fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak memerlukan oksigen
sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.     
e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis untuk merombak
subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas enzim yang
menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia yang terjadi di dalam
makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba, dihasilkan gas yan mudah dicium baunya.
Seperti yang ada pada prose pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak oleh golongan bakteri
proteolitik yakni Achromobacter dan Flavobacterium. Dengan demikian derajat keasaman
atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir fermentasi pembuatan terasi
tersebut (Tarigan, 1988).

Peran Negatif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya yang
menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit
atau keracunan pangan (menghasilkan toksin). Sebagai contoh adalah pertumbuhan jamur
pada roti dan kacang-kacangan selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan sayur-
sayuran, penyakit tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui air
yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan, terutama
bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat masuk ke
dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran, melalui debu dan
udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap penanganan dan
pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran mikroba, kita dapat
melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari sejak
ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan tanah. Air
merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan manusia,
termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah
merupakan sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri
pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani (2010), Secara
umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus bakteri yang berasal
dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter, Clostridium,
Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus, Pseudomonas, Serratia,
Streptomyces, dan lain-lain. Genus jamur yang berasal dari tanah adalah Aspergillus,
Rhizopus, Penicillium, Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain. Sebagian besar
genus yeast berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan bulu
hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran dari lingkungan di
sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena penyakit dengan
sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan penyakit.
Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka atau
infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus,
dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru
sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga
merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari atau beberapa
minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber pencemaran
pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan oleh
mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1.      Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan yg mengandung
toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.
2.      Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg mengandung
mikroorganisme patogen.

2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme


1.      Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu
memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin.
Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini, dikenal ada 5 macam enterotoksin
yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak semua Strain S. aureus menghasilkan enterotoksin namun
semua strain berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang diperoleh dari ayam
menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella. Ada tiga varietas yang
berbeda dari bakteri salmonella. (Salmonella typhimurium, salmonella suis kolera,
salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu, produk susu dan telur. Gejala
keracunan makanan ini termasuk mual, muntah dan diare. Demam juga umum. S. aureus
mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi akan lebih cepat pada keadaan aerobik
namun akan menurun apabila konsentrasi HNO2 meningkat. Gejala klinis keracunan
Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus serius tergantung
respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang termakan, dan status kesehatan korban.
Sejumlah kecil sel bakteri S.aureus yang menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan
mampu menimbulkan gejal gastroenteritis pada manusia. Jumlah minimal enterotoksin yang
dapat menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng dan toksin ini menyebabkan peradangan
pada permukaan usus sehingga memunculkan gejala-gejala klinis.

2.      Keracunan makanan oleh Clostridium


Clostridium adalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan endospora.
Salah satu contoh bakteri Clostridium yang menyebabkan terjadinya keracunan yaitu
Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah nama bakteri yang biasanya ditemukan
di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia. Clostridium botulinum
merupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval subterminal dibentuk pada fase
stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang
berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G.
Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging
kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium
botulinum adalah suatu protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil
dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil
dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap
panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC selama 6 menit,
sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora bakteri ini sering ditemukan di
permukaan buah-buahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh
baik dalam kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang
berbahaya adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai,
bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot. Gejala
botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot
lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan
dan gangguan pernafasan.
3.      Infeksi oleh Salmonella
Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri
fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena mempunyai
flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006). Salmonella dapat 
menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan (gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang
tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah
peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya  penderita
akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan
baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteri
Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang
hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini
antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air
panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah kemungkinan
besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri
telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-penyelidik. Dengan menggunakan air
minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan
makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau makanan-makanan
lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella. Menghindari
kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kura-kura, ular-ular,
babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah tidak
kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara intravena, diperlukan. Jenis-
jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan (resisten)obat antibiotik karena
beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan menjadi resisten pada banyak antibiotik-
antibiotik (juga diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik yang biasanya dipilih
untuk merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones dan cephalosporins.
4.      Keracunan Makanan oleh Escherichia coli
Eschericia coli merupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli patogen
dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah besar. Racun Ini adalah
racun-racun yang menyebabkan diare berdarah, gangguan pencernaan, sindrom hemolitik
uremik, gagal ginjal dan komplikasi medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan
Penyakit ringan sampai penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada tempat
infeksi dan kekuatan pasien. Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan makanan, diare,
penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan colangitis. Gejala
E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip gejala pencernaan biasa. Bila ini
terjadi pada anak-anak dan orang-orang dengan imunitas yang lemah, hal ini dapat
memperburuk diare parah dan masalah ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
-          Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin. Menyebabkan hemorhagic
diarhea, gagal ginjal
-          Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah jenis
Escherichia coli dan bakteri penyebab utama diare di negara berkembang. Setiap tahun,
sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi, terutama pada anak-anak akibat ETEC.
-          Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak menghasilkan
Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.
-          Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat invasif,
dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke sel-sel usus.
Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat merusak dinding usus melalui penghancuran
sel mekanis.
5.      Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillus sp., Fusarium sp., Penicillium sp.,
dan Mucor sp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan penyusunnya terutama jagung.
Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh kapang, tetapi juga oleh toksin yang
dihasilkan kapang tersebut. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya kontaminasi kapang
dan toksin pada makanan terutama adalah kelembapan dan suhu. Di Indonesia, Aspergillus
sp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang dominan mencemari makanan dan bahan
penyusun pangan. Pencegahan cemaran kapang dan mikotoksin bisa dilakukan melalui
deteksi dini dengan inspeksi visual pada makanan dan bahan pangan, serta manajemen yang
baik adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis
mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin,
trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A.
parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin.
Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat
keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit, zeolit,
arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk
mengurangi racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula
digunakan. Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan
elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif ketika
mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan pengemasan makanan. Berikut
akan disajikan mengenai kegiatan pengawetan dan pengemasan makanan.
2. Penggolongan bahan pangan berdasarkan mudah tidaknya dirusaki oleh
mikroorganisme

Mikrobiologi pangan adalah salah satu cabang mikrobiologi yang


mempelajari bentuk, sifat, dan peranan mikroorganisme dalam rantai
produksi pangan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan
seperti kerusakan pangan dan penyebab penyakit bawaan pangan (Sopandi
dan Wardah, 2014:2).
Rantai produksi pangan yang dimaksud diatas adalah sejak pemanenan,
penangkapan, penyembelihan, penanganan, penyimpanan, pengolahan,
distribusi, pemasaran, penghidangan hingga pangan siap untuk dikonsumsi.
Bidang mikrobiologi pangan sebelum tahun 1970 dikenal sebagai suatu
aplikasi ilmu yang terlibat dalam kontrol kualitas mikrobiologis pangan.
Bidang mikrobiologi pangan tidak hanya menyangkut aspek mikrobiologi
kerusakan, penyakit bawaan, dan kontrol efektif pengolahan pangan, tetapi
juga menyangkut informasi dasar ekologi, fisiologi, metabolisme, dan
genetika mikroba (Sopandi dan Wardah, 2014:2).
Analisis mikrobiologi pangan adalah analisa yang digunakan untuk
mengidentifikasi mikroorganisme pada sampel uji pangan melalui
pengujian laboratorium. Pengujian laboratorium dilakukan dalam rangka
pengawasan mutu secara mikrobiologis untuk menghitung jumlah koloni,
mengisolasi, dan mengidentifikasi cemaran bakteri patogen yang mungkin
ada (Sudian, 2008:3).
Pengujian sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan
makanan yang sudah ditetapkan. Secara umum, beberapa parameter uji
mikrobiologi pada makanan yang dipersyaratkan terdiri dari:
(1) Uji angka lempeng total
(2) Uji angka kapang khamir
(3) Uji angka bakteri termofilik
(4) Uji angka bakteri pembentuk spora
(5) Uji angka bakteri anaerob
(6) Uji angka Staphylococcus aureus
(7) Uji angka Enterobacteriaceae
(8) Uji MPN Coliform
(9) Uji MPN 10 fekal Coliform
(10) Uji MPN Escherichia coli
(11) Uji angka Escherichia coli
(12) Identifikasi Escherichia coli
(13) Identifikasi Staphylococcus aureus
(14)Identifikasi Salmonella
(15) Identifikasi Shigella (Sudian, 2008:4).
Menurut Sudian (2008:5) metode-metode yang digunakan untuk pengujian
mikrobiologi pangan yang ditentukan oleh persyaratan yang diacu adalah
sebagai berikut.
1. Metode Kuantitatif (Enumerasi) Pengujian secara kuantitaif yaitu
menggunakan penghitungan jumlah mikroorganisme dan interpretasi
hasil berupa koloni per ml/g atau koloni per 100 ml. Metode ini
digunakan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang ada pada
suatu sampel, umumnya dikenal dengan angka lempeng total atau total
plate count (ALT/TPC) dan Angka Paling Mungkin atau most probable
number (APM/MPN).
Uji angka lempeng total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil
atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir
berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, intepretasi
hasil berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara
yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes, dan cara
sebar.
Angka paling mungkin (MPN) menggunakan media cair dengan tiga
replikasi dan hasil akhir berupa kekeruhan atau perubahan warna dan
atau pembentukan gas yang juga dapat diamati secara visual, dan
interpretasi hasil dengan merujuk kepada tabel MPN. Dikenal 2 cara
yaitu metode 3 tabung dan metode 5 tabung. Metode kuantitatif
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu 11 homogenisasi sampel, tahap
pengenceran, tahap pencampuran dengan media (padat/cair), tahap
inkubasi dan pengamatan, dilanjutkan dengan interpretasi hasil.
2. Metode Kualitatif (Pengkayaan) Pengujian secara kualitatif dengan
metode pengkayaan (enrichment) yaitu isolasi, identifikasi
mikroorganisme, dan interpretasi hasil berupa negatif per 25 gram atau
per 100 gram/ml. Identifikasi mikroorganisme pathogen dapat
dilakukan dengan cara konvensional maupun dengan pengujian cepat
(rapid test)
Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan terlebih dahulu dari sel
mikroorganisme yang umumnya dalam jumlah yang sangat sedikit dan
bahkan kadang-kadang dalam kondisi lemah. Metode kualitatif
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap pengkayaan, tahap isolasi
pada media selektif, tahap identifikasi dengan reaksi biokimia, dan
dilanjutkan dengan analisa antigenik atau serologi atau immunologi dan
bila diperlukan dapat juga dilakukan identifikasi DNA bakteri dengan
metode PCR.

MIKROBA BAGI MANUSIA DALAM BIDANG PANGAN


 Menguntungkan berperan dalam proses perombakkan dan
penyusunan senyawa organik shg menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi manusia
 Merugikan agen pengkontaminasi dan pembusukkan pada
makanan shg menyebabkan kerugian pada produksi pangan
 Menentukkan kualitas dan tk keamanan pangan
 Menyebabkan kerusakan makanan
 Menyebabkan keracunan
 Agen bioproses è menghasilkan produk pangan
 Menjadi sumber pangan dan suplemen

MIKROBA MENGUNTUNGKAN DALAM HAL :


1. Proses fermentasi
2. Meningkatkan gizi makanan
3. Timbulnya citarasa dan aroma yang kha
s 4. Sumber Protein

2.3 Penggunaan Bahan Pangan Berdasarkan Mudah Tidak Di Rusak


Oleh Mikroorganisme

Kerusakan bahan pangan merupakan perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan
pangan yang tidak diinginkan atau penyimpangan dari karakteristik normal. Karakteristik
fisik yang dimaksud meliputi sifat organoleptik seperti warna, tekstur, aroma, dan bentuk.
Sedangkan karakteristik kimiawi meliputi
komponen penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin,
pigmen dan sebagainya. Kerusakan bahan pangan dapat menyebabkan kebusukan. Ciri-ciri
Kebusukan antara lain bau tidak sedap, perubahan bentuk secara drastis, kehilangan daya
tarik, dan perubahan nilai gizi yang merugikan
Apabila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi beberapa jenis,
yaitu:
1. Kerusakan mikrobiologis. Kerusakan ini disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
kapang, dan khamir. Jenis kerusakan ini ditandai dengan timbulnya kapang , kebusukan,
lendir, dan adanya perubahan warna. Kerusakan mikrobiologis dapat berbahaya bagi
kesehatan manusai karena racun yang diproduksi oleh mikroorganisme.
2. Kerusakan biologis. Kerusakan biologis disebabkan oleh kerusakan fisiologis, serangga,
maupun binatang pengerat. Kerusakan ini meliputi reaksi metabolisme pada bahan atau
enzim-enzim yang terdapat didalamnya sehingga terjadi proses autolysis yang menyebabkan
terjadinya kerusakan.
3. Kerusakan Fisik. Kerusakan ini disebabkan oleh perlakuan-perlakuan fisik seperti
pemanasan, pendinginan, dan tekanan udara. Contoh dari kerusakan fisik adalah Kerusakan
warna dan tekstur pada daging yang dibekukan, tepung mengeras atau membatu karena
penyimpanan pada tempat yang lembab dsb.
4. Kerusakan mekanis adalah kerusakan yang disebabkan karena bahan mengalami benturan-
benturan mekanis yang terjadi selama pemanenan, transportasi ataupun penyimpanan.
Contohnya: Pada waktu dipanen buah yang jatuh atau membentur permukaan keras menjadi
memar
5. Kerusakan kimiawi adalah kerusakan yang terjadi karena reaksi kimia yang berlangsung di
dalam bahan makanan seperti penurunan pH, proses rigor, dan reaksi reduksi dan oksidasi.
Contoh dari kerusakan kimiawi misalnya Reaksi pencoklatan pada beberapa jenis buah dan
sayur, reaksi ketengikan minyak, dsb.
Berdasarkan penjelasan diatas, konsumsi bahan pangan yang sudah rusak dapat
membahayakan kesehatan. Cara mencegah terjadinya kerusakan bahan pangan yaitu:
• Lindungi bahan pangan atau makanan dari cemaran mikroba, misalnya dengan cara
melindungi (menutup) bahan pangan atau makanan dari serangan hama seperti lalat, kecoa,
tikus dan binatang pembawa penyakit lainnya. Memilih bahan pangan yang bermutu baik
adalah suatu cara yang paling utama dalam menghindari bahaya biologis.
• Lindungi bahan pangan dari cemaran kimia, misalnya dengan mengolah pangan di tempat
yang jauh dari sumber pencemaran seperti tempat penyimpanan pupuk, insektisida, oil dan
sebagainya. Menggunakan bahan pangan yang bersih bebas pestisida adalah cara lainnya
untuk menghindar dari bahaya kimia.
• Gunakan hanya bahan yang sudah bersih dari kerikil, dan/atau cemaran fisik lainnya.
Sortasi dan mencuci adalah tahap-tahap pengolahan yang baik untuk menghindari bahaya
fisik.
• Pada umumnya menyimpan semua buah dan sayuran di dalam kulkas. Padahal buah dan
sayuran tertentu justru rusak jika disimpan di dalam temperatur dingin. Contohnya labu,
tomat dan jeruk.

BAB III
Penutup
Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor
yang berasal dari luar bahan pangan, contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
2. Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan makanan
berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya
3. Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan atau
kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan
(menghasilkan toksin).

Daftar pustaka

Rahayu, W. P., & Nurwitri, C. C. (2019). Mikrobiologi pangan. PT Penerbit IPB Press.


Pangan, B. B., & Spoilage, F. (1989). Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, IPB.
Balia, R. L. (2003). Mikrobiologi Pangan.
Kusumadewi, S. (2007). Klasifikasi Kandungan Nutrisi Bahan Pangan Menggunakan Fuzzy
C-Means. In Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI).
Muchtadi TR, Sugiyono. 2013. Prinsip & Proses Teknologi Pangan. Bogor (ID): Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai