Anda di halaman 1dari 37

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

“THERMAL PROCESSING”

Kelompok 3

(Aisha Almaeda Reza) (1806182391)

(Jeremy Dedidy) (1806182486)

(Nabila Ayuningtias) (1806182321)

(Nisrina Dwi Putrianti K) (1806182366)


(Enrilla Bella P) (1806182353)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

1
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 3


1.1 Definisi Pengawetan Makanan ............................................................................. 3
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembusukan Makanan ................................ 3
1.2.1 Kontaminasi Mikroba ................................................................................... 3
1.2.2 Bakteri ........................................................................................................... 4
1.2.3 Jamur ............................................................................................................. 6
1.2.4 Pengendalian Kontaminasi Mikroba ............................................................. 7
1.3.1 Pengawetan Makanan Suhu Tinggi .............................................................. 7
BAB 2 BLANCHING ......................................................................................................... 9
BAB 3 HOT FILLING...................................................................................................... 15
BAB 4 PASTEURISASI................................................................................................... 23
BAB 5 STERILISASI ....................................................................................................... 32
BAB 6 KESIMPULAN..................................................................................................... 36
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 37

2
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Definisi Pengawetan Makanan

Pengawetan makanan adalah proses perawatan dan penanganan makanan untuk


menghentikan atau memperlambat pembusukan makanan, kehilangan kualitas, dapat
dimakan, atau nilai gizi, sehingga memungkinkan penyimpanan makanan lebih lama.

Pengawetan biasanya melibatkan pencegahan pertumbuhan bakteri, jamur (seperti


ragi), dan mikrobakteri lainnya, serta memperlambat oksidasi lemak yang
menyebabkan ketengikan.

1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembusukan Makanan


Jutaan buah dan sayuran dipanen setiap tahun dan mudah membusuk karena
pemrosesan dan pengawetan yang buruk. Buah-buahan segar melimpah selama musim
panen dan tidak tersedia atau jarang ditemukan di luar musim panen nya. Karena itu,
makanan harus disimpan hingga musim panen berikutnya. Ikan dan daging juga harus
disajikan terlebih dahulu karena semua yang ditangkap tidak dapat dimakan
sekaligus. Bakteri, jamur dan ragi cenderung membuat makanan busuk dan membuatnya
tidak layak untuk dimakan. Oleh karena itu, semua makanan segar harus diawetkan jika
akan digunakan untuk jangka waktu tertentu. Selain itu ketika makanan rusak, mereka
mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang mengakibatkan makanan menjadi tidak
dapat dimakan atau berbahaya untuk dimakan.

1.2.1 Kontaminasi Mikroba


Bakteri dan jamur (ragi dan kapang) adalah jenis utama
darimikrobakteri yang menyebabkan pembusukan makanan dan penyakit yang
ditularkan melalui makanan. Makanan dapat terkontaminasi oleh mikrobakteri
kapan saja selama panen, penyimpanan, pemrosesan, distribusi, penanganan, atau
persiapan. Sumber utama kontaminasi mikroba adalah tanah, udara, pakan ternak ,
kulit dan usus hewan, permukaan tanaman, limbah, dan mesin atau
peralatan pengolah makanan .

3
1.2.2 Bakteri
Bakteri adalah bakteri uniseluler yang mempunyai struktur internal yang
sederhana dibandingkan dengan sel bakteri lain. Peningkatan jumlah bakteri dalam
suatu populasi biasa disebut sebagai pertumbuhan bakteri oleh ahli
mikrobiologi. Pertumbuhan ini merupakan hasil dari pembelahan satu sel bakteri
menjadi dua sel bakteri identik, suatu proses yang disebut pembelahan
biner . Dalam kondisi pertumbuhan yang optimal, sel bakteri dapat membelah kira-
kira setiap 20 menit. Jadi, satu sel dapat menghasilkan hampir 70 miliar sel dalam
12 jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain
ketersediaan unsur hara, kelembaban, pH, kadar oksigen, dan ada
tidaknya zat penghambat (misalnya antibiotik).

Kebutuhan nutrisi sebagian besar bakteri adalah unsur kimia seperti karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen , fosfor, belerang, magnesium, kalium, natrium,
kalsium, dan besi. Bakteri memperoleh unsur-unsur ini dengan memanfaatkan gas
di atmosfer dan dengan memetabolisme unsur makanan tertentu seperti karbohidrat
dan protein.

Suhu dan pH berperan penting dalam mengontrol laju pertumbuhan


bakteri. Bakteri yang dikategorikan sebagai mesofilia beradaptasi dengan suhu
sedang, dengan suhu pertumbuhan optimal berkisar dari suhu kamar (sekitar 20 °
C) hingga sekitar 45 ° C. Seperti yang diharapkan dari suhu inti tubuh manusia, 37
° C (98,6 ° F), mikrobiota manusia normal dan patogen (misalnya, E.
coli , Salmonella spp., Dan Lactobacillus spp.) termasuk kedalam kelompok
mesofil.

Bakteri yang disebut psikrotrof, juga dikenal sebagai psikrotoleran, lebih


menyukai lingkungan yang lebih sejuk, dari suhu tinggi 25 ° C hingga suhu
pendinginan sekitar 4 ° C. Mereka ditemukan di banyak lingkungan alami di daerah
beriklim sedang. Mereka juga bertanggung jawab atas pembusukan makanan yang
didinginkan.

4
Psikrofil adalah mikrobakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0 ° C ke bawah,
memiliki suhu pertumbuhan optimal mendekati 15 ° C, dan biasanya tidak dapat
bertahan pada suhu di atas 20 ° C. Mereka ditemukan di lingkungan yang dingin
secara permanen seperti perairan dalam lautan. Karena mereka aktif pada suhu
rendah, psikrofil dan psikrotrof adalah pengurai penting di iklim dingin.

Bakteri yang tumbuh pada suhu optimal 50°C hingga maksimum 80°C
disebut termofil. Mereka tidak berkembang biak pada suhu kamar. Termofil
tersebar luas di mata air panas, tanah geotermal, dan lingkungan buatan manusia
seperti tumpukan kompos taman tempat mikroba memecah sisa-sisa dapur dan
bahan tumbuhan. Contoh termofil yaitu Thermus aquaticus dan Geobacillus spp.

Lebih tinggi pada skala suhu ekstrim kita menemukan hipertermofil, yang
ditandai dengan rentang pertumbuhan dari 80°C hingga maksimum 110°C, dengan
beberapa contoh ekstrem yang bertahan pada suhu di atas 121°C, suhu rata-rata
autoklaf. Ventilasi hidrotermal di dasar laut adalah contoh utama lingkungan yang
ekstrim, dengan suhu yang diperkirakan mencapai 340 ° C. Mikroba yang diisolasi
dari ventilasi mencapai pertumbuhan optimal pada suhu lebih tinggi dari 100 °
C. Contoh penting adalah Pyrobolus dan Pyrodictium yang tumbuh pada suhu 105
° C dan bertahan dalam proses autoklaf. Gambar 3 menunjukkan kurva miring yang
khas dari pertumbuhan yang bergantung pada suhu untuk kategori mikrobakteri
yang telah penulis jelaskan.

5
Gambar 1. Grafik menunjukkan laju pertumbuhan bakteri sebagai fungsi suhu.

(openstax.org)

1.2.3 Jamur
Dua jenis jamur yang penting dalam pembusukan makanan adalah ragi dan
cetakan . Jamur adalah jamur multiseluler yang berkembang biak dengan
pembentukan spora (sel tunggal yang dapat tumbuh menjadi jamur dewasa). Spora
terbentuk dalam jumlah besar dan mudah tersebar di udara. Setelah spora ini
hinggap di substrat makanan, mereka dapat tumbuh dan berkembang biak jika
kondisinya mendukung. Ragi adalah jamur uniseluler yang jauh lebih besar dari sel
bakteri. Mereka berkembang biak dengan pembelahan sel (pembelahan biner) atau
tunas.

Kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan jamur mirip dengan yang


mempengaruhi bakteri . Baik ragi maupun kapang dapat tumbuh
di lingkungan asam (pH kurang dari 7). Kisaran pH
untuk pertumbuhan ragi adalah 3,5 hingga 4,5 dan untuk jamur adalah 3,5 hingga
8,0. PH rendah buah-buahan umumnya tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
bakteri, tetapi ragi dan kapang dapat tumbuh dan menyebabkan pembusukan pada
buah. Misalnya, spesies jamur dari genus Colletotrichum menyebabkan busuk

6
tajuk pada pisang. Ragi meningkatkan fermentasi dalam buah-buahan dengan
memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Jumlah air yang tersedia
dalam produk makanan juga penting untuk pertumbuhan jamur. Ragi tidak dapat
tumbuh pada aktivitas air kurang dari 0,9, dan kapang tidak dapat tumbuh pada
aktivitas air di bawah 0,8.

1.2.4 Pengendalian Kontaminasi Mikroba


Metode yang paling umum digunakan untuk membunuh atau mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme adalah penerapan panas, pembuangan air,
penurunan suhu selama penyimpanan, penurunan pH,
kontrol konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, dan pembuangan. nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Penggunaanbahan kimia sebagai pengawet diatur
secara ketat oleh badan pemerintah seperti Food and Drug Administration (FDA)
di Amerika Serikat. Meskipun suatu bahan kimia mungkin
memiliki fungsi pengawet , keamanannya harus dibuktikan sebelum digunakan
dalam produk makanan. Untuk menekan pertumbuhan jamur dan jamur dalam
makanan, sejumlah pengawet kimiawi diizinkan. Di Amerika Serikat, daftar bahan
kimia tersebut, yang dikenal sebagai GRAS (Umumnya Diakui Aman),
termasuk senyawa seperti asam benzoat , natrium benzoat, asam propionat, asam
sorbat, dan natrium diasetat.

1.3 Jenis-Jenis Teknik Pengawetan Makanan

1.3.1 Pengawetan Makanan Suhu Tinggi


Penerapan panas pada makanan menyebabkan kerusakan mikroorganisme.
Perlakuan spesifiknya antara lain :

a) Organisme yang harus dibunuh.


b) Sifat makanan yang akan diawetkan dan
c) Cara pengawetan lain yang dapat digunakan selain suhu tinggi.

Mode pengawetan dengan suhu tinggi yang digunakan biasanya:

7
(1) Sterilisasi

(2) Pasteurisasi

(3) Blanching

(4) Hot Filling

1.3.2 Pengawetan Makanan Suhu Rendah

Pertumbuhan mikroba dan reaksi enzim terhambat dalam makanan yang


disimpan pada suhu rendah. Semakin rendah suhu, semakin besar retardasi. Mode
pengawetan dengan suhu rendah antara lain :

(1) Cellar Storage (sekitar 15 oC)


(2) Pembekuan atau Pendinginan (0-5 oC)

1.3.3 Pengawetan Makanan Secara Kimiawi

Pembusukan mikroba produk makanan juga dikendalikan dengan


menggunakan bahan pengawet kimia. Hal tersebut merupakan tindakan
penghambatan pengawet karena mereka mengganggu mekanisme pembelahan sel,
permeabilitas membran sel dan aktivitas enzim.

Namun demikian, penting bahwa penggunaan bahan kimia dikontrol


dengan benar, karena kemungkinan besar akan digunakan secara sembarangan
berbahaya. Pengawet yang digunakan tidak boleh membahayakan kesehatan dan
tidak menyebabkan iritasi, serta harus mudah dideteksi dan diperkirakan.

Dua bahan pengawet kimia penting diizinkan untuk minuman menurut FPO (1955)
adalah :

(1) Sulfur dioksida dan


(2) Asam benzoat

8
BAB 2 BLANCHING

1.1. Latar Belakang Proses Blanching

Pada umumnya bahan pangan merupakan zat yang bersifat organik, dimana
didalamnya terdapat banyak nutrisi, enzim serta makromolekul lainnya. Hal ini
dapat membawa dampak positif serta negative bagi bahan pangan, dimana dengan
keberadaan beberapa enzim dapat meningkatkan kualitas bahan pangan sementara
yang lainnya dapat mengurangi kualitas serta mempercepat pembusukan.

Pada produk hasil pertanian, seperti sayur dan buah, kesegaran adalah hal
yang sangat penting dan utama yang menjadi dasar pertimbangan akan tingkat
kualitas bahan pangan tersebut. Namun, produk pertanian tersebut sangat rentan
mengalami kerusakan. Kerusakan yang dialami umumnya disebabkan oleh enzim
dan mikroorganisme, yang dapat mempengaruhi warna, rasa, dan tentunya
kesegaran dari produk pertanian tersebut. Salah satu cara untuk menjaga kualitas
dari produk hasil pertanian adalah dengan melakukan blanching atau blansir.

1.2. Definisi Proses Blanching


Blanching merupakan suatu proses yang dilakukan pada bahan pangan
sebelum dilakukan pengeringan pengalengan atau pembekuan. Blanching
merupakan suatu proses pemanasan pada bahan pangan dengan menggunakan suhu
dibawah 100oC. Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemanasan
secara langsung dengan air panas (Hot Water Blancing) atau dengan menggunakan
uap (Steam Blanching). Kedua proses tersebut mempunyai keuntungan dan
kerugian tersendiri tergantung dari bahan yang akan diolah. Blanching bertujuan
untuk menginaktivasikan enzim yang memungkinkan terjadinya perubahan warna,
tekstur, citta rasa bahan pangan. Namun tujuan blanching juga bermacam-macam
tergantung dari bahan yang akan digunakan serta tujuan proses selanjutnya.
Durasi dari pemanasan blanching adalah sangat singkat, dikarenakan tujuan
proses blanching sendiri adalah untuk menginaktivasi enzim yang merugikan pada
bahan pangan yang berupa buah maupun sayuran. Proses blanching tidak ditujukan

9
untuk mematangkan bahan pangan yang berupa sayuran dan buah-buahan sehingga
tidak memerlukan paparan panas dari air panas maupun uap dalam waktu yang
Panjang.

1.3. Tujuan Blanching


Proses blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100°C selama beberapa
menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Proses blanching termasuk ke
dalam proses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75 – 95°C selama
10 menit. Tujuan utama dari blanching ialah menonaktifkan enzim dalam bahan
pangan, diantaranya adalah enzim peroksidase dan katalase. Kedua jenis enzim ini
paling tahan terhadap panas. Namun bukan hanya enzim yang menjadi nonaktif,
sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan pangan tersebut pun ikut mati.
Blanching pada umumnya dilakukan untuk sayur-sayuran dan buah-buahan yang
akan dikalengkan atau dikeringkan. Selain tujuan utama tersebut juga terdapat
beberapa tujuan samping lainnya, yakni:
1.3.1. Membersihkan kotoran dan mikroba dari bahan sayuran
Dengan adanya pengontakan bahan pangan dengan air
maupun uap yang dialirkan, maka secara tidak langsung bahan akan
terbebas dari kotoran maupun hama karena kotoran tersebut akan
terbawa oleh aliran air maupun uap.
1.3.2. Menghilangkan gas-gas dari jaringan sayuran maupun buah
Proses blanching umumnya digunakan pada proses
pengalengan makanan sebagai fase pre-tretment, yakni dengan
adanya proses blanching dapat menguapkan udara dalam jaringan
sehingga menciptakan ruang yang kedap udara maupun vakum.
1.3.3. Melayukan dan melunakkan jaringan tanaman
Adanya paparan panas dari aliran air maupun uap dapat
melembutkan jaringan pada sayuran sehingga proses pengisian
bahan kedalam wadah menjadi lebih mudah.
1.3.4. Menghilangkan bau dan rasa yang tidak diinginkan

10
Pada sayuran dan buah yang mentah beberapa masih memiliki cita
rasa yang getir maupun pahit, sehingga dengan adanya proses
blanching dapat menetralisir sebagian rasa yang tidak diinginkan
tersebut dengan mematangkan sebagian.
1.3.5. Meningkatkan dan menjaga warna produk
Proses blanching berlangsung dengan cepat walaupun
menggunakan suhu yang tinggi, dengan demikian pigmen dari buah
dan sayur tidak terdenaturasi, sehingga tampilan warna proses
olahan tetap terjaga dan tetap menarik.
1.4. Inaktivasi Enzim
Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif dalam meningkatkan
kecepatan reaksi kimia secara spesifik yang mana ketika kondisi tanpa enzim reaksi
biokimia berlangsung secara lambat. Pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan
dengan mengukur substrat yang terurai atau produk yang terbentuk. Terdapat
berbagai jenis enzim yang sering digunakan dalam proses pangan, misalnya
protease, amilase, dan lipase.
Protease merupakan enzim yang berperan dalam reaksi yang melibatkan
pemecahan protein. Enzim ini memecah protein dengan bantuan air sehingga
dikelompokkan dalam golongan enzim hidrolase. Protease dapat dihasilkan dari
hewan, tanaman, dan mikroba secara ekstraseluler ataupun intraseluler. Dalam
sistem EC (Enzyme Nomenclature), protease dibagi menjadi eksopeptidase (EC
3.4.11-19) dan endopeptidase (EC 3.4.21-24). Eksopeptidase menghidrolisis
protein dari ujung N terminal (aminopeptidase), C terminal (karboksipeptidase),
ataupun spesifik pada dipeptida (hidrolase dipeptidase). Endopeptidase dibagi
berdasarkan mekanisme katalitiknya, yaitu proteinase serin, proteinase thiol,
proteinase asam dan proteinase logam.
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat memecah pati atau
menghidrolisa pati, glikogen, dan turunan polisakarida dengan memecah ikatan
glikosidik pati. Berdasarkan jenis ikatan yang dipecahnya, amilase dibedakan
menjadi α-amilase (EC-3.2..1.1), ß-amilase (EC-3.2.1.2), γ-amilase (EC-3.2.1.3).

11
Hidrolisis enzim α-amilase terhadap pati menghasilkan produk utama yaitu maltosa
dan maltooligosakarida.

Lipase dikelompokkan sebagai enzim hidrolase dengan nama sistematik


gliserol ester hidrolase (EC 3.1.1.3) yang mengkatalisis reaksi hidrolisis trigliserida
menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial, dan gliserol. Reaksi hidrolisis enzim
lipase merupakan reaksi yang terjadi secara bertahap menghasilkan diasilgliserol
dan monoasilgliserol sebagai senyawa antara.

Selain dari enzim-enzim tersebut, ada pula beberapa jenis enzim yang
merugikan bagi olahan bahan pangan seperti lipoksigenase, polifenoloksidase dan
klorofilase. Enzim tersebut dapat mempercepat pembusukan serta penurunan mutu
maupun kualitas dari olahan bahan pangan yang diinginkan. Sehingga diperlukan
proses termal untuk menginaktivasi atau mendenaturasi enzim-enzim tersebut.

Denaturasi merupakan pemecahan struktur yang normal dari enzim atau


asam nukleat karena beberapa faktor seperti suhu dan pH. Pemecahan hubungan
yang lemah ini juga yang menyebabkan pemecahan struktur alaminya adalah
molekul enzim ataupun protein. Sebuah enzim yang terdenaturasi akan mempunyai
ikatan yang longgar, struktur yang menjadi lebih acak, dan sebagian akan tidak bisa
larut. Ada berbagai cara terjadinya denaturasi yaitu dengan pemanasan dengan
alkali, asam, urea, ataupun deterjen. Bisa juga menggunakan getaran yang kuat.
Denaturasi dari enzim disebabkan oleh faktor berikut:

1. pH atau derajat keasaman


Pada pH sangat mempengaruhi dari aktifitas suatu enzim dan juga
bisa menyebabkan denaturasi enzim. Jika kondisi dari pH asam dan
basah maka di sekitar molekul enzim akan mempengaruhi bentuk 3
dimensi enzim dan juga hal tersebut akan menyebabkan denaturasi
enzim.
2. Suhu atau temperatur
Pada temperatur suhu yang tinggi kecepatan dari molekul substrat
akan meningkat, jadi pada saat bertabrakan bertemu dengan enzim,

12
energi pada molekul substrat akan berkurang. Hal tersebut akan
membuat ikatan molekul substrat dan sisi aktif enzim. Aktifitas dari
enzim akan meningkat dengan meningkatnya juga suhu pada titik
tertentu. Pada enzim peningkatan temperatur suhu yang bisa mencapai
40 derajat dengan adanya peningkatan reaksi. Hal tersebut bisa
dihubungkan dengan makin meningkatnya energi kinetik pada molekul
substrat dan enzim. Pengaruh suhu di kecepatan reaksi bisa dijelaskan
melalui suatu koefesien suhu. Kecepatan dari enzim saat mengkatalis
reaksi bisa mencapai puncak di saat suhu tertentu. Suhu tersebut biasa
disebut dengan suhu optimum pada suatu reaksi. Pada atas suhu tersebut
akan menghasilkan produk yang menurun. Meningkatnya suhu diatas
suhu optimumnya akan menyebabkan putusnya sebuah ikatan hidrogen
dan juga ikatan lain yang merangkai molekul enzim, lalu menjadikan
enzim mengalami denaturasi.

1.5. Metode Blanching


Metode blanching melibatkan penggunaan air panas atau uap bersuhu
kurang dari 100oC untuk mematikan aktivitas mikroba dan enzim. Proses blanching
umumnya membutuhkan suhu berkisar 75 – 95°C selama 10 menit. Umumnya
proses blanching akan dilanjutkan dengan proses pendinginan menggunakan
freezer maupun cooler untuk menghentikan proses pemasakkan dari blanching.
Waktu pemanasan dalam blanching dapat bervariasi sesuai dengan
ketebalan potongan bahan serta jenis buah maupun sayur yang dipanaskan. Setiap
bahan pangan memiliki waktu proses blanching yang berbeda-beda untuk
inaktivasi enzim. Perbedaan tersebut tergantung pada jenis bahan, metode
blanching yang digunakan, ukuran bahan, dan suhu media pemanas yang
digunakan. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat lama waktu blanching dari
beberapa jenis bahan pangan :
Jenis Sayuran Waktu Blanching
Brokoli 2-3
Jagung 2-3

13
Bayam 12
Buah Bit 4-5
Buah Bit (potong dadu) 3

Tabel 1.1 Waktu Blanching pada Tiap Jenis Sayuran

T
Idealnya, lama waktu yang diperlukan untuk proses blanching harus tepat,
tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat. Proses blanching yang berlebihan akan
menyebabkan produk menjadi matang, kehilangan rasa, warna, dan nutrisi-nutrisi
penting yang terkandung didalamnya karena komponen-komponen tersebut dapat
rusak dan terlarut kedalam media pemanas baik pada proses blanching dengan air
panas ataupun uap.

1.6. Unit Operasi Blanching


Proses blanching pada skala industri memerlukan kapasitas dan daya
produksi yang besar di dalam pabrik pengolahan pangan. Untuk proses produksi
umumnya di pabrik menggunakan unit operasi untuk proses blanching yang disebut
blancher. Terdapat dua jenis blancher yang digunakan dalam industry, yakni:
1. Hot Water Blancher

Gambar 1.1 Unit Hot Water Blancher

Hot water blancher menggunakan media berupa air yang dipanaskan hingga
suhu mendekati suhu penguapan sebagai penyalur kalor dalam proses blanching.
Prinsipnya yaitu dengan pemanasan pada 70-100ºC untuk waktu tertentu dan

14
kemudian dilakukan proses pendinginan. Blancher-cooler memiliki tiga bagian:
tahap pra-pemanasan, tahap blanching dan tahap pendinginan.

2. Steam Blancher

Gambar 1.2 Unit Steam Blancher

T
Blancher uap yang paling sederhana terdiri dari konveyor belt yang
membawa makanan melalui tekanan atmosfer uap dalam terowongan. Konsumsi
energi efisien pada blancher ini sebesar 19%. Alternatif lain, makanan masuk dan
meninggalkan blancher melalui katup yang berputar untuk mengurangi kehilangan
uap dan meningkatkan efisiensi energi sampai 27%, atau uap bisa digunakan
kembali dengan melewati katup venturi. Efisiensi energi akan naik hingga 31%
menggunakan hidrostatik dan alat venturi.

BAB 3 HOT FILLING

1.1. Pengertian Hot Filling

15
Gambar 1.1 Hot Filling pada Botol
Sumber: https://apfoodonline.com/industry/

Hot filling merupakan metode yang telah terbukti efektifitasnya dalam mengisi makanan
atau minum yang bersifat asam tinggi (pH-4,6), sehingga makanan atau minumam tersebut
stabil saat penyimpanan pada suhu kamar. Metode ini digunakan secara luas dalam industri
makanan untuk mengisi gelas dan wadah plastik. Metode ini bekerja pada perlakuan panas
dalam penukar panas berbentuk pelat yang suhu sekitar 90 - 95C setidaknya selama 15
detik (biasanya 15-30 detik). Proses dari metode tersebut ini menghasilkan "Produk Steril
Komersial" yang dimana, proses inin membunuh semua mikroorganisme yang mampu
tumbuh di dalam suatu container. Produk kemudian didinginkan dan diisi
makanan/minumn yang diinginkan pada suhu berkisar 82-85 ° C ke dalam wadah, setelah
itu segera ditutup dengan penutup, dan kemudian ditahan pada suhu ini selama kurang lebih
2-3 menit. Pengisian panas akan mensterilkan permukaan bagian dalam wadah. Wadah
yang terisi biasanya diletakkan miring sehingga ujung leher dan penutup juga disterilkan.

16
Kontainer tersebut kemudian didinginkan di terowongan pendingin untuk meminimalkan
degradasi termal produk.

1.2. Tujuan Hot Filling


Tujuan utama Hot filling adalah untuk menyediakan produk yang bebas dari
mikroorganisme yang mampu tumbuh di penyimpanan ambien; yaitu, "Produk Steril
Komersial". Sterilitas komersial atau makanan yang diproses secara termal mengacu pada
tidak adanya mikroorganisme penyebab penyakit, tidak adanya zat beracun dan
pembusukan yang dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak di bawah
sejumlah kondisi penyimpanan dan distribusi yang tidak didinginkan. Manfaat lain dari ini
mungkin untuk mengurangi kekentalan makanan saat diisi pada suhu tinggi.

1.3. Proses Hot Filling


Hot filling meliputi proses dimana unit mesin hot fill akan menyuntikkan/memasukkan
cairan ke dalam botol dan kemudian membalikkannya, sehingga panas dapat mensterilkan
botol dan tutup botolnya juga. Metode ini efektif dalam memperpanjang umur simpan
produk minuman seperti jus buah dan sayuran, nektar, minuman ringan, air yang
ditingkatkan, dan teh RTD, pada ambien (suhu kamar). Efisiensi dan efektivitas proses hot
filling ini ditentukan oleh pemrosesan termal sebelum dilakukannya filling produk. Untuk
menjamin efektivitas proses hot fill maka diperlukan; Pertama, kontrol yang tepat terhadap
produk serta; dan kedua proses pada hot fill itu sendiri, yang meliputi proses dekontaminasi
wadah dan penutupannya.

17
Gambar 1.2 Process Diagram dari Hot Filling
Sumber: http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/

Berikut penjelasan proses diagram diatas;


• Minuman dipasteurisasi dan dipanaskan hingga suhu pengisian panas, umumnya
antara 190 - 203 F (atau 90 - 95 C) dalam penukar panas setidaknya selama 15 - 30
detik. Proses ini biasanya membunuh semua mikroorganisme dalam cairan.
• Cairan tersebut didinginkan hingga sekitar 180 - 185 F (82 - 85 C) dan diisi di
pompa bensin. Dalam beberapa kasus, nitrogen dimasukkan ke head space (ruang
kosong antara cairan dan pinggiran) untuk menghilangkan oksigen untuk
menghindari oksidasi.
• Penutupan kemudian diterapkan segera setelahnya. Proses ini akan mensterilkan
permukaan bagian dalam wadah.
• Wadah dimiringkan ke satu sisi atau dibalik untuk memastikan penutupnya juga
disterilkan dengan cairan panas menyentuh permukaan bagian dalam.

18
• Paket wadah / penutup kemudian dibawa ke tempat pendingin (bak air atau
pancuran) untuk mendinginkannya dengan cepat, proses ini akan membantu
menjaga rasa produk dan sifat nutrisinya. Proses pendinginan juga akan
menciptakan vacuum di dalam container, mencegah pertumbuhan mikroba.
• Kemasan botol / penutup yang didinginkan dikeringkan dan label dekorasi
diterapkan.

1.4. Faktor yang Memengaruhi Efektifitas Hot Filling


Sifat makanan akan sangat menentukan kepekaan mikroorganisme terhadap pembusukan.
Suhu dan aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembusukan
mikrobiologis makanan. Faktor lain yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup mikroorganisme dalam makanan adalah pH atau keasaman. PH rendah
(keasaman tinggi) akan membatasi sejumlah mikroorganisme untuk tumbuh dan merusak
makanan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui keasaman makanan saat
menentukan kondisi proses dan kemungkinan umur simpan produk. Makanan sering dibagi
menjadi dua kelompok utama dalam hal keasamannya: makanan asam tinggi dengan pH
4,6 atau lebih rendah dan makanan asam rendah dengan pH lebih tinggi dari 4,6.

● Temperatur filling sangat penting dalam meminimalkan waktu proses dan dia juga
memastikan proses pasteurisasi yang terjadi memadai sesuai kondisi yang
diinginkan.
● Untuk menjamin efektivitas proses hot fill maka diperlukan 1) kontrol yang tepat
terhadap produk serta 2)proses pada hot fill itu sendiri, yang meliputi proses
dekontaminasi wadah dan penutupannya.

19
1.5. Unit Hot Filling

Gambar 1.3 Unit Hot Filling


Sumber: https://www.gea.com/en/products/filling-packaging/plastic-bottle-fillers/

Mesin hot filling pada umumnya terlihat seperti gambar diatas. Pada umumnya, mesin hot
filling mengandung perlatan unscrambler, nitrogen dosing, capping machine, headspace
sterilizer, squeezer, dan shrink packer & handling application. Nitrogen berfungsi untuk
menjamin eliminasi oksigen secara total. Menurut Alibaba.com, harga untuk suatu sistem
unit hot filling berkisar antara $18,000.00 - $85,000.00, tergantung unit-unit yang
dimilikinya.

Gambar 1.4 Unit Hot Filling


Sumber: https://www.gea.com/en/products/filling-packaging/plastic-bottle-fillers/

20
1.6. Kemasan yang Cocok Digunakan Hot Filling
Kemasan/container yang umum digunakan untuk cairan pada proses hot fill yaitu terbuat
dari kaleng besi, botol kaca dan toples. Jenis bahan kemasan ini dipilih untuk minuman
karena sifat penghalang oksigennya yang terbaik. Kaleng baja, botol kaca, dan toples
sangat stabil terhadap suhu; sehingga pada suhu yang lebih tinggi; biasanya antara 90
hingga 98 ° C, diikuti dengan waktu penahanan selama 2-3 menit sebelum wadah
didinginkan di terowongan pendingin.
Stabilitas termal kemasan sangat penting untuk pemrosesan pengisian panas karena
pengisian harus dilakukan pada suhu tinggi; mampu menyebabkan distorsi atau deformasi
botol yang digunakan.

Saat ini bahan pengemas popular untuk produk minuman isi panas adalah PET, polietilen
tereftalat, resin plastik dan sejenis poliester. Produsen minuman isi panas menggunakan
plastik PET untuk wadahnya karena kekuatan, stabilitas suhu, transparansi, dan harganya.
Selain itu, keunggulan lain untuk PET adalah ringan, dapat ditutup kembali, tahan pecah,
dan dapat didaur ulang.

1.7. Keuntungan Hot Filling


Hot filling merupakan proses pilihan yang banyak digunakan pada industri jus dan
minuman, dikarenakan efektifitasnya dalam menghilangkan kebutuhan pengawet dan
bahan kimia dengan tetap mempertahankan tingkat umur simpan dan kandungan nutrisi
minuman yang sama. Dengan konsumen menjadi lebih sadar akan potensi efek berbahaya
dari pengawet, pengisian panas sekarang menjadi pilihan yang jelas karena prosesnya agak
sederhana dan tidak terlalu rumit dibandingkan dengan alternatifnya.

1. Menghilangkan kebutuhan pengawet untuk minuman


Metode hot filling merupakan pilihan yang baik untuk banyak jus buah dan sayuran,
water enhancements dan minuman teh karena menghilangkan kebutuhan pengawet.
Seperti yang kita ketahui, salah satu efek yang tidak diinginkan dalam industri ini

21
yaitu aktivitas oksigen dalam minuman adalah degradasi oksidatif vitamin C.
Reaksi oksidasi juga terkait erat dengan perubahan warna dan rasa pada minuman
selama penyimpanan.

2. Proses ini juga mempertahankan umur simpan suhu sekitar 6-12 bulan, dan stok
wadah yang kompatibel dengan isi panas sudah tersedia. Proses hot fill yang benar
ini juga akan mendorong terjadinya de-aerasi alami, dimana akan menghasilkan
ruang hampa internal (atau semacam vacuum) di dalam container setelah
pendinginan. Selain menghambat pertumbuhan mikroba, kondisi vakum juga
mencegah kerusakan oksidatif, sehingga produk isi panas umumnya stabil pada
suhu kamar.
3. Untuk menjamin eliminasi oksigen secara total, proses hot fill kini juga dilengkapi
dengan nitrogen gas flushing pada container headspace sebelum proses capping.

22
BAB 4 PASTEURISASI

1.1. Sejarah Pasteurisasi


Metode pasteurisasi pertama kali ditemukan oleh Louis Pasteur (1822-1895), setelah
menyelesaikan penelitian dengan menggunakan mikroskopi dan melanjutkan ke cabang
ilmu pengetahuan baru yaitu bidang mikrobiologi. Saat itu Louis Pasteur tinggal di Inggris
dan dia mulai mempunyai pengertian teoretis yang baik tentang mikroba. Dia mencoba
menerapkan temuannya pada masalah praktis untuk mencegah kerusakan anggur. Banyak
keluarga yang mata pencahariannya tergantung pada industri anggur. Ekonomi Prancis
juga sangat bergantung pada ekspor anggur. Oleh sebab itu, kerusakan anggur merupakan
masalah penting.

Percobaan Pasteur berhasil dengan mengadakan sedikit perubahan pada proses yang
dipakai untuk kaldu. Aroma anggur akan berubah jika dididihkan. Jadi, untuk membunuh
sebagian besar mikroba tanpa mengubah aromanya anggur, dia panaskan secukupnya.
Pendinginan membuat sisa mikroba tidak bisa berkembang biak. (Seperti dengan kaldu,
perlu dijaga agar tidak ada mikroba baru yang masuk dariudara.). Selain mencegah susu
menjadi asam, juga bisa mengawetkan banyak jenis makanan lain. Proses ini dinamai
"pasteurisasi".

1.2. Definisi Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu rendah di


bawah 100 °C Proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau
pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan
enzim-enzim, memperpanjang daya simpan, membunuh mikroorganisme seperti bakteri,
kapang dan khamir yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora (Sukasih E dkk,
2009).

Ada beberapa tujuan dalam pengolahan susu pasteurisasi seperti membunuh semua
bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan, yaitu

23
bakteri - bakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat juga
memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan dengan jalan mematikan bakteri
pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam (pH <4,5).

Proses pasteurisasi dapat menghancurkan 90–99% bakteri yang ada di dalam susu.
Pasteurisasi dapat merusak vitamin C dan kemungkinan menjadikan laktosa kasein dan
unsur lemak pada susu menjadi kecil. Efek yang ditimbulkan dari proses pasteurisasi
adalah dapat mempertahankan nilai nutrisi dan karakteristik sensori bahan pangan hasil
pasteurisasi (Setya, 2012).

Ada beberapa istilah bakteri pada proses pasteurisasi. Pertama, ada yang dinamakan
thermoduric. Thermoduric ialah organisme yang dapat bertahan hidup setelah diberikan
paparan suhu yang relatif tinggi tetapi tidak selalu tumbuh di interval suhu ini. Contohnya
seperti Streptococcus dan Lactobacillus. Sumber dari bakteri ini ialah kontaminasi
peralatan yang tidak dibersihkan dan disanitasi dengan baik. Biasanya, dimanfaatkan
sebagai uji perawatan yang digunakan dalam sanitasi alat, thermoduric plate count.
Dimana, nilainya tidak boleh melebihi 1000 per mL susu.

Selain itu, ada yang dinamakan thermophilic. Thermophilic ialah organisme yang tidak
hanya dapat bertahan hidup di suhu tinggi (55 C atau lebih), tapi membutuhkan temperature
tinggi dalam pertumbuhannya. Contoh, Bacillus. Sepertinya thermoduric, sumber
masuknya bakteri biasanya dari peralatan yang tidak dibersihkan selama pemrosesan.
Pemanasan dengan suhu tinggi dan lama meningkatkan bakteri ini dan mampu merubah
rasa susu. Sehingga, pada proses pasteurisasi, harus dipastikan bakteri ini tidak melebihi
standar, sehingga rasa susu tidak berubah.

1.3. Metode Pasteurisasi


Terdapat 3 macam metode pasteurisasi yaitu:

24
a. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST).
Pasteurisasi ini ialah proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu
71,7 –75°C dengan alat Plate Heat Exchanger. Susu segar yang dipasteurisasi
secara HTST diharapkan dapat membunuh mikroorganisme dan semua bakteri
patogen yang tidak diinginkan, termasuk Listeria monocytogenes (L.
monocytogenes). Proses pasteurisasi tidak dapat mematikan spora bakteri, terutama
bakteri yang bersifat termoresisten atau tahan terhadap suhu tinggi.

Gambar 1. Mekanisme HTST


(sumber : google.com)

Biasanya, dalam mekanismenya, akan digunakan plate heat exchanger sebagai


alat pemanas bahan. Mulanya, susu mentah akan masuk ke dalam constant level
tank, lalu masuk ke dalam regenerator. Regenerator berfungsi sebagai penghemat
energi pemanasan dan pendinginan karena dapat terjadi pemanasan dari pasteurized
milk untuk menghangatkan cold milk yang belum terpasuterisasi. Kemudian,
mengalir ke rotary timing pump. Rotary timing pump berfungsi untuk mengalirkan
susu dengan jangka waktu tertentu. Seperti yang kita ketahui, bahwa sekiranya pada
proses ini dilakukan pemanasan sepanjang 15 detik. Dengan ini, maka biasanya
akan dikontrol dari rotary timing pump bahwa pemanasan dilakukan selama 15
detik. Selanjutnya masuk ke dalam heater, dimana biasanya digunakan plate heat
exchanger. Kemudian, aliran akan keluar dan masuk kedalam centrifugal stuffing
pump dan homogenizer. Homogenizer berfungsi sebagai penghilangan subtansi
kecil seperti gumpalan lemak dan membuat keseluruhan fluida uniform. Setelah itu

25
masuk ke dalam holding tube, yang bertujuan untuk memastikan waktu yang
ditargetkan tercapai apda flowrate yang telah ditentukan. Segala properties yang
ada ini akan ditunjukan lewat recorder controller, akan terlihat waktu, flowrate,
maupun suhu dari aliran. Selanjutnya, akan memasuki Flow Diversion Device.
Dimana, FDD ini akan memastikan ketika suhu aliran kurang dari 72 C, valve akan
tertutup dan akan mengalirkan susu balik ke balance tank. Sementara, aliran yang
mencukupi, dimana suhunya 72 C, akan langsung dialiri ke dalam regenerator yag
kemudian ke cooler. Setelah mengalami pendinginan, maka akan masuk ke dalam
vacuum beaker untuk selanjutnya keluar dari proses pasteurisasi.

b. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT).
Pasteurisasi ini yang sering juga disebut dengan vat pasteurization yakni proses
pemanasan susu pada suhu 61°C selama 30 menit. Biasanya, Banyak digunkan pada
susu yang akan digunakan untuk keju, es krim, buttermilk, dan yoghurt.

Gambar 2. Mekanisme LTLT


(sumber : google.com)

Berbeda dengan metode sebelumnya, metode ini menggunakan prinsip


batch. Dimana, nantinya, seolah – olah fluida panas akan berperan sebagai jaket
pemanas, dapat terlihat dari gambar, dimana nantinya susu akan dipanaskan dengan
fluida panas yang ada di jacket heating medium. Diwaktu yang bersamaan, akan
dilakukan proses homogenisasi menggunakan agitator motor. Seiring jaman,

26
metode ini dianggap kurang efisien mengingat prinsip dari mekanisme ini juga
merupakan mekanisme batch.

c. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature)


Pasteurisasi ini yaitu memanaskan susu pada suhu 131°C selama 0,5 detik
(Hidayat N, 2007). Kemudian, susu pasteurisasi yang aseptik dimasukkan ke dalam
kemasan yang disegel. Kemasan ini tertutup rapat, yang artinya adalah kedap udara.
Seluruh proses aseptik, yang mana dari situ ia mendapatkan namanya, berarti bahwa
susu diperlakukan sedemikian rupa sehingga bebas dari mikroorganisme. Hasil dari
jenis pengolahan ini adalah bahwa susu tidak perlu didinginkan jika telah dibuka.
Suhu dan waktu proses bervariasi sesuai dengan produk yang tepat yang dibuat dan
jenis peralatan khusus yang digunakan. Mekanisme dari metode ini terlihat dari
gambar 3. Dimana, berbeda dengan dua metode sebelumnya, pada mekanisme ini,
sangat menjunjung tinggi aseptik – seluruh proses menggunakan prinsip aseptik
(mematikan seluruh bakteri dan mikroorganisme yang ada).

Gambar 3. Mekanisme UHT


(sumber : google.com)

Biasanya, proses pasteurisasi menggunakan UHT memberikan ketahanan suhu


ruang yang cukup baik. Dimana, masa simpan barang sebelum dibuka bisa mencapai
10 hingga 18 bulan. Berbeda dengan pasteurisasi konvensional, yang memiliki

27
waktu simpan 3 – 14 hari. Selain itu, setelah barang dibuka, penyimpanan dengan
proses UHT memiliki waktu simpan empat hari, berbeda dengan cara konvensional
yang memiliki waktu simpan hanya beberapa jam.
1.4. Kualitas Susu Segar dan Setelah Pasteurisasi
a. Susu Segar
Komposisi kimia dan sifat fisik susu segar:
Tabel 1. Komposisi susu segar
Komposisi Rata – rata Kisaran normal (%)
Air 87,25 89,50 – 84,00
Lemak 3,80 2,60 – 6,0
Protein 3,50 2,80 – 4,0
Laktosa 4,80 4,50 – 5,20
Mineral 0,65 0,6 – 0,8

Susu segar memiliki rata-rata 100% dari rata-rata air, lemak, protein,
laktosa, dan mineral. Susu segar Ph-nya 6,5 – 6,6 bersifat agak asam,
keasaman susu segar berhubungan dengan pospat susu, protein (kasien dan
albumin), serta sejumlah kecil CO2 dan sitrat yang terdapat pada susu.
Berat jenis susu rata-rata 1.032 atauberkisar antara 1.027 - 1.035. semakin
banyak lemak susu semakin rendah Berat jenisnya semakin banyak persentase
bahan padat bukan lemak. Hal tersebut merupakan susu murni dan belum
dilakukan perlakuan sama sekali seperti pasteurisasi.

b. Setelah pasteurisasi
Komposisi kimia dan sifat fisik setelah pasteurisasi:
Tabel 2. Komposisi susu setelah pasteurisasi
Komposisi Rata – rata Kisaran normal (%)
Air 50,78 89,50 – 84,00
Lemak 1,65 2,60 – 6,0
Protein 1,42 2,80 – 4,0

28
Laktosa 2,78 4,50 – 5,20
Mineral 0,65 0,6 – 0,8

Setelah pasteurisasi rata-rata dari komposisi tidak mencapai 100% dari rata-
rata normal susu murni dikarenakan adanya tambahan-tambahan komposisi
lainnya yang menyebabkan berkurangnya kualitas baik dari proteinnnya.
Dalam prosedur pasteurisasi HTST menghancurkan 90-99% bakteri yang ada
didalam susu, dengan kemungkinan kerusakan yang sangat kecil bagi laktosa
casein dan unsur lemak, akan tetapi vitamin C dapat rusak dengan cara-cara
tersebut.

2.1. Unit Alat Operasi


2.2.1 Unit Alat Operasi Low Temperature Long Time
Pada proses LTLT, biasa digunakan batch pasteurization. Seperti
Namanya, mekanisme ini menggunakan sistem batch. Sebagaimana telah
diterangkan dalam mekanisme, jacketed vat yang ada disekelilingnya
berisi fluida yang bersirkulasi dengan tambahan steam atau heating coils
dari air panas ataupun uap saja. Sementara itu, susu yang akan mengalami
proses pasteurisasi berada di dalamnya (beda ruangan dengan fluida
panas). Dikarenakan penggunaan sistem batch yang kurang efektif,
penggunaan metode ini mulai dikurangi. Dilampir dari situs Alibaba, alat
ini memiliki kisaran harga $9.000 atau sekitar Rp. 128.043.000

Gambar 3. Batch Pasteurization


(sumber: google.com)

29
2.2.2 Unit Alat Operasi High Temperature Short Time
Pada proses HTST, sering dipergunakan unit operasi heat
exchanger, secara spesifik ialah plate heat exchanger. Proses perpindahan
panas diberlakukan dengan cara aliran akan masuk di bagian atas dan
bawah pelat. Kontak pada pelat yang kemudian membuat adanya
perpindahan panas. Penggunaan plate heat exchanger ini menimbang
beberapa kelebihan yang dimiliki oleh alat ini, yaitu meliputi pelat lebih
banyak diminati karena mudah diperoleh, heat exchanger tipe plat mudah
dirawat, pendekatan temperature terendah yang masih bisa digunakan
hingga 1˚C dibandingkan dengan heat exchanger shell and tube yang
sebesar 5 – 10˚C, heat exchanger tipe plat lebih fleksibel, dapat dengan
mudah platnya ditambah, heat exchanger tipe plat lebih tepat digunakan
untuk material yang memiliki viskositas yang tinggi, Temperature
Correction Factor, akan lebih tinggi karena alirannya lebih mendekati
aliran counter flow yang sesungguhnya, dan fouling cenderung lebih kecil
kemungkinan terjadi. Dilampir dari situs Alibaba, plate heat exchanger
memiliki harga kisaran $3.600 atau sekitar Rp. 51.141.600,-

Gambar 4. Plate Heat Exchanger


(Sumber: http://semestapikiranku.blogspot.com/2018/04/heat-exchanger-
dan-jenisnya.html)

2.2.3 Ultra High Temperature


Pada proses ini, biasanya penggunaan heat exchanger yang digunakan
tidak jauh berbeda dengan High Temperature Short Time (HTST), dimana

30
bisa menggunakan plate heat exchanger mengingat efisiensi alat dalam
proses pasteurisasi.

31
BAB 5 STERILISASI

1.1. Pengertian Sterilisasi


Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme, virus, bakteri, spora, dan fungi beserta sporanya pada makanan atau
media lainnya (baik padat maupun cair). Proses sterilisasi terdapat beberapa jenisnya,
seperti filtrasi, pemanasan, energi suara dan penyinaran. Tujuan dari sterilisasi yaitu agar
makanan lebih awet dan tahan lama. Sterilisasi dilakukan pada semua alat dan dan bahan
yang akan digunakan. Melalui sterilisasi, seluruh mikroba patogen dapat mati, sehingga
tidak sempat berkembang biak. Sterilisasi pada percobaan ini merupakan sterilisasi secara
fisik yang menggunakan panas dari dalam alat yang biasa disebut retort atau autoklav, di
mana panas yang digunakan berasal dari uap air sehingga disebut strerilisasi basah. Dengan
kondensasi akan terbentuk embun yang dapat menyebabkan keadaan lembab yang cukup
untuk membunuh kuman, sehingga bahan menjadi steril.

1.2.Sterilisasi Komersial
Sterilisasi komersial merupakan kondisi saat sebagian besar mikroba telah mati,
tetapi kemungkinan masih terdapat beberapa mikroba yang tetap hidup setelah pemanasan.
Akan tetapi, pada kondisi ini biasanya mikroba yang membahayakan sudah dalam keadaan
inaktif. Produk steril komersial (dalam kemasan) mungkin masih mengandung viable
spores, tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan dan penanganan normal.
Untuk mencegah dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan pathogen
dapat dilakukan dengan melakukan pengemasan hermetic (proses pengisian dan penutupan
wadah benar), mengatur pH atau derajat keasaman dari makanan, dan juga dengan
menggunakan vakum.

Pemanasan sterilisasi komersial sering dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya
tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Bahan pangan
berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging,
susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah
memiliki resiko mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat

32
menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu,
spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial
adalah pemanasan pada suhu di atas 100 derajat Celcius, umumnya sekitar 121,1 derajat
Celcius dengan menggunakan uap air selama waktu tertentu dengan tujuan untuk
memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum.
Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan
berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril
dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi
prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan
pengemasan aseptik, yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah
disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga
aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial
produk-produk yang bentuknya cair.

Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial harus disimpan pada
kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan
pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 derajat Celcius), karena bukan tidak mungkin jika
ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat
tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan.

1.3.Kondisi Sterilisasi
Untuk melakukan sterilisasi, terdapat beberapa kondisi yang harus diperhatikan,
beberapa diantaranya yaitu:
1. Pemanasan harus tepat
Pemanasan harus dilakukan pada suhu tertentu dengan durasi yang sesuai dengan
mikroorganisme yang akan dibunuh. Apabila pemanasan yang dilakukan kurang
tepat, maka akan mengakibatkan produk menjadi busuk, timbul racun pada
makanan, atau kaleng makanan menjadi menggembung yang akan memberikan
efek yang tidak diinginkan tentunya.
2. Dilakukan pada pengalengan dan pembotolan

33
Ketika melakukan sterilisasi pada proses pengalengan dan pembotolan harus
dipastikan aman agar tidak memberikan efek yang buruk pada makanan.
3. Pemanasan yang diperlukan tergantung dari pH produk yang diukur pada Coldest
Point
• Acid foods: pH < 4,5 ; 200 F
• High acid foods: pH < 3,5 ; suhu dibawah acid foods
• Low acid foods: pH > 4,5 ; pemanasan lebih lama
Contohnya yaitu pada daging dan ikan. Waktu prosesnya akan tergantung dari
kecepatan transfer panas.
4. Tujuan pemanasan yaitu inaktivasi mikroorganisme sesuai tujuan sterilisasi
komersial
5. Proses dianggap aman jika C. botulinum telah inaktif
6. Sterilisasi diikuti pengemasan kondisi anaerob
Spora mikroorganisme anaerob mempunyai ketahanan panas lebih rendah dari
spora mikroorganisme aerob sehingga suhu dan proses sterilisasi lebih rendah.

1.4. Alat

Gambar . Alat Sterilisasi yaitu Retort atau Autoklaf atau Sterilizer.

34
Alat yang biasa digunakan untuk melakukan sterilisasi yaitu Retort atau Autoklaf atau
Sterilizer. Retort harus tahan terhadap tekanan uap karena alat ini digunakan pada tekanan
uap yang tinggi. Sterilisasi dilakukan jauh di atas titik didih air pada tekanan atmosfer
normal. Sterilisasi menggunakan alat memiliki prinsip yaitu ketika suhu yang digunakan
semakin tinggi, maka waktu yang diperlukan produk untuk terkena panas akan semakin
sedikit.

1.5. Tahapan proses untuk sterilisasi:


1. Menyiapkan wadah yang akan digunakan untuk pengemasan, misalnya kaleng atau
botol, disusun rapi dalam keranjang.
2. Memasukkan keranjang ke dalam alat retort.
3. Menutup alat retort.
4. Memastikan semua bleeder terbuka bebas dan membuka katup uap.
5. Melakukan venting (membuang udara)
6. Menutup vent dan memonitor suhu dan tekanan hingga mencapai suhu proses yang
diinginkan
7. Melakukan perhitungan waktu proses.
8. Melakukan pendinginan.

Venting atau pembuangan udara dari dalam retort harus dilakukan karena udara
yang terdapat di sekitar kaleng dapat bertindak sebagai insulator yang memperlambat
penetrasi panas. Pengujian proses termal suatu jenis makanan kaleng umumnya dilakukan
dengan menggunakan uap murni bebas udara sebagai medium pemanas. Dengan demikian,
aplikasinya secara komersial diupayakan ketika kondisi sama. Efisiensi udara sebagai
medium pemanas lebih rendah dibandingkan uap.

35
BAB 6 KESIMPULAN

Berdasarkan materi pengawetan / preservation bahan pangan terdapat empat cara


atau jenis proses yang melibatkan suhu atau yang disebut termal processing. Keempat
metode proses termal tersebut adalah blanching, hot filling, pasteurisasi dan sterilisasi.
Blanching merupakan suatu proses yang dilakukan pada bahan pangan sebelum dilakukan
pengeringan pengalengan atau pembekuan dimana tujuan utama dari blanching ialah
menonaktifkan enzim dalam bahan pangan. Hot filling merupakan metode yang telah
terbukti efektifitasnya dalam mengisi makanan atau minum yang bersifat asam tinggi (pH-
4,6), tujuan utama Hot filling adalah untuk menyediakan produk yang bebas dari
mikroorganisme yang mampu tumbuh di penyimpanan ambien. Pasteurisasi merupakan
suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu rendah di bawah 100 °C, dimana
pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim, memperpanjang daya simpan,
membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir yang bersifat patogen dan
tidak membentuk spora. Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme, virus, bakteri, spora, dan fungi beserta sporanya
pada makanan atau media lainnya, tujuan dari sterilisasi yaitu agar makanan lebih awet dan
tahan lama.

36
Daftar Pustaka

Michael Ruhlman (January 20, 2009). "Blanching, shocking, refreshing". ruhlman.com.


Retrieved 2018-05-19.

"Why blanch?". Clemson Cooperative Extension. South Carolina: Clemson University.


Retrieved 2018-05-19.

Reyes De Corcuera, Jose (May 29, 2015). "Blanching of Foods". ResearchGate.

Fellows, P. (2009). Food processing technology : principles and practice (3rd ed.). Boca
Raton, FL: CRC Press. ISBN 9781615830411. OCLC 435534650.

Xiao, Hong-Wei; Pan, Zhongli; Deng, Li-Zhen; El-Mashad, Hamed M.; Yang, Xu-Hai;
Mujumdar, Arun S.; Gao, Zhen-Jiang; Zhang, Qian (2017-06-01). "Recent
developments and trends in thermal blanching – A comprehensive review".
Information Processing in Agriculture. 4 (2): 101–127.
doi:10.1016/j.inpa.2017.02.001. ISSN 2214-3173.

Rosenau, M.J., The Milk Question, Haughton Mifflin Company, Boston, 1913.

Ninemeier J. Central Service Technical Manual (6th ed.). International Association of


Healthcare Central Service Materiel Management.

Control of microbes

Raju GK, Cooney CL (1993). "Media and air sterilization". In Stephanopoulos G (ed.).
Biotechnology, 2E, Vol. 3, Bioprocessing. Weinheim: Wiley-VCH. pp. 157–84.
ISBN 3-527-28313-7.

Innovative Technologies for the Biofunctionalisation and Terminal Sterilisation of Medical


Devices

37

Anda mungkin juga menyukai