Anda di halaman 1dari 154

MIKROBIOLOGI PANGAN

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia membutuhkan makanan untuk melakukan dan melaksanakan semua
aktivitasnya. Berbagai macam makanan dikonsumsi oleh manusia. Mulai dari
makanan yang berasal dari bahan alami dan langsung dimasak sampai makanan yang
harus diolah oleh pabrik terlebih dahulu. Banyak makanan yang memanfaatkan
mikroba untuk proses pembutannya ntah itu bakteri maupun jamur. Kebanyakan,
makanan

produk

olahan

menggunakan

mikroba

sebagai

organisme

yang

memfermentasi. Jadiapabila, selama ini kita selalu menganggap bahwa mikroba


identik dengan kata bahaya dan penyakit, hal tersebut salah. Karena banyak mikroba
yang berguna sebagai bahan pembuatan makanan berfermentasi. Beberapa makanan
yang memanfatkan mikroba adalah tempe, yogurt, susu, nata de coco, tape dan masih
banyak lagi. Oleh karena banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba dalam
pembuatannya, maka terdapat ilmu yang khusus untuk mempelajari mikroba-mikroba
yang bermanfaat dalam pembuatan makanan olahan, yaitu mikrobiologi pangan.
Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari
mikrobiologi yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan, pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/ penangkapan/
pemotongan,

penanganan,

penyimpanan,

pengolahan,

distribusi,

pemasaran,

penghidangan sampai siap dikonsumsi.


Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya

bersamaan dengan kehadiran

manusia di muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak
manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan
makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut ini merupakan sejarah mulai
dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan pangan yang terlibat pada kerusakan dan
keracunan makanan. Karena banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba
dalam pembuatannya, maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut mengenai

mikrobiologi pangan. Sehingga penulis berinisiatif untuk menyusun makalah yang


berjudul Mikrobiologi Pangan

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa masalah, yaitu
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan?
2. Bagaimanakah peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan?
3. Bagaimanakah peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan?
1.3 Tujuan
Dalam makalah ini diharapkan mencapai beberapa tujuan, yaitu
1.

Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan


pangan.

2. Untuk mengetahui peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan.


3. Untuk mengetahui peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan.

II. PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan
Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, baik memacu maupun menghambat
pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, baik dari lingkungan penyimpanan, yang dapat
mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah
suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan

komposisi gas.
Faktor

ekstrinsik

dapat

dimanfaatkan

untuk

mengontrol

pertumbuhan

mikroorganisme yang kurang menguntungkan. Menurut Nani (2010), Suhu penyimpanan


bahan pangan dapat mempengaruhi mutu bahan pangan tersebut. Suhu penyimpanan
yang tepat dapat menghambat kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan
enzimatis. Penyimpanan bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak
selalu merupakan cara terbaik untuk menghindari proses kerusakan bahan pangan.
Sebagai contoh, buah pisang lebih baik disimpan pada suhu 13 17C dari pada suhu 5
7C. Sebagian besar sayuran sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 10C seperti kentang,
seledri, kubis, dan lain-lain.
Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang
sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan
bahan pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan
RH tinggi, maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada
lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan
aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan
suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin
rendah suhu, RH semakin tinggi.
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada
permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh yang tidak
dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami kerusakan pada
permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah
dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus
menurunkan RH lingkungan.
Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-lain.
Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia.
Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan
mikrobia yang tidak membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan

CO2 disebut obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2
untuk pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada
pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere
Packaging) dan modifikasi atmosfer (modified atmosphere).
Secara ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

2.2Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan tertentu telah
diketahui semenjak beberapa abad yang lalu, terutama penggunaan beberapa jenis khamir
dalam industri alkohol, pembuatan roti, keju dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan
cara-cara pembuatan makanan fermentasi secara singkat untuk menjelaskan peranan
mikroorganisme yang memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia.
a) Pembuatan Oncom
Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan utama
berupa limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas

singkong dan ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat dipergunakan kapang tempe
atau jamur dengan bahan utama yaitu Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan
oncom berwarna hitam. Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora
sitophila yang dapat menghasilkan oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses
pembuatan oncom, Neurospora sitophilaberperan untuk menguraikan pati, protein, dan
lemak dengan pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai gizi dari oncom sangat
tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan (Tarigan, 1988).
b) Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan protein,
mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopusdidalam proses pembuatannya.
Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein,
lemak dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta
protein yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang
dipengaruhi oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh dengan
cepat kapang membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat pembuatan
tempe juga perlu memperhatikan kadar uap air. Uap air yang berlebihan akan
menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan
kapang. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang
terlibat dalam proses pembuatan tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat
menghasilkan tempe kedelai yang baik yaitu Rhizopus oryzae dan Rhizopus arrhizus,
sedangkan untuk tempe gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari komponen
kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar vitamin B (Tarigan,
1988).

c) Pembuatan Kecap

Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang
bersifat menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya adalah
mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan kecap. Mikroorganisme yang
berguna dalam proses pembuatan kecap adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae,
Aspergilus wentiidan Monilia sitophia (Tarigan, 1988).
Berikut merupakan proses pembuatan kecap secara ringkas ditampilkan dalam
bentuk diagram alir.

d) Pembuatan
Tape
Tape
merupakan
salah

satu

makanan hasil
fermentasi
dengan bahan
utama

ketan

ataupun
singkong

dan

ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro (1989) ragi untuk tape
merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus,
Saccharomyces, Candida, Hansenula,dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus

dapat

menyederhanakan

amilum,

sedangn

Saccharomyces,

Candidadan Hansenuladapat menguraikan gula menjadi alkoholdan bermacam-macam


zat organic lainnya. Acetobacterdapat merombak alcohol menjadi asam. Bahan utama
dari tape ini merupakan bahan yang kaya akan amilum.

Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang
mampu merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh enzim
yang dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya akan menjadi
asam karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses perombakan molekulmolekul zat yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh
aktivitas-aktivitas mikroba tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut
dapat dinamakan fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak
memerlukan oksigen sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.

e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis untuk
merombak subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas enzim
yang menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia yang terjadi di
dalam makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba, dihasilkan gas yan mudah
dicium baunya. Seperti yang ada pada prose pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak
oleh golongan bakteri proteolitik yakni Achromobacterdan Flavobacterium. Dengan
demikian derajat keasaman atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir
fermentasi pembuatan terasi tersebut (Tarigan, 1988).

2.2 Peran NegatifMikroba dalam Mikrobiologi Pangan


Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya yang
menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit
atau keracunan pangan (menghasilkan toksin). Sebagai contoh adalah pertumbuhan

jamur pada roti dan kacang-kacangan selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan
sayur-sayuran, penyakit tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan
lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui
air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan,
terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran,
melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap
penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada
pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari
sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan
tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan
manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan.
Tanah merupakan sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama
bakteri pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani
(2010), Secara umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus
bakteri yang berasal dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter,
Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus, Pseudomonas,
Serratia, Streptomyces, dan lain-lain. Genusjamur yang berasal dari tanah adalah
Aspergillus, Rhizopus, Penicillium, Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain.
Sebagian besar genus yeast berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan
bulu hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran dari
lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena
penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan
penyakit.

Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka
atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu
Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang
menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera
dan disenteri, juga merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai
beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat
menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan
oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1.

Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan yg


mengandung toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.

2. Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg mengandung


mikroorganisme patogen.

2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme


1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcusadalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan
mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan
enterotoksin. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini, dikenal ada 5
macam enterotoksin yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak semua Strain S. aureus menghasilkan
enterotoksin namun semua strain berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang
diperoleh dari ayam menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella.
Ada tiga varietas yang berbeda dari bakteri salmonella. (Salmonella typhimurium,
salmonella suis kolera, salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu, produk susu
dan telur. Gejala keracunan makanan ini termasuk mual, muntah dan diare. Demam juga
umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi akan lebih cepat
pada keadaan aerobik namun akan menurun apabila konsentrasi HNO2 meningkat. Gejala
klinis keracunan Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus
serius tergantung respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang termakan, dan

status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureusyang menghasilkan toksin
sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis pada manusia.
Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng
dan toksin ini menyebabkan peradangan pada permukaan usus sehingga memunculkan
gejala-gejala klinis.
2. Keracunan makanan oleh Clostridium
Clostridiumadalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan
endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridiumyang menyebabkan terjadinya
keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah nama bakteri yang
biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia.
Clostridium botulinummerupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval
subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan
anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang
diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah
tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air
dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinumadalah suatu protein yang
daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup
menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otototot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A
akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 C selama 6 menit, sedangkan tipe B pada
suhu 90 C selama 15 menit. Spora bakteri ini sering ditemukan di permukaan buahbuahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam
kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya
adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai,
bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot.
Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan
buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi
kelumpuhan dan gangguan pernafasan.
3. Infeksi oleh Salmonella

Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri


fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena mempunyai
flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006). Salmonella dapat
menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan (gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman
yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella
adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya
penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat
terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang
dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi
wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa
menularkan penyakit salmonellaini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air
panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah kemungkinan
besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri
telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-penyelidik. Dengan menggunakan air
minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan
makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau makananmakanan lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella.
Menghindari kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kurakura, ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah
tidak kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara intravena,
diperlukan. Jenis-jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan (resisten)obat
antibiotik karena beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan menjadi resisten pada
banyak antibiotik-antibiotik (juga diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik
yang biasanya dipilih untuk merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones
dan cephalosporins.
4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli
Eschericia colimerupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli patogen
dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah besar. Racun Ini adalah

racun-racun yang menyebabkan diare berdarah, gangguan pencernaan, sindrom hemolitik


uremik, gagal ginjal dan komplikasi medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan
Penyakit ringan sampai penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada
tempat infeksi dan kekuatan pasien. Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan
makanan, diare, penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan
colangitis. Gejala E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip gejala
pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada anak-anak dan orang-orang dengan imunitas yang
lemah, hal ini dapat memperburuk diare parah dan masalah ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
-

Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin. Menyebabkan hemorhagic


diarhea, gagal ginjal

Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah jenis


Escherichia coli dan bakteri penyebab utama diare di negara berkembang. Setiap tahun,
sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi, terutama pada anak-anak akibat
ETEC.

Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak menghasilkan


Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.

Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat
invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke sel-sel
usus. Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat merusak dinding usus melalui
penghancuran sel mekanis.
5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran

beberapa

jenis

kapang

seperti

Aspergillussp.,

Fusariumsp.,

Penicilliumsp.,dan Mucorsp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan penyusunnya


terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh kapang, tetapi
juga oleh toksin yang dihasilkan kapang tersebut. Beberapa faktor yang mendukung
terjadinya kontaminasi kapang dan toksin pada makanan terutama adalah kelembapan
dan suhu. Di Indonesia, Aspergillussp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang
dominan mencemari makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan cemaran kapang
dan mikotoksin bisa dilakukan melalui deteksi dini dengan inspeksi visual pada makanan
dan bahan pangan, serta manajemen yang baik adalah pilihan terbaik dibandingkan

dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis
mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin,
trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavusdan A.
parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin.
Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat
keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit,
zeolit, arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk
mengurangi racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula
digunakan. Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan
elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif ketika
mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan pengemasan makanan. Berikut
akan disajikan mengenai kegiatan pengawetan dan pengemasan makanan:

2.2.1 Pengawetan Makanan


Cara dan usaha mengawetkan makanan telah lama dikenal dan dilakukan oleh
penghuni daerah dingin maupun daerah panas. Hal demikian dilakukan agar dapat
mengatasi musim dingin dan musim paceklik. Cara paling murah dan paling sederhana
ialah dengan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di
bawah terik matahari atau pemanasan dengan api. Contohnya kacang-kacangan, padi,
kerupuk dll dijemur terlabuh dahulu sampai kering kemudian disimpan di tempat yang
kering pula. Jelaslah, makanan yang mengalami pengeringan seperti contoh tersebut,
merupakan kondisi yang tdak baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.

Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan makanan dan
usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan. Mikroorganismemikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi garam dapur yang berbedabeda. Maka secara eksperimental dapat diketahui bahwa pada umumnya mikroorganisme
tidak dapat hidup dalam larutan NaCl 5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati
dalam konsentrasi garam 30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan
menggunakan gula. Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi
bakteri yang osmofil bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan dengan
menggunakan asam-asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang dari 6 atau lebih
dari 8. Jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan basa lebih dari pH 8. Banyak jenis
makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kaleng.
Pasteurisasi tidak membunuh spora, akan tetapi dengan proses ini rasa dan aroma
makanan tidak akan banyak berkurang. Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam
lemari es dimana suhunya kira-kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).

2.2.2 Pengemasan Makanan


Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi oksigen
sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan dengan nitrogen atau
karbon dioksida. CAP dapat digunakan untuk pengemasan daging proses iris yang sulit
dipisah-pisahkan bila dikemas vakum. Sedangkan pengemasan atmosfir termodifikasi
(MAP) adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat
menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan
ini menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak
digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta bahanbahan pangan yang siap santap (ready-to eat).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru dalam

industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak
mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai
estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem distribusi.

III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.

2.

Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan makanan
berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya

3.

Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan atau
kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan
(menghasilkan toksin).
3.2 Saran
1.

Sebelum mengkonsumsi makanan, sebaiknya konsumen mengecek keadaan


makanan, apakah makanan tersebut masih layak dimakan ataukah tidak, layak di
sini dalam artian terdapat mikroba yang merugikan atau tidak. Karena makanan
yang telah ditumbuhi miroba yang merugikan, akan bersifat racun dan
membahayakan bagi kesehatan

2.

Janganlah selalu beranggapan bahwa semua mikroba adalah merugikan, namun


ada beberapa mikroba yang bermanfaat dalam pembuatan makanan berfermentasi

PENGENDALIAN MIKROORGANISME DALAM BAHAN


MAKANAN ASAL HEWAN[1]

Pendahuluan

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan perlu


dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak cepat rusak
atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama. Kerusakan bahan
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme
tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan
makanan mengalami perubahan yang menyebabkan kegunaannya sebagai
bahan pangan menjadi terganggu. Proses kerusakan ini dimungkinkan karena
bahan makanan memiliki persyaratan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Dengan demikian, kerusakan bahan makanan dapat terjadi apabila tersedia
substrat (yaitu bahan makanan tsb.) yang cocok, kemudian bahan makanan itu
telah tercemar oleh mikroorganisme dan ada kesempatan bagi mikroroganisme
untuk berkembangbiak. Usaha pengendalian mikroorganisme dapat
dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau
perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu a)
waktu generasi; b) faktor intrinsik; c) faktor ekstrinsik; d) faktor proses dan e)
faktor implisit.

Waktu generasi

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk


meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva
pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag
phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase
kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan
untuk untuk menentukan waktu generasi. Beberapa contoh waktu generasi pada
suhu pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk Bacillus cereus, 20
menit untuk Escherichia c`oli dan Salmonella, dan 10 menit untuk Clostridium
perfringens.

Faktor intrinsik

Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),


kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien,
bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.

Ukuran keasaman atau pH adalah log 10 konsentrasi ion hidrogen.


Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 7,5) sedangkan kapang
dan ragi pada pH 4,0-6,5.

Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan
tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( a w = p/po ). Ini
merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan
dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab
adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut
(mis. gula, garam). Air murni mempunyai a w 1,0 dan bahan makanan yang
sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif
terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk
multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan

aw minimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium 0,81. Meskipun demikian aw


minimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85.

Kemampuan

mengoksidasi-reduksi

(redoxpotential,

Eh)

adalah

perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya


mereduksi (memberi elektron). Eh dalam pangan bergantung pada pH,
kandungan substansi yang mereduksi, tekanan partial oksigen (pO2) dan
kemampuan metabolisasi oksigen. Potensi Eh diukur dalam milivolts (mV).
Dalam keadaan teroksidasi ukuran mV makin positif, sedangkan dalam keadaan
tereduksi akan semakin negatif. Berdasarkan Eh, mikroorganisme dibagi menjadi
aerob, anaerob, fakultatif anaerob dan mikroaerofilik. Mikroorganisme aerob
memerlukan keadaan Eh positif, mikroorganisme anaerob memerlukan Eh
negatif, mikroorganisme fakultatif anaerob memerlukan keadaan Eh positif atau
negatif dan mikroorganisme mikroaerofilik memerlukan Eh sedikit tereduksi.

Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin


dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi,
mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang
terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah
asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin. Salmonella typhi memerlukan
triptofan untuk pertumbuhannya, sedangkan Staphylococcus aureus memerlukan
arginin, sistein dan fenilalanin.

Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba.


Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem
laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah lisozim, konalbumin,

ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase,


tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek
antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan
susu sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila
dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam
susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang terdapat
dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung
lisozim dalam telur adalah 3,5 %.

Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan


mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas
babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur
yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 m dapat mempersulit masuknya
mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap masuknya
mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam
yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau
daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih memberi
kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dibandingkan dengan
pada daging karkas.

Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme


adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya
berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan
gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.

Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil


dengan suhu optimum kurang dari + 20 C, mesofil (+20 s/d + 40 C) dan
termofil (lebih dari +40 C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran sel
sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi
denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang
menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya

termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil


adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang mempunyai
kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan bakteri, sedangkan ragi
mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan mesofil. Mikroorganisme juga dapat
diklasifikasikan menurut resistensinya terhadap temperatur yang tidak
menguntungkan yaitu psikrotrof (tumbuh pada suhu kurang dari + 7 C) dan
termotrof (tumbuh pada suhu lebih dari + 55 C).

Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan


makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan.
Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan
makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan
dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang
kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap
kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama
akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan
yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian
permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk
yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat
dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air
kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada
gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.

Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar CO 2


sampai 10 % yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering (CO 2) padat.
Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan menurunnya suhu karena
solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah. Bakteri Gram negatif lebih rentan
terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif. Pseudomonas paling rentan
sedangkan bakteri asam laktat serta bakteri anaerob paling tahan.

Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan


mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada
Aspergillus ochraceus.

Faktor proses

Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah


lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa
pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan,
iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan
pangan.

Faktor implisit

Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme
atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam lingkungan bahan
makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan
bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi
interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling
mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya


bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan
perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian
mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan
ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat
dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan
penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu
pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa
pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan dengan cara
pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat dilakukan
dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar rntgen, sinar gamma, sinar elektron).
Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman, curing,
pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan pengawet.

Perlakuan termal

Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi


pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi,
mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira 15
s/d 90 C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada
suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses
terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan
makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan
dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan
makanan.

Suhu rendah

Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat


perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme
semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di
bawah suhu pertumbuhan minimum perkembangbiakannya akan berhenti.

Tabel 1. Suhu pertumbuhan minimal beberapa mikroorganisme (Sinell, 1992)


Genus atau spesies
Patogen atau potensial
pathogen

Bacillus cereus

Suhu pertumbuhan
minimum (C)
10

Staphylococcus aureus
S. aureus pembentuk
enterotoxin

5 13
10 - 19
5 -

Vibrio parahaemolyticus

8 10

E.coli enteropatogenik
Clostridium botulinum tipe A
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella sp

10
9
6

Clostridium perfringens

Clostridium botulinum tipe E


dan beberapa strain tipe B
dan F

3,5 5

Fusarium, Penicillium
Mikroorganisme index
atau indicator

E. coli
Klebsiella sp, Enterobacter
sp.

Mikroorganisme
penyebab busuk

Streptococcus faecalis
Bacillus subtilis
Streptococcus faecium
Lactobacillus sp
Pseudomonas fluorescens
Ragi

-18
8 10
0
0
12
0 3
1
-3
-12

Suhu pertumbuhan minimum yang tertera dalam Tabel 1 hanyalah angka


perkiraan dan secara eksperimental hanya berlaku untuk beberapa strain dari
spesies tertentu dan tidak dapat berlaku umum. Pada penyimpanan bahan
makanan dalam suhu beku, proses pembusukan oleh mikroorganisme masih
dapat terjadi walau sangat diperlambat. Proses kerusakan baru dapat dihentikan
pada suhu di bawah -18C.

Suhu minimal hanya berlaku bila dalam keadaan lingkungan yang optimal.
Adanya perubahan sedikit saja pada nilai aw atau pH telah dapat menyebabkan
peningkatan suhu pertumbuhan secara drastis. Contohnya adalah Enterobacter
aerogenes yang memiliki suhu pertumbuhan minimal sebesar 5 C apabila
angka aktivitas airnya optimal yaitu di atas 0,97. Pada nilai a w sebesar 0,955
pertumbuhannya berhenti pada suhu sekitar 20 C , dan pada a w 0,950
pertumbuhan berhenti pada suhu 30 . Pada uji mikroorganisme yang sama,
terjadi peningkatan suhu pertumbuhan minimal menjadi 15 C ketika terjadi
penurunan pH dari pH optimal 7 menjadi 3,9. Pada beberapa mikroorganisme,
suhu rendah dapat pula menyebabkan aktivitas enzimatik menjadi intensif.
Pseudomonas lebih banyak menghasilkan lipase dan proteinase pada suhu di
bawah suhu optimum pertumbuhannya. Hal ini dapat menjelaskan hasil

pengamatan yang menunjukkan bahwa perubahan akibat kerja mikroorganisme


dalam bahan makanan sering terjadi walau jumlah mikroorganisme tidak
melebihi jumlah yang diperbolehkan. Pada fase eksponensial, mikroorganisme
sangat peka terhadap suhu rendah, khususnya Enterobacter dan Pseudomonas,
sedangkan bakteri Gram positif nampaknya lebih tahan. Pembekuan sedikit
banyak membuat kerusakan mikroorganisme. Kerusakan ini dapat bersifat
reversibel maupun menyebabkan kematian sel bakteri. Kerusakan ini bergantung
pada jenis dan kecepatan proses pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu
sangat rendah tidak atau hanya sedikit membuat kerusakan sel bakteri,
sedangkan pembekuan lambat dengan suhu pembekuan relatif tinggi (s/d 10
C) dapat membuat kerusakan hebat pada sel bakteri. Hal ini didukung pada
kenyataan bahwa laju kematian bakteri meningkat dengan semakin
meningkatnya suhu mendekati titik nol. Dalam suatu uji kultur diperoleh hasil
bahwa setelah disimpan selama 220 hari dalam suhu 10 C hanya tinggal 2,5 %
sel bakteri yang masih hidup, sedangkan yang disimpan pada suhu 20 C
masih ada 50 % sel bakteri yang hidup. Pada suhu 4 s/d 10 C angka
kematian sangat tinggi. Meskipun demikian hal ini dalam prakteknya tidak dapat
digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme pada bahan makanan yang
dibekukan karena pada suhu ini mikroorganisme psikrofil tertentu masih dapat
berkembangbiak dan juga perombakan kimiawi masih berjalan sehingga
mempengaruhi kualitas bahan makanan. Pengetahuan mengenai proses ini
penting karena alasan berikut: Mikroorganisme yang subletal rusak sulit
ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteriologik. Setelah bahan makanan beku
ini dihangatkan dan pada kondisi yang menguntungkan, bakteri ini dapat kembali
beraktivitas sehingga seperti halnya pada kasus Salmonella, dapat menjadi
ancaman kesehatan konsumen. Oleh karena itu, pada pemeriksaan
mikrobiologik bahan makanan yang dibekukan (demikian pula pada produk yang
dikeringkan atau dipanaskan), hendaknya memakai metode dan media yang
cocok untuk dapat menghidupkan kembali mikroorganisme yang rusak tersebut.

Tabel 2. Nilai pH dan aw sebagai petunjuk kemampuan simpan bahan makanan


(Sinell, 1992)

Kemampuan simpan

Nilai pH dan aw

Dapat disimpan

pH < 5,2 dan aw <


0,95
atau
pH < 5,0

Suhu penyimpanan yang


dibutuhkan
Tidak diperlukan
pendinginan

atau
Dapat busuk

aw < 0,91
pH 5,2 5,0

Maximum 10 C

atau
Mudah membusuk

aw 0,95 0,91
pH > 5,2 dan aw >
0,95

Maximum 5 C

Suhu tinggi

Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada


umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah
pemanasan dengan suhu di bawah 100 C dan tidak akan menyebabkan
inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan demikian produk yang
dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan pendinginan
atau faktor proses lainnya seperti perubahan a w dan pH. Sterilisasi adalah
pemanasan yang dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga
produk dapat tahan lama.
Perlakuan pengeringan

Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada a w kurang


dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak perlu
dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme berada dalam
keadaan tidur atau dengan perkataan lain berada dalam fase lag yang
diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali) maka flora yang
ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum
pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan
pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan
dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan udara
dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang
dipanaskan, dll.

Perlakuan penyinaran

Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila
dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih
dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi,
pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk.
Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan
makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta
keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan
menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat
terhambat tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah
yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan
dosis antara 0,3 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.

Perlakuan kimia

Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam.


Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri
tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain
adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan
garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat
pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya
adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas
nitrit antara lain pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam),
pemanasan dan iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara
pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan dengan menggunakan
metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan panas.
Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan
dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.

Daftar pustaka

Prndl, O., Fischer, A.,Schmidhofer T., Sinell, H.J., 1988. Handbuch der
Lebensmitteltechnologie. Fleisch: Technologie und Hygiene der
Gewinnung und Verarbeitung. Ulmer, Stuttgart.

Prescott, L.M., Harley, J.P., Klein, D.A. , 1999. Microbiology. 4 th ed. WCB
McGraw-Hill, Boston.

Sinell, H.J., 1992. Einfhrung in die Lebensmittelhygiene.3. Auflage. Verlag Paul


Parey, Berlin, Hamburg

pertumbuhan mikroba

MODUL MIKROBIOLOGI PANGAN PEMBELAJARAN 3

Deskripsi Mata Kuliah


Mata Ajar / SKS

: Mikrobiologi pangan /3 SKS (1SKS teori 2 SKS


praktekt)

Program/ Angkatan

: Reguler/ 2011

Semester/ Tahun ajaran

: 3/ 2011- 2012

Nama Dosen

: Heriyenni, SPd, Msi

M Husni Thamrin . STP, MP


Azizah , SKM
Pokok Bahasan
Standar Kompetensi

: Pertumbuhan dan perkembangan bakteri


: Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan mikroba...

Kompetensi Dasar

Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan pertumbuhan


mikroba.

Indikator

: 1.Mampu menjelaskan tentang tahapan pertumbuhan


bakteri.
2. Mampu menjelaskan Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba.
3. Mampu menjelaskan pengaruh faktor intrinsik terhadap
pertumbuhan mikroba.
4. Mampu menjelaskan pengaruh faktor ekstrinsik
terhadap pertumbuhan mikroba.
5. Mampu menjelaskan pengaruh faktor implisit terhadap
petumbuhan mikroba.

Metode

: Ceramah, tanya jawab dan praktik

Media

: Komputer, LCD Protector, praktek laboratorium

Kegiatan Pembelajaran termasuk evaluasi:


Waktu
1.
Pendahuluan
(10 menit)

Kegiatan Dosen
Kegiatan Mahasiswa
- Memberi salam
- Menjawab salam
- Menjelaskan judul, pokok bahasan,
tujuan, dan manfaat pembelajaran
- Mendengarkan

2. Kegiatan - Menjelaskan
Inti: Kuliah
dan
diskusi - Menjelaskan materi tentang tahapan
dan praktek
(575 menit)
pertumbuhan & perkembangan bakteri.
- Memberikan kesempatan peserta didik

- Mendengarkan dan
mencatat

- Bertanya dengan kritis

bertanya dan responsive


- Memberikan jawaban atas pertanyaan
-Mendengarkan
mencatat

yang diajukan

- Menjelaskan materi tentang faktor


yang
mempengaruhi
pertumbuhan -Mendengarkan
mencatat
mikroba.
.

- Bertanya dengan kritis

- Memberikan jawaban atas pertanyaan

-Mendengarkan
mencatat

yang diajukan

dan
dan

dan

- Bertanya dengan kritis

- Memberikan kesempatan peserta didik


bertanya dan responsive
- Menjelaskan materi tentang pengaruh
faktor

intrinsik

pertumbuhan mikroba.

terhadap

Mendengarkan
mencatat

dan

- Memberikan kesempatan peserta didik


bertanya dan responsive
- Memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan
- Menugaskan melihat pencirian

- Bertanya dengan kritis


-Mencoba melihat pencirian
bakteri, kapang dan khamir
Mencoba
melihat
morvologi bakteri kapang
dan kanir

bakteri, kapang dan khamir


- Membantu mhs melihat morfologi
bakteri, kapang dan khamir.
Kepustakaan
1.

P.M. Gamam-K.B Sherirrington, 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi


dan Mikrobiologi.. Gajah mada University Pres yokyakarta.

2. Srikandi Fardiaz,
Pusat

1989. Mikrobiologi pangan Depdikbud,. Dikti

dan

Antar Univesitas Pangan dan Gizi IPB Bogor.


3.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI 1994. Buku Ajar Mikrobiologi


Kedokteran edisi revisi.Bina Rupa Aksara jakarta.

4. Buckle dkk (1985) . Ilmu pangan. Universitas Indonesia

Press

Petunjuk Penggunaan Modul


A.Untuk Dosen
1. Dosen/instruktur harus menguasai sepenuhnyya isi modul dan
mempunyai daftar bagian modul yang mungkin sulit bagi mahaisiswa
dan mempersiapkan penjelasan/jawaban yang diperlukan.
2. Dosen/ Instruktur hendaknya dapat meningkatkan motivasi

mahasiswa setiap saat


3. Modul yang digunakan oleh peserta
sederhana
4. Mahasiswa ditugaskan
telah dipelajari.

untuk membuat

didik hendaknya dimulai secara


rangkuman setiap modul yang

B. Untuk Mahasiswa.
1.
2.

Bacalah modul dengan seksama


Pahami tujuan anda mempelajari modul sasaran yang diharapkan
tingkat penguasaan yang diharapkan dan waktu yang diharapkan.

3. Kerjakanlah tugas dan latihan yang tedapat di dalammya dengan


jujur tanpa melihat kunci jawaban sebelum anda mengerjakannya.
4. Anda disarankan untuk betanya kepada dosen/instruktur jika
dianggap perlu.
5. Usahakan menyelesaikan setiap modul lebih cepat dari waktu yang
ditetapkan.
6. Jika ada bagian yang belum anda pahami, cobalah telebih dahulu
mendiskusikan dengan teman yasng sedang mengerjakan bagian yang
sama, sebelum anda bertanya pada dosen/instruktur. Kalau perlu,
anda harus berusaha mencari tahu jawabannya pada sumber lain.

KEGIATAN BELAJAR 1.
MODUL

I. PENDAHULUAN
Selamat berjumpa dalam modul 3. Modul 3 ini merupakan lanjutan
Anda

bagi

untuk mempelajari modul Mikrobiuologi pangan berikutnya Apakah

anda sudah siap untuk mempelajarinya?.Jika anda sudah siap mulailah


untuk mempelajari modul 3 ini yang menguraikan tentang pertumbuhan dan
perkembangan mikroba.

. Modul 3 ini terdiri dari 4 kegiatan belajar

sebagai berikut:

Kegiatan belajar 1. Mempelajari tahapan pertumbuhan bakteri.


Kegiatan belajar 2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Kegiatan belajar 3. Pengaruh faktor intrinsik terhadap pertumbuhan mikroba
Kegiatan belajar 4. Pengaruh faktor ekstrinsik terhadap pertumbuhan mikroba.
Kegiatan belajar 5. Pengaruh faktor implisit terhadap pertumbuhan mikroba
Waktu yang Anda perlukan untuk mempelajari modul
ini lebih kurang 4x50 menit, meliputi belajar teori di kelas dan 8 x 50
menit

praktik di laboratorium. Pada setiap kegiatan belajar dilengkapi

dengan tujuan pembelajaran yang harus dipahami terlebih dahulu setelah


itu dilanjutkan dengan mempelajari materinya demikian juga pada setiap
kegiatan belajar anda harus mengerjakan tugas yang telah disiapkan. Anda
dinyatakan berhasil apabila telah menguasai 80% dari penyelesaian tugastugas Anda. Setelah itu Anda dapat melanjutkan ke modul berikutnya.

Selamat Belajar

KEGIATAN

PEMBELJARAN 1

PERTUMBUHAN MIKROBA.
A.Tahapan

pertumbuhan mikroorganisme.

Defenisi pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan secara teratur semua komponen di
dalam sel Hidup. Pada organisme multiseluler, yang disebut pertumbuhan
adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga
menjadi lebih besar. Pada organisme uniseluler (bersel tunggal)
pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel, yang berarti juga pertambahan
jumlah organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur
jasad renik. Pada organisme soenositik (aselular), selama pertumbuhan
ukuran sel menjadi bertambah besar tetapi tidak terjadi pembelahan sel
B. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Semua mikro organisme memerlukan kondisi lingkungan
tertentu untuk pertumbuhan dan perbanyakannya. Terdapat variasi
persyaratan pertumbuhan untuk spesies yang berbeda. Namun masih dapat
dikelompokkan atas enam keperluan dasar bagi pertumbuhan mikro organisme
diantaranya adalah :

Waktu

Bila suatu sel mikroorganisem diinokulasi pada media nutrien


segar, pertumbuhan yang terlihat mula-mula adalah suatu pembesaran
ukuran volume dan berat sel. Ketika ukurannya telah mencapai kirakira dua kali dari besar sel normal, sel tersebut membelah dan
menghasilkan dua sel . Sel-sel tersebut tumbuh dan membelah diri
menghasilkan empat sel. Selamakondisi memungkinkan pertumbuhan dan
pembelahan sel berlangsung terus sampasi sejumlah besar populasi
sel terbentuk . Jika pembelahan sel dan sel terbentuk seperti yang
ditunjukkan dalam tabel 1, terjadi maka sejumlah besar sel dapat
terbentuk dalam waktu yang sangat singkat.
Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung
dari spesies dan kondisi lingkungannya,
tetapi untuk kebanyakan
bakteri waktu ini berkisar antara 10-60 menit. Tip[e pertumbuhan
yang cepat ini disibut pertumbuhan logaritmis atau eksponensial
karewna bila
log jumlah
sel digambarkan terhadap
waktu dalam
grafik akan menunjukkan garis lurus . Tetapi pda kenyataannya tipe

pertumbuhan eksponensial ini tidak langsung terjadi pada saat sel


dipindahkan kemedia nutrien segar dan tidak terjadi secara terus
menerus. Biasanya
hal ini hanya terjadi
dalam satu fase yang
singkat dari pertumbuhan populasi mikroorganisme . Dikenal empat
fase pertumbuhan
selama pertumbuhan populasi mikroorgansme atau
kultur yaitu fase-fase lambat ( lag(, fase cepat ( log) , tetap
( stasioner), dan menurun seperti terlihat pada gambar 1.

Tabel 1. Pertumbuhan Logaritmis Dari Mikroogranisme


Waktu Berkembang Biak 20 Menit.
Waktu dalam menit

Jumlah organisme
1
2

0
4
20
8
40
16
60( jam )
32
80
64
100
128
120 (2 jam)
256
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
420

(3 jam)

512
1.024

(3 jam)
(5 jam)

2.048
4.096
8.192

(6 jam)
(7 jam)

16.384
32.768

Dengan

65.536
131.072
262.144
524.288
1.048.576
2.097.152

Log jumlah organisme hidup

fase
Stasioner
fase penurunan
Fase log

Fase lag
Waktu

Gambar 1 . Kurva pertumbuhan bakteri

a. Fase lambat (lag)


Pada awal inokulasi sel ke dalam media nutrien segar biasanya pada suatu
periode dimana tidak terjadi pembelahan sel. Fase lambat ini dapat
terjadi antara beberapa menit sampa beberapa jam tergantung paada
spesies, umur dari sel inokulum dan lingkungannya. Waktu pada fase
lambat dibutuhkan untuk kegiatan
metaboliisme dalam rangka
persiapanpenyesuai diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang
baru.
b. Fase log
Setelah beradaptasi terhadp kondisi baru, sel-sel ini akan tumbuh dan
membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat
dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai.
C. Fase tetap (stationary phase)
Poopulasi mikroorganisme jarang dapat tetap tumbuh secara eksponensial
dengan kecepatan tinggi untuk suatu jangka waktu yang lama. Sebabsebanya
akanmenjadi jelas jika dipikirkan
akibat dari pertumbuhan
secara eksponensial. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial satu sel
bakteri dengan waktu lipat 20 menit akan menghasilkan turunan 2,3 x
1031 g atau kira-kira 4000 kali
berat bumi. Pertumbuhan populasi
mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya bahan gizi yang tersedia
atau penimbunan zast racun sebagai hasil akhir metabolisme . Akibatnya
kecepatan
kecepatan pertumbuhan menurun
dan pertumbuhan akhirnya
berhenti, Pada titik ini dikatakan pada fase tetap (stasionary phase) .
Kompisisi sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan sel-sel saat
fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadp perubahan kondisi
fisik seperti panas, dingin dan radiasi maupun terhadap bahan-bahan
kimia.

Fase menurun ( decline or death phasse)


Sel-sel yang berada dalm fase tetap akhirnya akan mati
bila tidak dipindahkan
ke media segar lainnya.
Sebagaimana
pertumbuhan, kematian
sel juga secara eksponensial dan karenanya
dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini merupakan
penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel
yang hidup terhadap waktu. Jecapatan kematian berbeda=beda tergantung
dari spesies mikroorganisme dan kondisi lingkungannya.

2. Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan makanan

yang akan menjadi sumber

energi dan menyediakan unsu-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel.


Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen,
sulfur,
fosfor, magnesium, zat besi ,
dan sejumlah kecil logam
lainnya.
a. Eneregi, biasanya diperoleh dari substansi mengandungkarbon
b. Nitrogen untuk sintesa protein
c. Sumber enersi
d. Vitamin dan mineral yang berkaitan dengan faktor pertumbuhan

Ada dua jenis nutrisi dasar, organisme


atau autotrofik.

dapat bersifat heterotrofik

a. Nutrisi heterotrofik
Mikroorganisme yang tumbuh pada makanan umumnya
bersifat
heterotrof yaitu menggunakan
karbohidrat sebagai sumber
energi dan karbonwalaupun komponen organik lainnya
yang mengandung
karbon mungkin juga dapat digunakan. Kebanyakan organisme heterotrof
menggunakan komponen organik yang mengandung nitrogen sebagai sumber
N, tetapi beberapa dapat pula menggunakan sumber nitrogen anorganik.
Beberapa orgenisme heterotrof yang tidak dapat atau
kehilangan kemampuan
untuk mensintesa bebagai komponen
nitrogen
organik membutuhkan komponen tersebut
didalam substraty untuk
pertumbuhannya. Sebaliknya
mikroorganisme lain seperti Escherichia
coli dan Enterobacter aerogenes , khamir dan kapang
dapaat tumbuh
dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sewbagai sumbe
nutrien organik. Streptopkoki, stapilokoki dan berbagai
organisme
heterotrof lainnya,
mungkin membutuhkan beberapa sumber
nitrogen
organik lainnya dalam bentuk asam amino purin dan pirimidin serta
faktor-faktor pertumbuhan
seperti vitamin E, Thiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (niasin) piridoksin (B6), asam
pantotenat dan kobalamin (vitamin B12) dibutuhkan oleh organisme yang
tergolong pemilih dan sukar tumbuh.
Vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, dan E
tidak dibutuhkan oleh kebanyakan mikroorganisme, sedangkan vitamin K
hanya dibutuhkan oleh bakteri
dari golongan Mycobacterium dan
Bacteriodes,
yang berfungsi sebagai subsitusi
untuk koenzim Q
(Benzoquinon) dalam sistim transport elektron ( respirasi). Vitamin C
tidak berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan beberapa organisme karena diduga dapat mengatur potensi
oksidasi-reduksi yang tepat terhadp medium. Asam lemak hanya dibutuhkan
oleh beberapa organisme, terutama jika di dalam medium tidak terdapat
vitamin B, sedangkan sterol hanya dibutuhkan oleh mycoplasma.

b. Nutrisi autotrofik
Organisem autotrofik merip dengan tumbuhan, karena mereka mampu
mempergunakan substansi anorganik sederhana sebagai makanannya. Ada
banyak bakteri yang bersifat autotrofik
Sehingga hanya sedikit substansi yang tidak mengalami biodegradasi,
dalam arti tidak dapat dipecah oleh suatu spesies bakteri. Beberapa
bakteri dapat hidup dalam beton dan lainnya lagi dapat hidup dalam
desinfekstan seperti asam karbol (carbolic acid).

Bakteri autotrofik memperoleh energi dengan dua cara:


a). Bakteri kemosintetik seperti baktri nitrifikasi memperoleh energi
dengan
mengoksidasi senyawa anorganik. Spesiesn nitrosomonas
mengubah garam amonium menjadi nitrit dan spesies nitro bakter
mengubah nitrit menjadi nitrat.
b). Bakteri fotosintetik memiliki pigmen yang erat kaitannya dengan
klorofil yang dijumpai pada tumbuhan dan oleh karenanya dapat
mempergunakan energi
matahari. Energi ini digunakan untuk
mensintesis substansi organik komplek
dari senyawa sederhana
seperti air dan karbondioksida.

3. Kelembaban ( Aktifitas air)


Mikroorganisme memerlukan air untuk hidup dan
berkembang biak, oleh karena itu pertumbuhan sel mikroorganisme di
dalam suatu makanan sangat dipengaruhi oleh jumlah air. Air merupakan
bagian terbesar dari komponen sel (70 -80 %), air juga dibutuhkan
sebagaii reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Tidak semua air yang
terdapat dalam bahan pangan dapat digunakan oleh mikroorganisme
.beberapa keadaan dimana air tidak
digunakan oleh mikroorganisme
yaitu :
Adanya solut dan ion
dapat mengikat air di dalam larutan ,
misalnya
adanya gula atau garam pada konsentrasi tinggi akan
mengikat air dari bahan pangan, bahkan dapat mengikat air dari
dalam sel mikroorganisme jika konsentrtasi solut diluar sel lebih
tinggi dari pada di dalam sel.
Koloid hidrofilik (gel) dapat mengikat aiir , dimana sebanyak 3-4
% agar di dalam medium dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Air dalam bentuk kristal es tidak digunakan oleh mikroorganisme.

Tersedianya air di dalam suatu bahan dapat dinyatakan dalam istilah


aktifitas air (aw = water activity). Air berperan dalam
reaksi
metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi atu
bahan limbah ke dalam dan ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan
air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi
dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau
garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme.
Jumlah
air yang terdapat dalam bahan pangan
atau larutan dikenal
sebagai aktivitas air (water activity = aw) Air murni mempunyai nilai
aw - 1,0.
Nilai air suatu bahan pangan akan mencapai keseimbangan
dengan
kelembaban udara relatif
(RH) dari ruangan disekitar bahanpangan
tersebut.Oleh karena itu jika RH disekitar bahan pangan rendah dari
pada aw
nya bahan pangan akan mengalami penguapan air, Sebaliknya
jika RH lebih tinggi dari pada aw
bahan pangan, maka akan terjadi
penyerapan air oleh bahan pangan sampai tercapai keadaan seimbang.
Mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang
berbeda untuk pertumbuhannya. Tabel 2 menunjukkan batas aw minimal
untuk pertumbuhan beberapa kelompok mikro organsime. Bakteri pada
umumnya membutuhkan aw mendekat 1,00

Tabel; 2 : Batas

minimal untuk pertumbuhan mikroorganisme


penyebab kebusukan makanan.

Kelompok mikro organisme


Bakteri
Khamir
Kapang
Bakteri halofilik
Khamir osmofilik

aw

minimal
0,91
0,88
0,80
0,75
0,60

Sebagai contoh
minimal untuk bakteri adalah 0,97
untuk Pseudomonas, 0,96 untuk E. Coli, 0,95 untuk bacillus substilis,
0,93 untuk Clostridium botulinum, dan 0,86 untuk Staphylococcus aureus.
khamir membutuhkan aw
lebih rendah (0,87-0,91) kapang lebih rendah
lagi ( 0,80 0,87).
Larutan gula dan garam yang pekat mengakibatkan
tekanan osmotik pada sel mikroorganisme dengan menyerap keluar air
dari dalam sel dan menyebabkan sel kekurangan air dan mati. Beberapa
jenis mikroorgansime dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut
diatas yaitu tekanan osmotik eksternal yang tinggi dan dalam beberapa

hal tertentu keadaan semacam itu yang diinginkan. Beberapa jenis bakteri
khamir dan kapang dapat tahan dan tumbuh pada larutan gula yang sangat
pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme osmofilik. Keadaan yang
sama pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan dalam lingkungan
berkadar garam cukup tinggi
yang disebut halofil atau organisme
halofilik. Jenis-jenis yang tahan tekanan osmotik ini dapat berperan
secara nyata dalam pembusukan bahan pangan.

4. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi
kehidupan
dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat
mempengaruihi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan .
a.
apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan
dipercepat. Sebaliknya
apabila suhu turun,
kecepatan
metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat.
b.
Apabila suhu naik atau turun , tingkat pertumbuhan mungkin
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat
mati.
Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi
setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut :
a.
Suhu minimum, dibawah ssuhu ini pertumbuhan mikroorganisme
tidak terjadi lagi.
b. Suhu optimum, adalah suhu di mana pertumbuhan paling cepat.
c. Suhu maksimum, diatas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak
mungkin terjadi.
Suhu optimum selalu lebih mendekati maksimum daripada minimum
berlandaskan hubungan antara suhu tersebut di atasm mikroorganisme
dapat digolongkan menjadi kelompok psikrofil, psikotrof, mesofil
dan thermofil. Niali suhu sehubungan dengan kelompok ini terlihat
pada tabel 2.
Tabel 2. : Pengelompokan
Mikroorganisme
Pertumbuhan
Terhadap Suhu.
Kelompok
Psikofil
Psikrotrof
Mesofil
Thermofil
Thermotrof

Bedasarkan Reaksi

Suhu pertumbuhan Suhu pertumbuhan Suhu


minimum ( 0C )
optimum ( 0C )
pertumbuhan
maksimum ( 0C )
- 15
10
20
-5
25
35
5 10
30 37
45
40
45 55
60 80
15
42 - 46
50

Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap ketahanan hidup


mikroorganisme, pemanasan atau kenaikan suhu bersifat
jauh lebih

merusak dari pada pendinginan. Berdasarkan hal ini


dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan :

mikroorganisme

Peka terhadap panas, dimana hampir semua sel rusak apabila


dipanaskan 60 0C selama 10 20 menit.
Tahan terhadap panas , dimana dibutuhkan suhu 100 0C selama 10
menit untuk mematikan sel.
Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60 0C se;ama 10
20 menit tetapi kurang dari 100 0C
selama 10 menit untuk
memaatikan sel.
Bakteri pembentuk spora jenis clostridium dan bacillus termasuk
kelompok yang tahan terhadap panas. Kebanyakan mikroorganisme tahan
terhadap suhu rendah sampai suhu pembekua dan walaupun pertumbuhan
dan pembelahan mungkin terhambat, sel-sel bakteri pertumbuhan dan
pembelahan mungkin terhambat, sel-sel
bakteri dapat tahan hidup
untuk jangka waktu cukup lama pada suhu pendinginan 5 0C . Pada
suhu pembekuan, kerusakan
sel terjadi, tetapi tidak
secepat
seperti pada suhu tinggi. Pada kenyataannya jika sel tetap tahan
hidup pada awal suhu pembekuan, sel ini tetap dapat hidup untuk
jangka waktu ci\ukup
lama pada keadaan beku. Ini adalah suatu
kehidupan yang tertunda karena fungsi sel terhenti dan bila media
sekitarnya dicairkan kembali metabolisme akan berlangsung lagi.
Pembekuan biasanya
digunakan sebagai cara pengawetan
dan
mempertahankan mikroorganisme. Kematian sel selanjutnya sebagai
akibat dari pembekuan tergantung pada sifat alamiah dari spesies
mikroorganisme , kecepatan pembekuan, suhu pembekuan dan faktorfaktor lingkungan lainnya.

6. Ketersediaan Oksigen
Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme
berbeda nyata dalam kebutuhan oksigen guna metabolismenya. Beberapa
kelompok dapat dibedakan sebagai :
Organisme aerobik
:
dimana tersedianya
oksigen dan
penggunaannya dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Organisme anaerobik : tidak dapat tumbuh dengan adanya oksegen
dan bahkan oksigen ini dapat merupakan
racun bagi organisme
tersebut.
Organisme anaerob fakultatif : Dimana oksigen akan dipergunakan
apabila tersedia, kalau tidak tersedia, organisme tetap dapat tumbuh
dalam keadaan anaerobik.
Organisme mikroerofilik ( microaerophilic organisms) : yaitu
mikroorganisme yang lebih dapat tumbuh pada kadar oksigen yang

lebih rendah

daripada kadar oksigen dalam atmosfer.

7. Faktor Kimia
Telah diketahui banyak zat kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang telah
ada. Bahan kimia yng bersifat bakteriostatik atau fungstatik adalah
bahan- bahan kimia yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri atau kapang (fungi), sedang bakterisidal dan fungisidal
adalah bahan-bahan kimia yang dapat membunuh bakteri atau kapang.
Berbagai logam
asm, halogen, alkohol, fenol, deterjen dan
antibiotika mempunyai efek antimikroba yang dipergunakan dalam
industri pengolahan bahan pangan dalam desinfeksi dan sanitasi alatalat pengolahan
dan ruangan-ruangan pabrik atau kadang-kadang
sebagai bahan ayng ditambahkan dalam bahan pangan sebagai zat
pengawet.
Kerja dari bahan-bahan
kimia antimikroba ini
dapat
besifat khas yaitu hanya efektif pada jenis-jenis mikroorganisme
tertentu.
Sebagai contoh
antibiotika jenis penisilin dan
tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri tetapi tidak membunuh
khamir tau kapang. Beberapa bahan yang besifat spektrum luas seperti
hipoklorit dapat mematikan lebih banyak jenis mikroorganisme.
Efektivitas dari setiap bahan antimikroba ini
tergantung pada
jumlah yang digunakan, waktu
penggunaan dadn faktor-faktor
lingkungan lainnyua seperti pH.

8. Radiasi.
Sinar ultra violet dengan panjang gelombang tertentu dan radiasi
ionisasi seperti sinar X dan sinar gamma dapat mudah terserap oleh
sel mikroorganisme . Sinar-sinar tesebut dapat mengganggu metabolisme
sel dan umumnya dapat cepat mematikan.

TUGAS

1.
2.
3.

Jelaskan fase-fase pertumbuhan dari mikroba


Jelaskan kapankah air tidak dapat digunakan oleh mikro organisme .
Jelaskan faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi pertumbuhan
bakteri.

Kegiatan Pembelajaran 2
C. Pengaruh faktor intrinsik terhadap pertumbuhan mikroba.

Faktor intrinsik (Sifat bahan pangan ) atau


faktor dalam yang
mempengaruhi populasi jasad renik (Mikro organisme) di dalam makanan
meliputi sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur
makanan, misalnya
nilai aw (aktifitas air), komposisi nutrien, pH,
potensi redoks, adanya bahan pengawet alami atau tambahan dsb.
Contoh : Mikro Organiseme pada daging berbeda dengan
Mikroorganisme pada buah-buahan dan sayuran Karena kedua kelompok bahan
pangan ini mempunyai komposisi, pH, potensi redoks dan sifat-sifat yang
berbeda, bahkan pada daging Mikroorganisme bagian luar bersifat aerobik
dan bagian dalam anaerob atau anaerob fakultatif.
D. Pengaruh Faktor ektrinsik (lingkungan) terhadp pertumbuhan mikroba.
Bahan pangan segar atau makanan olahan yng tidak
langsung
dikonsumsi
memerlukan
tahap
penyimpanan
atau
transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyaimpanan dan
transpor seperti suhu,
kelembaban, susunan gas merupakan faktor
ekstrinsik (lingkungan yang mempengaruhi populasi mikroorganisme yang
terdapat pada makanan. Sebagai contohpda daging yang disimpan dengan
cara pendinginan
di dalam wadah biasa (tanpa vacum), maka
mikroorganisme
yang akan tumbuh dominan selama penyimpanan
adalah
bakteri gram negatif yang bersifat psikrotrofik dan aerob, sedangkan
jika dismpan pada suhu yang sama dengan cara pengepakan vakum, maka
yang dominan selama penyimpanan adalah
bakteri gram positif yang
bersifat anaerobik atau anaerofakultatif.
E. Faktor Implisit yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Adanya berbagai mikroorganisme yasng terdapat pada makanan kadangkadang mengakibatkan
ua atau lebih
mikroorganisme
hidup bersama
saling emnguntungkan (sinergis) atau jasad
mikroorganis yang satu
merugikan pertumbuhan mikroorganisme ysang lainnya ( antagonis). Sebagai
contoh adanya sutu bakteri patogen atau pembusuk pada makanan mungkin
tidak mengakibatkan
keracunan pada orang yang menelannya
atau
menyebabkan
kebusukan
makanan tersebut, karena metabolisme
dan

pertumbuhan bakteri
patogen atau pembusuk tersebut
diatur atau
dihambat oleh adanya jasad renik lainnya. Sebagai contoh, bakteri
patogen
seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat
pada suatu makanan akan dihambat pertumbuhannya jika di dalam makanan
tersebut
terdapat
kelompok
bakteri
lainnya
yang
tergolong
Lactobacillaceae.
F .

Penggolongan Makanan

Bertujuan untuk mengetahui daya awet suatu makanan :


a. Makanan yang mudah rusak, yaitu mengandung aw dan pH relatif tinggi
(ph > 5.3) misalnya daging, ayam, susu dsb.
b. Makanan yang agak awet adalah makanan yang mempunyai pH pertengahan
(4.5-5.3) atau telah di awet sehingga aw agak rendah misalnya, jem,
jelly, susu kental manis dll.
c. Bahan pangan awet. Diawet dengan pengeringan sehingga a wnya rendah
seperti dendeng, abon, ikan asin dll.

Praktek laboratorium .
I. Sifat-sifat mikroba yang terdapat dalam bahan
makanan.
Kapang.
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan pada kondisi dimana
kebanyakan bakteri dan khamir dihambat pertumbuhannya. Misalnya pada
kondisi aw yang rendah, keadaan asam (pH rendah) atau pada seuhu
rendah. Sebaliknya pada beberapa makanan, jenis-jenis kpang tertentu
bahkan sengaja dirangsng pertumbuhannya untuk melakukan fermentasi,
misalnya pada pembuatan beberapa macam keju, tempe , oncom, kecap
tauco dan sebagainya.
Berbeda dengan bakteri jenis-jenis kapang lebih mudah
diidentifikasi karena setiap jenis mempunyai bentuk struktur yang
berbeda-beda, misalnya bendtuk thallusnya, bentuk spora seksual dan
aseksual, susunan atau rangkaian
spora seksual, ada tidaknya
sekat9septat) pada hifa dan struktur spesifik lainnyaOleh karena itu
identifikasi jenis kapang dapat
dilakukan dengan
cara melihat
strukturnya secara mikroskopik.
Bahan dan Alat
Bahan : Masing-masing kelompok diberi 2 suspensi spora kapang yang
dipilih dari jenis-jenis dibawah ini :

Rhizopus

Aspergillus

Pennicillium
Mucor

Neurospora

Thammidium
Alternaria

Geotrichum

Fusarium
Botrytis
Cladisporium

Trichothecium

Masing-masing kelompok
diberi
satu macam makanan
yang telah
ditumbuhi kapang, misalnya nasi, roti, dodol, sale pisang, kacang tanah,
tauco dsb.
Perkelompok :

6 tabung Agar miring Malt Agar


2 tabung

agar miring Malt agar + 10 %

NaCL
2 tabung agar miring malt Agar pH 4.0
2 tabung agar miring
Alat
: Jarum Ose,
kamar dan 450C

Malt agar pH 8.0

Mikroskop, gliserol 10 %, Inkubator 5 0 C, suhu

Cara Kerja

Pengaruh suhu pertumbuhan.


Gunakan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam
3 tabung agar miring Malt Agar. Satu tabung diinkubasi pada suhu
50 C selama 7 hari, satu tabung pada suhu kamar selama 3-4 hari
dan tabung lainnya pada suhu 450C selama 3-4 hari. Amati dan
nyatakan secara relatif adanya pertumbuhan kapang dan embentukan
spora.

Pengaruh pH
Goreskan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam
satu tabung agar miring malt agar pH 3,0 dan sat tab ung agar
miring malt agar ph 8,0 inkubasikan pada suhu kamar 3 4 hari
Amati dan nyatakan secara relatif adanya pertumbuhan kapang dan

pembentukan spora.

Pengaruh aw(penambahan garam)


Goreskan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam
satu tabung agr miring malt agar
yang mengandung 10 NaCL.
Inkubasi pada suhu kamar selama 3-4 har. Amati dan nyatakan secara
relatif pertumbuhan kapang dan pembentukan spora. Sebagai kontrol
dapat digunakan tabung malt agar yang telah digoresi kapang
tersebut dan diinkubasikan pada
suhu kamar 3-4 hari, yaitu
diambil dari percobaan 1.

LAPORAN.
Percobaan
Nama
:
Nim

:
SIFATSIFAT
.....................................
:

KAPANG

......................................

Gol/Kelompok

............................

Laporkan hasil pengamatan saudara dalam bentuk tabel sebagai


berikut :
Tabel 1
Kel

Sifat-sifat pertumbuhan beberapa kapang

Kapang
50C

1
2
3
4
5

.................
.....
.................
......
.................
.......

Suhu
kama 450C
r

pH
3,0

NaCl 10 %
8,0

Tabel 2

kelompok
I

Pertumbuhan kapang pada makanan


Makanan
......................
.........

Kapang yang tumbuh


.....................
...................

......................
........

......................
...................

......................
...........
......................
......

......................
....................
......................
....................

II
III
IV

Berikan
pembahansan
tersebut. ....................

II. Pengaruh
Bahan

dari

hssil

pengamatan

a W terhadap pertumbuhan mikroba

Cairan daging sebanyak 5 ml di dalam tabung reaksi yng dibuat


dari proses perendaman cacahan daging di dalam air selama semalam
pada suhu rendah, sebanyak 1 tabung.
Larutan media Nutrien agar steril sebanyak 10 ml di dalam tabung
reaksi yang ditutup dengan konsentrasi berbeda yaitu 0 %, 5 %, 10 %,
15 %, 20 %.
Alat

: 1. cawan petri steril 5

buah

Pupet steril ( ukuran 1 atau 2 ml)


dalam tabung kaleng 5 buah
Autoklaf

yang terbungkus kertas atau di

Cara kerja
Kaldu sebanyak 0,1 ml di masukkan ke dalam masing-masing cawan,
kemudian masing-masing cawan dituangi dengan cairan NA steril masingmasing cawan hanya dituangi dengan 1 tabung reaksi NA. Goyang-goyang
cawan ini dan kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30 33 0 C

selama 36 48 jam.
PENGAMATAN
Nyatakan jumlah mikroba yang tumbuh pada agar dengan tanda ( +++++++)
untuk banyak sekali, (+) untuyk sedikit sekali, (-) untuk tidak ada.
Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian
masing-masing diencerkan sampai 107
Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 ,
dihitung jumlah
mikrobanya dengan metoda agar tuang untuk mencapatkan nilai SPC.
Dari masing-masing pengenceran
diambil
0,1 ml cairan,
kemduian dimasukkan ke dalam
cawan
setelah itu dituangi
dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyanggoyang kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30
33 0C selama 36 48 jam.
Hitung SPC bakteri.

PENGAMATAN
Hitung SPC dari msing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan).

III. PENGARUH SUHU DINGIN DAN BEKU TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA.


BAHAN :
Cairan daging sebanyak 10 ml di dalam tabung realksi yang dibuat
dari proses perendaman cacahan daging di dalam air selama semalam
pada suhu rendah sebanyak 2 tabung.
larutan media nutrien agar steril sebanyak 10 ml di dalam tabung
reaksi yang ditutup dengan aluminium foil 6 tabung.
Larutan pengencer steil (NaCL 0,85 %) sebanyak 9 ml di dalam
tabung pengencer 8 buah
ALAT
cawan petri steril 6 buah
Pipet steril ( ukuran 1 atau 2 ml) yasng terbungkus kertas
di dalam tabung kaleng 14 buah

atau

Autoklav.

PERLAKUAN
Perlakuan diberikan terhadap
reaksi.
Jumlah
tabung
1

Volume kaldu

9 ml

9 ml

cairan kaldu daging di dalam tabung

Perlakua

Lama
Pemanasan
Suhu dingin 7 hari
(1 7 0C)
Suhu beku (- 7 hari
5 0C)

Pengamatan
SPC bacteri
pewarnaan
gram
Sda

CARA KERJA
Siapkan kaldu di dalam tabung reaksi seperti perlakuan yang
diinginkan
Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian
masing-masing
diencerkan sampai
107 , untuk tabung yang tidak
dipanaskan dan yang dipanas
Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 ,
dari tabung yang tidak
dipanaskan dihitung jumlah mikrobanya dengan metode agar tuang
untuk mendapat nilai SPC.
Dari masing-masing pengenceran
diambil
0,1 ml cairan,
kemduian dimasukkan ke dalam
cawan
setelah itu dituangi
dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyanggoyang kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30
33 0C selama 36 48 jam.
Hitung SPC bakteri.
4. Cairan pda pengenceran 100 101 dan 102 dari tabung yang
tidak dipanaskan di hitung jumlah mikrobanya dengan metode agar
tuang untuyk mendapatkan nilai SPC dengan cara yang sama dengan
nomor 3.
PENGAMATAN.
Hitung SPC dari mssing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan)

laporan praktikum ekologi mikroba

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP BAKTERI

Hanni H Hanifah
0900
Akafarma Makadhika
Jakarta

1. Tujuan

Mengetahui pengaruh suhu, cahaya dan Ph terhadap pertumbuhan


dan perkembangan mikroba.
2. Pendahuluan
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan
reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu,
kelembapan, dan cahaya.
Suhu
Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 3
golongan:
* Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu
antara 0 30C, dengan suhu optimum 15C.
* Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara
15 55C, dengan suhu optimum 25 40C.
* Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu
tinggi antara 40 75C, dengan suhu optimum 50 - 65C Pada
tahun 1967 di Yellow Stone Park ditemukan bakteri yang hidup dalam
sumber air panas bersuhu 93 500C.
Kelembapan
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi,
kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan
kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan
pengeringan.
Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar
ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel
yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian.
Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar
sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.
Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi,
kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari
Bacillus yang aerob dan beberapa spesies dari Clostridium yang
anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora. Spora tersebut
dibentuk dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh
penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali mengandung air.

Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan lingkungan


yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif.
Apabila keadaan lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh
menjadi satu sel bakteri biasa. Letak endospora di tengah-tengah
sel bakteri atau pada salah satu ujungnya.
3. Alat dan bahan
Alat :
1. Lampu spirtus
2. Lup inokulasi
3. Tabung reaksi
4. Cawan petri
5. Kertas karbon.
Bahan :
1. NA.
2. NB.
3. Indikator PH.
4. Biakan bakteri.
5. Asam asetat.
6. Natrium hidroksida.

4 Prosedur Kerja
Pengaruh suhu
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3.

Disimpan tabung reaksi tersebut dalam suhu yang


berbeda (kulkas,oven, dan suhu ruangan.)

Pengaruh sinar
1. Disiapkan agar dalam cawan petri.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3. Disimpan cawan tersebut dalam sinar yang berbeda
( sinar matahari, sinar UV, kertas karbon )
4. Kemudian diinkubasi selama 24 jam.

Pengaruh PH
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3. Kemudian masing tabung reaksi ditambahkan senyawa
asam, basa dan netral
4. Disimpan tabung reaksi tersebut dan diinkubasi selama
24 jam.

5. Hasil pengamatan

Sinar matahari

Sinar UV

Kertas Karbon

Blangko

Suhu kulkas , oven dan ruangan.

Kulkas

oven

ruangan + blangko

Asam, basa dan Netral.

Asam

basa

biakan bakteri + blangko

6. Pembahasan
Pada percobaan praktikum pengaruh lingkungan terhadap
bakteri dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu, cahaya dan
PH terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Dalam
percobaan yang pertama yaitu percobaan bakteri terhadap
pengaruh sinar (sinar matahari, UV dan kertas karbon).
Langkah kerja yang pertama yaitu siapkan agar dalam cawan
petri yang sudah disterilisasi kemudian gores biakan bakteri
tersebut kedalam cawan petri secara aseptis kemudian simpan
masing-masing cawan petri tersebut dalam sinar yang berbedabeda.tunggu 15 menit setelah itu inkubasi dalam oven selama
24 jam. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa bakteri

tumbuh dan berkembang banyak pada cawan petri yang disinari


dengan matahari. Urutan yang jedua yaitu sinar UV dan
terakhir yang disimpan dalam kertas karbon. Hal ini
dikarenakan dalam pada peletakan yang disinari matahari
tempatnya kotor dan tidak steril sehingga bakteri yang
berkembang banyak.
Percobaan yang kedua yaitu dengan pengaruh suhu, goreskan
biakan bakteri pada agar niring secara aseptis kemudian
letakkan dalam suhu yang berbeda-beda (kulkas,oven dan
ruangan). Dari hasil pengamatan didapat bahwa bakteri yang
tumbuh banyak terdapat pada suhu ruangan kemudian oven dan
kulkas karena pada suhu ruangan udara bebas bergerak bebas
sehingga mempengaruhi perkembangan bakteri.
Percobaan yang ketiga yaitu dengan pengaruh PH. Media yang
digunakan yaitu NB. Goreskan bakteri kedalam media NB
kemudian tambahkan senyawa/ zat asam(asam asetat) setelah
itu gunakan media yang kedua yang telah digoreskan bakteri
dan tambahkan zat basa (natrium hidroksida) media berubah
menjadi kuning.. Setelah itu inkubasi selama 24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan media tetap jernih . Dan
blangko bersih.

7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa perkembangan dan pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi
oleh beberapa factor. Baik factor ekstrinsik maupun intrinsic.
Pada pengaruh cahaya, bakteri dapat tumbuh baik dengan sinar
matahari. Sedangkan pada pengaruh suhu, bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada suhu ruangan. Sedangkan pada pengaruh Ph,
media tetap jernih sehingga sulit untuk mengidentifikasi
adanya bakteri atau tidak.

laporan praktikum predominasi mikroba dalam bahan pangan

ACARA II

PREDOMINANSI MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN

A.

TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara Predominansi Mikroba dalam Bahan
Pangan adalah mempelajari pengaruh jenis bahan pangan terhadap
jenis mikroba yang tumbuh spontan padanya.

B.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Bila kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat, produk ikan
asin

sering

mengalami

kerusakan

selama

dalam

penyimpanan.

Dengan demikian, kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan


yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan
sangat berpengaruh terhadapa jumlah bakteri. Di samping itu
cara

penanganan,

sanitasi,

factor

biologis,

temperatur

lingkungan, alat pengangkutan ikan, dan ruang penyimpanan harus


mendapat pergatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan
asin yang dihasilkan (Afrianto dan Evi Liviawaty, 2009).
Susu yang perlu diketahui adalah bahwa susu merupakan
media

yang

baik

sekali

bagi

pertumbuhan

mikroba

sehingga

apabila penangannya tidak baik akan dapat menimbulkan penyakit


yang berbahaya. Di samping itu susu sangat mudah sekali menjadi
rusak terutama karena susu merupakan bahan biologik. Susu yang
baik

apabila

mengandung

sedikit

bakteri

sedikit,

tidak

mengandung spora mikrobia pathogen, bersih tidak mengandung


debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa, (flavour yang
baik, dan tidak dipalsukan (Soewedo Hadiwiyoto, 1979).
Secara

umum

sayur-sayuran

sangat

baik

sebagai

sumber

vitamin dan mineral bagi menu makanan kita, mengingat sebagian


besar sayur-sayuran kaya akan vitamin, terutama bitamin A dan C
. Sayuran yang banyak mengandung vitamin A contohnya wortel,
sedangkan sayuran yang banyak mengandung vitamin C misalnya
tomat. Jenis vitamin lain yang dikandung sayuran adalah vitamin
B1 (thiamin) dan mineral seperti kalsium (Ca) dan besi (Fe)
(Sri Rini Dwiari, 2008).
Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi
bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran
bakteri patogen yang mudah tercemar kapan dan dimana saja
sepanjang

penanganannya

tidak

memperhatikan

kebersihan.

Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat


berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air,
tanah, debu, manusia, peralatan dan udara (Rombaut, 2005).
Ada susu yang telah dipanaskan kontaminasi bakteri terjadi
karena adanya

kontaminasi silang dari peralatan dan air

pencuci. Kelompok bakteri koliform digunakan sebagai indikator


sanitasi penanganan susu, jika bakteri koliform mengkontaminasi
susu maupun bahan pangan dalam jumlah besar akan menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia, sehingga Standar Nasional
Indonesia (SNI) Tahun 2000 telah menetapkan Batas Maksimun
Cemaran Mikroba dalam susu segar dan susu pasteurisasi, untuk
jumlah bakteri total pada susu segar 1 x 106 dan untuk susu
pasteurisasi <3 x 104. Untuk koliform pada susu segar 2 x 101
MPN/gram dan untuk koliform pada susu pasteurisasi <0,1 x 101
MPN/gram (Roostita L. Balia, dkk, 2008).
Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak menjadi
asam laktat yang mempengaruhi nilai pH. Rendahnya konsentrasi
asam laktat menyebabkan pH

meningkat. Bakteri pembusuk lebih

aktif pada daging dengan pH tinggi. Nilai pH yang rendah dapat


menimbulkan pengaruh tidak diinginkan pada ikan. Pada bagian

potongan daging ikan yang dies cukup lama akan terlihat putih
dan pudar. Ikan yang kondisi fisiknya sudah rusak atau cacat
dianggap berkualitas rendah. Ikan dengan kondisi tubuh rusak
cenderung lebih cepat membusuk dibandingan ikan dengan kondisi
fisiknya baik. Ikan yang fisiknya rusak cenderung memiliki
kandungan glikogen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi
baik.
(Eddy Afrianto, 2008).
PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan
inokulasi di atas permukaan. PCA dibuat dengan melarutkan semua
bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast extract, dextrose,
agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian disterilisasi
pada autoklaf (15 menit pada suhu 121 C). Media PCA ini baik
untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba) karena di
dalamnya mengandung komposisi casein enzymic hydrolisate yang
menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya
serta ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks (Anonim c,
2011).
Dalam

belajar

mikroorganisme

mikrobiologi

dalam

keadaan

penting

hidup,

untuk

karena

itu

mengamati
di

dalam

laboratorium dibuat medium untuk mengkultur mikroorganisme.


Medium sendiri merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran
nutrisi atau zat-zat hara (nutrient) yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme. Medium tersebut dapat berupa medium
cair ataupun medium padat. Mikroorganisme akan tumbuh dengan
baik dalam medium apabila medium tersebut memenuhi persyaratan,
antara lain : medium harus mengandung semua nutrien yang mudah
digunakan oleh mikroorganisme; medium harus mempunyai tekanan
osmosis,

tegangan

permukaan,

dan

pH

yang

sesuai

dengan

pertumbuhan mikroorganisme; medium tidak mengandung zat-zat


yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme; dan medium harus

steril sebelum digunakan, supaya mikroorganisme dapat tumbuh


dengan baik (Supardi, 1989).
Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam
golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould(kapang)
karena berbentuk uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir
terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal yeast
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding dengan mould
yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Yeast sangat mudah
dibedakan

dengan

mikroorganisme

yang

lain

misalnya

dengan

bakteri, yeast mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan


morfologi

yang

berbeda.

Sedangkan

dengan

protozoa,

yeast

mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan


fotosintesis bila dibandingkan dengan ganggang atau algae.
Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimia
yeast lebih efektif memecahnya dan lebih luas permukaan serta
volume hasilnya lebih banyak. Yeast dapat dibedakan atas dua
kelompok

berdasarkan

sifat

metabolismenya

yaitu

bersifat

fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan


fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol
dan

gas

contohnya

pada

produk

roti.

Sedangkan

oksidatif

(respirasi) maka akan menghasilkan carbon dioksida dan air.


Keduanya bagi yeast adalah dipergunakan untuk energi walaupun
energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang
melalui fermentasi

(Ine, 1992).

Pengasaman susu disebabkan oleh Streptococcus lactis dan

Lactobacillus sp. Pengasaman ini biasanya terjadi pada produk


susu

fermentasi

dan

keju.

Produksi

gas

dihasilkan

oleh

organisme coliform dan beberapa organisme dari Clostridium. Ada


2 tipe koagulasi pada susu, bentuk asam dan enzim. Asam
proteolisis biasanya disertai formasi asam. Bacillus cereus,
organisme

berbentuk

spora

yang

dapat

hidup

pada

suhu

pasteurisasi, menyebabkan asam proteolisis. Aroma asam yang


disebabkan

oleh

organisme

laktis,

yang

kemungkinan

dapat

menghasilkan asam volatil, dihasilkan oleh bakteri coliform


(Weiser, 1962).
Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami
kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen
gizi ikan menjadi senyawa-senyawa berbau busuk dan anyir,
seperti indol, skatol, H2S, merkaptan, dan lain-lain. Beberapa
bakteri

patogen

(penyebab

penyakit),

seperti

Salmonella,

Vibrio, dan Clostridium, sering mencemari produk perikanan.


Beberapa faktor penyebab kerusakan ikan air tawar adalah kadar
air

cukup

tinggi

(70-80

persen

dari

berat

daging)

yang

menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang biak.


Secara alami, ikan mengandung enzim yang dapat menguraikan
protein

menjadi

putresin,

menyebabkan timbulnya bau

isobutilamin,

kadaverin

yang

tidak sedap. Lemak ikan mengandung

asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah mengalami proses
oksidasi atau hidrolisis yang menghasilkan bau tengik. Ikan
mempunyai susunan jaringan sel yang lebih longgar, sehingga
mikroba

dapat

pertumbuhan

dengan

mudah

mengggunakannya

sebagai

media

(Made, 2009).

Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami


kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen
gizi ikan menjadi senyawa-senyawa berbau busuk dan anyir,
seperti indol, skatol, H2S, merkaptan, dan lain-lain. Hal ini
dikarenakan kadar airikan tinggi dan penanganan pasca panen
yang kurang baik. Beberapa bakteri patogen (penyebab penyakit),
seperti Salmonella, Vibrio, dan Clostridium, sering mencemari
produk perikanan. Ikan tuna adalah jenis ikan yang mudah
terkontaminasi dengan scombrotoxin yang bisa menyebabkan sakit
kepala dan kram. Apabila ikan tuna disimpan dalam suhu lebih

dari yang seharusnya, maka toksin tersebut akan sulit hilang


meskipun sudah melalui proses pemasakan (Anonimd, 2011).
Populasi mikroorganisme yang terdapat pada setiap bahan
makanan, mengenai jumlah dan jenisnya biasnya sangat beragam.
Hal

tersebut

disebabkan

karena

adanya

pengaruh

selektif

terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang terdapat


pada

makanan

makanan

sumber-sumber

dapat

berasal

mikroflora

dari

tanah,

yang
air

terdapat

pada

permukaan,

debu

lingkungan ,udara dan sebagainya. Berbagai pengaruh selektif


menyebabkan satu atau beberapa jenis mikroorganisme menjadi
dominan dibanding dengan jenis mikroba lain misalnya pada
tomat,

susu

dan

ikan

jenis

mikroba

yang

berperan

dalam

kerusakan masimng-masing produk spesifik, karena masing-masing


produk memiliki sifat yang berbeda (Sukamto, 1999).
Bahan pangan yang berasal dari hewani seperti: daging,
susu telur yang sudah dipecah, ikan segar, termasuk dalam bahan
pangan yang mudah rusak (perishable foods). Bahan pangan yang
berasal dari tanaman, seperti buah-buahan dan sayuran dalam
keadaaan segar adalah kelompok bahan makanan yang agak mudah
rusak, tidak seperti pada kelompok pangan hewani, kelompok
bahan pangan ini tergantung dari jenisnya relatif lebih tahan
pada suhu kamar. Buah- buahan seperti pisang, mangga akan
mengalami proses pematangan terlebih dahulu sebelum mengalami
proses pembusukan (Anonimk, 2011).
Penyakit

bercak

bakteri

pada

buah

tomat

disebabkan

Xantomonas vesicatoria, pada saat musim hujan perkembangannya


sangat pesat. Gejala yang timbul berupa bercak-bercak berwarna
gelap mengkilap pada daun, batang, dan buah tomat. Pada buah
bercak dapat membesar. Cara pengendaliannya adalah menggunakan
varietas unggul yang tahan serangan bakteri. Rotasi tanaman
dengan

tanaman

lain

yang

beda

famili.Penyakit

busuk

buah

disebabkan oleh cendawan Botrytis cinerea. Patogen menyerang


pada saat buah dalam wadah yang terlalu lembab dan temperatur
tinggi.

Buah

membusuk,

berair

dan

bau

tak

sedap.

Cara

pengendaliannya adalah dengan memperbaiki wadah penyimpanan


agar tidak lembab yaitu ada tempat keluar masuknya udara
(Winsen, 2000).
2.

Tinjauan Teori
Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300
sel mikroba per ml, per gram, satu per cm (jika dilakukan
pengamatan

pada

permukaan

luar

bahan

pangan),

memerlukan

perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di


dalam cawan petri, sehingga setelah inkubasi akan terbentuk
koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung,
dimana jumlah yang terbaik adalah antara 30 sampai 300 koloni.
Pengenceran biasa dilakukan secara decimal yaitu 1:10, 1:100,
1:1000 dan seterusnya. Sedangkan pengenceran yang dilakukan
bukan secara desimal jarang dilakukan karena tidak praktis
dalam

perhitungan.

Untuk

mengetahui

jumlah

mikroba

pada

permukaan luar bahan pangan, misalnya daging sapi, ayam atau


ikan, pengambilan contoh dapat dilakukan menggunakan Swab
Method (Soeminarti dan Abu,1989).
Faktor pertumbuhan mikroorganisme ada 2, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik (dari dalam)
antara lain pH, aktivitas air (aw), oksidasi-reduksi, zat gizi,
antimikrobial

konstituen,

dan

struktur

biologi.

Sedangkan

faktor ekstrinsik (dari luar) antara lain temperature, relative


humidity
lingkungan.

(kelembaban)
Untuk

lingkungan,

menghindari

dan

kerusakan

konsentrasi
bahan

pangan

gas
dari

yeast, kapang, dan bakteri, sebaiknya bahan pangan tersebut


memiliki Rh (kelembaban) rendah pada lingkungannya (Balia,
2009).

Pertumbuhan
antara

mikroba

dipengaruhi

faktor-faktor

mikroorganisme

adalah

yang
air,

oleh lingkungannya.

mempengaruhi

oksigen,

suhu

Di

pertumbuhan
dan

nilai

pH

(keasaman). Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya.


Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan
alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau hasil metabolit ke
luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair
dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan memben-tuk
es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam,
maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme.
Beberapa

mikroorganisme

memerlukan

oksigen

untuk

pertumbuhannya, yang disebut mikroorganisme aerobik. Contoh


mikroorganisme

aerobik

adalah

kapang.

Untuk

beberapa

mikroorganisme lainnya, oksigen bersifat racun. Suhu adalah


salah

satu

pertumbuhan
mempunyai

faktor
dan

lingkungan

kehidupan

kisaran

nilai

terpenting

yang

mikroorganisme.
pH

dimana

mempengaruhi

Setiap

organisme

pertumbuhan

masih

memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum.


Kebanyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5), dan
hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0 (F. Kusnandar,
dkk, 2007).
Melalui pertumbuhannya, mikroorgamisme dapat mengakibatkan
berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan.
Apabila perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat
diterima

oleh

para

konsumen,

maka

bahan

pangan

tersebut

dikatakan mengalami kerusakan. Beberapa kerusakan bahan pangan


antara lain berjamur, rots (pembusukan), berlendir, berwarna,
putrefaction (Buckle, dkk, 1985).
Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan makanan
adalah pembusukan, dan ini dapat disebabkan oleh bakteri atau
jamur.

Pada

umumnya

bahan

makanan

seperti

daging,

telur,

sayuran, dan buah-buahan akan sangat cepat membusuk kalau


dibiarkan/disimpan

tanpa

aturan.

Dipihak

lain

seringkali

makanan yang mengandung eneterotoksin dalam jumlah cukup banyak


untuk dapat menimbulkan penyakit biasanya mempunyai penampilan,
bau, dan rasa normal sehingga masih dikonsumsi dan menimbulkan
keracunan.

Cara

pencegahan

terbaik

adalah

menyimpan

bahan

makanan yang mudah busuk dalam lemari es (6 0C sampai 70C) di


mana enterotoksin tidak terbentuk jika makanan disimpan pada
temperatur tersebut. Makanan yang sudah dipanasi kembali tidak
boleh dibiarkan berjam-jam pada suhu kamar sebelum disajikan
(Imam Sukamto. 1999).
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10 0C akan semakin lambat
dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan
membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri.
Pada sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu
9,50C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam dan
senyawa

terlarut

lain

yang

dapat

menurunkan

titik

beku.

Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini


menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam
pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu
membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali
(thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan
mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan
pada bahan pangan yang bersangkutan (Anonima, 2011).
Suhu

merupakan

berpengaruh
mempunyai

salah

terhadap
kisaran

satu

pertumbuhan

suhu

dan

suhu

faktor
mikroba.
optimum

lingkungan
Setiap
tertentu

yang

mikroba
untuk

pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba


dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut psikrofil, yaitu
mikroba

yang

mempunyai

kisaran

suhu

pertumbuhan

0-20C.

Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan

20-45C.

Termofil,

yaitu

mikroba

yang

mempunyai

suhu

pertumbuhannya di atas 45C. Kebanyakan mikroba perusak pangan


merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan
atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum
pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh manusia.
Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik
untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen
(Anonimb, 2011).
Adanya

kebusukan

pada

makanan

dapat

disebabkan

oleh

beberapa jenis bakteri yang tumbuh dalam makanan tersebut.


Beberapa di antara mikroorganisme dapat mengubah rasa beserta
aroma dari makanan sehingga dianggap merupakan mikroorganisme
pembusuk.

Dalam

pembusukan

daging,

mikroorganisme

yang

menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak protein-protein.


Pada

proses

pembusukan

sayur

dan

buah,

mikroorganisme

pektinolitik mampu merombak bahan-bahan yang mengandung pektin


yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Mikroorganisme seperti
bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) dapat menyebabkan
perubahan yang tidak dikehendaki pada penampakan visual, bau,
tekstur

atau

dikelompokkan
proteolitik,

rasa

suatu

berdasarkan
lipolitik,

dll.

makanan.
tipe
Atau

Mikroorganisme

aktivitasnya,
berdasarkan

ini

seperti
kebutuhan

hidupnya seperti termofilik, halofilik


(Anonime, 2011).
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran
penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak
enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa
mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan
bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan
keracunan makanan. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan

bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk


pertumbuhannya.

Dalam

metabolismenya,

bakteri

heterotropik

menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan


lainnya sebagai sumber. Kandungan air dalam bahan makanan
memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba.
Kandungan air tersebut dinyatakan dengan istilah aw (water
activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme

untuk

pertumbuhannya.

Setiap

mikroorganisme

mempunyai aw, minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya


bakteri pada aw 0,90, khamir aw 0,80-0,90, serta kapang pada aw
0,60-0,70. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam
jaringan matriks bahan pangan seperti membran kapiler, serat,
dan lain-lain (Anonimf, 2011).
Bakteri yang dominan mengkontaminasi makanan kering
adalah kelompok Clostridium dan Bacillus. Spora kedua bakteri
ini dapat bertahan pada proses pengeringan. Penggunaan suhu
pengeringan
seperti

yang

tidak

salmonella

dan

bekterisidal,
E.

coli

memungkinkan

bakteri

tetap

setelah

ada

pengeringan.Makanan-makanan yang demikian aman dalam keadaan


kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan
seperti halnya makanan segar. Karena herbs dan rempah-rempah
seringkali

terkontaminasi

spora

dalam

jumlah

banyak,

maka

penambahan ingredian harus dilakukan sebelum proses pemanasan


(Anonimg, 2011).
Bakteri

merupakan

mikrobia

prokariotik

uniselular,

termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual


dengan

pembelahan

sel.

Bakteri

tidak

berklorofil

kecuali

beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada


yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada
manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam,
dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam

lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat,


batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi
oleh

umur

dan

syarat

pertumbuhan

tertentu.

Bakteri

dapat

mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan


faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan
bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu
bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan
pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran
0,5-10 m. Bakteri diklasifikasikan berdasarkan deskripsi sifat
morfologi dan fisiologi. Bakteri dibagi menjadi 1 kelompok
(grup),

dengan

Cyanobacteria

pada

grup

20.

Pembagian

ini

berdasarkan bentuk, sifat gram, kebutuhan oksigen, dan apabila


tidak dapat dibedakan menurut ketiganya maka dimasukkan ke
dalam kelompok khusus (Anonimh, 2011).
Kandungan protein yang terdapat dalam roti mencapai 9,7 %
lebih tinggi dari pada nasi yang hanya 7,8%. Selain itu tidak
seperti nasi yang hanya memiliki kadar pati 4 8 %. Kandungan
pati yang terdapat pada roti berkisar antara 13%. Dalam 4 ons
roti tawar akan menghasilkan koloni yang setara dengan koloni
pada satu piring nasi. Selain tiu roti diperkaya dengan berbagi
macam zat gizi, yaitu beta karoten, tiamin (vitamin B), vitamin
B2, masin serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium,
kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino
tertentu untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh (Anonim i,
2011).
Bakteri pada daging dapat tumbuh pada kisaran suhu 1-45C,
dan hasil riset pada daging giling menunjukkan bakteri ini
tidak berkurang jumlahnya selama pembekuan pada suhu -20C
sampai 9 bulan. penyimpanan makanan sisa dalam waktu lama,
apalagi hanya pada suhu kamar (tidak di lemari es). penyimpanan
selama 6-12 jam atau lebih tanpa pendinginan bisa berisiko

terkena

bakteri

pembentuk

spora

yang

relatif

tahan

panas

seperti Clostridium perfringensdan Bacillus cereus


(Anonimj, 2011).
Populasi mikroorganisme yang terdapat pada setiap bahan
makanan, mengenai jumlah dan jenisnya biasnya sangat beragam.
Hal

tersebut

disebabkan

karena

adanya

pengaruh

selektif

terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme awal yang terdapat


pada

makanan

makanan

sumber-sumber

dapat

berasal

mikroflora

dari

yang

tanah,

air

terdapat

pada

permukaan,

debu

lingkungan, udara dan sebagainya. Berbagai pengaruh selektif


menyebabkan satu atau beberapa jenis mikroorganisme menjadi
dominan dibanding dengan jenis mikroba lain misalnya pada
tomat,

susu

dan

ikan

jenis

mikroba

yang

berperan

dalam

kerusakan masing-masing produk spesifik, karena masing-masing


produk memiliki sifat yang berbeda (Suto, 1999).
Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw
terhadap

pertumbuhan

sendiri-sendiri.

mikroorganisme

Pada

kondisi

tidak

aerobic,

perlu

berdiri

bakteri

mungkin

membutuhkan pH dan aw yang lebih tinggi dan temperature yang


minimum

untuk

pertumbuhan,

dibandingkan

dengan

kondisi

anaerobik. Mikroorganisme yang tumbuh pada temperature rendah


biasanya adalah aerob dan mempunyai aw minimum yang tinggi.
Jadi

perlakuan

penambahan

garam

untuk

menurunkan

aw

atau

mengeluarkan oksigen dari daging yang disimpan pada temperatur


rendah akan menurunkan laju kerusakan oleh mikrobia. Pada
umumnya pertumbuhan bakteri pada dan didalam daging dapat
dibagi

menjadi

fase,

yaitu

fase

lag,

fase

pertumbuhan

logaritmik (fase eksponensial), fase konstan (stationary) dan


fase pertumbuhan menurun atau fase kematian (Soeparno, 2005).
Jamur merupakan mikroorganisme yang hidup pada pH netral

antara 6,5-8,5 selain jamur yang bersifat osmofil. Aw jamur


berada sekitar 0,8 - 0,87 dan membutuhkan air yang sangat
sedikit untuk tumbuh. Jamur memiliki hifa yang bersepta atau
tidak bersepta, dan memiliki meselia. Ukuran jamur lebih besar
dari

yeast

dan

lebih

kecil

dari

virus.

Jamur

bersifat

multiseluler yang mempunyai spora untuk melakukan reproduksi.


Reproduksi secara aseksual dan seksual (Pleczar, 1986).
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik. Jamur ada
yang tergolong mikrobia dan ada juga yang tidak. Jamur yang
tergolong mikrobia contohnya adalah Khamir dan Jamur benang /
Molds. Khamir adalah jamur yang tumbuh dalam bentuk uniseluler
dan biasanya memperbanyak diri dengan cara tunas. Jamur ini
tersebar di alam, dapat ditemukan di tanah, debu, serta buah
dan daun pada banyak tanaman. Nampak seperti permukaan buih
atau sedimen tebal pada jus buah dan cairan saccharine lain
(Salle, 1961).
Contoh jamur yang kedua adalah jamur benang atau molds.
Molds

adalah

jamur

berfilamen

yang

bersifat

parasit

dan

berkembang biak dengan spora seksual dan aseksual. Merupakan


suatu kelompok heterogenitas yang besar dari suatu tumbuhan,
seperti organisme yang membentuk subdivisi Thallophyta (Salle,
1961b). Contoh molds adalah Rhizopus sp., Pinicillium sp.,

Aspergillus sp. dan Monilia sp. Salah satu makhluk hidup yang
memiliki daya reproduksi tinggi adalah Fungi. Fungi merupakan
kelompok mikrobia eukariotik heterotrofik yang tersebar luas di
alam dan bersifat saprofit. Pembagian fungi didasarkan atas
sifat khas struktur dan cara reproduksinya, yaitu Zygomycetes,
Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deutromyces (Soetarto et al.,
2008).
Jamur
benang

dan

yang

tergolong

Khamir

atau

mikrobia
Molds.

contohnya

Jamur

benang

adalah

Jamur

adalah

fungi

multiseluler

yang

membentuk

pertumbuhan

memanjang

yang

bercabang yang dikenal sebagai miselium. Filamen individual


dari miselium dikenal sebagai hifa. Pada beberapa jamur benang,
hifa merupakan silinder multinukleus yang kontinu tanpa adanya
dinding melintang, hifa seperti ini dikenal sebagai hifa tidak
bersekat (nonseptae hyphae). Pada beberapa jamur benang yang
lain, hifa memiliki dinding melintang yang memisahkan mereka ke
dalam sebuah rantai dari sel individual, ada yang memiliki satu
nukleus, atau pada umumnya dengan dua nukleus. Hifa seperti ini
dikenal dengan hifa bersekat (septae hyphae). Jamur benang
dapat pula dibedakan berdasarkan alat perkembangbiakannya yaitu
antara lain dengan spora konidia dan lain sebagainya (Clifton,
1957).
Perbedaan dapat pula dengan bentuk sel atau bentuk dari
benang (hifa) yang dibentuk oleh jamur tersebut. Hifa dari
jamur benang dapat dibedakan atas hifa vegetatif, yaitu hifa
yang tumbuh menjalar dan berfungsi untuk menyerap makanan dan
hifa fertil yang berfungsi sebagai alat reproduksi dan tumbuh
ke atas. Warna koloni (pigmen) yang dibentuk oleh jamur benang
tersebutpun dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi jenis
jamur benang yang membentuknya. Contoh dari jamur benang antara
lain Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus sp, Mucor sp dan

Monilia

sp.

membentuk

Khamir

merupakan

percabangan

fungi

multiseluler

uniseluler
(miselium),

yang

tidak

kebanyakan

khamir bereproduksi secara vegetatif dengan tunas (budding),


tapi ada sedikit jenis yang bereproduksi melalui fusi sel
(Sarles, 1956).
Morfologi khamir dapat berupa spheroidal, aksoidal, bentuk
sosis, bentuk umum atau silindris. Bentuk morfologi, cara
reproduksi,
sebagai

dan

dasar

karakteristik

untuk

klasifikasi

fermentasi

dapat

dijadikan

khamir.

Bakteri

merupakan

mikrobia uniseluler yang termasuk dalam kelas Schizomycetes.


Terdapat berbagai macam bentuk dari bakteri yaitu berbentuk
bulat/kokus, batang/bacilus, dan spiral (Pelczar and Reid,
1958).
C.

METODOLOGI
1.

Alat
a.

Mortir dan penumbuknya yang steril

b.

Pipet 1 ml steril

c.

Petridish steril

d. Mikroskop
e.

Lampu spirtus

f.

Gelas preparat

g.

Gelas penutup

h.

Plastik steril

2.

Bahan
a.

Roti

b.

Tomat

c.

Ikan

d. Gula
e.

Jahe kering

f.

3.

Medium PCA

Cara Kerja
a. Sampel Roti, tomat, gula

Dibuat gambar

b. Sampel ikan

c. Sampel susu

Dibuat gambar

d. Sampel jahe kering

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Jenis Mikrobia pada Petridish
Kel
.

Bahan

Gambar

Keterangan

Jenis Mikro

Roti

Kapang
a.
Warna : putih
kekuningan
b.

Bentuk : cekung

c.

Kekeruhan :keruh

d. Miselia : ada

10

Roti

Kapang
a. Warna : putih
kekuningan
b. Bentuk : cekung
c.

Kekeruhan : keruh

d. Miselia : ada

Lele

Bakteri
a. Warna : putih
kekuningan
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada

Lele

Bakteri
a.
Warna
kekuningan

b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada

Susu
a.

Warna : Putih kekuningan

b.

Bentuk : cekung

c.

Kekeruhan : keruh

d. Miselia : tidak ada

Bak
i

Susu
a. Warna : putih
b. Bentuk : cekung
c.

Kekeruhan : agak keruh

d. Miselia : tidak ada

Bak
i

Gula

a.

Warna : putih kekuningan

b.

Bentuk : bulat

c.

Kekeruhan : keruh

Yeas

d. Miselia : tidak ada


10

Gula

a. Warna : putih kekuningan

Yeas

b. Bentuk :
c.

Kekeruhan : keruh

d. Miselia : tidak ada


5

Tomat

a. Warna : putih kekuningan


b. Bentuk : cekung
c.

11

Tomat

Kekeruhan : keruh dan


bening

d. Miselia : tidak ada


a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cembung
c.

Bakt

Kekeruhan : keruh

d. Miselia : ada

Kapa

Jahe
kering

a.

Warna : putih kekuningan

b.

Bentuk : cembung

c.

Kekeruhan : transparan

Khamir

d. Miselia : tidak ada

12

Jahe
kering

a.

Warna : putih keruh

b.

Bentuk : cembung

c.

Kekeruhan : keruh

d. Miselia : tidak ada

Sumber: Laporan Sementara

Khamir

Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Jenis Mikrobia pada Mikroskop

Kel
.
1

Jenis
bahan
Roti

Gambar

Jenis mikroba

Kapang

Roti
Kapang

lele
Bakteri

Lele
Bakteri

Susu

Susu

Bakteri

Bakteri

Gula

Yeast

10

Gula

Yeast

Tomat

Bakteri

11

Tomat

Kapang

Jahe

Khamir

kering

12

Jahe
kering

Sumber: Laporan sementara


Pembahasan :

Khamir

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia,


juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menguntungkan maupun
merugikan

seperti

menyebabkan

perubahan

yang

menguntungkan,

perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya


simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang
tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak
dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan dan
kerusakan

bahan pangan.

Pada praktikum predominansi mikroba pada bahan pangan, bahan


yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pangan
terhadap jenis mikroba yang tumbuh spontan pada bahan adalah
tomat, gula, roti, ikan dan jahe kering. Bahan yang digunakan
dalam

praktikum

ini

mempunyai

karakteristik

dan

mempunyai

kandungan gizi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya,


sehingga mikroba yang tumbuh pada setiap bahan pangan berbeda,
pertumbuhan mikrobia tersebut bersifat spontan. Pada praktikum
acara ini

ada beberapa jenis sampel yang digunakan yaitu roti,

tomat, gula, ikan lele dan jahe kering. Perlakuan pada sampel
seperti roti, tomat, gula, jahe kering dan susu berbeda dengan
perlakuan pada sampel ikan lele. Pada sampel roti, tomat, dan
gula dilakukan dengan menghaluskan sampel sebelum dialakukan
pengujian sedangkan pada ikan lele dilakukan dengan mengoleskan
batang pengoles ke permukaan sampel. Jenis mikroba yang tumbuh
secara

spontan

ini,

kehidupannya

sangat

dipengaruhi

oleh

karakteristik bahan pangan yang terdiri dari komposisi, pH, kadar


air. Pada permukaan buah dan sayur mikroba yang predominan yang
dapat ditemukan adalah kapang, khamir dan bakteri.
Medium yang digunakan dalam uji predominansi mikrobia pada
bahan pangan ini adalah media PCA media ini mengandung casein

enzimatik hidrolasate yang menyediakan asam amino dan substansi


nitrogen kompleks yang dapat digunakan hidup oleh semua jenis
mikrobia. Hasil pengamatan identifikasi mikroba pada petridish
pada kelompok 9 dengan sampel roti yang tumbuh adalah kapang
dengan warna putih kekuningan, terdapat misellia, benuk koloni
cekung. Pada sampel ikan segar kelompok 7 yang tumbuh spontan
adalah bakteri dengan warna kekuningan, tidak ada misellia,
bentuk koloni cekung, mikroba keruh. Pada sampel susu kelompok 8
mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri dengan ciri-ciri tidak
ada

misellia,

warna

putih,

bentuk

koloni

cekung,

mikroba

transparan, pada sampel gula kelompok 10 mikroba yang tumbuh


spontan adalah yeast dengan tidak ada misellia, warna putih
kekuningan, bentuk koloni bulat mikroba kerung bening. Pada
sampel tomat kelompok 11 mikroba yang tumbuh spontan adalah
kapang dengan warna putih kekuningan, terdapat misellia, bentuk
koloni cembung, mikroba keruh. Pada sampel jahe kering kelompok
12 mikroba yang tumbuh spontan adalah khamir dengan warna putih
keruh, tidak ada misellia, bentuk koloni cembung, mikroba keruh.
Hasil pengamatan mikroba pada mikroskop pada sampel tomat
mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri, pada sampel roti
mikroba yang tumbuh spontan adalah kapang, pada sampel susu jenis
mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri, pada sampel gula
mikroba yang tumbuh spontan adalah yeast, pada sampel ikan segar
mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri, pada sampel jahe
kering jenis

mikroba yang tumbuh spontan adalah khamir.

Morfologi khamir dapat berupa spheroidal, aksoidal, bentuk


sosis,

bentuk

umum

atau

silindris.

Bentuk

morfologi,

cara

reproduksi, dan karakteristik fermentasi dapat dijadikan sebagai


dasar

untuk

klasifikasi

khamir.

Bakteri

merupakan

mikrobia

uniseluler yang termasuk dalam kelas Schizomycetes. Terdapat


berbagai macam bentuk dari bakteri yaitu berbentuk bulat/kokus,

batang/bacilus,

dan

spiral.

Bakteri

dibedakan

berdasarkan

responnya terhadap O2 menjadi 4 macam, yaitu bakteri aerob,


anaerob, anaeorob fakultatif, dan mikroaerofilik. Bakteri aerob
membutuhkan

O2

untuk

hidupnya

dalam

jumlah

banyak.

Bakteri

anaerob dapat tumbuh tanpa ada O2. Bakteri anaerob fakultatif


merupakan bakteri yang tumbuh dengan ada atau tidaknya O2.
Sedangkan bakteri mikroaerofilik adalah bakteri yang tumbuh pada
jumlah O2 yang sedikit. Di dalam medium cair, bakteri tumbuh di
permukaan medium yang berhubungan langsung dengan udara bebas.
Bakteri anaerob dalam medium cair tumbuh di dasar medium cair
karena bakteri tidak membutuhkan O2 sedangkan di dasar medium
tidak terdapat O2. Bakteri anaerob fakultatif anaerob terdapat di
seluruh bagian medium, di permukaan, di tengah, dan di dasar
medium karena bakteri dapat hidup dengan atau tanpa O2. Bakteri
mikroaerofilik tumbuh di dekat permukaan medium karena bakteri
hanya mengambil O2 dalam jumlah yang sedikit (Pelczar and Reid,
1958).
Pada

sampel

roti

dapat

diketahui

bahwa

dalam

percobaan

kelompok 9 yang tumbuh secara spontan adalah kapang karena kapang


bisa tumbuh dalam media dan bahan roti kering karena dalam
kehidupannya kapang dapat tumbuh pada media PCA yang mengandung
asam amino dan ditambah kandungan karbohidrat yang terdapat dalam
roti. Kapang bisa tumbuh dalam pH yang 6,58,5 dan aktivitas air
rendah.

Karbohidrat

yang

terkandung

terkontaminasi mikroba sakarolitik

dalam

bahan

akan

dan kemudian terdegradasi

menghasilkan asam, alkohol dan gas. Jika tumbuh kapang maka


terdapat miselia dan hifa. Mikrobia penyebab kerusakan pada roti
adalah

Rhizopus

nigricane,

Rhizopus

sp,

Penicillium

sp,

Aspergillus sp dengan tipe kerusakan berjamur. Sedangkan tipe


kerusakan

berlendir,

mikrobia

penyebabnya

adalah

Bacillus

subtilis. Jamur Roti (Rhizopus Stolonifer). Rhizopus Stolonifer


mempunyai

beberapa

karakteristik

diantaranya

dapat

tumbuh

padasuhu 5-37oC tetapi pertumbuhan optimumnya yaitu pada suhu


25oC. Aw berkisar pada 0,93 tetapi di laboratorium telah terjadi
pertumbuhan pada MY50G agar mudah (0,89 aw) seperti beberapa
lainnya mucorales, R.stolonifer dapat tumbuh di bawah kondisi
anaerobik. Miselium dari R.stolonifera adalah yang terdiri atas
tiga jenis haploid yang berbedahyphae. Bagian terbesar dari
miselium terdiri dari dengan cepat bertumbuh hyphae yangbersifat
senositik (multinucleate) dan takbersekat (tidak yang dibagi oleh
dinding lintangke dalam sel-sel atau kompartemen-kompartemen).
Dari ini semua, cincin busur hyphaegeragih-geragih dibentuk.
Geragih-geragih
mereka

dari

berhubungan

rizoid-rizoid
substrat.

di

mana

Sporangia

saja

ujung-ujung

membentuk

di

ujung

sporangiofor-sporangiofor,yang bersifat cabang lurus membentuk


secara langsung di atas rizoid-rizoid. Masing-masing sporangium
mulai

sebagai

suatu

bengkak

ke

dalam

dimana

sejumlah

nucleusmengalirkan, dan itu adalah pada akhirnya dikerat dari


sporangiofor-sporangiofor

oleh

pembentukan

suatu

sekat.

Protoplasma di dalam dibelah, dan suatu dinding sel dibentuk di


sekitar masing-masing spora. Sporangium menjadi hitam karena
mendewasakan,
Pada pengamatan predominansi mikroba untuk sampel tomat,
diketahui untuk

kelompok 11 mikroba yang tumbuh pada sari buah

tomat yang diamati adalah jenis kapang. Ini ditunjukkan dengan


terdapat misellia seharusnya yang tumbuh adalah jenis khamir
dengan ditunjukkan adanya miselia dan hifa pada saat pengamatan
mikroskopis. Kapang dapat tumbuh pada sampel tomat secara spontan
karena kapang dapat hidup pada kisaran pH 2,5-8,5 pada tomat
walaupun suasana asam tetapi kapang juga tetap bisa tumbuh.
Selain itu mikroba banyak tumbuh pada bahan yang mempunyai
aktivitas air yang cukup tinggi seperti pada buah tomat. Khamir
bisa

tumbuh

pada

sampel

tomat

yaitu

karena

khamir

lebih

cenderung tahan terhadap asam. Khamir bisa tumbuh pada keadaan pH

mlai dar 4-4,5. Pada sampel dari tomat juga didapatkan koloni
yang bentuknya sama dengan khamir yang meliputi dinding sel,
membran sitoplasma, miselium dan hifa. Mikrobia penyebab tipe
kerusakan busuk lunak adalah Rhizopus spp dan Erwinia spp.
Sedangkan tipe kerusakan busuk berjamur disertai warna abu-abu
disebabkan oleh bakteri Botrytissp.
Predominansi mikroba dengan sampel gula pada kelompok 10
dihasilkan bahwa mikroba yang dapat tumbuh adalah yeast, yang
seharusnya adalah bakteri karena bakteri ini dapat tumbuh pada
sampel gula karena aktivitas bakteri didukung dengan kadar air
yang tinggi, suhu yang tidak cukup tinggi dan kemudian kandungan
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi. Pengaruh tidak
adanya cahaya juga mengakibatkan bakteri dapat tumbuh karena
apabila medium pertumbuhan bakteri terkena cahaya maka dapat
merusak sel yang tidak berklorofil pada bakteri. Dalam pengamatan
yang dilakukan diketahui bentuk dari bakteri yang ada pada gula
adalah berbentuk bulat (coccus).
dapat tumbuh

Jika ditemui mikroba tidak

hal ini karena walaupun gula sudah dicairkan maka

juga akan mengalami titik jenuh. Konsentrasi gula yang cukup


tinggi juga dapat membuat mikroba tidak dapat tumbuh. Dalam
kenyataannya selain gula merupakan senyawa yang pemanis pada
makanan, gula juga merupakan bahan pengawet yang digunakan dalam
industri makanan. Maka dari itu mikroba juga terkadang tidak
dapat tumbuh pada sampel ini.
Untuk sampel ikan segar yang diamati kelompok 7 didapat hasil
bahwa jenis mikroba yang tumbuh pada sampel ikan tersebut adalah
mikroba jenis bakteri, dan sesuai dengan teori. Bakteri yang
tumbuh pada sampel ikan ini adalah pseudomonas. Ini diketahui
dari bentuk bakteri yang ada berbentuk batang dan spirilium. Hal
yang menandai kerusakan ikan karena bakteri pseudomonas adalah
dengan terbentuknya lendir pada permukaan ikan. Bakteri ini

mempunyai kemampuan memproduksi enzim yang dapat memecah baik


komponen lemak maupun protein dari bahan pangan. Pada sampel dari
ikan lele segar kelompok 11 ditemukan beberapa koloni dengan
ciri-ciri

koloni

yang

dilihat

seperti

bakteri

yaitu

koloni

berwarna jernih, berbentuk cekung dan trasparan. Bagian-bagian


pada bakteri yang dapat kami identifikasi seperti dinding sel,
membran

sitoplasma,

kapsula

dan

nukleus.

Walaupun

terdapat

bagian-bagian lain seperti flagella, pili, sitoplasma, ribosom,


mesosom, volutin, dan spora bakteri. Vibrio parahaemolyticus
adalah bakteri yang biasanya mengontaminasi ikan (Gaman dan
Sherrington, 1992). Selain itu, bakteri-bakteri lain juga dapat
hidup pada ikan seperti Clostridium, Salmonella, Achromobacter,
dan Pseudomonas. Faktor-faktor yang menyebabkan beberapa bakteri
dapat mengontaminasi ikan yaitu karena kadar aw ikan yang tinggi
sehingga menjadi media yang baik untuk tempat hidup bakteri
pembusuk;

pH

ikan

antara

5,0-8,3

cocok

dengan

pH

Vibrio

parahaemolyticusyaitu 5-8; dan suhu ikan yang mendukung antara


1040oC.
Pada

jahe

kering

terdapat

kapang

lain

antara

Fusarium

ozysporum f.sp zingiberi merupakan kapang pathogen yang menyerang


tanaman jahe. Kapang ini mempunyai dinding sel yang tersusun atas
kitin.

Aflatoksin

(mikotoksin,
mematikan

toksin

dan

merupakan
yang

segolongan

berasal

karsinogenik

bagi

dari

senyawa

fungi)

manusia

dan

yang

toksik
dikenal

hewan.Spesies

penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus


Aspergillus terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil)
dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk bijibijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin
ditemukan pada jahe.
Pada sampel susu jenis mikroba adalah bakteri, bakteri pada
susu ada yang menguntungkan dan juga merugikan. Susu merupakan

bahan pangan yang mudah rusak. Susu mempunyai umur simpan yang
pendek

apabila

tidak

mengalami

perlakuan

khusus

seperti

pasteurisasi. Susu segar apabila didiamkan dalam beberapa waktu


akan

mengalami

perubahan

yaitu

rasanya

menjadi

asam

akibat

dicemari oleh bakteri asam laktat, terjadi kekentalan pada susu


akibat penggumpalan protein, dan baunya menjadi busuk. Kadar aw
susu yang tinggi merupakan faktor yang baik untuk media tumbuh
bakteri. Selain itu suhu, pH, struktur biologi, dan kandungan
nutrisi

merupakan

faktor

lain

yang

mendukung.

Susu

segar

merupakan produk yang mudah rusak dan disemari oleh bakteri asam
laktat. Bakteri asam laktat bakteri gram positif fakultatif dan
secara umum tidak berbahaya, bahkan dibutuhkan oleh manusia dan
hewan memproses karbohidrat dalam susu yang disebut laktosa
menjadi

asam

laktat.

Lactobacillus

Golongan

L.

bulgaricus.

Golongan Lactobacillus ini dapat mengubah laktosa menjadi asam


laktat. Biasanya digunakan dalam pembuatan yogurt, kafir, dan
keju.

Golongan

Streptococcus

misalnya

S.

Lactis.

Golongan

Streptococcus ini biasa terdapat pada lingkungan tempat pemerahan


susu sapi. Dalam jumlah yang sesuai, bakteri ini dapat dipakai
untuk mengasamkan susu(membuat yogurt, dll), serta ada spesies
yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat mentega dan keju,
golongan ini biasa terdapat pada susu sapi, tetapi jika lebih
dari batas, bakteri ini dapat merusak susu, contohnya adalah
S.Lactis yang bila dalam jumlah yang sangat besar dan tak
terkendali dapat menyebabkan susu menjadi asam dan tak dapat
dikonsumsi. Golongan Lactococcus antara lain L. lactis, L. lactis

subsp. cremoris, L. lactis subsp. lactis biovar diacetylactis .


Golongan

Lactococcus

ini

sama

fungsinya

dengan

golongan

Lactobacillus dan golongan Streptococcus, yaitu mengasamkan susu,


dapat digunakan dalam pembuatan yogurt dan keju. Tetapi dalam
jumlah besar, bakteri ini dapat menjadi bakteri yang merugikan
sebab

dapat

menjadikan

air

susu

terkoagulasi.

Golongan

Leuconostoc, L. Mesenteroides subsp. cremoris, L. citrovorum, L.

Lactis. Menghasilkan Karbon Dioksida dari glukosa dan fruktosa,


serta

menghasilkan

asam

laktat,

bakteri

coliform

adalah

mikroorganisme yang berbentuk batang (rod) dan memiliki gram


negatif. Coliform memiliki sifat fakultative anaerob. Artinya
bakteri ini normalnya dalam pernafasan aerobik memproduksi ATP
(Adenosine Triphosphate, sebuah monomer yang berfungsi sebagai
media transportasi energi kimia antar sel dalam makhluk hidup)
apabila dalam lingkungannya tersedia oksigen. Apabila oksigen
tidak tersedia, organisme ini dapat berubah menjadi pemproduksi
asam laktat dan alkohol atau yang dikenal dengan nama fermentasi
dapat bersifat negatif bila berada dalam jumlah berlebihan.
Bakteri yang merugikan yang terdapat pada susu melalui pencemaran
susu

oleh

(milking),

mikroorganisme
penanganan

dapat

terjadi

(handling),

selama

penyimpanan

pemerahan

(storage),

dan

aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai


produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga
hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh
dan berkembang dalam susu. Peralatan pemerahan yang tidak steril
dan

tempat

penyimpanan

yang

tidak

bersih

dapat

menyebabkan

tercemarnya susu oleh bakteri.Beberapa khamir dapat tumbuh pada


susu kental manis yaitu pada Aw 0,9
Pertumbuhan

mikobia

perubahan-perubahan

dalam

tertentu,

bahan

yaitu

makanan

menyebabkan

perubahan-perubahan

yang

bersifat kimia maupun fisika. Misalnya saja konsistensi bahan


makanan dapat berubah dari padat menjadi lunak ataupun cair,
terjadinya aroma tertentu, terjadinya pembusukkan, terbentuknya
racun-racun tertentu dan sebagainya. Kerusakan- kerusakan yang
ditimbulkan oleh mikroorganisme dapat diatasi atau dicegah dengan
cara pengawetan bahan makanan tersebut, yang sederhana maupun
yang memerlukan alat-alat atau perlengkapan (Sutono et al, 1972).
Dari mikroba dapat tumbuh pada media PCA yang mengandung

casein enzymatic hidrolasate yang menyediakan asam amino dan


substansi nitrogen komplek. Dari beberapa sampel mikroba yang
dominan mencemari sampel adalah kapang dan khamir. Kapang dan
khamir dapat tumbuh dominan karena dalam aktivitas air yang
rendah maupun tinggi mikroba ini dapat tumbuh. Untuk bakteri
kurang bisa menyesuaikan tumbuh karena keadaaan pH yang kurang
cocok untuk pertumbuhannya.
Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw
terhadap pertumbuhan mikroorganisme tidak perlu berdiri sendirisendiri.

Misalnya,

maksimum

atau

pada

minimum

temperature
untuk

mendekati

pertumbuhan

temperature

mikroorganisme

tertentu, mikroorganisme bias menjadi lebih sensitive terhadap


Aw, kebutuhan oksigen dan pH. Pada kondisi aerobic, bakteri
mungkin membutuhkan pH dan aw yang lebih tinggi dan temperature
yang

minimum

untuk

pertumbuhan,

dibandingkan

dengan

kondisi

anaerobic. Mikroorganisme yang tumbuh pada temperature rendah


biasanya adalah aerob dan mempunyai aw minimum yang tinggi. Jadi
perlakuan penambahan garam untuk menurunkan aw atau mengeluarkan
oksigen dari daging yang disimpan pada temperatur rendah akan
menurunkan laju kerusakan oleh mikrobia (Soeparno, 2005).

E.

KESIMPULAN
Dari

praktikum

acara

Predominansi

Mikrobia

ini

dapat

diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:


1.

Pada pengujian sampel roti diketahui bahwa mikroba yang dapat


tumbuh adalah kapang.

2.

Kapang dapat tumbuh pada media PCA yang ditambah kandungan


karbohidrat pada sampel. Pada aktivitas air yang rendah kapang
juga bisa tumbuh.

3.

Kapang dapat tumbuh pada pH antara 6,5 8,5.

4.

Khamir tumbuh pada media PCA dan pertumbuhan khamir didukung


oleh aktivitas air yang tinggi, pH yang rendah, dan kandungan
senyawa dalam sampel.
Bakteri pseudomonas

5.

pada ikan dapat tumbuh dengan adanya

kandungan protein, lemak dan kandungan air yang tinggi.


6.

Pada sampel roti dapat diketahui yang tumbuh secara spontan


adalah kapang karena bisa tumbuh dalam media dan bahan roti
kering karena dalam kehidupannya kapang dapat tumbuh pada media
PCA

yang

mengandung

asam

amino

dan

ditambah

kandungan

karbohidrat yang terdapat dalam roti.


Mikrobia penyebab kerusakan pada roti adalah Rhizopus

7.

nigricane, Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus sp dengan


tipe kerusakan berjamur, tipe kerusakan berlendir, mikrobia
penyebabnya adalah Bacillus subtilis.
8.

Pada pengamatan predominansi mikroba untuk sampel tomat


diketahui untuk

kelompok 11 mikroba yang tumbuh pada buah

tomat yang diamati adalah jenis kapang.


9.

Predominansi mikroba dengan sampel gula pada kelompok 10


dihasilkan bahwa mikroba yang dapat tumbuh adalah yeast.

10. Pada jahe kering terdapat khamir.


11. Pada sampel susu jenis mikroba adalah bakteri.
12.

Susu segar apabila didiamkan dalam beberapa waktu akan

mengalami perubahan yaitu rasanya menjadi asam akibat dicemari


oleh bakteri asam laktat

13. Kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroorganisme dapat


diatasi atau dicegah dengan cara pengawetan bahan makanan
tersebut, yang sederhana maupun yang memerlukan alat-alat atau
perlengkapan
14.

Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw

terhadap

pertumbuhan

sendiri-sendiri

mikroorganisme

tidak

perlu

berdiri

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid II.


Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Afrianto dan Ir. Evi Liviawaty. 2009. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Jakarta. Kanisius.
Anonima, 2011 . PCA. http://fuadfathir.multiply.com/journal/item/2/ . Diakses
pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.20 WIB
Anonimb, 2011. Kerusakan ikan. http://web.ipb.ac.id/%7Etpg/home.php .
Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.25 WIB
Anonimc, 2011 Mikrobiologi pangan. http://one.indoskripsi.com/category/matakuliah/mikrobiologi . Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul
11.25 WIB
Anonimd,

2011. Pertumbuhan Mikroorganisme Kapang dan Bakteri.


http://tasirpammula.blogspot.com/21.html Diakses pada tanggal 20
Mei 2011 Pukul 11.40 WIB

Anonime, 2011. USU digital library. Mikroba patogen pada makanan.


http://tasirpammula.blogspot.com/2009/04/rapat-kerja-daerah-politanipangkep-21.html Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.05
WIB
2011
Bakteripada
Bahan
Pangan
yang
Terkontaminasi.http://one.indoskripsi.com/category/matakuliah/mikrobiologi . Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul
12.36 WIB
Anonimh, 2011 Khamir.http://one.indoskripsikhamir.com/. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.38 WIB
Anonimi,
2011
Bakteridan
Kapang.http://www.bakteri
dan
kapang//pengertiannya.com/category/mata-kuliah/mikrobiologi.
Diakses
pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Anonimf,

Anonimj. 2011. Mikrobiologi Pangan. http://www.ilmupangan.com/index.php?


option=com_content&task=view&id=39&Itemid=44 . Diakses pada
tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Balia, 2009. Hasil Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur .
Liberty.Yogyakarta.
Buckle, K. A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Clifton, 1957. Mikrobiologi Pangan Ihal. 3. Gramedia; Jakarta
Hadiwiyoto, Soewedo. 1979. Ilmu Pangan (Pengantar Ilmu
Nutrisi, dan Mikrobiologi). UGM Press. Yogyakarta.

Pangan,

Ine, 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.


Irdha Mirdhayati, Jully Handoko, dan Khaidar Usman Putra. 2008. Mutu
Susu Segar Di UPT Rumininsia Besar Dinas Peternakan
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1
Februari (14-21).
Kusnandar,
dkk.
2007.
Aspek
Mikrobiologi
Makanan
Kaleng.
http://www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan /Karakteristikmikro
ba.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Made, 2009. Mikroba Dalam Bahan Pangaden. Gramedia. Jakarta.

Pleczar, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.


Pelczar and Reid, 1958. Mycrobiology. Tokyo, McGraw-Hill Company
Press.
Rambaut, 2005. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Rini Dwiari, Sri. 2008. Teknologi Pangan Jilid I. Jakarta. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan
Nasional.
Roostita L. Balia, EllinHarlia, Denny Suryanto. 2008. Jumlah Bakteri
Total dan Koliform Pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah
rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa kemasan Di Pedagang Kaki
Lima. Skripsi SI Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Salle, 1961. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Parsada.
Jakarta.
Sarles, 1956. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek hal. 6, 9, 5558.Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
Soekamto.1999. Mikrobiologi
Bandung

Pengolahan

Pangan.

Penerbit

alumni.

Soeminarti Thayib dan Abu Umar. 1989. Petunjuk Praktikum Biologi.


http://www.coremap.or.id/downloads/1818.pdf . Diakses pada tanggal

20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB


Soetarto et al., 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Jogjakarta
Sukamto, Imam. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Pangan. Penerbit Alumni. Bandung.
Supardi, 1989. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan.
Penerbit Alumni. Bandung.
Suto,

1999. Microbial Food


Angkasa; Bandung.

Cultures

Food

Technology.

Penerbit

Weiser, 1962. Yeast Biotechnology, Allen & Unwin London 159. USA
Winsen, 2000. Role of Microbial Risk Assessment in Food Safety.
Original Articles Vol. 97 No.11. New York

sri mutiar

Jumat, 22 Juli 2011


MIKROBIOLOGI PANGAN

I.

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroba. Mikrobiologi
adalah salah satu cabang dari ilmu biologi, dan memerlukan ilmu pendukung kimia,
fisika, dan biokimia. Mikrobiologi sering disebut dengan ilmu praktek dari biokimia.
Dalam mikrobiologi dasar memiliki pengertian tentang sejarah penemuan mikroba,
macam-macam mikroba di alam, struktur sel mikroba dan fungsinya, metabolism
mikroba secara umum, pertumbuhan mikroba dan factor lingkungan, mikrobiologi
terapan di bidang pangan, lingkungan dan pertanian. Mikroorganisme sangat erat
kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa dianyaranya bermanfaat dan yang lain
merugikan. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit dan yang lain terlibat

dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti dalam pembuatan anggur, keju, yogurt,
produksi penisilin dan sebagainya.
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Kalau bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme,
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya
perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan
menjadi turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang
mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba.
Berbagai macam uji mikrobiologi dapat dilakukan terhadap bahan pangan
meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan,
uji kualitatif bakteri pathogen untuk menentukan tingkat keamanannya dan uji bakteri
indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan
terhadap setiap bahan pangan tidak sama tergantung dari berbagai faktor seperti jenis dan
komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan, cara penanganan dan
konsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya.
Produk hasil peternakan seperti susu dan produk hasil pertanian seperti sayur dan
buah-buahan memiliki nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh untuk pertumbuhan
mikroorganisme Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan
sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan
berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama
setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih
lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan
menyebabkan pembusukan yang serius.
Mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada sayuran dapat diketahui
dengan melakukan uji mikrobiologi. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitung cawan (HC), Most
Probable Number (MPN), dan metode hitung mikroskopis langsung.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan menghitung total mikroba pada
bahan pangan dengan sampel yang digunakan adalah susu, telur dan sayur yang telah
busuk. Selanjutnya dilakukan pewarnaan untuk mengetahui jenis bakteri yang
mengkontaminasi bahan pangan tersebut. Selain itu pengujian daya tahan mikroba
terhadap panas yang dilakukan pada tiga metode yang berbeda yaitu pasteurusasi,
sterilisasi dan sterilisasi absolut.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikrobiologi Pangan


Mikrobilogi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan
terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap
proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga
mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan
makanan, maupun perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi
makanan. Proses pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat
mencegah semua perubahan-perubahan yang merugikan. Contonya, pada makanan-

makanan yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang
terdapat di dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan
warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum
produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan
proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat
menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada
umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda,
karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut
akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi
penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk
berbeda dan sangat spesifik.
2.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan
2.2.1 Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Faktorfaktor intrinsik atau faktor dalam

yang dapat

mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifatsifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini
meliputi nilai

aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH, potensial

redoks, adanya bahan pengawet alamiah atau tambahan dan sebagainya.


Aktivitas Air (aw= water activity)

Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis

mikrooganisme

khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan
makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh
semua jenis mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir.
Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan
mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu
saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
Potensial Redoks

Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari tingkat
oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi akan membantu
pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.
Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang
dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia
untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan
membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillusyang membutuhkan
banyak zat gizi.

Bahan Anti Mikrobial Alamiah


Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan makanan
seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan dan
lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari hewani seperti telur.
Struktur Biologis
Strukutr biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian tanaman berguna untuk

mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan makanan.


2.2.2 Faktor Pengolahan
Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme yang dominan
dalam bahan makanan yang telah diolah atau diawetkan. Proses pengolahan seperti
pemanasan atau irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh mikroorganisme,
terutama mikroorganisme yang tidak tahan terhadap panas dan irradiasi.
Pengeringan dan pembekuan bahan makanan dapat mengakibatkan kerusakan
pada mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Tetapi beberapa jenis mikroorganisme
yang tahan terhadap perlakuan tersebut akan tetap dapat hidup dan dapat menyebabkan
kerusakan bila bahan makanan tersebut dicairkan.
2.2.3 Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi
memerlukan

tahap

penyimpanan

atau

transpor/distribusi.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas,
merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang
terdapat pada makanan.
2.2.4 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan jenis
mikrorganisme yang lain (antagonisme).

2.2.5 Faktor Makanan


1. Makanan yang mudah rusak, yaitu yang mempunyai aktivitas air (aw), dan pH
yang relatif tinggi (pH>5,3), misalnya : daging , daging ayam, ikan ,susu dan
sebagainya.
2.

Makanan yang agak awet, yaitu

makanan yang mempunyai pH pertengahan

(antara 4,5 sampai 6,3 ) atau telah mengalami proses pengawetan sehingga kadar
airnya menjadi agak rendah, misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis
terfermentasi dan sebagainya.
3.

Bahan makanan yang awet (tahan lama disimpan) yaitu makanan yang telah
diawetkan dengan pengeringan sehingga kadar airnya (aw) rendah, misalnya
dendeng, abon, ikan asin

dan sebagainya.

2.3 Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Mikroorganisme


2.3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Mikroorganisme
Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba dapat dilakukan
dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu diatas suhu maksimum
pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin tinggi suhunya akan
semakin tinggi laju kematiannya.
2.3.2 Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna
untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu
dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang masih bisa tumbuh dalam substrat
tidak beku pada suhu dibawah 150F. Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi
mikroba dan bentuk mikrobia yang sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora
biasanya tidak rusak oleh pembekuan.
2.3.3 Pengaruh Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan merupakan proses pembatasan air
yang digunakan untuk pertumbuhan oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan
jumlah dan jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.
2.3.4 Pengaruh Pengolahan dengan Garam, Asam, dan Bahan Kimia Pengawet
terhadap Mikroorganisme
Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam bahan makanan karena garam

akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pencemar pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik
dan pembentuk spora walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%).
Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat dicegah
pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan dikombinasikan
dengan suhu rendah.
Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam
konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air
yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan
mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.
Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat
atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya
bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam
jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.
Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan
dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang
merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang dan radiasi
ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek.
2.4 Produk Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah
bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap
bahan pangan yang telah mengalami tahap pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen
(1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan
Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora

normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi.
Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang
sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai
mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.colidibandingkan dengan
sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang
terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan
sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke
dalam habitat normal E.coli. 3) Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun
koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitive terhadap
proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah
terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama
penyimpanan pada suhu simpan yang normal. Pengujian untuk kualitas keamanan
makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong
bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan
bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat
fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme indicator sanitasi ini yang paling
sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau
dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver flukedan Fasciola hepaticaakan
berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang
tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigellasp., Salmonellasp., E. coli, dan
Vibrio choleraedapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillussp.,
Clostridiumsp., dan Listeria monocytogenesdapat mencemari buah dan sayur melalui
tanah. Namun, penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri
patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, 2007).

Tabel 1. Kajian tentang tingkat cemaran mikroba pada sayuran di Jawa Barat dan Jawa

Timur

Persyaratan kontaminasi bakteri dalam bahan pangan berdasarkan BPOM (Badan


Pengawasan Obat dan Makanan, 2004). Kisaran batas maksimum kontaminasi mikroba
pada produk pangan terdapat pada Tabel berikut.
Tabel 2 . Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan

2.5 Produk Hasil Peternakan


Daging dan Unggas
Pengujian mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging
unggas biasanya dilakukan untuk beberapa tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan
produk pangan secara mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi selama
pengolahan, dan 3)

Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan dari

pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan,
kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.
Beberapa mikroorganisme indicator pada daging merah dan unggas dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Mikroorganisme Indikator pada Produk Daging dan Unggas
Indikator
Keamanan

Mikroorganisme
Salmonella
Staphylococcus aureus
Clostridium perfringens
Clostridia mesofilik
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 35-37C
Kokiform
Eschericia coli
Enterokoki

Sanitasi

Daya
simpan

tahan
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 4-10C dan 20-30C
Kapang dan khamir
Bakteri asam laktat (BAL)
Pseudomonad

Makanan Kaleng
Makanan kaleng adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar
tahan lama. Di dalam bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food
Processing, Prof. Dr. C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan
secara hermitis (penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara,
air, mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang
sudah lama dikenal.

Makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi komersial,

masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang
normal.
Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi,
sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas
(autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak
memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu

sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk,
misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi
dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya
simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila
menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas
yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti
dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu
rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada
tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak
diinginkan.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.
Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng
yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila
dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba
pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila
kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang
biak dan kelak memproduksi racun.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin
(racun) Clostridium botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan
dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya
menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri
dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang
demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada
jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6
alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin
botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun
tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan,
menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian.
1. Indikator Kebusukan

Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat
diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang
umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang
diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara
pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan.
Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan
daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk
daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh
bakteri gram negative berbentuk batang seperti Pseudomonad, biasanya ditetapkan
pada suhu 20C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar
(PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus
oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam
plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini,
inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20C selama tiga hari, PCA dapat diganti
dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium PCA,
bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil.
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas
secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang
ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna
cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic
pada produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang
tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber
lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat
diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri
yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh
selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut.

2.6 Persiapan Uji mikroorganisme

2.6.1 Sterilisasi
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus dalam
keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau mengganggu kehidupan
dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang
membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme disebut sterilisasi.
Ada beberapa metode sterilisasi, yaitu:
a. Sterilisasi secara fisik
Cara membunuh mikroba ini dengan memakai panas (Thermal kill). Panas
tersebut akan mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Panas
kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas
kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba
dalam air mendidih akan cepat mati daripada dipanasi secara kering.
1). Pemanasan Basah
- Otoklaf
Alat ini serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air. Dalam otoklaf,
yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu setelah air
di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke
ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalmnya.
- Tyndallisasi
Metode ini berupa mendidihkan medium dengan uap beberapa menit saja. Setelah
didiamkan satu hari, selama itu spora-spora sempat tumbuh menjadi bakteri vegetatif,
maka medium tersebut dididihkan lagi selama beberapa menit. Akhirnya pada hari ketiga,
medium tersebut dididihkan sekali lagi. Dengan jalan demikian diperoleh medium steril,
dan zat-zat organik yang terkandung di dalamnya tidak mengalami perubahan.

- Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan yang pertamakalinya
dilakukan oleh Pasteur dengan maksud untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pembusuk (perusak) di dalam anggur tanpa merusak anggur tersebut. Suhu yang
dipergunakan pada pasteurisasi adalah sekitar 69oC, dan waktu yang digunakan adalah 30
menit.
2). Pemanasan Kering
- Oven
Sterilisasi ini menggunakan udara panas. Alat-alat yang disterilkan ditempatkan
dalam oven di mana suhunya dapat mencapai 160-180oC. Caranya adalah dengan
memanaskan udara dalam oven tersebut dengan gas atau listrik. Oleh karena daya
penetrasi panas kering tidak sebaik panas basah, maka waktu yang diperlukan pada
sterilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1 2 jam. Sterilisasi cara ini baik
dipergunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti cawan petri, pipet, tabung reaksi,
labu dan sebagainya.
- Pembakaran (incineration)
pembakaran merupakan cara sterilisasi yang 100% efektif, tetapi ini terbatas
penggunaannya. Cara ini biasa dipergunakan untuk mensterilkan alat penanam kuman
(jarum ose/sengkelit), yakni dengan membakarnya sampai pijar. Dengan cara ini semua
bentuk hidup akan dimatikan. Pembakaran juga dilakukan untuk bangkai binatang
percobaan yang mati.
3). Penyinaran dengan sinar gelombang pendek
Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan penyinaran memakai sinar
ultraviolet. Panjang gelombang yang dapat membunuh mikroorganisme adalah 220 290
nm. Radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm. Untuk memperoleh hasil yang baik,
maka bahan-bahan yang disterilkan, baik yang berupa cairan, gas atau aerosol harus

dilewatkan (dialirkan) atau ditempatkan langsung di bawah sinar ultra ungu dalam
lapisan-lapisan yang tipis.
b. Sterilisasi secara Kimia
Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti halnya
alkohor. Umumnya isopropil alkohol 70-90% adalah yang termurah namun merupakan
antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan yodium pada alkohol akan
meningkatkan daya disinfeksinya. Dengan atau tanpa yodium, isopropil tidak efektif
terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh spora adalah campuran formaldehid
dengan alkohol, tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai antiseptik. Zat-zat
kimia yang dapat dipakai untuk sterilisasi antara lain adalah halogen (senyawa klorin,
yodium), alkohol, fenol, hidrogen peroksida, zat warna ungu kristal, derivat akridin,
rosanalin, deterjen, logam-logam berat (Hg, Ag, As, aldehida, gas ETO (oksida etilen),
uap formaldehid, beta-propilakton.
c. Sterilisasi secara mekanik
Beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan
mengalami perubahan atau penguraian, maka sterilisasi yang dilakukan adalah dengan
cara mekanik, misalnya dengan saringan. Dalam mikrobiologi, penyaringan secara fisik
yang paling banyak digunakan adalah dengan penggunaan filter khusus, misalnya filter
berkefeld, filter Chamberland dan filter Seitz. Jenis filter yang dipakai atau yang akan
dipergunakan tergantung pada tujuan penyaringan dan benda yang akan disaring.
- Menyaring cairan
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai filter seperti saringan seitz yang
menggunakan saringan asbestos sebagai alat penyaringnya, saringan Berkefeld yang
menggunakan filter yang terbuat dari tanah diatom, saringan Chamberland yang
menggunakan filter yang terbuat dari porselen, dan fritted glass filter, yang menggunakan
filter yang terbuat dari serbuk gelas.

- Menyaring udara
Untuk menjaga suatu alat yang sudah steril agar tidak tercemar oleh mikroba atau
untuk menjaga agar suatu biakan kuman tidak tercemar olah kuman yang lain, maka alatalat tersebut harus ditutup dengan kapas,
karena kapas mudah ditembus udara tetapi dapat menahan mikroorganisme. Harus dijaga
agar kapas tidak menjadi basah, oleh karena kapas yang basah memungkinkan kuman
menembus ke dalam. Untuk mencegah pencemaran oleh kuman-kuman udara pada waktu
menuang perbenihan, dapat digunakan suatu alat yang disebut Laminar flow di mana
udara yang masuk ke dalamnya disaring lebih dahulu dengan suatu saringan khusus.
Saringan ini ada batas waktu pemakaiannya.
2.6.2 Mikroskop dan Pemeriksaan Mikroskopi
Mikroskop adalah intrumen yang paling banyak digunakan dan paling bermanfaat
di laboratorium mikroskopi. Dengan alat ini diperoleh perbesaran sehingga
memungkinkan untuk melihat organisme dan struktur yang tak tampak dengan mata
bugil. Mikroskop memungkinkan perbesaran dalam kisaran luas dari seratus kali sampai
ratusan ribu kali.
Mikroskop yang ada terdiri dari dua kategori yaitu mikroskop cahaya (optis) dan
mikroskop elektron. Keduanya berbeda dalam prinsip yang mendasari perbesaran.
Mikroskop cahaya yang kesemuanya menggunakan sistem lensa optis, mencakup
mikroskop:
-

medan terang

medan gelap

fluoresensi

kontras fase.

Mikroskop elektron menggunakan berkas elektron sebagai pengganti gelombang


cahaya untuk memperoleh bayangan yang diperbesar.
A. Mikroskop cahaya
1). Mikroskop medan terang
Dalam mikroskop medan terang, medan mikroskop atau daerah yang diamati
diterangi dengan benderang sehingga objek-objek yang sedang ditelaah tampak lebih
gelap dari pada latar belakangnya. Pada umumnya mikroskop semacam ini menghasilkan
pembesaran berguna maksimum sekitar 1.000 diameter. Dengan sedikit modifikasi
termasuk lensa mata (okuler) yang berkekuatan tinggi, pembesaran ini dapat
ditingkatkan. Aakan tetapi pembesaran 1.000 sampai 2.000 diameter merupakan batas
pembesaran bermanfaat yang dapat diperoleh dengan peralatan seperti itu. Mikroskop
majemuk, pembesaran dicapai dengan menggunakan sistem lensa berlawanan dengan
mikroskop sederhana Leeuwenhoek, yang hanya mengguanakan lensa tunggal, dimana
lensa terdapat pada kondensor memusatkan kerucut cahaya pada medan spesimen.
Sebagian dari berkas cahaya dalam kerucut cahaya ini secara langsung menembus lensa
objektif untuk membentuk cahaya latar belakang atau medan terang. Berkas cahaya yang
mengenai objek (mikroorganisme) pada spesimen tersebut dan menjadi bengkok
difokuskan oleh lensa objektif sehingga terbentuk bayangan objek tadi. Bayangan
tersebut diperbesar oleh lensa okuler. Jadi yang memberikan pembesaran permulaan ialah
sistem lensa objektif kemuduan lebih diperbesar lagi oleh sistem lensa okuler.
Mikroskop yang umum digunakan dalam mikrobiologi biasanya dilengkapi
dengan tiga objektif, masing-masing memberikan derajat pembesaran yang berlainan,
yang terpancang pada turret yaitu suatu alas (platform) yang dapat diputar untuk
menggerakkan masing-masing objektif sehingga letaknya segaris dengan kondensor.
Pembesaran total yang dapat dicapai dengan salah satu objektif manapun ditentukan
dengan mengalikan daya pembesaran lensa objektif dengan daya pembesaran lensa mata,
yang biasanya 10 kali (x 10).
Pembesaran yang berguna terbatas oleh dayapisah suatu mikroskop, yaitu

kemampuan untuk menghasilkan bayangan berlainan dari dua titik yang berdekatan (titik
disini berarti objek atau bagian kecil-kecil objek). Dayapisah suatu mikroskop cahaya
ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan sifat lensa objektif dan lensa kondensor
yang dikenal dengan tingkap numeris (numerical aperture atau NA).
2). Mikroskop medan gelap
Mikroskop medan gelap diperoleh dari macam mikroskop yang sama seperti yang
digunakan untuk mikroskop medan terang kecuali bahwa alat itu diperlengkapi dengan
kondensor medan gelap dan suatu objektif ber NA rendah. Macam kondensor ini
mengarahkan berkas cahaya ke dalam medan spesimen pada sudut yang sedemikian
hingga hanyalah berkas-berkas yang mengenai objek pada medan spesimen itu dibiaskan
dan memasuki objektif, maka objek itu menjadi terang-benderang dan sangat nyata
terhadap medan gelap (latar belakang yang gelap). Mikroskop medan gelap terutama
berguna untuk pemeriksaan mikroorganisme hidup. Teknik ini sangat berguna bagi
identifikasi bakteri yang menyebabkan sifilis.
Mikroskop fluoresensi (pendar fluor) telah menjadi prosedur yang penting dan
dipakai secara amat luas untuk laboratorium rumah sakit dan klinis. Digunakan untuk
memeriksa spesimen yang telah diwarnai dengan zat-zat pewarna fluorokrom sehingga
memungkinkan identifikasi mikroorganisme dengan cepat. Zat-zat pewarna ini menterap
energi gelombang cahaya pendek tak kasatmata sambil memancarkan gelombanggelombang panjang, gelombang kasatmata yang lebih besar. Bahan seperti itu dinamakan
fluoresen dan fenomena ini dinamakan fluoresensi (pendar fluor). Asas ini digabungkan
dengan teknik-teknik yang memungkinkan untuk mengidentifikasi mikroorganisme
secara khusus dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Cara-cara kerja
laboratorisnya dapat dilaksanakan dengan cepat.
4). Mikroskopi kontras fase
Mikroskop kontras fase adalah suatu tipe mikroskopi cahaya yang memungkinkan
kontras yang lebih besar antara substansi dengan berbagai ketebalan atau berbagai indeks
bias. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan kondensor dan objektif yang

khusus yang mengendalikan iluminasi objeknya dengan jalan mengaksentuasikan


perbedaan-perbedaan yang kecil dalam ketebalan atau indeks bias struktur-struktur
seluler. Perbedaan-perbedaan itu tersingkapkan dalam derjat terang atau derajat gelap
yang berlainan (kontras yang lebih nyata). Dengan teknik ini dapat ditemukan letak
struktur-struktur di dalam sel yang tidak diwarnani yang tak teramati dengan mikroskop
medan terang.
B. Mikroskop elektron
Mikroskop elektron memberikan pembesaran berguna yang jauh lebih besar dari
pada yang mungkin beroleh dengan mikroskopi cahaya. Hal ini dimungkinkan oleh
dayapisah yang lebih besar yang diperoleh karena berkas-berkas elektron yang digunakan
untuk pembesaran mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek dibandingkan
dengan cahaya. Berkas elektron yang dipakai dalam mikroskopi elektron mempunyai
panjang gelombang yang berkisar antara 0,005 sampai 0,0003 m. Panjang gelombang
yang teramat pendek tersebut dari sinar elektron ini memungkinkan dicapainya dayapisah
beberapa ratus kali lebih besar dari pada yang dapat diperoleh dengan mikroskopi cahaya.
Dengan menggunakan mikroskopi elektron ini memungkinkan untuk memisah-misah
objek dalam kisaran 0,0003 m.
Untuk mikroskopi elektron, spesimen yang harus diperksa disiapkan sebagai suatu
lapisan kering yang teramat tipis pada layar kecil dan dimasukkan k edalam alat itu pada
titik diantara kondensor magnetik dan objektif magnetik (sistem optis kaca tidak
digunakan pada mikroskopi elektron), yang sebanding dengan kondensor dan objektif
pada mikroskop cahaya. Bayangan yang diperbesar tampak pada layar fluoresen atau
terekam pada film fotografik oleh kamera yang terpasang pada instrumen tersebut.
Banyak teknik dikembangkan untuk pemeriksaan mikroorganisme dengan
mikroskopi elektron. Diantaranya adalah metode-metode pewarnaan yang baru, yaitu
metode untuk mengiris sel-sel mikrobe menjadi irisan-irisan tipis mikroskopis untuk
pemeriksaan dan teknik radioaktif. Semua prosedur ini diterapkan untuk mikroskopi
elektron transmisi (MET). Dalam mikroskopi ini, berkas elektron melewati spesimen dan

hamburan elektron ini menghasilkan bayangan. Mikroskopi elektron ini telah mengalami
perkembangan suatu modifikasi (ubahsuai) yang dikenal dengan mikroskopi elektron
payar(MEP). Dengan prosedur ini spesimen dikenai berkas elektron sedemikian rupa
sehingga memungkinkan untuk memperoleh pandangan permukaan tiga dimensi sel-sel.
Komposisi Media
Pada hakekatnya komposisi media yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
mikroorganisme untuk melakukan metabolisme seperti pada habitat aslinya (kondisi
alamiah).
Dewasa ini untuk keperluan penelitian maupun pekerjaan di laboratorium banyak
dipermudah dengan adanya bermacam-macam media yang tersedia dalam bentuk serbuk
kering.
Di bawah ini ada beberapa media yang menggunakan bahan serbuk kering:
1). Nutrient Agar (NA)
Komposisi I :
- Ekstrak daging (beef)

3 gram

- Pepton

5 gram

- Bacto Agar

15 gram

- Air suling

1000 ml

Komposisi II :
- Daging segar

500 gram

- Pepton

10 gram

- Bacto Agar

15 gram

- Air suling

1000 ml

Komposisi III:
- Ekstrak daging

3 gram

- Pepton

5 gram

- NaCl

5 gram

- Agar

1,5 2%

- Akuades

1000 ml

pH

7,3

2.6.3 Penanaman dan Isolasi Mikroorganisme


Semua alat, bahan dan medium yang digunakan untuk inokulasi (penanaman)
harus-harus benar-benar steril, hal ini untuk menghindari kontaminasi, yakni masuknya
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Langkah-langkah pada pekerjaan inokulasi dan
isolasi mikroba adalah sebagai berikut:
1). Menyiapkan ruangan
Ruang tempat inokulasi harus bersih dan bebas angin. Dinding ruang yang basah
menyebabkan butir-butir debu menempel. Pada waktu mengadakan inokulasi, baik sekali
bila meja tempat inokulasi didasari dengan kain basah. Inokulasi dapat dilakukan di
dalam suatu kotak kaca (ent-kas).
2). Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina atau nikrom, ujung kawat boleh
lurus, boleh juga berupa kolongan yang berdiameter 1-3 mm. Lebih dahulu ujung kawat
ini dipijarkan, sedang sisanya sampai tangkai cukup dilewatkan nyala api saja. Setelah

dingin kembali, ujung kawat itu disentuhkan suatu koloni. Mulut tabung tempat
pemeliharaan itu dipanasi juga setelah sumbatnya diambil. Setelah pengambilan
inokulum (sampel bakteri) selesai, mulut tabung dipanasi lagi kemudian disumbat seperti
semula. Ujung kawat yang yang membawakan inokulum tersebut digesekkan pada
medium baru atau pada suatu kaca benda, kalau tujuannya memang akan membuat suatu
sediaan.
3). Pemindahan dengan pipet
Cara ini dilakukan misalnya pada penyelidikan air minum atau penyelidikan susu.
Untuk itu diambil 1 ml contoh (sampel) untuk diencerkan dengan 99 ml air murni yang
telah disterilkan. Dalam pengenceran ini tergantung dari keadaan air atau susu yang
diselidiki. Kemudian diambil 1 ml dari hasil pengenceran ini untuk diambil dengan pipet
dan dituang ke cawan petri yang berisi medium agar-agar yang masih dalam keadaan cair
dan dicampuraduk sampai homogen. Setelah agar-agar membeku, cawan tersebut
disimpan di di dalam inkubator. Peliharaan yang diperoleh dengan cara di atas terkenal
dengan nama peliharaan adukan. Dengan cara ini bakteri yang diinokulasikan tadi dapat
menyebar luas ke seluruh medium. Bakteri aerob dan anaerob dapat tumbuh di situ, dan
banyaknya koloni dapat dihitung dengan mudah.
4). Teknik Biakan Murni (Cara Menyendirikan Piaraan Murni)
Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas dari spesies yang
lain. Seringkali mikroba patogen kedapatan secara bersama-sama dengan mikroba
saproba (saprobakteri). Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana
memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah
kontaminasi dari laur. Medium untuk membiakkan mikroba haruslah steril sebelum
digunakan. Kontaminasi dari luar terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme. Teknik biakan murni untuk suatu spesies dapat dilakukan dengan
beberapa cara.
a. Cara Pengenceran

Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Lister berhasil
memelihara murni Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu yang sudah asam.
Caranya adalah dengan mengencerkan suatu suspensi yang berupa campuran bermacammacam spesies kemudian diencerkan dalam suatu tabung tersendiri. Dari pengenceran ini
kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi. Kalau perlu dari hasil pengenceran kedua
diambil 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut. Gari hasil pengenceran ketiga diambil 0,1 ml
untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar akan ditemukan
beberapa koloni yang tumbuh pada medium tersebut, tapi mungkin juga yang ditemukan
hanya 1 koloni murni dan selanjutnya spesies ini dapat dijadikan piaraan murni (biakan
murni). Kalau belum yakin, bahwa koloni tunggal yang diperoleh tersebut murni, maka
dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni tersebut sebagai sampel.
b. Cara penuangan
Metode ini pertama kali dilakukan oleh Robert Koch (1843-1905). Caranya
adalah dengan mengambil sedikit sampel campuran bakteri yang sudah diencerkan, dan
sampel itu kemuadian disebarkan dalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer.
Setelah medium engental, maka beberapa jam kemudian nampaklah koloni yang masingmasing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan seperti di atas, akhirnya
akan diperoleh biakan murni yang lebih terjamin. Dalam penemuan metode penuangan
ini ada dua orang pembantu Koch yang sangat berjasa, yaitu Petri yang menciptakan
cawan dengan tutup, yang sekarang dikenal dengan cawan petri (petri dish). Ornag yang
kedua adalah Hesse yang menemukan agar-agar untuk mengantikan gelatin.
c. Cara Penggesekan/Pengoresan
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Tetapi
kelemahan cara ini adalah bakteri-bakteri anaerob tidak dapat tumbuh. Untuk
mendapatkan koloni yang terpisah sewaktu melakukan goresan harus memperhatikan,
antara lain:
-

Gunakan ose (sengkelit) yang dingin untuk menggores permukaan lempengan


agar. Sengkelit yang panas akan mematikan mikroorganisme, sehingga tidak

terjadi pertumbuhan pada bekas goresan.


-

Sewaktu menggores, sengkelit dibiarkan meluncur di atas permukaan lempengan.


Agar yang luka akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme, sehingga sulit
diperoleh koloni yang terpisah.

Sengkelit harus dipijarkan setelah menggores suatu daerah, hal ini bertujuan
untuk mematikan mikroorganisme yang melekat pada mata ose dan mencegah
pencemaran pada penggoresan berikutnya.

Menggunakan tutup cawan petri untuk melindungi permukaan supaya terhindar


dari pencemaran.

Membalikkan lempengan agar untuk mencegah air kondensasi jatuh di atas


permukaan sehingga dapat terjadi penyebaran koloni.
Ada beberapa teknik penggesekan, yaitu:

a.

Goresan T

Lempengan dibagi menjadi 3 bagian dengan huruf T pada bagian luar dasar
cawan petri.

Inokulasikan daerah 1 sebanyak mungkin dengan gerakan sinambung.

Panaskan ose dan biarkan dingin kembali.

Gores ulang daerah 1 sebanyak 3-4 kali dan teruskan goresan ke daerah 2.

Pijarkan kembali ose dan dinginkan kembali.

Prosedur di atas diulangi untuk daerah 3.

b. Goresan Kuadran, teknik ini sama dengan goresan T, hanya lempengan agar
dibagi menjadi 4.

c.

Goresan Radian

Goresan dimulai dari bagian pinggir lempengan.

Pijarkan sengkelit dan dinginkan kembali.

Putar lempengan agar 90o dan buat goresan terputus di atas goresan sebelumnya.

Pijarkan ose.

d. Goresan sinambung
-

Ambil satu mata ose suspensi dan goreskan setengah permukaan lempengan agar.

Jangan pijarkan ose, putar lempengan 180o, gunakan sisi mata ose yang sama dan
gores pada sisa permukaan lempengan agar.

2.6.4 Uji Koloni Mikroba


Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah koloni mikroba di dalam
bahan pangan terdiri dari metoda hitungan cawan, Most Propable Number (MPN) dan
metode mikroskopik langsung. Dari ketigas metode tersebut metode hitungan cawan
paling banyak digunakan.
Metode Hitungan Cawan
Metode hitungan cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk
menentukan jasad renik, dengan prinsip jika sel jasad renik yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung tanpa menggunakan
mikroskop (Fardiaz, 1992). Keuntungan menggunakan metode hitungan cawan dalam
menghitung jumlah koloni pada medium agar adalah sebagai berikut:
1.

Hanya sel yang masih hidup yang dihitung

2.

beberapa jenis jasad renik dapat dihitung secara langsung

3.

dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan
pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan yang dimiliki seperti tersebut di atas, metode hitungan cawan juga
memiliki kelemahan seperti yang termuat dalam Fardiaz (1992), yaitu:
1.

Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena beberapa
sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni

2.

medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbed

3.

jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang nampak dan jelas, tidak menyebar.

4.

memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan


koloni dapat dihitung.
Metode hitungan cawan dapat dibedakan dalam dua cara yaitu metode tuang (pour

plate) dan metode permukaan (surface plate) (Fardiaz, 1993).


1.

Metode Tuang (Pour Plate)


Dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut

dipipet ke dalam cawan petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya waktu
antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh
lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril
yang telah didinginkan sampai 47-500C sebanyak 15-20 ml. Selama penuangan medium,
tutup cawan jangan dibiarkan dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari
luar. Segera setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati,
untuk menyebarkan sel-sel secara merata, yaitu dengan gerakkan melingkar atau gerakan
seperti angka delapan. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan
di dalam incubator dalam posisi terbalik (Fardiaz, 1993).
2. Metoda Permukaan (Surface/Spread Plate)
Pada pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu

dituangkan ke dalam cawan petri dan biarkan membeku. Setelah membeku dengan
sempurna, kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas melengkung (hockey stick) dicelupkan ke
dalam alcohol 95% dan dipijarkan sehingga alcohol habis terbakar. Setelah dingin batang
gelas tersebut digunakan untuk digunakan untuk meratakan contoh di atas medium agar
dengan cara memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya inkubasi dan perhitungan
koloni dilakukan seperti pada metode penuangan. Tetapi harus diingat bahwa jumlah
contoh yang ditumbuhkan adalah 0,1 ml, jadi harus dimasukkan dalam perhitungan total
count (Fardiaz, 1993).
2.6.5 Cara Penghitungan Koloni Bakteri
Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secara decimal. Sebagai contoh misalnya penetapan jumlah koloni pada susu.
Pengenceran awal 1:10 = 10-1 dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml susu ke dalam 9 ml
larutan pengencer, dan dilanjutkan dengan pengenceran yang lebih tinggi misalnya
sampai 10-5 atau 10-6, tergantung pada mutu susunya. Semakin tinggi jumlah mikroba
yang terdapat di dalam susu, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan. Jika
setelah inkubasi misalnya diperoleh 62 koloni cawan yang mengandung pengenceran 10 4

, maka jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut (1 ml larutan pengenceran dianggap

mempunyai berat 1 gr) :

Faktor pengenceran =
= pengenceran awal x pengenceran selanjutnya x jumlah yang ditumbuhkan
=
Koloni per ml =
Perhitungan jumlah koloni mikroba per cm2permukaan =

Kerusakan bahan oleh mikroba disebabkan oleh adanya pemecahan komponen makanan
oleh Mikroba seperti karbohidrat, protein, lemak dan H2O2 dan lain-lain.
Karbohidrat
Kebanyakan microbe dapat menggunakan karbohidrat sebagai sumber energy.
Masing-masing mikroba berbeda dalam kemampuannya untuk menggunakan berbagai
kerbohidrat, dan dalam caranya memecah karbohidrat. Tergantung dari spesiesnya, hasilhasil akhir dari pemecahan karbohidrat oleh mikroba dapat berupa asam-asam organic
(asam laktat, asetat, butirat atau propionate), produk-produk netral (aseton, butyl alcohol,
etil alkohol), dan bermacam-macam gas (metana, hydrogen, karbondioksida).
Terbentuknya hasil-hasil akhir dari pemecahan karbohidrat tersebut dapat dilihat melalui
beberapa pereaksi.
2.7 Teknik-teknik pewarnaan
Mikroorganisme sangat sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
membiaskan cahaya. Dengan alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga
mikroorganisme tersebut terlihat kontras dengan sekelilingnya.
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur
pewarnaan untuk :
a.

Mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar.

b.

Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme.

c.

Membantu mengidentifikasi dan/atau membedakan organisme yang serupa.

Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikrobe yang diwarnai untuk

pemeriksaan mikroskopik ialah :


a.

Penempatan olesan atau lapisan tipis spesimen pada kaca objek.

b.

Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan, menyebabkan
mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.

c.

Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan


pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial).
Pewarnaan sederhana, pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain

dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan yang
sudah difiksasi dinamakan pewarnaan sederhana. Lapisan tadi digenangi dengan larutan
pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca
objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap.
Pewarnaan diferensial, prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan
diantara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikrobe disebut teknik pewarnaan
diferensial. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau
reagen pewarnaan.
Pewarnaan gram, adalah salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah dengan pewarnaan gram. Dalam
proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut dalam urutan yang
telah ditentukan, yaitu ungu kristal, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat) dan
safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai dengan
metode gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu diantaranya adalah bakteri
gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua.
Kelompok yang lain adalah bakteri gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci
dengan alkohol dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin,
tampak berwarna merah.
Pewarnaan gram masih merupakan salah satu prosedur yang paling banyak

digunakan untuk mencirikan banyak bakteri. Terutama lebih banyak digunakan di


laboratorium diagnostik rumah sakit karena informasi yang diperoleh dari pengamatan
spesimen yang diwarnani dengan pewarna gram dilakukan dengan cepat dan dapat
memberi pentujuk akan organisme penyebab suatu infeksi.
Beberapa macam metode pewarnaan, yaitu:
1). Pewarnaan spora
Spora pada bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan tahan bahan kimia.
Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi bakteri tersebut. Bakteri pembentuk spora antara lain Bacillus,
Clostridium, Thermoactinomyces, Sporosarcina dan lain lain.
Spora bakteri dapat diwarnai dengan cara dipanaskan. Pemanasan ini
menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga zat warna dapat masuk. Bahan
yang digunakan untuk pewarnaan spora adalah larutan hijau malakhit dan larutan
safranin.
2). Pewarnaan kapsula
Lapisan kapsul cukup tebal, sehingga dapat dilihat dengan mikroskop cahaya,
namun demikian sulit diwarnai sehingga perlu diberi pewarnaan khusus. Pada pewarnaan
negatif, latar belakangnya diwarnai zat warna negatif, sedangkan bakterinya diwarnai zat
warna basa. Kapsula tidak menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang tembus
dengan latar belakang yang berwarna. Salah satu pewarnaan kapsula menurut raebiger
yaitu dengan menggunakan laruta formol-gentian violet Raebiger.
3). Pewarnaan flagela
Untuk melihat flagela digunakan cara khusus. Penambahan bahan kimia berupa
larutan mordan yang berguna untuk membengkakkan flagela sehingga dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya.

4). Pewarnaan badan inkluisi


Beberapa bakteri dapat mensintesis badan inklusi atau granula yang disimpan
dalam sitoplasma. Asam PHB membentuk granula seperti lipida dapat diwarnai dengan
zat warna yang larut dalam lipida, sperti Sudan black B. Zat warna ini mewarnai granula
PHB menjadi biru tua, sedangkan sitoplasma menjadi merah. Bila ada spora dalam
bakteri, maka spora ini tidak akan menyerap warna. Zat warna yang larut dalam lipida
seringkali disebut zat warna netral, karena bagian berwarnanya tidak mempunyai muatan
dan mewarnai granula lipida karena larut dalam bahan lipida.
2.8 Ketahanan Mikroba Terhadap Perlakuan Panas
Dalam pengolahan dengan suhu tinggi ada 2 faktor yang harus diperhatikan yaitu
jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan
patogen dan jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan
cita rasa makanan. Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu
jika suhu yang digunakan rendah maka waktu pemanasan lama begitu juga sebaliknya.
(Winarno, 1980)
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah sterilisasi, pasteurisasi, dan blanching. (Kartasapoetra, 1989). Sterilisasi adalah
membebaskan bahan dari semua mikroba dikarenakan beberapa spora bakteri relatif
lebih tahan terhadap panas. Selama proses sterilisasi dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu jumlah panas yang
diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan.
(Winarno, 1980)
Sterilisasi yaitu penggunaan suhu panas untuk membunuh mikroba dengan suhu
tinggi (121C selama 15 menit). Sterilisasi yang dapat dilakukan pada bahan pangan
adalah sterilisasi komersial. Makanan yang disteril secara komersil berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun dalam makanan telah dimatikan, demikian juga
mikroba pembusuk (Winarno, 1982). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat dilakukan di dalam alat

sterilizer, autoclave, atau retort. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm)
bersuhu 109C, pada 10 psi bersuhu 115,5C dan pada 15 psi bersuhu 121,5C (Winarno,
1982).
Dengan indera, kita dapat mendeteksi adanya perubahan-perubahan didalam
makanan kita, tidak terkecuali kerusakan terhadap protein. Salah satu pengolahan dengan
suhu tinggi adalah pemanasan (blanching). Telah terbukti pemanasan yang berlebihan
sangat merugikan nilai gizi protein. Pada umumnya protein yang dipanaskan pada suhu
yang tinggi akan lebih sulit untuk dicerna. Nilai pemanasan dalam usaha pembebasan dari
pasasit-parasit dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah sangat penting.
Kita mengetahi bahwa perlakuan-perlakuan terhadap makanan harus diperlunak atau
diperkecil ukuran teksturnya, bila kita megkehendaki untuk memperlambat secara
optimal sebagai sumber zat dan gizi (Desroiser, 1988)
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980)
Blanching adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
buah-buahan dan sayur-sayuran terutama untuk menginaktifkan enzim-enzim dalam di
bahan pangan tersebut, diantaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang
merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas pada sayur-sayuran ( Winarno, 1980).
Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan, karena
pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna. Tergantung
panas yang diberikan, blanching juga dapat mematikan beberapa mikroba ( Winarno,
1980).

Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, tetapi blanching merupakan


penggunaan panas yang selalu dilakukan sebelum bahan pangan tersebut dikalengkan,
dikeringkan atau dibekukan Tergantung pada proses selanjutnya, blanching dapat
dibedakan dalam dua perlakuan yaitu:
a.Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan
b.Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan (Winarno, 1980).
Menurut winarno (1980) tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan pada
proses pembekuan dan pengeringan adalah :
1.

Untuk mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan dengan cara
menurunkan mikroflora dari produk selama proses

2. Untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna,
tekstur, cita rasa, maupun nutrisinya dalam penyipanan
3. Membersihkan atau menghilangkan beberapa substansi semacam getah pada bahan dasar
yang dapat menyebabkan off flavour
4. Mempertahankan warna alami bahan pangan
Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konversi dan radiasi. Dalam
pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi dan
konduksi. Sifat perambatan panas ini perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas
optimum yang harus diberikan pada makanan kaleng. (Desrosier, 1988)
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat juga dilakukan dengan metoda pengeringan
dengan cara mengeluarkan air seluruhnya atau sebagian dari suatu bahan dengan cara
menguapkannya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya.
(Kartasapoetra, 1989)

III.

MATERI METODA

3.1 Bahan dan Peralatan Praktikum


Bahan yangdugunakan dalam praktikum ini adalag sayur, susu dan telur. Bahan
kimia yang digunakan antara lain media PCA (Plat Count Agar), garam Fisiologis, Kristal
violet, iodium, alkohol, safranin, aquades.
Peralatan yang digunakan timbangan analitik, onkubator, pipet 1 ml, jarum
ose, kaca preparal, pipet tetes, erlemeyer, tabung reaksi, kompor listrik, autoclave,
bunsen, pertridish, termometer.
3.2 Metoda Praktikum
3.2.1 Metode Penghitungan Total Koloni
Sterilisasi Alat
Alat-alat seperti tabung reaksi, petridish, piper 1 ml, media kultur dan garam
fisiologis disterilkan dalam autoclave pada suhu 121C selama 15 menit dengan tekanan
15 lb (Volk dan Wheeler, 1988). Jarum ose disterilkan dengan membakarnya diatas api
bunsen hingga membara, dibiarkan beberapa saat dan digunakan untuk setiap kali
penggunaannya.
Pembuatan Media Agar (PCA)
Setelah semua peralatan dibersihkan dan disterilkan, maka PCA ditimbang dalam
erlemeyer sebanyak 13,5 gram/200 ml aquades. Selanjutnya, larutan dihomongenkan
dengan magnetic stirrer sampai homogen. Medium di panaskan diatas kompor listrik
sampai mendidih dengan hati-hati agar medium tidak melimpah dari erlemeyer.
Selanjutnya, dilakukan sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 C selama 15 menit,

tekanan 15 lb. Terakhir medium dituangkan ke dalam petridish yang telah disterilkan dan
dibiarkan membeku.
Jumlah Total Koloni Bakteri
Pelaksanaan perhitungan jumlah bakteri yang terdapat di dalam sayur, telur dan
susu menggunakan Standat Plate Count dengan Spread method berdasarkan modifikasi
metode Harley dan Prescott (1993) yaitu:
1. Semua peralatan untuk menganalisis jumlah bakteri disterilkan dalam autoclave
selama 15 menit pada suhu 121C dengan tekanan 15 lb, terlebih dahulu
dibungkus dengan kertas.
2. Diambil sampel 1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
larutan garam fisiologis, sehingga diperoleh pengenceran 10-.
3.

Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi


yang telah berisi 9 ml garam fisiologis, sehingga diperoleh pengencer 10-.

4.

Dari pengenceran 10- diambil lagi 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi


berikutnya yang telah berisi 9 ml garam fisiologis. Dengan demikian diperoleh
pengenceran 10-.

5.

Pengenceran dilakukan seterusnya dengan metoda yang sama sampai


pengenceran 10-6.

6.

Pada pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, masing-masing diambil 1 ml dan


dimasukkan kedalam media PCA dan diratakan.

7. Inokulum disimpan dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37C.


8. Setelah 48 jam bakteri yang tumbuh dihitung dengan menggunakan alat Quebec
Coloni Counter.
Perhitungan total koloni bakteri yaitu:
CFU/ml = koloni x

3.2.2 Pewarnaan Gram


Pada proses pewarnaan

gram, harus gelas obyek yang bersih.

Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya

menggunakan alkohol . Setelah di cuci kemudian di

beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek. Kultur bakteri murni
diambil dan diratakan diatas kaca obyek. Pengambilan kultur bakteri
tidak diambil terlalu banyak, karena jika terlalu banyak akan sulit
diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis
maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan
bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas.
Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas
nyala api. Proses fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar melekat
pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila
dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah
bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
Setelah dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan kristal violet dan
dibiarkan. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan sampai
kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan air bertujuan untuk
mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal. Setelah kelebihan
zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan iodin dan dibiarkan
sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet kristal dan iodin.
Olesan bakteri kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Kemudian
dicuci dengan etanol dan dicuci kembali dengan air mengalir.
Pewarnaan selanjutnya dengan menggunakan safranin dan diamkan.
Kemudian cuci dengan air mengalir dan kering dianginkan, kemudian
diamati dibawah mikroskop. Pemberian kristal violet pada bakteri gram
positif akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap
mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur
dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung
protein dan gram negative mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi
dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum
pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar
permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi

berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram
positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori
pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga
pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.
3.2.3 Uji Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Metoda yang digunakan unutuk uji ketahanan mikroba terhadap panas dilakukan
pada tiga metoda yang berbeda yaitu pasteirusasi (suhu 60C), sterilisasi (100C) dan
sterilisasi absolut (120C). Inokulum yang digunakan adalah bakteri yang berasal dari
telur yang diperoleh dari pengujian total koloni pada telur.
IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Total Koloni Bakteri


Hasil penghitungan total koloni bakteri setelah diinkubasi selama 48 jam adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil Total Koloni Bakteri Pada Sayur, Telu dan Susu
Sampel

Jumlah Total Koloni


10-5
10-6
87
12
6
2
-

-4

Sayur
Telur
Susu

10
115
53
1

Sayur

Telur

Susu
Gambar: Total Koloni Bakteri pada Sayur, Telur
dan Susu

Pertumbuhan populasi koloni pada bahan sayur, telur di media koloni pada
media PCA diperoleh hasil populasi cukup banyak dimana PCA merupakan media
pertumbuhan untuk semua mikroba yang ada pada bahan, hal ini disebabkan banyak
faktor diantaranya kemungkinan adanya kontaminasi pada bahan tersebut. Sementara
pada sampel susu hanya terdapat satu koloni bakteri hal ini disebabkan karena sampel
susu yang digunakan adalah susu UHT, dimana kontaminasi terjadi mingkin saja pada
saat kemasan dibuka hingga dilakukan penenceran.

Menurut Supardi (1999) factor intrinsic bahan pangan merupakan semua faktor
yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan makanan. Factor ini dapat
meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Diantara faktorfaktor tersebut, misalnya aw (aktifitas air), komposisi nutrient, pH, potensial redoks,
adanya bahan pengawet tambahan dan alami, lain sebagainya. Dalam hal ini misalnya
adanya suatu mikroba yang terdapat di dalam bahan makanan, berupa daging akan
berbeda dengan jenis mikroba yang dominan terdapat pada bahan makanan dari sayuran
dan sayuran, karena kedua kelompok bahan makanan tersebut mempunyai komposisi
pH, potenseial redoks dan sifat-sifat lainnya yang berbeda. Disamping itu, mikroflora
permukaan suatu jenis bahan pangan mungkin berbeda dengan mikroflora yang terdapat
pada bagian dalam daging, mungkin bersifat aerobik

atau anaerobik fakultatif,

sedangkan pada bagian luarnya bersifat mikroba aerob.


Menurut Fardiaz (1988), bahwa pertumbuhan bakteri juga ditentukan oleh fase
pertumbuhan. Jika suatu bakteri mempunyai waktu generasi 20 menit berarti suatu sel
bakteri tersebut akan memperbanyak diri menjadi dua sel dalam waktu 20 menit. Jika sel
tersebut diinkubasi di dalam suatu medium pada kondisi yang optimum untuk
pertumbuhannya, maka dalam waktu 48 jam sel tersebut akan mengalami pembelahan
sebanyak 48 (60)/20 kali atau 144 generasi. Pertumbuhan jasad renik di dalam kultur
statis digambarkan sebagai sebagai suatu kurva seperti pada Gambar berikut :
Fase pertumbuhan statis

Fase menuju kematian


Fase
pertumbuhan lama

Fase kematian
Fase logaritmik

Fase adaptasi

Fase
pertumbuhan awal
Gambar Kurva pertumbuhan kultur jasad renik

4.2 Pewarnaan Gram


Hasil Praktikum pewarnaan gram pada bakteri yang mengkontaminasi telur yang
diamati dibawak mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Namun hasil dari pewarnaan

ini memberikan warna yang tidak terlalu baik sehingga jenis bakteri gram positi dan garm
negatif menjadi sulit untuk diamati. Berikut adalah hasil pewarnaan.

Gambar: Pewarnaan Gram pada Bakteri


Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang
tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat
warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri
gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal
(counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua
bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian
ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan
perbedaan struktur dinding sel mereka.
Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut dalam
urutan yang telah ditentukan, yaitu ungu kristal, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat)
dan safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai
dengan metode gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu diantaranya adalah
bakteri gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak
ungu tua. Kelompok yang lain adalah bakteri gram negatif, kehilangan ungu kristal
ketika dicuci dengan alkohol dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah
safranin, tampak berwarna merah.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu :
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Pada proses pewarnaan

gram, harus gelas obyek yang bersih.

Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.

Pembersihan biasanya

menggunakan alkohol . Setelah di cuci kemudian di

beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek. Kultur bakteri murni
diambil dan diratakan diatas kaca obyek. Pengambilan kultur bakteri
tidak diambil terlalu banyak, karena jika terlalu banyak akan sulit
diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis
maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan
bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas.
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah
pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara
dinding sel

dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan

penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan
pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif
memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (2550nm) sedangkan bakteri negative lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3
nm). Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk
membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat
dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 15 mm, berlapis
tiga atau multilayer.
2.

Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%),


peptidoglikan terdapat didalam

3. Lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit 10% dari


berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
4. Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
5.

Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar


misalnya kristal violet.

6. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.


7. Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
8. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
9. Peka terhadap streptomisin
10. Toksin yang dibentuk Endotoksin
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal

atau monolayer.
2.

Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%),


peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama
merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.

3. Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.


4. Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu
kristal.
5. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
6. Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
7. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
8. Tidak peka terhadap streptomisin
9. Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
4.3 Ketahan Mikroba Terhadap Panas
Hasil praktikum ketahanan mikroba terhadap panas yang dilakukan pada 3
metoda dalam waktu 5 menit adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Pengaruh Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Metoda

Jumlah total koloni

Pasteurisasi (60C)

Banyak

Sterilisasi (100C)

Negatif

Sterilisasi absolut (120C)

Negatif

Pengolahan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah sterilisasi, pasteurisasi, dan blanching. (Kartasapoetra, 1989). Sterilisasi adalah
membebaskan bahan dari semua mikroba dikarenakan beberapa spora bakteri relatif
lebih tahan terhadap panas. Selama proses sterilisasi dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu jumlah panas yang
diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan.
(Winarno, 1980).
Total koloni yang tumbuh pada media PCA dengan proses pasteurisasi
membuktikan bahwa bakteri pada sampel telur belum mati dengan susu pasteirusasi pada

waktu 5 menit. Pasteurisasi adalah perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980).
Sementara itu, pada perlakuan panas sterilisasi yaitu 100C bakteri mati dalam
waktu 5 menit, hal ini ditunjukkan denga tidak terdapatnya pertumbuhan total koloni
pada media. Sterilisasi yaitu penggunaan suhu panas untuk membunuh mikroba dengan
suhu tinggi (121C selama 15 menit). Sterilisasi yang dapat dilakukan pada bahan pangan
adalah sterilisasi komersial. Makanan yang disteril secara komersil berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun dalam makanan telah dimatikan, demikian juga
mikroba pembusuk (Winarno, 1982). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat dilakukan di dalam alat
sterilizer, autoclave, atau retort. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm) bersuhu
109C, pada 10 psi bersuhu 115,5C dan pada 15 psi bersuhu 121,5C (Winarno, 1982).

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengujian

mikroorganisme

total

koloni

yang

bakteri

dilakukan

mengkontaminasi

suatu

untuk
bahan.

mengetahui

jumlah

Dimana

keadaan

mikrorganisme akan mempengaruhi kondisi bahan pangan yang menyebab kerisakan


sehingga pangan tidak dapat dikonsumsi.

Keberdaan mikrorganisme dapat diindikasikan sebagai kebususkan pangan yang

merupakan salah satu standar bahwa suatu produk masih dapat dikonsunsi atau tidak.

Pewarnaan diferensial merupakan pewarnaan menggunakan lebih dari satu

macam zat warna yang bertujuan untuk membedakan antar bakteri.Dengan metode
pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram
positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.

Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna,

substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pada bakteri
gram positif menunjukkan warna biru ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah.

Ketahan mirkroorganisme terhadap perlakuan penggolahan seperti perlakuan

panas tergantung pada metode yang digunakan. Dimana tidak semua jenis
mikroorganisme dapat mati pada proses pasteurisasi. Serta ketahanan mikroba
terhadap panas juga tergantung dari lama dari pemensan tersebut.
5.2 Saran
Ketersedian alat-alat laboratorim merupakan salah satu kendala dalam pelaksaan
praktikum untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sehingga hasil yang diperoleh tidak
memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Mikrobiologi pangan dan Lingkungan. http://www.google.com


Anonym. 2011. Mengenal Media Pertumbuhan Mikroba.
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/18/mengenal-media-pertumbuhanmikrobial/

Astawan

dan

Made.

2007.

Wapadai

Bakteri

Patogen

pada

Makananfile:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakita yang Ditimbulkan
dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id. [30 Juni 2009].
Fardiaz, S. 1992.

Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit

PT. Gramedia

Pustaka

Utama, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT.

Raja

Grafindo

Persada, Jakarta.
Madigan et al., 1995. Biology of microorganisms, Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Metting, F.B. (1993). Soil Microbial Ecology.

Applications in Agriculture

and

Environment Management.Marcel Dekker. Inc. NY


Nurwantoro

dan A. S. Djarijah.1999. Mikrobiologi

Pangan

Hewani - Nabati.

Penerbit Kanisius, Jakarta.


Pelczhar. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta. UI Press.
Muchtadi dan Sugiono. 1992. Imu Pengetahuan Bahan Pangan. Direktorat Jenderal
Pendidikan tinggi Pusat Antara Universitas Pangan dan gizi IPB: Bogor.
Muchtadi, Deddy. 2005. Keamanan Pangan. Department of Food Science and
Technology, IPB: Bogor.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius:
Yogyakarta.
Winarno, F.G; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologo Pangan. PT
Gramedia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai