I.
PENDAHULUAN
produk
olahan
menggunakan
mikroba
sebagai
organisme
yang
penanganan,
penyimpanan,
pengolahan,
distribusi,
pemasaran,
manusia di muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak
manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan
makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut ini merupakan sejarah mulai
dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan pangan yang terlibat pada kerusakan dan
keracunan makanan. Karena banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba
dalam pembuatannya, maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut mengenai
II. PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan
Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, baik memacu maupun menghambat
pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, baik dari lingkungan penyimpanan, yang dapat
mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah
suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan
komposisi gas.
Faktor
ekstrinsik
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengontrol
pertumbuhan
CO2 disebut obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2
untuk pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada
pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere
Packaging) dan modifikasi atmosfer (modified atmosphere).
Secara ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
singkong dan ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat dipergunakan kapang tempe
atau jamur dengan bahan utama yaitu Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan
oncom berwarna hitam. Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora
sitophila yang dapat menghasilkan oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses
pembuatan oncom, Neurospora sitophilaberperan untuk menguraikan pati, protein, dan
lemak dengan pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai gizi dari oncom sangat
tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan (Tarigan, 1988).
b) Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan protein,
mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopusdidalam proses pembuatannya.
Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein,
lemak dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta
protein yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang
dipengaruhi oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh dengan
cepat kapang membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat pembuatan
tempe juga perlu memperhatikan kadar uap air. Uap air yang berlebihan akan
menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan
kapang. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang
terlibat dalam proses pembuatan tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat
menghasilkan tempe kedelai yang baik yaitu Rhizopus oryzae dan Rhizopus arrhizus,
sedangkan untuk tempe gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari komponen
kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar vitamin B (Tarigan,
1988).
c) Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang
bersifat menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya adalah
mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan kecap. Mikroorganisme yang
berguna dalam proses pembuatan kecap adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae,
Aspergilus wentiidan Monilia sitophia (Tarigan, 1988).
Berikut merupakan proses pembuatan kecap secara ringkas ditampilkan dalam
bentuk diagram alir.
d) Pembuatan
Tape
Tape
merupakan
salah
satu
makanan hasil
fermentasi
dengan bahan
utama
ketan
ataupun
singkong
dan
ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro (1989) ragi untuk tape
merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus,
Saccharomyces, Candida, Hansenula,dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus
dapat
menyederhanakan
amilum,
sedangn
Saccharomyces,
Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang
mampu merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh enzim
yang dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya akan menjadi
asam karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses perombakan molekulmolekul zat yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh
aktivitas-aktivitas mikroba tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut
dapat dinamakan fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak
memerlukan oksigen sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.
e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis untuk
merombak subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas enzim
yang menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia yang terjadi di
dalam makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba, dihasilkan gas yan mudah
dicium baunya. Seperti yang ada pada prose pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak
oleh golongan bakteri proteolitik yakni Achromobacterdan Flavobacterium. Dengan
demikian derajat keasaman atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir
fermentasi pembuatan terasi tersebut (Tarigan, 1988).
jamur pada roti dan kacang-kacangan selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan
sayur-sayuran, penyakit tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan
lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui
air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan,
terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran,
melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap
penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada
pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari
sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan
tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan
manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan.
Tanah merupakan sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama
bakteri pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani
(2010), Secara umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus
bakteri yang berasal dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter,
Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus, Pseudomonas,
Serratia, Streptomyces, dan lain-lain. Genusjamur yang berasal dari tanah adalah
Aspergillus, Rhizopus, Penicillium, Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain.
Sebagian besar genus yeast berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan
bulu hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran dari
lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena
penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan
penyakit.
Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka
atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu
Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang
menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera
dan disenteri, juga merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai
beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat
menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan
oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1.
status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureusyang menghasilkan toksin
sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis pada manusia.
Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng
dan toksin ini menyebabkan peradangan pada permukaan usus sehingga memunculkan
gejala-gejala klinis.
2. Keracunan makanan oleh Clostridium
Clostridiumadalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan
endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridiumyang menyebabkan terjadinya
keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah nama bakteri yang
biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia.
Clostridium botulinummerupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval
subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan
anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang
diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah
tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air
dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinumadalah suatu protein yang
daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup
menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otototot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A
akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 C selama 6 menit, sedangkan tipe B pada
suhu 90 C selama 15 menit. Spora bakteri ini sering ditemukan di permukaan buahbuahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam
kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya
adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai,
bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot.
Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan
buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi
kelumpuhan dan gangguan pernafasan.
3. Infeksi oleh Salmonella
Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat
invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke sel-sel
usus. Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat merusak dinding usus melalui
penghancuran sel mekanis.
5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran
beberapa
jenis
kapang
seperti
Aspergillussp.,
Fusariumsp.,
dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis
mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin,
trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavusdan A.
parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin.
Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat
keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit,
zeolit, arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk
mengurangi racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula
digunakan. Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan
elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif ketika
mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan pengemasan makanan. Berikut
akan disajikan mengenai kegiatan pengawetan dan pengemasan makanan:
Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan makanan dan
usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan. Mikroorganismemikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi garam dapur yang berbedabeda. Maka secara eksperimental dapat diketahui bahwa pada umumnya mikroorganisme
tidak dapat hidup dalam larutan NaCl 5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati
dalam konsentrasi garam 30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan
menggunakan gula. Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi
bakteri yang osmofil bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan dengan
menggunakan asam-asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang dari 6 atau lebih
dari 8. Jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan basa lebih dari pH 8. Banyak jenis
makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kaleng.
Pasteurisasi tidak membunuh spora, akan tetapi dengan proses ini rasa dan aroma
makanan tidak akan banyak berkurang. Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam
lemari es dimana suhunya kira-kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).
industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak
mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai
estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem distribusi.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
2.
Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan makanan
berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya
3.
Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan atau
kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan
(menghasilkan toksin).
3.2 Saran
1.
2.
Pendahuluan
Waktu generasi
Faktor intrinsik
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan
tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( a w = p/po ). Ini
merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan
dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab
adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut
(mis. gula, garam). Air murni mempunyai a w 1,0 dan bahan makanan yang
sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif
terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk
multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan
Kemampuan
mengoksidasi-reduksi
(redoxpotential,
Eh)
adalah
Faktor ekstrinsik
Faktor proses
Faktor implisit
Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme
atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam lingkungan bahan
makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan
bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi
interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling
mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).
Perlakuan termal
Suhu rendah
Bacillus cereus
Suhu pertumbuhan
minimum (C)
10
Staphylococcus aureus
S. aureus pembentuk
enterotoxin
5 13
10 - 19
5 -
Vibrio parahaemolyticus
8 10
E.coli enteropatogenik
Clostridium botulinum tipe A
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella sp
10
9
6
Clostridium perfringens
3,5 5
Fusarium, Penicillium
Mikroorganisme index
atau indicator
E. coli
Klebsiella sp, Enterobacter
sp.
Mikroorganisme
penyebab busuk
Streptococcus faecalis
Bacillus subtilis
Streptococcus faecium
Lactobacillus sp
Pseudomonas fluorescens
Ragi
-18
8 10
0
0
12
0 3
1
-3
-12
Suhu minimal hanya berlaku bila dalam keadaan lingkungan yang optimal.
Adanya perubahan sedikit saja pada nilai aw atau pH telah dapat menyebabkan
peningkatan suhu pertumbuhan secara drastis. Contohnya adalah Enterobacter
aerogenes yang memiliki suhu pertumbuhan minimal sebesar 5 C apabila
angka aktivitas airnya optimal yaitu di atas 0,97. Pada nilai a w sebesar 0,955
pertumbuhannya berhenti pada suhu sekitar 20 C , dan pada a w 0,950
pertumbuhan berhenti pada suhu 30 . Pada uji mikroorganisme yang sama,
terjadi peningkatan suhu pertumbuhan minimal menjadi 15 C ketika terjadi
penurunan pH dari pH optimal 7 menjadi 3,9. Pada beberapa mikroorganisme,
suhu rendah dapat pula menyebabkan aktivitas enzimatik menjadi intensif.
Pseudomonas lebih banyak menghasilkan lipase dan proteinase pada suhu di
bawah suhu optimum pertumbuhannya. Hal ini dapat menjelaskan hasil
Kemampuan simpan
Nilai pH dan aw
Dapat disimpan
atau
Dapat busuk
aw < 0,91
pH 5,2 5,0
Maximum 10 C
atau
Mudah membusuk
aw 0,95 0,91
pH > 5,2 dan aw >
0,95
Maximum 5 C
Suhu tinggi
Perlakuan penyinaran
Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila
dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih
dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi,
pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk.
Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan
makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta
keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan
menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat
terhambat tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah
yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan
dosis antara 0,3 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.
Perlakuan kimia
Daftar pustaka
Prndl, O., Fischer, A.,Schmidhofer T., Sinell, H.J., 1988. Handbuch der
Lebensmitteltechnologie. Fleisch: Technologie und Hygiene der
Gewinnung und Verarbeitung. Ulmer, Stuttgart.
Prescott, L.M., Harley, J.P., Klein, D.A. , 1999. Microbiology. 4 th ed. WCB
McGraw-Hill, Boston.
pertumbuhan mikroba
Program/ Angkatan
: Reguler/ 2011
: 3/ 2011- 2012
Nama Dosen
Kompetensi Dasar
Indikator
Metode
Media
Kegiatan Dosen
Kegiatan Mahasiswa
- Memberi salam
- Menjawab salam
- Menjelaskan judul, pokok bahasan,
tujuan, dan manfaat pembelajaran
- Mendengarkan
2. Kegiatan - Menjelaskan
Inti: Kuliah
dan
diskusi - Menjelaskan materi tentang tahapan
dan praktek
(575 menit)
pertumbuhan & perkembangan bakteri.
- Memberikan kesempatan peserta didik
- Mendengarkan dan
mencatat
yang diajukan
-Mendengarkan
mencatat
yang diajukan
dan
dan
dan
intrinsik
pertumbuhan mikroba.
terhadap
Mendengarkan
mencatat
dan
2. Srikandi Fardiaz,
Pusat
dan
Press
untuk membuat
B. Untuk Mahasiswa.
1.
2.
KEGIATAN BELAJAR 1.
MODUL
I. PENDAHULUAN
Selamat berjumpa dalam modul 3. Modul 3 ini merupakan lanjutan
Anda
bagi
sebagai berikut:
Selamat Belajar
KEGIATAN
PEMBELJARAN 1
PERTUMBUHAN MIKROBA.
A.Tahapan
pertumbuhan mikroorganisme.
Defenisi pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan secara teratur semua komponen di
dalam sel Hidup. Pada organisme multiseluler, yang disebut pertumbuhan
adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga
menjadi lebih besar. Pada organisme uniseluler (bersel tunggal)
pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel, yang berarti juga pertambahan
jumlah organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur
jasad renik. Pada organisme soenositik (aselular), selama pertumbuhan
ukuran sel menjadi bertambah besar tetapi tidak terjadi pembelahan sel
B. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Semua mikro organisme memerlukan kondisi lingkungan
tertentu untuk pertumbuhan dan perbanyakannya. Terdapat variasi
persyaratan pertumbuhan untuk spesies yang berbeda. Namun masih dapat
dikelompokkan atas enam keperluan dasar bagi pertumbuhan mikro organisme
diantaranya adalah :
Waktu
Jumlah organisme
1
2
0
4
20
8
40
16
60( jam )
32
80
64
100
128
120 (2 jam)
256
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
340
360
380
400
420
(3 jam)
512
1.024
(3 jam)
(5 jam)
2.048
4.096
8.192
(6 jam)
(7 jam)
16.384
32.768
Dengan
65.536
131.072
262.144
524.288
1.048.576
2.097.152
fase
Stasioner
fase penurunan
Fase log
Fase lag
Waktu
2. Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan makanan
a. Nutrisi heterotrofik
Mikroorganisme yang tumbuh pada makanan umumnya
bersifat
heterotrof yaitu menggunakan
karbohidrat sebagai sumber
energi dan karbonwalaupun komponen organik lainnya
yang mengandung
karbon mungkin juga dapat digunakan. Kebanyakan organisme heterotrof
menggunakan komponen organik yang mengandung nitrogen sebagai sumber
N, tetapi beberapa dapat pula menggunakan sumber nitrogen anorganik.
Beberapa orgenisme heterotrof yang tidak dapat atau
kehilangan kemampuan
untuk mensintesa bebagai komponen
nitrogen
organik membutuhkan komponen tersebut
didalam substraty untuk
pertumbuhannya. Sebaliknya
mikroorganisme lain seperti Escherichia
coli dan Enterobacter aerogenes , khamir dan kapang
dapaat tumbuh
dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sewbagai sumbe
nutrien organik. Streptopkoki, stapilokoki dan berbagai
organisme
heterotrof lainnya,
mungkin membutuhkan beberapa sumber
nitrogen
organik lainnya dalam bentuk asam amino purin dan pirimidin serta
faktor-faktor pertumbuhan
seperti vitamin E, Thiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (niasin) piridoksin (B6), asam
pantotenat dan kobalamin (vitamin B12) dibutuhkan oleh organisme yang
tergolong pemilih dan sukar tumbuh.
Vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, dan E
tidak dibutuhkan oleh kebanyakan mikroorganisme, sedangkan vitamin K
hanya dibutuhkan oleh bakteri
dari golongan Mycobacterium dan
Bacteriodes,
yang berfungsi sebagai subsitusi
untuk koenzim Q
(Benzoquinon) dalam sistim transport elektron ( respirasi). Vitamin C
tidak berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan beberapa organisme karena diduga dapat mengatur potensi
oksidasi-reduksi yang tepat terhadp medium. Asam lemak hanya dibutuhkan
oleh beberapa organisme, terutama jika di dalam medium tidak terdapat
vitamin B, sedangkan sterol hanya dibutuhkan oleh mycoplasma.
b. Nutrisi autotrofik
Organisem autotrofik merip dengan tumbuhan, karena mereka mampu
mempergunakan substansi anorganik sederhana sebagai makanannya. Ada
banyak bakteri yang bersifat autotrofik
Sehingga hanya sedikit substansi yang tidak mengalami biodegradasi,
dalam arti tidak dapat dipecah oleh suatu spesies bakteri. Beberapa
bakteri dapat hidup dalam beton dan lainnya lagi dapat hidup dalam
desinfekstan seperti asam karbol (carbolic acid).
Tabel; 2 : Batas
aw
minimal
0,91
0,88
0,80
0,75
0,60
Sebagai contoh
minimal untuk bakteri adalah 0,97
untuk Pseudomonas, 0,96 untuk E. Coli, 0,95 untuk bacillus substilis,
0,93 untuk Clostridium botulinum, dan 0,86 untuk Staphylococcus aureus.
khamir membutuhkan aw
lebih rendah (0,87-0,91) kapang lebih rendah
lagi ( 0,80 0,87).
Larutan gula dan garam yang pekat mengakibatkan
tekanan osmotik pada sel mikroorganisme dengan menyerap keluar air
dari dalam sel dan menyebabkan sel kekurangan air dan mati. Beberapa
jenis mikroorgansime dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut
diatas yaitu tekanan osmotik eksternal yang tinggi dan dalam beberapa
hal tertentu keadaan semacam itu yang diinginkan. Beberapa jenis bakteri
khamir dan kapang dapat tahan dan tumbuh pada larutan gula yang sangat
pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme osmofilik. Keadaan yang
sama pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan dalam lingkungan
berkadar garam cukup tinggi
yang disebut halofil atau organisme
halofilik. Jenis-jenis yang tahan tekanan osmotik ini dapat berperan
secara nyata dalam pembusukan bahan pangan.
4. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi
kehidupan
dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat
mempengaruihi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan .
a.
apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan
dipercepat. Sebaliknya
apabila suhu turun,
kecepatan
metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat.
b.
Apabila suhu naik atau turun , tingkat pertumbuhan mungkin
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat
mati.
Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi
setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut :
a.
Suhu minimum, dibawah ssuhu ini pertumbuhan mikroorganisme
tidak terjadi lagi.
b. Suhu optimum, adalah suhu di mana pertumbuhan paling cepat.
c. Suhu maksimum, diatas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak
mungkin terjadi.
Suhu optimum selalu lebih mendekati maksimum daripada minimum
berlandaskan hubungan antara suhu tersebut di atasm mikroorganisme
dapat digolongkan menjadi kelompok psikrofil, psikotrof, mesofil
dan thermofil. Niali suhu sehubungan dengan kelompok ini terlihat
pada tabel 2.
Tabel 2. : Pengelompokan
Mikroorganisme
Pertumbuhan
Terhadap Suhu.
Kelompok
Psikofil
Psikrotrof
Mesofil
Thermofil
Thermotrof
Bedasarkan Reaksi
mikroorganisme
6. Ketersediaan Oksigen
Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme
berbeda nyata dalam kebutuhan oksigen guna metabolismenya. Beberapa
kelompok dapat dibedakan sebagai :
Organisme aerobik
:
dimana tersedianya
oksigen dan
penggunaannya dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Organisme anaerobik : tidak dapat tumbuh dengan adanya oksegen
dan bahkan oksigen ini dapat merupakan
racun bagi organisme
tersebut.
Organisme anaerob fakultatif : Dimana oksigen akan dipergunakan
apabila tersedia, kalau tidak tersedia, organisme tetap dapat tumbuh
dalam keadaan anaerobik.
Organisme mikroerofilik ( microaerophilic organisms) : yaitu
mikroorganisme yang lebih dapat tumbuh pada kadar oksigen yang
lebih rendah
7. Faktor Kimia
Telah diketahui banyak zat kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang telah
ada. Bahan kimia yng bersifat bakteriostatik atau fungstatik adalah
bahan- bahan kimia yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri atau kapang (fungi), sedang bakterisidal dan fungisidal
adalah bahan-bahan kimia yang dapat membunuh bakteri atau kapang.
Berbagai logam
asm, halogen, alkohol, fenol, deterjen dan
antibiotika mempunyai efek antimikroba yang dipergunakan dalam
industri pengolahan bahan pangan dalam desinfeksi dan sanitasi alatalat pengolahan
dan ruangan-ruangan pabrik atau kadang-kadang
sebagai bahan ayng ditambahkan dalam bahan pangan sebagai zat
pengawet.
Kerja dari bahan-bahan
kimia antimikroba ini
dapat
besifat khas yaitu hanya efektif pada jenis-jenis mikroorganisme
tertentu.
Sebagai contoh
antibiotika jenis penisilin dan
tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri tetapi tidak membunuh
khamir tau kapang. Beberapa bahan yang besifat spektrum luas seperti
hipoklorit dapat mematikan lebih banyak jenis mikroorganisme.
Efektivitas dari setiap bahan antimikroba ini
tergantung pada
jumlah yang digunakan, waktu
penggunaan dadn faktor-faktor
lingkungan lainnyua seperti pH.
8. Radiasi.
Sinar ultra violet dengan panjang gelombang tertentu dan radiasi
ionisasi seperti sinar X dan sinar gamma dapat mudah terserap oleh
sel mikroorganisme . Sinar-sinar tesebut dapat mengganggu metabolisme
sel dan umumnya dapat cepat mematikan.
TUGAS
1.
2.
3.
Kegiatan Pembelajaran 2
C. Pengaruh faktor intrinsik terhadap pertumbuhan mikroba.
pertumbuhan bakteri
patogen atau pembusuk tersebut
diatur atau
dihambat oleh adanya jasad renik lainnya. Sebagai contoh, bakteri
patogen
seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat
pada suatu makanan akan dihambat pertumbuhannya jika di dalam makanan
tersebut
terdapat
kelompok
bakteri
lainnya
yang
tergolong
Lactobacillaceae.
F .
Penggolongan Makanan
Praktek laboratorium .
I. Sifat-sifat mikroba yang terdapat dalam bahan
makanan.
Kapang.
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan pada kondisi dimana
kebanyakan bakteri dan khamir dihambat pertumbuhannya. Misalnya pada
kondisi aw yang rendah, keadaan asam (pH rendah) atau pada seuhu
rendah. Sebaliknya pada beberapa makanan, jenis-jenis kpang tertentu
bahkan sengaja dirangsng pertumbuhannya untuk melakukan fermentasi,
misalnya pada pembuatan beberapa macam keju, tempe , oncom, kecap
tauco dan sebagainya.
Berbeda dengan bakteri jenis-jenis kapang lebih mudah
diidentifikasi karena setiap jenis mempunyai bentuk struktur yang
berbeda-beda, misalnya bendtuk thallusnya, bentuk spora seksual dan
aseksual, susunan atau rangkaian
spora seksual, ada tidaknya
sekat9septat) pada hifa dan struktur spesifik lainnyaOleh karena itu
identifikasi jenis kapang dapat
dilakukan dengan
cara melihat
strukturnya secara mikroskopik.
Bahan dan Alat
Bahan : Masing-masing kelompok diberi 2 suspensi spora kapang yang
dipilih dari jenis-jenis dibawah ini :
Rhizopus
Aspergillus
Pennicillium
Mucor
Neurospora
Thammidium
Alternaria
Geotrichum
Fusarium
Botrytis
Cladisporium
Trichothecium
Masing-masing kelompok
diberi
satu macam makanan
yang telah
ditumbuhi kapang, misalnya nasi, roti, dodol, sale pisang, kacang tanah,
tauco dsb.
Perkelompok :
NaCL
2 tabung agar miring malt Agar pH 4.0
2 tabung agar miring
Alat
: Jarum Ose,
kamar dan 450C
Cara Kerja
Pengaruh pH
Goreskan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam
satu tabung agar miring malt agar pH 3,0 dan sat tab ung agar
miring malt agar ph 8,0 inkubasikan pada suhu kamar 3 4 hari
Amati dan nyatakan secara relatif adanya pertumbuhan kapang dan
pembentukan spora.
LAPORAN.
Percobaan
Nama
:
Nim
:
SIFATSIFAT
.....................................
:
KAPANG
......................................
Gol/Kelompok
............................
Kapang
50C
1
2
3
4
5
.................
.....
.................
......
.................
.......
Suhu
kama 450C
r
pH
3,0
NaCl 10 %
8,0
Tabel 2
kelompok
I
......................
........
......................
...................
......................
...........
......................
......
......................
....................
......................
....................
II
III
IV
Berikan
pembahansan
tersebut. ....................
II. Pengaruh
Bahan
dari
hssil
pengamatan
buah
Cara kerja
Kaldu sebanyak 0,1 ml di masukkan ke dalam masing-masing cawan,
kemudian masing-masing cawan dituangi dengan cairan NA steril masingmasing cawan hanya dituangi dengan 1 tabung reaksi NA. Goyang-goyang
cawan ini dan kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30 33 0 C
selama 36 48 jam.
PENGAMATAN
Nyatakan jumlah mikroba yang tumbuh pada agar dengan tanda ( +++++++)
untuk banyak sekali, (+) untuyk sedikit sekali, (-) untuk tidak ada.
Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian
masing-masing diencerkan sampai 107
Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 ,
dihitung jumlah
mikrobanya dengan metoda agar tuang untuk mencapatkan nilai SPC.
Dari masing-masing pengenceran
diambil
0,1 ml cairan,
kemduian dimasukkan ke dalam
cawan
setelah itu dituangi
dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyanggoyang kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30
33 0C selama 36 48 jam.
Hitung SPC bakteri.
PENGAMATAN
Hitung SPC dari msing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan).
atau
Autoklav.
PERLAKUAN
Perlakuan diberikan terhadap
reaksi.
Jumlah
tabung
1
Volume kaldu
9 ml
9 ml
Perlakua
Lama
Pemanasan
Suhu dingin 7 hari
(1 7 0C)
Suhu beku (- 7 hari
5 0C)
Pengamatan
SPC bacteri
pewarnaan
gram
Sda
CARA KERJA
Siapkan kaldu di dalam tabung reaksi seperti perlakuan yang
diinginkan
Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian
masing-masing
diencerkan sampai
107 , untuk tabung yang tidak
dipanaskan dan yang dipanas
Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 ,
dari tabung yang tidak
dipanaskan dihitung jumlah mikrobanya dengan metode agar tuang
untuk mendapat nilai SPC.
Dari masing-masing pengenceran
diambil
0,1 ml cairan,
kemduian dimasukkan ke dalam
cawan
setelah itu dituangi
dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyanggoyang kemudian biarkan mengeras.
Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30
33 0C selama 36 48 jam.
Hitung SPC bakteri.
4. Cairan pda pengenceran 100 101 dan 102 dari tabung yang
tidak dipanaskan di hitung jumlah mikrobanya dengan metode agar
tuang untuyk mendapatkan nilai SPC dengan cara yang sama dengan
nomor 3.
PENGAMATAN.
Hitung SPC dari mssing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan)
Hanni H Hanifah
0900
Akafarma Makadhika
Jakarta
1. Tujuan
4 Prosedur Kerja
Pengaruh suhu
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3.
Pengaruh sinar
1. Disiapkan agar dalam cawan petri.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3. Disimpan cawan tersebut dalam sinar yang berbeda
( sinar matahari, sinar UV, kertas karbon )
4. Kemudian diinkubasi selama 24 jam.
Pengaruh PH
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses
bekerja aseptis.
3. Kemudian masing tabung reaksi ditambahkan senyawa
asam, basa dan netral
4. Disimpan tabung reaksi tersebut dan diinkubasi selama
24 jam.
5. Hasil pengamatan
Sinar matahari
Sinar UV
Kertas Karbon
Blangko
Kulkas
oven
ruangan + blangko
Asam
basa
6. Pembahasan
Pada percobaan praktikum pengaruh lingkungan terhadap
bakteri dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu, cahaya dan
PH terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Dalam
percobaan yang pertama yaitu percobaan bakteri terhadap
pengaruh sinar (sinar matahari, UV dan kertas karbon).
Langkah kerja yang pertama yaitu siapkan agar dalam cawan
petri yang sudah disterilisasi kemudian gores biakan bakteri
tersebut kedalam cawan petri secara aseptis kemudian simpan
masing-masing cawan petri tersebut dalam sinar yang berbedabeda.tunggu 15 menit setelah itu inkubasi dalam oven selama
24 jam. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa bakteri
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa perkembangan dan pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi
oleh beberapa factor. Baik factor ekstrinsik maupun intrinsic.
Pada pengaruh cahaya, bakteri dapat tumbuh baik dengan sinar
matahari. Sedangkan pada pengaruh suhu, bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada suhu ruangan. Sedangkan pada pengaruh Ph,
media tetap jernih sehingga sulit untuk mengidentifikasi
adanya bakteri atau tidak.
ACARA II
A.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara Predominansi Mikroba dalam Bahan
Pangan adalah mempelajari pengaruh jenis bahan pangan terhadap
jenis mikroba yang tumbuh spontan padanya.
B.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Bila kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat, produk ikan
asin
sering
mengalami
kerusakan
selama
dalam
penyimpanan.
penanganan,
sanitasi,
factor
biologis,
temperatur
yang
baik
sekali
bagi
pertumbuhan
mikroba
sehingga
apabila
mengandung
sedikit
bakteri
sedikit,
tidak
umum
sayur-sayuran
sangat
baik
sebagai
sumber
penanganannya
tidak
memperhatikan
kebersihan.
potongan daging ikan yang dies cukup lama akan terlihat putih
dan pudar. Ikan yang kondisi fisiknya sudah rusak atau cacat
dianggap berkualitas rendah. Ikan dengan kondisi tubuh rusak
cenderung lebih cepat membusuk dibandingan ikan dengan kondisi
fisiknya baik. Ikan yang fisiknya rusak cenderung memiliki
kandungan glikogen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi
baik.
(Eddy Afrianto, 2008).
PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan
inokulasi di atas permukaan. PCA dibuat dengan melarutkan semua
bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast extract, dextrose,
agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian disterilisasi
pada autoklaf (15 menit pada suhu 121 C). Media PCA ini baik
untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba) karena di
dalamnya mengandung komposisi casein enzymic hydrolisate yang
menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya
serta ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks (Anonim c,
2011).
Dalam
belajar
mikroorganisme
mikrobiologi
dalam
keadaan
penting
hidup,
untuk
karena
itu
mengamati
di
dalam
tegangan
permukaan,
dan
pH
yang
sesuai
dengan
dengan
mikroorganisme
yang
lain
misalnya
dengan
yang
berbeda.
Sedangkan
dengan
protozoa,
yeast
berdasarkan
sifat
metabolismenya
yaitu
bersifat
gas
contohnya
pada
produk
roti.
Sedangkan
oksidatif
(Ine, 1992).
fermentasi
dan
keju.
Produksi
gas
dihasilkan
oleh
berbentuk
spora
yang
dapat
hidup
pada
suhu
oleh
organisme
laktis,
yang
kemungkinan
dapat
patogen
(penyebab
penyakit),
seperti
Salmonella,
cukup
tinggi
(70-80
persen
dari
berat
daging)
yang
menjadi
putresin,
isobutilamin,
kadaverin
yang
asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah mengalami proses
oksidasi atau hidrolisis yang menghasilkan bau tengik. Ikan
mempunyai susunan jaringan sel yang lebih longgar, sehingga
mikroba
dapat
pertumbuhan
dengan
mudah
mengggunakannya
sebagai
media
(Made, 2009).
tersebut
disebabkan
karena
adanya
pengaruh
selektif
makanan
makanan
sumber-sumber
dapat
berasal
mikroflora
dari
tanah,
yang
air
terdapat
pada
permukaan,
debu
susu
dan
ikan
jenis
mikroba
yang
berperan
dalam
bercak
bakteri
pada
buah
tomat
disebabkan
tanaman
lain
yang
beda
famili.Penyakit
busuk
buah
Buah
membusuk,
berair
dan
bau
tak
sedap.
Cara
Tinjauan Teori
Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300
sel mikroba per ml, per gram, satu per cm (jika dilakukan
pengamatan
pada
permukaan
luar
bahan
pangan),
memerlukan
perhitungan.
Untuk
mengetahui
jumlah
mikroba
pada
konstituen,
dan
struktur
biologi.
Sedangkan
(kelembaban)
Untuk
lingkungan,
menghindari
dan
kerusakan
konsentrasi
bahan
pangan
gas
dari
Pertumbuhan
antara
mikroba
dipengaruhi
faktor-faktor
mikroorganisme
adalah
yang
air,
oleh lingkungannya.
mempengaruhi
oksigen,
suhu
Di
pertumbuhan
dan
nilai
pH
mikroorganisme
memerlukan
oksigen
untuk
aerobik
adalah
kapang.
Untuk
beberapa
satu
pertumbuhan
mempunyai
faktor
dan
lingkungan
kehidupan
kisaran
nilai
terpenting
yang
mikroorganisme.
pH
dimana
mempengaruhi
Setiap
organisme
pertumbuhan
masih
oleh
para
konsumen,
maka
bahan
pangan
tersebut
Pada
umumnya
bahan
makanan
seperti
daging,
telur,
tanpa
aturan.
Dipihak
lain
seringkali
Cara
pencegahan
terbaik
adalah
menyimpan
bahan
terlarut
lain
yang
dapat
menurunkan
titik
beku.
merupakan
berpengaruh
mempunyai
salah
terhadap
kisaran
satu
pertumbuhan
suhu
dan
suhu
faktor
mikroba.
optimum
lingkungan
Setiap
tertentu
yang
mikroba
untuk
yang
mempunyai
kisaran
suhu
pertumbuhan
0-20C.
20-45C.
Termofil,
yaitu
mikroba
yang
mempunyai
suhu
kebusukan
pada
makanan
dapat
disebabkan
oleh
Dalam
pembusukan
daging,
mikroorganisme
yang
proses
pembusukan
sayur
dan
buah,
mikroorganisme
atau
dikelompokkan
proteolitik,
rasa
suatu
berdasarkan
lipolitik,
dll.
makanan.
tipe
Atau
Mikroorganisme
aktivitasnya,
berdasarkan
ini
seperti
kebutuhan
Dalam
metabolismenya,
bakteri
heterotropik
untuk
pertumbuhannya.
Setiap
mikroorganisme
yang
tidak
salmonella
dan
bekterisidal,
E.
coli
memungkinkan
bakteri
tetap
setelah
ada
terkontaminasi
spora
dalam
jumlah
banyak,
maka
merupakan
mikrobia
prokariotik
uniselular,
pembelahan
sel.
Bakteri
tidak
berklorofil
kecuali
umur
dan
syarat
pertumbuhan
tertentu.
Bakteri
dapat
dengan
Cyanobacteria
pada
grup
20.
Pembagian
ini
terkena
bakteri
pembentuk
spora
yang
relatif
tahan
panas
tersebut
disebabkan
karena
adanya
pengaruh
selektif
makanan
makanan
sumber-sumber
dapat
berasal
mikroflora
dari
yang
tanah,
air
terdapat
pada
permukaan,
debu
susu
dan
ikan
jenis
mikroba
yang
berperan
dalam
pertumbuhan
sendiri-sendiri.
mikroorganisme
Pada
kondisi
tidak
aerobic,
perlu
berdiri
bakteri
mungkin
untuk
pertumbuhan,
dibandingkan
dengan
kondisi
perlakuan
penambahan
garam
untuk
menurunkan
aw
atau
menjadi
fase,
yaitu
fase
lag,
fase
pertumbuhan
yeast
dan
lebih
kecil
dari
virus.
Jamur
bersifat
adalah
jamur
berfilamen
yang
bersifat
parasit
dan
Aspergillus sp. dan Monilia sp. Salah satu makhluk hidup yang
memiliki daya reproduksi tinggi adalah Fungi. Fungi merupakan
kelompok mikrobia eukariotik heterotrofik yang tersebar luas di
alam dan bersifat saprofit. Pembagian fungi didasarkan atas
sifat khas struktur dan cara reproduksinya, yaitu Zygomycetes,
Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deutromyces (Soetarto et al.,
2008).
Jamur
benang
dan
yang
tergolong
Khamir
atau
mikrobia
Molds.
contohnya
Jamur
benang
adalah
Jamur
adalah
fungi
multiseluler
yang
membentuk
pertumbuhan
memanjang
yang
Monilia
sp.
membentuk
Khamir
merupakan
percabangan
fungi
multiseluler
uniseluler
(miselium),
yang
tidak
kebanyakan
dan
dasar
karakteristik
untuk
klasifikasi
fermentasi
dapat
dijadikan
khamir.
Bakteri
merupakan
METODOLOGI
1.
Alat
a.
b.
Pipet 1 ml steril
c.
Petridish steril
d. Mikroskop
e.
Lampu spirtus
f.
Gelas preparat
g.
Gelas penutup
h.
Plastik steril
2.
Bahan
a.
Roti
b.
Tomat
c.
Ikan
d. Gula
e.
Jahe kering
f.
3.
Medium PCA
Cara Kerja
a. Sampel Roti, tomat, gula
Dibuat gambar
b. Sampel ikan
c. Sampel susu
Dibuat gambar
D.
Bahan
Gambar
Keterangan
Jenis Mikro
Roti
Kapang
a.
Warna : putih
kekuningan
b.
Bentuk : cekung
c.
Kekeruhan :keruh
d. Miselia : ada
10
Roti
Kapang
a. Warna : putih
kekuningan
b. Bentuk : cekung
c.
Kekeruhan : keruh
d. Miselia : ada
Lele
Bakteri
a. Warna : putih
kekuningan
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Lele
Bakteri
a.
Warna
kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Susu
a.
b.
Bentuk : cekung
c.
Kekeruhan : keruh
Bak
i
Susu
a. Warna : putih
b. Bentuk : cekung
c.
Bak
i
Gula
a.
b.
Bentuk : bulat
c.
Kekeruhan : keruh
Yeas
Gula
Yeas
b. Bentuk :
c.
Kekeruhan : keruh
Tomat
11
Tomat
Bakt
Kekeruhan : keruh
d. Miselia : ada
Kapa
Jahe
kering
a.
b.
Bentuk : cembung
c.
Kekeruhan : transparan
Khamir
12
Jahe
kering
a.
b.
Bentuk : cembung
c.
Kekeruhan : keruh
Khamir
Kel
.
1
Jenis
bahan
Roti
Gambar
Jenis mikroba
Kapang
Roti
Kapang
lele
Bakteri
Lele
Bakteri
Susu
Susu
Bakteri
Bakteri
Gula
Yeast
10
Gula
Yeast
Tomat
Bakteri
11
Tomat
Kapang
Jahe
Khamir
kering
12
Jahe
kering
Khamir
seperti
menyebabkan
perubahan
yang
menguntungkan,
bahan pangan.
praktikum
ini
mempunyai
karakteristik
dan
mempunyai
tomat, gula, ikan lele dan jahe kering. Perlakuan pada sampel
seperti roti, tomat, gula, jahe kering dan susu berbeda dengan
perlakuan pada sampel ikan lele. Pada sampel roti, tomat, dan
gula dilakukan dengan menghaluskan sampel sebelum dialakukan
pengujian sedangkan pada ikan lele dilakukan dengan mengoleskan
batang pengoles ke permukaan sampel. Jenis mikroba yang tumbuh
secara
spontan
ini,
kehidupannya
sangat
dipengaruhi
oleh
misellia,
warna
putih,
bentuk
koloni
cekung,
mikroba
bentuk
umum
atau
silindris.
Bentuk
morfologi,
cara
untuk
klasifikasi
khamir.
Bakteri
merupakan
mikrobia
batang/bacilus,
dan
spiral.
Bakteri
dibedakan
berdasarkan
O2
untuk
hidupnya
dalam
jumlah
banyak.
Bakteri
sampel
roti
dapat
diketahui
bahwa
dalam
percobaan
Karbohidrat
yang
terkandung
dalam
bahan
akan
Rhizopus
nigricane,
Rhizopus
sp,
Penicillium
sp,
berlendir,
mikrobia
penyebabnya
adalah
Bacillus
beberapa
karakteristik
diantaranya
dapat
tumbuh
dari
berhubungan
rizoid-rizoid
substrat.
di
mana
Sporangia
saja
ujung-ujung
membentuk
di
ujung
sebagai
suatu
bengkak
ke
dalam
dimana
sejumlah
oleh
pembentukan
suatu
sekat.
tumbuh
pada
sampel
tomat
yaitu
karena
khamir
lebih
mlai dar 4-4,5. Pada sampel dari tomat juga didapatkan koloni
yang bentuknya sama dengan khamir yang meliputi dinding sel,
membran sitoplasma, miselium dan hifa. Mikrobia penyebab tipe
kerusakan busuk lunak adalah Rhizopus spp dan Erwinia spp.
Sedangkan tipe kerusakan busuk berjamur disertai warna abu-abu
disebabkan oleh bakteri Botrytissp.
Predominansi mikroba dengan sampel gula pada kelompok 10
dihasilkan bahwa mikroba yang dapat tumbuh adalah yeast, yang
seharusnya adalah bakteri karena bakteri ini dapat tumbuh pada
sampel gula karena aktivitas bakteri didukung dengan kadar air
yang tinggi, suhu yang tidak cukup tinggi dan kemudian kandungan
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi. Pengaruh tidak
adanya cahaya juga mengakibatkan bakteri dapat tumbuh karena
apabila medium pertumbuhan bakteri terkena cahaya maka dapat
merusak sel yang tidak berklorofil pada bakteri. Dalam pengamatan
yang dilakukan diketahui bentuk dari bakteri yang ada pada gula
adalah berbentuk bulat (coccus).
dapat tumbuh
koloni
yang
dilihat
seperti
bakteri
yaitu
koloni
sitoplasma,
kapsula
dan
nukleus.
Walaupun
terdapat
pH
ikan
antara
5,0-8,3
cocok
dengan
pH
Vibrio
jahe
kering
terdapat
kapang
lain
antara
Fusarium
Aflatoksin
(mikotoksin,
mematikan
toksin
dan
merupakan
yang
segolongan
berasal
karsinogenik
bagi
dari
senyawa
fungi)
manusia
dan
yang
toksik
dikenal
hewan.Spesies
bahan pangan yang mudah rusak. Susu mempunyai umur simpan yang
pendek
apabila
tidak
mengalami
perlakuan
khusus
seperti
mengalami
perubahan
yaitu
rasanya
menjadi
asam
akibat
merupakan
faktor
lain
yang
mendukung.
Susu
segar
merupakan produk yang mudah rusak dan disemari oleh bakteri asam
laktat. Bakteri asam laktat bakteri gram positif fakultatif dan
secara umum tidak berbahaya, bahkan dibutuhkan oleh manusia dan
hewan memproses karbohidrat dalam susu yang disebut laktosa
menjadi
asam
laktat.
Lactobacillus
Golongan
L.
bulgaricus.
Golongan
Streptococcus
misalnya
S.
Lactis.
Golongan
Lactococcus
ini
sama
fungsinya
dengan
golongan
dapat
menjadikan
air
susu
terkoagulasi.
Golongan
menghasilkan
asam
laktat,
bakteri
coliform
adalah
oleh
(milking),
mikroorganisme
penanganan
dapat
terjadi
(handling),
selama
penyimpanan
pemerahan
(storage),
dan
tempat
penyimpanan
yang
tidak
bersih
dapat
menyebabkan
mikobia
perubahan-perubahan
dalam
tertentu,
bahan
yaitu
makanan
menyebabkan
perubahan-perubahan
yang
Misalnya,
maksimum
atau
pada
minimum
temperature
untuk
mendekati
pertumbuhan
temperature
mikroorganisme
minimum
untuk
pertumbuhan,
dibandingkan
dengan
kondisi
E.
KESIMPULAN
Dari
praktikum
acara
Predominansi
Mikrobia
ini
dapat
2.
3.
4.
5.
yang
mengandung
asam
amino
dan
ditambah
kandungan
7.
terhadap
pertumbuhan
sendiri-sendiri
mikroorganisme
tidak
perlu
berdiri
DAFTAR PUSTAKA
Pangan,
Pengolahan
Pangan.
Penerbit
alumni.
Cultures
Food
Technology.
Penerbit
Weiser, 1962. Yeast Biotechnology, Allen & Unwin London 159. USA
Winsen, 2000. Role of Microbial Risk Assessment in Food Safety.
Original Articles Vol. 97 No.11. New York
sri mutiar
I.
LATAR BELAKANG
dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti dalam pembuatan anggur, keju, yogurt,
produksi penisilin dan sebagainya.
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Kalau bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme,
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya
perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan
menjadi turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang
mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba.
Berbagai macam uji mikrobiologi dapat dilakukan terhadap bahan pangan
meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan,
uji kualitatif bakteri pathogen untuk menentukan tingkat keamanannya dan uji bakteri
indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan
terhadap setiap bahan pangan tidak sama tergantung dari berbagai faktor seperti jenis dan
komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan, cara penanganan dan
konsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya.
Produk hasil peternakan seperti susu dan produk hasil pertanian seperti sayur dan
buah-buahan memiliki nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh untuk pertumbuhan
mikroorganisme Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan
sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan
berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama
setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih
lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan
menyebabkan pembusukan yang serius.
Mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada sayuran dapat diketahui
dengan melakukan uji mikrobiologi. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitung cawan (HC), Most
Probable Number (MPN), dan metode hitung mikroskopis langsung.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan menghitung total mikroba pada
bahan pangan dengan sampel yang digunakan adalah susu, telur dan sayur yang telah
busuk. Selanjutnya dilakukan pewarnaan untuk mengetahui jenis bakteri yang
mengkontaminasi bahan pangan tersebut. Selain itu pengujian daya tahan mikroba
terhadap panas yang dilakukan pada tiga metode yang berbeda yaitu pasteurusasi,
sterilisasi dan sterilisasi absolut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
makanan yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang
terdapat di dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan
warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum
produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan
proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat
menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada
umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda,
karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut
akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi
penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk
berbeda dan sangat spesifik.
2.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan
2.2.1 Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Faktorfaktor intrinsik atau faktor dalam
yang dapat
mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi sifatsifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini
meliputi nilai
mikrooganisme
khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan
makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh
semua jenis mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir.
Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan
mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu
saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari tingkat
oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi akan membantu
pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.
Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang
dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia
untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan
membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillusyang membutuhkan
banyak zat gizi.
tahap
penyimpanan
atau
transpor/distribusi.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas,
merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang
terdapat pada makanan.
2.2.4 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan jenis
mikrorganisme yang lain (antagonisme).
(antara 4,5 sampai 6,3 ) atau telah mengalami proses pengawetan sehingga kadar
airnya menjadi agak rendah, misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis
terfermentasi dan sebagainya.
3.
Bahan makanan yang awet (tahan lama disimpan) yaitu makanan yang telah
diawetkan dengan pengeringan sehingga kadar airnya (aw) rendah, misalnya
dendeng, abon, ikan asin
dan sebagainya.
akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pencemar pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik
dan pembentuk spora walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%).
Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat dicegah
pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan dikombinasikan
dengan suhu rendah.
Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam
konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air
yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan
mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.
Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat
atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya
bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam
jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.
Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan
dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang
merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang dan radiasi
ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek.
2.4 Produk Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah
bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap
bahan pangan yang telah mengalami tahap pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen
(1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan
Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora
normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi.
Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang
sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai
mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.colidibandingkan dengan
sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang
terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan
sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke
dalam habitat normal E.coli. 3) Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun
koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitive terhadap
proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah
terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama
penyimpanan pada suhu simpan yang normal. Pengujian untuk kualitas keamanan
makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong
bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan
bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat
fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme indicator sanitasi ini yang paling
sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau
dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver flukedan Fasciola hepaticaakan
berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang
tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigellasp., Salmonellasp., E. coli, dan
Vibrio choleraedapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillussp.,
Clostridiumsp., dan Listeria monocytogenesdapat mencemari buah dan sayur melalui
tanah. Namun, penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri
patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, 2007).
Tabel 1. Kajian tentang tingkat cemaran mikroba pada sayuran di Jawa Barat dan Jawa
Timur
pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan,
kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.
Beberapa mikroorganisme indicator pada daging merah dan unggas dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Mikroorganisme Indikator pada Produk Daging dan Unggas
Indikator
Keamanan
Mikroorganisme
Salmonella
Staphylococcus aureus
Clostridium perfringens
Clostridia mesofilik
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 35-37C
Kokiform
Eschericia coli
Enterokoki
Sanitasi
Daya
simpan
tahan
Total hitungan cawan aerobik pada suhu 4-10C dan 20-30C
Kapang dan khamir
Bakteri asam laktat (BAL)
Pseudomonad
Makanan Kaleng
Makanan kaleng adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar
tahan lama. Di dalam bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food
Processing, Prof. Dr. C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan
secara hermitis (penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara,
air, mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang
sudah lama dikenal.
masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang
normal.
Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi,
sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas
(autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak
memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu
sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk,
misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi
dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya
simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila
menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas
yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti
dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu
rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada
tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak
diinginkan.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.
Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng
yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila
dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba
pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila
kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang
biak dan kelak memproduksi racun.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin
(racun) Clostridium botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan
dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya
menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri
dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang
demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada
jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6
alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin
botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun
tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan,
menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian.
1. Indikator Kebusukan
Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat
diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang
umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang
diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara
pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan.
Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan
daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk
daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh
bakteri gram negative berbentuk batang seperti Pseudomonad, biasanya ditetapkan
pada suhu 20C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar
(PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus
oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam
plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini,
inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20C selama tiga hari, PCA dapat diganti
dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium PCA,
bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil.
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas
secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang
ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna
cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic
pada produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang
tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber
lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat
diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri
yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh
selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut.
2.6.1 Sterilisasi
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus dalam
keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau mengganggu kehidupan
dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang
membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme disebut sterilisasi.
Ada beberapa metode sterilisasi, yaitu:
a. Sterilisasi secara fisik
Cara membunuh mikroba ini dengan memakai panas (Thermal kill). Panas
tersebut akan mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Panas
kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas
kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba
dalam air mendidih akan cepat mati daripada dipanasi secara kering.
1). Pemanasan Basah
- Otoklaf
Alat ini serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air. Dalam otoklaf,
yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu setelah air
di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke
ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalmnya.
- Tyndallisasi
Metode ini berupa mendidihkan medium dengan uap beberapa menit saja. Setelah
didiamkan satu hari, selama itu spora-spora sempat tumbuh menjadi bakteri vegetatif,
maka medium tersebut dididihkan lagi selama beberapa menit. Akhirnya pada hari ketiga,
medium tersebut dididihkan sekali lagi. Dengan jalan demikian diperoleh medium steril,
dan zat-zat organik yang terkandung di dalamnya tidak mengalami perubahan.
- Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan yang pertamakalinya
dilakukan oleh Pasteur dengan maksud untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pembusuk (perusak) di dalam anggur tanpa merusak anggur tersebut. Suhu yang
dipergunakan pada pasteurisasi adalah sekitar 69oC, dan waktu yang digunakan adalah 30
menit.
2). Pemanasan Kering
- Oven
Sterilisasi ini menggunakan udara panas. Alat-alat yang disterilkan ditempatkan
dalam oven di mana suhunya dapat mencapai 160-180oC. Caranya adalah dengan
memanaskan udara dalam oven tersebut dengan gas atau listrik. Oleh karena daya
penetrasi panas kering tidak sebaik panas basah, maka waktu yang diperlukan pada
sterilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1 2 jam. Sterilisasi cara ini baik
dipergunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti cawan petri, pipet, tabung reaksi,
labu dan sebagainya.
- Pembakaran (incineration)
pembakaran merupakan cara sterilisasi yang 100% efektif, tetapi ini terbatas
penggunaannya. Cara ini biasa dipergunakan untuk mensterilkan alat penanam kuman
(jarum ose/sengkelit), yakni dengan membakarnya sampai pijar. Dengan cara ini semua
bentuk hidup akan dimatikan. Pembakaran juga dilakukan untuk bangkai binatang
percobaan yang mati.
3). Penyinaran dengan sinar gelombang pendek
Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan penyinaran memakai sinar
ultraviolet. Panjang gelombang yang dapat membunuh mikroorganisme adalah 220 290
nm. Radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm. Untuk memperoleh hasil yang baik,
maka bahan-bahan yang disterilkan, baik yang berupa cairan, gas atau aerosol harus
dilewatkan (dialirkan) atau ditempatkan langsung di bawah sinar ultra ungu dalam
lapisan-lapisan yang tipis.
b. Sterilisasi secara Kimia
Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti halnya
alkohor. Umumnya isopropil alkohol 70-90% adalah yang termurah namun merupakan
antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan yodium pada alkohol akan
meningkatkan daya disinfeksinya. Dengan atau tanpa yodium, isopropil tidak efektif
terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh spora adalah campuran formaldehid
dengan alkohol, tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai antiseptik. Zat-zat
kimia yang dapat dipakai untuk sterilisasi antara lain adalah halogen (senyawa klorin,
yodium), alkohol, fenol, hidrogen peroksida, zat warna ungu kristal, derivat akridin,
rosanalin, deterjen, logam-logam berat (Hg, Ag, As, aldehida, gas ETO (oksida etilen),
uap formaldehid, beta-propilakton.
c. Sterilisasi secara mekanik
Beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan
mengalami perubahan atau penguraian, maka sterilisasi yang dilakukan adalah dengan
cara mekanik, misalnya dengan saringan. Dalam mikrobiologi, penyaringan secara fisik
yang paling banyak digunakan adalah dengan penggunaan filter khusus, misalnya filter
berkefeld, filter Chamberland dan filter Seitz. Jenis filter yang dipakai atau yang akan
dipergunakan tergantung pada tujuan penyaringan dan benda yang akan disaring.
- Menyaring cairan
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai filter seperti saringan seitz yang
menggunakan saringan asbestos sebagai alat penyaringnya, saringan Berkefeld yang
menggunakan filter yang terbuat dari tanah diatom, saringan Chamberland yang
menggunakan filter yang terbuat dari porselen, dan fritted glass filter, yang menggunakan
filter yang terbuat dari serbuk gelas.
- Menyaring udara
Untuk menjaga suatu alat yang sudah steril agar tidak tercemar oleh mikroba atau
untuk menjaga agar suatu biakan kuman tidak tercemar olah kuman yang lain, maka alatalat tersebut harus ditutup dengan kapas,
karena kapas mudah ditembus udara tetapi dapat menahan mikroorganisme. Harus dijaga
agar kapas tidak menjadi basah, oleh karena kapas yang basah memungkinkan kuman
menembus ke dalam. Untuk mencegah pencemaran oleh kuman-kuman udara pada waktu
menuang perbenihan, dapat digunakan suatu alat yang disebut Laminar flow di mana
udara yang masuk ke dalamnya disaring lebih dahulu dengan suatu saringan khusus.
Saringan ini ada batas waktu pemakaiannya.
2.6.2 Mikroskop dan Pemeriksaan Mikroskopi
Mikroskop adalah intrumen yang paling banyak digunakan dan paling bermanfaat
di laboratorium mikroskopi. Dengan alat ini diperoleh perbesaran sehingga
memungkinkan untuk melihat organisme dan struktur yang tak tampak dengan mata
bugil. Mikroskop memungkinkan perbesaran dalam kisaran luas dari seratus kali sampai
ratusan ribu kali.
Mikroskop yang ada terdiri dari dua kategori yaitu mikroskop cahaya (optis) dan
mikroskop elektron. Keduanya berbeda dalam prinsip yang mendasari perbesaran.
Mikroskop cahaya yang kesemuanya menggunakan sistem lensa optis, mencakup
mikroskop:
-
medan terang
medan gelap
fluoresensi
kontras fase.
kemampuan untuk menghasilkan bayangan berlainan dari dua titik yang berdekatan (titik
disini berarti objek atau bagian kecil-kecil objek). Dayapisah suatu mikroskop cahaya
ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan sifat lensa objektif dan lensa kondensor
yang dikenal dengan tingkap numeris (numerical aperture atau NA).
2). Mikroskop medan gelap
Mikroskop medan gelap diperoleh dari macam mikroskop yang sama seperti yang
digunakan untuk mikroskop medan terang kecuali bahwa alat itu diperlengkapi dengan
kondensor medan gelap dan suatu objektif ber NA rendah. Macam kondensor ini
mengarahkan berkas cahaya ke dalam medan spesimen pada sudut yang sedemikian
hingga hanyalah berkas-berkas yang mengenai objek pada medan spesimen itu dibiaskan
dan memasuki objektif, maka objek itu menjadi terang-benderang dan sangat nyata
terhadap medan gelap (latar belakang yang gelap). Mikroskop medan gelap terutama
berguna untuk pemeriksaan mikroorganisme hidup. Teknik ini sangat berguna bagi
identifikasi bakteri yang menyebabkan sifilis.
Mikroskop fluoresensi (pendar fluor) telah menjadi prosedur yang penting dan
dipakai secara amat luas untuk laboratorium rumah sakit dan klinis. Digunakan untuk
memeriksa spesimen yang telah diwarnai dengan zat-zat pewarna fluorokrom sehingga
memungkinkan identifikasi mikroorganisme dengan cepat. Zat-zat pewarna ini menterap
energi gelombang cahaya pendek tak kasatmata sambil memancarkan gelombanggelombang panjang, gelombang kasatmata yang lebih besar. Bahan seperti itu dinamakan
fluoresen dan fenomena ini dinamakan fluoresensi (pendar fluor). Asas ini digabungkan
dengan teknik-teknik yang memungkinkan untuk mengidentifikasi mikroorganisme
secara khusus dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Cara-cara kerja
laboratorisnya dapat dilaksanakan dengan cepat.
4). Mikroskopi kontras fase
Mikroskop kontras fase adalah suatu tipe mikroskopi cahaya yang memungkinkan
kontras yang lebih besar antara substansi dengan berbagai ketebalan atau berbagai indeks
bias. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan kondensor dan objektif yang
hamburan elektron ini menghasilkan bayangan. Mikroskopi elektron ini telah mengalami
perkembangan suatu modifikasi (ubahsuai) yang dikenal dengan mikroskopi elektron
payar(MEP). Dengan prosedur ini spesimen dikenai berkas elektron sedemikian rupa
sehingga memungkinkan untuk memperoleh pandangan permukaan tiga dimensi sel-sel.
Komposisi Media
Pada hakekatnya komposisi media yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
mikroorganisme untuk melakukan metabolisme seperti pada habitat aslinya (kondisi
alamiah).
Dewasa ini untuk keperluan penelitian maupun pekerjaan di laboratorium banyak
dipermudah dengan adanya bermacam-macam media yang tersedia dalam bentuk serbuk
kering.
Di bawah ini ada beberapa media yang menggunakan bahan serbuk kering:
1). Nutrient Agar (NA)
Komposisi I :
- Ekstrak daging (beef)
3 gram
- Pepton
5 gram
- Bacto Agar
15 gram
- Air suling
1000 ml
Komposisi II :
- Daging segar
500 gram
- Pepton
10 gram
- Bacto Agar
15 gram
- Air suling
1000 ml
Komposisi III:
- Ekstrak daging
3 gram
- Pepton
5 gram
- NaCl
5 gram
- Agar
1,5 2%
- Akuades
1000 ml
pH
7,3
dingin kembali, ujung kawat itu disentuhkan suatu koloni. Mulut tabung tempat
pemeliharaan itu dipanasi juga setelah sumbatnya diambil. Setelah pengambilan
inokulum (sampel bakteri) selesai, mulut tabung dipanasi lagi kemudian disumbat seperti
semula. Ujung kawat yang yang membawakan inokulum tersebut digesekkan pada
medium baru atau pada suatu kaca benda, kalau tujuannya memang akan membuat suatu
sediaan.
3). Pemindahan dengan pipet
Cara ini dilakukan misalnya pada penyelidikan air minum atau penyelidikan susu.
Untuk itu diambil 1 ml contoh (sampel) untuk diencerkan dengan 99 ml air murni yang
telah disterilkan. Dalam pengenceran ini tergantung dari keadaan air atau susu yang
diselidiki. Kemudian diambil 1 ml dari hasil pengenceran ini untuk diambil dengan pipet
dan dituang ke cawan petri yang berisi medium agar-agar yang masih dalam keadaan cair
dan dicampuraduk sampai homogen. Setelah agar-agar membeku, cawan tersebut
disimpan di di dalam inkubator. Peliharaan yang diperoleh dengan cara di atas terkenal
dengan nama peliharaan adukan. Dengan cara ini bakteri yang diinokulasikan tadi dapat
menyebar luas ke seluruh medium. Bakteri aerob dan anaerob dapat tumbuh di situ, dan
banyaknya koloni dapat dihitung dengan mudah.
4). Teknik Biakan Murni (Cara Menyendirikan Piaraan Murni)
Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas dari spesies yang
lain. Seringkali mikroba patogen kedapatan secara bersama-sama dengan mikroba
saproba (saprobakteri). Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana
memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah
kontaminasi dari laur. Medium untuk membiakkan mikroba haruslah steril sebelum
digunakan. Kontaminasi dari luar terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme. Teknik biakan murni untuk suatu spesies dapat dilakukan dengan
beberapa cara.
a. Cara Pengenceran
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Lister berhasil
memelihara murni Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu yang sudah asam.
Caranya adalah dengan mengencerkan suatu suspensi yang berupa campuran bermacammacam spesies kemudian diencerkan dalam suatu tabung tersendiri. Dari pengenceran ini
kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi. Kalau perlu dari hasil pengenceran kedua
diambil 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut. Gari hasil pengenceran ketiga diambil 0,1 ml
untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar akan ditemukan
beberapa koloni yang tumbuh pada medium tersebut, tapi mungkin juga yang ditemukan
hanya 1 koloni murni dan selanjutnya spesies ini dapat dijadikan piaraan murni (biakan
murni). Kalau belum yakin, bahwa koloni tunggal yang diperoleh tersebut murni, maka
dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni tersebut sebagai sampel.
b. Cara penuangan
Metode ini pertama kali dilakukan oleh Robert Koch (1843-1905). Caranya
adalah dengan mengambil sedikit sampel campuran bakteri yang sudah diencerkan, dan
sampel itu kemuadian disebarkan dalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer.
Setelah medium engental, maka beberapa jam kemudian nampaklah koloni yang masingmasing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan seperti di atas, akhirnya
akan diperoleh biakan murni yang lebih terjamin. Dalam penemuan metode penuangan
ini ada dua orang pembantu Koch yang sangat berjasa, yaitu Petri yang menciptakan
cawan dengan tutup, yang sekarang dikenal dengan cawan petri (petri dish). Ornag yang
kedua adalah Hesse yang menemukan agar-agar untuk mengantikan gelatin.
c. Cara Penggesekan/Pengoresan
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Tetapi
kelemahan cara ini adalah bakteri-bakteri anaerob tidak dapat tumbuh. Untuk
mendapatkan koloni yang terpisah sewaktu melakukan goresan harus memperhatikan,
antara lain:
-
Sengkelit harus dipijarkan setelah menggores suatu daerah, hal ini bertujuan
untuk mematikan mikroorganisme yang melekat pada mata ose dan mencegah
pencemaran pada penggoresan berikutnya.
a.
Goresan T
Lempengan dibagi menjadi 3 bagian dengan huruf T pada bagian luar dasar
cawan petri.
Gores ulang daerah 1 sebanyak 3-4 kali dan teruskan goresan ke daerah 2.
b. Goresan Kuadran, teknik ini sama dengan goresan T, hanya lempengan agar
dibagi menjadi 4.
c.
Goresan Radian
Putar lempengan agar 90o dan buat goresan terputus di atas goresan sebelumnya.
Pijarkan ose.
d. Goresan sinambung
-
Ambil satu mata ose suspensi dan goreskan setengah permukaan lempengan agar.
Jangan pijarkan ose, putar lempengan 180o, gunakan sisi mata ose yang sama dan
gores pada sisa permukaan lempengan agar.
2.
3.
dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan
pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan yang dimiliki seperti tersebut di atas, metode hitungan cawan juga
memiliki kelemahan seperti yang termuat dalam Fardiaz (1992), yaitu:
1.
Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena beberapa
sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni
2.
medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbed
3.
jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang nampak dan jelas, tidak menyebar.
4.
dipipet ke dalam cawan petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya waktu
antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh
lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril
yang telah didinginkan sampai 47-500C sebanyak 15-20 ml. Selama penuangan medium,
tutup cawan jangan dibiarkan dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari
luar. Segera setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati,
untuk menyebarkan sel-sel secara merata, yaitu dengan gerakkan melingkar atau gerakan
seperti angka delapan. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan
di dalam incubator dalam posisi terbalik (Fardiaz, 1993).
2. Metoda Permukaan (Surface/Spread Plate)
Pada pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu
dituangkan ke dalam cawan petri dan biarkan membeku. Setelah membeku dengan
sempurna, kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas melengkung (hockey stick) dicelupkan ke
dalam alcohol 95% dan dipijarkan sehingga alcohol habis terbakar. Setelah dingin batang
gelas tersebut digunakan untuk digunakan untuk meratakan contoh di atas medium agar
dengan cara memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya inkubasi dan perhitungan
koloni dilakukan seperti pada metode penuangan. Tetapi harus diingat bahwa jumlah
contoh yang ditumbuhkan adalah 0,1 ml, jadi harus dimasukkan dalam perhitungan total
count (Fardiaz, 1993).
2.6.5 Cara Penghitungan Koloni Bakteri
Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secara decimal. Sebagai contoh misalnya penetapan jumlah koloni pada susu.
Pengenceran awal 1:10 = 10-1 dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml susu ke dalam 9 ml
larutan pengencer, dan dilanjutkan dengan pengenceran yang lebih tinggi misalnya
sampai 10-5 atau 10-6, tergantung pada mutu susunya. Semakin tinggi jumlah mikroba
yang terdapat di dalam susu, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan. Jika
setelah inkubasi misalnya diperoleh 62 koloni cawan yang mengandung pengenceran 10 4
, maka jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut (1 ml larutan pengenceran dianggap
Faktor pengenceran =
= pengenceran awal x pengenceran selanjutnya x jumlah yang ditumbuhkan
=
Koloni per ml =
Perhitungan jumlah koloni mikroba per cm2permukaan =
Kerusakan bahan oleh mikroba disebabkan oleh adanya pemecahan komponen makanan
oleh Mikroba seperti karbohidrat, protein, lemak dan H2O2 dan lain-lain.
Karbohidrat
Kebanyakan microbe dapat menggunakan karbohidrat sebagai sumber energy.
Masing-masing mikroba berbeda dalam kemampuannya untuk menggunakan berbagai
kerbohidrat, dan dalam caranya memecah karbohidrat. Tergantung dari spesiesnya, hasilhasil akhir dari pemecahan karbohidrat oleh mikroba dapat berupa asam-asam organic
(asam laktat, asetat, butirat atau propionate), produk-produk netral (aseton, butyl alcohol,
etil alkohol), dan bermacam-macam gas (metana, hydrogen, karbondioksida).
Terbentuknya hasil-hasil akhir dari pemecahan karbohidrat tersebut dapat dilihat melalui
beberapa pereaksi.
2.7 Teknik-teknik pewarnaan
Mikroorganisme sangat sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
membiaskan cahaya. Dengan alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga
mikroorganisme tersebut terlihat kontras dengan sekelilingnya.
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur
pewarnaan untuk :
a.
b.
c.
b.
Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan, menyebabkan
mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.
c.
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan yang
sudah difiksasi dinamakan pewarnaan sederhana. Lapisan tadi digenangi dengan larutan
pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca
objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap.
Pewarnaan diferensial, prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan
diantara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikrobe disebut teknik pewarnaan
diferensial. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau
reagen pewarnaan.
Pewarnaan gram, adalah salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah dengan pewarnaan gram. Dalam
proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut dalam urutan yang
telah ditentukan, yaitu ungu kristal, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat) dan
safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai dengan
metode gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu diantaranya adalah bakteri
gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua.
Kelompok yang lain adalah bakteri gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci
dengan alkohol dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin,
tampak berwarna merah.
Pewarnaan gram masih merupakan salah satu prosedur yang paling banyak
sterilizer, autoclave, atau retort. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm)
bersuhu 109C, pada 10 psi bersuhu 115,5C dan pada 15 psi bersuhu 121,5C (Winarno,
1982).
Dengan indera, kita dapat mendeteksi adanya perubahan-perubahan didalam
makanan kita, tidak terkecuali kerusakan terhadap protein. Salah satu pengolahan dengan
suhu tinggi adalah pemanasan (blanching). Telah terbukti pemanasan yang berlebihan
sangat merugikan nilai gizi protein. Pada umumnya protein yang dipanaskan pada suhu
yang tinggi akan lebih sulit untuk dicerna. Nilai pemanasan dalam usaha pembebasan dari
pasasit-parasit dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah sangat penting.
Kita mengetahi bahwa perlakuan-perlakuan terhadap makanan harus diperlunak atau
diperkecil ukuran teksturnya, bila kita megkehendaki untuk memperlambat secara
optimal sebagai sumber zat dan gizi (Desroiser, 1988)
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980)
Blanching adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
buah-buahan dan sayur-sayuran terutama untuk menginaktifkan enzim-enzim dalam di
bahan pangan tersebut, diantaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang
merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas pada sayur-sayuran ( Winarno, 1980).
Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan, karena
pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna. Tergantung
panas yang diberikan, blanching juga dapat mematikan beberapa mikroba ( Winarno,
1980).
Untuk mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan dengan cara
menurunkan mikroflora dari produk selama proses
2. Untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna,
tekstur, cita rasa, maupun nutrisinya dalam penyipanan
3. Membersihkan atau menghilangkan beberapa substansi semacam getah pada bahan dasar
yang dapat menyebabkan off flavour
4. Mempertahankan warna alami bahan pangan
Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konversi dan radiasi. Dalam
pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi dan
konduksi. Sifat perambatan panas ini perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas
optimum yang harus diberikan pada makanan kaleng. (Desrosier, 1988)
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat juga dilakukan dengan metoda pengeringan
dengan cara mengeluarkan air seluruhnya atau sebagian dari suatu bahan dengan cara
menguapkannya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya.
(Kartasapoetra, 1989)
III.
MATERI METODA
tekanan 15 lb. Terakhir medium dituangkan ke dalam petridish yang telah disterilkan dan
dibiarkan membeku.
Jumlah Total Koloni Bakteri
Pelaksanaan perhitungan jumlah bakteri yang terdapat di dalam sayur, telur dan
susu menggunakan Standat Plate Count dengan Spread method berdasarkan modifikasi
metode Harley dan Prescott (1993) yaitu:
1. Semua peralatan untuk menganalisis jumlah bakteri disterilkan dalam autoclave
selama 15 menit pada suhu 121C dengan tekanan 15 lb, terlebih dahulu
dibungkus dengan kertas.
2. Diambil sampel 1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
larutan garam fisiologis, sehingga diperoleh pengenceran 10-.
3.
4.
5.
6.
Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya
beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek. Kultur bakteri murni
diambil dan diratakan diatas kaca obyek. Pengambilan kultur bakteri
tidak diambil terlalu banyak, karena jika terlalu banyak akan sulit
diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis
maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan
bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas.
Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan diatas
nyala api. Proses fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar melekat
pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus apabila
dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi adalah
bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak terkena nyala api.
Setelah dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan kristal violet dan
dibiarkan. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan sampai
kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan air bertujuan untuk
mengurangi kelebihan zat warna dari violet kristal. Setelah kelebihan
zat warna dicuci dengan air kemudian diberi larutan iodin dan dibiarkan
sehingga terbentuk suatu kompleks antara violet kristal dan iodin.
Olesan bakteri kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Kemudian
dicuci dengan etanol dan dicuci kembali dengan air mengalir.
Pewarnaan selanjutnya dengan menggunakan safranin dan diamkan.
Kemudian cuci dengan air mengalir dan kering dianginkan, kemudian
diamati dibawah mikroskop. Pemberian kristal violet pada bakteri gram
positif akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap
mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur
dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung
protein dan gram negative mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi
dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum
pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar
permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi
berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram
positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori
pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga
pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.
3.2.3 Uji Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Metoda yang digunakan unutuk uji ketahanan mikroba terhadap panas dilakukan
pada tiga metoda yang berbeda yaitu pasteirusasi (suhu 60C), sterilisasi (100C) dan
sterilisasi absolut (120C). Inokulum yang digunakan adalah bakteri yang berasal dari
telur yang diperoleh dari pengujian total koloni pada telur.
IV.
-4
Sayur
Telur
Susu
10
115
53
1
Sayur
Telur
Susu
Gambar: Total Koloni Bakteri pada Sayur, Telur
dan Susu
Pertumbuhan populasi koloni pada bahan sayur, telur di media koloni pada
media PCA diperoleh hasil populasi cukup banyak dimana PCA merupakan media
pertumbuhan untuk semua mikroba yang ada pada bahan, hal ini disebabkan banyak
faktor diantaranya kemungkinan adanya kontaminasi pada bahan tersebut. Sementara
pada sampel susu hanya terdapat satu koloni bakteri hal ini disebabkan karena sampel
susu yang digunakan adalah susu UHT, dimana kontaminasi terjadi mingkin saja pada
saat kemasan dibuka hingga dilakukan penenceran.
Menurut Supardi (1999) factor intrinsic bahan pangan merupakan semua faktor
yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan makanan. Factor ini dapat
meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Diantara faktorfaktor tersebut, misalnya aw (aktifitas air), komposisi nutrient, pH, potensial redoks,
adanya bahan pengawet tambahan dan alami, lain sebagainya. Dalam hal ini misalnya
adanya suatu mikroba yang terdapat di dalam bahan makanan, berupa daging akan
berbeda dengan jenis mikroba yang dominan terdapat pada bahan makanan dari sayuran
dan sayuran, karena kedua kelompok bahan makanan tersebut mempunyai komposisi
pH, potenseial redoks dan sifat-sifat lainnya yang berbeda. Disamping itu, mikroflora
permukaan suatu jenis bahan pangan mungkin berbeda dengan mikroflora yang terdapat
pada bagian dalam daging, mungkin bersifat aerobik
Fase kematian
Fase logaritmik
Fase adaptasi
Fase
pertumbuhan awal
Gambar Kurva pertumbuhan kultur jasad renik
ini memberikan warna yang tidak terlalu baik sehingga jenis bakteri gram positi dan garm
negatif menjadi sulit untuk diamati. Berikut adalah hasil pewarnaan.
Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya
beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek. Kultur bakteri murni
diambil dan diratakan diatas kaca obyek. Pengambilan kultur bakteri
tidak diambil terlalu banyak, karena jika terlalu banyak akan sulit
diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis
maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan
bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas.
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah
pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara
dinding sel
penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan
pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif
memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (2550nm) sedangkan bakteri negative lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3
nm). Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk
membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat
dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 15 mm, berlapis
tiga atau multilayer.
2.
atau monolayer.
2.
Pasteurisasi (60C)
Banyak
Sterilisasi (100C)
Negatif
Negatif
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah sterilisasi, pasteurisasi, dan blanching. (Kartasapoetra, 1989). Sterilisasi adalah
membebaskan bahan dari semua mikroba dikarenakan beberapa spora bakteri relatif
lebih tahan terhadap panas. Selama proses sterilisasi dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu jumlah panas yang
diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan.
(Winarno, 1980).
Total koloni yang tumbuh pada media PCA dengan proses pasteurisasi
membuktikan bahwa bakteri pada sampel telur belum mati dengan susu pasteirusasi pada
waktu 5 menit. Pasteurisasi adalah perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980).
Sementara itu, pada perlakuan panas sterilisasi yaitu 100C bakteri mati dalam
waktu 5 menit, hal ini ditunjukkan denga tidak terdapatnya pertumbuhan total koloni
pada media. Sterilisasi yaitu penggunaan suhu panas untuk membunuh mikroba dengan
suhu tinggi (121C selama 15 menit). Sterilisasi yang dapat dilakukan pada bahan pangan
adalah sterilisasi komersial. Makanan yang disteril secara komersil berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun dalam makanan telah dimatikan, demikian juga
mikroba pembusuk (Winarno, 1982). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat dilakukan di dalam alat
sterilizer, autoclave, atau retort. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm) bersuhu
109C, pada 10 psi bersuhu 115,5C dan pada 15 psi bersuhu 121,5C (Winarno, 1982).
V.
5.1 Kesimpulan
Pengujian
mikroorganisme
total
koloni
yang
bakteri
dilakukan
mengkontaminasi
suatu
untuk
bahan.
mengetahui
jumlah
Dimana
keadaan
merupakan salah satu standar bahwa suatu produk masih dapat dikonsunsi atau tidak.
macam zat warna yang bertujuan untuk membedakan antar bakteri.Dengan metode
pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram
positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.
substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pada bakteri
gram positif menunjukkan warna biru ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah.
panas tergantung pada metode yang digunakan. Dimana tidak semua jenis
mikroorganisme dapat mati pada proses pasteurisasi. Serta ketahanan mikroba
terhadap panas juga tergantung dari lama dari pemensan tersebut.
5.2 Saran
Ketersedian alat-alat laboratorim merupakan salah satu kendala dalam pelaksaan
praktikum untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sehingga hasil yang diperoleh tidak
memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan
dan
Made.
2007.
Wapadai
Bakteri
Patogen
pada
Makananfile:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakita yang Ditimbulkan
dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id. [30 Juni 2009].
Fardiaz, S. 1992.
PT. Gramedia
Pustaka
Utama, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT.
Raja
Grafindo
Persada, Jakarta.
Madigan et al., 1995. Biology of microorganisms, Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Metting, F.B. (1993). Soil Microbial Ecology.
Applications in Agriculture
and
Pangan
Hewani - Nabati.