Anda di halaman 1dari 25

REVIEW INDUSTRI SEMEN

Febri Andini Putri, Hildayati Amri dan Laila Suryani


Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Padang
Email: febriandinip99@gmail.com
ABSTRAK. Industri semen nasional adalah industri strategis yang
sangat dibutuhkan dalam setiap negara. Perkembangan infrastruktur
memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Salah satu
material penunjang untuk melakukan pembangunan nasional adalah
semen (cement). Studi ini membahas tentang sejarah semen, sejarah
industri semen di Indonesia, komponen semen, alat-alat produksi
semen, rangkaian peralatan, proses pembuatan semen, karakteristik
semen, jenis-jenis semen, negara penghasil semen terbesar di dunia,
Semen Indonesia, limbah industri semen dan dampak industri semen
terhadap lingkungan. Semen awalnya dikenal di Mesir sekitar tahun
500 SM untuk pembuatan piramida. Di Indonesia, perusahaan semen
pertama adalah PT Semen Padang yang didirikan pada tanggal 18
Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement
Maatschappij (NV NIPCM). Komponen semen diantarnya Dicalsium
Silicate (2CaO.SiO2 atau C2S), Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2 atau
C3S), Tricalcium Alumina (3CaO.Al2O3 atau C3A) dan Tetra Calcium
Aluminate Ferrite (4CaO.Al2O3 atau C4AF). Alat-alat produksi semen
terdiri atas unit pengolahan bahan, unit pembakaran, unit penggilingan
akhir dan unit pengisian packing. Rangkaian peralatan terdiri dari
traktor, bulldozer, backhoe, dump truck dan belt conveyor. Proses
pembuatan semen dibagi menjadi proses basah (wet process) dan
proses kering (dry process). Karakteristik semen terdiri dari sifat
fisika dan sifat kimia. Jenis-jenis semen diantarnya adalah semen
portland, semen putih, semen sumur minyak, semen pozolan, semen
belerang, semen magnesium oksiklorida, mixed and fly ash cement,
semen alumina tinggi dan semen silikat. Negara penghasil semen
terbesar di dunia adalah China, India, Amerika Serikat dan Irak. PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah produsen semen terbesar di
Indonesia Limbah terbesar industri semen adalah limbah gas dan
limbah partikel. Industri semen berdampak terhadap lingkungan yaitu
lahan, air dan udara.
Kata kunci : semen, rotary kiln, portland, batu kapur

1. Pendahuluan
Perkembangan infrastruktur memegang peranan penting dalam pembangunan
nasional. Salah satu material penunjang untuk melakukan pembangunan nasional adalah
semen (cement[1]). Semen adalah komoditi yang memanfaatkan sumber daya alam [2] berupa
batu kapur[3], tanah liat, pasir besi dan pasir silika melalui proses pembakaran pada
temperatur tinggi. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai perekat hidrolisis yang
dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan bahan
tambahan berupa kalsium sulfat. Semen disebut sebagai bahan perekat hidrolisis [4] karena
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan
membentuk zat baru yang bersifat merekatkan terhadap batuan.
Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan
semen non-hidrolik[5]. Semen hidrolik yaitu material yang mengeras setelah dicampur
dengan air sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran [6] dengan air, dan setelah
pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Semen non-
hidrolik adalah material seperti batu kapur dan gypsum[7] yang harus tetap kering agar
bertambah kuat dan mempunyai komponen cair. Contoh[8] semen non-hidrolik seperti
adukan semen kapur yang dibekukan hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat
secara lambat dengan menyerap karbon[9] dioksida (CO2) dari atmosfer untuk kembali
membentuk kalsium karbonat. Saat ini konstruksi semen kebanyakan adalah semen
hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada semen Portland yang dibuat dari batu kapur,
mineral tanah liat tertentu dan gypsum dengan proses temperatur tinggi yang menghasilkan
karbon dioksida dan bercampur secara kimia menghasilkan bahan utama menjadi
senyawa[10] baru.
Industri semen nasional adalah industri strategis yang sangat dibutuhkan dalam setiap
negara. Wilayah Indonesia yang sangat luas ini tentunya memerlukan adanya industri
semen nasional sebagai industri pendukung untuk pembangunan infrastruktur jalan,
jembatan, pelabuhan, bangunan, irigasi dan perumahan. Saat ini industri semen di
Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dalam produksi[11] semen.
Meningkatnya pertumbuhan semen sampai saat ini masih dipengaruhi oleh tingginya
tingkat pembangunan oleh sektor negeri maupun swasta serta tingginya kebutuhan
perumahan bagi masyarakat.
Indonesia mempunyai sembilan pabrik dimana tiga di antaranya tergabung dalam
Semen Gresik Group yaitu PT Semen Padang, PT Semen Gresik Tbk, dan PT Semen
Tonasa yang kapasitas terpasang totalnya 16,92 juta ton per tahun. PT Holcim Indonesia,
Tbk sebagai pemain lama, memiliki kapasitas terpasang 8,7 juta ton, PT Indocement
Tunggal Prakarsa (kapasitas terpasang 15,65 juta ton), Tbk, PT Semen Baturaja (kapasitas
terpasang 1,25 juta ton), PT Semen Andalas (kapasitas terpasang 1,4 juta ton), PT Semen
Kupang (kapasitas terpasang 570 ribu ton), dan PT Semen Bosowa Maros (kapasitas
terpasang 1,8 juta ton). Kelompok ini mencakup usaha pembuatan macam-macam semen,
seperti portland[12], natural dan jenis semen lainnya.
Tujuan[13] dari pembuatan jurnal ini adalah untuk mengetahui sejarah semen, sejarah
industri semen di Indonesia, komponen semen, alat-alat produksi semen, rangkaian
peralatan, proses pembuatan semen, karakteristik semen, jenis-jenis semen, negara
penghasil semen terbesar di dunia, Semen Indonesia, limbah industri semen dan dampak
industri semen terhadap lingkungan.
2. Pembahasan
Sejarah Semen
Pada awalnya semen dikenal di Mesir sekitar tahun 500 SM untuk pembuatan
piramida, dimana semen digunakan pada saat itu sebagai pengisi ruang kosong diantara
celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat oleh bangsa Mesir merupakan kalsinasi
gypsum yang tidak murni, sedangkan kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman
Romawi. Berikutnya bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah
vulkanik yang berasal dari pulau Santoris yang kemudian dikenal dengan Santoris cement.
Bangsa Romawi mengambil material vulkanik di gunung vesuvius di lembah Napples
sebagai semen yang kemudian dikenal dengan Pozzolana[14] cement berasal dari nama
sebuah kota di Italia, Puzzolia.
Sekitar tahun 1756 seorang sarjana Inggris Jhon Smeaton telah berhasil melakukan
penyelidikan terhadap batu kapur lunak yang tak murni dan dan mengandung tanah liat
merupakan bahan[15] pembuatan untuk semen hidrolisis yang bagus. Batu kapur yang
dimaksud tersebut adalah batu kapur hidrolisis. Vicat menemukan bahwa penambahan
silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika menyebabkan sifat hidrolisis
semakin bertambah baik. Vicat membuat kapur hidrolisis dari campuran tanah liat dan batu
kapur dengan perbandingan tertentu, lalu campuran tersebut dibakar.
Tahun 1811, James Frost membuat semen pertama kali dengan cara seperti yang
dilakukan[16] oleh Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian dari kapur dan satu bagian
dari tanah liat yang kemudian menghasilkan[17] Frost’s cement. Sekitar tahun 1812
prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung
tanah liat dan penambahan tanah Argillaceous[18] menghasilkan semen British cement.
Pembuatan semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar campuran tanah liat
dan batu kapur. Pada tahun 1824, orang Inggris bernama Joseph Aspdin [19] yang mencoba
membuat semen dari kalsinasi campuran tanah liat dan batu kapur yang dihaluskan,
digiling dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur
(CaCO3) menjadi batu tohor (CaO)[20] serta karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor
(CaO) bereaksi[21] dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker yang kemudian
sebagai portland.
Sejarah Industri Semen di Indonesia
Di Indonesia, perusahaan semen pertama adalah PT Semen Padang yang didirikan
pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement
Maatschappij (NV NIPCM)[22]. Lalu pada tanggal 5 Juli 1958 Pemerintah Republik
Indonesia menasionalisasikan perusahaan dari Pemerintah Belanda. Setelah itu. Perusahaan
mengalami kebangkitan kembali melalui pengembangan[23] kapasitas pabrik Indarung I
menjadi 330.000 ton/tahun. Kemudian pabrik melakukan perubahan pengembangan
kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi kering melalui pembangunan pabrik
Indarung II, III dan IV. Kemudian pada tahun 1957 berdiri PT. Semen Gresik di Jawa
Timur, tahun 1968 berdiri PT. Semen Tonasa di Pangkep Sulawesi Selatan, tahun 1975
berdiri PT. Semen Cibinong dan PT. Indocement, tahun 1999 berdiri PT. Semen Bosowa
di Maros Sulawesi Selatan dan pada tahun 2012 PT. Semen Gresik berubah nama menjadi
PT. Semen Indonesia.
Komponen Semen
Dalam industri[24] semen komponen[25] utamanya adalah silikat yang mempunyai
kemampuan untuk mengikat jika ditambahkan dengan air dan menjadi keras sehingga
dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Komponen yang terdapat didalam semen adalah
sebagai berikut:
a. Dicalsium Silicate (2CaO.SiO2 atau C2S)[26]

b. Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2 atau C3S)


c. Tricalcium Alumina (3CaO.Al2O3 atau C3A)
d. Tetra Calcium Aluminate Ferrite (4CaO.Al2O3 atau C4AF)
Bahan baku pembuatan semen adalah sebagai berikut:
a. Batu Kapur (CaCO3)
b. Tanah Liat (Al2O3.2SiO2.xH2O)
c. Pasir Besi (Fe2O3)
d. Pasir Silika (Si2O3)[27]
Alat-alat Produksi Semen
a. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)
1) Rotary Dryer[28]
Fungsi alat ini untuk mengeringkan bahan baku. Pengeringan ini dilakukan
dengan mengalirkan gas panas sisa pembakaran dari kiln secara cocurrent.
2) Double Roller Crusher[29]
Fungsinya untuk memperkecil ukuran sand clay, limestone, pasir besi dan sand
koreksi setelah keluar dari dryer.
3) Hopper Raw Mix
Fungsinya untuk menggiling dan mencampur bahan baku yang akan disimpan
di kiln.
4) Air Separator
Fungsinya adalah untuk memisahkan material kasar dengan material halus
dimana material kasar akan dihaluskan lagi di raw grinding mill sedangkan
material halus akan keluar sebagai produk.
5) Tetra Cyclone
Fungsinya untuk memisahkan[30] material kasar dengan material halus yang
terbawa aliran gas keluar dari air separator[31].
6) Weighing Feeder
Fungsi alat ini adalah untuk menimbang limestone yang keluar.
7) Spray Tower
Fungsi alat ini adalah untuk mendinginkan gas panas hasil pembakaran di kiln
yang berlebih dari suspension preheater[32].
8) Raw Mill Fan
Fungsinya untuk menarik material dari raw mill yang sudah halus untuk dibawa
bersama aliran udara masuk ke cyclone[33].
9) Raw Grinding Mill
Fungsinya untuk menggiling bahan baku yang masuk ke kiln.
10) Electrostatic Presipitator
Fungsi alat ini adalah untuk menangkap debu yang ada dalam aliran gas yang
kemudian dibuang melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi.
11) Raw Meal Silo
Terdiri dari :
a) Blending Silo, fungsinya untuk homogenisasi raw meal dengan bantuan
udara.
b) Storage Silo, fungsinya untuk menyimpan[34] raw meal sebelum dipindahkan
ke kiln.
b. Unit Pembakaran
1) Suspension Preheater
Fungsi alat ini sebagai pemanas awal umpan rotary.
2) Rotary Kiln
Rotary kiln[35] merupakan peralatan paling utama pada proses pembuatan
semen. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat terjadinya kontak antar gas
panas dan material umpan kiln sehingga terbentuk senyawa-senyawa penyusun
semen yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Kiln putar ini berbentuk silinder yang
terbuat dari baja yang dipasang secara horizontal dengan kemiringan 4°,
berdiameter 5,6 m, panjang 84 m dan kecepatan putar 2,8 rpm. Kiln tanur
mampu membakar umpan dengan kapasitas 7800 ton/jam hingga menjadi terak
klinker.
Pada dasarnya rotary kiln adalah sebuah silinder panjang berputar pada
porosnya satu kali setiap satu atau dua menit. Sumbu ini cenderung sedikit
miring ujung[36] dengan pembakar yang lebih rendah. Rotasi menyebabkan
umpan secara bertahap bergerak dimana umpan masuk pada keadaan dingin dan
keluar pada kondisi panas.
Didalam rotary kiln terjadi proses pembakaran, kalor yang diberikan harus
cukup untuk mengeringkan kandungan air dalam slurry dan memanasi umpan
yang telah kering sehingga mencapai temperatur klinkerisasi. Proses
pembakaran yang terjadi pada tanur kiln ini disebabkan karena adanya
perpaduan antara bahan bakar batu bara[37] dengan udara atau oksigen yang
bertekanan tinggi dimana batu bara yang digunakan adalah batu bara yang telah
dihaluskan hingga berbentuk seperti tepung yang dapat menghasilkan semburan
api hingga suhu[38] 1500°C. Temperatur pembakaran kiln mempunyai arti
penting didalam operasi, jika temperatur terlalu rendah terak yang dihasilkan
kurang matang, mutu semen akan rendah dan jika terlalu tinggi temperaturnya
akan menyebabkan teraknya sukar digiling dan terjadinya pemborosan bahan
bakar.
Rotary kiln diperkenalkan pada tahun 1890 dan meluas di awal abad ke-20,
yang dapat produksi secara kontinyu dan produk yang lebih seragam dalam
jumlah besar. Alat ini dilengkapi dengan preheater sebagai pemanas awal dan
prekalsiner. Gerakan antara material dan gas panas hasil pembakaran batu bara
berlangsung secara counter current[39]. Karena panas yang ditimbulkan batu
bara tinggi, maka rotary kiln perlu dilapisi batu tahan api pada bagian dalamnya
untuk mencegah agar baja tidak meleleh.
Saat ini, semua industri penghasil klinker menggunakan rotary kiln karena
rotary kiln merupakan satu-satunya cara yang layak untuk mengatur proses
dengan temperature[40] tinggi dan material dengan beragam sifat. Rotary kiln
harus memenuhi 3 kebutuhan:
a) Pembakaran, sebagai combustion chamber untuk bahan bakar pada zona
pembakaran.
b) Proses, sebagai reaktor untuk proses pembakaran klinker.
c) Mekanikal, stabilitas bentuk, fleksibilitas panas dan kekuatan.
Prinsip kerja rotary kiln, umpan kiln dari preheater akan masuk melalui
inlet chamber. Tenaga gerak dari motor dan main gear menyebabkan kiln
berputar. Perputaran pada kiln diatur oleh girth gear yang berfungsi sebagai
pengaman dan mengurangi beban main gear[41]. Karena pengaruh kemiringan
dan gaya putar kiln, maka umpan kiln akan bergerak perlahan disepanjang kiln.
Dari arah yang berlawanan gas[42] panas hasil pembakaran batu bara
dihembuskan oleh burner, sehingga terjadi kontak panas dan perpindahan panas
antara umpan kiln dengan gas panas. Kontak panas tersebut akan
mengakibatkan terjadinya reaksi kimia untuk membentuk komponen semen.
Pembakaran akan terus berlangsung sampai terbentuk klinker dan akan keluar
menuju clinker cooler. Selama proses pembakaran, material akan melewati 4
zona dalam kiln dengan jangkauan suhu yang berbeda-beda sehingga dalam
kiln akan terjadi reaksi kimia pembentukan senyawa penyusun semen.
Empat zona pemanasan yang terjadi di dalam rotary kiln diantaranya
calsinasi zone dimana pada proses ini material baru masuk ke dalam kiln
terkalsinasi dikarenkan mendapatkan[43] panas yang lebih tinggi dari berkisar
antara 1100-1200°C sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pada material
tersebut yang tadinya berupa serbuk-serbuk padat menjadi serbuk-serbuk yang
mulai terlihat meleleh[44], kemudian ada lagi yang namanya transisi zone
dimana pada proses ini bahan material mendapatkan pemanasan [45] yang lebih
tinggi diantarnya 1200-1300°C dimana pada proses ini material hampir
mendekati cair dan yang terakhir terdapat proses burning zone dimana pada
proses ini material benar-benar mendapatkan pemanasan secara penuh dari kiln
hingga material tersebut mencair dan panasnya mencapai 1400-1600°C. Proses
yang terakhir adalah proses cooling zone[46] dimana pada proses ini material
yang telah masuk ke cooler ini panas pada material harus lebih dingin[47]
dibandingkan didalam kiln dimasukkan supaya klinker tersebut tidak lengket
pada great plat dan panas pada cooler mencapai 150-200°C.
3) Air Quenching Cooler
Fungsi alat ini adalah untuk mendinginkan clinker secara mendadak dari
1400°C menjadi 900-950°C pada chamber 1.
4) Kiln Feed Bin
Fungsi alat ini adalah untuk menampung umpan kiln yang siap untuk
diumpankan.
c. Unit Penggilingan Akhir
1) Air Separator
Fungsinya untuk memisahkan mineral kasar dengan mineral halus dimana
partikel kasar keluar untuk dihaluskan kembali di finish grinding mill
sedangkan partikel halus keluar sebagai produk.
2) Clinker Storage Silo
Fungsi alat ini adalah sebagai tempat penampungan clinker[48].
3) Finish Grinding Mill
Fungsi alat ini adalah untuk menggiling campuran clinker dengan tambahan
gypsum agar menjadi halus.
d. Unit Pengisian Packing
1) Vibrating Screen
Fungsi alat ini adalah untuk menyaring semen dari pengotor sebelum masuk ke
strorage silo untuk pengepakan.
2) Cement Silo
Fungsi alat ini adalah untuk menampung semen yang berasal dari finish mill
sebelum masuk ke unit packing.
3) Storage Silo
Fungsi alat ini adalah untuk menampung semen yang telah melewati vibrating
screen untuk selanjutnya diumpankan ke rotary packer[49].
4) Rotary Feeder
Fungsi alat ini adalah untuk mengatur pengumpanan semen.
5) Valve Bag Packing Machines
Fungsi alat ini adalah untuk memasukkan semen kedalam kantong semen.
Rangkaian Peralatan (flow chat)
a. Traktor
Fungsi crawler traktor:
1) Sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menarik beban
2) Sebagai tenaga penggerak blade (bulldozer[50])
3) Sebagai tenaga penggerak untuk winch dan alat angkut
4) Sebagai tenaga penggerak front-end bucket
5) Sebagai alat penarik scrapper
6) Untuk pengerjaan ripping
b. Bulldozer
Fungsinya adalah:
1) Pembukaan jalan kerja di pegunungan maupun pada daerah yang berbatu-batu
2) Membersihkan medan dari tonggak-tonggak pohon, kayu-kayuan dan batu-
batuan.
3) Memindahkan tanah[51] yang jauhnya hingga 300 ft.
4) Menghamparkan tanah irisan atau urugan.
5) Menarik scraper.
6) Menimbun kembali trencher.
7) Membersihkan medan.
8) Pemeliharaan jalan kerja.
9) Menyiapkan material-material dari soil borrow pit[52] dan quarry pit atau tempat
pengambilan material.
10) Sebagai alat gali, alat dorong dan alat angkut.
c. Backhoe
Bagian-bagian utama dari alat ini adalah:
1) Bagian atas revolving unit (bias berputar)
2) Bagian bawah travel unit (bias berjalan)
3) Bagian attachment yang dapat diganti.
Backhoe[53] dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah backhoe itu
sendiri. Backhoe dapat berfungsi sebagai alat gali yang mempunyai tingkat
kedalaman yang lebih teliti, juga dapat digunakan sebagai alat pemuat bagi truck.
d. Dump Truck
Alat ini banyak dipakai untuk mengangkut batuan untuk bangunan, tanah, dan
lainnya pada jarak dekat dan sedang. Dikarenakan kecepatannya yang tinggi, dump
truck[54] memiliki kapasitas tinggi sehingga ongkos angkut per ton material rendah.
Alat ini dapat digerakkan dengan disel, motor bensin, propane atau butane.
Kemiringan jalan yang dapat dilalui maksimum hingga 35%.
e. Belt Conveyor
Alat ini dapat digunakan untuk mengangkut material baik yang berupa bulk
material atau unit load secara miring ataupun mendatar. Bulk material adalah
material yang berupa butir-butir atau serbuk, seperti semen, pasir[55], dan lainnya.
Sedangkan unit load adalah benda yang dapat dihitung jumlahnya satu per satu,
seperti kantong, balok, kotak, dan lainnya.
Bagian-bagian penting Belt Conveyor[56] adalah:
1) Belt
Fungsinya untuk membawa material yang diangkut.
2) Idler
Fungsinya adalah untuk menahan atau menyangga belt.
Menurut fungsi dan letaknya, Idler dibagi menjadi:
a) Idler atas yang digunakan untuk menahan belt yang bermuatan.
b) Idler penahan yang ditempatkan ditempat pemuatan.
c) Idler penengah yang dipakai untuk menjajaki agar belt tidak bergeser dari
jalur yang seharusnya.
d) Idler bawah
e) Idler balik yang berfungsi untuk menahan belt kosong.
3) Centering Device
Fungsinya untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
4) Unit penggerak (drive units)
Tenaga gerak pada belt conveyor dipindahkan ke belt oleh adanya gesekan
antar belt dengan pulley penggerak (drive pully), dikarenakan belt melekat
disekeliling pully yang diputar oleh motor.
5) Pemberat (counter weight)
Untuk mengatur tegangan belt dan mencegah terjadinya slip antara belt dengan
pully penggerak, karena bertambah panjangnya belt.
6) Bending the belt
Alat yang digunakan untuk melengkungkan belt adalah:
a) Susunan roller-roller
b) Pully terakhir atau pertengahan
c) Beban dan adanya sifat kelenturan belt
7) Pengumpan (feeder)
Alat yang digunakan untuk pemuatan material [57] ke atas belt dengan kecepatan
teratur.
8) Trippers
Alat yang digunakan untuk menumpahkan muatan disuatu tempat tertentu.
9) Pembersih belt (Belt cleaner[58])
Alat ini dipasang dibagian bawah ujung belt agar material tidak melekat pada
belt balik.
10) Skirts
Komponen[59] semacam sekat yang dipasang dikiri-kanan belt pda tempat
pemuatan (loading point) yang terbuat dari logam atau kayu dan dapat dipasang
miring atau tegak dimana gunanya untuk mencegah terjadinya ceceran.
11) Holdback
Merupakan[60] konstruksi baja yang menyangga seluruh susunan belt conveyor
dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jalannya belt yang berada
diatasnya tidak terganggu.
12) Motor penggerak
Untuk menggerakkan drive pulley biasanya digunakan[61] motor penggerak.
Tenaga dari motor harus disesuaikan dengan keperluan, yaitu:
a) Menggerakkan muatan secara mendatar
b) Menggerakkan belt kosong dan mengatasi gesekan-gesekan antara Idler
dengan komponen lain.
c) Mengangkut muatan secara tegak.
d) Memberikan percepatan pada belt yang bermuatan bila sewaktu-waktu
diperlukan.
e) Menggerakkan tripper dan perlengkapan lainnya.
Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen dibagi menjadi:
a. Proses Basah (Wet Process)[62]
Pada proses ini semua bahan baku dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan lalu dibakar menggunakan bahan bakar minyak (bunker crude oil). Proses
ini jarang digunakan karena keterbatasan energi BBM. Proses basah ini diawali
dengan pengecilan ukuran bahan baku (raw material) menggunakan crusher.
Setelah digiling, setiap jenis bahan baku disimpan di tempat yang terpisah. Proses
penggilingan disertai dengan penambahan air ke wash mill, sehingga kombinasi
bahan baku yang dihasilkan berupa slurry[63] yang mengandung air 25-40%. Slurry
diaduk sehingga menghasilkan campuran[64] yang homogen. Slurry yang
[65] [66]
homogen dibakar menggunakan long rotary kiln untuk menghasilkan clinker
kemudian didinginkan dalam cooler. Komponen tambahan yang diperlukan untuk
membuat clinker menjadi semen Portland adalah gypsum yang telah digiling.
Gypsum dan clinker digiling dengan menggunakan ball mill, sehingga[67] dihasilkan
semen dalam bentuk bubuk kemudian siap dikemas.
b. Proses Kering (Dry Process)[68]
Pada proses ini teknik yang digunakan adalah teknik[69] penggilingan dan
blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batu bara. Proses ini terdiri dari
lima tahap pengelolaan, yaitu sebagai berikut:
1) Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller
meal.
2) Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk memperoleh campuran
yang homogen.
3) Proses pembakaran[70] raw meal untuk memperoleh terak (clinker[71], bahan
setengah jadi yang diperlukan untuk pembuatan semen).
4) Proses pendinginan clinker.
5) Proses penggilingan akhir, dimana clinker dan gypsum digiling dengan cement
mill.
Dari proses diatas akan terjadi penguapan karena pembakaran pada suhu 900°C
sehingga menghasilkan sisa (residu) yang tidak larut, sulfur trioksida, silika yang
larut, besi dan aluminium oksida, kalsium, oksida besi, magnesium, fosfor, kapur
bebas dan alkali.
Secara garis besar, proses produksi semen terdiri dari enam tahap, yaitu:
a. Penambangan dan penyimpanan bahan mentah
Semen yang umum digunakan adalah semen Portland yang memerlukan empat
komponen bahan kimia utama untuk mendapatkan komposisi[72] kimia yang sesuai.
Bahan tersebut adalah batu kapur, silika, alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih
besi)[73]. Gypsum dalam jumlah yang sedikit ditambahkan selama penghalusan
untuk memperlambat pembekuan.
b. Penggilingan dan pencampuran bahan mentah
Semua komponen atau bahan baku dihancurkan hingga menjadi bubuk halus [74] dan
dicampur sebelum memasuki proses pembakaran.
c. Homogenisasi dan pencampuran bahan mentah
d. Pembakaran
Pada proses ini terjadi proses konversi kimia sesuai rancangan dan proses fisika
untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk clinker. Proses ini
dilakukan dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa
padatan[75] (batu bara), cairan (solar)[76] atau bahan bakar alternatif.
e. Penggilingan hasil pembakaran
Proses penghalusan clinker dengan menambahkan[77] sedikit gypsum, kurang dari
4% untuk dihasilkan semen Portland tipe I.
f. Pendinginan dan pengepakan
Proses pendinginan semen Portland dan pengepakan untuk segera di
distribusikan[78].
Karakteristik Semen
a. Sifat Fisika Semen
1) Hidrasi Semen
Hidrasi pada semen[79] terjadi jika ada kontak antara mineral alam dalam semen
dengan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi rekasi hidrasi diantaranya jumlah
air[80] yang ditambahkan, temperatur, kehalusan semen dan bahan tambahan. Faktor-
faktor tersebut yang akan mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang mana
dalam jangka waktu[81] tertentu akan mengalami pengerasan.
2) Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi (reaksi eksoterm) [82]
apabila semen dicampur dengan air.
3) Setting time dan Hardening
Setting time[83] sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif. Setting
time akan menurun jika klinker tidak terbakar sempurna, partikel semen halus,
tingginya kandungan alumina, alkali dan soda kasutik. Setting time akan meningkat
jika klinker dibakar pada temperatur yang sangat tinggi, partikel semen kasar,
gypsum yang ditambahkan berlebih, tingginya kadar silika, Natrium Klorida (NaCl)
[84]
, Barium Klorida (BaCl2), Sulfida (SO3), senyawa sulfat dan air sadah.
4) False set
False set merupakan hasil dari dehidrasi gypsum yang disebabkan karena
pemanasan berlebih. False set merupakan proses pengerasan semen yang tidak
normal apabila air ditambahkan ke dalam semen, sehingga dalam beberapa menit
pengerasan segera terjadi. Pengerasan ini terjadi karena adanya CaSO 4.1/2H2O
dalam semen. Plastisitas akan diperoleh apabila campuran tersebut diaduk kembali.
False set[85] dapat dihindari dengan mengatur temperatur semen saat penggilingan di
dalam Cement Mill agar gypsum tidak berubah menjadi CaSO4.1/2H2O, selain itu
gypsum yang digunakan harus cukup kuat dan belum di dehidrasi.
5) Kuat tekan
Kuat tekan adalah kemampuan suatu material menahan beban. Kuat tekan sangat
diperlukan dalam menetukan mix design dari beton untuk suatu konstruksi tertentu.
Nilai kuat tekan akan meningkat[86] jika nilai Lime Saturation Factor (LSF) tinggi,
nilai alumina Ratio rendah, nilai silica Ratio tinggi, kandungan SO 3 rendah, dan
tingkat kehalusan semen tinggi.
6) Kelembaban
Semen mudah menyerap[87] uap air dan CO2[88] dari udara selama penyimpanan atau
pengangkutan. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kualitas[89] semen.
7) Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi pada pasta semen dalam campuran beton,
yaitu Hidration Shrinkage, Drying Shrinkage[90] dan Carbonation Shrinkage. Yang
paling mempengaruhi keretakan beton adalah Drying Shrinkage. Penyusutan terjadi
karena[91] adanya penguapan air bebas dari pasta semen selama proses Setting time
dan Hardening.
8) Daya Tahan Semen terhadap Asam dan Sulfat
Pada umumnya daya tahan semen terhadap asam lemah, sehingga mudah
terdekomposisi atau terurai oleh asam-asam kuat seperti asam klorida (HCl) dan
asam sulfat (H2SO4).
9) Kehalusan (Blaine)[92]
Semakin halus semen, panas hidrasi, kebutuhan air satu per satuan berat semen akan
semakain tinggi, serta reaksi hidrasi akan semakin cepat.
10) Napa soil
Penambahan Napa soil menyebabkan tingginya kadar SiO2, Al2O3, Fe2O3 dalam
semen, sedangkan komposisi lain dalam semen seperti CaO, MgO, dan SO 3
menurun.[93]
b. Sifat Kimia Semen
1) Hilang Pijar (LOI)[94]
Pada semen sifat ini disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal yang berasal
dari gypsum serta penguapan CO2.
2) Silica Ratio (SR)[95]
Perubahan Silica Ratio dapat menyebabkan perubahan pada pembentukan Coating
pada Burning Zone dan Burnability Clinker. Silica Ratio yang rendah dapat
menyebabkan Raw meal mudah dibakar, temperatur klinkerisasi rendah, cenderung
membentuk ring coating dalam Kiln apalagi bila Lime Saturation Factor (LSF)
rendah, kekuatan awal tinggi tetapi dengan pertambahan waktu sedikit sekali
kenaiknannya, dan C3S banyak.
3) Alumina Ratio (AR)
Jika nilai alumnia ratio (AR) tinggi, maka akan menurunkan silica ratio (SR), sehingga
akan menghasilkan[96] semen dengan waktu pengikatan yang cepat. Jika Alumina Ratio
(AR) rendah maka akan menyebabkan semen yang dihasilkan tahan terhadap sulfat
yang tinggi, mudah dibakar, temperatur klinkerisasi lebih rendah, reaksi klinkerisasi
lebih cepat, fasa cair banyak dan resitensi terhadap uap air laut serta senyawa[97] kimia
tinggi.
Jenis-jenis Semen
Beberapa jenis semen diantaranya sebagai berikut:
a. Semen Portland[98] (Semen Abu), adalah bubuk berwarna abu kebiru-biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah
dalam tanur dengan suhu dan tekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai
perekat atau memplester.
b. Semen Putih (Grey Cement)[99], adalah semen yang lebih murni dari semen Portland
dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti filter atau pengisi.
Semen ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
c. Semen Sumur Minyak (Oil well cement)[100], adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran gas alam atau minyak bumi di darat ataupun dilepas
pantai.
d. Mixed and fly ash cement[101], adalah campuran semen Portland dengan Pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batubara yang mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi
oksida dan oksida[102] lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini biasa
digunakan untuk membuat beton.
e. Semen Pozolan[103], Pozolan adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak terlalu
bersifat semen, namun akan muncul sifat semen jika dicampur dengan gamping.
Keunggulan dari semen ini adalah tahan terhadap korosi larutan garam dan air laut
serta lebih baik dari pada semen Portland.
f. Semen Alumina Tinggi, adalah suatu semen kalsium alumina yang dibuat dengan
cara melebur campuran batu gamping dan bauksit yang biasanya mengandung
oksida[104] besi, silika, magnesia dan ketakmurnian lain. Kekuatan semen ini
berkembang dengan cepat dan tahan terhadap air laut serta air yang mengandung
sulfat.
g. Semen Silikat, semen ini tahan terhadap segala macam asam anorganik dalam
berbagai konsentrasi, kecuali asam flourida. Semen ini tidak cocok untuk pH [105]
diatas 7 atau dalam sistem yang membentuk kristal. Semen ini biasanya digunakan
sebagai bahan perekat bata didalam tangki reaksi asam kromat dan tangki alum.
h. Semen Belerang (Sulfur Cement)[106], semen ini sangat tahan terhadap garam dan
asam yang tak mengoksidasi, namun tidak boleh dipakai bila ada alkali, minyak,
lemak dan pelarut. Semen ini biasanya digunakan sebagai bahan dasar, perekat
bata, ubin dan pipa besi cor.
i. Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel)[107], semen ini ditemukan oleh ahli
kimia Prancis Sorel. Semen ini dibuat melalui aksi eksotermik larutan magnesium
klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang didapatkan dari kalsinasi
magnesit dan magnesia yang diperoleh dari larutan garam. Produk ini kuat dan
keras tetapi mudah terserang air yang menguras kandungan magnesium kloridanya.
Semen ini biasanya digunakan sebagai semen lantai dengan pengisi yang tak reaktif
dan pigmen pewarna serta sebagai dasar lantai dalam seperti ubin dan terazo.
Semen ini korosif terhadap korosi besi[108].
Negara Penghasil Semen Terbesar didunia
a. China
China memiliki industri semen terbesar didunia. Pada tahun 2014, China
memproduksi 2.500 juta metrik ton semen. China mengalami urbanisasi dengan
tingkat yang cepat yang ditandai dengan pertumbuhan kota kecil dan kota besar.
Masyarakat di China hidup mayoritas bangunannya dalam struktur yang terbuat
dari semen. Sebgian besar perusahaan semen negara dimiliki oleh otoritas
negaranya. Oleh karena itu, tidak heran harga semen di negara ini sangat murah.
Faktor-faktor tersebutlah yang mendorong produksi berlebih semen di negara ini.
Industri semen di China ini menuai banyak pro dan kontra. Berkat adanya
perusahan semen terbaik di China mendorong perbaikan infrastruktur yang
memperluas ekonomi[109] negara ini. Namun, produksi semen skala besar juga
menyebabkan pencemaran lingkungan secara besar-besaran.[110]
b. India
Pada tahun 2014 industri semen di India menghasilkan 280 juta metrik ton semen.
Produksi semen di negara ini mencatat kenaikan 5-6% hingga tahun 2016. Industri
semen utama di negara ini adalah Semen Ultratech yang menguasai 22% pasar
domestik diikuti oleh ACC dan Ambuja dengan 15% dan 13%. Minat konsumen [111]
terbesar di India adalah perumahan konstruksi real estate. Konsumsi[112] konstruksi
real estate dan infrastruktur mengembangkan industri semen lainnya di india.
c. Amerika Serikat
Pada tahun 2014 negara ini memproduksi 83 juta metrik ton semen. Negara bagian
Amerika Serikat yang memiliki pabrik semen diantaranya Texas, Missouri,
Alabama, California dan Florida yang menghasilkan hampir setengah dari total
pabrik semen di Amerika Serikat pada tahun 2013. Selain itu Amerika Serikat juga
mempunyai dua pabrik semen di Puerto Riko. Tahun 2015, 10% semen yang
dikonsumsi di negara tersebut diimpor dengan jumlah [113] besar yang berasal dari
Yunani dan Kanada. Di Amerika Serikat, semen Portland diproduksi oleh
perusahaan terkemuka seperti CEMEX[114], Texas Industries Inc., Lehigh Hanson
Inc. dan LafargeHolcim[115].
d. Iran
Negara ini menjadi produsen semen terbesar di Timur Tengah. Pada tahun 2014
Iran memproduksi semen mecapai total 75 juta metrik ton. Iran adalah negara
eksportir semen[116] utama untuk negara-negara seperti Turkmenistan, Irak, Kuwait,
Afghanistan, Azerbaijan. Tahun 2015 negara ini mempunyai 71 pabrik semen yang
memiliki kapasitas 80,6 juta ton/tahun. Perusahaan semen terkemuka di negara ini
diantaranya Ghadir Investment Company dan Fars and Khuzestan Cement
Company yang didukung oleh pemerintah[117].
Semen Indonesia
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah produsen semen terbesar di Indonesia. Pada
tanggal 20 Desember 2012, PT Semen Gresik (Persero) Tbk berganti nama menjadi PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. PT Semen Gresik diresmikan di Gresik pada tanggal 7
Agustus 1957 oleh Presiden RI pertama yaitu Ir. Soekarno dengan kapasitas terpasang
250.000 ton semen per tahun. Pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa
Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sehingga menjadikannya BUMN pertama yang go
public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat.
Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Perseroan pada
tanggal 20 Desember 2012, PT Semen Gresik (Persero) Tbk resmi berganti nama menjadi
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk[118]. Penggantian nama tersebut merupakan langkah
awal dari upaya merealisasikan terbentuknya Strategic Holding Group yang ditargetkan
dan diyakini mampu mensinergikan seluruh kegiatan operasional. Saat ini kapasitas
terpasang PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah sebesar 29 juta ton semen per tahun
dan menguasai sekitar 42% pangsa pasar domestik. Semen Indonesia memiliki anak
perusahaan PT Semen Gresik, PT Semen Padang [119], PT Semen Tonasa dan Thang Long
Cement.
Produk Semen Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Semen Portland Tipe I. Dikenal sebagai Ordinary Portland Cement (OPC) [120] yang
merupakan semen hidrolisis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus,
seperti perumahan, bangunan, jembatan, gedung-gedung bertingkat, jalan raya dan
landasan pacu.
b. Semen Portland Tipe II. Dikenal sebagai semen yang mempunyai [121] ketahanan
terhadap sulfat dan panah hidrasi sedang. Contohnya untuk bangunan pinggir laut,
dermaga, tanah rawa, beton massa, bendungan dan saluran irigasi.
c. Semen Portland Tipe III. Merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah
proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin.
Contohnya digunakan untuk pembuatan bangunan tingkat tinggi, bandar udara dan
jalan raya[122].
d. Semen Portland Tipe V. Semen ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan
pada air/tanah yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk konstruksi
dalam air, instalasi pengolahan limbah pabrik, jembatan, pembangkit tenaga
nuklir, pelabuhan dan terowongan[123].
e. Special Blended Cement (SBC)[124]. Semen ini merupakan[125] semen khusus yang
diciptakan untuk pembangunan mega proyek jembatan Surabaya-Madura
(Suramadu) dan cocok digunakan untuk bangunan di lingkungan air laut. Dikemas
dalam bentuk curah.
f. Portland Pozzolana Cement (PPC)[126]. Semen hidrolisis yang dibuat dengan
menggiling terak, gypsum dan pozzolan. Digunakan[127] untuk bangunan umum dan
bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya
jalan raya, jembatan, perumahan, dermaga, bendungan, beton massa, bangunan
irigasi dan fondasi pelat penuh.
Limbah Industri Semen
Limbah[128] terbesar dari industri semen adalah limbah gas dan limbah pertikel. Limbah
yang diproduksi pabrik keluar dan bercampur dengan udara. Secara alamiah udara
mengandung unsur kimia seperti O2, N2, CO2, H2, NO2 dan lainnya. Zat pencemar melalui
udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu gas dan partikel.
a. Limbah Gas
Limbah gas akan mengganggu kandungan alami udara dan akan menurunkan
kualitas udara. Pencemaran berbentuk gas dapat dirasakan melalui penciuman (gas
tertentu) maupun akibat langsung. Gas-gas tersebut antara lain CO, CO 2, SO3,
hidrokarbon dan lainnya. Gas tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi [129]
tertentu akan membunuh manusia. Dalam kadar rendah, tidak berbau dan bila kadar
bertambah menyebabkan bau yang tidak sedap[130] dan gejalanya cepat
menimbulkan pusing, mabuk dan batuk. Uap yaitu bentuk gas dari zat tertentu tak
terlihat dan dalam ruangan berdifusi mengisi seluruh ruang. Yang perlu diketahui
adalah jenis uap yang terdapat dalam ruangan karena untuk setiap zat berbeda daya
reaksinya. Zat-zat yang mudah meguap adalah chlor, amoniak[131], nitrat, nitrit dan
lainnya. Bahan-bahan yang bersifat gas dan uap akan mengakibatkan:
1) Terganggunya pernafasan
2) Merusak susunan saraf
3) Merusak susunan darah
4) Merusak alat-alat dalam tubuh
b. Limbah Partikel
Partikel merupakan butiran halus dan masih sedikit terlihat langsung oleh mata
seperti uap air, asap, kabut dan debu. Debu adalah partikel zat padat yang timbul
pada proses industri seperti penghancuran, peledakan dan pengolahan, baik yang
berasal dari dari bahan organik[132] maupun anorganik[133]. Karena sifat debu yang
ringan, menyebabkannya melayang di udara dan turun karena daya tarik bumi
(gravitasi). Akibat lingkungan[134] yang mengandung debu, penimbunan debu dalam
paru-paru pada manusia dilingkungan bekerja atau tempat tinggal. Kerusakan
kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak yang terjadi, konsentrasi [135]
debu di udara, jenis debu dan lainnya.
Asap adalah partikel[136] dari zat karbon yang keluar dari cerobong asap industri
karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung [137]
karbon. Asap bercampur dengan kabut atau uap air di malam hari akan turun ke
bumi menempel pada dedaunan ataupun diatas atap rumah.
Menurut sifatnya bahan yang yang bersifat partikel akan menimbulkan:
1) Rangsangan saluran pernafasan
2) Alergi
3) Fibrosis
4) Penyakit demam
5) Kematian karena bersifat racun[138]
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan limbah melalui udara, maka dari
itu dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas[139]. Nilai ambang
batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga
manusia[140] dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan penyakit [141]
atau menderita karena zat tersebut. Selain penetapan nilai ambang batas juga
dilakukan teknologi pengolahan emisi pencemaran udara. Teknologi pengolahan [142]
emisi pencemaran udara[143] industri telah berkembang lama, yang digunakan untuk
mengurangi, menurunkan dan menghilangkan kadar pencemaran unsur-unsur
limbah proses yang dihasilkan. Teknologi yang diterapkan yaitu peralatan untuk
partikel dan aerosol seperti dengan cara scrubber[144], filter[145], electrostatic
precipitator[146] dan pengendapan.
Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan
Industri semen menyebabkan dampak kerusakan lingkungan sebagai berikut:
a. Lahan
Perubahan tata guna tanah akibat kegiatan penambangan dan penyerapan lahan
serta pembangunan fasilitas lainnya, menyebabkan penurunan kapasitas air tanah
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kuantitas air sungai di sekitarnya.
b. Air
Kualitas air menurun karena limbah cair[147] dari pabrik dalam bentuk minyak dan
sisa air dari kegiatan penambangan. Kemudian menimbulkan lahan kritis yang
mudah terkena erosi dan pendangkalan dasar sungai[148], yang akhirnya akan
menimbulkan banjir pada musim hujan. Kuantitas air atau debit air menjadi
berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan mengakibatkan
penyerapan air tanah menipis. Sungai menjadi kering pada musim kemarau dan
banjir pada musim hujan karena tanah tidak lagi mampu menyerap air.
c. Udara
Debu yang terlihat dikawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu[149]
menimbulkan pencemaran udara. Suhu udara disekitar pabrik meningkat [150]. Gas
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara berupa
gas CO, CO2, SO3 dan gas lainnya yang mengandung hidrokarbon serta belerang.
3. Kesimpulan
a. Pada awalnya semen dikenal di Mesir sekitar tahun 500 SM untuk pembuatan
piramida, dimana semen digunakan pada saat itu sebagai pengisi ruang kosong
diantara celah-celah tumpukan batu.
b. Di Indonesia, perusahaan semen pertama adalah PT Semen Padang yang didirikan
pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland
Cement Maatschappij (NV NIPCM). Lalu pada tanggal 5 Juli 1958 Pemerintah
Republik Indonesia menasionalisasikan perusahaan dari Pemerintah Belanda.
c. Semen terdiri dari beberapa komponen yaitu Dicalsium Silicate (2CaO.SiO2 atau
C2S), Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2 atau C3S), Tricalcium Alumina (3CaO.Al2O3
atau C3A) dan Tetra Calcium Aluminate Ferrite (4CaO.Al2O3 atau C4AF).
d. Alat-alat produksi semen terdiri dari unit pengolahan bahan, unit pembakaran, unit
penggilingan akhir dan unit pengisian packing.
e. Rangkaian peralatan semen terdiri dari traktor, bulldozer, dump truck dan backhoe.
f. Proses produksi semen terbagi atas dua macam yaitu proses basah (wet process)
dan proses kering (dry process). Industri semen memiliki dampak terhadap lahan
air dan udara.
g. Karakteristik semen dibagi atas sifat fisika yang terdiri dari hidrasi semen, panas
hidrasi, Setting Time dan Hardening, false set, kuat tekan, kelembaban, penyusutan,
daya tahan semen terhadap asam dan sulfa, kehalusan (blaine) dan sifat kimia yang
terdiri hilang pijar (LOI), Silica Ratio (SR), Alumina Ratio (AR).
h. Jenis-jenis semen yaitu, Semen Portland (Semen Abu), Semen Putih (Grey
Cement), Semen Sumur Minyak (Oil well cement), Mixed and fly ash cement,
Semen Pozolan, Semen Alumina Tinggi, Semen Silikat, Semen Belerang dan
Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel).
i. Negara penghasil semen terbesar di dunia adalah China dengan total produksi 2.500
juta metrik ton semen per tahun, kemudian India dengan total produksi 280 juta
metrik ton, Amerika Serikat dengan total produksi 83 juta metrik ton dan Irak
dengan total produksi 75 juta metrik ton pada tahun 2014.
j. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah produsen semen terbesar di Indonesia.
Pada tanggal 20 Desember 2012, PT Semen Gresik (Persero) Tbk berganti nama
menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
k. Limbah terbesar industri semen adalah limbah gas dan limbas partikel
l. Industri semen berdampak terhadap pencemaran lingkungan yaitu perubahan tata
guna tanah akibat kegiatan penambangan, kualitas air menurun karena limbah cair
dan pencemaran udara akibat limbah udara pabrik.

Daftar Pustaka
1. Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon dioxide
emissions from the global cement industry. Annual review of energy and the
environment, 26(1), pp.303-329.
2. Prabowo, H. (2018) “PENYELIDIKAN KELAYAKAN KIMIA DAN
PENYEBARAN CADANGAN PASIR BESI DAERAH TIKU KABUPATEN
AGAM UNTUK BAHAN BAKU SEMEN PADA PT. SEMEN
PADANG”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 39-42. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/121.
3. Antoni, M., Rossen, J., Martirena, F. and Scrivener, K., 2012. Cement substitution by
a combination of metakaolin and limestone. Cement and Concrete Research, 42(12),
pp.1579-1589.
4. Ruswandi, R. (2018) “Determination of Fructose Content resulted by Inulin
Hydrolysis with DNS as Oxidizer”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1),
pp. 14-23. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/102.
5. Gutteridge, W.A. and Dalziel, J.A., 1990. Filler cement: the effect of the secondary
component on the hydration of Portland cement: part I. A fine non-hydraulic
filler. Cement and Concrete Research, 20(5), pp.778-782.
6. Hidayani, T. (2018) “GRAFTING POLIPROPILENA DENGAN MALEAT
ANHIDRIDA SEBAGAI PENGIKAT SILANG DENGAN INISIATOR BENZOIL
PEROKSIDA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 56-62. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/127.
7. Lerch, W., 2008. The influence of gypsum on the hydration and properties of Portland
cement pastes (No. SP-249-6).
8. Ramalisa, Y., Febriyanti, A. and Multahadah, C. (2019) “Analysis of Non Hierarchical
Bomb for Collection of Community Health Degrees in Jambi and Muaro Jambi
City”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 25-34. doi:
10.24036/eksakta/vol20-iss1/167.
9. Syafei, N. (2019) “Events of corrosion phenomena on carbon steel pipes in
environment of sea water and ammonia solutions due to the presence of sweet
gas”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 86-99. doi:
10.24036/eksakta/vol20-iss1/178.
10. Sofyanita, S. and Octaria, Z. (2018) “Fenthion Compound Degradation in the Pesticide
Bayleton 500 ec in Sonolysis, Ozonolysis and Sonozolysis with Addition of TiO2-
anatase”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 70-79. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss2/153.
11. Parbuntari, H., Prestica, Y., Gunawan, R., Nurman, M. and Adella, F. (2018)
“Preliminary Phytochemical Screening (Qualitative Analysis) of Cacao Leaves
(Theobroma cacao L.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 40-45.
doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/142.
12. Powers, T.C. and Brownyard, T.L., 1946, September. Studies of the physical
properties of hardened Portland cement paste. In Journal Proceedings (Vol. 43, No. 9,
pp. 101-132).
13. Zainul, R. and Wardani, S. (2019) “The Hydrogen Generator Performance of
Sandwich Designed 4/4 Al-Cu Plates”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
20(1), pp. 100-104. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/177.
14. Massazza, F., 1998. Pozzolana and pozzolanic cements. Lea's chemistry of cement and
concrete, 4, pp.471-636.
15. Zainul, R. (2018), “Design and Modification of Copper Oxide Electrodes for
Improving Conversion Coefficient Indoors Lights (PV-Cell) Photocells”, INA-Rxiv,
16 August, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/pgn84.
16. Anhar, A., Sumarmin, R., & Zainul, R. (2016). Measurement of Glycemic Index of
West Sumatera Local Rice Genotypes for Healthy Food Selection. Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research, 8(8), 1035-1040.
17. Zainul, R. (2015). Disain dan Modifikasi Kolektor dan Reflektor Cahaya pada Panel
Sel Surya Al/Cu2O-Gel Na2SO4.
18. McHargue, T.R. and Price, R.C., 1982. Dolomite from clay in argillaceous or shale-
associated marine carbonates. Journal of Sedimentary Research, 52(3), pp.873-886.
19. Page, C.L. and Page, M.M. eds., 2007. Durability of concrete and cement composites.
Elsevier.
20. Matschei, T., Lothenbach, B. and Glasser, F.P., 2007. Thermodynamic properties of
Portland cement hydrates in the system CaO–Al2O3–SiO2–CaSO4–CaCO3–
H2O. Cement and Concrete Research, 37(10), pp.1379-1410.
21. Zainul, R. (2018), “Determination of the half-life and the quantum yield of ZnO
semiconductor photocatalyst in humic acid”, INA-Rxiv, 16 August, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/e8a9x.
22. Hoiriyah, S., 2018. PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CLAY DAN
IRON SAND MENGGUNAKAN MRP MODEL HEURISTIC DYNAMIC LOT
SIZING Studi Kasus di PT Semen Padang, Sumatera Barat.
23. Zainul, R., Alif, A., Aziz, H., Arief, S., Dradjad, S., & Munaf, E. (2015). Design of
photovoltaic cell with copper oxide electrode by using indoor lights. Research Journal
Of Pharmaceutical Biological And Chemical Sciences, 6(4), 353-361.
24. Anwar, M., Munaf, E., Kosela, S., Wibowo, W., & Zainul, R. (2015). Study of Pb (II)
biosorption from aqueous solution using immobilized Spirogyra subsalsa
biomass. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(11), 715-722.
25. Chatri, M., Mansyurdin, M., Bakhtiar, A. and Adnadi, P. (2017) “PERBANDINGAN
KOMPONEN MINYAK ATSIRI ANTARA DAUN MUDA DAN DAUN DEWASA
PADA HYPTIS SUAVEOLENS (L.)POIT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 1-12. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/41.
26. Midgley, H.G. and Rao, P.B., 1978. Formation of stratlingite, 2CaO. SiO2. Al2O3.
8H2O, in relation to the hydration of high alumina cement. Cement and Concrete
Research, 8(2), pp.169-172.
27. Taylor, H.F.W., 1961. The chemistry of cement hydration. Progress in ceramic
science, 1, pp.89-145.
28. Peinado, D., De Vega, M., García-Hernando, N. and Marugán-Cruz, C., 2011. Energy
and exergy analysis in an asphalt plant’s rotary dryer. Applied Thermal
Engineering, 31(6-7), pp.1039-1049.
29. Vermeulen, E. and Van Bogaert, G., Pb Gelatines, 1981. Double-roll crusher. U.S.
Patent 4,252,282.
30. Kristy, D.P. and Zainul, R. (2019), “Analisis Molekular dan Transpor Ion Natrium
Silikat”, INA-Rxiv, 3 February, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/8ac4m.
31. Jankovic, A., Valery, W. and Davis, E., 2004. Cement grinding optimisation. Minerals
Engineering, 17(11-12), pp.1075-1081.
32. Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon dioxide
emissions from the global cement industry. Annual review of energy and the
environment, 26(1), pp.303-329.
33. Fukuda, Y. and Ueda, Y., Onoda Cement Co Ltd, 1976. Apparatus for calcining
cement. U.S. Patent 3,975,148.
34. Putri, D., Fifendy, M. and putri, M. (2018) “DIVERSITAS BAKTERI ENDOFIT
PADA DAUN MUDA DAN TUA TUMBUHAN ANDALEH (Morus macroura
miq.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 125-130. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/122.
35. Engin, T. and Ari, V., 2005. Energy auditing and recovery for dry type cement rotary
kiln systems––A case study. Energy conversion and management, 46(4), pp.551-562.
36. JANNAH, A. R. (2017). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ASAM
BASA MENGGUNAKAN APLIKASI ANDROID BERBASIS CHEMISTRY
TRIANGLE KELAS XI SMA/MA JURNAL.
37. Shafitri, M. and Zainul, R. (2019), “Vanadium Pentaoksida (V2O5) : Termodinamika
Molecular dan Interaksi Ion dalam Larutan”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/jgmvd.
38. Artika, P.I. and Zainul, R. (2018), “Potassium Bromide (KBr): Transformasi ionik
dan sifat temodinamika dalam Larutan”, INA-Rxiv, 19 November, available at:https://
doi.org/10.31227/osf.io/a5hyz.
39. Leger, C.B., Praxair Technology Inc, 1996. Oxygen lancing for production of cement
clinker. U.S. Patent 5,572,938.
40. Zainul, R., Oktavia, B., Dewata, I., & Efendi, J. (2017). Studi Dinamika Molekular
dan Kinetika Reaksi pada Pembelahan Molekul Air untuk Produksi Gas Hidrogen.
41. Christopoulos, G.A. and Safacas, A.N., 2005, June. Girth gear/common shaft AC drive
for cement rotary kiln. In Proceedings of the IEEE International Symposium on
Industrial Electronics, 2005. ISIE 2005. (Vol. 3, pp. 935-939). IEEE.
42. Sari, E.S.J. and Zainul, R. (2019), “Nitrogen Triflorida (NF3) : Termodinamika dan
Transpor Elektron NF3”, INA-Rxiv, 31 January, available at:https://doi.org/10.31227/
osf.io/3nzrh.
43. Putri, G.E., Arief, S., Jamarun, N., Gusti, F.R. and Zainul, R. (2018), “Microstuctural
Analysis and Optical Properties of Nanocrystalline Cerium Oxides Synthesized by
Precipitation Method”, INA-Rxiv, 10 December, available at:https://doi.org/10.31227/
osf.io/qcz4y.
44. Klemm, W.A., Jawed, I. and Holub, K.J., 1979. Effects of calcium fluoride
mineralization on silicates and melt formation in portland cement clinker. Cement and
Concrete Research, 9(4), pp.489-496.
45. Horiza, H., Azhar, M. and Efendi, J. (2017) “EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI
INULIN DARI UMBI DAHLIA (Dahlia sp.L) SEGAR DAN
DISIMPAN”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 31-39. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss01/14.
46. Garrett, H.M. and Hansen, E., Ash Grove Cement Co and Cadence Environmental
Energy Inc, 1992. Manufacture of cement clinker in long rotary kilns by the addition
of volatile fuel elements directly into the calcining zone of the rotary kiln. U.S. Patent
5,156,676.
47. Handayani, D. (2017) “KARAKTERISTIK CENDAWAN DARK SEPTATE
ENDOPHYTE (DSE) PADA AKAR TANAMAN JAGUNG DAN
PADI”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 61-68. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss01/20.
48. Madlool, N.A., Saidur, R., Hossain, M.S. and Rahim, N.A., 2011. A critical review on
energy use and savings in the cement industries. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 15(4), pp.2042-2060.
49. Holston, H.G., 1956. Rotary packer head. U.S. Patent 2,751,657.
50. Guo, Y.L., Wang, B.J., Yeh, K.C., Wang, J.C., Kao, H.H., Wang, M.T., Shih, H.C.
and Chen, C.J., 1999. Dermatoses in cement workers in southern Taiwan. Contact
Dermatitis, 40(1), pp.1-7.
51. Hakimi, A. and Zainul, R. (2019), “Asam Arsenat (H3AsO4) : Analisis Molekular dan
Karakteristik Senyawa”, INA-Rxiv, 31 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/e486z.
52. Jimoh, Y.A. and Apampa, O.A., 2014. An evaluation of the influence of corn cob ash
on the strength parameters of lateritic soils. Civil and Environmental Research, 6(5),
pp.1-10.
53. Opdyke, S.M. and Evans, J.C., 2005. Slag-cement-bentonite slurry walls. Journal of
geotechnical and geoenvironmental Engineering, 131(6), pp.673-681.
54. Bradshaw, J.R., Halliburton Oil Well Cementing Co, 1946. Bulk cement conveyance.
U.S. Patent 2,412,121.
55. Rahmadhanty, S. and Zainul, R. (2018), “DESIGN OF HUMAT ACID SOLID
SOLUTION REACTOR THROUGH PHOTOTRANSFORMATION OF COPPER
OXIDE (CuO) SEMICONDUCTOR PLATE”, INA-Rxiv, 24 December, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/yhd9x.
56. Lim, C.S., Tickner, J.R., Sowerby, B.D., Abernethy, D.A., McEwan, A.J., Rainey, S.,
Stevens, R., Manias, C. and Retallack, D., 2001. An on-belt elemental analyser for the
cement industry. Applied Radiation and Isotopes, 54(1), pp.11-19.
57. Zainul, R. and Prima, B. (2018), “TEKNOLOGI MATERIAL MAJU Prinsip Dasar
dan Aspek Rekayasa”, INA-Rxiv, 9 December, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/p63wc.
58. Carr, E.G., LAKEWOOD ENGINEERING Co, 1920. Method and apparatus for
cleaning conveyer-belts. U.S. Patent 1,331,484.
59. Ramli, R., Jonuarti, R. and Hartono, A. (2017) “ANALISIS STRUKTUR NANO
DARI LAPISAN TIPIS COBALT FERRITE YANG DIPREPARASI DENGAN
METODE SPUTTERING”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 46-
53. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/16.
60. Jumalia, R. and Zainul, R. (2019), “Natrium Karbonat : Termodinamika dan Transport
Ion”, INA-Rxiv, 3 February, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/y2vq9.
61. Nasir, M. (2017) “PENGARUH WAKTU HIGH ENERGY MILLING TERHADAP
KARAKTERISTIK NANOKAOLIN CAPKALA ASAL KALIMANTAN
BARAT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 200-209. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/78.
62. Mintus, F., Hamel, S. and Krumm, W., 2006. Wet process rotary cement kilns:
modeling and simulation. Clean Technologies and Environmental Policy, 8(2),
pp.112-122.
63. Nahm, J.J., Vinegar, H.J., Karanikas, J.M. and Wyant, R.E., Shell Oil Co, 1993. High
temperature wellbore cement slurry. U.S. Patent 5,226,961.
64. Badrulfalah, B., Irianingsih, I. and Joebaedi, K. (2018) “Some Operations on Mixed
Monotone Operator in Banach Spaces”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(2), pp. 57-61. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/150.
65. Sanjaya, H. (2018) “DEGRADASI METIL VIOLET MENGGUNAKAN KATALIS
ZnO-TiO2 SECARA FOTOSONOLISIS”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(1), pp. 91-99. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/131.
66. Zainul, R., Alif, A., Aziz, H., & Arief, S. (2015). Disain Geometri Reaktor Fotosel
Cahaya Ruang. Jurnal Riset Kimia, 8(2), 131.
67. Samah, S. (2017) “KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABEL DARI LDPE-
g-MA DAN PATI TANDAN KOSONG SAWIT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 30-38. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/48.
68. Kabir, G., Abubakar, A.I. and El-Nafaty, U.A., 2010. Energy audit and conservation
opportunities for pyroprocessing unit of a typical dry process cement
plant. Energy, 35(3), pp.1237-1243.
69. Enjelina, W., Mansyurdin, M. and Meideliza, T. (2018) “Analysis of Nepenthes
Hybrids in Bukik Taratak West Sumatra by RAPD Technique”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 12-20. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/137.
70. Rizki Saputra, M. and Sumarmin, R. (2018) “PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP GLUKOSA DARAH MENCIT
(Mus musculus L.) JANTAN YANG DIINDUKSI SUKROSA”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 43-55. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/124.
71. Velez, K., Maximilien, S., Damidot, D., Fantozzi, G. and Sorrentino, F., 2001.
Determination by nanoindentation of elastic modulus and hardness of pure
constituents of Portland cement clinker. Cement and Concrete Research, 31(4),
pp.555-561.
72. Zainul, R., Oktavia, B., Dewata, I., & Efendi, J. (2018, April). Thermal and Surface
Evaluation on The Process of Forming a Cu2O/CuO Semiconductor Photocatalyst on
a Thin Copper Plate. In IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012039). IOP Publishing.
73. Setianto, S. (2017) “ANALISA KUANTITATIF CAMPURAN SENYAWA OKSIDA
SEBAGAI DASAR IDENTIFIKASI KANDUNGAN BAHAN SUMBER DAYA
ALAM Studi Kasus : Kandungan Mineral pada Pasir Besi di Pesisir Pantai Selatan,
Jawa Barat”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 173-177. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/74.
74. Suryelita, S., Etika, S. B. and Kurnia, N. S. (2017) “ISOLASI DAN
KARAKTERISASI SENYAWA STEROID DARI DAUN CEMARA NATAL
(Cupressus funebris Endl.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 86-
94. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/23.
75. Dinata, M. and Soehardi, F. (2018) “Factor Analysis of Physics Chemistry Waters that
Affects Damage Safety Cliff on the Outskirts of River Siak”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 46-49. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/143.
76. Levinson, R. and Akbari, H., 2002. Effects of composition and exposure on the solar
reflectance of portland cement concrete. Cement and Concrete Research, 32(11),
pp.1679-1698.
77. Mulia, M. (2017) “ISOLASI KUMARIN DARI KULIT BUAH LIMAU SUNDAI
(Citrus nobilis Lour)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 137-145.
doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/70.
78. Komori, A. and Ishikawa, H., 1997. Evaluation of a resin-reinforced glass ionomer
cement for use as an orthodontic bonding agent. The Angle Orthodontist, 67(3),
pp.189-196.
79. Lam, L., Wong, Y.L. and Poon, C.S., 2000. Degree of hydration and gel/space ratio of
high-volume fly ash/cement systems. Cement and Concrete Research, 30(5), pp.747-
756.
80. Yasthopi, A. (2015). Photoelectrosplitting water for hydrogen production using
illumination of indoor lights. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 7(11), 57-67.
81. Advinda, L. (2018) “PERTUMBUHAN STEK HORIZONTAL BATANG JARAK
PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIINTRODUKSI DENGAN PSEUDOMONAD
FLUORESEN”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 68-75. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/129.
82. Yanti, C.F. and Zainul, R. (2018), “A Review Ba(OH)2 : Transpor Ionik pada Barium
Hidroksida di dalam Air dengan Konsep Termodinamika”, INA-Rxiv, 2 December,
available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/fsbq3.
83. Bortoluzzi, E.A., Broon, N.J., Bramante, C.M., Felippe, W.T., Tanomaru Filho, M.
and Esberard, R.M., 2009. The influence of calcium chloride on the setting time,
solubility, disintegration, and pH of mineral trioxide aggregate and white Portland
cement with a radiopacifier. Journal of endodontics, 35(4), pp.550-554.
84. Hidayati, R., & Zainul, R. (2019). Studi Termodinamika Transpor Ionik Natrium
Klorida Dalam Air dan Campuran Tertentu.
85. Dodson, V.H. and Hayden, T.D., 1989. Another look at the Portland cement/chemical
admixture incompatibility problem. Cement, concrete and aggregates, 11(1), pp.52-
56.
86. Nurfadilah, K.K. and Zainul, R. (2019), “Kalium Nitrat (KNO3): Karakteristik
Senyawa dan Transpor Ion”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/dr8ef.
87. Kurniawati, D., Lestari, I., Harmiwati, S. S., Chaidir, Z., Munaf, E., Zein, R., ... &
Zainul, R. (2015). Biosorption of Pb (II) from aqueous solutions using column method
by lengkeng (Euphoria logan lour) seed and shell. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research, 7(12), 872-877.
88. Syafei, N. (2018) “Riset Material ANALISA FENOMENA KOROSI PELAT PIPA
BAJA KARBON API 5L-X65 DALAM LARUTAN 7900 ML AIR LAUT DAN 100
ML AMONIAK PADA KONDISI GAS CO2 DAN H2S JENUH PADA SUHU
RUANG.”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 7-13. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/83.
89. Zainul, R., & Dewata, I. (2015). Determination of pH-BOD-COD and degradation in
batang arau watersheds at Padang city.
90. Chindaprasirt, P., Homwuttiwong, S. and Sirivivatnanon, V., 2004. Influence of fly
ash fineness on strength, drying shrinkage and sulfate resistance of blended cement
mortar. Cement and Concrete Research, 34(7), pp.1087-1092.
91. Joebaedi, K., Susanti, D., Warwah, N., Parmikanti, K. and Badrulfalah, B. (2019)
“Factors Affecting the Amount of Investment Loans in Commercial Banks with the
Application of Linear Regression Analysis Methods”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah
Bidang MIPA, 20(1), pp. 48-54. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/172.
92. Bentz, D.P., Sant, G. and Weiss, J., 2008. Early-age properties of cement-based
materials. I: Influence of cement fineness. Journal of materials in civil
engineering, 20(7), pp.502-508.
93. Mawardi, M., Deyundha, D., & Zainul, R. (2018, April). Characterization of PCC
Cement by Addition of Napa Soil from Subdistrict Sarilamak 50 Kota District as
Alternative Additional Material for Semen Padang. In IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012034). IOP Publishing.
94. Feng, X., Garboczi, E.J., Bentz, D.P., Stutzman, P.E. and Mason, T.O., 2004.
Estimation of the degree of hydration of blended cement pastes by a scanning electron
microscope point-counting procedure. Cement and concrete research, 34(10),
pp.1787-1793.
95. Lam, L., Wong, Y.L. and Poon, C.S., 2000. Degree of hydration and gel/space ratio of
high-volume fly ash/cement systems. Cement and Concrete Research, 30(5), pp.747-
756.
96. Tutuarima, T. (2017) “SIFAT FISIK DAN KIMIA MARMALADE JERUK
KALAMANSI (Citrus microcarpa) : KAJIAN KONSENTRASI PEKTIN DAN
SUKROSA Physical and Chemical Properties of Marmalade Citrus of Calamondin
(Citrus microcarpa) : Study of Pectin and Sucrose Concentrations”, EKSAKTA:
Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 164-172. doi: 10.24036/eksakta/vol18-
iss02/73.
97. Alfionita, T. and Zainul, R. (2019), “Calcium Chloride (CaCl2) : Characteristics and
Molecular Interaction in Solution”, INA-Rxiv, 29 January, available at:https://doi.org/
10.31227/osf.io/m37xj.
98. Powers, T.C. and Brownyard, T.L., 1946, September. Studies of the physical
properties of hardened Portland cement paste. In Journal Proceedings (Vol. 43, No. 9,
pp. 101-132).
99. Lübeck, A., Gastaldini, A.L.G., Barin, D.S. and Siqueira, H.C., 2012. Compressive
strength and electrical properties of concrete with white Portland cement and blast-
furnace slag. Cement and Concrete Composites, 34(3), pp.392-399.
100.Carey, J.W., Wigand, M., Chipera, S.J., WoldeGabriel, G., Pawar, R., Lichtner, P.C.,
Wehner, S.C., Raines, M.A. and Guthrie Jr, G.D., 2007. Analysis and performance of
oil well cement with 30 years of CO2 exposure from the SACROC Unit, West Texas,
USA. International Journal of Greenhouse Gas Control, 1(1), pp.75-85.
101.Palomo, A., Grutzeck, M.W. and Blanco, M.T., 1999. Alkali-activated fly ashes: a
cement for the future. Cement and concrete research, 29(8), pp.1323-1329.
102.Ningsih, S. K. (2017) “SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO
DOPED Cu2+ MELALUI METODA SOL-GEL”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 39-51. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/51.
103.Massazza, F., 1993. Pozzolanic cements. Cement and Concrete composites, 15(4),
pp.185-214.
104.Zainul, Rahadian, et al. "Modifikasi dan Karakteristik IV Sel Fotovoltaik Cu2o/Cu-
Gel Na2so4 Melalui Iluminasi Lampu Neon." Eksakta 2 (2015): 50.
105.Zainul, R. (2018), “Effect of Temperature and Particle Motion against the ability of
ZnO Semiconductor Photocatalyst in Humic Acid”, INA-Rxiv, 16 August, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/wnygb.
106.McBee, W.C. and Sullivan, T.A., US Departament of Commerce, 1982. Modified
sulfur cement. U.S. Patent 4,311,826.
107.Li, Z. and Chau, C.K., 2008. Reactivity and function of magnesium oxide in sorel
cement. Journal of Materials in Civil Engineering, 20(3), pp.239-244.
108.Syafei, N., Hidayat, D., Emilliano, E. and Men, L. (2018) “Analysis Cracking
Corrosion on Carbon Steel Pipes API 5L-X65 In Solution 7700 ml Aquades, 250 ml
Acetic Acid and 50 ml Ammonia with Gas CO2 and H2S in Saturation
Condition”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 21-31. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss2/138.
109.Zainul, R., Abd Azis, N., Md Isa, I., Hashim, N., Ahmad, M. S., Saidin, M. I., &
Mukdasai, S. (2019). Zinc/Aluminium–Quinclorac Layered Nanocomposite Modified
Multi-Walled Carbon Nanotube Paste Electrode for Electrochemical Determination of
Bisphenol A. Sensors, 19(4), 941.
110.Gregg, J.S., Andres, R.J. and Marland, G., 2008. China: Emissions pattern of the
world leader in CO2 emissions from fossil fuel consumption and cement
production. Geophysical Research Letters, 35(8).
111.Huda, N. (2017) “PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata
Nees.) TERHADAP SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L. Swiss
Webster)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 69-76. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/55.
112.Rahmi H.G, I. (2017) “TELAAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STATUS GIZI BALITA DI KOTA PADANG BERDASARKAN BERAT BADAN
PER TINGGI BADAN MENGGUNAKAN METODE CART”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 86-99. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/59.
113.Guci, S.R.F., Zainul, R. and Azhar, M. (2018), “PENGEMBANGAN MEDIA
PEMBELAJARAN BERBASIS TIGA LEVEL REPRESENTASI
MENGGUNAKAN PREZI PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA KELAS
XI SMA/MA”, INA-Rxiv, 19 September, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/n7jkf.
114.Karimzadeh, A. and Ayatollahi, M.R., 2012. Investigation of mechanical and
tribological properties of bone cement by nano-indentation and nano-scratch
experiments. Polymer Testing, 31(6), pp.828-833.
115.Ghemawat, P. and Thomas, C., 2008. Strategic interaction across countries and
multinational agglomeration: An application to the cement industry. Management
Science, 54(12), pp.1980-1996.
116.Pulselli, R.M., Simoncini, E., Ridolfi, R. and Bastianoni, S., 2008. Specific emergy of
cement and concrete: An energy-based appraisal of building materials and their
transport. Ecological indicators, 8(5), pp.647-656.
117.Amananti, W. (2017) “ANALISIS MIKROSTRUKTUR LAPISAN TIPIS TiO2:ZnO
YANG DIDEPOSISIKAN DIATAS SUBTRAT KACA DENGAN METODE
SPRAY COATING UNTUK DEGRADASI LIMBAH ZAT WARNA”, EKSAKTA:
Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 210-215. doi: 10.24036/eksakta/vol18-
iss02/81.
118.Irianto, G., 2004. A critical enquiry into privatisation of state-owned enterprises: the
case of PT Semen Gresik (Persero) TBK. Indonesia.
119.Plunkett, H.J., Morgan, W.E. and Pomeroy, J.L., 1997. Regulation of the Indonesian
cement industry. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 33(1), pp.75-102.
120.McLellan, B.C., Williams, R.P., Lay, J., Van Riessen, A. and Corder, G.D., 2011.
Costs and carbon emissions for geopolymer pastes in comparison to ordinary portland
cement. Journal of cleaner production, 19(9-10), pp.1080-1090.
121.Lubis, A.P. and Zainul, R. (2018), “Interaksi Molekuler Amonium Hidroksida”, INA-
Rxiv, 5 November, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/jht3b.
122.Tatsuoka, F., Uchida, K., Imai, K., Ouchi, T. and Kohata, Y., 1997. Properties of
cement-treated soils in Trans-Tokyo Bay Highway project. Proceedings of the
Institution of Civil Engineers-Ground Improvement, 1(1), pp.37-57.
123.Romer, M., Holzer, L. and Pfiffner, M., 2003. Swiss tunnel structures: concrete
damage by formation of thaumasite. Cement and Concrete Composites, 25(8),
pp.1111-1117.
124.Sani, M.S.H.M., Muftah, F. and Muda, Z., 2011. The properties of special concrete
using washed bottom ash (WBA) as partial sand replacement. International Journal of
Sustainable Construction Engineering and Technology, 1(2), pp.65-76.
125.Yuliani, F. and Zainul, R. (2018), “Analisis Termodinamika Molekul Magnesium
Sulphate (MgSO4)”, INA-Rxiv, 13 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/uxz4y.
126.Dinakar, P., Reddy, M.K. and Sharma, M., 2013. Behaviour of self compacting
concrete using Portland pozzolana cement with different levels of fly ash. Materials &
Design, 46, pp.609-616.
127.Azhar, M., Ahda, Y., Ihsanawati, I., Puspasari, F., Mawarni, S., Risa, B. and Natalia,
D. (2017) “SKRINING BAKTERI PENDEGRADASI INULIN DARI RIZOSFER
UMBI DAHLIA MENGGUNAKAN INULIN UMBI DAHLIA”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 13-20. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/44.
128.Delvi, I.P. and Zainul, R. (2019), “Mercury (II) Nitrate (Hg(NO3)2): Interaksi
Molekul dan Adsorpsi Hg dengan Karbon Aktif”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/eqyax.
129.Tamarani, A., Zainul, R., & Dewata, I. (2019, April). Preparation and characterization
of XRD nano Cu-TiO2 using sol-gel method. In Journal of Physics: Conference
Series (Vol. 1185, No. 1, p. 012020). IOP Publishing.
130.Iskandar, I., Horiza, H. and Fauzi, N. (2017) “EFEKTIVITAS BUBUK BIJI PEPAYA
(Carica Papaya Linnaeaus) SEBAGAI LARVASIDA ALAMI TERHADAP
KEMATIAN LARVA AEDES AEGYPTY TAHUN 2015”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 12-18. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/12.
131.Wang, J., Dai, Y. and Gao, L., 2009. Exergy analyses and parametric optimizations for
different cogeneration power plants in cement industry. Applied Energy, 86(6),
pp.941-948.
132.Sari, M. and Zainul, R. (2018), “Kalium Dikromat (K2Cr2O7) Spektroskopi dan
Transpor K2Cr2O7”, INA-Rxiv, 19 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/w92je.
133.Warlinda, Y.A. and Zainul, R. (2019), “Asam Posfat (H3PO4): Ionic Transformation
of Phosphoric Acid in Aqueous Solution”, INA-Rxiv, 29 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/s3y8v.
134.Firdaus, A., & Zainul, R. (2018). SESIUM KLORIDA (CsCl): TRANSPORT ION
DALAM LARUTAN.
135.Husna, A.D. and Zainul, R. (2019), “Analisis Molekular dan Karakteristik Hidrogen
Sianida (HCN)”, INA-Rxiv, 4 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/7xej9.
136.Zainul, R., Effendi, J., & Mashuri, M. (2019). Phototransformation of Linear
Alkylbenzene Sulphonate (LAS) Surfactant Using ZnO-CuO Composite
Photocatalyst. KnE Engineering, 1(2), 235-247.
137.Sumarmin, R. (2018) “Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana
L.) terhadap Histologis Pankreas Mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) yang
Diinduksi Sukrosa”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 100-112.
doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/123.
138.Dwynda, I. and Zainul, R. (2018), “Boric Acid (H3(BO3): Recognize The Molecular
Interactions in Solutions”, INA-Rxiv, 19 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/6wead.
139.Khairiah, K., Ashar, T. and Santi, D.N., 2012. Analisis Konsentrasi Debu dan Keluhan
Kesehatan pada Masyarakat di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Kecamatan
Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2012. Lingkungan dan Keselamatan
Kerja, 2(1).
140.Saiya, A. (2017) “ANALISIS RESIDU KLORPIRIFOS DALAM SAYURAN KUBIS
DENGAN METODE HPLC DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI
SULAWESI UTARA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 77-85.
doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/57.
141.Sari, A. (2017) “POTENSI ANTIOKSIDAN ALAMI PADA EKSTRAK DAUN
JAMBLANG (Syzigium cumini (L.) Skeels)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 107-112. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/61.
142.Sanjaya, H. (2017) “DEGRADASI METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN
KATALIS ZnO-PEG DENGAN METODE FOTOSONOLISIS”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 21-29. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/45.
143.Yulis, R., Zainul, R. and M. (2018), “DESAIN DAN KARAKTERISASI SEL
SURYA SISTEM ELEKTRODA TEMBAGA (I) OKSIDA (Cu2O/Al) MODEL
PIPA PADA LARUTAN NATRIUM SULFAT (Na2SO4)”, INA-Rxiv, 10 December,
available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/m43js.
144.Lee, T.C., Wang, W.J. and Shih, P.Y., 2008. Slag–cement mortar made with cement
and slag vitrified from MSWI fly-ash/scrubber-ash and glass frit. Construction and
Building Materials, 22(9), pp.1914-1921.
145.Desbrieres, J., 1993. Cement cake properties in static filtration. Influence of polymeric
additives on cement filter cake permeability. Cement and Concrete Research, 23(2),
pp.347-358.
146.Lee, S.H., Kim, H.J., Sakai, E. and Daimon, M., 2003. Effect of particle size
distribution of fly ash–cement system on the fluidity of cement pastes. Cement and
Concrete Research, 33(5), pp.763-768.
147.Guerrero, A. and Goni, S., 2002. Efficiency of a blast furnace slag cement for
immobilizing simulated borate radioactive liquid waste. Waste Management, 22(7),
pp.831-836.
148.Harahap, F. and Lubis, L. (2018) “Analysis of Heavy Metals Distribution in the River
Town of Hamasaki’s Rod Padangsidimpuan”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 19(2), pp. 50-56. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/149.
149.Noor, H., Yap, C.L., Zolkepli, O. and Faridah, M., 2000. Effect of exposure to dust on
lung function of cement factory workers. The Medical journal of Malaysia, 55(1),
pp.51-57.
150. Prihatini, R. (2017) “PEMANFAATAN AIR KELAPA UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN AKAR STEK TUNAS AKSILAR
Andrographis paniculata Nees”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp.
62-68. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/54.

Anda mungkin juga menyukai