Anda di halaman 1dari 25

REVIEW INDUSTRI SEMEN

Febri Andini Putri, Hildayati Amri, Laila Suryani


Mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang
Email: febriandinip99@gmail.com
ABSTRAK. Industri semen nasional adalah industri strategis yang
sangat dibutuhkan dalam setiap negara. Tujuan dari pembuatan jurnal
ini adalah untuk mengetahui sejarah semen, proses produksi semen
dan industri semen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
studi kepustakaan. Kesimpulan dari jurnal ini sebagai berikut
perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen Padang
yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910; proses pembuatan semen
yaitu penyiapan bahan baku, penggilingan dan pencampuran,
pembakaran serta penggilingan hasil pembakaran. Di Indonesia
industri semen terbesar ialah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Kata kunci : semen, penggilingan, pencampuran dan pembakaran

1. Pendahuluan
Kemajuan infrastruktur memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Salah
satu material penunjang untuk melakukan pembangunan nasional adalah semen (cement[1]).
Semen adalah komoditi yang memanfaatkan sumber daya alam[2] berupa batu kapur[3],
tanah liat, pasir besi dan pasir silika dengan pembakaran pada temperatur tinggi. Secara
luas semen juga bisa diartikan sebagai perekat hidrolisis yang didapatkan dari penggilingan
klinker dimana terkandung didalamnya kalsium silikat dan bahan tambahan berupa
kalsium sulfat. Semen disebut bahan perekat hidrolisis [4] disebabkan mengandung
senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan air dan menciptakan senyawa baru dimana
mempunyai sifat merekatkan pada bebatuan.
Semen hidrolik dan semen non-hidrolik adalah semen pada umumnya dipakai pada
kontruksi[5]. Semen hidrolik yaitu material yang mengeras sesudah dicampur dengan air
yang merupakan hasil reaksi kimia dari pencampuran[6] dengan air, kemudian sesudah
pembekuan, dapat membuat kekuatannya bertahan dan stabil walaupun dalam air. Semen
non- hidrolik adalah material seperti batu kapur dan gypsum[7] yang mesti tetap kering agar
kekuatannya bertambah dan memiliki komponen cair. Contoh[8] semen non-hidrolik seperti
adukan semen kapur . Saat ini konstruksi semen kebanyakan adalah semen hidrolik
berdasarkan terhadap semen Portland yang diolah dari batu kapur, mineral tanah liat
tertentu dan gypsum dengan proses suhu tinggi sehingga didapatkan CO2 kemudian
bercampur secara kimia sehingga didapatkan hasil bahan utama menjadi senyawa[10] baru.
Industri semen nasional adalah industri strategis yang banyak diperlukan dalam setiap
negara. Wilayah Indonesia yang sangat luas ini tentunya memerlukan adanya industri
semen nasional sebagai industri pendukung untuk pembangunan infrastruktur jalan,
jembatan, pelabuhan, bangunan, irigasi dan perumahan. Pada masa sekarang industri
semen di Indonesia sudah mengalami perkembangan secara pesat dalam produksi [11]
semen. Pertumbuhan semen yang semakin tinggi sampai sekarang ini sangat dipengaruhi
oleh tingginya tingkat pembangunan oleh sektor negeri maupun swasta serta tingginya
kebutuhan pemukiman oleh penduduk.
Indonesia mempunyai sembilan pabrik dimana 3 di antaranya tergabung dalam Semen
Gresik Group yaitu PT Semen Padang, PT Semen Gresik Tbk, dan PT Semen Tonasa yang
kapasitas terpasang totalnya 16,92 juta ton per tahun.
Tujuan[13] dari pembuatan jurnal ini adalah untuk mengetahui sejarah semen, proses
produksi semen dan industri semen.

2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Dengan sumber
data yang diperoleh berupa sumber data sekunder yang didapat dari studi kepustakaan.
Metode ini didasarkan pada teknik pengumpulan data-data yang berkaitan dengan artikel
dimana data ini dapat diperoleh dari data penelitian sebelumnya maupun dari literatur
seperti buku, jurnal dan media online lainnya.

3. Pembahasan
3.1 Sejarah Semen
Pada mulanya semen dikenal di Mesir sekitar tahun 500 sebelum masehi untuk
pembangunan piramida, dimana semen digunakan pada saat itu digunakan untuk mengisi
kekosongan ruang pada celah-celah tumpukan batu. Semen yang diciptakan oleh bangsa
Mesir adalah kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedangkan kalsinasi batu kapur mulai
digunakan saat zaman Romawi. Berikutnya bangsa yunani membuat semen dengan cara
mengambil tanah vulkanik yang berasal dari pulau Santoris yang kemudian dikenal dengan
Santoris cement. Bangsa Romawi mengambil material vulkanik di gunung vesuvius di
lembah Napples sebagai semen yang kemudian dikenal dengan Pozzolana [14] cement
berasal dari nama sebuah kota di Italia, Puzzolia.
Sekitar tahun 1756 Jhon Smeaton telah berhasil melakukan penyelidikan pada batu
kapur lunak tak murni dan terkandung tanah liat didalamnya yang merupakan bahan [15]
pembuatan untuk semen hidrolisis yang bagus.
Pembuatan semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar campuran tanah liat
dan batu kapur pada tahun 1824 oleh orang ingris bernama Joseph Aspdin yang kemudian
dikenal sebagai portland.
Sejarah industri semen di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Maret 1910 dengan
didirikannya perusahaan semen pertamakali yaitu PT. Semen Padang yang awalnya
bernama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM)[22]. Saat
tanggal 5 Juli 1958 Pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan perusahaan dari
Pemerintah Belanda. Setelah itu dengan terjadinya pengembangan perusahaan tersebut
akhirnya bangkit laagi[23. Kemudian pada tahun 1957 berdiri PT. Semen Gresik di Jawa
Timur, tahun 1968 berdiri PT. Semen Tonasa di Pangkep Sulawesi Selatan, tahun 1975
berdiri PT. Semen Cibinong dan PT. Indocement, tahun 1999 berdiri PT. Semen Bosowa
di Maros Sulawesi Selatan dan pada tahun 2012 PT. Semen Gresik berubah nama menjadi
PT. Semen Indonesia.
https://html2-f.scribdassets.com/2sqa6axog4sbz7a/images/4-ebdf6b5a36.jpg

3.2 Proses Produksi Semen


Komponen Semen
Dalam industri[24] semen komponen[25] utamanya adalah silikat yang mempunyai
kemampuan untuk mengikat jika ditambahkan dengan air dan menjadi keras sehingga
dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Komponen yang terdapat didalam semen adalah
sebagai berikut:
a. Dicalsium Silicate (2CaO.SiO2 atau C2S)[26]
b. Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2 atau C3S)
c. Tricalcium Alumina (3CaO.Al2O3 atau C3A)
d. Tetra Calcium Aluminate Ferrite (4CaO.Al2O3 atau C4AF)
Bahan baku pembuatan semen adalah sebagai berikut:
a. Batu Kapur (CaCO3)
b. Tanah Liat (Al2O3.2SiO2.xH2O)
c. Pasir Besi (Fe2O3)
d. Pasir Silika (Si2O3)[27]
Alat-alat Produksi Semen
a. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)
1) Rotary Dryer[28]
Fungsi alat ini sebagai pengering bahan baku.
2) Double Roller Crusher[29]
Fungsi alat ini memperkecil ukuran sand clay, limestone, pasir besi dan sand
koreksi sesudah keluar dari dryer.
3) Hopper Raw Mix
Fungsi alat ini menggiling dan mencampur bahan baku yang akan disimpan di
kiln.
4) Air Separator
Fungsinya yaitu sebagai pemisah material kasar dengan material halus yang
mana material kasar akan dihaluskan lagi di raw grinding mill sedangkan
material halus akan keluar sebagai produk.
5) Tetra Cyclone
Fungsinya sebagai pemisah[30] material kasar dengan material halus yang
terbawa aliran gas keluar dari air separator[31].
6) Weighing Feeder
Fungsi alat ini adalah untuk menimbang limestone yang keluar.
7) Spray Tower
Fungsi alat ini adalah mendinginkan gas panas hasil pembakaran di kiln yang
berlebih dari suspension preheater[32].
8) Raw Mill Fan
Fungsinya yaitu membuat material pada raw mill yang telah halus untuk dibawa
dengan aliran udara tertrik masuk ke cyclone[33].
9) Raw Grinding Mill
Fungsinya untuk menggiling bahan baku yang masuk ke kiln.
10) Electrostatic Presipitator
Fungsi alat ini yaitu sebagai penangkap debu yang terdapat pada aliran gas yang
kemudian dibuang lewat cerobong agar polusi tidak ditimbulkan.
11) Raw Meal Silo
Terdiri dari :
a) Blending Silo, fungsinya yaitu mehomogenkan raw meal dengan dibantu
oleh udara.
b) Storage Silo, fungsinya yaitu sebagai penyimpan[34] raw meal sebelum
dipindahkan ke kiln.
b. Unit Pembakaran
1) Suspension Preheater
Fungsi alat ini untuk pemanas awal umpan rotary.

https://brownengineer.files.wordpress.com/2013/12/dsc_0043.jpg

2) Rotary Kiln
Rotary kiln[35] adalah peralatan paling utama pada proses pembuatan semen.
Fungsinya yaitu untuk tempat terjadinya kontak antara gas panas dan material
umpan kiln sehingga membentuk senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C 3S,
C2S, C3A dan C4AF. Kiln putar ini berbentuk silinder yang terbuat dari baja
yang dipasang secara horizontal dengan kemiringan 4°, berdiameter 5,6 m,
panjang 84 m dan kecepatan putar 2,8 rpm. Kiln tanur bisa membakar umpan
dengan kapasitas 7800 ton/jam sehingga menjadi terak klinker.
Pada dasarnya rotary kiln adalah sebuah silinder panjang berputar pada
porosnya satu kali setiap satu atau dua menit. Sumbu ini cenderung sedikit
miring ujung[36] dengan pembakar yang lebih rendah.
https://html2-f.scribdassets.com/2sqa6axog4sbz7a/images/27-0086da43fa.jpg

Didalam rotary kiln terjadi proses pembakaran, kalor yang diberikan harus
cukup untuk mengeringkan kandungan air dalam slurry dan memanasi umpan
yang telah kering sehingga mencapai temperatur klinkerisasi. Proses
pembakaran yang terjadi pada tanur kiln ini disebabkan karena adanya
perpaduan antara bahan bakar batu bara[37] dengan udara atau oksigen yang
bertekanan tinggi dimana batu bara yang digunakan adalah batu bara yang telah
dihaluskan hingga berbentuk seperti tepung yang dapat menghasilkan semburan
api hingga suhu[38] 1500°C. Temperatur pembakaran kiln mempunyai arti
penting didalam operasi, jika temperatur terlalu rendah terak yang dihasilkan
kurang matang, mutu semen akan rendah dan jika terlalu tinggi temperaturnya
akan menyebabkan teraknya sukar digiling dan terjadinya pemborosan bahan
bakar.Gerakan antara material dan gas panas hasil pembakaran batu bara
berlangsung secara counter current[39].
Pada zaman sekarang, seluruh industri yang menghasilakn klinker memakai
rotary kiln karena rotary kiln adalah satu-satunya cara yang layak digunakan
sebgai pengatur proses pada temperature[40] tinggi dan material dengan beragam
sifat. Rotary kiln harus memenuhi 3 kebutuhan:
a) Pembakaran, sebagai combustion chamber untuk bahan bakar pada zona
pembakaran.
b) Proses, sebagai reaktor pada proses pembakaran klinker.
c) Mekanikal, stabilitas bentuk, fleksibilitas panas dan kekuatan.
Prinsip kerja rotary kiln, umpan kiln dari preheater yang masuk melalui
inlet chamber. Tenaga gerak dari motor dan main gear dapat membuat kiln
berputar. Perputaran kiln diatur oleh girth gear yang digunakan sebagai
pengaman dan pengurang beban main gear[41]. Karena pengaruh kemiringan dan
gaya putar kiln, maka umpan kiln akan bergerak perlahan disepanjang kiln.
Dari arah yang berlawanan gas[42] panas hasil pembakaran batu bara
dihembuskan oleh burner, sehingga terjadi kontak panas dan perpindahan panas
antara umpan kiln dengan gas panas.
Empat zona pemanasan yang terjadi di dalam rotary kiln yaitu calsinasi
zone dimana pada proses ini material baru masuk ke dalam kiln terkalsinasi
dikarenakan memiliki[43] panas yang lebih tinggi dan berkisar antara 1100-
1200°C yang berakibatkan pada perubahan bentuk material itu yang awalnya
berupa serbuk-serbuk padat menjadi serbuk-serbuk yang mulai terlihat
meleleh[44], selanjutnya yaitu transisi zone yang mana pada proses ini bahan
material memperoleh pemanasan[45] yang lebih tinggi diantarnya 1200-1300°C
dimana pada proses ini material hampir mendekati cair dan yang terakhir
terdapat proses burning zone dimana pada proses ini material benar-benar
memperoleh pemanasan secara utuh dari kiln hingga material itu mencair dan
panasnya mencapai 1400-1600°C. Proses terakhir yaitu proses cooling zone[46]
dimana pada proses ini material yang sudah masuk ke cooler ini panas pada
material harus lebih dingin[47] dibandingkan didalam kiln dimasukkan agar
klinker tersebut tidak lengket pada great plat dan panas pada cooler mencapai
150-200°C.
3) Air Quenching Cooler
Fungsi alat ini adalah sebagai pendingin clinker secara mendadak dari 1400°C
menjadi 900-950°C pada chamber 1.
4) Kiln Feed Bin
Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung umpan kiln yang siap untuk
diumpankan.
c. Unit Penggilingan Akhir
1) Air Separator
Fungsinya untuk memisahkan mineral kasar dengan mineral halus dimana
partikel kasar keluar supaya bisa dihaluskan lagi di finish grinding mill
sedangkan partikel halus keluar sebagai produk.
2) Clinker Storage Silo
Fungsi alat ini yaitu untuk menampung clinker[48].
3) Finish Grinding Mill
Fungsi alat ini yaitu sebagai penggiling campuran clinker dengan tambahan
gypsum supaya menjadi halus.
d. Unit Pengisian Packing
1) Vibrating Screen
Fungsi alat yaitu sebagai penyaring semen dari pengotor sebelum masuk ke
strorage silo untuk pengepakan.
2) Cement Silo
Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung semen yang berasal dari finish mill
sebelum masuk ke unit packing.
3) Storage Silo
Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung semen yang sudah melewati vibrating
screen untuk kemudian diumpankan ke rotary packer[49].
4) Rotary Feeder
Fungsi alat ini yaitu sebagai pengatur pengumpanan semen.
5) Valve Bag Packing Machines
Fungsi alat ini yaitu memasukkan semen kedalam kantong semen.
Rangkaian Peralatan (flow chat)
a. Traktor
Fungsi crawler traktor:
1) Sebagai tenaga penggerak blade (bulldozer[50])
2) Sebagai tenaga penggerak front-end bucket
3) Sebagai alat penarik scrapper
4) Untuk pengerjaan ripping
b. Bulldozer
Fungsinya adalah:
1) Untuk membuka jalan kerja di pegunungan maupun pada daerah yang berbatu-
batu
2) Dapat membersihkan medan dari tonggak-tonggak pohon, dan kayu-kayuan .
3) Memindahkan tanah[51] yang jauhnya hingga 300 ft.
4) Menghamparkan tanah irisan atau urugan.
5) Menarik scraper.
6) Untuk penimbunan terhadap trencher.
7) Menyiapkan material-material dari soil borrow pit[52] dan quarry pit atau tempat
pengambilan material.
c. Backhoe
Bagian-bagian utama dari alat ini adalah:
1) Bagian atas revolving unit (bias berputar)
2) Bagian bawah travel unit (bias berjalan)
3) Bagian attachment yang dapat diganti.
Backhoe[53] dikhususkan sebagai penggalian yang letaknya dibawah backhoe itu
sendiri. Backhoe dapat digunakan untuk alat gali yang mempunyai tingkat
kedalaman yang lebih teliti, juga bisa dipakai sebagai alat pemuat bagi truck.
d. Dump Truck
Alat ini sering digunakan sebagai pengangkut batuan untuk bangunan, tanah, dan
lainnya pada jarak dekat dan sedang. Dikarenakan kecepatannya yang tinggi, dump
truck[54] memiliki kapasitas tinggi sehingga ongkos angkut per ton material rendah.
Alat ini dapat digerakkan dengan disel, motor bensin, propane atau butane.
Kemiringan jalan yang dapat dilalui maksimum hingga 35%.
e. Belt Conveyor
Alat ini bisa dipakai untuk mengangkut material baik berupa bulk material atau
unit load secara miring ataupun mendatar. Bulk material yaitu material yang berupa
butir-butir atau serbuk, seperti semen, pasir[55], dan lainnya. Sedangkan unit load
yaitu benda yang bisa dihitung jumlahnya satu per satu, seperti kantong, balok,
kotak, dan lainnya.
Bagian-bagian penting Belt Conveyor[56] adalah:
1) Belt
Fungsi alat ini sebagai pembawa material yang diangkut.
2) Idler
Fungsinya sebagai penahan belt.
Menurut fungsi dan letaknya, Idler terbsgi menjadi:
a) Idler atas yang berguna sebagai penahan belt yang bermuatan.
b) Idler penahan yang ditempatkan ditempat pemuatan.
c) Idler penengah yang digunakan untuk menjajaki agar belt tidak bergeser
dari jalur yang seharusnya.
d) Idler bawah
e) Idler balik digunakn untuk menahan belt kosong.
3) Centering Device
Fungsinya untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
4) Unit penggerak (drive units)
Tenaga gerak pada belt conveyor dipindahkan ke belt oleh adanya gesekan
antar belt dengan pulley penggerak (drive pully), dikarenakan belt melekat
disekeliling pully yang diputar oleh motor.
5) Pemberat (counter weight)
Sebagai pengatur tegangan belt dan mencegah terjadinya slip antara belt dengan
pully penggerak, karena bertambah panjangnya belt.
6) Bending the belt
Alat yang digunakan untuk melengkungkan belt.
a) Susunan roller-roller
7) Pengumpan (feeder)
Daapat digunakan sebagai pemuatan material[57] ke atas belt.
8) Trippers
Alat yang digunakan supaya bisa menumpahkan muatan pada tempat tertentu.
9) Pembersih belt (Belt cleaner[58])
Alat ini diletakkan dibagian bawah ujung belt supaya material tidak melekat
pada belt balik.
10) Skirts
Komponen[59] semacam sekat yang dipasang dikiri-kanan belt.
11) Holdback
Merupakan[60] konstruksi baja sebagai penyangga semua susunan belt conveyor
dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jalannya belt yang berada
diatasnya tidak terganggu.
12) Motor penggerak
Untuk menggerakkan drive pulley biasanya digunakan[61] motor penggerak.
Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen dibagi menjadi:
a. Proses Basah (Wet Process)[62]
Pada proses ini seluruh bahan baku dicampurkan dengan air, dihancurkan dan
diuapkan lalu dibakar dengan bahan bakar minyak (bunker crude oil). Proses ini
jarang dipakai karena terbatasnya energi BBM. Proses basah ini dimulai dengan
mengecilkan ukuran bahan baku (raw material) menggunakan crusher. Setelah
digiling, setiap jenis bahan baku disimpan di tempat yang terpisah. Proses
penggilingan disertai dengan penambahan air ke wash mill, sehingga kombinasi
bahan baku yang dihasilkan berupa slurry[63] yang mengandung air 25-40%. Slurry
diaduk sehingga menghasilkan campuran[64] yang homogen. Slurry yang
homogen[65] dibakar menggunakan[66] long rotary kiln untuk menghasilkan clinker
kemudian didinginkan dalam cooler. Komponen tambahan yang diperlukan untuk
membuat clinker menjadi semen Portland adalah gypsum yang telah digiling.
Gypsum dan clinker digiling dengan menggunakan ball mill, sehingga[67] dihasilkan
semen dalam bentuk bubuk kemudian siap dikemas.
b. Proses Kering (Dry Process)[68]
Pada proses ini teknik yang digunakan adalah teknik[69] penggilingan dan
blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batu bara. Proses ini terdiri dari
lima tahap pengelolaan, yaitu sebagai berikut:
1) Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller
meal.
2) Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk memperoleh campuran
yang homogen.
3) Proses pembakaran[70] raw meal untuk memperoleh terak (clinker[71], bahan
setengah jadi yang diperlukan untuk pembuatan semen).
4) Proses pendinginan clinker.
5) Proses penggilingan akhir, dimana clinker dan gypsum digiling dengan cement
mill.
Dari proses diatas akan terjadi penguapan karena pembakaran pada suhu 900°C
sehingga menghasilkan sisa (residu) yang tidak larut, sulfur trioksida, silika yang
larut, besi dan aluminium oksida, kalsium, oksida besi, magnesium, fosfor, kapur
bebas dan alkali.
Secara garis besar, proses produksi semen terdiri dari enam tahap, yaitu:
a. Penyiapan bahan baku
Semen yang biasanya digunakan adalah semen Portland yang membuthkan 4
komponen bahan kimia utama agar mendapatkan komposisi[72] kimia yang sesuai.
Bahan tersebut adalah batu kapur, silika, alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih
besi)[73].
b. Penggilingan dan pencampuran bahan baku
Seluruh komponen atau bahan baku dihancurkan hingga seperti bubuk halus [74] dan
dicampurkan sebelum dilakukan proses pembakaran.
c. Pembakaran
Pada proses ini terjadi proses konversi kimia sesuai rancangan dan proses fisika
untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk clinker. Proses ini
dilakukan dalam rotary kiln yang menggunakan bahan bakar fosil berupa
padatan[75] (batu bara), cairan (solar)[76] atau bahan bakar alternatif.
d. Penggilingan hasil pembakaran
Proses penghalusan clinker dengan menambahkan[77] sedikit gypsum, kurang dari
4% untuk dihasilkan semen Portland tipe I. Proses ini dilakukan di tube mill.

https://winnyphotos.files.wordpress.com/2013/04/cement-mill.jpg

e. Pendinginan dan pengepakan


Proses pendinginan klinker dilakukan di cooler dan pengepakan untuk segera di
distribusikan[78].
https://winnyphotos.files.wordpress.com/2013/04/quencing.jpg

3.3 Industri Semen


Karakteristik Semen
a. Sifat Fisika Semen
1) Hidrasi Semen
Hidrasi pada semen[79] terjadi jika ada kontak antara mineral alam dalam semen
dengan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi rekasi hidrasi diantaranya jumlah
air[80] yang ditambahkan, temperatur, kehalusan semen dan bahan tambahan. Faktor-
faktor tersebut yang akan mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang mana
dalam jangka waktu[81] tertentu akan mengalami pengerasan.
2) Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi (reaksi eksoterm) [82]
apabila semen dicampur dengan air.
3) Setting time dan Hardening
Setting time[83] sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif. Setting
time akan menurun jika klinker tidak terbakar sempurna, partikel semen halus,
tingginya kandungan alumina, alkali dan soda kasutik. Setting time akan meningkat
jika klinker dibakar pada temperatur yang sangat tinggi, partikel semen kasar,
gypsum yang ditambahkan berlebih, tingginya kadar silika, Natrium Klorida (NaCl)
[84]
, Barium Klorida (BaCl2), Sulfida (SO3), senyawa sulfat dan air sadah.
4) False set
False set merupakan hasil dari dehidrasi gypsum yang disebabkan karena
pemanasan berlebih. False set merupakan proses pengerasan semen yang tidak
normal apabila air ditambahkan ke dalam semen, sehingga dalam beberapa menit
pengerasan segera terjadi. Pengerasan ini terjadi karena adanya CaSO 4.1/2H2O
dalam semen. Plastisitas akan diperoleh apabila campuran tersebut diaduk kembali.
False set[85] dapat dihindari dengan mengatur temperatur semen saat penggilingan di
dalam Cement Mill agar gypsum tidak berubah menjadi CaSO4.1/2H2O, selain itu
gypsum yang digunakan harus cukup kuat dan belum di dehidrasi.
5) Kuat tekan
Kuat tekan adalah kemampuan suatu material menahan beban. Kuat tekan sangat
diperlukan dalam menetukan mix design dari beton untuk suatu konstruksi tertentu.
Nilai kuat tekan akan meningkat[86] jika nilai Lime Saturation Factor (LSF) tinggi,
nilai alumina Ratio rendah, nilai silica Ratio tinggi, kandungan SO 3 rendah, dan
tingkat kehalusan semen tinggi.
6) Kelembaban
Semen mudah menyerap[87] uap air dan CO2[88] dari udara selama penyimpanan atau
pengangkutan. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kualitas[89] semen.
7) Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi pada pasta semen dalam campuran beton,
yaitu Hidration Shrinkage, Drying Shrinkage[90] dan Carbonation Shrinkage. Yang
paling mempengaruhi keretakan beton adalah Drying Shrinkage. Penyusutan terjadi
karena[91] adanya penguapan air bebas dari pasta semen selama proses Setting time
dan Hardening.
8) Daya Tahan Semen terhadap Asam dan Sulfat
Pada umumnya daya tahan semen terhadap asam lemah, sehingga mudah
terdekomposisi atau terurai oleh asam-asam kuat seperti asam klorida (HCl) dan
asam sulfat (H2SO4).
9) Kehalusan (Blaine)[92]
Semakin halus semen, panas hidrasi, kebutuhan air satu per satuan berat semen akan
semakain tinggi, serta reaksi hidrasi akan semakin cepat.
10) Napa soil
Penambahan Napa soil menyebabkan tingginya kadar SiO2, Al2O3, Fe2O3 dalam
semen, sedangkan komposisi lain dalam semen seperti CaO, MgO, dan SO 3
menurun.[93]
b. Sifat Kimia Semen
1) Hilang Pijar (LOI)[94]
Pada semen sifat ini disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal yang berasal
dari gypsum serta penguapan CO2.
2) Silica Ratio (SR)[95]
Perubahan Silica Ratio dapat menyebabkan perubahan pada pembentukan Coating
pada Burning Zone dan Burnability Clinker. Silica Ratio yang rendah dapat
menyebabkan Raw meal mudah dibakar, temperatur klinkerisasi rendah, cenderung
membentuk ring coating dalam Kiln apalagi bila Lime Saturation Factor (LSF)
rendah, kekuatan awal tinggi tetapi dengan pertambahan waktu sedikit sekali
kenaiknannya, dan C3S banyak.
3) Alumina Ratio (AR)
Jika nilai alumnia ratio (AR) tinggi, maka akan menurunkan silica ratio (SR),
sehingga akan menghasilkan[96] semen dengan waktu pengikatan yang cepat. Jika
Alumina Ratio (AR) rendah maka akan menyebabkan semen yang dihasilkan tahan
terhadap sulfat yang tinggi, mudah dibakar, temperatur klinkerisasi lebih rendah,
reaksi klinkerisasi lebih cepat, fasa cair banyak dan resitensi terhadap uap air laut
serta senyawa[97] kimia tinggi.
Jenis-jenis Semen
Beberapa jenis semen diantaranya sebagai berikut:
a. Semen Portland[98] (Semen Abu), adalah bubuk berwarna abu kebiru-biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah
dalam tanur dengan suhu dan tekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai
perekat atau memplester.
b. Semen Putih (Grey Cement)[99], adalah semen yang lebih murni dari semen Portland
dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti filter atau pengisi.
Semen ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
c. Semen Sumur Minyak (Oil well cement)[100], adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran gas alam atau minyak bumi di darat ataupun dilepas pantai.
d. Mixed and fly ash cement[101], adalah campuran semen Portland dengan Pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batubara yang mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi
oksida dan oksida[102] lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini biasa
digunakan untuk membuat beton.
e. Semen Pozolan[103], Pozolan adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak terlalu
bersifat semen, namun akan muncul sifat semen jika dicampur dengan gamping.
Keunggulan dari semen ini adalah tahan terhadap korosi larutan garam dan air laut
serta lebih baik dari pada semen Portland.
f. Semen Alumina Tinggi, adalah suatu semen kalsium alumina yang biasanya
mengandung oksida[104] besi, silika, magnesia dan ketakmurnian lain
g. Semen Silikat, semen ini tahan terhadap segala macam asam anorganik dalam
berbagai konsentrasi, kecuali asam flourida. Semen ini tidak cocok untuk pH [105]
diatas 7 atau dalam sistem yang membentuk kristal. Semen ini biasanya digunakan
sebagai bahan perekat bata didalam tangki reaksi asam kromat dan tangki alum.
h. Semen Belerang (Sulfur Cement)[106], semen ini sangat tahan terhadap garam dan
asam yang tak mengoksidasi, namun tidak boleh dipakai bila ada alkali, minyak,
lemak dan pelarut. Semen ini biasanya digunakan untuk perekat bata.
i. Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel)[107], semen ini didapatkan dari
kalsinasi magnesit dan magnesia yang diperoleh dari larutan garam.Semen ini korosif
terhadap korosi besi[108].
Negara Penghasil Semen Terbesar didunia
a. China
China memiliki industri semen terbesar didunia. Pada tahun 2014, China
memproduksi 2.500 juta metrik ton semen. China mengalami urbanisasi dengan
tingkat yang cepat yang ditandai dengan pertumbuhan kota kecil dan kota besar.
Masyarakat di China hidup mayoritas bangunannya dalam struktur yang terbuat dari
semen. Sebgian besar perusahaan semen negara dimiliki oleh otoritas negaranya.
Oleh karena itu, tidak heran harga semen di negara ini sangat murah. Faktor-faktor
tersebutlah yang mendorong produksi berlebih semen di negara ini. Industri semen di
China ini menuai banyak pro dan kontra. Berkat adanya perusahan semen terbaik di
China mendorong perbaikan infrastruktur yang memperluas ekonomi[109] negara ini.
Namun, produksi semen skala besar juga menyebabkan pencemaran lingkungan
secara besar-besaran.[110]
b. India
Pada tahun 2014 industri semen di India menghasilkan 280 juta metrik ton semen.
Produksi semen di negara ini mencatat kenaikan 5-6% hingga tahun 2016. Industri
semen utama di negara ini adalah Semen Ultratech yang menguasai 22% pasar
domestik diikuti oleh ACC dan Ambuja dengan 15% dan 13%. Minat konsumen[111]
terbesar di India adalah perumahan konstruksi real estate. Konsumsi [112] konstruksi
real estate dan infrastruktur mengembangkan industri semen lainnya di india.
c. Amerika Serikat
Pada tahun 2014 negara ini memproduksi 83 juta metrik ton semen. Negara bagian
Amerika Serikat yang memiliki pabrik semen diantaranya Texas, Missouri, Alabama,
California dan Florida yang menghasilkan hampir setengah dari total pabrik semen di
Amerika Serikat pada tahun 2013. Selain itu Amerika Serikat juga mempunyai dua
pabrik semen di Puerto Riko. Tahun 2015, 10% semen yang dikonsumsi di negara
tersebut diimpor dengan jumlah[113] besar yang berasal dari Yunani dan Kanada. Di
Amerika Serikat, semen Portland diproduksi oleh perusahaan terkemuka seperti
CEMEX[114], Texas Industries Inc., Lehigh Hanson Inc. dan LafargeHolcim[115].
d. Iran
Negara ini menjadi produsen semen terbesar di Timur Tengah. Pada tahun 2014 Iran
memproduksi semen mecapai total 75 juta metrik ton. Iran adalah negara eksportir
semen[116] utama untuk negara-negara seperti Turkmenistan, Irak, Kuwait,
Afghanistan, Azerbaijan. Tahun 2015 negara ini mempunyai 71 pabrik semen yang
memiliki kapasitas 80,6 juta ton/tahun. Perusahaan semen terkemuka di negara ini
diantaranya Ghadir Investment Company dan Fars and Khuzestan Cement Company
yang didukung oleh pemerintah[117].
Semen Indonesia
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah produsen semen terbesar di
Indonesia.Pada saat ini kapasitas terpasang PT Semen Indonesia (Persero) Tbk adalah
sebesar 29 juta ton semen per tahun dan menguasai sekitar 42% pangsa pasar domestik.
Semen Indonesia memiliki anak perusahaan PT Semen Gresik, PT Semen Padang [119], PT
Semen Tonasa dan Thang Long Cement.
Produk Semen Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Semen Portland Tipe I. Dikenal sebagai Ordinary Portland Cement (OPC)[120.
b. Semen Portland Tipe II. Dikenal sebagai semen yang mempunyai [121] ketahanan
terhadap sulfat dan panah hidrasi sedang.
c. Semen Portland Tipe III. Merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah
proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin.
Contohnya digunakan untuk pembuatan bangunan tingkat tinggi, bandar udara
dan jalan raya[122].
d. Semen Portland Tipe V. Semen ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan
pada air/tanah yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk konstruksi,
pembangkit tenaga nuklir, pelabuhan dan terowongan[123].
e. Special Blended Cement (SBC)[124]. Semen ini merupakan[125] semen khusus yang
diciptakan untuk pembangunan mega proyek jembatan Surabaya-Madura
(Suramadu) dan cocok digunakan untuk bangunan di lingkungan air laut.
f. Portland Pozzolana Cement (PPC)[126]. Semen hidrolisis yang dibuat dengan
menggiling terak, gypsum dan pozzolan. Digunakan[127] untuk bangunan umum
dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang.
Limbah Industri Semen
Limbah[128] yang paling banyak dihasilkan dari industri semen adalah limbah gas dan
limbah pertikel.
a. Limbah Gas
Limbah gas mengganggu kandungan alami udara dan akan menurunkan kualitas
udara. Gas-gas tersebut antara lain CO, CO 2, SO3, hidrokarbon dan lainnya. Gas
tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi[129] tertentu akan membunuh manusia.
Dalam kadar rendah, tidak berbau dan bila kadar bertambah menyebabkan bau yang
tidak sedap[130] dan gejalanya cepat menimbulkan pusing, mabuk dan batuk. Zat-zat
yang mudah meguap adalah chlor, amoniak [131], nitrat, nitrit dan lainnya. Bahan-
bahan yang bersifat gas dan uap akan mengakibatkan:
1) Terganggunya pernafasan
2) Merusak susunan saraf
3) Merusak susunan darah
4) Merusak alat-alat dalam tubuh
b. Limbah Partikel
Partikel merupakan butiran halus dan masih sedikit terlihat langsung oleh mata
seperti uap air, asap, kabut dan debu. Debu adalah partikel zat padat yang timbul
pada proses industri seperti penghancuran, peledakan dan pengolahan, baik yang
berasal dari dari bahan organik[132] maupun anorganik[133]. Karena sifat debu yang
ringan, menyebabkannya melayang di udara dan turun karena daya tarik bumi
(gravitasi). Akibat lingkungan[134] yang mengandung debu, penimbunan debu dalam
paru-paru pada manusia dilingkungan bekerja atau tempat tinggal. Kerusakan
kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak yang terjadi, konsentrasi [135]
debu di udara, jenis debu dan lainnya.
Asap adalah partikel[136] dari zat karbon yang keluar dari cerobong asap industri
karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung[137]
karbon. Asap bercampur dengan kabut atau uap air di malam hari akan turun ke bumi
menempel pada dedaunan ataupun diatas atap rumah.
Menurut sifatnya bahan yang yang bersifat partikel akan menimbulkan:
1) Rangsangan saluran pernafasan
2) Alergi
3) Fibrosis
4) Penyakit demam
5) Kematian karena bersifat racun[138]
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan limbah melalui udara, maka dari itu
dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas [139]. Nilai ambang batas
adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga
manusia[140] dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan penyakit [141] atau
menderita karena zat tersebut. Selain penetapan nilai ambang batas juga dilakukan
teknologi pengolahan emisi pencemaran udara. Teknologi pengolahan[142] emisi
pencemaran udara[143] industri telah berkembang lama, yang digunakan untuk
mengurangi, menurunkan dan menghilangkan kadar pencemaran unsur-unsur limbah
proses yang dihasilkan. Teknologi yang diterapkan yaitu peralatan untuk partikel dan
aerosol seperti dengan cara scrubber[144], filter[145], electrostatic precipitator[146] dan
pengendapan.
Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan
Industri semen menyebabkan dampak kerusakan lingkungan sebagai berikut:
a. Lahan
Perubahan tata guna tanah akibat kegiatan penambangan dan penyerapan lahan serta
pembangunan fasilitas lainnya, menyebabkan penurunan kapasitas air tanah yang
pada akhirnya akan berpengaruh pada kuantitas air sungai di sekitarnya.
b. Air
Kualitas air menurun karena limbah cair[147] dari pabrik dalam bentuk minyak dan
sisa air dari kegiatan penambangan. Kemudian menimbulkan lahan kritis yang
mudah terkena erosi dan pendangkalan dasar sungai[148], yang akhirnya akan
menimbulkan banjir pada musim hujan. Kuantitas air atau debit air menjadi
berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan mengakibatkan
penyerapan air tanah menipis. Sungai menjadi kering pada musim kemarau dan
banjir pada musim hujan karena tanah tidak lagi mampu menyerap air.
c. Udara
Debu yang terlihat dikawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu[149]
menimbulkan pencemaran udara. Suhu udara disekitar pabrik meningkat[150]. Gas
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara berupa
gas CO, CO2, SO3 dan gas lainnya yang mengandung hidrokarbon serta belerang.

4. Kesimpulan
Pada awalnya semen dikenal di Mesir sekitar tahun 500 SM untuk pembuatan
piramida, dimana semen digunakan pada saat itu sebagai pengisi ruang kosong
diantara celah-celah tumpukan batu. Di Indonesia, perusahaan semen pertama adalah
PT Semen Padang yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV
Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM).
Secara garis besar proses pembuatan semen dimulai dari penyiapan bahan baku
dimana bahan-bahan tersebut diantaranya adalah batu kapur, tanah liat, pasir besi dan
pasir silika. Kemudian dilanjutkan dengan penggilingan dan pencampuran bahan baku
dimana seluruh bahan baku dihancurkan hingga menjadi bubuk halus. Proses
selanjutnya adalah pembakaran, dimana terjadi proses konversi sesuai rancangan dan
proses fisika untuk mempersiapkan bahan baku membentuk klinker yang dilakukan di
dalam rotary kiln. Selanjutnya proses penggilingan hasil pembakaran, dimana proses
penghalusan klinker ini ditambahkan sedikit gypsum. Proses terakhir adalah
pendinginan dan pengepakan untuk kemudian didistribusikan ke konsumen.
Dalam industri semen terdapat beberapa jenis semen, yaitu Semen Portland, Semen
Putih (Grey Cement), Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement), Mixed and fly ash
cement, Semen Pozolan, Semen Alumina Tinggi, Semen Silikat, Semen Belerang
(Sulfur Cement), Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel). Semen juga
mempunyai karakteristik yang terbagi atas sifat fisika dan sifat kimia. Sifat fisikanya
yaitu hidrasi semen, panas hidrasi, Setting Time dan Hardening, false set, kuat tekan,
kelembaban, penyusutan, daya tahan semen terhadap asam dan sulfat, kehalusan
(blaine) dan sifat kimia yang terdiri dari hilang pijar (LOI), Silica Ratio (SR), Alumina
Ratio (AR). Kemudian terdapat beberapa negara penghasil semen terbesar didunia
yaitu China, India, Amerika Serikat dan Irak. Di Indonesia produsen semen terbesar
dipegang oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Limbah terbesar industri semen
adalah limbah gas dan limbas partikel. Industri semen berdampak terhadap
pencemaran lingkungan yaitu perubahan tata guna tanah akibat kegiatan
penambangan, kualitas air menurun karena limbah cair dan pencemaran udara akibat
limbah udara pabrik.

Daftar Pustaka
1. Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon dioxide
emissions from the global cement industry. Annual review of energy and the
environment, 26(1), pp.303-329.
2. Prabowo, H. (2018) “PENYELIDIKAN KELAYAKAN KIMIA DAN
PENYEBARAN CADANGAN PASIR BESI DAERAH TIKU KABUPATEN
AGAM UNTUK BAHAN BAKU SEMEN PADA PT. SEMEN
PADANG”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 39-42. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/121.
3. Antoni, M., Rossen, J., Martirena, F. and Scrivener, K., 2012. Cement substitution by
a combination of metakaolin and limestone. Cement and Concrete Research, 42(12),
pp.1579-1589.
4. Ruswandi, R. (2018) “Determination of Fructose Content resulted by Inulin
Hydrolysis with DNS as Oxidizer”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1),
pp. 14-23. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/102.
5. Gutteridge, W.A. and Dalziel, J.A., 1990. Filler cement: the effect of the secondary
component on the hydration of Portland cement: part I. A fine non-hydraulic
filler. Cement and Concrete Research, 20(5), pp.778-782.
6. Hidayani, T. (2018) “GRAFTING POLIPROPILENA DENGAN MALEAT
ANHIDRIDA SEBAGAI PENGIKAT SILANG DENGAN INISIATOR BENZOIL
PEROKSIDA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 56-62. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/127.
7. Lerch, W., 2008. The influence of gypsum on the hydration and properties of Portland
cement pastes (No. SP-249-6).
8. Ramalisa, Y., Febriyanti, A. and Multahadah, C. (2019) “Analysis of Non Hierarchical
Bomb for Collection of Community Health Degrees in Jambi and Muaro Jambi
City”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 25-34. doi:
10.24036/eksakta/vol20-iss1/167.
9. Syafei, N. (2019) “Events of corrosion phenomena on carbon steel pipes in
environment of sea water and ammonia solutions due to the presence of sweet
gas”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 86-99. doi:
10.24036/eksakta/vol20-iss1/178.
10. Sofyanita, S. and Octaria, Z. (2018) “Fenthion Compound Degradation in the Pesticide
Bayleton 500 ec in Sonolysis, Ozonolysis and Sonozolysis with Addition of TiO2-
anatase”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 70-79. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss2/153.
11. Parbuntari, H., Prestica, Y., Gunawan, R., Nurman, M. and Adella, F. (2018)
“Preliminary Phytochemical Screening (Qualitative Analysis) of Cacao Leaves
(Theobroma cacao L.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 40-45.
doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/142.
12. Powers, T.C. and Brownyard, T.L., 1946, September. Studies of the physical
properties of hardened Portland cement paste. In Journal Proceedings (Vol. 43, No. 9,
pp. 101-132).
13. Zainul, R. and Wardani, S. (2019) “The Hydrogen Generator Performance of
Sandwich Designed 4/4 Al-Cu Plates”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
20(1), pp. 100-104. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/177.
14. Massazza, F., 1998. Pozzolana and pozzolanic cements. Lea's chemistry of cement and
concrete, 4, pp.471-636.
15. Zainul, R. (2018), “Design and Modification of Copper Oxide Electrodes for
Improving Conversion Coefficient Indoors Lights (PV-Cell) Photocells”, INA-Rxiv,
16 August, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/pgn84.
16. Anhar, A., Sumarmin, R., & Zainul, R. (2016). Measurement of Glycemic Index of
West Sumatera Local Rice Genotypes for Healthy Food Selection. Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research, 8(8), 1035-1040.
17. Zainul, R. (2015). Disain dan Modifikasi Kolektor dan Reflektor Cahaya pada Panel
Sel Surya Al/Cu2O-Gel Na2SO4.
18. McHargue, T.R. and Price, R.C., 1982. Dolomite from clay in argillaceous or shale-
associated marine carbonates. Journal of Sedimentary Research, 52(3), pp.873-886.
19. Page, C.L. and Page, M.M. eds., 2007. Durability of concrete and cement composites.
Elsevier.
20. Matschei, T., Lothenbach, B. and Glasser, F.P., 2007. Thermodynamic properties of
Portland cement hydrates in the system CaO–Al2O3–SiO2–CaSO4–CaCO3–
H2O. Cement and Concrete Research, 37(10), pp.1379-1410.
21. Zainul, R. (2018), “Determination of the half-life and the quantum yield of ZnO
semiconductor photocatalyst in humic acid”, INA-Rxiv, 16 August, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/e8a9x.
22. Hoiriyah, S., 2018. PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CLAY DAN
IRON SAND MENGGUNAKAN MRP MODEL HEURISTIC DYNAMIC LOT
SIZING Studi Kasus di PT Semen Padang, Sumatera Barat.
23. Zainul, R., Alif, A., Aziz, H., Arief, S., Dradjad, S., & Munaf, E. (2015). Design of
photovoltaic cell with copper oxide electrode by using indoor lights. Research Journal
Of Pharmaceutical Biological And Chemical Sciences, 6(4), 353-361.
24. Anwar, M., Munaf, E., Kosela, S., Wibowo, W., & Zainul, R. (2015). Study of Pb (II)
biosorption from aqueous solution using immobilized Spirogyra subsalsa
biomass. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(11), 715-722.
25. Chatri, M., Mansyurdin, M., Bakhtiar, A. and Adnadi, P. (2017) “PERBANDINGAN
KOMPONEN MINYAK ATSIRI ANTARA DAUN MUDA DAN DAUN DEWASA
PADA HYPTIS SUAVEOLENS (L.)POIT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 1-12. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/41.
26. Midgley, H.G. and Rao, P.B., 1978. Formation of stratlingite, 2CaO. SiO2. Al2O3.
8H2O, in relation to the hydration of high alumina cement. Cement and Concrete
Research, 8(2), pp.169-172.
27. Taylor, H.F.W., 1961. The chemistry of cement hydration. Progress in ceramic
science, 1, pp.89-145.
28. Peinado, D., De Vega, M., García-Hernando, N. and Marugán-Cruz, C., 2011. Energy
and exergy analysis in an asphalt plant’s rotary dryer. Applied Thermal
Engineering, 31(6-7), pp.1039-1049.
29. Vermeulen, E. and Van Bogaert, G., Pb Gelatines, 1981. Double-roll crusher. U.S.
Patent 4,252,282.
30. Kristy, D.P. and Zainul, R. (2019), “Analisis Molekular dan Transpor Ion Natrium
Silikat”, INA-Rxiv, 3 February, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/8ac4m.
31. Jankovic, A., Valery, W. and Davis, E., 2004. Cement grinding optimisation. Minerals
Engineering, 17(11-12), pp.1075-1081.
32. Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon dioxide
emissions from the global cement industry. Annual review of energy and the
environment, 26(1), pp.303-329.
33. Fukuda, Y. and Ueda, Y., Onoda Cement Co Ltd, 1976. Apparatus for calcining
cement. U.S. Patent 3,975,148.
34. Putri, D., Fifendy, M. and putri, M. (2018) “DIVERSITAS BAKTERI ENDOFIT
PADA DAUN MUDA DAN TUA TUMBUHAN ANDALEH (Morus macroura
miq.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 125-130. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/122.
35. Engin, T. and Ari, V., 2005. Energy auditing and recovery for dry type cement rotary
kiln systems––A case study. Energy conversion and management, 46(4), pp.551-562.
36. JANNAH, A. R. (2017). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ASAM
BASA MENGGUNAKAN APLIKASI ANDROID BERBASIS CHEMISTRY
TRIANGLE KELAS XI SMA/MA JURNAL.
37. Shafitri, M. and Zainul, R. (2019), “Vanadium Pentaoksida (V2O5) : Termodinamika
Molecular dan Interaksi Ion dalam Larutan”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/jgmvd.
38. Artika, P.I. and Zainul, R. (2018), “Potassium Bromide (KBr): Transformasi ionik
dan sifat temodinamika dalam Larutan”, INA-Rxiv, 19 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/a5hyz.
39. Leger, C.B., Praxair Technology Inc, 1996. Oxygen lancing for production of cement
clinker. U.S. Patent 5,572,938.
40. Zainul, R., Oktavia, B., Dewata, I., & Efendi, J. (2017). Studi Dinamika Molekular
dan Kinetika Reaksi pada Pembelahan Molekul Air untuk Produksi Gas Hidrogen.
41. Christopoulos, G.A. and Safacas, A.N., 2005, June. Girth gear/common shaft AC drive
for cement rotary kiln. In Proceedings of the IEEE International Symposium on
Industrial Electronics, 2005. ISIE 2005. (Vol. 3, pp. 935-939). IEEE.
42. Sari, E.S.J. and Zainul, R. (2019), “Nitrogen Triflorida (NF3) : Termodinamika dan
Transpor Elektron NF3”, INA-Rxiv, 31 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/3nzrh.
43. Putri, G.E., Arief, S., Jamarun, N., Gusti, F.R. and Zainul, R. (2018), “Microstuctural
Analysis and Optical Properties of Nanocrystalline Cerium Oxides Synthesized by
Precipitation Method”, INA-Rxiv, 10 December, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/qcz4y.
44. Klemm, W.A., Jawed, I. and Holub, K.J., 1979. Effects of calcium fluoride
mineralization on silicates and melt formation in portland cement clinker. Cement and
Concrete Research, 9(4), pp.489-496.
45. Horiza, H., Azhar, M. and Efendi, J. (2017) “EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI
INULIN DARI UMBI DAHLIA (Dahlia sp.L) SEGAR DAN
DISIMPAN”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 31-39. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss01/14.
46. Garrett, H.M. and Hansen, E., Ash Grove Cement Co and Cadence Environmental
Energy Inc, 1992. Manufacture of cement clinker in long rotary kilns by the addition
of volatile fuel elements directly into the calcining zone of the rotary kiln. U.S. Patent
5,156,676.
47. Handayani, D. (2017) “KARAKTERISTIK CENDAWAN DARK SEPTATE
ENDOPHYTE (DSE) PADA AKAR TANAMAN JAGUNG DAN
PADI”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 61-68. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss01/20.
48. Madlool, N.A., Saidur, R., Hossain, M.S. and Rahim, N.A., 2011. A critical review on
energy use and savings in the cement industries. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 15(4), pp.2042-2060.
49. Holston, H.G., 1956. Rotary packer head. U.S. Patent 2,751,657.
50. Guo, Y.L., Wang, B.J., Yeh, K.C., Wang, J.C., Kao, H.H., Wang, M.T., Shih, H.C.
and Chen, C.J., 1999. Dermatoses in cement workers in southern Taiwan. Contact
Dermatitis, 40(1), pp.1-7.
51. Hakimi, A. and Zainul, R. (2019), “Asam Arsenat (H3AsO4) : Analisis Molekular dan
Karakteristik Senyawa”, INA-Rxiv, 31 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/e486z.
52. Jimoh, Y.A. and Apampa, O.A., 2014. An evaluation of the influence of corn cob ash
on the strength parameters of lateritic soils. Civil and Environmental Research, 6(5),
pp.1-10.
53. Opdyke, S.M. and Evans, J.C., 2005. Slag-cement-bentonite slurry walls. Journal of
geotechnical and geoenvironmental Engineering, 131(6), pp.673-681.
54. Bradshaw, J.R., Halliburton Oil Well Cementing Co, 1946. Bulk cement conveyance.
U.S. Patent 2,412,121.
55. Rahmadhanty, S. and Zainul, R. (2018), “DESIGN OF HUMAT ACID SOLID
SOLUTION REACTOR THROUGH PHOTOTRANSFORMATION OF COPPER
OXIDE (CuO) SEMICONDUCTOR PLATE”, INA-Rxiv, 24 December, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/yhd9x.
56. Lim, C.S., Tickner, J.R., Sowerby, B.D., Abernethy, D.A., McEwan, A.J., Rainey, S.,
Stevens, R., Manias, C. and Retallack, D., 2001. An on-belt elemental analyser for the
cement industry. Applied Radiation and Isotopes, 54(1), pp.11-19.
57. Zainul, R. and Prima, B. (2018), “TEKNOLOGI MATERIAL MAJU Prinsip Dasar
dan Aspek Rekayasa”, INA-Rxiv, 9 December, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/p63wc.
58. Carr, E.G., LAKEWOOD ENGINEERING Co, 1920. Method and apparatus for
cleaning conveyer-belts. U.S. Patent 1,331,484.
59. Ramli, R., Jonuarti, R. and Hartono, A. (2017) “ANALISIS STRUKTUR NANO
DARI LAPISAN TIPIS COBALT FERRITE YANG DIPREPARASI DENGAN
METODE SPUTTERING”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 46-
53. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/16.
60. Jumalia, R. and Zainul, R. (2019), “Natrium Karbonat : Termodinamika dan Transport
Ion”, INA-Rxiv, 3 February, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/y2vq9.
61. Nasir, M. (2017) “PENGARUH WAKTU HIGH ENERGY MILLING TERHADAP
KARAKTERISTIK NANOKAOLIN CAPKALA ASAL KALIMANTAN
BARAT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 200-209. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/78.
62. Mintus, F., Hamel, S. and Krumm, W., 2006. Wet process rotary cement kilns:
modeling and simulation. Clean Technologies and Environmental Policy, 8(2),
pp.112-122.
63. Nahm, J.J., Vinegar, H.J., Karanikas, J.M. and Wyant, R.E., Shell Oil Co, 1993. High
temperature wellbore cement slurry. U.S. Patent 5,226,961.
64. Badrulfalah, B., Irianingsih, I. and Joebaedi, K. (2018) “Some Operations on Mixed
Monotone Operator in Banach Spaces”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(2), pp. 57-61. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/150.
65. Sanjaya, H. (2018) “DEGRADASI METIL VIOLET MENGGUNAKAN KATALIS
ZnO-TiO2 SECARA FOTOSONOLISIS”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(1), pp. 91-99. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/131.
66. Zainul, R., Alif, A., Aziz, H., & Arief, S. (2015). Disain Geometri Reaktor Fotosel
Cahaya Ruang. Jurnal Riset Kimia, 8(2), 131.
67. Samah, S. (2017) “KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABEL DARI LDPE-
g-MA DAN PATI TANDAN KOSONG SAWIT”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 30-38. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/48.
68. Kabir, G., Abubakar, A.I. and El-Nafaty, U.A., 2010. Energy audit and conservation
opportunities for pyroprocessing unit of a typical dry process cement
plant. Energy, 35(3), pp.1237-1243.
69. Enjelina, W., Mansyurdin, M. and Meideliza, T. (2018) “Analysis of Nepenthes
Hybrids in Bukik Taratak West Sumatra by RAPD Technique”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 12-20. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/137.
70. Rizki Saputra, M. and Sumarmin, R. (2018) “PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP GLUKOSA DARAH MENCIT
(Mus musculus L.) JANTAN YANG DIINDUKSI SUKROSA”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 43-55. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/124.
71. Velez, K., Maximilien, S., Damidot, D., Fantozzi, G. and Sorrentino, F., 2001.
Determination by nanoindentation of elastic modulus and hardness of pure
constituents of Portland cement clinker. Cement and Concrete Research, 31(4),
pp.555-561.
72. Zainul, R., Oktavia, B., Dewata, I., & Efendi, J. (2018, April). Thermal and Surface
Evaluation on The Process of Forming a Cu2O/CuO Semiconductor Photocatalyst on
a Thin Copper Plate. In IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012039). IOP Publishing.
73. Setianto, S. (2017) “ANALISA KUANTITATIF CAMPURAN SENYAWA OKSIDA
SEBAGAI DASAR IDENTIFIKASI KANDUNGAN BAHAN SUMBER DAYA
ALAM Studi Kasus : Kandungan Mineral pada Pasir Besi di Pesisir Pantai Selatan,
Jawa Barat”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 173-177. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/74.
74. Suryelita, S., Etika, S. B. and Kurnia, N. S. (2017) “ISOLASI DAN
KARAKTERISASI SENYAWA STEROID DARI DAUN CEMARA NATAL
(Cupressus funebris Endl.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 86-
94. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/23.
75. Dinata, M. and Soehardi, F. (2018) “Factor Analysis of Physics Chemistry Waters that
Affects Damage Safety Cliff on the Outskirts of River Siak”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 46-49. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/143.
76. Levinson, R. and Akbari, H., 2002. Effects of composition and exposure on the solar
reflectance of portland cement concrete. Cement and Concrete Research, 32(11),
pp.1679-1698.
77. Mulia, M. (2017) “ISOLASI KUMARIN DARI KULIT BUAH LIMAU SUNDAI
(Citrus nobilis Lour)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 137-145.
doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/70.
78. Komori, A. and Ishikawa, H., 1997. Evaluation of a resin-reinforced glass ionomer
cement for use as an orthodontic bonding agent. The Angle Orthodontist, 67(3),
pp.189-196.
79. Lam, L., Wong, Y.L. and Poon, C.S., 2000. Degree of hydration and gel/space ratio of
high-volume fly ash/cement systems. Cement and Concrete Research, 30(5), pp.747-
756.
80. Yasthopi, A. (2015). Photoelectrosplitting water for hydrogen production using
illumination of indoor lights. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research, 7(11), 57-67.
81. Advinda, L. (2018) “PERTUMBUHAN STEK HORIZONTAL BATANG JARAK
PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIINTRODUKSI DENGAN PSEUDOMONAD
FLUORESEN”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 68-75. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/129.
82. Yanti, C.F. and Zainul, R. (2018), “A Review Ba(OH)2 : Transpor Ionik pada Barium
Hidroksida di dalam Air dengan Konsep Termodinamika”, INA-Rxiv, 2 December,
available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/fsbq3.
83. Bortoluzzi, E.A., Broon, N.J., Bramante, C.M., Felippe, W.T., Tanomaru Filho, M.
and Esberard, R.M., 2009. The influence of calcium chloride on the setting time,
solubility, disintegration, and pH of mineral trioxide aggregate and white Portland
cement with a radiopacifier. Journal of endodontics, 35(4), pp.550-554.
84. Hidayati, R., & Zainul, R. (2019). Studi Termodinamika Transpor Ionik Natrium
Klorida Dalam Air dan Campuran Tertentu.
85. Dodson, V.H. and Hayden, T.D., 1989. Another look at the Portland cement/chemical
admixture incompatibility problem. Cement, concrete and aggregates, 11(1), pp.52-
56.
86. Nurfadilah, K.K. and Zainul, R. (2019), “Kalium Nitrat (KNO3): Karakteristik
Senyawa dan Transpor Ion”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/dr8ef.
87. Kurniawati, D., Lestari, I., Harmiwati, S. S., Chaidir, Z., Munaf, E., Zein, R., ... &
Zainul, R. (2015). Biosorption of Pb (II) from aqueous solutions using column method
by lengkeng (Euphoria logan lour) seed and shell. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research, 7(12), 872-877.
88. Syafei, N. (2018) “Riset Material ANALISA FENOMENA KOROSI PELAT PIPA
BAJA KARBON API 5L-X65 DALAM LARUTAN 7900 ML AIR LAUT DAN 100
ML AMONIAK PADA KONDISI GAS CO2 DAN H2S JENUH PADA SUHU
RUANG.”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 7-13. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss1/83.
89. Zainul, R., & Dewata, I. (2015). Determination of pH-BOD-COD and degradation in
batang arau watersheds at Padang city.
90. Chindaprasirt, P., Homwuttiwong, S. and Sirivivatnanon, V., 2004. Influence of fly
ash fineness on strength, drying shrinkage and sulfate resistance of blended cement
mortar. Cement and Concrete Research, 34(7), pp.1087-1092.
91. Joebaedi, K., Susanti, D., Warwah, N., Parmikanti, K. and Badrulfalah, B. (2019)
“Factors Affecting the Amount of Investment Loans in Commercial Banks with the
Application of Linear Regression Analysis Methods”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah
Bidang MIPA, 20(1), pp. 48-54. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/172.
92. Bentz, D.P., Sant, G. and Weiss, J., 2008. Early-age properties of cement-based
materials. I: Influence of cement fineness. Journal of materials in civil
engineering, 20(7), pp.502-508.
93. Mawardi, M., Deyundha, D., & Zainul, R. (2018, April). Characterization of PCC
Cement by Addition of Napa Soil from Subdistrict Sarilamak 50 Kota District as
Alternative Additional Material for Semen Padang. In IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering (Vol. 335, No. 1, p. 012034). IOP Publishing.
94. Feng, X., Garboczi, E.J., Bentz, D.P., Stutzman, P.E. and Mason, T.O., 2004.
Estimation of the degree of hydration of blended cement pastes by a scanning electron
microscope point-counting procedure. Cement and concrete research, 34(10),
pp.1787-1793.
95. Lam, L., Wong, Y.L. and Poon, C.S., 2000. Degree of hydration and gel/space ratio of
high-volume fly ash/cement systems. Cement and Concrete Research, 30(5), pp.747-
756.
96. Tutuarima, T. (2017) “SIFAT FISIK DAN KIMIA MARMALADE JERUK
KALAMANSI (Citrus microcarpa) : KAJIAN KONSENTRASI PEKTIN DAN
SUKROSA Physical and Chemical Properties of Marmalade Citrus of Calamondin
(Citrus microcarpa) : Study of Pectin and Sucrose Concentrations”, EKSAKTA:
Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 164-172. doi: 10.24036/eksakta/vol18-
iss02/73.
97. Alfionita, T. and Zainul, R. (2019), “Calcium Chloride (CaCl2) : Characteristics and
Molecular Interaction in Solution”, INA-Rxiv, 29 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/m37xj.
98. Powers, T.C. and Brownyard, T.L., 1946, September. Studies of the physical
properties of hardened Portland cement paste. In Journal Proceedings (Vol. 43, No. 9,
pp. 101-132).
99. Lübeck, A., Gastaldini, A.L.G., Barin, D.S. and Siqueira, H.C., 2012. Compressive
strength and electrical properties of concrete with white Portland cement and blast-
furnace slag. Cement and Concrete Composites, 34(3), pp.392-399.
100.Carey, J.W., Wigand, M., Chipera, S.J., WoldeGabriel, G., Pawar, R., Lichtner, P.C.,
Wehner, S.C., Raines, M.A. and Guthrie Jr, G.D., 2007. Analysis and performance of
oil well cement with 30 years of CO2 exposure from the SACROC Unit, West Texas,
USA. International Journal of Greenhouse Gas Control, 1(1), pp.75-85.
101.Palomo, A., Grutzeck, M.W. and Blanco, M.T., 1999. Alkali-activated fly ashes: a
cement for the future. Cement and concrete research, 29(8), pp.1323-1329.
102.Ningsih, S. K. (2017) “SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO
DOPED Cu2+ MELALUI METODA SOL-GEL”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 39-51. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/51.
103.Massazza, F., 1993. Pozzolanic cements. Cement and Concrete composites, 15(4),
pp.185-214.
104.Zainul, Rahadian, et al. "Modifikasi dan Karakteristik IV Sel Fotovoltaik Cu2o/Cu-
Gel Na2so4 Melalui Iluminasi Lampu Neon." Eksakta 2 (2015): 50.
105.Zainul, R. (2018), “Effect of Temperature and Particle Motion against the ability of
ZnO Semiconductor Photocatalyst in Humic Acid”, INA-Rxiv, 16 August, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/wnygb.
106.McBee, W.C. and Sullivan, T.A., US Departament of Commerce, 1982. Modified
sulfur cement. U.S. Patent 4,311,826.
107.Li, Z. and Chau, C.K., 2008. Reactivity and function of magnesium oxide in sorel
cement. Journal of Materials in Civil Engineering, 20(3), pp.239-244.
108.Syafei, N., Hidayat, D., Emilliano, E. and Men, L. (2018) “Analysis Cracking
Corrosion on Carbon Steel Pipes API 5L-X65 In Solution 7700 ml Aquades, 250 ml
Acetic Acid and 50 ml Ammonia with Gas CO2 and H2S in Saturation
Condition”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 21-31. doi:
10.24036/eksakta/vol19-iss2/138.
109.Zainul, R., Abd Azis, N., Md Isa, I., Hashim, N., Ahmad, M. S., Saidin, M. I., &
Mukdasai, S. (2019). Zinc/Aluminium–Quinclorac Layered Nanocomposite Modified
Multi-Walled Carbon Nanotube Paste Electrode for Electrochemical Determination of
Bisphenol A. Sensors, 19(4), 941.
110.Gregg, J.S., Andres, R.J. and Marland, G., 2008. China: Emissions pattern of the
world leader in CO2 emissions from fossil fuel consumption and cement
production. Geophysical Research Letters, 35(8).
111.Huda, N. (2017) “PENGARUH EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata
Nees.) TERHADAP SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L. Swiss
Webster)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 69-76. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/55.
112.Rahmi H.G, I. (2017) “TELAAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STATUS GIZI BALITA DI KOTA PADANG BERDASARKAN BERAT BADAN
PER TINGGI BADAN MENGGUNAKAN METODE CART”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 86-99. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/59.
113.Guci, S.R.F., Zainul, R. and Azhar, M. (2018), “PENGEMBANGAN MEDIA
PEMBELAJARAN BERBASIS TIGA LEVEL REPRESENTASI
MENGGUNAKAN PREZI PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA KELAS
XI SMA/MA”, INA-Rxiv, 19 September, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/n7jkf.
114.Karimzadeh, A. and Ayatollahi, M.R., 2012. Investigation of mechanical and
tribological properties of bone cement by nano-indentation and nano-scratch
experiments. Polymer Testing, 31(6), pp.828-833.
115.Ghemawat, P. and Thomas, C., 2008. Strategic interaction across countries and
multinational agglomeration: An application to the cement industry. Management
Science, 54(12), pp.1980-1996.
116.Pulselli, R.M., Simoncini, E., Ridolfi, R. and Bastianoni, S., 2008. Specific emergy of
cement and concrete: An energy-based appraisal of building materials and their
transport. Ecological indicators, 8(5), pp.647-656.
117.Amananti, W. (2017) “ANALISIS MIKROSTRUKTUR LAPISAN TIPIS TiO2:ZnO
YANG DIDEPOSISIKAN DIATAS SUBTRAT KACA DENGAN METODE
SPRAY COATING UNTUK DEGRADASI LIMBAH ZAT WARNA”, EKSAKTA:
Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 210-215. doi: 10.24036/eksakta/vol18-
iss02/81.
118.Irianto, G., 2004. A critical enquiry into privatisation of state-owned enterprises: the
case of PT Semen Gresik (Persero) TBK. Indonesia.
119.Plunkett, H.J., Morgan, W.E. and Pomeroy, J.L., 1997. Regulation of the Indonesian
cement industry. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 33(1), pp.75-102.
120.McLellan, B.C., Williams, R.P., Lay, J., Van Riessen, A. and Corder, G.D., 2011.
Costs and carbon emissions for geopolymer pastes in comparison to ordinary portland
cement. Journal of cleaner production, 19(9-10), pp.1080-1090.
121.Lubis, A.P. and Zainul, R. (2018), “Interaksi Molekuler Amonium Hidroksida”, INA-
Rxiv, 5 November, available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/jht3b.
122.Tatsuoka, F., Uchida, K., Imai, K., Ouchi, T. and Kohata, Y., 1997. Properties of
cement-treated soils in Trans-Tokyo Bay Highway project. Proceedings of the
Institution of Civil Engineers-Ground Improvement, 1(1), pp.37-57.
123.Romer, M., Holzer, L. and Pfiffner, M., 2003. Swiss tunnel structures: concrete
damage by formation of thaumasite. Cement and Concrete Composites, 25(8),
pp.1111-1117.
124.Sani, M.S.H.M., Muftah, F. and Muda, Z., 2011. The properties of special concrete
using washed bottom ash (WBA) as partial sand replacement. International Journal of
Sustainable Construction Engineering and Technology, 1(2), pp.65-76.
125.Yuliani, F. and Zainul, R. (2018), “Analisis Termodinamika Molekul Magnesium
Sulphate (MgSO4)”, INA-Rxiv, 13 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/uxz4y.
126.Dinakar, P., Reddy, M.K. and Sharma, M., 2013. Behaviour of self compacting
concrete using Portland pozzolana cement with different levels of fly ash. Materials &
Design, 46, pp.609-616.
127.Azhar, M., Ahda, Y., Ihsanawati, I., Puspasari, F., Mawarni, S., Risa, B. and Natalia,
D. (2017) “SKRINING BAKTERI PENDEGRADASI INULIN DARI RIZOSFER
UMBI DAHLIA MENGGUNAKAN INULIN UMBI DAHLIA”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 13-20. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/44.
128.Delvi, I.P. and Zainul, R. (2019), “Mercury (II) Nitrate (Hg(NO3)2): Interaksi
Molekul dan Adsorpsi Hg dengan Karbon Aktif”, INA-Rxiv, 3 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/eqyax.
129.Tamarani, A., Zainul, R., & Dewata, I. (2019, April). Preparation and characterization
of XRD nano Cu-TiO2 using sol-gel method. In Journal of Physics: Conference
Series (Vol. 1185, No. 1, p. 012020). IOP Publishing.
130.Iskandar, I., Horiza, H. and Fauzi, N. (2017) “EFEKTIVITAS BUBUK BIJI PEPAYA
(Carica Papaya Linnaeaus) SEBAGAI LARVASIDA ALAMI TERHADAP
KEMATIAN LARVA AEDES AEGYPTY TAHUN 2015”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 12-18. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss01/12.
131.Wang, J., Dai, Y. and Gao, L., 2009. Exergy analyses and parametric optimizations for
different cogeneration power plants in cement industry. Applied Energy, 86(6),
pp.941-948.
132.Sari, M. and Zainul, R. (2018), “Kalium Dikromat (K2Cr2O7) Spektroskopi dan
Transpor K2Cr2O7”, INA-Rxiv, 19 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/w92je.
133.Warlinda, Y.A. and Zainul, R. (2019), “Asam Posfat (H3PO4): Ionic Transformation
of Phosphoric Acid in Aqueous Solution”, INA-Rxiv, 29 January, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/s3y8v.
134.Firdaus, A., & Zainul, R. (2018). SESIUM KLORIDA (CsCl): TRANSPORT ION
DALAM LARUTAN.
135.Husna, A.D. and Zainul, R. (2019), “Analisis Molekular dan Karakteristik Hidrogen
Sianida (HCN)”, INA-Rxiv, 4 February, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/7xej9.
136.Zainul, R., Effendi, J., & Mashuri, M. (2019). Phototransformation of Linear
Alkylbenzene Sulphonate (LAS) Surfactant Using ZnO-CuO Composite
Photocatalyst. KnE Engineering, 1(2), 235-247.
137.Sumarmin, R. (2018) “Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana
L.) terhadap Histologis Pankreas Mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) yang
Diinduksi Sukrosa”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp. 100-112.
doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/123.
138.Dwynda, I. and Zainul, R. (2018), “Boric Acid (H3(BO3): Recognize The Molecular
Interactions in Solutions”, INA-Rxiv, 19 November, available
at:https://doi.org/10.31227/osf.io/6wead.
139.Khairiah, K., Ashar, T. and Santi, D.N., 2012. Analisis Konsentrasi Debu dan Keluhan
Kesehatan pada Masyarakat di Sekitar Pabrik Semen di Desa Kuala Indah Kecamatan
Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2012. Lingkungan dan Keselamatan
Kerja, 2(1).
140.Saiya, A. (2017) “ANALISIS RESIDU KLORPIRIFOS DALAM SAYURAN KUBIS
DENGAN METODE HPLC DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI
SULAWESI UTARA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 77-85.
doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/57.
141.Sari, A. (2017) “POTENSI ANTIOKSIDAN ALAMI PADA EKSTRAK DAUN
JAMBLANG (Syzigium cumini (L.) Skeels)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 18(02), pp. 107-112. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/61.
142.Sanjaya, H. (2017) “DEGRADASI METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN
KATALIS ZnO-PEG DENGAN METODE FOTOSONOLISIS”, EKSAKTA: Berkala
Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 21-29. doi: 10.24036/eksakta/vol18-iss02/45.
143.Yulis, R., Zainul, R. and M. (2018), “DESAIN DAN KARAKTERISASI SEL
SURYA SISTEM ELEKTRODA TEMBAGA (I) OKSIDA (Cu2O/Al) MODEL
PIPA PADA LARUTAN NATRIUM SULFAT (Na2SO4)”, INA-Rxiv, 10 December,
available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/m43js.
144.Lee, T.C., Wang, W.J. and Shih, P.Y., 2008. Slag–cement mortar made with cement
and slag vitrified from MSWI fly-ash/scrubber-ash and glass frit. Construction and
Building Materials, 22(9), pp.1914-1921.
145.Desbrieres, J., 1993. Cement cake properties in static filtration. Influence of polymeric
additives on cement filter cake permeability. Cement and Concrete Research, 23(2),
pp.347-358.
146.Lee, S.H., Kim, H.J., Sakai, E. and Daimon, M., 2003. Effect of particle size
distribution of fly ash–cement system on the fluidity of cement pastes. Cement and
Concrete Research, 33(5), pp.763-768.
147.Guerrero, A. and Goni, S., 2002. Efficiency of a blast furnace slag cement for
immobilizing simulated borate radioactive liquid waste. Waste Management, 22(7),
pp.831-836.
148.Harahap, F. and Lubis, L. (2018) “Analysis of Heavy Metals Distribution in the River
Town of Hamasaki’s Rod Padangsidimpuan”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 19(2), pp. 50-56. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/149.
149.Noor, H., Yap, C.L., Zolkepli, O. and Faridah, M., 2000. Effect of exposure to dust on
lung function of cement factory workers. The Medical journal of Malaysia, 55(1),
pp.51-57.
150. Prihatini, R. (2017) “PEMANFAATAN AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN AKAR STEK TUNAS AKSILAR Andrographis paniculata
Nees”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 62-68. doi:
10.24036/eksakta/vol18-iss02/54.

Anda mungkin juga menyukai