Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN PERTANYAAN & PENJELASAN MATERI

INDUSTRI SEMEN

1) Adakah dampak negatif industri semen terhadap aspek


lingkungan dan kesehatan serta upaya penanggulangannya?

Industri semen lekat kaitannya dengan isu dampak negatif lingkungan dan
kesehatan, antara lain :
 Adanya kekhawatiran akan rusaknya karst di sekitar lokasi tambang yang
akan menyebabkan berkurangnya debit air dan berdampak negatif pada
linkungan. Hal ini mengingat pegunungan kapur sendiri memiliki peluang
sebagai tempat penyimpanan air tanah yang menjadi mata air untuk
kebutuhan masyarakat sehari-hari maupun pertanian.
 Adanya kekhawatiran terjadi deforestation di sekitar lokasi tambang.
 Cerobong-cerobong pabrik semen akan menyemburkan asap dan debu
yang menjadi pencemaran udara. Berbagai penyakit yang berhubungan
dengan pernapasan menjadi konsekuensi akibat berdirinya pabrik semen.
Lahan pertanian juga terancam dengan tertutupnya daun oleh debu
sehingga mengurangi produktivitas hasil pertanian atau bahkan membuat
tanaman mati.

Bentuk upaya penanggulangan :


 Peran Pemerintah selaku regulator mengatur pemanfaatan sumber daya
alam untuk industri. Tentu pemanfaatan yang memperhatikan aspek
lingkungan. Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengatur mana
kawasan karst yang menjadi lindung gelologi dan mana yang bisa
ditambang.
 Perusahaan industri semen melakukan upaya penambangan sesuai kaidah
lingkungan dan mereklamasi area bekas penambangan.
 Dengan inovasi dan teknologi terbaru, pabrik semen mulai menerapkan
sistem Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG) yaitu
mengubah panas gas buang pembakaran semen sebagai pembangkit
listrik. Artinya mengurangi beban PLN dalam menyediakan listrik,
mengurangi pembakaran batubara sebagai sumber utama pembangkit
listrik milik PLN.
 Upaya perusahaan penghasil semen agar sepenuhnya menggunakan air
hujan untuk proses utilisasi pendukung pabrik dengan mengolah air hujan
menjadi air layak konsumsi, serta menggunakan “Main Bag Filter” yang
dikombinasikan dengan “Elektrostatic Precipicator” (penangkap debu)
sehingga jika suatu saat pabrik mati pendadak karena pasokan listrik dari
PLN terganggu atau sebab lain, maka tidak akan ada debu yang lolos
menjadi pencemaran udara.
 Upaya perusahaan menempatkan industri semen sebagai industri strategis
penopang Pemerintah dalam mengurangi dampak pencemaran
lingkungan. Melalui proses pembakaran dalam produksi semen yang
mencapai 1.400 derajat celcius maka pabrik semen ini bisa menjadi solusi
lingkungan. Bahkan dengan kemajuan teknologi, industri semen menjadi
solusi bagi limbah industri lain. Saat ini limbah B3 dan limbah industri
dijadikan pabrik semen sebagai bahan baku untuk mengurangi
penggunaan bahan baku alam. Beberapa industri semen menggunakan
limbah sebagai bahan baku antara lain fly ash (limbah pembakaran
batubara), paper sludge (limbah pabrik kertas), cupper slag (limbah pabrik
besi-baja), dan lainnya.
 Melalui program sosialisasi dan berbagai program CSR, perusahaan
memberikan keyakinan kepada masyarakat maupun pemerintah mengenai
peran positif industri semen dalam upaya menyelamatkan lingkungan dan
memberi harapan penghidupan yang lebih baik.

2) Jelaskan proses pembuatan semen dari awal sampai menjadi


produk jadi?

Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :


1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Flow Sheet Proses Pembuatan Semen


1. Penambangan Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan
semen adalah batu kapur dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut
diperoleh dari proses penambangan di quarry. Penambangan bahan baku
merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi
semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada
proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan
kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan
terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target
untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas
dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing
produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaing.
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )

Proses Penambangan Bahan Baku

2. Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk
memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang
digunakan untuk menghancurkan  batu kapur dinamakan Crusher. Dan
alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran
diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara
mekanis. Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H 2O masuk Hopper melewati
Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher
( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper
melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay
Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage
Mix. Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi
dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah
untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan
baku penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi
pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO 2. Kedua
bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batu kapur &
tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya
ditentukan oleh raw mix design. Alat utama yang digunakan dalam proses
penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller Mill
(VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari
suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC. Vertical roller
mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan
material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan
secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit
peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian
tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam
bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara
panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan
digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm.
Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material yang
diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan
akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan
homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk
mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo,
dengan media pengaduk adalah udara.
Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih
dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan
untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-
heater. Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi
untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary
kiln.  Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan
baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai
tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% - 90%
pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem
dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya
proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil
sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini.
Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension
preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses
kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater
ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan
bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan
untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak
ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup
besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-
line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material akan
masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar
dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary
kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
 Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk
kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater
tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner
ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja,
maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%.
Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln,
sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner.  Sebagai
konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya
kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali
atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut
dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner.
Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa
mencapai 4,8 TPD/m3.
 Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas
rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah
(850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan
harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos
produksi, dapat diperoleh.
 Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona
pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban
pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
 Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi
pada temperatur yang relatif rendah.
 Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur
refraktori.
 Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya)
relatif lebih mudah diatasi.
b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di
dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan
clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar
adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari
tanur putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit
pabrik semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia
pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis
besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone
transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi
mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension
preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih
efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya.
Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh
proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah
panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan
coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di
tiap bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api disesuaikan
dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
coating antara lain :
 komposisi kimia raw mix
 konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
 temperatur umpan ketika kontak dengan coating
 temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
 bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi
klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah
fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating
yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran
maupun untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui
kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk
melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran
bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung
dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of
the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar
di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner
jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10%
hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran
di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top
cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa
bahan bakar yang berkisar antara 80% hingga 90% dibakar di kiln.
Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam
rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan
tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis
planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi
daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai
cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat
dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%),
sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian
beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300
kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah
bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln
dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln
dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai
contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara
tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln
dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya
sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000
TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler
jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5
kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran


c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah
cooler.  Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan
clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan
conveyor. Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi
akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran
didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln
akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan
berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat
selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan
memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S. Fasa
cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang
kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju
pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa
klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat
berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap
soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses
pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil
yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan
pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal
ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran
kristalnya lebih kecil.
5. Penggilingan akhir
Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :
a. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
b. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
c. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama
antara terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk
pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif
(pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu,
selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim
penggilingan open circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar
dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b”
open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari
diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan
dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang
untuk mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah
sekaligus pendingin produk semen. Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah
peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri semen,
meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling
terak menjadi semen. Material yang telah mengalami penggilingan
kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator
berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus
dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa
udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian
akan ditransfer ke dalam cement silo.

Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir


6. Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan
menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah.
Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan
end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke
proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai
berikut :
 Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem
aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat
disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang
memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan
dengan menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo
lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin
packer atau loading ke truck.

3) Jelaskan reaksi kimia yang terjadi pada proses pembuatan


semen?

Semen :  Adalah bahan perekat hidrolis-anorganik berbentuk powder halus


yang mempunyai sifat pengikatan kimia (adhesif & kohesif) dan dapat
membentuk senyawa baru (pasta hingga padatan), bila direaksikan dengan air
dalam waktu tertentu.

Di dalam tungku pada zona pembakaran (klinkering zone),


urutan terbentuknya senyawa adalah :
1. C4AF (Tetracalcium Alumino Ferrite)
2. C3A (Tricalcium Aluminate)
3. C2S (Dicalcium Silicate) Alpha, C2S Betha. C2S betha + C2S alpha + CaO
bebas terbentuk klinker menjadi abu.
4. C3S (Tricalcium Silicate pada suhu >1250°C). Banyaknya pembentukan
C3S tergantung dari : banyaknya kapur, komposisi perbandingan dan suhu
pembakaran tinggi dan stabil.
5. Klinker (gabungan senyawa-senyawa).
6. Klinker + CaSO4. 2H2O (Gipsum/Calsium Sulfat Dihidrat) menghasilkan
produk semen

Reaksi Hidrasi Semen Portland Pozzolan :


4) Jelaskan dari mana sifat perekat semen berasal?

Setelah melalui proses pembakaran, oksida ini berubah menjadi senyawa-


senyawa yang membentuk semen. Senyawa semen terdiri dari : 
a. Trikalsium silikat 3 CaO SiO2 disingkat C3S
b. Dikalsium silikat 2 CaO SiO2 disingkat C2S 
c. Trikalsium aluminat 3 CaO Al2O3 disingkat C3A
d. Tetrakalsium alumino forit 4 CaO Al2O3 Fe2O3 disingkat C4AF. 

C3S dan C2S merupakan senyawa utama yang dapat mengakibatkan bersifat
semen (perekat). Jumlah kedua senyawa ini 70  –  80 %. Semen Portland
dengan kadar C3S yg lebih tinggi dari pada kadar C 2S pada umumnya
mempunyai sifat mengeras lebih cepat. 
C3A dan C4AF merupakan senyawa bawaan dari bahan dasarnya.  Kedua
senyawa ini berfungsi sebagai pencair (fluk) pada waktu pembakaran
sehingga pembentukan C2S dan C3S cukup dengan suhu 1300 - 1450°C.
Senyawa C3A tidak mempunyai sifat semen. Senyawa ini bila terkena air
segera bereaksi dan mengeluarkan panas kemudian hancur. Kadar C 3A dalam
semen maksimum 18 %. Bila lebih, maka semen mempunyai sifat tidak kekal
bentuknya (mengembang) akibat panas yang terlalu tinggi pada waktu
pengerasannya. Selain itu senyawa ini juga dapat dipengaruhi oleh senyawa
sulfat (SO3), sehingga semen menjadi tidak tahan sulfat. Untuk semen tahan
sulfat, ASTM mensyaratkan kadar senyawa ini mak. 3 %. 
Untuk memperendah C3A, maka dalam pembuatannya ditambahkan bijih besi
sehingga senyawa C4AF menjadi tinggi. Senyawa ini tidak membahayakan
bagi semen, tetapi bila jumlahnya terlalu banyak akan memperlambat
pengerasan semen. 

5) Jelaskan mengenai jenis semen yang diproduksi, apakah semua


jenis semen diproduksi oleh setiap pabrik?

Tidak semua jenis semen diproduksi oleh pabrik/perusahaan penghasil semen.


Salah satu pertimbangannya adalah jumlah permintaan pasar/market. Melalui
riset pasar perusahaan akan menentukan kebijakan produksi.

6) Adakah bahan pengganti untuk bahan dasar semen?

Salah satu inovasi yang telah diimplementasikan dalam rangka mengatasi


permasalahan limbah B3 tersebut adalah Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai
Bahan Baku Alternatif Dengan Metode Co-Processing – Sebagai Wujud
Industri Berwawasan Lingkungan.
Co-Processing adalah pemanfaatan atau pemusnahan limbah industri untuk
menggantikan bahan baku mineral alam (material recycling) melalui
pembakaran terkendali yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah
limbah dalam bentuk recovery energi dan material sebagai bahan baku proses
produksi
Dalam hirarki pengelolaan limbah, co-processing termasuk dalam kategori
pengelolaan limbah yang tingkat desirability (manfaat & efisiensi) jauh lebih
baik dibandingkan dengan metode landfill dan proses insinerasi (lihat gambar
3 : Waste Management Hierarchy).

Limbah B3 yang sudah dimusnahkan sebagai bahan baku alternatif adalah :


 paper sludge (industri kertas)
 dust EAF (industri besi & baja)
 bottom ash & fly ash (pembangkit listrik)
 spent earth (industri minyak goreng)
 Filter Aid (industri bahan makanan)
 drilling cutting (pengeboran minyak bumi)
 resin & clay alumina (indsutri petrochemical)
 dust aluminium (industri aluminium)
 navgart & flux (industri pipa)
 BFS / Blast Furnace Slag (limbah besi & baja)
 COCS (tanah terkontaminasi). 
Limbah B3 tersebut diatas bisa digunakan sebagai subtitusi bahan baku batu
kapur & tanah liat. Hingga saat ini R & D masih melakukan penelitian untuk
menambah jenis limbah B3 yang bisa digunakan sebagai bahan baku
alternatif.
Komponen mineral limbah B3 tersebut hampir sama dengan komponen
mineral batu kapur dan tanah liat yang digunakan sebagai bahan baku utama
pembuatan semen. Semua limbah B3 tersebut rata-rata memiliki kandungan
SiO2, Al2O3 dan CaCO3 diatas 40 %.

Pemusnahan limbah B3 tersebut diatas sudah dimulai sejak tahun 2010,


setelah perusahaan memperoleh ijin pemanfaatan limbah B3 dari
Kementerian Lingkungan Hidup. Jumlah pemakaian limbah B3 rata – rata
sebesar 34.000 ton/ bulan.

7) Jelaskan mengenai limbah industri semen dan penanganannya?

Industri Semen masuk dalam daftar sepuluh besar industri penyumbang


polusi udara terbesar di Indonesia (Wawan Hermawan, 2003).
Ada 2 limbah utama dalam industri semen yakni :
 debu
 gas buang

Seiring dengan inovasi dan teknologi terbaru, beberapa upaya untuk


pengendalian limbah industri semen antara lain :
 menerapkan sistem Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG)
yaitu mengubah panas gas buang pembakaran semen sebagai pembangkit
listrik guna mengurangi pembakaran batubara sebagai sumber utama
pembangkit listrik milik PLN.
 penggunaan bahan baku serta bahan bakar alternatif, merecycle kembali
bahan kedalam proses serta mereduksi gas buang dalam memproduksi
semen menjadi usaha pelaksanan produksi bersih yang mendatangkan
manfaat secara ekologi, ekonomi dan teknis.
 menggunakan “Main Bag Filter” yang dikombinasikan dengan
“Elektrostatic Precipicator” (penangkap debu) sehingga jika suatu saat
pabrik mati pendadak karena pasokan listrik dari PLN terganggu atau
sebab lain, maka tidak akan ada debu yang lolos menjadi pencemaran
udara.

8) Adakah bahan fuel alternatif pada proses pemanasan?

Secara umum dan berdasarkan wujudnya, jenis-jenis bahan bakar  dapat


diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu bahan bakar padat, cair dan gas.
Contoh bahan bakar padat adalah batu bara, arang, kayu, pet coke, dan lain-
lain. Untuk bahan bakar cair misalnya IDO, minyak solar, bensin, minyak
tanah, bahan bakar sintetik, dan lain-lainnya. Sedangkan yang wujudnya gas
antara lain LPG, gas alam, dan lainnya. Dalam lingkup bahasan jenis-jenis
bahan bakar yang digunakan dalam industri semen di Indonesia.
 Batu-bara
 Bahan bakar minyak
pada umumnya bahan bakar minyak digunakan saat heating up karena sifatnya
yang mudah dibakar dan kestabilan apinya walaupun proses pembakaran
berlangsung pada kondisi lingkungan yang masih dingin atau pada kondisi
dimana terdapat problem dengan batubara. Banyak sekali jenis bahan bakar
minyak ini, misalnya IDO, HFO, dan lain-lain
 Bahan bakar gas
Bahan bakar gas, diperoleh dari berbagai sumber dalam bentuk gas. Yang
umum dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari dalam bumi
dalam wujud gas alam atau gas dari minyak bumi (LPG). Gas alam
merupakan bahan bakar yang baik sekali untuk proses produksi semen karena
memerlukan instalasi yang tidak rumit dan mudah dikontrol kaena biasanya
memiliki komposisi kimia yang relatif stabil serta bersih. Problem utama
dalam pembakaran bahan bakar gas adalah ledakan (explosion) sehingga
memerlukan penanganan khusus untuk keamanan instalasinya.
 Bahan bakar alternatif
Yang dimaksud dengan bahan bakar alternatif di sini adalah bahan bakar yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif di pabrik semen untuk
mengurangi konsumsi bahan bakar utama dalam rangka program penghematan
energi. Beberapa contoh bahan bakar alternatif ini antara lain pet coke, karet,
kayu, sekam padi, serbuk gergaji, cocopeat, kertas maupun limbah
industri lain. Bahan bakar alternatif ini banyak digunakan oleh pabrik semen
di luar negeri, mengingat harga bahan bakar utama seperti minyak, gas dan
batubara tergolong mahal.

9) Jelaskan mengenai klasifikasi untuk jenis semen Oil Well


Cement?

Klasifikasi Semen API telah melakukan pengklasifikasian semen kedalam


beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang
akan digunakan, pengklasifikasian ini berdasarkan pada kondisi sumur,
temperature, tekanan dan kandungan yang terdapat pada fluida formasi.
Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari :
 Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6.000
ft. semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja, dan mirip
dengan semen ASTM C-150 tipe I.
 Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan tersedia
dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi
(moderate dan high sulfate resistant).
 Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan
mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasannya cepat) semen
ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
 Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 12.000 ft,
dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi.
Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
 Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 14.000 ft,
dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi.
Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
 Kelas F
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 10.000 ft sampai 16.000
ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature
tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant.

 Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8.000 ft, dan
merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat
dipakai untuk sumur

10) Apakah produk semen memiliki expired date dan petunjuk


saran aplikasinya?

Kebijakan Mengenai Produk dan Layanan

Perusahaan memiliki komitmen untuk senantiasa menjaga kepentingan


konsumen. Perseroan menempatkan kepuasan pelanggan sebagai aspek yang
mendasar dan penting.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial terhadap
konsumen yang dilakukan dengan menyediakan produk semen yang
berkualitas, menyediakan media informasi tentang produk, kualitas produk
dan pelayanan pelanggan. Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab konsumen
melalui penjagaan mutu produk, baik proses maupun dalam proses
transportasi. Produk dari Perseroan memiliki risiko pada kesehatan dan
keselamatan pelanggan jika tidak ditangani dengan baik.

Informasi Barang Yang Dihasilkan

Perseroan menyediakan berbagai media bagi pelanggan untuk memperoleh


informasi terkait produk yang dipasarkan, sehingga pelanggan dapat dengan
mudah memperoleh informasi tersebut, yaitu melalui website, leaflet, brosur,
iklan di media cetak hingga media sosial. Selain itu, perusahaan memastikan
cara penggunaan, penyimpanan, dan pembuangan yang benar, setiap
produk Perseroan dilengkapi dengan label informasi mengenai kualitas
maupun spesifikasi lainnya yang tercantum di bagian luar kemasan yang
memuat tentang:
1. Lambang/logo dari perusahaan
2. Nama produk
3. Nomor Standar Nasional Indonesia (SNI)
4. Berat dalam kemasan
5. Jenis semen
6. Keunggulan produk
7. Cara penyimpanan yang baik dan benar
8. Jumlah adukan
9. Instruksi keamanan dan pertolongan pertama apabila terkena bagian
tubuh dan terhirup semen.
Di samping itu, Perseroan berusaha untuk mencegah pemalsuan isi kemasan,
antara lain melalui penggunaan kode dan pewarnaan kode yang dicapkan
pada kantong semen dibuat berdasarkan tanggal, bulan, tahun dan wilayah
distribusi pada waktu dikeluarkannya semen untuk memudahkan identifikasi
produk apabila ada produk yang bermasalah nantinya

Mekanisme Pengaduan

Dalam rangka untuk terus meningkatkan kualitas layanan yang diberikan,


Perseroan melakukan berbagai upaya yang dapat memenuhi harapan
pelanggan. Perseroan menyediakan layanan untuk memfasilitasi konsumen
dalam menyampaikan saran dan kritik Layanan tersebut dapat dimanfaatkan
oleh pelanggan untuk memperoleh informasi mengenai produk dan layanan
yang ditawarkan serta sebagai sarana bagi pelanggan untuk menyampaikan
keluhan terkait produk dan layanan yang diberikan. Perseroan telah
menetapkan standar penanganan keluhan pelanggan sehingga setiap keluhan
yang masuk dapat terselesaikan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai