Perkembangan pabrik semen ini mulai dirintis oleh sebuah perusahaan swasta
nasional yaitu PT. Rencong Aceh Semen dengan melakukan studi kelayakan sejak
tahun 1976 sampai dengan 1979. PT. Rencong Aceh Semen bekerja sama dengan dua
perusahaan asing yaitu Blue Circle Industries Ltd dari inggris dan Cementia Holding
A.G dari Swiss mengadakan usaha patungan untuk mendirikan sebuah pabrik semen di
Aceh. Setelah mendapat persetujuan dari Presiden Republik Indonesia, H.M Soeharto
pada bulan Februari 1980 Surat persetujuan no. B-3Pres21980 tanggal 23 Februari
1980, maka tanggal 11 April 1980 didirikan PT. Semen Andalas Indonesia dengan
kapasitas produksi 1 juta ton per tahun dengan ketiga perusahaan tersebut sebagai
sponsor utama. Lokasi pabrik di Lhoknga kurang lebih 17 km ke selatan dari Banda
Aceh ke arah Meulaboh. Perkembangan fisik pabrik ini berlangsung selama 38 bulan
dan pada tanggal 2 Agustus 1983 pabrik ini diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia sebagai pabrik semen yang kedelapan di Indonesia. Namun, pada saat
sekarang Blue Cirle tidak lagi sebagai sponsor, diganti dengan Lafarge dari perancis
sebagai pemegang saham terbanyak pada PT. Semen Andalas Indonesia. A.S.
Puwandren : Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kebijakan Harga Dan Saluran
Distribusi Di PT. Semen, 2008 USU e-Repository © 2008 50 51 Sarana dan Fasilitas
Pabrik Sebagai sebuah pabrik semen, PT. Semen Andalas Indonesia memiliki sarana
dan fasilitas sebagai berikut :
1). Lhoknga
a. Penambangan bahan baku yang terletak di sekitar pabrik.
b. Fasilitas pabrik terdiri dari :
-Lima unit silo semen kapasitas total 28,000 ton
-Satu unit pengantongan semen kapasitas 80 ton jam
-Generator pembangkit tenaga listrik kapasitas 33 MW
c. Pelabuhan Khusus dengan panjang dermaga 200 meter dan dapat disandari
oleh kapal sampai berukuran 14,000 ton terletak kurang lebih 200 meter dari
pabrik serta mempunyai fasilitas muat semen curah 600 ton jam. Selain juga
untuk membongkar muatan kapal seperti gypsum,batubara dan bahan bakar
minyak
d. Komplek perumahan, fasilitas rekreasi dan sarana olah raga, klinik, mesjid,
kantin.
2). Belawan Beroperasi sejak Agustus 1983 memiliki fasilitas sebagai berikut :
a. Pabrik kantong semen
b. Delapan buah silo semen dengan kapasitas 20,000 ton
c. Empat buah mesin pengantongan semen dengan kapasitas masing-masing 80
ton
d. Dermaga khusus semen yang dapat disandari kapal berukuran sampai dengan
9,000 ton.
3). Batam Unit ini dioperasikan pada bulan Maret 1990, dengan kapasitas silo 10,000
ton dan memiliki :
a. Dua buah mesin pengantongan dengan total kapasitas 60 ton jam.
b. Sarana bongkar semen curah
c. Dermaga khusus semen yang dapat disandari kapal maksimum berukuran
5,000 ton.
4). Lhokseumawe Unit ini diresmikan pada tanggal 14 Desember 1993 dengan
kapasitas silo 3,500 dan sebuah mesin pengantongan dengan kapasitas 60 ton jam.
Visi PT Semen Andalas Indonesia adalah menjadi pemimpin terbaik di bidang
bahan-bahan bangunan Misi PT Semen Andalas Indonesia Misi PT Semen Andalas
Indonesia adalah menjadi perusahaan semen yang terus berkembang, fokus pada
pengembangan sumber daya manusia dan performansi yang baik untuk mendapatkan
hasil yang berkualitas serta keuntungan.
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
Flow Sheet Proses Pembuatan Semen
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah
batukapur dan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses
penambangan di quarry.
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah
sebagai berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk
memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan
untuk menghancurkan batukapur dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk
memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter
( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm )
dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis. Batu Kapur ( 800 x 800 mm
) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos
tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk
Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur
dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku
penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3
dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut
akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal,
dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan
baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang
berasal dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan
pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan
secara effisien didalam satu unit peralatan. Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi
utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian
tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian
bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw
mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar
7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana
material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table
dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan
homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur
dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk
adalah udara.
4. Proses Pembakaran
Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan
kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar
dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya
menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%.
Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya
dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu,
dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau
dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem
suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan
kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln
terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material
yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker
yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik
semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari
bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone
yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan
teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater
dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi
konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan
oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas
terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk
selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis
batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan coating antara lain :
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun
untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln
diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan
udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung
dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix).
Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah
sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan
bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena
pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone
yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar
antara 80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara
pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan
perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis
planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih
kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi
hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang
60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang
hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada
jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan
ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier
dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per
hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan
untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya sistem
SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln
dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan
daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary
cooler.
c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler.
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan
menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker
yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang
telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln
akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama
proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat
sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya
lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga
mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker.
Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium dan
juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses
pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul pada
saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya
spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan
sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.
5 Penggilingan akhir
6. Pengemasan
Mutu Air
Polusi (debu)
Untuk mengurangi debu akibat dari proses peledakan dan penambangan perlu
dilakukan pengendalian oleh pihak PT. Semen Bangun Andalas pada area Packing
Plant dan pada sistem transportasi pengangkutan semen. Pada area Packing Plant dapat
dilakukan pengendalian dengan mengganti proses pengemasan semen yang sebagian
dilakukan secara manual dengan proses yang dilakukan secara otomatis seluruhnya
(dengan menggunakan alat bantu) sehingga dapat mengurangi kadar debu yang
berterbangan sekaligus memudahkan pekerjaan pengemasan semen agar lebih singkat
dan efisien.
Pengolahan Limbah B3
Sistem pengelolaan limbah B3 PT. Solusi Bangun Andalas mengacu pada PP
No. 101 tahun 2014. Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT. Solusi Bangun
Andalas meliputi kegiatan reduksi, pengemasan dan pewadahan, pemberian simbol dan
label, penyimpanan, pengangkutan hingga pemanfaatan.
A. Pengurangan Limbah B3
Sebagai penghasil limbah B3 tentunya PT. Solusi Bangun Andalas juga
wajib melakukan kegiatan minimasi limbah B3. Upaya PT. Solusi Bangun
Andalas untuk mamanfaatkan kembali limbah B3 yang masih dapat digunakan
sebagai substitusi bahan baku maupun bahan bakar. Limbah yang dimanfaatkan
ini biasanya berupa fly ash dan bottom ash, tetapi juga tidak menutup
kemungkinan bagi limbah yang lain. Hal ini sangat efektif dalam usaha mereduksi
limbah B3 yang dihasilkan perusahaan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai usaha
penghematan bahan baku dan bahan bakar konvensional yang mana
keberadaannya sangat bergantung pada kesediaan di alam.
B. Pengemasan dan Pewadahan Limbah B3
PT. Solusi Bangun Andalas melakukan pewadahan dengan menyesuaikan
limbah berdasarkan karakteristiknya. Karena setiap penghasil/pengumpul limbah
B3 harus mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang
dihasilkan/dikumpulkan. Jenis kemasan yang digunakan untuk menyimpan
limbah di TPS ada tiga macam, yaitu drum berukuran 200 liter, jumbo bag 1000
kg dan intermediate bulk container (IBC) 1000 liter. Drum digunakan untuk
menyimpan limbah padat B3 & limbah cair B3 (Oli bekas) , jumbo bag untuk
menyimpan limbah padat B3 (Sludge oil, cake SOR dan lain-lain) dan IBC untuk
menyimpan limbah cair B3 (chemical). Untuk bahan kemasan yang dipergunakan
tersebut memiliki syarat yaitu tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
Standar pewadahan limbah B3 PT. Solusi Bangun Andalas disesuaikan dengan
standar pengemasan di Indonesia yang telah ditetapkan dalam perundang-
undangan Kep-01/Bapedal/09/1999 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam
melakukan kegiatan pemberian simbol dan label pada limbah B3 PT. Solusi
Bangun Andalas mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
14 Tahun 2013. PT. Solusi Bangun Andalas bertanggung jawab penuh atas
pemenuhan syarat label dan simbol pada kemasan B3 limbah internal perusahaan.
Sedangkan untuk limbah eksternal yang merupakan kiriman dari pihak ketiga,
yang bertanggung jawab atas label dan simbol nya yaitu penghasil limbah B3
tersebut.
C. Penyimpanan Limbah B3
PT. Solusi Bangun Andalas memiliki 2 jenis tempat penyimpanan limbah B3,
yaitu 1 TPS Limbah Internal dan 14 Waste Storage untuk Limbah Eksternal. Dari
sisi bangunan, keduanya tidak jauh berbeda dan semuanya mengacu pada
peraturan yang terkait yaitu KepKa Bappedal no. 1 tahun 1995. Seperti namanya,
TPS limbah internal dikhususkan untuk limbah yang berasal dari internal
perusahaan. Baik dari kegiatan produksi maupun non produksi. Setiap limbah
eksternal yang masuk kedalam PT. Solusi Bangun Andalas akan dimanfaatkan
sebagai bahan bakar dan bahan baku alternatif. Namun, sebelumnya, limbah
tersebut harus disimpan sementara. Itulah fungsi dari waste storage limbah B3
yang berjumlah hingga 14. Masing-masing waste storage memiliki kapasitas dan
untuk menyimpan jenis limbah yang berbeda-beda. Evaluasi terhadap kegiatan
penyimpanan limbah B3 yaitu adanya jumbo bag yang masih ditumpuk begitu saja
tanpa sistem rak dan adanya limbah yang bentuknya tak menentu seperti neon tidak
disimpan dan dikemas dengan rapi. PT. Solusi Bangun Andalas membangun TPS
limbah B3 sudah sesuai dengan beberapa poin persyaratan pada Kep
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan
dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pada TPS limbah B3
terdapat sarana seperti peralatan peralatan dan sistem pemadam kebakaran, pagar
pengaman, fasilitas pertolongan pertama (berupa fasilitas P3K, APAR, eye wash,
dan safety shower) dan pintu darurat. Dan pintu darurat TPS ini juga merupakan
pintu masuk dan keluar TPS. Selain itu hasil pencucian atau pembilasan anggota
tubuh yang terkena limbah B3 dialirkan langsung menuju saluran drainase tanpa
ada pengolahan lebih lanjut. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pemanfaatan Limbah B3
PT. Solusi Bangun Andalas memanfaatkan limbah B3 dalam proses
produksinya. Limbah B3 yang dimanfaatkan berasal dari internal perusahaan yang
berupa fly ash, bottom ash, bag filter, oli bekas, majun terkontaminasi, dan
kemasan B3 bekas sedangkan limbah eksternal yang berasal dari luar perusahaan
antara lain adalah WWT sludge, Diatome, Polimer, Solvent, Filter Paper, Sloop
Oil, Refractory dan limbah lain yang tercantum dalam SK MEN LH no. 478/2015.
Pemanfaatan ini menggunakan sistem co-processing yaitu sebuah usaha
pemanfaatan panas/mineral dari limbah untuk digunakan sebagai bahan bakar atau
bahan baku alternatif. Kriteria sebuah limbah yang bisa dimanfaatkan yaitu
memiliki kandungan kalori 2500 kcal/kg atau mengandung kandungan oksida
lebih atau sama dengan 50%