Anda di halaman 1dari 87

Oleh:

Fadhila Ulfa
Khaira
Ullia Nurul Ismala
Terdapat begitu banyak alat perpindahan panas yang dapat
digunakan dalam proses industri, akan tetapi sejauh ini alat
perpindahan panas dengan tipe Shell-and-tube yang paling umum
digunakan. Dua jenis dari shell-and-tube heat exchanger dapat
dilihat pada Gambar 1.1 yaitu single pass dan two pass shell-and-
tube heat exchanger. Untuk konstruksi two pass shell-and-tube
heat exchanger dapat menggunakan tabung “U”
Gambar 1.2a menunjukkan pola aliran, ideal shell-side flow yaitu dengan
menggunakan baffle dan terjadi kombinasi antara ideal axial flow dan ideal cross
flow. Cross-flow memberikan tingkat perpindahan panas yang lebih tinggi dan
penurunan tekanan yang lebih tinggi daripada axial-flow. Dalam prakteknya, pola
aliran tidak ideal seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.2 a melainkan leakage
terjadi melalui tube-to-baffle clearance seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.2
b. begitu juga dengan bypassing terjadi diantara tube bundle dan shell.
2.1 Overall Heat Transfer Coefficients
Gambar 2.1 mengilustrasikan resistensi terhadap perpindahan panas di
seluruh dinding tube. Ada lima hambatan untuk perpindahan panas.
Masing-masing dapat dicirikan oleh koefisien perpindahan panas.
1. Shell–side film coefficient
Panas yang berpindah melalui hambatan yang disebabkan oleh fluida
pada bagian luar tube (shell-side):
𝑄 = ℎ𝑠 𝐴𝑜 ∆𝑇𝑠 (2.1)
dimana
Q = Panas yang berpindah per waktu (J・s−1 = W)
hS = film heat transfer coefficient pada bagian luar tube (shell side) (W
m−2 K−1)
AO = luas area perpindahan panas pada bagian luar tube (shell side)
(m2)
∆TS = temperature difference (shell-side) (K)
2. Shell-side fouling coefficient
Transfer panas biasanya dihalangi oleh deposit permukaan
pada permukaan transfer panas (fouling). Fouling
bergantung terhadap waktu, kecepatan fluida, suhu dan
banyak faktor lainnya. Fouling sulit untuk diprediksi.
Transfer panas melalui resistensi yang disebabkan oleh
fouling pada shell-side disebut oleh fouling coefficient.
𝑄 = ℎ𝑆𝐹 𝐴𝑜 ∆𝑇𝑆𝐹 (2.2)
dimana
hSF = koefisien fouling pada shell-side (W・m−2・K−1)
∆TSF = perbedaan suhu disepanjang resistensi fouling
pada shell-side (K)
3. Tube wall coefficient
Perpindahan panas pada disepanjang dinding tube dideskripsikan oleh
persamaan Fourier.
𝑑𝑇
𝑄 = −𝑘𝐴 (2.3)
𝑑𝑟
dimana
k = konduktivitas termal material dinding tube (W・m−1・K−1)
r = jari-jari (m)
A = luas area perpindahan panas dengan jari-jari r (m2)

𝐴 = 2𝜋𝑟𝐿 (2.4)
dimana
L = panjang tube (m)
Subtitusi persamaan 2.4 kedalam persamaan 2.3 lalu integralkan:
𝑄 𝑟𝑜 𝑑𝑟 𝑇
− ‫׬‬ = ‫𝑇𝑑 𝑜 𝑇׬‬ (2.5)
2𝜋𝑘𝐿 𝑟𝐼 𝑟 𝐼

dimana
rO = jari-jari luar tube (m)
rI = jari-jari dalam tube (m)
TO = suhu permukaan bagian luar tube (oC)
TI = suhu permukaan bagian dalam tube (oC)
Hasil integral dari persamaan 2.5 yaitu:
𝑄 𝑟
− ln 𝑂 = 𝑇𝑜 − 𝑇𝐼 (2.6)
2𝜋𝑘𝐿 𝑟𝐼
Dengan demikian
2𝜋𝑘𝐿
𝑄= 𝑑𝑂 ∆𝑇𝑤 (2.7)
ln
𝑑𝐼

dimana
dO, dI = diameter luar dan dalam tube (m)
∆TW = temperature difference disepanjang dinding tube (K)
4. Tube-side fouling coefficient
Hambatan perpindahan panas yang disebabkan oleh fouling pada
bagian dalam (tube-side).
𝑄 = ℎ 𝑇𝐹 𝐴𝐼 ∆𝑇𝑇𝐹 (2.8)

dimana
hTF = koefisien fouling pada tube-side (W・m−2・K−1)
AI = luas area perpindahan panas pada tube-side (m2)
∆TTF = perbedaan suhu disepanjang resistensi fouling pada tube-
side (K)
5. Tube-side film coefficient
Hambatan perpindahan panas yang disebabkan oleh fluida
pada bagian dalam (tube-side).
𝑄 = ℎ 𝑇 𝐴𝐼 ∆𝑇𝑇 (2.9)

dimana
hT = film heat transfer coefficient pada bagian dalam tube
(tube side) (W m−2 K−1)
∆TT = perbedaan suhu pada bagian dalam tube (tube side)
(K)
2.2 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan
untuk Shell-And-Tube Heat Exchangers

Diperlukan sebuah metode yang memungkinkan untuk


memperkirakan film transfer coefficients pada tube-side dan
shell-side. Selain koefisien perpindahan panas, perlu juga untuk
memperkirakan penurunan tekanan. Perhitungan koefisien
perpindahan panas dan penurunan tekanan harus sedikit
mungkin bergantung pada ukuran alat penukar panas. Namun
tetap perlu dibuat beberapa asumsi untuk ukuran alat penukar
panas.
• Diameter Tube. Ukuran yang umum digunakan adalah dO = 20 mm
dengan dI = 16 mm dan dO = 25 mm dengan dI = 19.8 mm.

• Panjang Tube. Pada prinsipnya setiap panjang tube dapat digunakan.


Area perpindahan panas yang sama dapat dihasilkan baik dengan
sejumlah kecil tube yang panjang dengan diameter yang kecil tetapi shell
yang panjang atau dengan sejumlah besar tube yang pendek dengan
diameter yang besar tetapi shell yang pendek. Rasio panjang tube
terhadap diameter shell biasanya dalam kisaran 5 hingga 10.

• Tube pitch. Tube pitch (pT ) biasanya sama dengan 1.25dO.


• Tube configuration. Tube dapat disusun baik dengan square atau triangular
configuration, seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.2. Square configuration
digunakan untuk fouling fluid untuk memudahlan dalam pembersihan.
Penggunaan triangular configuration dibatasi untuk fouling fluid karena lebih
sulit dibersihkan secara mekanis. Square configuration biasanya akan menjadi
asumsi awal dalam mendesain. Untuk jenis pitch yang sama, triangular
configuration dapat memberikan jumlah tube yang lebih besar daripada square
configuration untuk ukuran shell yang sama.

• Baffle cut. Baffles digunakan untuk mengarahkan aliran cairan selama melintas
didalam tube. Baffle cut dari 0.15 to 0.45 dapat digunakan. Pada desain
konseptual, baffle cut dapat diasumsikan sama dengan 0,25.
Pressure drop untuk tube-side:

Dimana
Pressure drop untuk shell-side:

dimana
Sebelum persamaan-persamaan tersebut dapat digunakan, beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah:
1. Shell diameter
𝐴 = 𝑁𝑇 𝜋 𝑑𝑂 𝐿 (2.33)
dimana,
A = luas area perpindahan panas tergantung dari permukaan luar tube (m2)
𝑁𝑇 = jumlah tube
𝑑𝑂 = diameter luar tube (m)
𝐿 = panjang tube (m)
Untuk square pitch,
𝜋 2
𝐷
4 𝑆
𝑁𝑇 = 2 (2.34)
𝑝𝑇
Untuk triangular pitch,
𝜋 2
𝐷
4 𝑆
𝑁𝑇 = 2
𝑝𝑐 𝑝𝑇
(2.35)
dimana pc= pitch configuration factor
= 1 untuk square pitch
= 0,866 untuk triangular pitch
Kombinasi antara persamaan 2.33 dan 2.35 memberikan persamaan,
𝜋2 𝑑𝑂 𝐷𝑆2 𝐿
𝐴= 2 (2.36)
4 𝑝𝑐 𝑝𝑇
Persamaan 2.36 dapat disusun ulang menjadi,
1
2
4 𝑝𝑐 𝑝𝑇 𝐴 2
𝐷𝑆 = (2.37)
𝜋 2 𝑑𝑂 𝐿
Persamaan 2.37 dapat digunakan untuk mencari diameter shell apabila
panjang tube telah ditentukan. Dalam hal ini, cenderung digunakan
panjang tube standar. Dapat pula digunakan rasio panjang tube terhadap
diameter shell (L/Ds). Untuk hal ini dapat digunakan persamaan 2.38.
1
2
4 𝑝𝑐 𝑝𝑇𝐴 3
𝐷𝑆 = (2.38)
𝜋2 𝑑𝑂 (𝐿Τ𝐷𝑆 )
Rasio panjang tube terhadap diameter shell (L/Ds) yang sering
digunakan berada pada kisaran 5 hingga 10.
2. Fluid velocity
• Kecepatan cairan pada tube-side sering digunakan 1 hingga 3 m/s
sedangkan pada shell-side kecepatan cairan yang sering digunakan
adalah 0,5 hingga 2 m/s. kecepatan gas pada tube-side dan shell-side
umumnya berada dikisaran 5 hingga 70 m/s. Semakin tinggi tekanan
maka akan semakin rendah kecepatan gas.
• Kecepatan yang tinggi akan menghasilkan koefisien perpindahan
panas yang tinggi dan dapat menurunkan fouling. Akan tetapi,
kecepatan yang tinggi akan menghasilkan pressure drop yang tinggi
pula. Begitu juga apabila terdapat padatan pada cairan maka
kecepatan yang tinggi akan menghasilkan erosi. Kecepatan cairan
pada shell-side (umumnya diatas 3 m/s) akan menyebabkan
kerusakan jangka panjang pada alat penukar panas.
3. Pressure drop
Penentuan tekanan di alat penukar panas lebih sering dilakukan
dari pada penentuan kecepatan fluida. Dalam pemasangan alat
penukar panas yang baru pada situasi perbaikan penurunan
tekanan yang dizinkan sering sekali dibatasi untuk menghindari
instalasi pompa yang baru. Apabila tidak dalam situasi tersebut
nilai penurunan tekanan untuk cairan biasanya dalam kisaran
0,35 hingga 0,7 bar. Untuk cairan dengan viskositas rendah
(kurang dari 1 mN·s·m−2), penurunan tekanan kurang dari 0,35
bar. Untuk gas, penurunan tekanan maksimum yang dizinkan
bervariasi antara 1 bar untuk gas bertekanan tinggi (10 bar dan di
atas) turun ke 0,01 bar untuk gas di bawah kondisi vakum.
4. Fouling
• Fouling merupakan akumulasi bahan yang tidak diinginkan pada
permukaan perpindahan panas. Hal ini adalah proses sementara yang
dimulai dengan permukaan transfer panas yang bersih dan berlanjut
sampai titik di mana permukaan menjadi kotor ke titik di mana penukar
panas tidak lagi dapat digunakan secara efektif. Pada titik ini, penukar
panas harus dibersihkan. Pembersihan dapat dilakukan dengan proses
mekanis atau kimia.
Fouling dapat diklasifikasikan menjadi:
• Partikulat
• Scaling
• Kristalisasi
• Pembekuan
• Reaksi kimia
• Korosi
• Biofouling
2.3 Temperature Differences pada Shell-and-
tube Heat Exchanger
𝑄 = 𝑈 𝐴 ∆𝑇𝐿𝑀
∆𝑇𝐻 − ∆𝑇𝐶
∆𝑇𝐿𝑀 =
∆𝑇
ln ∆𝑇𝐻
𝐶

Dimana ∆𝑇𝐿𝑀 = logarithmic mean temperature


difference
Apabila fluida pada shell dan tube keduanya
isothermal maka the logarithmic and average
temperature differences akan sama dan ∆𝑇𝐻 =
∆𝑇𝐶 = ∆𝑇
Suhu akhir dari aliran panas lebih tinggi dari
suhu akhir aliran dingin seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.5a. Hal ini disebut
dengan temperature approach.

Suhu akhir dari aliran panas sedikit lebih


rendah dari suhu akhir aliran dingin seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5b. hal ini
disebut dengan temperature cross.
Penambahan faktor FT

𝑄 = 𝑈𝐴∆𝑇𝐿𝑀 𝐹𝑇 dimana 0 < 𝐹𝑇 < 1

• Nilai FT yang lebih rendah dapat menyebabkan penggunaan


area perpindahan panas menjadi tidak efisien.
• Grafik FT akan menjadi sangat curam.
• Ketika grafik sangat curam maka akan memberikan
ketidaktepatan dalam data desain.
Oleh karena itu grafik FT yang curam harus dihindari.
2.4 Penempatan fluida pada Shell-
and-tube Heat Exchanger
• Bahan kontruksi. Apabila bahan kontruksi yang mahal diperlukan
untuk salah satu fluida karena sifatnya yang korosif atau suhunya
yang tinggi, maka fluida ini biasanya ditempatkan pada tube. Hal ini
dapat mengurangi biaya bahan konstruksi yang mahal
• Fouling. Fluida yang memiliki kecendrungan mengotori permukaan
perpindahan panas yang besar harus ditempatkan pada tube. Hal ini
akan memberikan kontrol yang lebih baik pada kecepatan fluida.
Kecepatan fluida yang tinggi akan mengurangi fouling. Dan juga
tube lebih mudah dibersihkan dari pada shell.
• Tekanan operasi. Aliran dengan tekanan yang lebih tinggi harus
ditempatkan pada tube. Semakin kecil diameter tube, maka akan
semakin tipis dinding yang diperlukan untuk menahan tekanan yang
sama. Oleh karena iu, tube lebih efektif dalam menahan tekanan
tinggi daripada shell.
• Penurunan tekanan (Pressure drop). Untuk besar pressure drop
yang sama, koefsien perpindahan panas yang lebih tinggi akan
diproleh pada tube daripada shell. Sehingga fluida dengan allowable
pressure drop yang lebih rendah biasanya diletakkan pada tube.
• Viskositas. Pada umumnya koefisien perpindahan panas yang lebih
tinggi akan diperoleh apabila bahan yang lebih besar viskositasnya
(lebih kental) ditempatkan pada shell asalkan alirannya turbulent.
Reynold number untuk aliran turbulen pada shell adalah sekitar 200.
• Laju alir. Fluida dengan laju alir yang lebih rendah ditempatkan
pada shell yang biasanya akan menghasilkan koefisien perpindahan
panas yang lebih tinggi dan akan memberikan desain yang paling
ekonomis.
• Suhu Fluida. Penempatan fludia yang lebih panas pada tube akan
mengurangi suhu permukaan shell dan karenanya akan lebih aman.
2.5 EXTENDED SURFACE
TUBES
• Dalam situasi di mana koefisien transfer film di luar
tabung dalam penukar panas jauh lebih rendah daripada
di dalam, bagian luar menjadi koefisien pengendali.
• Untuk keseluruhan koefisien perpindahan panas, jika
film luar mengendalikan, maka tidak ada masalah jika
dilakukan untuk meningkatkan koefisien di dalam, itu
hanya akan memiliki sedikit efek pada koefisien
perpindahan panas keseluruhan.
Ini akan terjadi ketika pemanasan atau pendinginan cairan
kental dan gas. Dalam keadaan seperti itu, unit yang lebih
padat akan dihasilkan jika area permukaan yang lebih besar
disajikan ke cairan pengontrolan dengan menggunakan
extended surface tubes.C
Permukaan tabung eksternal dapat diperpanjang dengan
cara:

Integrally formed tubes


di mana permukaan yang diperluas dihasilkan oleh cold-fins yang
membentuk permukaan tabung dengan ekstrusi pipa induk.
Nonintegrally formed fins

permukaan diperpanjang dengan cara melampirkan potongan-


potongan logam dalam bentuk strip memanjang atau melintang,
kawat atau duri dengan pengelasan, brazing, grooving dan
peening, atau shrink fitting. Metode memperbaiki permukaan
yang diperluas ke tabung induk dapat menciptakan resistensi
terhadap perpindahan panas.
Extended surface tube with high transverse fins.
• Induced draft air-cooled heat exchanger.
• Forced draft air-cooled heat exchanger
RETROFIT OF HEAT
EXCHANGERS

• Dalam situasi retrofit, penukar yang ada mungkin akan


mengalami perubahan dalam laju aliran. Misalnya,
proyek debottlenecking mungkin membutuhkan
peningkatan, maka perubahan koefisien perpindahan
panas dapat didekati dengan persamaan:
• Untuk koefisien sisi tabung:

• hT 1, hT 2 = koefisien transfer film sisi-tabung untuk laju


aliran awal dan baru
FI1, FI2 = tingkat aliran volumetrik sisi tabung untuk laju
aliran awal dan baru
• Untuk koefisien sisi-shell

• hS1, hS2 = koefisien perpindahan film sisi-shell untuk alur


awal dan baru
• FO1, FO2 = flowrates volumetrik sisi-shell untuk alur awal
dan baru
• Untuk penurunan tekanan sisi tabung.

di mana:
∆PT1,∆PT2 = penurunan tekanan sisi tabung untuk awal dan
flowrates baru
• Untuk penurunan tekanan sisi-shell

∆PS1, ∆PS2 = penurunan tekanan sisi-shell untuk aliran awal


dan baru.
Bila seandainya sudah ditambahkan pendingin, tapi suhu tetap tidak
berubah maka area transfer panas yang baru perlu ditambahkan.
Shell heat exchanger baru dapat ditambahkan dengan susunan seri
ataupun paralel
Seri
Ketika shell exchanger ditambahkan dalam bentuk seri
maka akan mengarah pada peningkatan penurunan tekanan
keseluruhan dalam eixisting matc.
paralel
• Jika shell exchanger baru ditambahkan dalam paralel,
maka laju alir melalui penukar yang ada akan menurun.
Ini akan menyebabkan tekanan dan koefisien perpindahan
panas menurun kinerjanya.
Sebuah alternatif lain, beberapa perangkat dapat
dimasukkan ke dalam di dalam tabung polos yang ada
untuk meningkatkan panas di dalam koefisien transfer.

Twisted tapes
Static mixers.
Coiled wire.
Mesh inserts
Condenser
Kondensasi dapat terjadi dengan dua mekanisme

film-wise condensation
di mana uap kondensasi memunculkan permukaan tabung
membentuk film terus menerus
• drop-wise condensation, di mana tetesan kondensasi
tidak membasahi permukaan dan setelah tumbuh, jatuh
dari tabung untuk mengekspos permukaan kondensasi
tanpa membentuk film terus menerus.
Untuk kondensasi di luar tabung horizontal
Dimana:
hC = condensing film coefficient (W・m−2・K−1)
kL = thermal conductivity of the liquid (W・m−1・K−1)
ρL = density of the liquid (kg・m−3)
∆HVAP = latent heat (J・kg−1)
g = gravitational constant (9.81 m・s−2)
dO = outside diameter of tube (m)
μL = viscosity of the liquid (N・s・m−2 orkg・m−1・s−1)
∆T = temperature difference across the condensate film (K)
Persamaan untuk kondensasi di dalam tabung
vertikal:
Reboiler dan Vaporizer
Reboiler merupakan sebuah equipment yang digunakan
pada kolom distilasi untuk menguapkan sebagian kecil dari
produk bottom, sementara vaporizer digunakan untuk
menguapkan liquid pada proses lain seperti pada umpan
reactor yang perlu diuapkan.
a) Kettle Reboiler
Penguapan terjadi di luar tube (pada dalam shell
yang tergenang cairan). Overflow cairan yang
berada di dalam reboiler kettle menjadi produk
bawah distilasi dan tidak terjadi resirkulasi antara
kolom dan reboiler.
b) Horizontal Thermosyphon
Sama dengan kettle reboiler, penguapan pada Horizontal
Thermosyphon terjadi di luar tabung. Namun, dalam kasus
ini, ada resirkulasi sekitar dasar kolom. Campuran uap dan
cair meninggalkan reboiler dan memasuki dasar kolom
(bagian bawah), baru kemudian berpisah. Produk keluar
dari kolom bawah distilasi.
c) Vertical Thermosyphon
Vertical thermosyphon memiliki cara kerja yang sama
dengan horizontal thermosyphon dimana terjadi resirkulasi
antara kolom dan reboiler, yang berbeda hanya posisi
reboiler dan pada vertical thermosyphon penguapan terjadi
di dalam tube.
Rasio resirkulasi
• Rasio resirkulasi adalah derajat kebebasan yang Ini harus
ditetapkan ulang ketika desain keseluruhan berlangsung.
• Untuk thermosyphon reboilers, rasio resirkulasi dapat
didefinisikan sebagai berikut:

• Umumnya nilai rasio resirkulasi berada di antara 0,25 – 6.


• Semakin besar nilai rasio resirkulasi, semakin sedikit
fouling yang terbentuk di reboiler. Rasio yang rendah
cenderung digunakan dalam thermosyphons
horisontal dan nilai-nilai yang lebih tinggi (> 4)
digunakan dalam thermosyphons vertikal.
Keuntungan dan Kelebihan
• Kettle Reboiler
Keuntungan
1. Memberikan stage teoritis
pada kolom distilasi • Termosyphon
Kelebihan
Kekurangan 1. Tidak mudah terjadi fouling
1. Relatif Mahal 2. Biaya investasi murah
2. Waktu tinggal lama 3. ΔTLMTD yang jauh
4. Heat flux yang lebih besar
Kekurangan
1. Tidak memberikan stage
tambahan pada kolom
distilasi
Kettle < horizontal thermosyphon < vertical thermosyphon
Karakteristik dari Boiling
Point
• A – B : Pada garis antara poin A dan B pada gambar di atas, perpindahan
panas yang terjadi adalah dengan konveksi alami. Superheated liquid
naik ke permukaan cairan di mana penguapan berlangsung.
• B : Pada poin B, ΔTLMTD meningkat terjadi penguapan
nucleat, dimana gelembung uap terbentuk pada permukaan liquid yang
dipanaskan dan lepas dari permukaan liquid.
• C : Titik C pada disebut critical heat flux atau maximum
boiling flux atau peak boiling flux ini terjadi saat gelembung-
gelembung uap bergabung di permukaan membentuk selimut uap.
Critical heat flux terjadi karena tidak cukup liquid yang tersedia untuk
mencapai heat-transfer area, disebabkan oleh laju vapor yang keluar.
• D : Di luar titik D, permukaan kering dan sepenuhnya
diselimuti oleh uap dan transfer panas yang terjadi berupa konduksi dan
radiasi.
Reboiler Design
Reboilers dirancang untuk beroperasi di bawah
heat fluks puncak dan nilai heat flux biasanya
dibatasi hanya 70% dari heat flux di titik C.
• Persamaan untuk nucleat boiling pada reboiler kettle dan
horizontal termosyphon

• Untuk menentukan nilai heat flux kritis pada


Heat Flux pada Reboiler
Ketle
Untuk menghitung heat flux pada bundle tube, digunakan
faktor koreksi:
qC = qC1φB
Faktor koreksi
φB = 3.1πDBL
A
Heat Flux pada Reboiler
Horizontal Termosyphon

0,6 <TR< 0,8


• Untuk memulai perhitungan, pemanasan diasumsikan
menggunakan saturated steam pada shell-side dan
Fouling koefisien pada shell-side diasumsikan 5700 W・
m−2・K−1.
• Untuk fluida yang nondegrading dan bersih asumsi
koefisien fouling perlu ditingkatkan sekitar 11000 W・
m−2・K−1
• Untuk fluida yang cenderung terpolimerisasi koefisien
fouling diturunkan menjadi 1400-1900 W・m−2・K−1
• Jika nilai-nilai ini sesuai, maka keseluruhan
koefisien heat transfer dapat dihitung dari:

• Jika koefisien sisi shell dari proses fouling


koefisien berbeda dari 5700 W・m−2・K−1,
diperlukan koreksi koefisien perpindahan panas
overall yang dapat dihitung dari:
Forced Circulation
• Forced Circulation Reboiler adalah reboiler yang
sirkulasi fluida terjadi akibar adanya pompa
sirkulasi sehingga menghasilkan sirkulasi
paksaan (forced circulation). Penggunaan natural
circulation akan menekan biaya investasi, namun
forced circulation lebih menguntungkan dalam
perawatan karena tidak rentan terhadap fouling.
A reboiler is required to supply 0.1 kmol・s−1 of vapor to a
distillation column. The column bottom product is almost pure
butane. The column operates with a pressure at the bottom of the
column of 19.25 bar. At this pressure, the butane vaporizes at a
temperature of 112◦C. The vaporization can be assumed to be
essentially isothermal and is to be carried out using steam with a
condensing temperature of 140◦C. The heat of vaporization for butane
is 233,000 J・kg−1, its critical pressure 38 bar, critical temperature
425.2 K and molar mass 58 kg・kmol−1. Steel tubes with 30 mm
outside diameter, 2 mm wall thickness and length 3.95 m are to be
used. The thermal conductivity of the tube wall can be taken to be 45
W・m−1・K−1. The film coefficient (including fouling) for the
condensing steam can be assumed to be 5700 W・m−2・K−1.
Estimate the heat transfer area for
a)Kettle Reboiler
b)Vertical Thermosyphon Reboiler
• Solution:
• Heat load = 0,1 x 58 233000 = 1,351 x 106 W
• Koefisien lapisan film untuk reboiler ketel dapat
diperkirakan menggunakan persamaan 15.96. Namun
sebelumnya dibutuhkan data heat flux dan heat-transfer
area required, sehingga perhitungan dilakukan dengan
cara iterasi. Koefisien heat-transfer overall perkiraan
awal adalah 2000 W m-2 K-1, sehingga:
• Kemudian hitung koefisien lapisan boiling:
• Sehingga Koefisien heat-transfer Overall dapat dihitung
• Q yang dihasilkan tidak sama dengan head load yang
dibutuhkan, sehingga untuk mendapatkan Q yang sesuai
dengan beban panas yang dibutuhkan, nilai heat-transfer area
diatur dengan cara trial dan error. Sehingga dengan sendirinya
nilai heat flux dan koefisien lapisan boiling berubah. Berikut
hasil yang didapatkan:
Q = 1,351 × 106 W
hNB = 2883 W·m−2·K−1
U = 1295 W·m−2·K−1
A = 37,3 m2
q = 36250 W·m−2
• Perolehan heat flux di atas harus diperiksa kembali
apakah masih berada di bawah critical heat flux. Heat
flux pada titik kritis dihitung menggunakan persamaan
(15.97):

Menghitng diameter bundle dengan persamaan 15.37:


Diasumsikan pitch 1,25do dan konfigurasi square dengan panjang
tube 3,95 m:

Flux yang dihasilkan berada di bawah nilai maksimum yang diprediksi


sebelumnya dengan persamaan (15.97), sehingga desain dapat diterima.
Kemudian untuk menentukan diameter shell digunakan asumsi 40% lebih
besar dari bundle tube agar memungkinkan uap untuk terlepas.
Heat exchanger tipe plat
dengan gasket

• Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang banyak


dipergunakan pada dunia industri, bisa digunakan sebagai
pendingin air, pendingin oli, dan sebagainya. Prinsip kerjanya
adalah aliran dua atau lebih fluida kerja diatur oleh adanya
gasket-gasket yang didesain sedemikian rupa sehingga masing-
masing fluida dapat mengalir di plat-plat yang berbeda.
• Gasket berfungsi utama sebagai pembagi aliran fluida agar dapat
mengalir ke plat-plat secara selang-seling. Gambar di bawah ini
menunjukkan desain gasket sehingga di satu sisi plat fluida 1 masuk
ke area plat yang, sedangkan gasket yang lain mengarahkan fluida 2
agar masuk ke sisi plat.
• Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang cukup murah dengan
koefisien perpindahan panas yang baik. Selain itu tipe ini juga mudah
dalam hal perawatannya, karena proses bongkar-pasang yang lebih
mudah jika dibandingkan tipe lain seperti shell & tube. Namun di sisi
lain, tipe ini tidak cocok jika digunakan pada aliran fluida dengan
debit tinggi,selain itu heat exchanger tipe ini tidak cocok digunakan
pada tekanan dan temperatur kerja fluida yang tinggi, hal ini
berkaitan dengan kekuatan dari material gasket yang digunakan.
Welded Plate Heat
Exchanger
Satu kelemahan yang paling mendasar dari heat exchanger plat
dengan gasket, adalah adanya penggunaan gasket tersebut. Hal
tersebut membatasi kemampuan heat exchanger sehingga
hanya fluida-fluida jenis tertentu yang dapat menggunakan
heat exchanger tipe ini. Untuk mengatasi hal tersebut,
digunakanlah heat exchanger tipe plat yang menggunakan
sistem pengelasan sebagai pengganti sistem gasket. Sehingga
heat exchanger tipe ini lebih aman jika digunakan pada fluida
kerja dengan temperatur maupun tekanan kerja tinggi. Hanya
saja tentu heat exchanger tipe ini menjadi kehilangan
kemampuan fleksibilitasnya dalam hal bongkar-pasang dan
perawatan.
Plate in Heat Exchanger

Tipe lain dari plate heat-exchanger adalah piring-fi n penukar panas.


Hal ini diilustrasikan pada Gambar 15.17. Penukar piring-fi n panas
terdiri dari serangkaian fl di piring, antara yang merupakan matriks
yang terbentuk dari logam yang bergelombang dan memberikan heat
transfer area yang cukup besar.
Spiral Heat Exchanger

Heat exchanger tipe ini menggunakan desain spiral pada susunan


platnya, dengan menggunakan sistem sealing las. Aliran dua fluida di
dalam heat exchanger tipe ini dapat berbentuk tiga macam yakni (1)
dua aliran fluida spiral mengalir berlawanan arah (counterflow), (2)
satu fluida mengalir spiral dan yang lainnya bersilangan dengan
fluida pertama (crossflow), (3) satu fluida mengalir secara spiral dan
yang lainnya mengalir secara combinasi antara spiral dengan
crossflow.
• Heat exchanger tipe ini sangat cocok digunakan untuk fluida
dengan viskositas tinggi atau juga fluida yang mengandung
material-maerial pengotor yang dapat menimbulkan tumpukan
kotoran di dalam elemen heat exchanger. Hal ini disebabkan
karena desainnya yang satu lintasan, sehingga apabila terjadi
penumpukan kotoran di satu titik, maka secara alami kecapatan
aliran fluida pada titik tersebut akan meningkat, sehingga
kotoran tadi akan terkikis sendiri oleh fluida kerja tersebut.
Karena kelebihan inilah sehingga heat exchanger tipe ini
sangat cocok untuk digunakan pada fluida kerja dengan
viskositas sangat tinggi, fluida slurries (semacam lumpur), air
limbah inidustri, dan sejenisnya.
Fired Heater
Penggunaan fired heater atau biasa juga disebut furnace
biasanya pada pemanasan suhu tinggi seperti; untuk
memanaskan dengan kerja yang tinggi, temperature tinggi
yang tidak dapat dipanaskan oleh steam dan heat-flux yang
tinggi.
• Total energy balance pada
sebuah furnace adalah
sebagai berikut:
Jalur Termodinamika
Combustion
Data beberapa komponen pada keadaan standard dapat
dilihat pada dabel 15.11
• Pada kondisi adiabatic, ΔHcomb = 0, sehingga persamaan
menjadi
Pada gambar di samping
dapat dilihat bahwa
terdapat perbedaan
temperature yang ekstrim
pada proses combustion ini.
Hal ini menyebabkan
kapasitas panas bervariasi
secara signifikan. Kapasitas
panas tersebut dapat di
rumuskan dengan
persamaan polynomial.
Efisiensi Furnace
Thank you

Anda mungkin juga menyukai