Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi kinerja dari sebuah


industri semen, seperti misalnya ketersediaan dan komposisi bahan baku,
kinerja dari alat proses yang digunakan, kesinambungan antar unit operasi,
dan lain sebagainya. Keseluruhan aspek tersebut pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan. Studi yang
komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut dapat dilakukan untuk meninjau
seberapa besar pengaruh dari aspek yang ditinjau terhadap output yang
diinginkan. Adapun salah satu studi yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana kerja sebuah proses adalah dengan mengevaluasi kinerja setiap unit
yang berada di dalam industri.
Di dalam suatu industri biasanya terdiri dari beberapa operasi yang
dibagi menjadi beberapa bagian. Di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
dimana merupakan industri yang memproduksi semen di Indonesia memiliki
beberapa unit operasi dalam proses produksi semen. Unit operasi tersebut
meliputi raw mill section, burning section, finish mill section, dan packing
house section. Masing-masing saling terkait namun evaluasi kinerjanya
dilakukan terpisah.
Burning section merupakan salah satu unit yang penting dalam
industri semen dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi utama yaitu
perubahan raw meal dan clinker yang selanjutnya diproses lebih lanjut
menjadi semen. Burning section yang terdapat di plant -5 terdiri dari tiga alat
utama yaitu suspension preheater, rotary kiln, dan rotary cooler. Secara garis
besar proses yang terjadi dalam burning section adalah tahap pemanasan awal
bahan di suspension preheater (SP) yang diikuti dengan tahap kalsinasi awal
sampai mencapai perkiraan konversi 85%. Kalsinasi lanjutan terjadi di dalam
rotary kiln. Clinker terbentuk pada tahap akhir kemudian didinginkan di
dalam rotary cooler.
Dalam menjamin kualitas semen maka harus dijaga kondisi proses dari
setiap alat yang ada baik dari aliran massa yang berhubungan dengan
komposisi semen yang dihasilkan maupun konsumsi energi yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu studi untuk mengevaluasi efisiensi
penggunaan energi dalam unit tersebut. Selain itu diperlukan pula evaluasi
dari massa yang terdistribusi di dalam kiln untuk mengetahui efisiensi bahan
di dalam kiln. Efisiensi penggunaan energi dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah panas yang hilang (heat loss) dan efisiensi bahan dapat
dihitung dengan mengetahui weight loss dari burning section. Efisiensi
tersebut dapat dihitung dengan mengetahui neraca massa dan neraca
energinya dari data-data operasional yang ada dengan pengambilan sejumlah
asumsi untuk menyederhanakan perhitungan.
1.2.Tujuan
Tujuan evaluasi efisiensi massa dan energi ini adalah untuk meninjau
kinerja pada rotary kiln sehingga kualitas bahan semen yang dihasilkan tetap
terjaga. Adapun tujuan khususnya yiatu :
1. Mempelajari tahapan proses yang terjadi di dalam kiln
2. Menghitung heat loss dan weight loss dalam kiln yang terdapat di plant 5
PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
1.3.Manfaat
Manfaat dari peninjauan ini yaitu diharapkan mahasiswa atau pembaca
dapat memahami proses yang terjadi di dalam kiln serta mengetahui efisiensi
kiln dengan menghitung menggunakan neraca panas dan massa kiln.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tahapan Proses Pembuatan Semen


Semen merupakan suatu perekat hidrolis (hydraulic binder), yaitu
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen bereaksi dengan air
membentuk zat baru yang bersifat perekat terhadap bahan-bahan lain terutama
batuan yang menjadi satu kesatuan yang bersifat padat dan keras.
Proses yang digunakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
adalah proses kering. Proses kering digunakan utnuk mengurangi biaya
produksi pada basah, dengan menggunakan prinsip preblending dengan sistem
homogenisasi dan raw mix. Pada proses ini tahap penggilingan dan
pencampuran dilakukan pada keadaan kering (kadar air 1% di dalam rotary
kiln). Proses ini menggunakan umpan kering untuk tahap pembakaran dalam
suspension preheater dan rotary kiln. Tahap-tahap prosesnya sebagai berikut :
a. Dryingn : Terjadi di dalam SP dan rotary kiln dengan
kadar air 1% menjadi 0%.
b. Calcinations : Terjadi di dalam SP dan rotary kiln
c. Sintering dan reaction : Terjadi di rotary kiln

Secara garis besar, proses pembuatan semen melalui tahap-tahap :

1. Penambangan dan penyediaan bahan baku (mining unit)


2. Pengeringan dan penggilingan bahan baku (raw mill unit)
3. Pembakaran tepung baku dan penggilingan clinker (burning unit)
4. Penggilingan akhir (finish mill unit)
5. Pengemasan semen (packing unit)

2.2. Tahapan Proses pada Rotary Kiln

Tahapan proses di dalam sistem kiln dimaksudkan untuk meraksikan


bahan baku sehingga membentuk clinker dengan kandungan C2S, C3S, C3A, dan
C4AF tertentu. Proses ini terdiri atas dua tahap utama, yakni sebagai berikut:

1. Tahap Pembentukan Clinker

Proses pembentukan clinker terdiri atas beberapa tahap


sebagai berikut:
a. Proses pemanasan dan penguapan air

b. Proses kalsinasi awal

c. Proses kalsinasi lanjutan

d. Proses transisi

e. Proses sintering

f. Proses pendinginan

Pada suspension preheater, raw meal mengalami penguapan air,


pemanasan awal, dan proses kalsinasi awal hingga mencapai 80 90 %. Unit
suspension preheater memberikan beberapa keuntungan antara lain:

a. Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan


sebagai pemanas di raw mill.

b. Rotary kiln lebih pendek

c. Penghematan bahan bakar

Pada kiln, terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering, dan pendinginan


clinker. Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara.
Bahan bakar ini dialirkan ke burner di ujung pengeluaran kiln. Batubara dibakar
dengan bantuan udara primer yang dihembuskan oleh primary fan blower dari
udara bebas dan udara sekunder yang berasal dari cooler. Hasil pembakaran
yang berupa gas panas selanjutnya membantu pemanasan di suspension
preheater dan raw mill. Raw meal dari silo dialirkan dengan air slide dan
bucket elevator ke feed tank sebagai tempat penampungan sementara. Dari feed
tank, raw meal dikeluarkan melalui weighing feeder dengan tujuan untuk
mengatur material agar tetap konstan menuju bucket elevator. Selanjutnya raw
meal masuk ke SP, yaitu di antara cyclone 4 dan cyclone 3.

Sistem SP terdiri dari 4 stage cyclone yang berhubungan satu sama lain
secara bertingkat. Raw meal mengalami pemanasan secara berulang di
sepanjang tingkat cyclone dan material akan turun secara terpisah dari gas
panas dengan bantuan gaya tangensial. Gas panas akan keluar karena hisapan
SP fan. Gas panas ini digunakan kembali untuk proses pengeringan dan
penggilingan di raw mill section.

SP dilengkapi dengan precalciner yang berfungsi untuk menaikkan


derajat kalsinasi material sebelum masuk ke kiln karena proses kalsinasi
memerlukan energi yang besar. Gas untuk pemanas material berasal dari gas
panas yang dihasilkan oleh 4 burner yang dipasang pada riser duct serta sisa
gas panas dari kiln. Namun pada plant 5 pada SP belum terdapat precalciner.
Penggunaan precalciner ini memberikan keuntungan antara lain:

a. Diameter dan panjang kiln lebih kecil sehingga mengurangi


pemakaian bata tahan api di burning zone, karena sebagian
pembakaran di burning zone telah dilakukan oleh precalciner.

b. Beban panas lebih rendah terutama untuk kiln berkapasitas besar.

c. Waktu tinggal material di dalam kiln lebih singkat.

Raw meal yang keluar dari SP menjadi hot meal, masuk ke kiln, dan
mengalir di sepanjang kiln berdasarkan gaya gravitasi. Hot meal memasuki
kiln pada suhu 900 1000 C melalui kiln inlet hood. Di dalam rotary kiln,
terjadi kontak antara gas panas dan material secara kontinu dengan arah
counter-current sehingga terjadi reaksi dan perpindahan panas yang
menyebabkan terjadinya perubahan fisis dan kimia material sepanjang kiln
menjadi hasil akhir berupa clinker. Proses pembentukan clinker berlangsung
pada suhu tinggi. Oleh karena itu, dinding rotary kiln harus dilapisi dengan batu
bata tahan api dengan tujuan untuk mengurangi beban panas kiln shell dan
sebagai isolator panas untuk mengurangi kehilangan panas akibat radiasi dan
konveksi.

Pada zona kalsinasi lanjutan, proses kalsinasi berlangsung sampai


sempurna. Pada zona transisi, hot meal mengalami persiapan pembakaran
dengan sebagian material mengalami perubahan fase menjadi cair dan berfungsi
sebagai pengikat pada reaksi pembakaran pada proses sintering. Panas di dalam
proses ini didapatkan dari bahan bakar batubara yang dialirkan ke dalam burner
yang terletak di ujung pengeluaran kiln. Bahan bakar dialirkan menggunakan
udara dan dibakar bersama dengan udara primer dan sebagian udara sekunder.
Sistem pembakaran yang digunakan adalah semi indirect firing system.

2. Tahap Pendinginan Clinker

Clinker yang keluar dari rotary kiln mengalami pendinginan awal dalam
kiln yaitu pada cooling zone dari 1450 C menjadi 1100 1200 C. Pada proses
pendinginan dalam kiln, fase cair mengkristal kembali membentuk C3S dan
C4AF. Selanjutnya pendinginan dilakukan dalam air quenching cooler. Clinker
harus didinginkan secara cepat sebelum masuk ke dalam unit penggilingan
akhir. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Menghindari terbentuknya kristal long periclase yang dapat menurunkan


kualitas semen.

b. Proses pendinginan yang cepat dapat meningkatkan mutu semen yang


dihasilkan.

c. Clinker panas akan menyebabkan penguraian gypsum yang ditambahkan


pada proses penggilingan akhir.

d. Sensible heat yang terkandung dalam clinker dapat dimanfaatkan kembali


untuk secondary air dan tertiary air.

Proses pendinginan di dalam cooler dilakukan secara tiba-tiba dari suhu


1100 1200 C menjadi 100 120 C dengan rotary cooler.

Proses pendinginan klinker di P-5 dilakukan dengan rotary cooler.


Hamparan klinker yang mengalir sepanjang rotary cooler digerakkan dengan
motor dan gaya gravitasi. Air pendingin disemprotkan pada inlet dari rotary
cooler dengan menggunakan 6 buah nozzle langsung ke tetesan klinker panas
yang keluar dari kiln. Air yang dikonsumsi diperkirakan 0,6 kg/kg klinker
terbentuk atau 18 20 m 3/jam. Kemudian meterial keluaran rotary cooler
masuk ke dalam storage hall dengan belt conveyor klinker. Gas keluaran cooler
masuk EP cooler pada suhu 80 -140 oC. Di dalam EP debu yang terkumpul
kemudian diumpan kembali bersama klinker dan selanjutnya dibawa menuju ke
clinker silo dengan menggunakan apron conveyor.

2.3. Reaksi-reaksi dalam Sistem Kiln

Pada dasarnya yang terjadi adalah proses pembuatan semen dengan bahan
baku limestone, sandy clay, dan iron sand berdasarkan pada reaksi disosiasi dan
sintesa secara molekuler.

Reaksi disosiasi:

Al2Si2O7.xH2O(s) Al2O3(s) + 2 SiO2(s) + xH2O (20)

Reaksi sintesa:

2CaO(s) + SiO2(s) 2 CaO.SiO2(s)


(15)

3CaO(s) + Al2O3(s) 3CaO.Al2O3(s) (16)

4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2O3(s) 4CaO.Al2O3.Fe2O3(s) (18)

2CaO.SiO2 (s) + CaO(l) 3CaO.SiO2(l) (17)

Reaksi tersebut terjadi menurut mekanisme berikut:

1 Penguapan air bebas yang terkandung dalam raw meal (100 C)

2 Penguapan air hidrat yang dikandung Kaolin (500 C)

Al2Si2O7.xH2 O(s) Al2O3(s) + 2 SiO2(s) + xH2O (20)

3 Kalsinasi (600 900 C)


CaCO3 CaO + CO2
(13)

4 Penguapan air hidrat yang terkandung dalam limestone (800 C)

5 Pembentukan C2S (800 900 C)

2 CaO(s) + SiO2(s) 2 CaO.SiO2(s) (15)


6 Pembentukan C3A dan C4AF (900 1200 C)

3 CaO(s) + Al2O3(s) 3 CaO.Al2O3(s)


(16)

4 CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2O3(s) 4CaO.Al2O3.Fe2O3(s) (18)

7 Pembentukan fase cair (1250 1280 C)

8 Pembentukan C3S (1260 1450 C)

2CaO.SiO2 (s) + CaO(l) 3CaO.SiO2(l) (17)

Reaksi dilakukan di SP dan kiln yang dioperasikan pada kondisi berikut:

1 Suspension preheater

Suhu : 300 850 C

Tekanan : -7,72 s/d -54,86 mbar

2 Rotary kiln

Suhu : 850 1450 C

Tekanan : 0,10 s/d -7,40 mbar

Suhu tersebut dipilih berdasarkan pada sifat bahan, dimana untuk


disosiasi CaCO3 diperlukan panas yang tinggi, juga untuk pembentukan
clinker diperlukan suhu yang tinggi untuk pembentukan fase cair. Bila
suhu kurang, panas yang diperlukan tidak mencukupi sehingga reaksi
kurang sempurna. Sedangkan bila suhu terlalu tinggi, akan terjadi
pembakaran yang berlebihan.

2.4. Evaluasi Weight Loss


Untuk mengetahui secara tepat komposisi umpan dan bahan keluar dapat
dihitung dengan neraca massa. Neraca massa merupakan perhitungan
kuantitatif dari komposisi bahan masuk/keluar alat proses secara tepat dan
merupakan perhitungan dasar dari satuan operasi satuan proses.
Dalamdasar perhitungan neraca massa dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Tipe Statik (Proses Batch)
Proses batch yaitu pemasukkan bahan baku ke dalam proses
yang dilakukan setelah satu rangkaian proses selesai diambil hasilnya
dan tergantung pada lamanya waktu tinggal dalam suatu proses. Pada
proses Batch pengaruh waktu tidak dimasukkan dalam perhitungan,
tetapi hanya umpan masuk dan produk yang keluar saja.
Input + Output = Akumulasi
b. Tipe Dinamik (Proses Kontinyu)
Proses kontinyu yaitu suatu proses yang berlangsung dimana
bahan yang masuk dan keluar dilakukan secara terus menerus. Di
dalam proses dinamis ini memerlukan waktu tertentu, sedangkan
bahan tertinggal di dalam alat pada waktu tertentu pula.
Input + Output = Akumulasi
Waktu

Dengan mengitung neraca massa suatu alat dari data-data yang telah
diketahui maka selanjutnya kita dapa mengetahui efisiensi dari alat tersebut.

2.5. Evaluasi Heat Loss

Data-data yang digunakan dalam perhitungan evaluasi heat loss pada


plant 1-2 adalah sebagai berikut:

1 Data primer
Data ini diperoleh dari Departemen Produksi Plant 1-2 berupa Daily
report Operation pada tanggal 10 April 2013. Adapun data yang
digunakan meliputi data-data sebagai berikut:

a Komposisi raw meal dan ultimate analysis batubara

b Net Heating Value (NHV) batubara


c Kapasitas blower udara primer, sekunder, dan udara pendingin

d Bukaan damper dari blower udara pendingin

2 Data Sekunder

Data ini diperoleh dari literatur dan studi pustaka yang meliputi:

a Panas jenis bahan dan air, udara, dan batubara

b Kelembaban relatif udara

c Densitas udara

d Panas penguapan air

Data-data primer dan sekunder tersebut digunakan dalam perhitungan


neraca massa dan neraca energi (panas). Neraca massa dan neraca energi yang
terhitung selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung total heat loss dalam
sistem kiln. Dari hasil perhitungan heat loss, efisiensi penggunaan energi dapat
diketahui.

BAB III
METODOLOGI PENYELESAIAN MASALAH

3.1. Data Perhitungan dan Spesifikasi Alat

Data-data yang digunakan dalam perhitungan efisiensi panas dari pembakaran


batubara plant 11 adalah sebagai berikut:
3.1.1 Data Primer
Data ini diperoleh dari QARD (Quality Assurance and Research
Department) dan Daily Check Report dari CCP (Central Control Panel)
Plant 11 pada tanggal 14 Agustus 2015. Adapun data yang digunakan
yaitu meliputi:
Komposisi klinker, raw meal, fine coal, ash, dan komposisi gas
buang.
Net Heating Value (NHV).
Temperatur lingkungan
Kapasitas blower udara primer, udara sekunder, dan udara
pendingin.
Bukaan damper udara pendingin.
3.1.2 Data Sekunder
Data ini diperoleh dari literatur dan studi pustaka yang meliputi:
Panas jenis dari air, udara, batubara, dan klinker.
Kelembapan relatif udara.
Densitas udara.
Berikut adalah data-data yang diperoleh dari Central Control Panel
(CCP) QARD (Quality Assurance and Research Department) pada tanggal 25
November 2016 pada rotary kiln plant 5 selama 1 hari yang meliputi :

1. Analisa Umpan Kiln


Laju alir raw meal : 776.000 kg/hari = 32.333,33 kg/jam
Komposisi raw meal

Tabel 3.1 Kandungan Kimia Feed (dry basis)

Komponen % Massa Massa

SiO2 18,16 5871,39

Al2O3 3,952 1277,95

Fe2O3 0,207 66,96


CaCO3 39,99 12931,6

MgCO3 1,786 577,53

CaO 33,57 10855,33

MgO 1,294 418,50

K2O 0,5 161,75

SO3 0,121 39,132

Na2O 0,06 19,4

H2O 0,35 113,17

Total 100 32.333,33

2. Analisa Komposisi Batubara


Laju alir batubara : 7100 kg/jam di Kiln
Data ultimate analisis batubara :

Tabel 3.2 Komposisi Senyawa dalam Batubara


Komponen Komposisi (%)
C 61,55
H 6,24
O 0,59
N 0,59
S 0,59
Ash 5
Total 100

3. Data Cp Material dan Gas Panas :


Pengambilan data dari buku Perrys Chemical Engineers Handbook, 7th
edition Data yang diperoleh yaitu :
Cp Padatan : A+B.T+C.T2+D.T-2
Tabel 3.3 Data Cp padatan material

Senyawa A B C D
SiO2 10,87 0,008712 0 -241200
Al2O3 22,08 0,008971 0 -522500
Fe2O3 24,72 0,016040 0 -423400
CaCO3 19,68 0,011890 0 -307600
MgCO3 16,9 0 0 0
CaO 10 0,00484 0 -10800
MgO 10,86 0,001197 0 -208700

Cp Gas Panas dan Air : R.(A+B.T+C.T2+D.T-2)


R = 8,314 J/mol.K
Tabel 3.4 Data Cp Gas

Senyawa A B C D
Udara 3,355 0,575 0 -0,016

4. Data Lain-lain dan Asumsi


Basis perhitungan 1 jam.
Udara sebagai gas ideal.
Pembakaran di kiln terjadi sempurna dengan menggunakan O2 reaksi 2
% excess.
CaCO3 terkalsinasi 100% di dalam kiln.
Suhu referensi = 30

3.2. Pengolahan Data


Data-data yang telah didapatkan digunakan untuk menghitung neraca
massa dan neraca panas. Neraca massa berguna untuk mengetahui aliran-
aliran massa yang bergerak masuk dan keluar rotary kiln. Setelah mengetahui
aliran massa tersebut, maka neraca panas dapat disusun. Efisiensi panas dapat
dihitung dengan cara membagi panas yang digunakan dalam proses
pembentukan klinker seperti kalsinasi, pemanasan bahan baku, dll dengan
panas yang masuk dari panas pembakaran batu bara. Massa yang tak terhitung
diperoleh dari pengurangan antara input massa dan output massa.

3.2.1. Perhitungan Neraca Massa

Perhitungan neraca massa dilakukan pada Unit Kiln Plant 5,


berdasarkan persamaan :
Massa masuk = Massa keluar
Penyusunan neraca massa untuk setiap alat ialah sebagai berikut :

Neraca Massa Rotary Kiln


M2

M 2 = Gas Buang dari kiln


M1 M4 M 1 = Umpan masuk kiln
M5 M 4 = Bahan bakar coal
M6
M 5 = Udara primer
M7
M 6 = Udara Sekunder

M 7 = Udara pendorong
coal
M3
M 3 = Klinker panas
3.2.2. Perhitungan Neraca Panas

Perhitungan neraca panas dilakukan pada Unit Kiln Plant 5


berdasarkan persamaan :
Panas masuk = Panas keluar
Penyusunan neraca panas untuk setiap alat ialah sebagai berikut :

Neraca Panas Rotary Kiln


Q4 Q5 Q6 Q7

Q8
Q1 Q2
ROTARY KILN

Keterangan : Q3
Q1 = Panas dari raw meal keluar Suspension Preheater
Q2 =Panas dari produk klinker
Q3 = Panas gas hasil pembakaran kiln
Q4 = Panas dari umpan batubara di Kiln
Q5 =Panas udara primer
Q6 =Panas dari udara sekunder
Q7 =Panas dari udara pendorong coal di Kiln

Anda mungkin juga menyukai