Anda di halaman 1dari 13

Proses Pembuatan Semen --> Menggunakan Teknologi Ramah Lingkungan

Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :


1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batukapur dan
tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses
produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses
selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan
baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan
target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya
produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama
yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )

Proses Penambangan Bahan Baku

2. Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar
mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk menghancurkan batukapur
dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500 mm )
menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan
penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur
< 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 %
H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam
Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile.
Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penggilingan Awal

Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu
pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka
berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan
pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan
oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah
Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari
suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan
material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam
satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat
penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang
sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut.
Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan
menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke
samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu
sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam
Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan
baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.

Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

4. Proses Pembakaran

Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :

a. Pemanasan Awal (Preheating)


Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam
kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah
suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan
baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk
memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat
terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di
sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada
awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses
pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi,
di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi
sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang
memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi
yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui
untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension
preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan
separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas
hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :

 Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas
besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di
kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja,
maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 %
bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam
kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya
kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali
lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater
tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai
4,8 TPD/m3.
 Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena
temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang
pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam
pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
 Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena
thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
 Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang
relatif rendah.
 Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
 Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah
diatasi.
b. Pembakaran (Firing)

Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses
kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam
tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah
1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di
dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix).
Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan
zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi
dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln
lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln
sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk
mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang
terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis
batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
coating antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4. temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah
berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan
terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran
sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi
untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln
dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya
dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di
in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan
pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar,
karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone
yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara
80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln
dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln
tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi
lebih sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang
memakai cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar
40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner.
Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg
klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka
secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk
sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk
kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m.
Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya
sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan
udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik
tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran

c. Pendinginan (Cooling)

Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker
dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat
transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang
terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di
kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan
terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan
pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan
terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan
kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh
pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan.
Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang
timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya
spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus
ukuran kristalnya lebih kecil.

5. Penggilingan akhir

Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :


1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan
3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan
beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu,
selama memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan
sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed
circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari
diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit
panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat.
Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri
semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi
semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju
separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus
dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone,
kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.

Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir

6. Pengemasan

Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan
woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke
toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke
proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari
penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari
udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan
menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan
sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.
Bahan Baku Pembuatan Semen:

1. Batu kapur

Batu kapur merupakan Komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah lia,
Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya. Senyawa besi dan organik
menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning.

2. Tanah Liat

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat Klasifikasi
Senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya : Kelompok
Montmorilonite Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite Kelompok Kaolin
Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite Kelompok tanah liat beralkali Meliputi : tanah
liat mika (ilite).

3. Pasir Besi dan Pasir Silikat

Bahan ini merupakan Bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix) Digunakan sebagai
pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen Pasir Silika
digunakan untuk meneikkan kandungan SiO2 Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan
Fe2O3 dalam Raw Mix.

4. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen Hilangnya kristal
air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder

PROSES PEMBUATAN SEMEN

Semen dapat dibuat dengan 2 cara Proses Basah Proses Kering Perbedaannya hanya terletak
pada proses penggilingan dan homogenisasi.

1. QUARRY ( PENAMBANGAN ):

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain yang
mengandung kalsium, silikon,alumunium,dan besi oksida yang diekstarksi menggunakan drilling
dan blasting.

– Penambangan Batu Kapur:

Membuang lapisan atas tanah Pengeboran Membuat lubang dengan bor untuk tempat Peledakan
Blasting ( peledakan ) Dengan teknik electrical detonation.
– Penambangan Batu Silika:

Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika merupakan butiran yang
saling lepas dan tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu
silika menggunakan dozer ke tepi tebing dan jatuh di loading area.

– Penambangan Tanah Liat:

Penambangan Tanah Liat Dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan tanah dengan
excavator yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang seling.

2. Crushing:

Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu silika dari ukuran < 40
cm→ < 200 mm

3.CONVEYING:

Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk diproses lebih
lanjut dengan menggunakan belt conveyor.

4. RAW MILL ( PENGGILINGAN BAHAN BAKU ):

Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw mill dengan menambahkan sejumlah air
kemudian dihasilkan slurry dengan kadar air 34-38 %.Material-material ditambah air
diumpankan ke dalam raw mill. Karena adanya putaran, material akan bergerak dari satu kamar
ke kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi proses pemecahan dan kamar 2/3 terjadi gesekan
sehingga campuran bahan mentah menjadi slurry.

Proses Kering Terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari Drying Chamber, Compt 1, dan Compt 2.
Material-material dimasukkan bersamaan dengan dialirkannnya gas panas yang berasal dari
suspension preheater dan menara pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang
berfungsi untuk mengangkut dan menaburkan material sehingga gas panas dan material
berkontaminasi secara merata sehingga efisiensi dapat tercapai. Terjadi pemisahan material kasar
dan halus dalam separator.

5. HOMOGENISASI:

Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi;
proses pengoreksian. Proses Kering Terjadi di blending silo dengan sistem aliran corong.

6. Pembakaran/ Pembentukan Clinker:


Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk tabung yang
di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari
perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar.

PEMBENTUKAN CLINKER:

Proses yang terjadi di dalam kiln: Pengeringan Slurry Pemanasan Awal Kalsinasi Pemijaran
Pendinginan Penyimpanan Klinker

PENGERINGAN SLURRY:

PENGERINGAN SLURRY terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-
500◦C sehingga terjadi pelepasan air bebasdan air terikat untuk mendapatkan padatan tanah
kering.

Pemanasan Awal :

Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak
terjadi perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan suhu yaitu sekitar 600°C dengan
menggunakan preheater.

KALSINASI:

KALSINASI Penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa penyusunnya pada suhu


600 oC.

reaksinya:

CaCO3 → CaO + CO2 MgCO3 → MgO + CO2

PEMIJARAN:

Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa hidrolisis
yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450° C membentuk Clinker.

PENDINGINAN:

terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker berukuran
1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C.

TRANSPORTASI & PENYIMPANAN CLINKER :

Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan. Kemudian dengan drag chain,
klinker yang telah dihaluskan diangkut menuju silo klinker atau langsung ke proses cement mill
untuk diproses lebih lanjut menjadi semen.
CEMENT MILL:

Merupakan proses penggilingan akhir dimana terjadi pebghalusan clinker-clinker bersama 5 %


gipsum alami atau sintetik. Secara umum, dibagi menjadi 3 proses: Penggilingan clinker
Pencampuran Pendinginan.

KEUNTUNGAN & KERUGIAN PROSES BASAH :

Kadar alkalisis, klorida,dan sulfat tidak menimbulkan gangguan penyempitan dalam saluran
material masuk kiln. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk
mencampur dan mengoreksinya. Pencampuran dan koreksi slurry lebih mudah karena berupa
larutan. Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh pada proses. KERUGIAN Proses basah baik
digunakan hanya bila kadar air bahan bakunya cukup tinggi Pada waktu pembakaran
memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi bahan bakar lebih banyak Kiln yang dipakai lebih
panjang karena proses pengeringan yang terjadi dalam kiln menggunakan 22 % panjang kiln.

KEUNTUNGAN & KERUGIAN PROSES KERING:

KEUNTUNGAN: Kiln yang digunakan relatif pendek Kebutuhan panas lebih rendah.

KERUGIAN: Rata-rata kapasitas kiln lebih besar Fluktuasi kadar air menganggu operasi, karena
materail lengket di inlet kiln Terjadipenebalan/penyempitan pada saluran pipa kiln.

Hasil Akhir:

Semen PPC: semen campuran yang menggunakan pozzolan sebagai bahan tambahan pada
campuran terak dan gips dalam proses penggilingan akhir. Sesuai untuk pengecoran beton massa,
dam, irigasi, bangunan tepi laut atau rawa, yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi
sedang.

Jenis-Jenis Semen:

1. Sement Portlan

a. Sement Portland Type I (Ordinary Portland Cement) dipakai untuk keperluan konstruksi
bangunan biasa yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti bangunan rumah
pemukiman, gedung-gedung sekolah dan perkantoran, bangunan pabrik, gedung bertingkat, dll.

b. Semen Portland Type II (Moderate Heat Semen) Dipakai untuk keperluan beton yang
memerlukan ketahanan sulfat atau panas hidrasi sedang. Biasanya semen ini digunakan untuk
bangunan pinggir laut (pelabuhan), aliran irigasi, landasan jembatan, bangunan di bekas tanah
rawa, beton massa untuk dam-dam.

c. Semen Portland Type III ( High Early Strength Cement) Dipakai untuk konstruksi bangunan
yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi.
Biasanya digunakan untuk daerah yang bersuhu dingin, bangunan bertingkat, dan bangunan
dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.

d. Semen Portland Type IV (Low Heat Cement) penggunaanya memerlukan panas hidrasi rendah
karena mengandung C4AF dan C2S lebih banyak. Pengerasan dan perkembangan kekuatanya
lambat. Digunakan untuk bangunan di daerah panas, pembuatan beton atau konstruksi
berdimensi tebal.

e. Semen Portland Type V (Sulfate Resistance Cement) semen portland dengan daya tahan sulfat
yang tinggi termasuk tahan terhadap larutan garam sulfat dalam air. Digunakan untuk bangunan
yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang pengaruh gas atau uap
kimia yang agresif dan bangunan yang selalu berhubungan dengan air panas.

2. Oil Well Cement (OWC) Class G-HSR: Digunakan untuk pembuatan lapisan sumur minyak
yang dalam dan untuk menyumbat sumur setelah dibor.

Class A, digunakan untuk kedalaman 1830 m.

Class B, digunakan untuk kedalaman 1830 m, dengan ketahanan terhadap sulfat tingkat
menengah dan tinggi.

Class C, untuk kedalaman 1830 m, dengan ketahanan awal yang tinggi dan ketahanan sulfat
tingkat menengah dan tinggi.

Class G, untuk kedalaman 2440 m, sering disebut juga dengan basic OWC karena adanya
penembahan aditif sehingga dapat digunakan untuk berbagai kedalaman.

3. Sement Portland Campur (Mixed Cement) disebut juga Super Masonry Cement. Digunakan
untuk konstruksi ringan, sedang, untuk plesteran, pemasangan bata dan bahan bangunan.

4. Masonry Cement Type M,S,N: Semen ini digunakan untuk plesteran, pemasangan bata, dan
keramik.

5. Semen Putih: dapat digunakan untuk plamir tembok, pembutan tekel / traso, pemasangan
keramik, tegel dan marmer. Semen jenis ini mudah diberi warna sesuai keinginan.

Anda mungkin juga menyukai