Anda di halaman 1dari 12

PROSES PEMBUATAN SEMEN

Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :


1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batukapur dan tanah liat.
Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses produksi
semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang
akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan
terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya
yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya
saing produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan oleh pesaing

Pembuatan semen menggunakan bahan baku utama Batu Kapur dan Tanah Liat yang diambil dari proses
penambangan di Quarry milik Perseroan. Penambangan Batu Kapur dilakukan dengan cara peledakan
dan Surface Minner, sedangkan untuk memperoleh Tanah Liat dilakukan dengan cara pengerukan.
Selanjutnya Batu Kapur dan Tanah Liat diangkut ke Crusher dengan Dump Truck.

Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )

Proses Penambangan Bahan Baku

2. Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah
dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk menghancurkan batukapur dinamakan Crusher.
Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.

Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi
ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara
mekanis.

Batu Kapur (800 x 800 mm) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan
lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat (500 x 500 mm) 30 % H2O masuk Hopper melewati
Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari
Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.

Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-
homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

Proses Penyiapan Bahan Baku


3. Penggilingan Awal

Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi
dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral
SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke
proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller
Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari suspention-preheater dengan suhu
sebesar 300 – 400 oC.

Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan material yang
relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)

Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan),
sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan
terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran
masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di mana material
yang diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller
yang berputar karena putaran table itu sendiri.

Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam Blending
Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending
silo, dengan media pengaduk adalah udara.

Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

Dari Stock Pile dimasukkan ke Raw Mill ditambahkan Pasir Besi dan Pasir Silika untuk digiling dan
dikeringkan menjadi Raw Meal. Raw Meal atau tepung baku adalah bahan baku untuk pembuatan terak
(Clinker). Raw Meal berbentuk seperti powder yang mempunyai kehalusan tertentu. Raw Meal mempunyai
sifat fisika dan sifat kimia tertentu yang digunakan sebagai kontrol kualitas produk. Sifat kimia digunakan
sebagai pengatur proporsi bahan-bahan yang akan diumpankan ke dalam proses. Raw Meal dihasilkan dari
sebuah sistem peralatan yaitu Raw Mill Plant yang terdiri dari alat-alat utama, sistem transport dan alat-alat
separasi untuk kemudian disimpan di Raw Meal Silo.
4. Proses Pembakaran

Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :

a. Pemanasan Awal (Preheating)

Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed
bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku
sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan
baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan
baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem
dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi
dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun
dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan
dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan
kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi
yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik
baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan
kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line
calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari
cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
• Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada
sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini,
dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di
kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara
sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan
adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali
lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner.
Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
• Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang
diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar
dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
• Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya
relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
• Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif
rendah.
• Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
• Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
b. Pembakaran (Firing)

Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi
(hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah
800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400 oC.

Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln
akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di
dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi).
Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan
kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya.
Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan
isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan
coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka
jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan coating
antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4. temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame

Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada
fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi
sebagai isolator kiln.

Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian
bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan
proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 –
30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan
demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya
calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh
kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari
top cyclone yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara
80% hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam
rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier
dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi
daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis grate.

Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja
(bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian
beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln
sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln
dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan
kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier
membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan
udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun
kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik
tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran

c. Pendinginan (Cooling)

Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker dikirim
menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan
conveyor.

Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk
selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan berbalik
(reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang
belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat
dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.

Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi
sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa
klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida
magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya
maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker
dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa
cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.

5. Penggilingan akhir

Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :


1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.

Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5%
gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif
(pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan
spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim
penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b”
open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari diameter untuk mendapatkan kehalusan
yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk
mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.

Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri semen,
meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi semen.

Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju separator.
Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang
kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag
filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.

Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir

6. Pengemasan

Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan woven) dan
pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan
end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.

Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:

Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari
penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara
ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan
udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk
ke mesin packer atau loading ke truck.
Bahan Baku Pembuatan Semen:

1. Batu kapur
Batu kapur merupakan Komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah lia, Magnesium
Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya. Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur
berwarna abu-abu hingga kuning.

2. Tanah Liat
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat Klasifikasi Senyawa alumina
silikat berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya : Kelompok Montmorilonite Meliputi :
Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite Kelompok Kaolin Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan
halaysite Kelompok tanah liat beralkali Meliputi : tanah liat mika (ilite).

3. Pasir Besi dan Pasir Silikat


Bahan ini merupakan Bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix) Digunakan sebagai pelengkap
komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen Pasir Silika digunakan untuk meneikkan
kandungan SiO2 Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

4. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )


Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen Hilangnya kristal air pada
gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder

PROSES PEMBUATAN SEMEN


Semen dapat dibuat dengan 2 cara Proses Basah Proses Kering Perbedaannya hanya terletak pada proses
penggilingan dan homogenisasi.

1. QUARRY ( PENAMBANGAN ):
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain yang mengandung
kalsium, silikon,alumunium,dan besi oksida yang diekstarksi menggunakan drilling dan blasting.

– Penambangan Batu Kapur:


Membuang lapisan atas tanah Pengeboran Membuat lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting (
peledakan ) Dengan teknik electrical detonation.

– Penambangan Batu Silika:


Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika merupakan butiran yang saling
lepas dan tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu silika
menggunakan dozer ke tepi tebing dan jatuh di loading area.

– Penambangan Tanah Liat:


Penambangan Tanah Liat Dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan tanah dengan excavator
yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang seling.
2. Crushing:
Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan
crusher. Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu silika dari ukuran < 40 cm→ < 200 mm

3.CONVEYING:
Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk diproses lebih lanjut
dengan menggunakan belt conveyor.

4. RAW MILL ( PENGGILINGAN BAHAN BAKU ):


Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw mill dengan menambahkan sejumlah air kemudian
dihasilkan slurry dengan kadar air 34-38 %.Material-material ditambah air diumpankan ke dalam raw mill.
Karena adanya putaran, material akan bergerak dari satu kamar ke kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi
proses pemecahan dan kamar 2/3 terjadi gesekan sehingga campuran bahan mentah menjadi slurry.
Proses Kering Terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari Drying Chamber, Compt 1, dan Compt 2. Material-
material dimasukkan bersamaan dengan dialirkannnya gas panas yang berasal dari suspension preheater
dan menara pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang berfungsi untuk mengangkut dan
menaburkan material sehingga gas panas dan material berkontaminasi secara merata sehingga efisiensi
dapat tercapai. Terjadi pemisahan material kasar dan halus dalam separator.

5. HOMOGENISASI:
Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi; proses
pengoreksian. Proses Kering Terjadi di blending silo dengan sistem aliran corong.

6. Pembakaran/ Pembentukan Clinker:


Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk tabung yang di
dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas
yang berasal dari pembakaran bahan bakar.
PEMBENTUKAN CLINKER:
Proses yang terjadi di dalam kiln: Pengeringan Slurry Pemanasan Awal Kalsinasi Pemijaran Pendinginan
Penyimpanan Klinker

PENGERINGAN SLURRY:
PENGERINGAN SLURRY terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-500◦C
sehingga terjadi pelepasan air bebasdan air terikat untuk mendapatkan padatan tanah kering.

Pemanasan Awal :
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak terjadi
perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan
preheater.

KALSINASI:
KALSINASI Penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa penyusunnya pada suhu 600 oC.
reaksinya:
CaCO3 → CaO + CO2 MgCO3 → MgO + CO2
PEMIJARAN:
Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF,
C3A, C2S pada suhu 1450° C membentuk Clinker.

PENDINGINAN:
terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker berukuran 1150-1250
gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C.

TRANSPORTASI & PENYIMPANAN CLINKER :


Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan. Kemudian dengan drag chain, klinker
yang telah dihaluskan diangkut menuju silo klinker atau langsung ke proses cement mill untuk diproses
lebih lanjut menjadi semen.

CEMENT MILL:
Merupakan proses penggilingan akhir dimana terjadi pebghalusan clinker-clinker bersama 5 % gipsum
alami atau sintetik. Secara umum, dibagi menjadi 3 proses: Penggilingan clinker Pencampuran Pendinginan.

KEUNTUNGAN & KERUGIAN PROSES BASAH :


Kadar alkalisis, klorida,dan sulfat tidak menimbulkan gangguan penyempitan dalam saluran material masuk
kiln. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk mencampur dan mengoreksinya.
Pencampuran dan koreksi slurry lebih mudah karena berupa larutan. Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh
pada proses. KERUGIAN Proses basah baik digunakan hanya bila kadar air bahan bakunya cukup tinggi Pada
waktu pembakaran memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi bahan bakar lebih banyak Kiln yang
dipakai lebih panjang karena proses pengeringan yang terjadi dalam kiln menggunakan 22 % panjang kiln.

KEUNTUNGAN & KERUGIAN PROSES KERING:


KEUNTUNGAN: Kiln yang digunakan relatif pendek Kebutuhan panas lebih rendah.
KERUGIAN: Rata-rata kapasitas kiln lebih besar Fluktuasi kadar air menganggu operasi, karena materail
lengket di inlet kiln Terjadipenebalan/penyempitan pada saluran pipa kiln.

Hasil Akhir:
Semen PPC: semen campuran yang menggunakan pozzolan sebagai bahan tambahan pada campuran terak
dan gips dalam proses penggilingan akhir. Sesuai untuk pengecoran beton massa, dam, irigasi, bangunan
tepi laut atau rawa, yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis-Jenis Semen:
1. Sement Portlan
a. Sement Portland Type I (Ordinary Portland Cement) dipakai untuk keperluan konstruksi bangunan biasa
yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung sekolah
dan perkantoran, bangunan pabrik, gedung bertingkat, dll.
b. Semen Portland Type II (Moderate Heat Semen) Dipakai untuk keperluan beton yang memerlukan
ketahanan sulfat atau panas hidrasi sedang. Biasanya semen ini digunakan untuk bangunan pinggir laut
(pelabuhan), aliran irigasi, landasan jembatan, bangunan di bekas tanah rawa, beton massa untuk dam-dam.
c. Semen Portland Type III ( High Early Strength Cement) Dipakai untuk konstruksi bangunan yang
memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Biasanya digunakan
untuk daerah yang bersuhu dingin, bangunan bertingkat, dan bangunan dalam air yang tidak memerlukan
ketahanan terhadap sulfat.
d. Semen Portland Type IV (Low Heat Cement) penggunaanya memerlukan panas hidrasi rendah karena
mengandung C4AF dan C2S lebih banyak. Pengerasan dan perkembangan kekuatanya lambat. Digunakan
untuk bangunan di daerah panas, pembuatan beton atau konstruksi berdimensi tebal.
e. Semen Portland Type V (Sulfate Resistance Cement) semen portland dengan daya tahan sulfat yang tinggi
termasuk tahan terhadap larutan garam sulfat dalam air. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan
dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang pengaruh gas atau uap kimia yang agresif dan
bangunan yang selalu berhubungan dengan air panas.

2. Oil Well Cement (OWC) Class G-HSR: Digunakan untuk pembuatan lapisan sumur minyak yang dalam dan
untuk menyumbat sumur setelah dibor.
Class A, digunakan untuk kedalaman 1830 m.
Class B, digunakan untuk kedalaman 1830 m, dengan ketahanan terhadap sulfat tingkat menengah dan
tinggi.
Class C, untuk kedalaman 1830 m, dengan ketahanan awal yang tinggi dan ketahanan sulfat tingkat
menengah dan tinggi.
Class G, untuk kedalaman 2440 m, sering disebut juga dengan basic OWC karena adanya penembahan aditif
sehingga dapat digunakan untuk berbagai kedalaman.

3. Sement Portland Campur (Mixed Cement) disebut juga Super Masonry Cement. Digunakan untuk
konstruksi ringan, sedang, untuk plesteran, pemasangan bata dan bahan bangunan.

4. Masonry Cement Type M,S,N: Semen ini digunakan untuk plesteran, pemasangan bata, dan keramik.

5. Semen Putih: dapat digunakan untuk plamir tembok, pembutan tekel / traso, pemasangan keramik, tegel
dan marmer. Semen jenis ini mudah diberi warna sesuai keinginan.

Anda mungkin juga menyukai