Anda di halaman 1dari 28

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Perguruan tinggi merupakan salah satu sarana untuk menimba ilmu pengetahuan. Sayangnya ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi kebanyakan adalah ilmu teoritis dan minim dalam aplikasinya. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengaplikasikan ilmunya sesuai dengan bidang studi yang ditekuni. Salah satu caranya dengan mengikuti program praktik kerja lapangan (PKL). Sektor industri adalah ranah yang sesuai dengan bidang studi kimia. Selain mahasiswa yang dapat mengembangkan ilmunya, pihak industri juga dapat menerapkan hasil penelitian pada industri yang bersangkutan, sehingga masalah yang ada mampu teratasi. Seiring dengan perkembangan industri menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diberbagai bidang. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya pola hidup masyarakat yang menuntut peningkatan produktivitas dunia industri melalui penyempurnaan teknologi. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini selain dapat memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk memperoleh gambaran serta pengalaman kerja yang akan digelutinya, juga sebagai salah satu sarana untuk dapat membangun individu berkualitas yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia. Dengan perkembangan industri serta semakin bertambahnya jumLah penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan yang mau tidak mau menambah adanya pekerjaan dalam bidang konstruksi pembangunan. Pada zaman modern, masyarakat sangat mengenal bahwa pembangunan khususnya konstruksi bangunan banyak menggunakan bahan dasar semen. Dewasa ini sudah sangat jelas dari banyaknya bangunan yang menggunakan beton. Hal ini disebabkan karena semen mempunyai sifat mudah dibuat, mudah dipakai, murah, kuat, dan tahan pakai (Austin, 1996).

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana prosedur analisis kimia semen ? Berapa kadar bahan kimia semen yang diproduksi oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon ? 1.3 Tujuan Mengetahui prosedur analisis komposisi semen yang dilakukan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon. Mengetahui kadar bahan kimia semen yang diproduksi PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon Melatih disiplin kerja dan keterampilan mahasiswa di laboratorium kimia Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program S1 Kimia Menambah wawasan keilmuan Mengaplikasikan teori yang diperoleh dalam perkuliahan ke dunia industri Mengetahui proses pembuatan semen skala industri Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan dalam rentang waktu satu bulan (1-30 September 2012) di bagian Quality Control ,Chemical laboratory PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Palimanan Cirebon Jl. Raya Cirebon-Bandung Km. 20 Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.

1.4 Manfaat PKL

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

BAB II PROFIL INSTITUSI KEGIATAN PKL PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah salah satu produsen semen di Indonesia. Indocement merupakan produsen terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini didirikan tahun 1985 yang merupakan hasil penggabungan enam perusahaan yang menghasilkan sebuah perusahaan semen dengan delapan pabrik sejak 1975. Produksi semen Indocement dapat mencapai total sekitar 16,5 juta ton per tahun. Indocement memiliki 12 buah pabrik, sembilan diantaranya berada di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dua berada di Cirebon, Jawa Barat dan satu di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Produk utama Indocement adalah semen tipe Ordinary Portland Cement disingkat OPC dan Pozzolan Portland Cement disingkat PPC yang kemudian digantikan oleh Portland Composite Cement disingkat PCC sejak 2005. Indocement juga memproduksi semen jenis lain misalnya Portland Cement Tipe II dan Tipe V serta Oil Well Cement. Indocement juga merupakan satu-satunya produsen semen jenis Semen Putih (White Cement) di Indonesia. Tahun 2001, HeidelbergCement Group, yang berbasis di Jerman dan merupakan produsen utama di dunia dengan pabrik di lebih dari 50 negara mengambilalih kepemilikan mayoritas saham di Indocement. Sejak itu perusahaan difokuskan untuk mengembalikan ketahanan finansial yang hilang sejak krisis Asia. Saham Indocement didaftarkan di bursa efek Jakarta dan bursa efek Surabaya. Indocement memiliki lebih dari 6.000 karyawan. Per Juli 2008, mayoritas kepemilikan saham Indocement dipegang oleh HeidelbergCement AG (Jerman) sebesar 65,14%, PT. Mekar Perkasa sebesar 13,03% dan publik sebesar 21,83%. Semen yang dipasarkan adalah semen dengan merek "Tiga Roda" (id.wikipedia.org/wiki/Indocement Tunggal Prakarsa,2012).

Berdasarkan profil perusahaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon (2008) , baik plant 9 maupun plant 10, berlokasi di Jalan Raya Palimanan Km.20, Palimanan Barat, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon. Luas area dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon sebesar 522 ha, dengan pembagian 160 ha digunakan untuk plant site, 132 ha digunakan untuk housing, dan 230 ha digunakan untuk quarry. Secara umum unit proses pembuatan semen pada PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon dibagi menjadi 5 yaitu: 1. Unit penyediaan bahan baku Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah limestone, sedangkan sebagai bahan baku korelasinya adalah clay, pasir silika, dan pasir besi. Gypsum dan trass digunakan sebagai bahan additive. Limestone dan clay ditambang sendiri dari perbukitan gunung kromong yang terletak 1,5 km dari lokasi pabrik, sedangkan pasir besi, pasir silika, gypsum, dan trass dibeli dan disimpan dalam masing-masing storage. 2. Unit penggilingan dan pencampuran bahan baku Pada unit ini terdiri dari 2 tahap, yaitu: a. Penyimpanan bahan baku Bahan baku yang telah diangkut akan ditimbang dan disimpan dalam bentuk pile / gundukan di dalam tempat penyimpanan beratap (roofed storage) b. Pengeringan dan penggilingan bahan baku Bahan baku dari storage akan diamsukkan ke dalam masing-masing hoper. Dari hoper bahan baku (raw mix) akan dialirkan ke dalam raw mill. Di dalam raw mill terjadi proses sebagai berikut: 1. Penggilingan material (raw mill) dengan menggunakan roller vertikal di plant 10 dan tube mill di plant 9. Hasil dari penggilingan raw mill disebut raw meal / tepung baku.

2. Penggilingan material dengan menggunakan udara panas yang berasal dari Reinforce Suspension Preheater (RSP). 3. Pemisahan raw mix dengan menggunakan clasifier. 4. Pencampuran raw mill terjadi di dalam homogenizing silo. 3. Unit pembakaran tepung bahan baku dan pendinginan klinker a. Pembakaran Raw Mill Proses pembakaran ini terdiri dari 2 tahap pembakaran sementara awal b. Pendinginan Klinker Klinker yang keluar dari klin kemudian masuk ke dalam Quencing Cooler untuk mendapatkan pendinginan mendadak. Klinker yang masuk ke cooler berbentuk padatan dan bersuhu 1100-1200 oC. 4. Unit penggilingan semen Proses penggilingan semen ini terjadi di dalam cement mill. Tujuan proses penggilingan ini adalah untuk menggiling klinker sekaligus untuk menambahkan gypsum sehingga didapatkan semen dengan tingkat kehalusan yang sesuai dengan standar yaitu minimum 3400 blaine. 5. Unit pengepakan semen Setelah mengalami proses penggilingan akhir, semen selanjutnya mengalami proses pengepakan di unit packing. Ada 2 macam proses pengepakan yaitu : a. Semen kantong (dalam sak) b. Semen curah (dalam truk tangki)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Semen Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti perekat atau dalam pengertian luas adalah material yang dapat memberikan sifat perekat di antara batuan-batuan dalam konstruksi. Semen juga diartikan sebagai campuran kimia yang memiliki sifat hidrous yang apabila dicampur dengan air dalam jumLah tertentu akan mengikat material lain menjadi suatu massa yang padat (Austin, 1996). Semen merupakan salah satu komponen penting dalam membuat bangunan permanen. Semen merupakan perekat non-organik dan biasa digunakan bersama-sama dengan pasir, agregat, atau bahan-bahan berupa fiber untuk membuat beton. Semen juga digunakan untuk membuat material-material yang akan digunakan sebagai komponen dalam pekerjaan konstruksi seperti bata berlubang, ornamen cetak dan lain-lain. Semen adalah hasil industri dari bahan baku batu kapur (gamping) sebagai bahan utama dan lempung (tanah liat) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk. Untuk menghasilkan semen, bahan baku dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinker-nya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumLah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong (sak) dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg. Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen nonhidraulik. Semen hidraulik mengeras setelah terjadi reaksi dengan air sedangkan semen non hidraulik merupakan semen yang tidak dapat mengeras bila terjadi reaksi dengan air (Nilam, 2011).

3.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu Semen 3.2.1 Bahan Baku Semen a. Batu Kapur Batu gamping atau batu kapur merupakan bahan galian dengan kandungan 80% karbonat magnesium dan menghasilkan suatu produk bila dibakar serta didominasi oleh CaCO3 (mineral kalsit). Batu kapur dalam keadaan murni berupa CaCO3. Batu kapur tersusun atas kristal halus dan kasar yang kekerasannya dipengaruhi oleh umur geologinya. Batu kapur merupakan sumber CaO yang utama dalam reaksi yang terjadi di klin membentuk mineral kristal yang terdapat dalam semen, yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Spesifikasi batu kapur: Sifat fisika batu kapur sebagai berikut: 1. Fase : Padat 2. Warna : Putih 3. Kadar air : 7 10% 4. Bulk density : 1,3 ton/m3 5. Spesific gravity : 2,49 6. Titik Leleh : 825 oC 7. Kandungan CaO : 47 56% 8. Kuat tekan : 31,6 N/mm2 9. Silika ratio : 2,6 10. Alumina ratio : 2,57 Salah satu sifat kimia batu kapur yaitu dapat mengalami kalsinasi. CaCO3 CaO + CO2(g) T=600-800oC

b. Tanah Liat (Al2O32SiO2xH2O) Tanah liat terbentuk dari beberapa senyawa kimia antara lain alkali silikat dan beberapa jenis mika. Pada dasarnya warna dari tanah liat adalah putih, tetapi dengan adanya senyawa-senyawa kimia lain seperti Fe(OH)3, Fe2S3 dan CaCO3 menjadi hanya berwarna abu-abu sampai kuning. Sifat fisika tanah liat sebagai berikut: 1. Fase : Padat 2. Warna : Coklat kekuningan 3. Kadar air : 18 25% 4. Bulk density : 1,7 ton/m3 5. Titik Leleh : 1999 - 2032 oC 6. Specific gravity : 2,36 7. Silika ratio : 2,9 8. Alumina ratio : 2,7 Salah satu sifat kimia tanah liat yaitu dapat mengalami pelepasan air hidrat bila dipanaskan pada suhu 500 oC. Reaksinya : T = 500 C Al2Si2O7xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2, batuan andesit, granit, dan sebagainya. Batuanbatuan ini menjadi bagian yang halus dan tidak larut dalam air tetapi mengendap berlapis-lapis. Lapisan ini tertimbun tidak beraturan. Sifat dari tanah liat jika dipanaskan atau dibakar akan berkurang sifat keliatannya dan menjadi keras bila ditambah air. Warna tanah liat adalah putih bila tanpa adanya zat pengotor, tetapi bila ada senyawa besi organik tanah liat akan berwarna coklat kekuningan.

c. Pasir Silika Bahan ini sebagai pembawa oksida silika (SiO2) dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sekitar 90%. Dalam keadaan murni berwarna putih sampai kuning muda. Selain mengandung SiO2, Pasir silika juga mengandung oksida alumunium dan oksida besi. Pasir silika banya terdapat di daerah pantai. Derajat kemurnian pasir silika dapat mencapai 95-99,8 SiO2. Warna pasir silika dipengaruhi oleh adanya pengotor seperti oksida logam dan bahan organik. Spesifikasi pasir silika Sifat Fisika: 1. Fasa / wujud 2. Warna 3. Bentuk 4. Bulk density 5. Specific gravity 6. Ukuran material Sifat kimia: Bereaksi dengan CaO membentuk dikalsium silikat. Reaksi: T= 800-930 oC 2CaO+SiO2 d. Pasir Besi Dalam pembuatan semen, pasir besi berfungsi sebagai pembentuk C4AF yang sangat berpengaruh pada warna semen. Rumus kimia pasir besi adalah Fe2O3. Spesifikasi pasir besi: Sifat fisika: 1. Fasa / wujud 2. Warna 3. Bulk density 4. Spesific gravity : Padat : Hitam : 1,3 ton/m3 : 5,2 2CaOSiO2 : Padat : Abu-abu : Butiran : 1,45 ton/m3 : 2,37 : 0-30 mm

5. Ukuran material a. Gypsum (CaSO42H2O)

: 0-30 mm

3.2.2 Bahan Pembantu dalam Pembuatan Semen Gypsum adalah bahan sedimen CaSO4 yang mengandung 2 molekul hidrat yang berfungsi sebagai penghambat proses pengeringan pada semen. Gypsum dapat diambil dari alam ataupun secara sintetis. Gypsum terdapat di danau atau gunung, warna kristalnya adalah putih. Penambahan gypsum dengan kadar 91% dilakukan pada penggilingan akhir dengan perbandingan 96 : 4. Sifat fisika gypsum sebagai berikut: 1. Fase : Padat 2. Warna : Putih 3. Kadar air : 10% 4. Bulk density : 1,7 ton/m3 5. Ukuran material : 0-30 mm Sifat kimia gypsum yaitu dapat mengalami pelepasan air hidrat bila dipanaskan sedikit. Reaksi: T> 99 oC CaSO42H2O CaSO4 H2O + 1H2O

Jika pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, gypsum akan kehilangan semua airnya dan menjadi kalsium sulfat anhidrat. Gypsum juga dapat mengalami hidrasi dengan air menjadi hidrat kristal padat. Reaksi: CaSO41/2 H2O + 11/2 H2O 2. Trass atau Pozzoland Pozzoland adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak bersifat semen tetapi akan muncul sifat semen apabila dicampur dengan lime. Pozzoland yang digunakan dalam proses industri dapat berupa pozzoland alam maupun pozzoland T < 99 oC CaSO42H2O

10

buatan. Penambahan trass bertujuan agar semen yang dihasilkan mempunyai sifat pozzolinik yaitu sifat dimana kehalusan semen bertambah sehingga kekuatan semen bertambah pula karena pengaruh trass sebagai pozzoland. Sifat ini dapat memperlambat setting time dan menambah kekuatan semen. Trass berasal dari leher gunung berapi sehingga mengandung SiO2 aktif dan dapat berikatan dengan free lime membentuk CaO. SiO2 selanjutnya akan berikatan lagi dengan CaO membentuk 2CaOSiO2. Dengan adanya penambahan trass maka kadar freelime ini dapat direduksi sehingga kualitas semen menjadi lebih baik dan mempunyai kuat tekan akhir yang tinggi. Spesifikasi trass: 1. Wujud 2. Warna 3. Bentuk 4. Ukuran material 5. Bulk density 6. Spesifik gravity Sifat kimia Mengandung SiO2 aktif dan dapat berikatan dengan CaO. Reaksi : SiO2 + CaO CaOSiO2 + CaO CaOSiO2 2CaOSiO2 : padatan : putih keabu-abuan : butiran : 0-30 mm : 1,5 ton/m3 : 2,68

3.3 Macam-macam Semen Beraneka macam semen disesuaikan dengan kebutuhan semen itu sendiri. Perbedaan macam semen tergantung pada komposisi unsur-unsur penyusunnya dan unsur tambahan lain yang ditambahkannya. Macam-macam semen adalah: 1) Semen Putih Semen putih dibuat untuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif,misalnya membutuhkan untuk bangunan bahan arsitektur. dan Pembuatan proses semen ini yang persyaratan baku pembuatan

11

khusus,misalnya bahan mentah mengandung oksida besi dan oksida mangan yang sangat rendah yaitu di bawah satu persen. 2) Semen Alumina Tinggi Semen ini pada dasarnya adalah semen Kalsium aluminat yang dibuat dengan melebur campuran batu kapur dan bauksit. Bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika dan magnesium. Semen ini mengeras sangat cepat dan banyak digunakan pada daerah pelabuhan namun semen ini tidak tahan terhadap sulfat. 3) Semen Silikat Semen silikat yang penuh silika dan set secara kimia tahan terhadap segala macam asam anorganik dalam segala konsentrasi, kecuali asam fluoride. Semen ini tidak cocok untuk pH diatas 7 atau dalam system yang membentuk kristal. Biasanya digunakan dua bagian berat silika yang digiling halus bersama bagian natrium silikat. Dua contoh penerapannya ialah sebagai bahan pelekat bata di dalam tangki asam kromat dan tangki alumina. 4) Semen Pozzoland Semen ini diperoleh dengan menggiling terak . Semen Pozzoland merupakan semen portland dengan trass sebagai bahan pozzolannya. Jenis semen ini diproduksi untuk pengecoran beton massa, irigasi, bangunan di tepi laut dan tanah rawa yang memerlukan katahanan sulfat dan panas hidrasi rendah. 5) Semen Portland Semen Portland merupakan semen hidrolik yang diperoleh dengan menggiling terak yang terutama terdiri dari kalsium silikat hidrolik dengan satu atau lebih bahan tambahan biasanya gypsum. Berdasarkan banyaknya prosentase kadar masing-masing komponen ASTM (American Society of Testing Material) C 150 95 membagi lima macam tipe semen portland. Kelima tipe semen portland tersebut yaitu :

12

1. Ordinary Portland Cement (Semen Tipe 1) Semen tipe 1 digunakan untuk bangunan biasa. Semen ini ada beberapa jenis pula, misalnya semen putih yang kandungan feri oksidanya lebih kecil, semen sumur minyak, semen cepat keras, dan beberapa jenis lain untuk penggunaan khusus. 2. Moderate Heat Cement (Semen Tipe 2) Semen ini digunakan dalam situasi yang memerlukan kalor hidrasi yang tidak terlalu tinggi atau untuk bangunan beton biasa yang dapat terkena aksi sulfat yang sedang. Kalor yang dilepas saat semen ini mengeras tidak boleh lebih dari 295 joule/gram sesudah 7 hari dan 335 joule/gram sesudah 28 hari. 3. High Early Strenght Cement (Semen Tipe 3) Semen ini mempunyai kekuatan awal tinggi yang terbentuk dari bahan baku yang mengandung perbandingan batu kapur-silika lebih tinggi dari semen tipe I,serta penggilingannya lebih halus dari tipe I. Semen ini mengandung trikalsium silikat lebih banyak dari semen portland biasa. Hal tersebut menyebabkan semen ini lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeluarkan kalor. 4. Low Heat Cement (Semen Tipe 4) Semen ini mempunyai kalor rendah, serta persen kandungan C3S dan C3A nya lebih rendah. Akibatnya persen tetra kalsium aluminoferit (C4AF) lebih tinggi karena adanya Fe2O3 yang ditambahkan untuk mengurangi C3A. Kalor yang dilepas pun tidak boleh lebih dari 250 dan 295 joule/gram masing-masing sesudah 7 dan 28 hari, dan kalor hidrasinya adalah 15 sampai 35 persen dari kalor hidrasi semen biasa / HES.

13

5. Sulfat Resistance Cement (Semen Tipe 5) Semen portland tahan sulfat adalah semen yang karena komposisinya atau cara pengolahannya, lebih tahan terhadap sulfat dari pada keempat jenis semen lainnya. Semen ini digunakan bila penerapannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen ini mengandung C3A lebih rendah dari ketiga semen lain. Akibatnya kandungan C4AF-nya lebih tinggi. 3.4 Sifat Kimia Semen a) Magnesium oksida (MgO) Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb : MgO + H2O Mg(OH)2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. b) SO3 Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum. c) Hilang Pijar (Loss On Ignition) Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran.Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

14

d) Residu tak larut Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar. e) Alkali (Na2O dan K2O) Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya. f) Mineral Compound (C3S, C2S, C3A , C4AF) Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dengan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenis-jenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen tipe IV dan tipe V. Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton (Suprapto,1984).

15

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Hilang Pijar (Loss On Ignition) Sampel semen ditimbang sebanyak 1,0 gram dengan ketelitian 0,1 mg. Dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Cawan ditutup dan dipanaskan pada suhu 500oC selama 15 menit, kemudian dipijarkan pada suhu 100050oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. 4.2 Insoluble Residue Pereaksi yang diperlukan adalah Asam Khlorida (1:1), larutan 5% Natrium Karbonat, dan larutan 0,2% indicator metil merah. Sedangkan prosedur pengerjaannya dilakukan dengan cara menimbang 1,0 gram contoh dengan ketelitian 0,1 mg, masukkan dalam gelas kimia 200 mL. Tambahkan 20 mL air sambil diaduk dan 10 mL HCl (1:1). Panaskan larutan dan tekan-tekan contoh dengan ujung pengaduk sampai terjadi dekomposisi sempurna. Tambahkan air hangat hingga volume menjadi 50 mL, tutup dengan kaca arloji dan panaskan diatas penangas air selama 10 menit. Saring melalui kertas saring 40, bilas dengan air panas 8 kali. Filtrat ditampung dalam gelas kimia 500 mL untuk pengujian SO3. Pindahkan kertas saring bersama isinya ke dalam gelas kimia semula dan tambahkan 50 mL larutan 5% Natrium Karbonat. Aduk sebaik mungkin, tutup dengan kaca arloji dan panaskan diatas penangas air selama 30 menit, hancurkan kertas saring dengan batang pengaduk. Tambahkan 1-2 tetes indikator metil merah 0,2%, tambah HCl (1:1) tetes demi tetes untuk menetralkan larutan , dan tambah 2-3 tetes lagi setelah larutan berubah menjadi merah. Kemudian larutan disaring melalui kertas saring no. 40, bilas dengan air panas 14 kali sampai bebas residu ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian lanjutkan pemijaran pada suhu 100050oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang.
16

4.3 Silikon Oksida (SiO2) Pereaksi yang diperlukan adalah Asam Khlorida (1:1) dan Asam Perkhlorat 60%. Prosedur pengerjaannya adalah dengan menimbang 0,5 gram contoh dengan ketelitian 0,1 mg, masukkan ke dalam gelas kimia 50 mL. tambahkan 5 mL HClO4 , aduk dengan batang pengaduk dan sebarkan pada dinding bawah gelas kimia tersebut. Tutup dengan kaca arloji dan panaskan diatas penangas air hingga 5 menit berlebih setelah keluar uap putih. Dinginkan, bilas kaca arloji. Tambahkan 5 mL HCl (1:1) dan 20 mL air hangat. Hancurkan endapkan seperti bubur dan segera saring dengan kertas saring no.40, bilas dengan air hangat 10-12 kali. Tampung filtrat dalam gelas kimia 500 mL untuk pengujian alumunium oksida. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian lanjutkan pemijaran pada suhu 100050oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang.

4.4 Alumunium Oksida (Al2O3) Pereaksi yang diperlukan adalah larutan 0,2% indicator metil merah, Ammonium Hidroksida (1:1) dan larutan 2% Ammonium Nitrat. Prosedur pengerjaannya dilakukan dengan cara menggunakan filtrat SiO2 sebagai contoh. Tambahkan air hangat hingga volume larutan menjadi 200 mL. Didihkan. Tambah 1-2 tetes indikator metil merah, tambah tetes demi tetes larutan NH4OH (1:1) hingga warna larutan berubah dari merah ke kuning, tambahkan 1-2 tetes berlebih. Lanjutkan pendidihan selama 1 menit. Pada saat endapan terbentuk sempurna, segera saring melalui kertas saring no.41 dan bilas dengan larutan 2% Ammonium Nitrat panas. Tampung filtrat dalam labu ukur 500 mL untuk pengujian CaO dan MgO. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian

17

lanjutkan pemijaran pada suhu 100050oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang.

4.5 Besi Oksida (Fe2O3) Pereaksi yang dibutuhkan adalah Asam Khlorida (1:1), larutan 10% Timah (II) Khlorida, Larutan 5% Raksa (II) Khlorida jenuh, Asam Phospat (1:1), larutan 0,3% indikator Barium Diphenilsulfonat, Larutan Baku 0,025 N kalium Dikhromat. Prosedur pengerjaannya dilakukan dengan menimbang 1,0 gram contoh dengan ketelitian 0,1 mg. Masukkan ke dalam gelas kimia 300 mL. tambahkan 30 mL air sambil diaduk dan 15 mL HCl (1:1). Bila perlu panaskan larutan dan haluskan dengan ujung batang pengaduk. Panaskan larutan hingga mendidih, tambahkan tetes demi tetes larutan 10% SnCl2 sambil diaduk hingga tidak berwarna, tambahkan 1-2 tetes berlebih dan dinginkan secara cepat hingga mencapai suhu kamar. Kemudian bilas gelas kimia bagian dalam dengan air, tambahkan 15 mL larutan 5% HgCl2, aduk 1 menit, tambah 10 mL H3PO4 (1:1) dan tambah air hingga volume akhir mencapai 100 mL. Tambahkan 2-3 tetes indikator 0,3% BDS, titrasi dengan larutan baku 0.025 N K2Cr2O7 dimana titik akhir titrasi terjadi saat pertama terbentuk warna ungu yang stabil. 4.6 Kalsium Oksida (CaO) dan Magnesium Oksida (MgO) Pereaksi yang dibutuhkan adalah indikator calcon, indikator EBT, larutan KOH, Larutan buffer pH 10 Larutan 10% Natrium Sulfida, larutan baku M/50 EDTA, dan Larutan Trietanolamin (1:1). Prosedur percobaannya adalah dengan mendinginkan filtrat Al2O3 hingga mencapai suhu kamar, encerkan hingga tanda batas dan kocok hingga homogen. Kalsium oksida (CaO) ditentukan dengan mempipet 50 mL larutan ke dalam gelas kimia 400 mL, tambahkan air hingga volume 200 mL. sambil diaduk, tambahkan 2 mL TEA (1:1) dan larutan baku EDTA hingga 1-2 mL sebelum titik akhir. Tambahkan larutan 3 N KOH hingga pH larutan mencapai 12,7-13,2. Biarkan 2-3 menit dan tambahkan 0,1 gram indikator calcon. Titrasi dengan larutan baku EDTA hingga tercapai titik akhir

18

titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari ungu kemerahan ke warna biru. Sedangkan kadar Magnesium Oksida (MgO) dilakukan dengan cara mempipet 50 mL larutan ke dalam dalam gelas kimia 400 mL, tambahkan air hingga volume 200 mL. sambil diaduk tambahkan 2-3 tetes larutan Na2S dan larutan buffer untuk mengatur pH larutan 9,5 10,0. Tambahkan larutan baku EDTA sejumLah yang diperlukan pada penetapan CaO. Tambahkan 3-4 tetes indikator EBT. Titrasi dengan larutan baku EDTA hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna ungu kemerahan ke warna biru. 4.7 Belerang Oksida (SO3) Pereaksi yang diperlukan adalah larutan 10% BaCl2 dan HCl. Preosedur pengerjaan yang dilakukan adalah dengan menggunakan filtrat dari pengujian IR kemudian diencerkan hingga 200 mL, didihkan, tambahkan tetes demi tetes 10 % BaCl2 dan didihkan beberapa menit. Selanjutnya , biarkan berada dalam suhu dekat titik didihnya selama 2 jam. Jaga volume larutan tetap 200 mL dengan menambahkan air panas bila diperlukan. Saring melalui kertas saring no.42 dan bilas dengan air panas 10 kali. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam cawan porselen yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya. Keringkan dan panaskan mula-mula pada suhu 500oC sampai semua kertas karbon diperoleh, kemudian lanjutkan pemijaran pada suhu 100050oC selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang. 4.8 F-CaO (Free Lime) Pereaksi yang dibutuhkan adalah etilen glikol, larutan baku 1/14 N HCl, indikator PP. Prosedur pengerjaan yang dilakukan dengan melarutkan 1 gram sampel klinker dalam 25 mL etilen glikol panas. Letakkan di hot plate stirrer diaduk 3-4 menit, suhu dijaga 80-85oC. Kemudian disaring dengan suction filter. Ekstrak residu residu dicucidengan 5 mL etilen glikol panas kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl dengan indikator PP.

19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis Kimia Semen Hasil analisis kimia semen yang didapatkan, dilakukan dengan metode JIS R 5202 1973, didapatkan data sebagai berikut : Sample Code : Secondary Standard Portland Cemen 120697 BUT Tabel 5.1 Komposisi Kimia Semen (%) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 FAKTOR YANG DIANALISIS IL IR SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 Total DATA 1 3,13 0,37 20,97 5,66 3,14 63,45 1,31 2,10 100,13 DATA 2 3,12 0,39 20,76 5,76 3,14 63,58 1,32 2,03 100,10 PERBEDAAN 0,01 0,02 0,21 0,10 0,00 0,13 0,01 0,07 PERBEDAAN REFERENSI MAKSIMUM * 0,10 2,00-4,00 0,10 0,16 0,20 0,10 0,20 0,16 0,10 0,85 20,0-25,0 3,86-7,44 1,50-3,20 60,0-65,0 0,60-5,24 0,82-2,26

Ket : * = Perbedaan maksimum 2 pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for chemical analysis of hydraulic cement

20

Tabel 5.2 Komposisi Modulus Kimia Semen NO 1 2 3 4 5 6 7 8 FAKTOR YANG DIANALISIS FL LSF SM IM C3 S C2 S C3 A C4AF DATA 1 1,10 91,91 2,38 1,80 29,67 37,74 9,69 9,56 DATA 2 1,12 92,82 2,34 1,83 31,30 35,91 9,95 9,56 PERBEDAAN 0,02 PERBEDAAN MAKSIMUM * 0,2 REFERENSI 0,6-1,6 90-99 1,9-3,2 1,5-2,5 46 29 6,0 12

Ket : * = Perbedaan maksimum 2 pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for chemical analysis of hydraulic cement 5.2 Pembahasan Telah dilakukan analisis komposisi kimia semen Secondary Standard Portland Cement 120697 BUT. Berdasarkan data hasil analisis terdapat perbedaan dengan data standar dari referensi. Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan adalah semen tahun 1997,sehingga kandungan kimianya dimungkinkan telah mengalami perubahan. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode titrasi dengan perubahan warna sebagai indikator tercapainya titik akhir titrasi. Selain metode titrasi, dalam penentuan kadar komponen semen tersebut juga dilakukan secara gravimetri. Analisis ini kebanyakan dilakukan dengan penyaringan panas dan pelarutan dengan air panas agar sampel mudah larut. Penyaringan panas dilakukan agar komponen-komponen asing atau pengotor tidak ikut terbawa dalam analisis selanjutnya, dengan demikian diperoleh komponen yang akan dianalisis dalam keadaan murni.

21

5.2.1

Penentuan Hilang Pijar

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran atau Loss On Ignition dilakukan pada semen dengan suhu 900-1000oC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang menyebabkan prehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas (Free Lime) atau magnesium yang menguap. Kelembaban ini disebabkan oleh atmosfir yang mengandung air, juga karena karbondioksida yang terserap di atmosfir. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran kesegaran semen. Semakin besar nilai LOI, maka kualitas semen tersebut kurang baik. Hal ini dikarenakan dengan adanya kandungan air yang cukup besar, semen menjadi mudah menggumpal sehingga penyimpanan semen tidak bisa bertahan lama. Dalam keadaaan normal, akan terjadi kehilangan berat sekitar 2% (batas maksimum sekitar 4%). Nilai rata-rata LOI/IL sampel semen yang dianalisis adalah 3,125. Nilai tersebut masih dalam batas wajar karena masih dibawah batas maksimum yang ditetapkan. 5.2.2 Penentuan Insoluble Residue (IR)

Merupakan penentuan konstituen dalam semen yang tidak larut dalam HCl. Umumnya konstituen ini terdiri dari SiO2 bebas yaitu SiO2 yang tidak terlihat dalam bentuk senyawa mineral, dan senyawa-senyawa silikat yang tidak larut dalam HCl (sisa bahan tak aktif dalam semen). Semakin kecil nilai IR, semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum IR yang dipersyaratkan adalah 0,85%. Sampel semen yang dianalisis memiliki nilai IR rata-rata 0,38. Hal ini berarti kualitas semen portland tergolong baik. 5.2.3 Alumunium Oksida (Al2O3)

Penentuan kadar Al2O3 bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida alumina dalam semen. Al2O3 termasuk salah satu senyawa utama dalam pembuatan semen (mayor oksid). Al2O3 ini berfungsi sebagai pembentuk komponen dasar C3A dan C4AF. C4AF memberikan pengaruh terhadap warna semen, sedangkan C3A memberikan pengaruh terhadap kecepatan pengerasan semen.

22

Analisis Al2O3 dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis gravimetri adalah cara analisis berdasarkan berat tetap (konstan). Dalam analisis ini digunakan HCl sebagai pelarut komponen-komponen dalam semen, karena jika dilarutkan dalam air, semen tersebut akan cepat mengeras. Proses pengerasan dalam semen ini merupakan proses hidratasi yaitu hidratasi oksida-oksida dalam semen, dan terjadi pengikatan molekul-molekul air disertai pelepasan panas. 5.2.4 Besi Oksida (Fe2O3)

Penentuan kadar Fe2O3 bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida besi dalam semen. Fe2O3 termasuk salah satu senyawa utama dalam pembuatan semen (mayor oksid). Fe2O3 berfungsi sebagai pembentuk komponen dasar C4AF yang menyebabkan semen berwarna abu-abu. Reaksi pada analisa Fe2O3: Reaksi redoks (Fe3+ + 1e (Sn2+ 2Fe3+ + Sn2+ Fe2+ )x2

Sn4+ + 2e ) x 1 2Fe2+ + Sn4+ (didinginkan)

Setelah dingin, ditambahkan HgCl2 untuk menetralkan kelebihan Sn2+ (Hg2+ + 1e (Sn2+ 2 Hg2+ + Sn2+ Sn2+ + Hg2Cl2 Hg+ (Hg2Cl2) ) x 2 Sn4+ + 2e )x1 (silky white)

Sn4+ + Hg2Cl2 Hg (hitam)

(Harus dihindari karena mengganggu penentuan titik akhir) (Fe2+ (Cr2O72- + 14H+ + 6e Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ Fe3+ + e )x6

2Cr3+ + 7H2O ) x 1 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

23

5.2.5

Kalsium Oksida (CaO) dan Magnesium Oksida (MgO)

Analisis CaO menggunakan metode titrasi kompleksometri, yaitu suatu metode analisis dimana larutan dititrasi dengan menggunakan larutan kompleks. Larutan kompleks yang digunakan adalah EDTA M/50. Larutan ini bukan larutan standar primer sehingga sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer. Larutan standar primer yang biasa digunakan adalah magnesium sulfat (MgSO4) dan seng sulfat (ZnSO4). Analisis CaO menggunakan TEA sebagai ligan dan calcon yang digunakan sebagai indikator pada titrasi kompleksometri.

Gambar 5.2 Indikator Calcon Di dalam semen, MgO merupakan suatu komponen pengotor yang akan timbul sebagai MgO bebas atau periclase. Kadar MgO dalam klinker atau semen tidak boleh lebih dari 5%. Kadar MgO dibatasi karena setelah jangka waktu beberapa tahun dapat menimbulkan ekspansi terhadap semen akibat reaksi MgO dengan air menjadi Mg(OH)2 yang mempunyai volume lebih besar. Reaksi : MgO + H2O Mg(OH)2

Reaksi ini berjalan sangat lambat dan berlangsung terus, walaupun reaksi pengerasan sudah selesai. Apabila volume Mg(OH)2 lebih besar dari MgO menimbulkan keretakan pada beton.

24

5.2.6

Belerang Oksida (SO3)

Berdasarkan SNI 15-7064-2004, kadar SO3 yang diperbolehkan untuk semen portland komposit maksimum 4,0%. Penentuan kadar SO3 pada analisis ini menggunakan metode gravimetri. Metode Gravimetri adalah metode pengukuran berdasarkan berat. Prinsip dari analisis ini adalah sulfat diendapkan sebagai BaSO4 dari larutannya yang asam dan panas dengan larutan BaCl2. Endapan disaring, dicuci dan ditimbang sebagai BaSO4 (Austin,1996). Berikut adalah reaksi yang terjadi : CaSO4 + BaCl2 BaSO4(s) + CaCl2

Standar semen Portland tipe 1 mensyaratkan besarnya kandungan SO3 pada semen maksimal adalah 3,5%. Apabila kadar SO3 lebih dari 3,5%, maka semen tersebut akan terlalu lama mengeras. 5.2.7 F-CaO (Free Lime)

Free Lime adalah kalsium oksida yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lainnya untuk membentuk senyawa-senyawa mineral pada proses pembakaran clinker. CaO bebas terjadi apabila bahan mentah mengandung lebih banyak kapur daripada oksida, alumina dan besi pada reaksi hidrasi kapur membentuk Ca(OH)2 yang mempunyai volume lebih besar dari kapur bebas. Hal ini akan menyebabkan ekspansi semen dan menimbulkan cracking. Kandungan kalsium oksida bebas yang ditetapkan oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa adalah dibawah 1,6%. Pada proses penentuan % F-CaO digunakan larutan etilen glikol sebagai pereaksi dan phenolptalein sebagai indikator titrasi dengan larutan HCl. Ethylene glycol ini berfungsi sebagai pengarbsorpsi CaO bebas yang terdapat dialam sampel. Kadar CaO bebas berpengaruh pada kekuatan dan pemuaian semen. Jika kadar CaO bebas terlalu tinggi, maka beton akan memiliki kekuatan lebih rendah dan berakibat pada pengembangan atau pemuaian semen, serta mempengaruhi efek mineralizer pada fasa cair.

25

CaO bebas yang terbentuk sangat berkaitan dengan tinggi rendah nya Lime Saturation factor (LSF) dimana ketika LSF nya tinggi menyebabkan material yang sulit dibakar sedangkan LSF rendah maka kualitas semen akan menurun. CaO bebas yang terbentuk harus segera dianalisa dalam produk clinker yang dimana hal tersebut akan membantu QC Proses Control untuk segera mengubah proporsi raw material yang ternyata menghasilkan CaO bebas dengan kadar yang tinggi atau dengan kata lain sebagai antisipasi untuk mengkontrol kualitas clinker yang akan menjadi semen karena ketika sudah menjadi semen tidak dapat diproses kembali.

26

BAB VI KESIMPULAN Prosedur analisis komposisi semen yang dilakukan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cirebon menggunakan metode JIS R 5202 1973. Kadar bahan kimia semen yang dianalisis yaitu Secondary Standard Portland Cemen 120697 BUT tidak berbeda jauh dengan data standar perbedaan hasil dua pengujian berdasarkan acuan normatif ASTM C 114-00, Standard test method for chemical analysis of hydraulic cement. Fungsi dari analisis komposisi kimia Al2O3 adalah sebagai pengontrol kadar alumina pada pembentukan C3A dan C4AF dalam semen PCC, fungsi analisis Fe2O3 adalah sebagai pengontrol kadar besi pada pembentukan C4AF dalam semen PCC, fungsi analisis CaO adalah sebagai pengontrol kadar kapur pada pembentukan C2S, C3S, C3A dan C4AF dalam semen PCC, sedangkan fungsi analisis MgO adalah untuk mengetahui kadar MgO yang merupakan pengotor dalam semen.

27

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Profil Perusahaan PT Indocement, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Jakarta. Anonim, 2012, Indocement Tunggal
13

Prakarsa,
September

http://id.wikipedia.org/wiki/Indocement_Tunggal_Prakarsa, 2012

Anonim, 1996, C 150-95. A Standard Specification for Portland Cement, Annual Book of ASTM for Testing and Material, Philadelphia Austin, G.T., 1996, Chemical Process Industries 5th edition, Mc. Graw Hill Book Company, Singapore. Nilam, 2011, Sejarah Semen,
http://www.ciputraentrepreneurship.com/properti/7102-sejarah-semen.htmL, 13 september 2012.

Suprapto, B.Bambang, 1984, Diklat Teknologi Semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Training & Development Departement, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai