Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semen merupakan salah satu bahan kebutuhan yang sangat strategis dalam
proses pembangunan suatu negara terutama untuk pembangunan industry, baik
pembangunan rumah, pertokoan, maupun gedung perkantoran dan lain-lain.
Oleh sebab itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. sebagai produsen
semen terbesar di Indonesia turut berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan
semen.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memiliki 13 plant yang tersebar di


Citeureup, Palimanan Cirebon dan Tarjun Kalimantan Selatan. Penulis sendiri
mengambil topik kerja praktek di pabrik Citeureup, khususnya di plant 3-4.

Proses yang digunakan dalam pembuatan semen di PT Indocement Tungal


Prakarsa Tbk. adalah proses kering, dengan tahapan proses meliputi :

1. Proses penyiapan bahan baku ( Mining )


2. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku ( Raw Mill )
3. Proses pembakaran bahan baku ( Kiln )
4. Proses penggilingan akhir ( Finish Mill )
5. Proses pengantongan produk ( Packing )

Dalam kerja praktik ini saya lebih menekankan pada unit Finish Mill
karena pada unit ini bahan-bahan pembuat semen seperti gypsum, clingker
dan bahan tambahan lainnya dicampur dan ditumbuk serta pada unit Finish
Mill ini keluaran yang dihasilkan adalah semen yang sudah bisa digunakan.

1
1.2 Tujuan Kerja Praktik

Adapun tujuan dari kerja praktik ini adalah :

Mengetahui proses pembuatan semen PCC sehingga dapat menjelaskan


alur proses pembuatan semen PCC khususnya pada unit Finish Mill di PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah yang penulis ambil disesuaikan dengan jurusan Teknik Mesin


dalam bidang produksi, adapun topik yang diambil adalah :

Proses pembuatan semen ynag dikhususkan pada proses akhir pembuatan


yaitu pada unit Finish Mill di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

1.4 Metode Penulisan

Data yang diperlukan dalam penyusunan laporan ini diperoleh dengan


berbagai cara pengumpulan data yaitu :

1. Studi Lapangan

Merupakan pengumpulan data secara langsung. Dalam hal ini data


yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan yang
didampingi oleh pembimbing lapangan secara langsung dan melalui
penjelasan langsung untuk menambah wawasan dan keahlian dalam
bidang teknik.

2. Studi Pustaka

Merupakan pengumpulan data melalui jurnal maupun laporan kerja


praktik yang sudah ada terlebih dahulu di perpustakaan.

1.5 Sistematika Penulisan

2
Berikut ini adalah gambaran umum mengenai sistematik penulisan yang
terdapat dalam penulisan laporan ini :

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,


tujuan, manfaat, rumusan masalah, metode penulisan
dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Menjelaskan secara singkat sejarah semen, sifat-sifat


semen, bahan baku yang digunakan dalam proses
pembuatan semen, dan menjelaskan alat-alat yang
digunakan dalam proses produksi semen..

BAB III : PROSES PRODUKSI SEMEN

Menjelaskan tentang proses produksi semen


khususnya pada unit Finish Mill dari bahan baku
hingga menjadi produk jadi.

BAB IV : ANALISA

Berisikan tentang hasil analisa pada proses produksi


di unit Finish Mill.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari


proses produksi di unit Finish Mill dan saran yang
dibuat oleh penulis

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Semen


Semen merupakan perekatan hidrolisis yang berarti senyawa-senyawa
yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat
baru yang dapat merekatkan batuan. Bahan perekat ini telah dikenal dari zaman
Mesir dan Yunani Kuno sebagai perekat dan pengisi celah-celah diantara
tumpukan batuan. Bahan perekat yang digunakan pada zaman itu berupa bahan
anorganik seperti kapur, gypsum, dan pozzolan.

Setelah revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad ke-18 dilakukan


penelitian-penelitian tentang semen sebagai berikut :
a. Tahun 1756 John Smeaton dari Inggris menemukan hydraulic-lime yang
dipakai untuk membangun gedung Eddistone Light Stone.
b. Tahun 1797 James Parker dari Inggris memperbaharui dengan membuat
semen hidrolik yang dibakar dengan batu kapur dan batuan silika, yang
akhirnya dikenal sebagai roman seman.
c. Tahun 1824 John Aspdin membuat semen yang akhirnya disebut semen
Portland, karena bentuk semen yang mengeras mirip seperti Portland stone
yang merupakan bahan bangunan saat ini.
d. Tahun 1850 semen Portland mulai dikembangkan dengan baik di Inggris.
e. Tahun 1908 mulai dikenal rotary kiln (tanur putar) sebagai pengering.

2.2. Sifat-sifat Semen


Pada dasarnya semen mempunyai sifat sebagai berikut :

2.2.1. Hidrasi Semen

Reaksi yang terjadi bila air ditambahkan ke dalam semen Portland


yang dipengaruhi oleh kehalusan semen, kadar air, temperatur dan additive
adalah sebagai berikut:
C3S + 6H2O C3S2.3H2O + 3Ca(OH)2

4
C3S + 4H2O C3S2.3H2O + Ca(OH)2
C3A + 6H2O C3A.6H2O
C4AF + H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O
Kecepatan reaksi hidrasi harus diketahui karena akan menentukan
waktu pengikatan awal dan pengerasan semen. Kecepatan awal harus
cukup lambat agar adonan semen dapat dituang. Selama semen mengalami
proses hidrasi, akan terjadi panas yang besarnya tergantung tipe semen,
komposisi semen, kehalusan dan rasio air terhadap semen. Urutan
besarnya jumlah panas hidrasi dari yang terbesar ke yang terkecil adalah :
1. High Early Strength Portland Cement
2. Ordinary Cement
3. Moderate Heat Cement
4. Sulfate Resistance Cement
5. Low Heat Cement
Mutu semen sesudah pengerasan sangat dipengaruhi oleh panas
hidrasi. Adanya panas hidrasi akan menyebabkan retak-retak rambut dan
penyusutan (shrinkage).

2.2.2. Setting dan Hardering

Mekanisme terjadinya setting dan hardering pada pencampuran


semen dengan air diawali dengan beraksinya C 3A menghasilkan
3CaO.Al2O3.3H2O. Senyawa ini berupa gel/pasta yang bersifat cepat set
(kaku), sehingga ia akan mengontrol setting time. Pasta yang terbentuk
akan bereaksi dengan gypsum membentuk etteringite yang akan
membungkus permukaan pasta itu sendiri dan C3A. Lapisan tersebut
membuat reaksi hidrasi C3A terhalangi dan proses pengerasan yang cepat
(flash set) dapat dicegah.

Peristiwa osmosis membuat lapisan etteringite pecah dan reaksi


hidrasi C3A akan terjadi lagi dan segera pula terbentuk etteringite yang
baru. Hal ini berlangsung terus hingga gypsum habis terpakai. Proses ini
akhirnya menghasilkan perpanjangan setting time, makin banyak gypsum
yang dipakai, makin panjang setting time. Pada peristiwa ini gypsum

5
dikenal sebagai retarder. Kecepatan hidrasi bertambah seiring dengan
hamper habisnya gypsum dan C3A bereaksi dengan silika. Akibatnya
kristal C3S diubah bentuknya menjadi Kristal yang lebih besar, periode ini
diiringi dengan pecahnya coating. Coating terbentuk pada awal reaksi
hidrasi yaitu berupa endapan Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H pada partikel
semen. Periode ini menghambat reaksi hidrasi dan disebut Induction
period.

Selama beberapa jam, reaksi hidrasi C3S terjadi dan menghasilkan


3CaO.Al2O3.3H2O (C-S-H) yang akan mengisi rongga dan membentuk
titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Konsentrasi dari C-S-H dan
titik-titik kontak yang menghalangi mobilitas partikel-partikel semen. Hal
ini menyebabkan semen menjadi kaku dan terjadilah final set. Pada tahap
ini mulai terjadi proses pengerasan secara steady.

2.2.3. Hubungan antara kekuatan dan komposisi

Komposisi semen sangat mempengaruhi kekuatan dari semen itu


sendiri. Kekuatan yang dimaksud adalah kuat tekan yaitu sifat kemampuan
menahan sesuatu beban. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan
mekanik dalam kekadaan kaku/set dan keras. Kekuatan ini disebabkan
oleh kondisi partikel-partikel semen dan adhesi terhadap pasir atau agrerat
lain yang dicampur sebagai adukan.

C3S memberikan kontribusi yang besar pada kuat tekan awal dan
C2S memberikan konstribusi kekuatan pada umur yang lebih lama. C 3A
mempengaruhi kuat tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur 28 hari
dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini makin lama makin
kecil. Hal yang sama juga terjadi dengan penambahan gypsum. Kekuatan
awal merupakan salah satu sifat fisik semen, kadar C 3S yang tinggi, berarti
semen mempunyai kekuatan awal yang tinggi. Sedangkan apabila kadar
C2S tinggi, semen mempunyai kekuatan awal tinggi untuk waktu yang
lama. Kadar C3A hanya sedikitmempengaruhi perkembangan kekuatan

6
awal, sedangkan pada perkembangan berikutnya untuk C3A dan C4AF
tidak berpengaruh.

2.2.4. Panas hidrasi

Panas hidrasi yaitu panas yang terjadi selama semen mengalami


proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada :
Tipe semen
Komposisi kimia semen
Kehalusan semen
Rasio semen dan air
Urutan komponen yang berpengaruh pada timbulnya panas hidrasi
adalah C3A, C4AF, C3S dan yang paling rendah adalah C2S. berdasarkan
hal di atas maka untuk menghindari retak rambut pada pembangunan
bendungan atau menara air, digunakan semen dengan kandungan C3A
rendah. Hal ini membuat semen akan lambat mengeras sehingga panas
hidrasi yang terbentuk tidak terlalu besar.

2.2.5. Kelembaban

Sifat hidrolisis semen membuat proses pengerasan semen dapat


terjadi pada udara terbuka. Hal ini terjadi karena semen menyerap air dari
udara. Oleh karena itu, perlu ada perhatian khusus pada saat penyimpanan
dan transportasi. Kelembaban semen akan mengakibatkan menurunnya
specific gravity, terbentuknya gumpalan-gumpalan, terjadinya false set,
menurunnya kualitas semen, bertambahnya loss ignition, penurunan
kekuatan dan bertambahnya waktu setting dan hardening.

7
2.2.6. Shrinkage (Pengerutan)

Pengerutan atau penyusutan terjadi pada saat set. Hal ini


dipengaruhi oleh komposisi semen, jumlah mixing water, dan kandungan
C3A yang tinggi. Pada saat pengerutan, terjadi perubahan ukuran atau
bentuk dan struktur sementara. Pengerutan dari semen dibedakan menjadi
tiga tipe yaitu:
1. Hydration shrinkage
2. Carbonation
3. Drying shrinkage
Dari tiga tipe penyusutan tersebut, drying shrinkage yang paling
mudah menyebabkan keretakan pada beton. Drying shrinkage disebabkan
oleh mengapnya air bebas yaitu air yang terdapat diantara fase padat, cair,
dan pasta.

2.2.7. Daya tahan terhadap asam sulfat

Beton dari semen Portland dapat mengalami kerusakan pengaruh


asam dan sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam pada beton adalah
dengan merubah konstruksi-konstruksi semen yang tidak larut dalam air
menjadi semen yang larut dalam air. Senyawa ini jadi mudah dihilangkan,
misalnya HCl merubah C3S, C2S, C3A, dan C2AF menjadi CaCl2, AlCl2
dan FeCl2.

Kecuali barium sulfat, semua senyawa sulfat umumnya dapat


menyerang beton dengan hebatnya. Sulfat bereaksi dengan kalsium
hidroksida dan juga kalsium alumina hidrat. Reaksi yang terjadi dapat
menyebabkan pengembangan volume dan mengakibatkan terjadinya
expansi. Pada pengaruh sulfat yang kontinyu, expansi tersebut akan
menimbulkan keretakan yang dapat mengakibatkan kehancuran beton.

2.2.8. Hubungan antara sifat fisis dan komposisi mineral

Tabel 2.2.8 a Perbandingan Sifat Fisis dari Mineral Semen


ITEM C3S C2S C3A C4AF

8
Strength Early Stage Highest Low High Low
Strength Later Stage High High Low Low
Heat of Hydration Medium Low High Low
Sulfate Resistance Medium Stronger Weak Strong
Drying Shrinkage Medium Small Large Small

Tabel 2.2.8 b Perbandingan komposisi mineral dari berbagai tipe semen


Portland
ITEM C3S C2S C3A C4AF
Ordinary cement 46 28 10 10
Moderate heat cement 44 31 7 12
High early strength cement 55 20 10 9
Low heat cement 28 49 4 12
Sulfate resistance cement 41 36 4 10

2.3. Bahan Komposisi Pembuatan Semen


Dalam pembuatan semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Dibutuhkan bahan baku yang terdiri dari bahan baku utama, bahan
korektif, dan bahan adiktif.

2.3.1. Bahan Baku Utama


Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan semen adalah
senyawa-senyawa yang banyak mengandung kimia pembentukan semen
yaitu kalsium dan silika. Adapun bahan baku utama tersebut terdiri dari:
a. Batu kapur (lime stone)
Batu kapur merupakan batuan tambang yang berfungsi
sebagai pembawa Kalsium Carbonat (CaCO3) yang masuk dalam
golongan mineral calcerous. Lime stone adalah yang paling umum
digunakan selain dari jenis-jenis yang lain, misalnya jenis: chalks,
marl, shell deposit. Batu kapur dengan tingkat kemurnian tinggi
terdiri dari calcite idan aragonite. Warna fisik batu kapur
dipengaruhi oleh zat pengotornya.
Menurut data yang diperoleh dari PT. Indocment Tunggal
Prakarsa Tbk. spesifikasi batu kapur (lime stone) adalah sebagai
berikut :

BM : 100,09 gr/mol
Phase : Padat
Warna : Putih kekuningan
Spesific gravity : 2,4

9
Bulk density : 1,3 ton/ m3
Kadar air : 7-10 % H 2 O
Silika Modulus : 1,49
Iron Modulus : 4,13
Komposisi : CaO : 49-53 %
Si O2 : 1,0-3,0 %
A l 2 O3 : 0,5-1,0 %
MgO :5 %
S O3 :3%
N a2 O : 0,6 %
Impuritas : 0,2 %

b. Tanah liat (clay)


Tanah liat yag merupakan bahan tambang yang
mengandung silika dan aluminat serta oksida besi. Jenis batuan ini
adalah batuan argillaceus, yaitu : silica stone, charts, flint, quarte
yang umumnya terbentuk dari senyawa-senyawa alumina silikat
hidrat, klasifikasi mineral clay adalah :
Kaolin: kaolinite, dickite, nacrite, halloysite.
Montmorillonite : montmorillonite, bidelite, nontronite, saponite
Tanah liat beralkali : tanah liat mika, illite.

Sedangkan menurut data yang diperoleh dari PT


Indocement Tunggal Prakarsa Tbk spesifikasi tanah liat (clay)
adalah sebagai berikut :
BM : 101,94 gr/mol
Phase : Padat
Warna : Coklat kekuningan
Spesific gravity : 2,36
Bulk density : 1,4 ton/ m3
Ukuran material : 0-30 mm
Silika Modulus : 3,03
Iron Modulus : 3,79
Komposisi : CaO : 2-7
Si 2 O : 15-18 %
Fe2 O3 : 6-10 %
MgO :1 %
H2O : 25 %
Impuritas : 1 %
2.3.2. Bahan korektif
Bahan baku ini digunakan untuk mengisi kekurangan pada salah
satu komponen utama pada pencampuran bahan baku. Selain itu

10
penambahannya juga bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Komposisi penambahan tergantng kekurangan sesuai raw mix design yang
diinginkan, material yang masuk bahan korektif diantarnya yaitu :
a. Pasir silika/Silica Sand (Si 02 )
Pasir silika merupakan bahan baku dengan kadar silika
yang tinggi. Fungsi penambahnnya adalah untuk memperbaiki
kandungan oksida dalam campurannya.
Menurut data yang diperoleh dari PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk spesifikasi pasir silika (Si O2 ) adalah sebagai
berikut :
Phase : Padat
Warna : Abu-abu
Spesific gravity : 2,97
Bulk density : 1,45 ton/ m3
Ukuran Material : 0-30 mm
Silika Modulus : 5,29
Komposisi : CaO : 0,5-2,4 %
Si O2 : 88-95
%
A l 2 O3 : 1-3 %
F e 2 O3 : 0,4-10%
MgO : 0,1-1,6 %
H2O : 3-6 %
Impuritas :1%

b. Pyrite, pasir besi & iron ore ( Fe2 03


Komponen utama F e 2 O3 berfungsi untuk meningkatkan
kandungan oksida besi yang ada sehingga diperoleh komposisi
sesuai dengan yang diinginkan.
Spesifikasi F e 2 O3 menurut data yang diperoleh dari PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai berikut :
Phase : Padat
Warna : Hitam
Bulk density : 1,8 ton/ m3
Ukuran Material : 0,50 mm
Kadar air : 8,4 %
Komposisi : CaO : 1-4 %
Si 2O : 16-25
%
A l 2 O3 : 5-10 %
MgO :2,0-4,2 %

11
F e 2 O3 : 70-85 %
H2O : 3-6 %
Impuritas :1%

2.3.3. Bahan Tambahan


Bahan aditif merupakan bahan yang dicampurkan ke dalam clinker
untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu yang diinginkan. Terutama
penggunaan bahan aditif untuk memperbaiki sifat semen dan juga
membuat semen dengan tipe tertentu. Bahan-bahan aditif yang biasa
digunakan yaitu:
1. Gypsum (CaS 04 . 2 H 2 0)
Gypsum merupakan senyawa calcium sulfat anhydrous.
Fungsi penambahannya adalah sebagai retarder, yaitu
memperlambat waktu pengerasan ( setting time ) semen. Gypsum
digunakan sebanyak 3%
Spesifikasi Gypsum (CaS 04 . 2 H 2 0) menurut data
yang diperoleh dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah
sebagai berikut :
Phase : Padat
Warna : Putih
Bulk density : 1,4 ton/ m3
Komposisi : CaS O4 .2 H 2 O : 60 %
Si O2 :3%
l
A 2 3 O : 0,3 %
CaO : 25 %
F e 2 O3 : 0,6 %
H2O : 10 %

2. Trass
Trass merupakan komposisi yang mirip dengan tanah liat,
tetapi komposisi didominasi oleh Si O2 dan Al 2 O3 .
Penambahan trass bertujuan agar freeline dapat direduksi sehingga
kualitas semen menjadi lebih baik dan kuat tekan akhir yang tinggi,
penambahan trass ini sekitar 13% .
3. Lime stone (mentah)

12
Lime stone mentah juga dijadikan salah satu alternatif yang
ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi, penambahan
limestone mentah ini sendiri sebanyak 14% .
2.4. Unit-unit dalam pabrik
Unit-unit di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk secara garis besar
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
2.4.1. Unit Mining
Unit mining ini bertugas untuk menyiapkan batu kapur mulai dari
penambangan,crushing sampai dengan penyimpanan sementara dan batu
kapur yang siap untuk diolah lebih lanjut. Bahan baku yang ditambang
adalah lime stone, clay dan sand silica. Sedangkan bahan baku yang dibeli
yaitu Dust EAF dan gypsum.
2.4.2. Unit Raw Mill
Pada unit ini bahan baku mengalami proses pencampuran,
penggilingan, pengeringan dan pelepasan H 2 O . Selain itu juga terjadi
proses pemisahan oleh separator. Udara panas yang digunakan di unit raw
mill bersumber dari suspension preheater. Alat yang digunakan pada unit
ini adalah tandem mill.
2.4.3. Unit Kiln
Unit kiln merupakan unit dimana terjadi proses kalsinasi dan
pemanasan yang terdiri dari tiga bagian yaitu :

a. Suspension Preheater
Suspension preheater berfungsi sebagai alat pemanasan awal
tepung baku dimana range temperaturnya adalah 300-800oC. Selain
sebagai alat pemanasan awal juga sebagai precalsiner. Di dalam
suspension preheater terjadi proses kalsinasi awal yang berkisar 80-
90% yang selanjutnya akan dilanjutkan di unit kiln.

b. Kiln
Bertugas untuk membakar tepung baku menjadi clinker dengan range
temperatur 800-1450oC. Tepung baku di dalam kiln mengalami kalsinasi
lanjutan dan sintering (pembentukan mineral semen). Alat yang digunakan
adalah rotary kiln.

c. Grate Cooler
Berfungsi mendinginkan clinker secara mendadak dari suhu 1450oC
menjadi 120 C - 140 C agar clinker yang dihasilkan tidak getas sehingga

13
mudah untuk penggilingan akhir ( finishing ), serta untuk menjaga agar
tidak terjadi penguraian SO3 menjadi SO 2 kembali. Grate cooler
yang digunakan adalah jenis Air Quenching Cooler.

2.4.4. Unit Finish Mill

Pada unit ini dilakukan penggilingan akhir terhadap clinker dimana


clinker diubah menjadi semen dengan tingkat kehalusan 170 mesh. Pada
saat penggilingan ditambahkan gypsum sebanyak 3-5 %. Alat yang
digunakan Double Chamber Tube Mill dan Separator.

2.4.5. Unit Packing

Semen yang siap untuk dipasarkan dikemas dahulu dalam kantong-


kantong semen. Proses pengemasan ini merupakan tugas dari unit packing.
Kantong-kantong semen yang dipakai terdiri dari berbagai macam ukuran
mulai dari standar SNI (50 kg) sampai dengan big-bag (1 ton, 1.5 ton dan 2
ton). Namun ada juga semen yang tidak memerlukan pengemasan dalam
kantong yang dinamakan semen curah (15 dan 25 ton). Pengantongannya
dilakukan dengan menggunakan alat berupa Rotary Packer.

2.5. Peralatan Proses

Peralatan yang digunakan adalah :

2.5.1. Alat Proses Utama

Alat Utama dalam proses terbagi menjadi :

2.5.1.1. Unit Crushing

a. Clay and Sand Crushing Part

14
Roller Crusher

Gambar 2.4.1.1.a Roller Crusher

Untuk memperkecil ukuran clay dan sand. Pada alat


crusher ini penggilingan terjadi dengan 2 buah roll
penggiling.

b. Limestone Crushing Part

Impact
Drier

Gambar 2.4.1.1.b Impact Drier

Menghancurkan dan mengeringkan batu kapur.

c. Storage Yard

15
Lime stone Part

Gam
bar 2.4.1.1.c Lime stone Part

Sebagai tempat penimbunan atau tempat penyimpanan


material.

2.5.1.2. Unit Clay Drying

Dryer

Gambar 2.4.1.2 Dryer

16
Mengeringkan raw material yaitu tanah liat dan pasir silika.

2.5.1.3. Unit Raw Grinding

a. Air Separator

Gambar 2.4.1.3.a Air Separator

Memisahkan material halus dan kasar untuk disimpan ke


dalam Raw Mill.

b. Raw Grinding Mill

17
Digunakan untuk mengeringkan dan menggiling raw
material yang akan diumpankan ke dalam kiln.

2.5.1.4. Unit Raw Mill Blending Storage

Gambar 2.4.1.4 Unit Raw Mill Blending Storage

a. Air Blending Silo & Air Blending Equipment

Menghomogenisasikan raw material yang akan


diumpankan ke dalam kiln.

b. Raw Meal Silo

Untuk menampung raw material yang telah homogen yang


akan diumpankan ke dalam kiln.

18
2.5.1.5. Unit Kiln

a. Suspension Preheater

Gambar 2.4.1.5.a Suspension Preheater

Pemanasan dan kalsinasi awal raw meal sebelum masuk ke


kiln.

b. Electrostatic Precifitator

Menangkap debu dalam aliran gas yang akan dibuang


melalui cerobong, sehingga tidak menimbulkan polusi debu.
Prisnip dari EP adalah memanfaatkan gaya coulomb yang
bekerja dalam medan magnet.

c. Rotary Kiln

Gambar 2.4.1.5.c Rotary Kiln

19
Proses kalsinasi selanjutnya dan sinterisasi tepung baku
menjadi clinker.

d. Air Quenching Cooler

Gambar 2.4.1.5.d Air Quenching Cooler

Mendinginkan clinker yang keluar dari kiln.

e. Clinker Breaker

Memperkecil ukuran clinker dari AQC untuk memudahkan


pengangkutan clinker ke clinker silo.

f. Clinker Silo

Untuk menampung clinker yang telah didinginkan pada


AQC sebelum digiling lebih lanjut untuk dijadikan semen.

2.5.1.6. Unit Finish Grinding

20
a. Finish Grinding Mill

Gambar 2.4.1.6.a Finish Grinding Mill

Menggiling campuran clinker dan gypsum yang berfungsi


sebagai retarder dengan perbandingan 3 5 % gypsum dan 95
97 % clinker.

b. Air Separator

Gambar 2.4.1.6.b Air Separator

Memisahkan material halus untuk diumpankan ke finish


grinding mill.

2.5.1.7. Unit Cement Storage dan Packing

21
a. Cement Silo

Menampung semen sudah jadi sebelum proses packing.

b. Vibrating Screen

Gambar 2.4.1.7.b Vibrating Screen

Menyaring/memisahkan semen dari pengotor

c. RotaryPacker

Gambar 2.4.1.6.c Rotary Packer

Menampung semen sudah jadi sebelum proses packing.

2.5.2. Peralatan Pendukung

a. Belt Conveyor

22
Belt Conveyor ini terdapat di :

Unit Cruhsing

Unit Storage yard

Unit Clay drying

Unit Raw grinding

Unit Clinker transport and storage

Unit Finish grinding

Unit Cement storage and packing

Gambar 2.4.2.a Belt Conveyor

Fungsi : Membawa atau mengangkut material halus dengan arah


horizontal dalam ruang tertutup. Belt conveyor dapat
bekerja dengan kemiringan 30, material yang akan
diangkut diletakkan diatas ban/sabuk berjalan yang terbuat
dari bahan yang fleksibel, kuat dan tahan gesekan. Alat ini
digunakan untuk pengangkutan material yang dingin dan
dengan jarak yang cukup jauh. Sebagian besar transportasi
material menggunakan belt conveyor

b. Dust Collector

23
Proses pembuatan semen dengan proses kering akan
memberikan buangan debu yang cukup tinggi, maka untuk
mencegah polusi udara yang digunakan alat penangkap debu.

1. Electrostatic Precifitator

Electrostatic Precifitator atau yang biasa disebut EP ini


berfungsi untuk menangkap debu yang ada di dalam aliran
gas yang akan dibuang melalu cerobong asap.

Prinsip penangkapan debu dari gas EP didasarkan pada


efek ionisasi di dalam medan listrik yang kuat, medan listrik
ini dihasilkan oleh elektroda negatif yang bertindak sebagai
elektroda pelepas muatan listrik dan elektroda yang bertinda
sebagai elektroda pengumpul.

Elektroda pengumpul adalah berupa alat-alat yang


diletakkan berderet dan dihubungkan dengan bumi,
sedangkan pelepasan adalah berupa kawat-kawat yang
diletakkan berderet deket elektroda pengumpul dan
dihubungkan dengan tegangan tinggi.

Elektroda pengumpul polaritas positif dan eletroda


pelepas mempunyai polaritas negatif, diantara kedua
elektroda dialirkan tegangan tinggi sebesar 40-80 kV. Karena
pengaruh medan listrik yang kuat diantara kedua elektroda,
sesuai dengan hukum gaya tarik medan listrik oleh Coulomb,
maka ion negatif mendapat gaya tarik ke arah elektroda
negatif.

Bila gas tersebut mengandung debu, maka ion-ion dari


partikel debu yang telah berluatan listrik tersebut akan
tertarik ke arah elektroda yang bersesuaian, dimana pada
masing-masing elektroda bermuatan listrik dan partikel debu
akan dinetralisir kembali.

24
Proses ini berlangsung terus menerus hingga debu
yang menempel pada masing-masing elektroda semakin
tebal. Untuk melepaskan debu yang menempel pada
elektroda, maka plat-plat tersebut dipukul dengan cara di
ketuk-ketuk secara periodik oleh rapping gear sehingga debu
tersebut jatuh ke bagian penampung disebut dust bin.

Gambar 2.4.2.b Electrostatic Presfitator

2. Bag Filter

Fungsinya adalah untuk menangkap dan mengumpulkan


material halus yang dihasilkan oleh mill yang hasilnya
kembali sebagai produk.

Tipe : Bag Filter

Tekanan Udara : 5 bar

Temperatur : 150C

25
Daya Motor : 2,2 kW

Kecepatan Motor : 3000 rpm

Debu yang dihisap dari berbagai mesin atau alat akan


ditahan pada bag fiter bagian luar. Untuk melepaskan debu,
digunakan sistem penembakan angin kejut atau udara
bertekanan. Udara bertekanan ini berasal dari kompresor dan
diatur oleh solenoid valve yang dirangkai secara periodik.
Biasanya dilengkapi dengan filter udara agar udara tidak
tercemar dan tetap kering.

Penembakan berguna untuk melepaskan debu bag filter.


Material yang terlepas dari bag filter akan menyatu di
bagian bawah, material dibawa oleh screw conveyor untuk
diangkut keluar melewati lubang pada bagian bawah bag
filter yang dilengkapi rotary lock yang berguna untuk
mencegah material tidak kembali ke dust collector dan juga
sebagai penyekat sehingga hisapannya tetap besar.

Dust Collector terdapat di :

Unit Cruhsing

Unit Raw grinding

Unit Raw material blending and storage

Unit Kiln

Unit Clinker transport and storage

Unit Finish grinding unit cement storage and packing

26
c. Air Sliding Conveyor

Air Sliding Conveyor terdapat di :

Unit Raw grinding

Unit Raw meal blending and storage

Unit Finish grinding

Unit Cement storage and packing

Fungsi : Untuk mengangkut material yang telah halus dengan cara


fluidisasi

Gambar 2.4.2.c Air Slide Conveyor


27
d. Bucket Elevator

Bucket elevator digunakan untuk memindahkan materal dalam


bentuk pelverized, granular atau small sized bulk material dalam arah
vertikal atau sedikit membentuk sudut kemiringan terhadap bidang
vertikal. Karena desaiinya yang vertkal memberi berbagai keuntunga,
tidak memerlukan tempat yang besar, efisien dan handal dalam
menghandle bulk material.Bucket diletakkan pada rangkaian chain
yang terpasang melingkar diantara dua sprocket.

Material diumpankan pada sisi bagian bawah deket tensioning


sprocket. Pada kondisi opeasi bucket akan membawa ke atas melalui
lintasan keliling dari driving sprocket dimana material akan
ditumpahkan ke dalam chute pada bagian atas elevator. Untuk dapat
melaksanakan proses pemindahan ini secara efisien bucket harus
diberi kecepatan tertentu, biasanya 1 m/s dan material dari chain yang
digunakan biasanya terbuat dari casting guna menghindari debu dan
slip.

Dilihat dari prinsip pengeluaran material dari elevator ini, maka


bucket elevator dapat dibedakan menjadi dua type yaitu centrifugal
discharge dan continous discharge type. Centrifugal discharge bucket
elevator atau biasa disebut speed bucket elevator dipasang pada jarak
antara pitch yang renggang. Pengisian bucket biasanya dengan jalan
menskop material langsung dari bagian bawah elevator.

Proses pengeluaran material merupakan kombinasi antara gaya


sentrifugal dan gravitasi saat bucket melintasi bagian atas driving
sprocket. Tipe elevator ini sangat cocok untuk menghandle material
yang halus atau mengambang bebas. Pada elevator yang
menggunakan belt sebagai pengganti chain, belt biasanya

28
m
dioperasikan pada kecepatan maksimum yaitu 2,3 namun ada
s

m m
juga yang dioperasikan pada kecepatan 3,8 4 .
s s

Continuous discharge bucket elevator memiliki bycket yang


dipasang pada jarak antara pitch yang rapat dan pengisian bucket
biasanya diarahkan langsung oleh suatu leg atau chute.

Proses pengeluaran berlangsung secara gravitasi saat bucket


melampaui bagian atas head sprocket. Tipe elevator ini dapat
dioperasikan secara vertical atau dengan sudut kemiringan terhadap
bidang vertical antara 10 sampai 30. Karena metode pengeluaran
berlangsung secara gravitasi, maka bucket dioperasikan pada
kecepatan yang lebih rendah dari elevator.

Dengan system pengeluaran sentrifugal, kecepatan maksimum

m m
berkisar antara 1 1,3 . Karena kecepatan yang rendah
s s
dan proses pengisian diarahkan langsung maka tipe elevator ini sangat
cocok untuk menghandle material dengan ukuran lump yang besar.
Namun untuk ukuran lump yang halus dapat juga dipergunakan
dengan efisien.

Bucket Elevator ini terdapat di :

Unit Cruhsing

Unit Storage yard

Unit Raw grinding

29
Unit Clinker transport and storage

Unit Kiln feeding

Unit Finish grinding

Unit Cement storage and packing

Gambar 2.4.2.d Bucket Elevator

e. Screw Conveyor

Screw conveyor ini terdapat di :

Unit raw mill

Unit Kiln

Unit Cement storage and packing

Fungsi : Mengangkut material halus dalam ruangan


tertutup. Berdasarkan fungsinya dibagi 2 yaitu
screw conveyor putaran lambat untuk material yang
jatuhnya tidak beraturan ( pada dust collector, EP,
packer ). Alat kedua adalah screw conveyor putaran
cepat ( worm conveyor ) untuk memberikan tekanan

30
dan menguraikan sehingga mudah didorog ke tempat
yang lebih tinggi.

f. Reclaimer

Reclaimer ini terdapat di :

Unit storage

Fungsi : Menggaruk material dari storage yang


kemudian diangkut oleh belt conveyor menuju
hopper. Alat ini mempunyai sirip sirip pada sisi
luarnya. Cara kerjanya adalah penggerak
meluruhkan material yang berbentuk gunung agar
jatuh ke bawah.

Gambar 2.4.2.f Reclaimer

g. Apron Conveyor

Apron conveyor ini terdapat di :

Unit clinker transport

31
Unit storage

Fungsi : Menimbang material sebelum dilakukan


pencampuran sehingga komposisi material
yang sesuai dengan yang diinginkan.

Gambar 2.4.2.g Apron Conveyor

h. Weighting Feeder

Weighting feeder ini terdapat di :

Unit raw grinding

Unit kiln

Unit finish grinding

Fungsi : Menimbang material sebelum dilakukan


pencampuran sehingga didapatkan komposisi material
yang sesuai dengan yang diinginkan. Alat timbang ini
memiliki peranan penting terhadap proses pembuatan
karena komposisi campuran material ditentukan dari
alat timbang material tersebut.

32
i. Chain Conveyor

Chain conveyor ini terdapat di :

Unit raw grinding

Unit kiln

Unit cement storage and packing

Fungsi : Mengangkut material yang berbentuk butiran


secara horizontal dan miring

j. Pneumatic Conveyor

33
Pneumatic conveyor ini terdapat di :

Unit raw grinding

Unit kiln

Fungsi : Menambahkan material secara verrikal dengan


menggunakan tekanan udara

BAB III
PROSES PRODUKSI SEMEN

3.1 Flow Chart proses pembuatan semen pada unit Finish Mill

FLOW CHART :
\
START

1. Persiapan Bahan Baku:


Clinker
GypsumLime
Stone
Trass

2. Pembawaan menuju Cement Mill

3. Clinker : 65 %

Gypsum :5%
<
Lime stone : 20 %

Trass : 10 %

34
=

4. Pencampuran dan penggilingan di unit Cement Mill

5. semen dengan kehalusan 3800-4000 cm2/gram dengan suhu 100-120

B
A

A
B

6. Menuju Air Slide Conveyor

7. Debu munuju Dust Collector

8. Cyclone
7. Semen menuju Air Separator
9. Udara+debu menuju Dust
Collector

9. Menuju Air Slide Conveyor

10. Menuju Air Lift

11. Cement Silo

STOP

END

35
3.2 Skema Proses

3.2 Skema Proses

36
3.2.1 Persiapan Bahan Baku

Untuk membuat semen PCC diperlukan material/bahan baku. Maka


pada proses pembutan semen PCC sendiri perlu dipersiapkan bahan
baku untuk nantinya diolah, bahan baku yang digunakan adalah :

a) Clinker

Gambar 3.2.1.a Clinker

Clinker adalah bahan baku utama untuk proses pembuatan semen,


clinker dihasilkan dari proses unit Kiln, clinker yang dihasilkan pada
unit Kiln harus memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan. Cara
melihat kualitas clinker adalah dengan mengecek nilai free lime. Free
lime merupkan jumlah CaO yang tidak berikatan membentuk senyawa
semen.

Nilai free lime clinker berkisar 0,8-1,8%

LSF (Lime Saturated Factor) : 98-100%

SM (Silika Modulus) : 2,3-2,4

IM (Iron Modulus) :1,6-1,75

37
b) Gypsum

Gambar 3.2.1.b Gypsum

Gypsum merupakan senyawa calcium sulfat anhydrous. Fungsi


penambahannya adalah sebagai retarder, yaitu memperlambat waktu
pengerasan ( setting time ) semen.

Spesifikasi gypsum (CaS 04 . 2 H 2 0) menurut data yang


diperoleh dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai
berikut :

Phase : Padat
Warna : Putih
Bulk density : 1,4 ton/ m3
Komposisi : CaS O4 .2 H 2 O : 60 %
Si O2 :3%
A l 2 O3 : 0,3 %
CaO : 25 %
F e 2 O3 : 0,6 %
H2O : 10 %

c) Lime stone

38
Gambar 3.2.1.c Lime stone
Batu kapur merupakan batuan tambang yang berfungsi sebagai
pembawa Kalsium Carbonat (CaCO3) yang masuk dalam golongan
mineral calcerous. Lime stone adalah yang paling umum digunakan
selain dari jenis-jenis yang lain, misalnya jenis: chalks, marl, shell
deposit. Batu kapur dengan tingkat kemurnian tinggi terdiri dari calcite
idan aragonite. Warna fisik batu kapur dipengaruhi oleh zat
pengotornya.
Menurut data yang diperoleh dari PT. Indocment Tunggal Prakarsa
Tbk. spesifikasi batu kapur (Lime stone) adalah sebagai berikut :

BM : 100,09 gr/mol
Phase : Padat
Warna : Putih kekuningan
Spesific gravity : 2,4
Bulk density : 1,3 ton/ m3
Kadar air : 7-10 % H 2 O
Silika Modulus : 1,49
Iron Modulus : 4,13
Komposisi : CaO : 49-53 %
Si O2 : 1,0-
3,0 %
A l 2 O3 : 0,5-1,0 %
MgO :5 %
S O3 :3%
N a2 O : 0,6 %
Impuritas : 0,2 %

d) Trass

39
Gambar 3.2.1.d Trass
Trass merupakan komposisi yang mirip dengan tanah liat, tetapi
komposisi didominasi oleh Si O2 dan Al 2 O3 . Penambahan trass
bertujuan agar freeline dapat direduksi sehingga kualitas semen
menjadi lebih baik dan kuat tekan akhir yang tinggi.

Bahan baku ini dibawa menggunakan belt conveyor dari tempat


pengiriman bahan baku menuju tempat penampungan bahan baku
sementara atau yang disebut juga sebagai silo, semua bahan baku ini
masuk ke dalam masing-masing silo. hal ini bertujuan agar bahan baku
yang akan diproses akan tersimpan terlebih dahulu sehingga bahan
baku dapat selalu tersuplai.

3.2.2 Silo Bahan Baku

Pada bagian atas silo bahan baku terdapat bag filter yang berfungsi
untuk menangkap debu yang berterbangan saat proses bahan baku
seperti clingker, gypsum, trass, dan lime stone masuk dalam silo
masing-masing. Debu-debu yang tertangkap oleh bag filter nantinya
akan dijatuhkan kembali dan di bawa menggunakan screw conveyour
menuju silo sehingga tidak ada material/bahan baku yang terbuang ke
udara, sehingga keluaran udara di Silo akan bersih.

40
Pada bagian bawah silo ini terdapat weighting feeder yang
berfungsi untuk menimbang bahan baku/ material sehingga bahan baku
yang keluar dari silo untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan
komposisi yang sudah direncanakan. Komposisi bahan baku untuk
diproses adalah sebagai berikut :

Clinker : 65 %

Gypsum :5%

Lime stone : 20 %

Trass : 10 %

3.2.3 Penggilingan Bahan Baku

Bahan baku yang keluar dari silo akan dibawa menuju tempat
penggilingan akhir menggunakan air sliding conveyour hal ini
bertujuan agar bahan baku yang berukuran halus dapat dengan mudah
masuk ke dalam unit cement mill.

Gambar 3.2.3 a Didalam Air Sliding


Conveyour

Bahan baku seperti clingker, gypsum, dan additive akan masuk


pada unit cement mill menggunakan air sliding conveyour hal ini
bertujuan untuk mencampur dan menggiling clinker, gypsum dan

41
additive sampai tingkat kehalusan tertentu sehingga terbentuk produk
semen. Semen yang dihasilkan mempunyai ukuran partikel sekitar 3-
30 mikron atau mempunyai kehalusan 3800-4000 cm2/gram.

Pada tahap ini terjadi proses pencampuran dan penghalusan clinker


dengan gypsum, trass, dan lime stone.. Selain gypsum, kadang-kadang
ditambahkan aditif lain berupa limestone, trass, dan blast furnace
slage. Trass ini memiliki keistimewaan yaitu memiliki SiO 2 aktif yang
dapat bereaksi dengan CaO bebas (freelime) sehigga membentuk CS
( Ca SiO2) yang akan bereaksi pada saat ditambahkan air. CS ini dapat
membantu kekuatan akhir semen. Selain tujuan di atas, penambahan
trass ini dilakukan untuk menambah jumlah semen yang dihasilkan
namun kualitas akhir semen masih memenuhi standar yang ditetapkan
sehingga hal ini akan menghemat jumlah clinker yang berarti
menghemat bahan bakar yang digunakan.

Unit cement mill dilengkapi spray water sebagai pendingin untuk


mencegah terjadinya dehidrasi gypsum. Hal ini perlu dihindari karena
dapat mengganggu fungsi gypsum sebagai retarder yang berfungsi
untuk memperlambat setting time (waktu pengikatan) sehingga semen
yang dihasilkan cepat mengeras jika direaksikan dengan air. Dehidrasi
gypsum atau penguapan air kristal gypsum terjadi pada suhu 1200C. Air
akan menyemprot secara otomatis bila suhu mencapai 120 oC sehingga
suhunya dapat dipertahankan kurang dari 120oC.

Material yang masuk ke dalam unit cement mill mengalami


penghalusan karena pada cement mill berisi bola-bola baja serta
cement mill berputar sebesar 14,2 RPM dan unit cement mill terdiri
dari 2 chamber yang dibatasi oleh compartment yaitu:

Chamber 1
Panjang :4m
Diameter steel ball : 60-90 mm, berfungsi sebagai penghancur

42
Jumlah steel ball : 28% volume
Jenis liner : Lifting liner

Chamber 2
Panjang :9m
Diameter steel ball :17-50 mm, berfungsi sebagai penghalus
Jumlah steel ball : 30% volume
Jenis liner : classifying liner

Gambar 3.2.3 b Chamber Cement Mill

Pada tiap chamber berisi bola bola baja. Putaran mill sebesar
14,2 Rpm akan menyebabkan tumbukan antara bola bola baja tersebut
sehingga material menjadi lebih halus. Pada chamber 1 yang memiliki
ukuran bola baja sebesar 60-90 mm akan membuat material menjadi
hancur dan saat masuk pada chamber 2 yang memiliki ukuran bola
baja lebih kecil sebesar 17-50 mm material akan menjadi halus hingga
tingkat kehalusan sampai 3800-4000 cm2/gram.

43

Gambar 3.2.3 c Steel ball


Pada setiap chamber juga terdapat water spray untuk menjaga agar
temperatur semen berada di sekitar 100 - 120C. Adanya tumbukan
antara steel ball, clinker, dan gypsum menyebabkan temperatur di
dalam cement mill menjadi tinggi sedangkan temperatur dalam alat
penggilingan harus dijaga tidak boleh melebihi 120 C karena apabila
temperatur dalam cement mill melebihi dari 120 C maka air kristal
yang terkandung dalam gypsum tidak akan berfungsi lagi sebagai
retarder dan semen yang dihasilkan mengalami proses false set yang
lebih cepat. Oleh karena itu, untuk menjaga supaya gypsum tidak
rusak, pada cement mill dilengkapi dengan water spray yang
ditempatkan pada outlet mill dimana water spray ini bekerja secara
otomatis.

Gambar 3.2.3 d Cement Mill

3.2.4 Bag Filter Cement Mill


Material keluaran dari cement mill adalah material akhir berupa
semen yang sudah siap pakai. Semen yang dihasilkan oleh cement
mill akan masuk ke dalam air sliding conveyor untuk dibawa ke unit
cyclone. Pada unit cement mill ini terdapar juga dust collector

44
sehingga debu-debu yang dihasilkan saat proses pengaliran semen ke
unit cyclone akan dihisap oleh dust collector sehingga udara yang
dihasilkan pada unit cement mill akan lebih bersih dan nantinya debu
ini akan dijatuhkan kembali.
Debu yang dijatuhkan kembali ini akan dibawa menggunakan
screw conveyour menuju air sliding conveyour, debu yang sudah
benar-benar halus akan masuk langsung ke dalam air sliding
conveyour yang menuju silo cement dan debu yang masih kasar akan
masuk ke dalam air sliding conveyour yang menuju cyclone, hal ini
bertujuan agar debu yang masih kasar akan digiling kembali sehingga
menjadi lebih halus. Tujuan pemasangan dust colletor sendiri adalah
agar udara yang dihasilkan bersih dan material tidak ada yang terbuang
sehingga meningkatkan kapasitas produksi semen.

3.2.5 Cyclone
Semen yang berada di air sliding conveyor dihisap menggunakan
fan menuju cyclone. Fungsi cyclone sendiri adah untuk menyaring atau
memisahkan semen yang memiliki partikel-partikel halus dengan
semen yang masih memiliki partikel-partikel kasar. Pada cyclone ini
semen dilewatkan pada air separator yang berjenis dynamic separator
sehingga semen mengalami gaya dinamik. Hal ini menyebabkan
semen yang memiliki partikel-partikel halus akan naik ke atas dan
terhisap menuju air sliding conveyour yang menuju silo cement
sedangkan semen yang memiliki partikel-partikel kasar akan jatuh ke
bawah dan menuju cement mill untuk diproses kembali sehingga
menjadi lebih halus.
Untuk semen yang memiliki partikel-partikel halus keluaran dari
cyclone akan masuk ke dalam bag filter supaya semen yang dihasilkan
benar-benar halus sedangkan udara yang kemungkinan masih
mengandung sebagian partikel halus dilewatkan dalam dust collector
terlebih dahulu supaya debu-debu benar terpisah dari udaranya. Udara

45
keluar melalui cerobong sedangkan debu masuk ke dalam cement silo
melalui air slide

Gambar 3.2.5 Air Separator

3.2.6 Air Lift Finish Mill


Semen yang keluar dari unit cyclone adalah semen yang sudah
benar-benar halus dan siap dipasarkan. Semen yang sudah benar-benar
halus ini akan dibawa menuju silo cement dengan menggunakan air
lift. Prinsip kerja air lift sendiri adalah adanya udara yang
dihembuskan blower dari bawah menyebabkan material yang berada
diatas kanvas terfluidisasikan sehingga mulai bergerak. Tekanan di
sekitar material yang terfluidisasikan lebih besar dari pada tekanan
udara yang keluar dari nozzle sehingga material terikut naik bersama
udara ke atas menuju silo.

Gambar 3.2.6 Air Lif

46
BAB IV
ANALISA

1. Pada unit Finish Mill, di bagian cement mill yang berfungsi


mencampur clingker, gypsum, trass, dan lime stone. Material yang
akan masuk pada cement mill masih dapat keluar dari saluran
masuknya, karena masih terdapat celah antara bagian rongga
saluran material dengan rongga cement mill, ini mengakibatkan
daerah cement mill masih berdebu karena material halus
berterbangan pada daerah tersebut. Sehingga para pekerja pada
daerah cement mill masih wajib menggunakan masker dan kaca
mata. Hal ini dapat meganggu pekerja bekerja karena jarak
pandangan pekerja tertutup dengan debu sehingga mengharuskan
pekerja bekerja selalu dengan serius dan berhati-hati.
2. Produk semen memiliki temperature yang tinggi pada proses
pembuatan maupun sudah dalam packing karena bahan baku
pembuatan semen seperti clinker, trass, gypsum dan lime stone
dapat menyatu dengan baik pada suhu antara 100-120 C , maka
pada unit cement mill temperatur pada unit ini harus dijaga tidak
boleh melebihi 120 C , karena bila melebihi temperatur tersebut
semen akan mengalami false set yang tingi , hal ini harus dihindari
agar semen tidak mudah mengeras. Oleh sebab itu unit cement mill
dipasang water spray sebagai pendingin agar temperatur tetap
terjaga.

47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Material bahan baku utama proses pembuatan semen adalah clinker yang
terbentuk dari lime stone pada unit Kiln. Sedangkan pada unit Finish Mill
bahan baku clinker ini ditambahkan bahan korektif dan bahan tambahan
seperti gypsum, trass dan lime stone agar mendapatkan spesifikasi semen
yang telah ditentukan sebelumnya. Bahan bahan ini masuk ke dalam unit
cement mill dengan bantuan air slide yang dihembuskan oleh angin panas
akibat hisapan fan. Bahan bahan ini tergiling dan menjadi halus akibat
putaran cement mill sebesar 4 RPM yang berisikan steelball, steel ball ini
lah yang menumbuk material sehingga menjadi halus dan temperatur
proses pembuatan semen ini dijaga sebear 120 C agar tidak
mengalami false set. Material keluaran dari unit cement mill adalah
material akhir berupa semen. Semen ini dihisap oleh fan yang berada unit
dynamic separator. Semen yang terhisap oleh dynamic separator akan
diteruskan pada silo Semen dengan bantuan air slide. Semen pada silo
inilah yang nantinya akan dipacking untuk dijual dipasaran.
Sebaiknya dipasang dust collector diatas unit rongga cement mill dengan
rongga air slide sehingga debu tidak berterbangan dan udara yang
dihasilkan lebih bersih.

48

Anda mungkin juga menyukai