Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua bangunan gedung maupun jembatan terdiri dari beton. Keamanan-
keamanan struktur bangunan tergantung pada mutu bahannya. Untuk
memenuhi hal tersebut maka diperlukan pengertian dasar tentang uji bahan,
pengetahuan dasar tersebut meliputi pembagian jenis dan sifat-sifat mekanis.
Semakin berkembangnya dunia ketekniksipilan menuntut mahasiswa
teknik sipil untuk terus bersaing sehingga menghasilkan karya yang kreatif dan
inovatif. Hal ini mendorong mahasiswa untuk mendalami bidang teknik
sipil.Bukan hanya teori, tetapi juga praktek dan penerapan dari ilmu tersebut.
Kegiatan praktikum pun menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mampu
menerapkan teori yang telah diberikan di dalam kuliah. Melalui kegiatan ini
diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mendalami materi perkuliahan
yang ada.
Oleh karena itu untuk melengkapi pengetahuan yang dimaksud perlu
ditunjang dengan pelaksanaan pengujian baik itu di lapangan Maupun di
laboratorium dengan teliti seingga penyajian data-data pengujiannya akurat
serta dapat digunakan untuk perencanaan campuran bahan yang teliti dan dapat
mengurangi kebutuhan perencanaan yang berlebihan ditinjau dari segi
ekonomis.
Pengujian uji dan bahan di lapangan maupun di laboratorium bagi
kelompok I (satu) Program Studi D-III Teknik Sipil, Program Pendidikan
Vokasi, Universitas Halu Oleo adalah untuk melengkapi pengetahuan dasar
tentang uji bahan yang selama ini diperoleh dibangku perkuliahan dengan cara
praktikum langsung.

1
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan praktikum yang dilakukan oleh kelompok I (satu)
adalah praktikum di lapangan dan di laboratorium yang tentunya bersifat
pengetahuan dasar yang meiputi pengenalan alat-alat uji, jenis uji, praktek
pengujian, perhitungan dan pelaporan hasil uji serta konsultasi atau dianaliasi
pelaporannya. Ini tentunya dibimbing oleh para asisten dan teknisi
laboratorium Teknik Sipil Universitas Halu Oleo. Pelaksanaan “Praktikum
Laboratorium Uji Bahan” ini meliputi berbagai jenis kegiatan yang harus
dilaksanakan, antara lain:
1. Pemeriksaan kadar air dalam agregat (pasir dan batu pecah).
2. Pemeriksaan kandungan lumpur dalam pasir dan batu pecah.
3. Pemeriksaan berat jenis agregat dan penyerapan air dalam agregat.
4. Pemeriksaan berat isi agregat dan semen.
5. Pemeriksaan gradasi pasir dan batu pecah.
6. Perencanaan campuran beton (mix design).
7. Pencampuran beton.
8. Pengujian slump.
9. Pembukaan cetakan.
10. Pemeliharaan beton.
11. Pengujian kuat tekan dan kuat lentur beton.
C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Kegiatan ini dimaksud agar para mahasiswa yang akan mengikuti praktek
di Laboratorium Uji Bahan akan lebih mengetahui bagaimana cara melakukan
pengujian di lapangan maupun di laboratorium sebagai kontrol mutu dari pada
suatu bahan yang digunakan pada bangunan sipil.

2. Tujuan
Praktikum uji bahan bertujuan membantu mahasiswa memberikan
pengetahuan kepada Mahasiswa Program Studi D-III Teknik Sipil Universitas

2
Halu Oleo tentang penggunaan alat-alat laboratorium uji bahan dengan teliti
dan benar sehingga kelak para peserta dapat mengujinya.
D. Metodologi Praktikum
Metodologi praktikum yang digunakan adalah metode persiapan peralatan
yang akan digunakan didalam melakukan praktikum yang disesuaikan dengan
buku standar paduan yang ada. Pengujian dilakukan dengan mengikuti
prosedur standar pengujian baik di laboratorium maupun di lapangan.
Perhitungan dan penggambaran yang diambil dari data hasil pengujian
berpedoman Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar-standar yang
resmi. Studi kepustakaan baik yang ada di buku paduan dan perpustakaan
kampus Program Pendidikan Vokasi Universitas Halu Oleo maupun yang ada
pada Laboratorium Teknik Sipil.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. SEMEN
1. Teori Umum Semen
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu
kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan
perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang
kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang
memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara
membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang
inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran
batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar
menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur
(CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur
tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker
kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan
Portland
Semen adalah bahan pengikat semen yang bersifat hidrolis, artinya bahwa
ikatan antara semen dan agregat pada semen dan agregat pada beton ditentukan
oleh adanya air.Syarat-syarat mutu beton bertulang maupun beton pengguna
biasa dicantumkan dalam SI-13 Tahun 1997.
2. Bahan Dasar Pembuat Semen
Bahan untuk pembuatan semen terutama adalah kapur (tanah napal) dan
tanah liat (lempung).Perbandingan antara kapur dan lempung berganti-ganti
antara 60%-66% kapur dan 20%-35% tanah liat.Bahan-bahan dasar semen
Portlan yaitu kapur tohor (CaO), silicon dioksida (SiO2), aluminium oksida
(Al2O3) dan besi dioksida (Fe2O3).

4
Syarat komposisi bahan dasar semen Portlan sering dinyatakan dalam
rumus perbandingan persentase berat CaO dan berat SiO2Al2O3 + Fe2O3 yang
dinamakan Modulus Hidrolis (M) dengan rumus:
𝐶𝑎𝑂
M = 𝑆𝑖𝑂₂𝐴𝑙₂𝑂₃+𝐹𝑒₂𝑂₃ pers 2.1

Dan Modulus Silikat (S) adalah perbandingan 𝑆𝑖𝑂₂ dengan persentase


𝐴𝑙₂ + 𝐹𝑒₂𝑂₃, dinyatakan dengan rumus:
𝑆𝑖𝑂₂
S= pers 2.2
𝐴𝑙₂+𝐹𝑒₂𝑂₃
Untuk dapat menyusun yang baik maka modulus hidrolis harus terletak
anatara 1,7 dan 2,2 sementara modulus silikat antara 1,3 dan 3,0.
3. Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen dapat dilakukan dengan proses kering dan proses
basah. Proses basah sekarang ini lebih banyak digunakan karena lebh mudah
menjamin reaksi antara bahan dasar dengan lebih baik.
4. Proses Pengikat dan Pengerasan
Bila semen berhubungan langsung dengan air maka akan terjadi proses
pengikat (hardening). Waktu pengikatan adalah waktu yang diperlukan antara
saat pencampuran semen dengan air hingga semen akan cukup kental. Proses
perkerasan terjadi pada saat semen berhubungan dengan air dan seterusnya.
Hal yang sangat menentukan dalam proses ini adalah kehalusan semen,
kebersihan air dan suhu sekelilingnya. Untuk hidrasi normal semen biasa
diperlukan air sekitar 20% berat semen tersebut.
5. Jenis-jenis Portlan Semen
Dalam penggunaannya semen harus disesuaikan dengan tujuan
penggunaannya dan lingkungan penggunaannya sehingga diperlukan jenis
semen yang berbeda-beda. Berikut ini ada beberapa jenis semen yang beredar
di pasaran:
a. Semen Portland tahan sulfat tersusun dari bahan dasar yang
mempunyai modulus silikat yang cukup tinggi sehingga dapat
mengikat sulfat.

5
b. Semen Portland penambah plastisitas, pada jenis semen ini diberi
campuran vimbas alcohol sebanyak 0,1% - 0,5% dari berat semen.
Bahan ini berfungsi memperbesar serapan air pada bahan klorida yang
mengendap sehingga menambah plastisitas adukan.
c. Semen Portland yang tahan lembab, pada semen jenis ini ditambahkan
sabun nafta sebanyak 0,1% – 0,2% dari besar semen. Dengan
penambahan bahan ini maka permukaan bentuk semen terbentuk
selaput tanah air yang akan mengurangi sifat hydroscopic semen.
d. Semen Portland yang dapat mengeras dengan cepat, sifat ini dapat
diperoleh dengan usaha antara lain : penambahan lebih banyak gips
pada kliner dengan lebih halus, kadar CaO yang cukup tinggi.
e. Semen Portland putih dan pewarna, semen putih diperoleh dari
penggilingan kliner putih dan mmineral berwarna.
6. Jenis-jenis semen Portland:
a. Semen Portland Jenis I, semen Portland dengan sifat pengerasan yang
cepat dan perkembangan keteguhan yang baik. Digunakan untuk
pekerjaan yang membutuhkan perkerasan yang cepat.
b. Semen Portlan Jenis II, semen Portland dengan sifat pengerasan dan
perkembangan keteguhan kurang baik disbanding dengan jenis I,
digunakan untuk semua tujuan pekerjaan yang tidak mempunyai
syarat-syarat khusus.
c. Semen Portland Jenis III, dengan sifat perkerasan dan perkembangan
keteguhan lambat, digunakan untuk konstruksi yang tidak menahan
beben yang berat dan tidak terlalu penting (non-konstruksi).

6
B. BETON
1. Teori Umum Beton
Beton adalah bahan bangunan buatan (artificial stone material) yang
terjadi sebagai hasil pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu
pasir, batu, batu pecah, atau semacam lainnya, dengan menambahkan
secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna
keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton
berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan
fungsi dari banyak factor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu
bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing,
temperature, dan kondisi perawatan pengerasannya.
Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) tahun 1971 NI / 2,
kelas beton dibagi menjadi tiga bagian dengan masing-masing mutu sesuai
dengan tujuan penggunaannya, yaitu :
1. Beton mutu rendah (beton nonstructural).
2. Beton mutu menengah, digunakan untuk structural.
3. Beton mutu tinggi, digunakan untuk konstruksi khusus.
Beton yang baik ialah beton yang dapat menahan beban yang diberikan
padanya. Adapun syarat beton yang baik ialah :
1. Kedap air (water tight)
2. Awet dan tahan lama (durable)
3. Tidak retak-retak (no cracking)
4. Tidak banyak mengalami penyusutan
5. Tidak mempunyai karang beton (honey combing)
6. Tidak lapuk (efflorescence)
7. Tidak pecah-pecah (spalling)
8. Permukaan tahan terhadap pengausan (abrasion)
Kebaikan beton adalah :
1. Harga relatif murah.
2. Kuat tekan tinggi.
3. Tidak mudah lapuk dan berkarat.

7
4. Mudah dibentuk dalam cetakan.
5. Fresh concrete mudah dibawa dan dicor.
6. Fresh concrete dapat disemprotkan di permukaan beton lama yang
retak.
7. Fresh concrete dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk
dituangkan pada tempat yang posisinya sulit.
8. Tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya perawatan relatif
murah.
Keburukan beton :
1. Kuat tarik lemah.
2. Fresh concrete mengerut saat pengeringan dan beton keras
mengembang bila basah.
3. Beton keras mudah mengembang dan menyusut bila terjadi
perubahan suhu.
4. Tidak kedap air.
5. Getas atau tidak daktail.

Untuk mencapai sifat-sifat tersebut diperlukan pengetahuan tentang :


1. Sifat bahancampuran untuk beton secara prinsip-prinsip perencanaan
campuran.
2. Perkiraan-perkiraan yang dapat dipercaya mengenai kondisi-kondisi
lapangan juga harga bahan.
3. Kualitas dari campuran beton.
4. Perhitungan proporsi dan penimbangan bahan (air, semen, dan
agregat).
5. Penggunaan banyaknya air untuk campuran beton.
6. Perawatan secara kontinyu.
7. Cara-cara pengangkutan beton awal, pengecoran dan pemadatannya.
8. Pengawasan dan pemeriksaan.

8
Hal-hal mengenai pengawasan dan pemeriksaan tidak boleh diabaikan,
karena dalam pembuatan beton yang baik memerlukan perlakuan yang teliti
didalam pelaksanaannya.
2. Bahan-Bahan Campuran Beton
a. Semen
Semen yang umum atau biasa digunakan adalah semen portland
(portland cement). Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan
dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat
kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.
Semen Portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak
dipakai dalam pembangunan fisik. Fungsi semen ialah untuk merekatkan
butiran-butiran agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan padat.
Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat.
Sifat-sifat fisik semen portland :
1. Kehalusan butir
Cara yang paling sederhana untuk menentukan kehalusan butir
semen adalah dengan pengayakan.Menurut SII 0013-81, paling sedikit
90% berat semen harus dapat lewat ayakan lubang 0,09mm. Reaksi
antara semen dan air dimulai dari permukaan butir-butir semen,
sehingga semakin luas permukaan butir semen, semakin cepat proses
hidrasinya.
2. Berat Jenis dan Berat Isi
Berat jenis = 3, 10 – 3, 30.
Berat isi tergantung dari cara pengisian semen dan takaran. Jika
cara pengisian gembur (los), berat isinya rendah, yaitu antara 1, 1
kg/liter. Jika pengisiannya dipadatkan, berat isinya dapat mencapai 1,
5 kg/liter.
3. Waktu Pengerasan Semen
Dilakukan dengan menentukan waktu pengikatan awal (initial
setting) dan waktu pengikatan akhir (final setting).Untuk mengukur
waktu pengikatan biasanya digunakan alat vicat.

9
4. Kekekalan Bentuk
Yang dimaksud kekekalan bentuk adalah sifat dari bubur semen
yang telah mengeras, dimana bila adukan semen dibuat suatu bentuk,
bentuk itu tidak berubah.Apabila benda menunjukkan cacat (retak,
melengkung, membesar, menyusut), berarti semen itu tidak baik atau
tidak memiliki sifat tetap bentuk.
5. Pengaruh Suhu
Proses pengerasan sangat dipengaruhi oleh suhu udara
disekitarnya. Pada suhu kurang dari 15° C, pengerasan semen akan
berjalan lambat. Semakin tinggi suhu udara disekitarnya, maka
semakin cepat semen mengeras.
b. Agregat
Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam
menentukan besarnya.Agregat untuk beton adalah butiran mineral keras yang
bentuknya mendekati bulat dengan ukuran butiran antara 0,063 mm — 150
mm. Agregat menurut asalnya dapat dibagi dua yaitu agregat alami yang
diperoleh dari sungai dan agregat buatan yang diperoleh dari batu pecah.
Dalam hal ini, agregat yang digunakan adalah agregat alami yang berupa
coarse agregat (kerikil ), coarse sand ( pasir kasar ), dan fine sand ( pasir
halus ). Dalam campuran beton, agregat merupakan bahan penguat
(strengter) dan pengisi (filler), dan menempati 60% — 75% dari volume total
beton.
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar (adukan) dan beton. Dapat juga
didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai bahan pengisi atau
pengkurus, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu
massa yang keras, padat, bersatu, yang disebut adukan beton. Persyaratan
agregat yaitu :
1. Keras dengan sudut yang tajam.
2. Tidak mudah kena pengaruh perubahan cuaca.
3. Variasi besar butir.

10
1. Agregat Kasar
Agregat kasar (Coarse Aggregate) biasa juga disebut kerikil sebagai
hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran antara 4,76 mm —
 150 mm.. Ketentuan agregat kasar antara lain:
 Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak
berpori. Aggregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat dipakai
jika jumlah butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% berat agregat
seluruhnya.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam
berat keringnya. Bila melampaui harus dicuci.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak
beton, seperti zat yang relatif alkali.
 Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batu
pecah.
 Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji
Rudeloff dengan beban uji 20 ton.
 Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga
maksimum 5%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate
antara 6–7,5.
Jenis agregat kasar yang umum adalah:
 Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah
alami yang digali.
 Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari
pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.
 Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan.

11
 Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Agregat kasar
yang diklasifikasi disini misalnya baja pecah, barit, magnatit dan
limonit.
2. Agregat Halus
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil
desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang
dihasilkan oleh alat pemecah batu. Agregat ini berukuran 0,063 mm — 4,76
mm yang meliputi pasir kasar (Coarse Sand) dan pasir halus (Fine Sand).
Untuk beton penahan radiasi, serbuk baja halus dan serbuk besi pecah
digunakan sebagai agregat halus. Menurut PBI, agregat halus memenuhi
syarat:
 Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan
bersifat kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan
temperatur, seperti terik matahari hujan, dan lain-lain.
 Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat
kering, apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat
halus harus dicuci bila ingin dipakai untuk campuran beton atau bisa
juga digunakan langsung tetapi kekuatan beton berkurang 5 %.
 Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organik (zat hidup)
terlalu banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
ABRAMS-HARDER dengan larutan NaOH 3%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Fine Sand antara 2,2–
3,2.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Sand antara
3,2–4,5.
 Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam
besarnya.
Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan tersebut juga dapat
dipakai, asal saja kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari
tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama, tetapi dicuci
terlebih dahulu dalam larutan NaOH 3% yang kemudian dicuci bersih

12
dengan air pada umur yang sama.Agregat halus harus terdiri dari butiran
yang beranekaragam dan apabila diayak dengan ayakan susunan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%
 Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
 Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.
Klasifikasi agregat :
1. Ditinjau dari asalnya
 Agregat alam. Pada umumnya menggunakan bahan baku batu alam
atau hasil penghancurannya.
 Kerikil dan pasir alam. Biasanya bercampur dengan bahan organik,
sehingga bersifat tidak kekal.
 Agregat batu pecah/batuan alam yang dipecah. Membutuhkan lebih
banyak air dan semen, sehingga daya tekan tinggi dan daya lekat ke
permukaan lebih luas.
 Agregat batu apung. Merupakan agregat almiah yang ringan dan
umum digunakan.
 Agregat buatan. Adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan
penggunaan khusus, atau karena kekurangan agregat batuan alam.
 Klinker & breeze.
 Agregat yang berasal dari bahan-bahan yang mengembang.
 Coke breeze.
 Hydite, Lelite
2. Ditinjau dari berat jenisnya.
 Agregat ringan, yaitu agregat yang memiliki berat jenis kurang dari
2, 0 dan biasanya untuk beton non struktural.
 Agregat normal, yaitu agregat yang memiliki berat jenis antara 2, 5
sampai 2, 7, biasanya berasal dari batuan granit, basalt, kuarsa, dsb.
Memiliki kuat desak antara 15 – 40 Mpa.
 Agregat berat memiliki berat jenis lebih dari 2, 8.

13
3. Ditinjau dari bentuknya
 Bulat/bulat telur. Contoh : pasir sungai/pantai dengan rongga udara
sebanyak 33 %, kurang baik karena punya sedikit pasta dan ikatan
lemah.
 Bersudut. Contoh : semua jenis batuan pecah, memerlukan banyak
pasta semen sehingga ikatan kuat dan sangat cocok untuk beton
bermutu tinggi dan perkerasan jalan raya.
 Pipih. Contoh : batuan berlapis.
 Memanjang/lonjong.
4. Ditinjau dari besar butirannya.
 Agregat halus. Adalah agregat dengan ukuran butiran antara 0,155
mm dan 5 mm.
 Agregat kasar. Adalah agregat dengan ukuran butiran antara 5 mm
dan 40 mm.
 Batu. Adalah agregat yang besar butirannya lebih besar dari 40
mm.
Sifat-sifat agregat :
1. Penyerapan air dalam agregat
Jika agregat dalam keadaan jenuh keirng muka ditimbang, lalu
dipanaskan dalam oven dengan suhu 105º C sampai berat tetap.
2. Kadar air dalam agregat
Kadar air dapat dibedakan atas beberapa hal berikut
 Keadaan kering oven atau kering tungku.
 Kering udara.
 Jenuh keirng muka
 Basah, pada keadaan ini butir-butir agregat mengandung banyak
air.

14
3. Reaksi alkali silika.
Reaksi alkali silika atau terkenal dengan reaksi alkali agregat,
merupakan reaksi antara kandungan silika aktif dalam agregat dengan alkali
dalam semen portland.
Zat-zat yang berpengaruh buruk pada beton.
Dilihat dari bahan-bahan yang berpengaruh buruk pada
beton, bahan itu dapat dibedakan menjadi tiga :
 Bahan yang terdapat dalam agregat seperti munculnya
humus.
 Tanah liat, lumpur dan debu yang sangat bagus.
 Garam klorida dan sulfat.

3. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya
paling murah.Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi
bahan pelumas antara butiran-butiran agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan.
Fungsi air adalah sebagai perangsang terjadinya hidrasi.Yaitu reaksi kimia
antara air dan semen sehingga pasta semen dapat menjadi keras setelah
beberapa waktu. Tetapi harus pula diingat bahwa pemberian air yang terlalu
banyak akan menyebabkan berkurangnya kekuatan beton. Proses hidrasi akan
berlangsung baik apabila air yang dipakai adalah air tawar murni. Dalam hal
ini air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara membasahi beton
yang telah jadi serta air digunakan untuk membersihkan acuan.
Adapun syarat air yang baik adalah sebagai berikut :
 Tidak mengandung lumpur > 2 gram/liter.
 Tidak mengandung garam > 15 gram/liter.
 Tidak mengandung klorida > 0,5 gram/liter.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. PEMERIKSAAN ANALISA SARINGAN AGREGAT

1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)
agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan.

2. Peralatan dan Bahan


a. Peralatan :
1. Timbangan / neraca dengan ketelitian 0,2% dari benda uji.
2. Satu set saringan dengan ukuran 1,5” ; 1” ; ¾” , 3/8” ; No. 4 ; No. 8 ;
No. 30 ; No. 50 ; No. 100 ; No. 200.
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai (110  5)0C.
4. Alat pemisah contoh.
5. Mesin pengguncang saringan.
6. Talam.
7. Kuas, sikat kuningan, sendok dan lain-lain.
b. Bahan :
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak
1. Agregat halus :
Ukuran maksimum No. 4 ; berat minimum 500 gram.
Ukuran maksimum No. 8 ; berat minimum 100 gram.
2. Agregat kasar
Ukuran maksimum 3,5” ; berat minimum 35 kg.
Ukuran maksimum 3” ; berat minimum 30 kg.
Ukuran maksimum 2,5” ; berat minimum 25 kg.
Ukuran maksimum 2” ; berat minimum 20 kg.
Ukuran maksimum 1,5” ; berat minimum 15 kg.
Ukuran maksimum 1” ; berat minimum 10 kg.

16
Ukuran maksimum 3/4” ; berat minimum 5 kg.
Ukuran maksimum 1/2” ; berat minimum 2,5 kg.
Ukuran maksimum 3/8” ; berat minimum 1 kg.
Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan kasar, agregat
tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No. 4, selanjutnya
agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum
diatas. Benda uji disiapkan sesuai dengan PB – 0208 – 76 kecuali apabila
butiran yang melalui saringan No. 200 tidak perlu diketahui jumlahnya dan
bila syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.
3. Prosedur Pelaksanaan
1. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110  5)0C, sampai
berat tetap.
2. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan diatas. Saringan diguncang dengan tangan atau dengan
mesin pengguncang selama  15 menit.
4. Perhitungan
Hitunglah persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.

𝑊3
Persentase Berat Benda Uji Yang Tertahan = 𝑊 X 100% pers 3.1

Dimana :

W3 = Berat benda uji

W = Berat total
5. Pelaporan
Laporan meliputi :
a. Jumlah prosentase melalui masing-masing saringan atau jumlah prosentase
di atas masing-masing saringan dalam bilangan bulat.
b. Grafik akumulatif.
6. Data Hasil Pemeriksaan
Data hasil pemeriksaan terlampir.

17
B. PEMERIKSAAN BERAT ISI AGGREGAT
1. Tujuan
Secara umum pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat isi agregat
halus, kasar maupun campuran.Berat isi adalah perbandingan berat dan isi.

2. Peralatan dan Bahan


a. Peralatan
1. Timbangan yang memiliki ketelitian 0,1% berat contoh,
2. Talang yang berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh
agregat,
3. Tongkat pemadat diameter 15mm panjang 60cm yang ujungnya bulat,
4. Mistar perata (Straight Edge),
5. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang.
b. Bahan
Sebagai benda uji dapat digunakan agregat kasar, halus dan campuran.

3. Prosedur Percobaan
a. Persiapan benda uji
Masukkan contoh agregat kedalam talang sekurang-kurangnya sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar. Keringkan dalam oven dengan suhu (110 ±
5)ºC sampai berat tetap, baru kemudian digunakan sebagai benda uji.
b. Pelaksanaan pemeriksaan
1. Berat isi lepas :
 Timbang dan catat berat wadah uji (W1),
 Masukkan benda uji kedalam wadah, lakukan hal ini dengan hati-
hati agar tidak terjadi pemisahan butir, untuk ini dapat digunakan
sendok atau skop dengan ketinggian jatuh maksimum 5cm.
 Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata,
 Timbang berat benda ui beserta wadah (W2),
 Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1)

18
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm ( 1½’’) dengan cara
penusukan :
 Timbang dan catat berat wadah uji (W1),
 Isilah wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama tebal, setiap
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali lapisan
bawah tiap-tiap lapisan,
 Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata,
 Timbang berat benda uji beserta wadah (W2),
 Hitung berat benda ujii ( W3 = W2 – W1).
3. Berat isi padat ukuran butir antara 38,1 mm ( 1½’’) sampai 101,6 mm
(4’’) dengan cara penggoyangan :
 Timbang dan catat berat wadah uji (W1),
 Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal,
 Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah
seperti berikut:
1) Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah
salah satu sisinya kira-kira setinggi 5cm kemudian lepaskan,
2) Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan setiap lapisan
sebanyak 25 kali untuk lapisan.
 Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata,
 Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2),
 Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
4. Perhitungan
𝑊3
Berat Isi Agregat = (kg/dm³) pers 3.2
𝑉
Dimana:
V = Volume ( isi wadah ) dm³
W3 = Berat benda uji
5. Data Hasil Pemeriksaan
Data hasil pemeriksaan terlampir.

19
C. PEMERIKSAAN BERAT JENIS PENYERAPAN AGGREGAT HALUS
1. Tujuan
Secara umum praktikum ini bertujuan untuk dapat mengetahui berat jenis dan
persentasr berat air yang terkandung (dapat diserap) oleh agregat halus, dihitung
terhadap keringnya.
Secara khusus praktikum ini juga bertujuan:
a. Menentukan berat jenis agregat halus dalam keadaan jenuh air kering
oven,
b. Menentukan berat jenis agregat halus dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (SSD),
c. Menerangkan kegunaan pemeriksaan ini dalam kaitannya dengan
perhitungan rancangan susunan campuran beton,
d. Menentukan kadar air agregat halus dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (SSD),
e. Dapat menggunakan peralatan yang dipakai.
2. Peralatan dan Bahan
a. Peralatan
1. Timbangan kapasitan 1kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram,
2. Piknometer dengan kapasitas 500 ml,
3. Kerucut terpancung (cone) diameter bagian atas (40±3)mm diameter
bagian bawah ( 90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm,
4. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rat, berat (340
± 15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm,
5. Saringan no.4,
6. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 15)ºC,
7. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1ºC,
8. Bejana tempat air,
9. Pompa hampa udara (Vacum Pump) atau tungku,
10. Air suling,

20
11. Desikator.
b. Bahan
Benda uji adalah agregat yang lewat sarigan no.4 yang diperoleh
dengan menggunakan Riffle Sampler atau system perempat (Quartering),
agregat disiapkan sebanyak kira-kira 500 gram.
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Keringkan benda uji dalam ven pada suhu ( 110 ± 5)ºC sampai berat tetap.
Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama
3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang
waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air
lebih besar daripada 0,1%.
b. Dinginkan pada suhu ruang, kemudian rendam dalam air selama 24 jam,
c. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agreggat diatas talang, keringkan diudara panas dengan cara membalik-
balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering
permukaan jenuh,
d. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji
kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang pengaduk sebanyak
25 kali, angkat keruut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
e. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji kedalam piknometer. Masukkan air suling sampai
mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak
terlihat gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat
dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan
sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus
piknometer.
f. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 25ºC.
g. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas,

21
h. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai keteitian 0,1 gram
(Bt),
i. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 10)ºC
sampai berat tetap, kemudain dinginkan benda uji dalam desikator,
j. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk),
k. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 25ºC (B).
4. Perhitungan
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity)
𝐵𝑘
= (𝐵+500−𝐵𝑡) pers 3.3

b. Berat jenis permukaan jenuh (Saturated Surface Gravity)


500
= pers 3.4
(𝐵+500−𝐵𝑡)
c. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity)
𝐵𝑘
= pers 3.5
(𝐵+500−𝐵𝑡)

d. Penyerapan
(500−𝐵𝑘)
= X 100% pers 3.6
𝐵𝑘
Dimana:
Bk = Berat benda uji kering oven (gram),
B = Berat piknometer berisi air (gram),
Bt = Berat piknometer berisi benda uji + air (gram),
500= Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram).
5. Pelaporan
Hasil dilaporakan dalam bilangan decimal sampai dua angka dibelakang
koma.

22
D. PEMERIKSAANBERAT J ENIS PENYERAPAN AGGREGAT KASAR
1. Tujuan
Secara umum praktikum in bertujuan untuk dapat mengetahui berat jenis dan
persentase berat air yang terkandung (dapat diserap) oleh agregat kasar, dihitung
terhadap berat keringnya.
Secara khusus praktikum ini juga bertujuan :
a. Menentukan berat jenis agregat kasar dalam keadaan kering oven,
b. Menentukan berat jenis agregat kasar dalam keadaan jenuh kering
permukaan (SSD),
c. Menerangkan kegunaan pemeriksaan ini dalam kaitannya dengan
perhitungan rancangan susunan campuran beton,
d. Menentukan kadar air agregat kasar dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (SSD),
e. Dapat menggunakan peralatan yang dipakai.

2. Peralatan dan Bahan


a. Peralatan :
1. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (No.6 atau No.8)
dengan kapasitan kira-kira 5 kg,
2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga
permukaan air selalu tetap,
3. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat cotoh
yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang,
4. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)ºC,
5. Alat pemisah contoh,
6. Saringan No.4

23
b. Bahan :
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no.4 yang diperoleh
dengan menggunakan Riffler Sampler atau system perempat (quartering),
agregat disiapkan kira-kira 1000 gram.

3. Prosedur Pelaksanaan
a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan,
b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 105ºC sampai berat tetap,
c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam kemudian timbang
dengan keelitian 0,5 gram (Bk),
d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 jam,
e. Keluarkan benda uji dari dalam air, kemudian dilap dengan kain penyerap
sampai selaput air pada permukaan agregat hilang,
f. Dalam keadaan SSD tersebut benda uji ditimbang (Bj),
g. Letakkan benda uji didalm keranjang, goncangkan baturnya untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba).
Ukur suhu air untuk penyelesaian perhitungan kepada suhu standar (25ºC).

4. Perhitungan
a. Berat jenis kering (Bulk Spesific Grafity).
Bk
= pers 3.7
Bj  Ba

b. Berat jenis kering permukaan jenuh air (Saturaded Surface Dry).


Bk
= pers 3.8
Bj  Ba

c. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity).


Bk
= pers 3.9
Bk  Ba

24
d. Penyerapan.
Bj  Bk
=  100 % pers 3.10
Bk

di mana :
Bk = Berat benda uji kering oven (gram).
Bj = Berat benda uji kering permukaan (gram).
Ba = Berat benda uji kering permukaan di dalam air (gram).

5. Data Hasil Pemeriksaan


Data hasil pemeriksaan terlampir.

E. PEMERIKSAAN KADAR AIR AGGREGAT


1. Tujuan
Secara umum praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar air dalam
agregat. Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan berat agrefat dalam keadaan kering.
Tujuan lainnya adalah agar:
a. Menghitung prosentase kadar air dalam agregat.
b. Menerangkan prosedur pemeriksaan kadar air dalam agregat.
c. Menggunakan peralatan yang digunakan.
2. Peralatan dan Bahan
a. Peralatan
1. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram,
2. Oven pengering yang suhunya dapat diatur konstan (110±5)ºC,
3. Cawan.
b. Bahan
Berat contoh agregat minimum tergantung pada ukuran butir maksimum.
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Catat dan timbang berat container/wadah kosong (W1),
b. Masukkan benda uji kedalam container/wadah, kemudian timbang dan
catat beratnya (W2),

25
c. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1),
d. Keringkan benda uji beserta wadah dalam oven dengan suhu (110 ± 5)ºC
sampai beratnya tetap,
e. Setelah kering, timbang dan catatlah berat benda uji beserta wadah (W4),
f. Hitunglah berat benda uji kering oven (W5 = W4 – W1),
g. Hitunglah nilai kadar air agregat tersebut.
4. Perhitungan
(𝑊3−𝑊4)
Kadar Air Agregat = X 100% pers 3.11
𝑊5
Dimana:
W3 = Berat benda uji semula (gram)
W4 = Berat benda uji kering oven (gram)

5. Data Hasil Pemeriksaan


Data Hasil Pemeriksaan Terlampir.

F. PEMERIKSAAN PENENTUAN KADAR LUMPUR LEWAT SARINGAN


NO.200
1. Tujuan
Diharapkan dapat menentukan kadar lumpur yang dikandung oleh agregat
dan dapat pula untuk:
a. Menerangkan prosedur pelaksanaan penentuan kdar butir halus dari
agregat,
b. Menentukan kadar lumpur dalam agregat halus,
c. Menentukan peralatan yang diperlukan.

2. Peralatan dan Bahan


a. Peralatan :
1. Saringan No.16 dan No.200,
2. Bejana gelas dan pengaduk,
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu (110 ± 5)ºC,
4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram,

26
5. Container/wadah,
6. Penjepit,
7. Desikator.
b. Bahan
Berat contoh agregat kering minimum tergantung pada ukuran agregat
maksimum.

3. Prosedur Pelaksanaan
a. Masukkan contohh agregat kurang lebih 1,25 kali berat benda uji kedalam
cawan dan keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)ºC sampai
beratnya etap,
b. Timbang benda uji dengan berat (W1),
c. Masukkan benda uji kedalam bejana, tuangkan air bersih kedalam bejana
tersebut sehingga benda uji terendam,
d. Aduk contoh benda uji, sehingga terpisah dari bagian halus,
e. Tuangkan suspense yang keliatan keruh dengan perlahan-lahan kedalam
susunan ayakan,
f. Ulangi langkah 3,4 dan 5 diatas beberapa kali, sehingga cucian didalam
bejana keliatan jernih,
g. Bias butiran-butiran yang tertinggal di atas ayakan dan di dalam bejana.
h. Tamping butiran – butiran yang tertinggal di atas ayakan dan di dalam
bejana.
i. Keringkan butiran tersebut didalam oven dengan suhu (110 ± 5)ºC sampai
beratnya tetap,
j. Timbang dan catat beratnya (W2),
k. Lakukan percobaan ini ganda (dupo).

4. Data hasil pemeriksaan


Data hasil pemeriksaan terlampir :

27
G. PERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES
1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut
dinyatakan dengan perbandingan antara berat aus lewat saringan No.12, terhadap
berat semula dalam persen.
2. Peralatan
a. Mesin Los Angeles.
b. Mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan
diameter 71 cm (28”) panjang dalam 50 cm (20”). Silinder bertumpu pada
dua poros pendek terus menerus berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam
silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).

c. Saringan No.12 dan saringan lainnya.


d. Timbang dengan ketelitian 5 gram.
e. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,6 cm (1 7/8”) dan berat masing-
masing antara 390 gram sampai 445 gram.
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110  5)0C.
3. Bahan
a. Berat dan gradasi benda uji.
b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada (110  5)0C sampai
berat tetap.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan kedalam mesin los angeles.
Gradasi E, F dan G.
b. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring
dengan saringan No. 12. Butiran yang tertahan diatasnya dicuci bersih,

28
selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (110  5)0C sampai berat
tetap.
5. Perhitungan
AB
Keausan =  100 % Pers 3.12
A
Dimana :
A = Berat benda uji semula (gram).
B = Berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram)
6. Data Hasil Pemeriksaan
Data hasil pemeriksaan terlampir.

H. PEMERIKSAAN BERAT ISI AGGREGAT


1. Tujuan
Secara umum pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat isi aggregat
halus, kasar ataupun campuran. Berat isi adalah perbandigan berat dan isi.
2. Peralatan dan Bahan
a. Peralatan
1. Timbagan yang memiliki ketelitian 0,1 % berat contoh.
2. Talang yang berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh
aggregat.
3. Tingkat pemadat berdiameter 15 mm panjang 60 cm yang ujungnya
bulat.
4. Mistar perata (straight edge).
5. Wadah baja yang berbentuk kaku yang berbentuk silinder dengan alat
pemegang.
b. Bahan
Sebagai benda uji dapat digunakan aggregat kasar, halus dan campuran.

29
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan Benda Uji
Masukkan contoh aggregat kedalam talang sekurang – kurangnya sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar. Keringkan dalam oveb dengan suhu ( 110 ± 15)0
C sampai beratnya tetap, baru digunakan sebagai benda uji.

b. Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Berat isi lepas :
 Timbang dan catat berat wadah uji ( W1 ).
 Masukkan benda uji kedalam wadah, lakukan hal ini dengan hati –
hati agar tidak terjadi pemisahan butir, untuk ini dapat digunakan
sendok atau skop dengan ketelitian jatuh maksimum 5 cm.
 Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
 Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1 ).
2. Berat isi aggregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1 1/2 “) dengan cara
penusukan :
 Timbang dan catat berat wadah uji ( W1 ).
 Isi wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama tebal, setiap lapis
dipadatkan dengan tongkat pemadat sebantak 25 kali tusuk secara
merata. Pada pemadatan tongkat harus tepat masuksampai lapisan
bawah tiap – tiap lapisan.
 Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
 Timbang berat benda uji besarta wadah ( W2 ).
 Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1 ).
3. Berat isi aggregat ukuran butir antara 38,1 mm (1 1/2 “) sampai 101,6
mm ( 4 “) dengan cara penggoyangan :
 Timbang dan catat berat wadah uji ( W1 ).
 Isi wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama tebal.
 Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang – goyangkan wadah
seperti berikut :

30
1) Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah
salah satu sisinya kira –kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.
2) Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan setiap lapisan
sebanyak 25 kali untuk lapisan.
3) Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
4) Timbang berat benda uji besarta wadah ( W2 ).
5) Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1 ).
4. Perhitungan
𝑊3
Berat isi aggregat = ( kg/ dm3 ) Pers 3.13
𝑉
Dimana :
V = volume ( isi wadah ) dm3
W3 = berat benda uji

5. Catatan
Wadah sebelum digunakan dikalibrasi dengan cara :
a. Isi wadah dengan air sampai penuh pada suhu kamar, sehingga pada waktu
ditutp dengan lat kaca tidak terlihat gelembung udara.
b. Timbang dan catat berat wadah yang berisi air
c. Hitung berat air ( berat air sama dengan berat isi wadah ).
d. Dilampirkan dengan dua angka dibelakang koma.
6. Data Hasil Pemeriksaan
Data Hasil Pemeriksaan terlampir

I. MIX DESIGN BETON


1. Tujuan
Secara umum perencanaan campuran (mix design) ini bertujuan untuk
menentukan beberapa perbandingan dari bahan-bahan yang dapat menghasilkan
mutu beton yang diinginkan.

31
2. Perhitungan Penggambungan Agregat
Untuk perhitungan perbandingan agregat kasar dan halus,digunakan rumus :
𝐴 𝐵
Y= X Ya + X Yb pers 3.14
100 100
Dimana :
Y : Presentase gabungan antara agregat halus dan agregat kasar
Ya : Presentase kumulatif pasir yang lolos saringan
Yb : Presentase kumulatif kerikil yang lolos saringan
A&B = Presentase perbandingan pasir dan kerikil
3. Perencanaan Mix Design (Cara Doe)
a. Tentukan mutu beton yang ddirencanakan dan kemungkinan gagal (K)
b. Tentukan standar deviasi (s)
c. Hitung nilai margin
d. Hitung tegangan rata-rata
e. Tentukan type agregat yang digunakan
f. Hitung perbandingan air bebas dari tegangan rata-rata dan semen dari faktor
semen
g. Menentukan niai
h. Menentukan ukuran agregat kasar
i. Menentukan kebutuhan air bebas
j. Menghitung berat semen yang di butuhkan
k. Menghitung berat jenis agregat gabungan (% agregat halus x berat agregat
halus) + (% agregat kasar x berat agregat kasar)
l. Menghitung berat volume beton basah
m. Menghitung berat total agregat
n. Menghitung berat agregat halus
o. Menghitung berat agregat kasar
4. Cara Pencampuran
Mencampur beton dilakukan dengan mesin campur (molen,trick ready mixer)
a. Pencampuran semen,pasir dan agregat kedalam alat campuran secara
simulan

32
b. Air harus diberikan kedalam alat campuran pada waktu yang bersamaan
c. Pencampuran harus berlangsung terus sampai campuran beton seragam
konsistensinya
d. Alat campur di isikan sesuai dengan kapasitasnya
e. Alat campur harus distel dengan teliti sehingga sumbu putar wadah
pencampur dalam posisi
f. Untuk mendapatkan penampilan beton yang memuaskan,alat pencampur
harus menghasilkan beton yang seraga pada seluruh taakaran
g. Alat pencampur harus berputar pada kecepatan yang benar seperti yang
dinyatakan oleh pabrik
h. Pembersihan teratur pada setiap akhir dari siklus pencampuran beton
i. Pisau campur beton yang telah aus bengkok dan menjadi jelek akan
mengurangi efisiensi serta harus segera di ganti
j. Lekatan semen di kurangi dengan cara mengoleskan minyak pada setiap
pada setiap permukaan alat campur,sebab setelah membersihkan lapis
semen bisa jadi lekatan dan keras pada bagian hidung dari hooper pengisi
sehingga harus sering kali di antisipasi

J. PEMERIKSAAN SLUMP BETON


1. Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan nilai slump dari beton.Nilai
slump ini merupakan ukuran kekentalan beton segar.
2. Peralatan dan Bahan
a. Peralatan
1. Cetakan berupa kerucut terpancung dengan diameter bagian bawah 20
cm, bagian atas 10 cm dan tinggi 30 cm.Bagian bawah dan atas cetakan
terbuka
2. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm,panjang 60 cm,ujung
dibulatkan dan sebaiknya dibuat dari baja tahan karat
3. Plat logam dengan permukaan yang kokoh,rata dan kedap air
4. Sendok cekung.

33
b. Bahan
Contoh beton muda sebanyak – banyaknya sama dengan isi cetakan.
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Cetakan dan plat dibasahi dengan kain kasha
b. Letakkan cetakan di atas plat
c. Isilah cetakan sampai penuh dengan beton muda dalam 3 lapis,tiap lapis
berisi kira – kira 1/3 isi cetakan.Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat
pemadat sebanyak 25 tusukan secara merata.Pada saat pemadatan,tongkat
harus tepat masuk sampai lapisan pertama penusukan,bagian tepi tongkat
dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan.
d. Segera setelah selesai pemadatan,ratakan permukaan benda uji dengan
tongkat,tunggu selama setengah menit dan dalam jangka waktu ini semua
benda uji yang jatuh disekitar cetakan harus disingkirkan.
e. Kemudian cetakan diangkat perlahan – lahan dan letakkan disamping benda
uji.
f. Ukurlah slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi cetakan
dengan tinggi rata – rata benda uji.
4. Perhitungan
Nilai Slump = Tinggi Cetakan – Tinggi rata-rata benda uji pers 3.15
5. Pelaporan
Laporkan slump dalam satuan cm.
6. Hasil Pemeriksaan
Data hasil pemeriksaan terlampir.

K. PEMERIKSAAN KEKUATAN TEKAN BETON


1. Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kekuatan tekan beton
berbentuk kubus yang dibuat dan di matangkan (curing) dilaboratorium.Kekuatan
tekan beton adalah beban persatuan luas yang menyebabkan beton hancur.

34
2. Peralatan dan bahan
a. peralatan
1. Cetakan kubus, yang berukuran 15cm x 15cm x 15cm
2. Bak pengaduk beton kedap air
3. Timbangan dengan ketelitian 1,0
4. Mesin tekan, kapasitas sesuai kebutuhan
5. Satu set alat pelapis (capping)
6. Peralatan tambahan : ember, sekop, sendok, perata, talam dll
7. Satu set alat pemeriksaan kuat tekan beton
b. Bahan
1. Air bersih
2. Aggregat halus dan kasar
3. Semen portland

3. Benda uji
a. Pembuatan dan pematangan benda uji
1. Pengadukan, masukkan semen dan agregat halus ke dalam molen
kemudian diaduk sampai rata. Masukkan agregat kasar dan aduklah
sampai merata, teruskan pengadukan sabil menambahkan air pencampur
sedikit demi sedikit.
2. Isi cetakan kubus, kemudian ratakan dengan mesin penggetar, setelah itu
biarkan beton dalam cetakan kubus selama 24 jam
3. Setelah berumur 24 jam, beton lalu dikeluarkan dari cetakan kubus
4. Rendam beton tadi kedalam bak perendam selama jangka waktu yang
telah ditentukan.
b. Persiapan pengujian
1. Keluarkan beton/benda uji dari dalam bak perendam, kemudian
bersihkan dari kotoran yang menempel dengan kain lembab
2. Timbang berat beton tersebut
3. Benda uji siap untuk ditest

35
4. Prosedur pelaksanaan
1. Letakkan benda uji pada mesin tekan secara centris
2. Jalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar
antara 2 sampai 4 kg/cm2
3. Lakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan catatlah angka
maksimum yang tertera pada mesin kuat tekan beton yang menunjukkan
daya tahan benda uji tersebut
4. Gambar bentuk pecah dan catatlah keadaan akhir benda uji.
5. Perhitungan
P
Kuat tekan beton = (Kg/cm2) pers 3.16
𝐴
Dimana :
P = Beban maksimum (Kg)
A = Luas penampang benda uji (cm2)

6. Pelaporan
a. Untuk benda uji berbentuk kubus ukuran sisi 15 x 15 x 15 cm, cetakan diisi
dengan adukanbeton dalam 2 lapis, tiap-tiap lapis dipadatkan dengan 32 kali
tusukan dengan tongkat pemadat berdiameter 100 mm dan panjang 30 cm.
b. Benda uji berbentuk kubus tidak perlu dilapisi
c. Pemeriksaan kekuatan tekan beton biasanya pada umur 3 hari, 7 hari dan 28
hari
d. Pada setiap pemeriksaan minimum 2 buah benda uji
e. Apabila pengadukan dilakukan dengan tangan, isi bak pengaduk maksimum
7 dm3 dan pengadukan tidak boleh dilakukan untuk beton yang kental.

7. Data pemeriksaan
Data hasil pemeriksaan terlampir

36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada Laboratorium
Survey dan Pengujian Bahan Teknik Sipil, terhadap penggunaan Pasir Ex :
Pohara dan Split 1-2 Ex : Moramo pada beton K-275. Berdasarkan
pemeriksaan batu pecah ex. Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini ;
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan agregat kasar (batu pecah Moramo)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
1 Kadar Air (%) 0,05
2 Kadar Lumpur (%) 0,39
3 Berat Jenis 2,12
4 Berat Isi (gr/cm3) 1,30
5 Abrasi 37,14
Sumber : Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan agregat halus ex. Desa Pohara Kabupaten Konawe


dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini ;
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan agregat halus (Pasir Pohara)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
1 Kadar Air (%) 0,11
2 Kadar Lumpur (%) 0.97
3 Berat Jenis 2,59
4 Berat Isi (gr/cm3) 1,46
Sumber : Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan analisa saringan agregat halus ex. Desa Pohara


Kabupaten Konawe dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini ;

37
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan analisa saringan agregat halus

No Ukuran Saringan (mm) Material 2000 Gram


% kumulatif lolos
1 10 100,00
2 4,8 99,24
3 2,4 98,48
4 1,2 96,91
5 0,6 90,70
6 0,3 26,69
7 0,15 0,81
8 PAN 0,00
Sumber : Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan analisa saringan agregat kasar batu pecah ex.


Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan dapat dilihat pada tabel 4.4
berikut ini ;
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan analisa saringan agregat kasar
No Ukuran Saringan (mm) Material 2000 Gram
% kumulatif lolos
1 10 78,97
2 4,8 0,19
3 2,4 0,19
4 1,2 0,19
5 0,6 0,19
6 0,3 0,19
7 0,15 0,05
8 PAN 0,00
Sumber : Hasil Pemeriksaan

Dari hasil pemeriksaan material agregat di atas baik dari agregat halus dan
agregat kasar dengan perhitungan mix design (terlampir), dapat dilihat hasil

38
kuat tekan beton dengan mutu beton K-275 dari 3 sampel yang dibuat dengan
umur beton yang sama, yaitu 3 hari pada tabel 4.5 berikut ini ;
Tabel 4.5 Hasil kuat tekan perhitungan beton K-275
No Umur Beton (Hari) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 3 270,53
2 3 299,52
3 3 275,36
Sumber : Hasil Pemeriksaan

B. Pembahasan
Pemeriksaan material beton dilakukan terhadap agregat halus dan agregat
kasar. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan di Laboratorium Survey dan
Pengujian Bahan Teknik Sipil.
1. Persiapan Material Agregat Kasar dan Agregat Halus
Material yang digunakan sebagai sampel penelitian untuk agregat
kasar adalah batu pecah ex. Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe
Selatan, sedangkan agregat halus adalah pasir ex. Desa Pohara Kabupaten
Konawe. Material terssebut diambil sampelnya dari pengumpul material
yang ada di Kota Kendari. Material tersebut kemudian dikirim ke
Laboratorium Survey dan Pengujian Bahan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Halu Oleo, untuk dilakukan pengujian.
2. Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
a. Pemeriksaan Semen
Pada pengujian kali ini untuk pemeriksaan semen tidak dilakukan,
karena semen yang digunakan adalah semen Portland tipe 1 Tonasa yang
dimana semen tersebut sudah diuji secara teknis kualitasnya oleh
Departemen Perindustrian RI (SNI-152049-2004).
b. Pemeriksaan Air
Pengamatan yang dilakukan dalam pemeriksaan ini yakni
pengamatan secara visual terhadap air yang akan digunakan, menunjukan
sifat-sifat antara lain ; tidak berbau, tidak berwarna, jernih (tidak

39
mengandung lumpur) dan benda terapung lainnya sehingga air tersebut
dianngap memenuhi syarat.
c. Pemeriksaan Material
1. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus dan Agregat
Kasar
Berat jenis yang digunakan untuk pembuatan beton adalah bulk
specific gravity pada keadaan SSD (saturated surface dry). Agregat yang
nilai berat jenisnya antara 2,5 s/d 3,2 gr/cm3 akan menghasilkan beton
berberat jenis tinggi. Apabila berberat jenis tinggi, maka beton yang
dihasilkan memiliki kuat tekan yang tinggi pula.
Pemeriksaan yang dilakukan pada benda uji, kemudian di rata-rata
pada kondisi kering permukaan didapat berat jenis pasir ex. Desa Pohara
Kabupaten Konawe 2,59 gr/cm3. Sedangkan untuk pemeriksaan berat
jenis batu pecah ex. Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan 22
gr/cm3. Sehingga material tersebut memenuhi syarat dan layak digunakan
sebagai bahan penyusun campuran beton.
2. Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus dan Agregat Kasar
Apabila kita mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), untuk
analisa saringan lolos No. 200, agregat kasar ≤ 1% sedangkan agregat
halus ≤ 5% dan adapun hasil dari penelitian tersebut, analisa saringan No.
200 agregat halus senilai 0,97 % dan untuk analisa saringan No. 200
agregat kasar senilai 0.39 %. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar lumpur
dari kedua material baik agregat kasar dari Moramo maupun agregat
halus yang berasal dari Pohara sesuai yang ditentukan dalam SNI.
3. Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus dan Agregat Kasar
Pemeriksaan kadar air dari agregat kasar dan agregat halus yang
telah diuji mendapatkan nilai sebesar 0,11 % untuk agregat kasar, dan
0,05 % untuk agregat halus. Dan nilai ini memenuhi standar spesifikasi
kadar air. Dengan demikian perhitungan campuran adukan beton perlu
menambah ataupun mengurangi jumlah air ke dalam campuran. Kadar air
pada agregat perlu diketahui untuk menghitung jumlah air yang perlu

40
dalam campuran adukna beton sesuai nilai fas. Selain kadar air
mempengaruhi pengembangan agregat halus. Agregat halus berbutir
halus mengalami pengembangan volume yang lebih besar daripada
agregat halus berbutir kasar.
4. Pemeriksaan Berat Isi/ Volume Agregat Halus dan Agregat Kasar
Pada bercobaan berat isi agregat ini dilakukan dalam 2 percobaan
yaitu percobaan lepas dan percobaan padat memenuhi standar spesifikasi
berat isi/ volume, yaitu 1,4 gr/cm3 s/d 1,9 gr/cm3. Dari pengujian berat isi
yang telah dilakukan di Laboratorium Survey dan Pengujian Bahan
Teknik Sipil, hasil pengujian tersebut memperoleh nilai berat isi agregat
halus sebesar 1,46 gr/cm3 dan 1,30 gr/cm3 untuk agregat kasar. Porositas
atau kepadatan mempengaruhi daya lekat antara agregat dan pasta semen.
Dengan demikian agregat kasar ini dapat digunakan dalam pembuatan
betin, karena kepadatan agregat menyebabkan volume pori beton kecil
dan kekuatan beton akan bertambah.
5. Pemeriksaan Analisa Saringan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Dalam pengujian analisa saringan dari 2000 gram sampel yang
dimasukkan ke dalam saringan telah didapat nilai persentase setiap
susunan saringan, seperti yang bisa dilihat pada tabel 4.3 untuk agregat
halus dan tabel 4.4 untuk agregat kasar sehingga dari nilai tersebut
diperoleh nilai gradasi saringan agregat halus yang menunjukkan berada
pada batas gradasi daerah II = pasir agak kasar.
6. Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar
Pengujian abrasi untuk agregat kasar dilakukan dengan mesin Los
Angeles dengan memasukkan 5000 gram sampel yang terbagi ke dalam 4
kelompok. Kelompok I : material lolos saringan No. 1 ½ “ (37,5 mm) dan
tertahan di No. 1” (25,4 mm) sebanyak 1250 gram sampel, kelompok II :
material lolos saringan No. 1” (25,4 mm) dan tertahan di No. ¾” (19
mm) sebanyak 1250 gram sampel, kelompok III : material lolos saringan
No. ¾” (19 mm ) dan tertahan di No. ½” (12,5 mm) sebanhyak 1250
gram sampel, dan kelompok IV : material lolos saringan No. ½” ( 12,5

41
mm) dan tertahan di No. 3/8” (9,5 mm) sebanyak 1250 gram sampel.
Setelah diuji dengan mesin Los Angeles menggunakan 12 bola baja pada
500 putaran, diperoleh berat agregat yang tertahan pada saringan No. 12
yaitu 3.142,8 gram. Maka diperoleh nilai keausan 37,14%. Spesifikasi
keausan menurut SNI yaitu 20-40% beton mutu sedang-tinggi, dan <
20% untuk beton mutu rendah.
7. Tahap Pembagian Komposisi Benda Uji
Dalam penelitian ini penguji melakukan pengujian terhadap sampe
benda uji sebanyak 3 buah untuk mutu beton K-275 dengan umur 3 hari.
8. Tahap Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji pada pengujian kali ini, benda uji yang dibuat
sebanyak 3 buah dengan kuat tekan beton rencana yakni K-275.
Pembuatan benda uji ini dilakukan dengan menggunakan metode
pancampuran manual dan sudah didesain (mix design). Adapun proses
pembuatannya adalah semen dan agregat halus diaduk hingga rata
kemudian agregat kasar dimasukkan dan diaduk hingga semua bahan
tercampur rata, kemudia tambahkan air yang sesuai dengan komposisi
berdasarkan mix design. Sebelum dimasukkan ke dalam cetakan kubus
berukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm, diambil nilai slump test dengan
menggunakan kerucut abram dan diukukr menggunakan mistar. Setelah
itu, benda uji dimasukkan ke dalam kubus hingga terisi 1/3 bagian kubus
lalu tumbuk benda uji sebanyak 25 kali, lalu tambahkan lagi benda uji
hingga kubus terisi 2/3 bagian lalu tumbuk lagi sebanyak 25 kali, lalu isi
penuh cetakan kubus lalu tumbuk lagi sebanyak 25 kali. Setelah itu,
tumbuk bagian samping cetakan kubus menggunakan palu karet agar
rongga yang tersisa dalam cetakan bisa terisi.

9. Tahap Perendaman
Setelah beton dalam cetakan sudah kering pada hari selanjutnya,
beton lalu dibuka dari cetakan lalu kemudian direndam di dalam air
selama 1 hari. 1 hari setelah direndam, beton kemudian dikeluarkan dari

42
rendaman, dan dibiarkan selama 1 hari lagi agar beton kembali
mengering.
10. Pengujian Kuat Tekan Beton
Setelah 1 hari beton dikeluarkan dari rendaman, tepatnya pada
umur 3 hari, ketiga sampel beton sudah bisa diuji kuat tekannya. Maka
dari ketiga sampel beton yang dibuat diperoleh yaitu ; sampel beton
pertama dengan berat 8003.9 gram memiliki kuat tekan sebesar 28.000
kg, kemudian sampel beton kedua dengan berat 8071.1 gram memiliki
kuat tekan sebesasr 31.000 kg, kemudian sampel beton ketiga dengan
berat 8012.9 gram memiliki kuat tekan sebesar 28.500 kg. Untuk
mendapatkan nilai kuat tekan actual, maka rata-rata dari kuat tekan ketiga
sampel beton harus dibagi dengan luas penampang sampel beton, yaitu
225 cm2, sehingga diperoleh :
28.000+31.000+28.500
Kuat Tekan Beton Aktual =
225
= 388,89 kg/cm2
Karena beton berumur 3 hari, maka kuat tekan beton aktual harus
dibagi dengan faktor konversi sesuai dengan umur beton yaitu 3 hari
untuk mendapatkan Kuat tekan yang konversi, yaitu kuat tekan yang
sebenarnya. Untuk beton umur 3 hari faktor konversinya yaitu 0,46,
sehingga diperoleh :
388,89
Kuat Tekan Konversi =
0,46
= 845,41 kg/cm2

43
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Batu pecah ex. Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan dan pasir
ex. Desa Pohara Kabupaten Konawe memiliki sifat-sifat yang sudah sesuai
dengan spesifikasi yang ada pada Standar Nasional Indonesia, sehingga
penggunaannya dalam membuat campuran beton sangatlah layak.
2. Berdasarkan ketiga sampel beton yang telah dibuat, hasil pengujian
didapatkan bahwa Kuat Tekan Beton yang didesain dengan perencanaan
beton mutu K-175 adalah sebesar 349,44 kg/cm2, dimana Kuat Tekan
Beton yang didapat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
direncanakan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena material yang
digunakan memiliki kualitas yang sangat-sangat baik.
B. Saran
Dari percobaan atau pemeriksaan yang telah dilakukan, maka ada
beberapa hal yang perlu kembali diperhatikan, yaitu:
1. Pada saat pengujian diharapkan menghindari kesalahan sekecil mungkin,
seperti pada saat penimbangan yang dilakukan harus sesuai dan pas
dengan nilai yang sudah ada dalam timbangan.
2. Sebaiknya saat praktikum semua anggota kelompok harus ikut
mempraktikkan semua jenis praktikum sesuai arahan asisten praktikum
agar mengetahui langkah dan cara pengujian keseluruhan.

44
3. Sebaiknya pada saat praktikum tidak ada prosedur pemeriksaan yang
terlewat sehingga data yang memang diperlukan bisa didapatkan semua.

45

Anda mungkin juga menyukai