Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

BAHAN SEMENTIUS DAN PENGUJIAN SEMEN

DISUSUN OLEH :
Louis Christian sihombing
2205131047

DOSEN PENGAMPU :
MUHAMMAD ARI SUBHAN HARAHAP, S.T.,M.T

TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN


JEMBATAN JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2023
Kata Pengantar

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini guna memenuhi nilai tugas
untuk mata kuliah Material Baja Kayu Komposit dengan judul, “BAHAN
SEMENTIUS DAN PENGUJIAN SEMEN’.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini tidak terlepas
dari bantuan beberapa pihak yang dengan sukarela dan tulus memberikan kritik
dan saran, sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Saya juga berterimakasih kepada Bapak Muhammad Ari Subhan Harahap,
S.T,M.T yang bersedia memberikan ilmunya dalam mata kuliah ini.
Besar harapan saya bahwa tugas makalah ini dapat diterima dan dinilai
dengan baik. Saya menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu saya berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran
karena begitu berat bagi saya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu selama proses penyusunan tugas makasih ini.

Medan, 9 April 2023


Hormat Penulis,

Louis Christian Sihombing


NIM : 2205131045

ii
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II ISI........................................................................................................3
2.1 Pengenalan Bahan.......................................................................................3
2.1.1 Pengertian Semen & Semen Portland..............................................3
2.1.2 Sifat – Sifat Semen Portland.............................................................5
2.1.3 Klasifikasi Semen Portland...............................................................9
2.1.4 Penyediaan Bahan Baku & Proses Pembuatan Semen Portland
Secara Umum
.............................................................................................................
11
2.2 Metode Pengujian Semen Portland..........................................................12
2.2.1 Pengujian Pengikatan Awal Dan Akhir Semen...............................12
2.2.2 Pengujian Kehalusan Semen Portland............................................14
2.2.3 Pengujian Berat Jenis Semen............................................................16
2.2.4 Pengujian Konsistensi Normal Semen.............................................17
2.2.5 Pengujian Kuat Tekan Mortar.........................................................20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semen merupakan komponen utama yang sangat penting dalam proses pembuatan
beton, dalam pembuatan beton semen berfungsi sebagai bahan pengikat hidraulis dari
berbagai macam agregat, semen sendiri memilik berberapa bahan baku utama antara lain
adalah batu kapur yang terdapat kalsum karbonat dan tanah lempung yang kaya akan
silika SiO2 serta aluminium oksida / zat besi (gipsum). Kementrian republik Indonesia
(kemenprin) memperkirakan bahwa total kapasitas semen nasional pada 2017 mencapai
setatus dua juta ton dari kebutuhan tujuh puluh juta ton pertahun
(Sumber,www.kemenprin.id). Pada saat ini, harga semen sangat sulit di prediksi karena
tingkat kebutuhannya sangatlah tinggi sehingga seringkali semen sulit di dapatkan dan
harganya relatif mahal, hal ini sering kali di temukan pada daerah diluar pulau jawa.
Dengan mahalnya harga semen tersebut maka harga beton akan ikut naik. Selain itu,
semen berdampak negatif terhadap lingkungan hal ini dikarnakan semen merupakan
penghasil karbon dioksida terbesar kedua setelah pembangkit listrik. I Gde Dharma
Admaja dan Eko Haryono (2014) menyebutkan bahwa secara umum industri semen di
pulau Jawa mempunyai intensitas emisi 0,77 ton CO2/ton semen yang diproduksi,
kondisi ini akan meningkat 100 juta ton CO2 pada sepuluh tahun yang akan datang.
Oleh karna itu perlu adanya suatu alternatif bahan yang dapat mengurangi atau
mengganti kadar semen tetapi tidak mengurangi fungsi semen itu sendiri, bahan alternatif
ini harus lebih murah dan juga ramah lingkungan karena pada dasarnya syarat utama
dalam kontruksi bangunan adalah mengenai kekuatan beton, keawetan dan harga yang
ekonomis. Beton sendiri merupakan campuran antara semen Portland atau semen
hidraulik lain, agregat kasar, agregat halus, dan air dengan atau tanpa bahan tambah yang
membentuk massa padat, beton terdiri atas berberapa mutu, yakni beton mutu rendah,
mutu sedang dan mutu tinggi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan mineral alam
biasa dikatakan terlengkap di dunia, dikarnakan letak geologis cukup strategis. Diantara
jenis-jenis mineral tersebut salah satunya adalah batuan granit feldspar, tidak terlepas dari
data karakteristik dan kandungan senyawa oksida pada batuan feldspar ini adalah sebagai
mineral silikat pembentuk batuan mempunyai kerangka struktur silikat yang memiliki
empat atom oksigen dalam struktur tetrahedral yaitu SiO2, adapun karakteristik struktural
4
padatan dalam mineral feldspar ini bersifat amorf, yang diartikan dimana atom-atom
tersusun secara tidak teratur. Batuan granit feldspar ini memiliki banyak kegunaan salah
satunya di Indonesia bahkan di luar negri batuan granit feldspar ini sering dikelolah
menjadi bahan utama dalam pembuatan kramik.
Penggunaan feldspar sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan beton ini
mengacu pada berberapa studi penelitian yang valid. Dalam riset Atiye Tugrul, dkk
(2014) adapun membahas berberapa aspek tentang pengaruh pergantian agregat halus
dengan menggunakan berberapa bahan, bahan-bahan yang digunakan antara lain mineral
feldspar, mica, dan tanah lempung dengan masing-masing komposisi yang dibutuhkan
sebanyak 20% dari berat agregat halus. Menurut hasil yang diperoleh Na feldspar dan K
feldspar menyebabkan peningkatan kebutuhan air yang berdampak mengurangi kuat
tekan. Dalam riset Galiska & Czarnecki (2017) adapun membahas efek dari serbuk
mineral feldspar yang berasal dari limbah industri sebagai sifat mekanik beton, yang
bertujuan mengetahui pengaruh feldspar dengan membandingkan penggantian bahan
adiktif sebesar 10-30% dengan bandingan menggunakan feldspar sebesar 40-60% masa
semen, menurut hasil yang diperoleh penggunaan 40-60% feldspar terbukti meningkatkan
kuat tekan dan tarik pada beton. Dengan hasil tersebut, akan menjadi bermanfaat apabila
mineral batuan granit feldspar yang dihasilkan

1.2 Perumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan semen portland ?

b. bagaimana sejarah semen portland ?

c. Bagaimana sifat-sifat fisis semen portland ?

d. Apa saja Klasifikasi semen Portland ?

e. Bagaimana proses pembuatan semen Portland ?

f. Apa Saja Metode-Metode Pengujian Semen ?

5
1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan semen portland

b. Mengetahui sejarah dari semen portland

c. Mengetahui sifat-sifat fisis semen portland

d. Mengetahui berbagai klasifikasi semen portland

e. Mengetahui proses pembuatan semen portland

f. Mengetahui apa saja metode untuk pengujian semen Portland

6
BAB II

ISI

2.1 PENGENALAN BAHAN

2.1.1 Pengertian Semen & Semen Portland

Semen berasal dari bahasa latin cementum yang berarti bahan perekat. Hak
paten diberikan kepada Yoseph Aspidin (1824) atas penemuannya berupa semen.
Dalam pengertian umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang mempunyai
sifat mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan
kuat. Perekat ini ditemukan pada batu kapur yang serbuknya telah digunakan
sebagai bahan adonan (mortar) dalam pembuatan bangunan lebih dari 2000 tahun
lalu di negara Italia.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara


membakar batu kapur dan tanah liat. Yoseph Aspidin yang merupakan orang
Inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu
kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi
lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi
batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai
menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland.

Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai
serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain
meliputi beton, adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan
sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton struktural
seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat
dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan
dalam segala macam adukan seperti fundasi,telapak, dam,tembok penahan,
perkerasan jalan dan sebagainya.Apa bila semen portland dicampur dengan pasir
atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu,atau
sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah
dalam.

7
Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah
atau kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air,maka terdapatlah
beton. Semen portland didefinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen
hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya.

2.1.2 Sifat – Sifat Semen Portland

Kualitas semen portland ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama dan
sifat fisika suatu massa yang dihasilkan.
a. Sifat Kimia
1. Loss On Ignition (LOI)
LOI menyatakan bagian dari zat yang akan terbebaskan sebagai gas pada saat terpanaskan atau
dibakar (temperatur tinggi). Pada bahan baku umpan kiln ini berarti semakin tinggi LOI-nya maka
makin sedikit umpan kiln yang menjadi produk clinker. Karena itu LOI bahan baku maksimal
dipersyaratkan untuk mengurangi inefisiensi proses karena adanya mineral-mineral yang dapat
diuraikan pada saat pembakaran. Komponen utama LOI adalah uap air yang berasal dari kandungan
air (moisture) dalam bahan baku (raw mix) dan gas CO2 yang akan dihasilkan dari proses kalsinasi
CaCO3.
2. Insoluble Residue (IR)
Yaitu impuiritis/zat pengotor yang tetap tinggal setelah semen tersebutdireaksikan dengan asam
klorida dan natrium karbonat. Insoluble residuedibatasi untuk mencegah tercampurnya semen
portland dengan bahanbahan alami lainnya yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
3. Modulus-modulus semen
Modulus-modulus semen digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis semen yang akan
diproduksi dan digunakan untuk menghitung perbandingan bahan baku yang digunakan.
• Hydraulic Modulus Umumnya nilai HM antara 1,7-2,3; makin tinggi nilai HM akan
menyebabkan keperluan panas untuk pembakaran makin banyak, kuat awal tinggi dan panas hidrasi
naik. Jika HM < 1,7 maka mutu semen
rendah karena kekuatan semen yang dimiliki kurang baik.
• Silica Ratio Merupakan indikator tingkat kesulitan pembakaran raw material yang
menunjukkan perbandingan antara jumlah SiO2terhadap
jumlah Fe2O3 dan Al2O3. Silika ratio yang tinngi akan menurunkan liquid fase serta meningkatkan
burnability, sebaliknya SR kecil akan mengakibatkan pembakaran clinkermudah dan pembentukan
coating dalam kiln. Umumnya SR berkisar 1,9-3,2 tetapi disarankan antara 2,3-3,7.

8
• Alumina Ratio Harga AR biasanya 1,3-1,6; nilai yang tinggi akan mengakibatkan
berkurangnya komposisi fase cair dalam clinkersehingga menyulitkan proses pembakaran. AR =
0,64 maka kedua oksida berada pada
perbandingan BM-nya sehingga hanya C4AF yang dapat terbentuk dalam clinker tanpa C3A.
Clinker ini dinamakan Ferrari Cement yang mempunyai panas hidrasi rendah.
• Lime Saturation Factor Merupakan jumlah maksimum CaO yang diperlukan untuk bereaksi
dengan oksida-oksida lain sehingga tidak terjadi
freelimedi clinker. Untuk mencapai kejenuhan CaO yang sempurna maka seluruh CaO harus
dikombinasikan sebagai C3S, seluruh oksida besi harus berkombinasi dengan jumlah yang ekivalen
dengan alumina dalam C4AF dan sisa alumina harus berkombinasi dalam C3A. Bila AM < 0.64
Bila AR
> 0.64
• Liquid Phase Fase lelehan berkisar 20-30 % dan untuk semen portland24- 26%. Jumlah
lelehan yang terbentuk tergantung dari komposisi dan
temperatur pembakaran. Pada AR 1,63 lelehan mulai terbentuk pada suhu 12800 C. Pembentukan
clinker berlangsung ketika telah mencapai temperatur sintering dan dalam fasa cair.
b. Sifat Fisika
1. Fineness (Kehalusan)

Kehalusan semen biasanya diukur dengan menggunakan luas permukaan spesifik yang ditentukan
dengan berbagai macam cara. Cara yang umm dilakukan berdasarkan permeabilitas udara yang
dikembangkan oleh blaine. Kehalusan semen mempengaruhi kecepatan hidrasi, makin halus semen
maka kecepatan hidarasi semakin meningkat dan mempercepat perkembangan kekuatan. Pengaruh
kehalusan semen terutama terhadap kuat tekan 7 hari pertama. Reaksi antara semen dan air adalah
reaksi heterogen.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap ukuran partikel semen adalah distribusi ukuran grinding
media, penggunaan grinding air, kadar gypsum,
komposisi dan struktur terak. Kehalusan partikel semen yang banyak berperan terhadap kekuatan
semen adalah ukuran sampai 30 micronsebesar 60%.
2. Soundness (Kekekalan Volume/Kekenyalan)
Soundness adalah pengembangan atau pemuaian semen yang disebabkan oleh freelime atau
magnesium. Proses hidrasi terjadi apabila semen bereaksi terhadap air yang mengakibatkan
timbulnya pengerasan pasta semen.

9
3. Setting Time (Waktu Pengikatan)
Setting time ditentukan bila pasta semen telah mengalami setting(yang telah mengental) dan
hardening (yang telah mengeras) selama beberapa jam. Pada reaksi semen C3A akan bereaksi paling
cepat menghasilkan CAH berbentuk gel dan bersifat kaku. Tetapi CAH akan bereaksi dengan
gypsum membentuk ettringite yang akan membungkus permukaan CAH dan C3A sehingga reaksi
C3A akan dihalangi dan prosessetting akan dicegah. Namun demikian lapisan ettringite tersebut
karena adanya fenomena osmosis akan pecah dan reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi, tetapi segera
pula akan terbentuk ettringite yang baru kembali, Proses ini akan menghasilkan setting time.
Semakin banyak ettringiteyang teerbentuk maka setting time akan makin panjang dan ini diperoleh
dengan adanya gypsum.
Setting pasta semen portland secara normal disebabkan oleh pembentukan struktur yang dihasilkan
oleh hidrasi mineral clinkerterutama C3S dan C3A kecepatan reaksi C3A sangat cepat dengan air.
Dikenal 2 macam setting time:
1. Initial setting time (waktu pengikatan awal) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai mulai
terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak workable.
2. Final setting time (waktu pengikatan akhir) yaitu waktu adonan mulai terjadi sampai terjadi
kekakuan penuh. Setting time awal biasanya berkisar 2-5 jam dan setting time akhir 3-6 jam.
4. Compressive Strength (Kuat Tekan)
Mengontrol kemampuan menerima beban tekan dari mortar yang akan dibuat. Faktor yang
mempengaruhi kuat tekan semen adalah :
1. Komposisi kimia (kadar C3S, C2S, C3A, C4AF) dimana kuat tekan sangat tergantung pada
distribusi keempat mineral tersebut. C3S berperan pada perkembangan kuat tekan terakhir, C4AF
berperan dalam panas hidrasi.
2. Reaktivitas mineral clinker (kondisi pembakaran kiln).
3. Distribusi alkali (kadar alkali dan SO3).
4. Panas Hidrasi
Apabila ke dalam semen ditambahkan air maka terjadilah reaksi antara komponen-komponen semen
dengan air yang dinamakan reaksi hidrasi yang akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat yang
terdiri dari kalsium silikat hidrat, calsium aluminat hidrat, calsium sulfuric aluminat hydratyang
semuanya dalam bentuk gel. Kecepatan reaksi hidrasi harus diketahui karena menentukan waktu
pengikatan awal dan pengerasan semen. Pengikatan awal harus cukup lambat agar adonan semen
dapat dihitung. Panas hidrasi yang tinggi akan mengakibatkan penguapan air selama pembentukan
pasta sehingga air tidak cukup membentuk pasta, akibatnya terjadi rongga-rongga diantara agregat,
yang menyebabkan beton kurang kuat dan retak-retak.

1
2.1.1 Klasifikasi Semen Portland
Menurut SNI 15-2049-1994 dan ASTM C-150-1998, semen Portland diklasifikasikan dalam 5 tipe
yaitu:
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang
dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas
hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland
Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan
air selama pengeringan agar
tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat“Heat of hydration”.
Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan
landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga
merupakan pertimbangan utama.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine
biasa mencapai 5000 cm2 /gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan
menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama
dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen
Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portland tipe I pada
umur 28 hari.
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen
ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar,
seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan
selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan
volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari
semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.
5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen
jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai
kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb.

2.1.2 Penyediaan Bahan Baku & Proses Pembuatan Semen Portland Secara Umum
1) Penyediaan Bahan Baku

1
Untuk membuat semen Portland ada beberapa persenyawaan yang harus terdapat dalam bahan dasar
(The Four Main Elemen), yaitu :
Oksida calcium (CaO)
Oksida Silkon (SiO2)
Oksida Alumunium (A12O3)
Oksida Besi (Fe2O3)

Untuk memenuhi bahan tersebut, PTSP menggunakan

a. Bahan Mentah utama :

- Batu Kapur
Batu Kapur ini sebagai sumber Calsium Oksida yang persentasenya terdapat dalam batu kapur
sebesar 50%. Sedangkan penggunaan tanah liat sendiri di dalam bahan baku secara keseluruhan
adalah sebanyak 80%.
- Batu Silika
Bahan ini digunakan sebagai sumber silisium Oksida dan Alumunium Oksidan dan Oksida besi.
Bahan ini mengandung 65% oksida silisium, 13% oksida alumunium dan 7% oksida besi.
Kebutuhan bahan ini dalam bahan pengolahan bahan dasar adalah + 10%
- Tanah Merah
Digunakan sebagai sumber Alumunium Oksida (29%) dan Oksida besi (10%). Kebutuhan secara
keseluruhan + 10%. Hal yang menyulitkan di dalam pemakaian bahan ini adalah kandungan air
(30%) dan batu (3%).
b. Bahan Mentah Tambahan
- Pasir Besi
untuk membuat semen Portland yang berwarna lebih gelap maka perlu ditambahkan bahan mentah
pasir besi yang didatangkan dari cilacap. Bahan ini mengandung oksida besi sekitar 83% dan
dipakai sebanyak + 2 %. Kegunaan sebagai flux dalam pembakaran dan mempengaruhi warna
semen.
- Gypsum Merupakan bahan mentah tambahan dalam industri semen yang kegunaannya
untuk meperbaiki sifat-sifat semen.
2) Proses Pembuatan Semen

Secara umum proses pembuatan semen dibedakan atas dua proses yaitu proses basah (wet process)
dan proses kering (dry process).
a. Proses Basah
1
Proses ini yaitu denga penambahan air sewaktu penggilingan bahan mentah, sehingga hasil gilingan
mentah berupa lumpur yang disebut slurry dengan kadar air sekitar 30 – 36 %.
b. Proses Kering

Proses ini dengan pengaringan bahan mentah sejalan dengan penggilingannya, sehingga hasil
gilingan bahan mentah berupa tepung/bubuk yang disebut raw mix (raw meal), dengan kadar airnya
< 1 %. Tahapan Proses. Secara umum proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 4 (empat)
tahapan, yaitu:
1. Penyediaan bahan bahan baku
2. Pengolahan bahan bahan baku
3. Pembakaran raw mix/slurry menjadi klinker
4. Penggilingan klinker dan Gypsum menjadi semen

2.2 METODE PENGUJIAN SEMEN PORTLAND

2.2.1 PENGUJIAN PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR SEMEN

2.2.2 Dasar Teori

Waktu pengikatan awal adalah waktu yang diperlukan semen dari saat mulai bereaksi dengan air
menjadi pasta semen sampai terjadi kehilangan sifat keplastisan. Metode pengujian pengikatan awal
menggunakan standar ASTM C
191. Pengujian pengikatan awal menggunakan alat vicat dengan jarum berdiameter 1 mm. Waktu
pengikatan awal semen diperoleh saat penurunan mencapai 25 mm dan setiap penurunan dicatat
suhu kamarnya (°c). Waktu pengikatan awal pada semen berkisar antara 60–120 menit. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui kapan pengikatan akhir terjadi. Waktu ikat akhir ( final setting time)
yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras/bisa menerima tekanan Alat
uang digunakan adalah Alat VICAT Final setting time beton tidak boleh lebih dari 8 jam
2.2.2.1 Tujuan

Pengujian dilakukan untuk mengetahui kapan pengikatan awal dan pengikatan akhir terjadi. Waktu
ikat awal (innitial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air sampai menjadi
pasta. Waktu ikat akhir ( final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga
beton
2.2.2.2 Alat dan Bahan

1
• Timbangan
• Termometer
• Mangkok porselin
• Cincin ebonite
• Gelas ukur 100 cc
• Alat vicat, lengkap dengan peralatan jarumnya (1 mm)
• Pelat kaca ukuran 15 cm x 15 cm x 0,5 cm
• Sendok pengaduk
• Stopwatch
• Semen
• Air
• Oli
2.2.2.3 Langkah Pengujian

1. Memeriksa dan menyiapkan alat vicat dengan jarum berdiameter 1 mm.


2. Menimbang semen seperti pada pengujian konsistensi normal dan membuat Pasta
semen dengan prosentase air sesuai nilai konsistensi normal.
3. Meletakkan cincin ebonite yang sudah berisi pasta semen pada alat vicat.
4. Melepaskan jarum vicat pada 15 menit pertama dan mencatat penurunannya.
5. Melepaskan jarum vicat pada 15 menit kedua dan mencatat penurunannya (jarak antara tiap
titik + 5 mm dan + 10 mm dari tepi cincin ebonite).
6. Waktu pengikatan awal semen diperoleh saat penurunan 25 mm, dilakukan dengan cara
membuat grafik pengikatan awal, dimana waktu penurunan (menit),sebagai sumbu x (absis) dan
besarnya penurunan (mm) dipakai sebagai sumbu y (ordinat). Waktu pengikatan akhir semen waktu
antara terbentuknya pasta semen hingga beton. Final setting time beton tidak boleh lebih dari 8 jam.
7. Mencatat penurunan saat menjatuhkan jarum pada 30 detik pertama dan mencatat suhu
kamarnya.
2.2.3 PENGUJIAN KEHALUSAN SEMEN PORTLAND
2.2.3.1 Dasar Teori

Kehalusan semen portland adalah merupakan suatu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi antara partikel semen dengan air. Dengan semakin halus butiran semen portland,
maka reaksi hidrasi semen akan semakin cepat, karena hidrasi dimulai dari permukaan butir.
2.2.3.2 Tujuan

Tujuan Instruksional Umum

1
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa akan dapat mengetahui dan memahami sifat-sifat fisik,
mekanik, dan teknologi semen portland serta pengaruhnya terhadap beton dengan benar.
Tujuan Instruksional Khusus

Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat:

a. Menentukan kehalusan semen portland dengan menggunakan saringan No. 100 dan No.
200.
b. Menjelaskan cara pelaksanaan pengujian kehalusan semen portland.
c. Mempergunakan alat pengujian dengan terampil.

2.2.3.3 Alat dan Bahan

a. Saringan No.100 dan No. 200 dan PAN sesuai menurut standart ASTM.
b. Neraca analitik kapasitas maksimum 2000 gram dengan ketelitian 0,1 %.
c. Kuas dengan ukuran tangkai dan bulu kuas yang sesuai untuk keperluan ini.
d. Semen portland sebanyak 50 gram.

2.2.3.4 Langkah pengujian

a. Memasukkan benda uji semen kedalam saringan No.100 yang terletak diatas saringan
No.200 dan dipasang PAN dibawahnya.
b. Menggoyangkan saringan ini perlahan – lahan, sehingga bagian benda uji yang tertahan
kelihatan bebas dari partikel – partikel halus ( pekerjaan ini dilakukan antara 3 – 4 menit )
c. Menutup saringan dan melepaskan PAN, mengetok saringan perlahan – lahan dengan
tangkai kuas sampai abu yang menempel terlepas dari saringan.
d. Membersihkan sisi bagian bawah saringan dengan kuas, kosongkan PAN dan
membersihkan dengan kain kemudian dipasang kembali.
e. mengambil tutup saringan dengan hati – hati, bila ada partikel kasar yang menempel
pada tutup dikembalikan pada saringan.
f. Melanjutkan penyaringan dengan menggoyang – goyangkan saringan perlahan – lahan
selama 9 menit.
g. Saringan ditutup, penyaringan dilanjutkan selama 1 menit dengan cara menggerakkan
saringan kedepan dan kebelakang dengan posisi sedikit dimiringkan.kecepatan gerakan kira – kira
150 kali per menit, setiap 25 kali gerakan putar saringan kira –kira 60°. Pekerjaan ini dilakukan
diatas kertas putih, bila ada partikel yang keluar dari saringan dan atau PAN serta

1
tertampung diatas kertas, dikembalikan kedalam saringan. Pekerjaan dihentikan setelah benda uji
tidak lebih dari 0,05 gram lewat saringan dalam waktu penyaringan selama 1 menit.
h. Benda uji yang tertahan diatas masing – masing saringan No.100 dan No.200 ditimbang,
kemudian hitung dan nyatakan dalam prosentase berat terhadap benda uji semula.

2.2.4 PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN

2.2.4.1 Dasar Teori

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang palin banyak digunakandalam dalam pekerjaan beton.
Menurut ASTM C-150,1985, semen Portlanddidefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan menggilingklingker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yamg umumnya
mengandungsatu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-
sama dengan bahan utamanya.Semen Portland memiliki penyimpangan seperti ketidak murnian dan
penyimpangan mutu yang diakibakan dari perbedaan komposisi dan lamanya penyimpanan dari
semen Portland. Salah satu pengujian yang dapatmengindikasikan kepada hal tersebut adalah
dengan pengujian berat jenis, berat jenis semen Portland pada umumnya berkisar antara
3.00 sampai 3.20 denganangka rata-rata 3.15 .Jika semen Portland memiliki berat jenis kurang dari
3.00 maka semendianggap tidak murni lagi atau tercampur dengan bahan lain, dan jika
digunakandalam pembuatan beton maka beton yang dihasilkan akan bermutu rendah danmudah
rusak, begitu pula terhadap ikatan-ikatan tidak akan sempurna.Berat jenis dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :BJ = ( W / ( V1-V2 ) ) * d1
2.2.4.2 Tujuan

Pengujian berat jenis semen portland menggunakan botol Le Chatelier. Berat jenis semen yang
disyaratkan SK SNI 15–2531–1991 berkisar antara 3.00–
3.20 t/m3. Berat jenis semen perlu diketahui karena digunakan dalam hitungan perbandingan
campuran beton.

2.2.3.3. Alat dan Bahan:

• Timbangan
• Botol Le Chatelier
• Termometer
• Cawan
• Corong kaca

1
• Kerosin bebas air
• Semen portland
• Air dengan suhu 200c

2.2.3.4. Langkah Pengujian

1. Mengisi botol Le Chatelier dengan kerosin sampai skala 1 untuk pengujian pertama dan
sampai skala 18 untuk pengujian kedua.
2. Merendam botol Le Chatelier ke dalam cawan yang berisi air dengan suhu 200C, bila
kerosin turun maka kerosin harus ditambah sampai skala tetap pada keadaan semula.
3. Setelah suhu cairan dalam botol dan air sama, tinggi permukaan cairan dibaca terhadap
skala botol (V1).
4. Memasukkan semen sebanyak 64 gram untuk skala 1 sedikit demi sedikit ke dalam botol.
Hindarkan penempelan semen pada dinding dalam botol di atas cairan, sedangkan untuk skala 18
digunakan semen sebanyak 15 g.
5. Setelah seluruh benda uji dimasukkan, botol diputar atau digoyangkan perlahan sehingga
seluruh gelembung udara keluar.
6. Setelah suhu cairan dalam botol dan air sama 200C, tinggi permukaan cairan dibaca
terhadap skala botol (V2).
7. Menghitung berat jenis semen portland.

2.2.5 PENGUJIAN KONSISTENSI NORMAL SEMEN

2.2.4.1. Dasar Teori

Konsistensi normal adalah nilai prosentase jumlah air yang dibutuhkan untuk membentuk pasta
semen pada kondisi kebasahan standar guna menunjukkan kualitas semen portland (Sandor
Popovics). Metode pengujian konsistensi normal sesuai standar ASTM C 187 dengan metode coba–
coba menggunakan sejumlah pasta semen yang dibuat dari 300 gram semen dengan prosentase air
yang berbeda– beda. Konsistensi normal pasta semen didapatkan ketika jarum alat vicat berdiameter
10 mm terjadi penurunan 10 mm di bawah permukaan asli pasta pada waktu ke 30 detik setelah
jarum dilepaskan. Dari data yang diperoleh, buat grafik prosentase air yang diperlukan sebagai absis
dan penurunan jarum sebagai ordinat. Berdasarkan grafik dapat diketahui jumlah air untuk mencapai
konsistensi normal. Konsistensi normal berkisar 22%–28% untuk semen portland yang
diperdagangkan.
2.2.4.2 Tujuan

1
Untuk mengetahui Konsistensi normal adalah nilai prosentase jumlah air yang dibutuhkan untuk
membentuk pasta semen pada kondisi kebasahan standar guna menunjukkan kualitas semen
portland (Sandor Popovics)
2.2.4.3. Alat dan Bahan:

• Timbangan
• Termometer
• Mangkok porselin
• Cincin ebonite
• Gelas ukur 100 cc
• Alat vicat, dengan peralatan jarumnya (10 mm)
• Pelat kaca ukuran 15 cm x 15 cm x 0,5 cm
• Sendok pengaduk
• Stopwatch
• Semen
• Air
• Oli
2.2.4.4. Langkah Pengujian
1. Memeriksa dan menyiapkan alat vicat dengan jarum diameter 10 mm.
2. Menyetel pembacaan alat vicat dengan menyetel jarum agar mengenai bibir atas cincin
ebonit dan strip petunjuk pada posisi 0 mm.
3. Melumasi bagian dalam cincin ebonit dan permukaan kaca dengan minyak, kemudian
meletakkan cincin di atas plat kaca tersebut dengan diameter kecil di atas dan diameter besar di
bawah.
4. Menimbang semen sebanyak 300 gram.
5. Menuangkan semen ke dalam mangkok porselin dan mencampurnya dengan sejumlah air
sebanyak x% (ditentukan sendiri) dari berat semen. Air diukur dengan gelas ukur 100 cc.
6. Mengaduk semen dan air dengan sendok pengaduk selama 3 menit sehingga diperoleh
campuran yang plastis.
7. Menuang pasta semen ke dalam cincin ebonit dan mengetuk-ketuk cincin ebonit dengan
perlahan untuk menghilangkan rongga udara yang terdapat dalam pasta semen.
8. Meratakan permukaan pasta semen terhadap permukaan cincin dengan sendok pengaduk
dan meletakkan plat kaca berikut cincin yang berisi pasta semen pada alat vicat.
9. Memasang jarum diameter 10 mm pada alat vicat dan bila ujung jarum sudah berada di
permukaan pasta semen serta posisi skala pembacaan menunjukkan angka pada posisi nol , maka
lepaskan jarum secara bebas.
10. Mencatat penurunan pada 30 detik setelah jarum dilepaskan (jarum turun menembus pasta

1
semen akibat berat sendiri, dimana berat alat vicat dan jarum = 300 gram).
11. Pengujian di atas diulang dengan prosentase sedemikian rupa sehingga diperoleh
konsistensi normal (konsistensi normal didapat pada penurunan 10 mm).
12. Melukis grafik konsistensi normal dari data yang diperoleh. Prosentase air yang diperlukan
sebagai absis dan penurunan jarum (mm) sebagai ordinat.
13. Dari grafik dapat dihitung jumlah air yang diperlukan untuk mencapai konsistensi normal.
Catat suhu kamar setiap kali melakukan pengujian.

2.2.6 PENGUJIAN KUAT TEKAN MORTAR SEMEN PORTLAND

2.2.6.1 Dasar Teori

Mortar (sering disebut juga spesi) adalah adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air.
Bahan perekatnya dapat berupa tanah liat, kapur, maupun semen portland. Bila memakai tanah liat
disebut mortar lumpur (mud mortar), bila dari kapur disebut mortar kapur, dan begitu pula bila
semen portland yang dipakai sebagai bahan perekat disebut mortar semen.
2.2.6.2 Alat dan Bahan :

• Cetakan kubus 50 x 50 x 50 mm.


• Batang pemadat.
• Gelas ukur.
• Spatula
• Timbangan
• Mesin pengaduk
• Stopwatch
• Ayakan no 8 dan no 16
• Pasir lolos saringan no 16

1
2.2.6.3 Langkah Pengujian

1. Siapkan kebutuhan bahan, yaitu semen Portland sebanyak 500 gram, dan pasir standar
seberat 1375 gram serta air suling.
2. Faktor air semen adalah 0.485 untuk semua jenis semen Portland (242,5 mL).
3. Masukan air suling kedalam tromol mesin pengaduk sebanyak 30% dari berat semen,
kemudian masukkan semen sebanyak 500 gram kedalam tromol, diamkan selama 30 detik agar
menyerap kedalam semen. Kemudian jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan 140 ± 5 rpm
selama 30 detik.
4. Masukkan pasir otawa/kwarsa kedalam tromol sebanyak 1375 gram sambal pengaduk
dijalankan dengan kecepatan 140 ± 5 rpm selama 30 detik.

5. Mesin pengaduk dihentikan selama 15 detik, selama itu dinding tomol daro pasta yang
menempel. Jalankan Kembali mesin pengaduk dengan kecepatan 285 ± 10 rpm selama 30 detik.
6. Hentikan mesin pengaduk,, segera bersihkan mortar yang menempel pada pinggir-pinggir
tromol selama 15 detik, kemudian biarkan mortar selama 75 detik.
7. Jalankan Kembali mesin pengaduk dengan kecepatan 285 ± 10 rpm selama 60 detik.
8. Mulailah pencetakan benda uji menggunakan cetakan kubus 50 x 50 x 50 mm, dengan
waktu tidak lebih dari 2 menit dan 30 detik setelah selesai pengadukan. Tempatkan lapisan mortar
setebal ½ kedalaman cetakan pada semua ruang cetakan kubus. Tumbuk mortar dalam masing –
masing ruang kubus sebanyak (4 x 8) tumbukan dalam waktu ± 10 detik. Isi lagi hingga mortar
sampai penuh lalu tumbuk Kembali mortar sebanyak (4 x 8) tumbukan.
9. Lalu ratakan mortar dengan menggunakan spatula.
10. Tempatkan benda uji dalam ruang lembab, diamkan selama (20 – 24 jam).

2
DAFTAR PUSTAKA

https://doi.org/10.1520/C0109

https://doi.org/10.1520/C0188-16

https://doi.org/10.1520/C0191-08.2 https://eprints.umm.ac.id/63780/3/BAB%20I.pdf

2
2

Anda mungkin juga menyukai