Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Perkembangan Semen ................................................ 3
2.2 Sejarah berkembangnya industri semen di Indonesia ............ 4
2.3 Alat dan Pembuatan semen ..................................................... 5
2.4 Sifat-sifat Semen.......................................................................11
2.5 Jenis-jenis semen.......................................................................14
2.6 Dampak industri semen bagi Lingkungan.................................16
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Proses pembuatan semen .......................................................... .19
3.2.1 Proses Penyiapan bahan baku ....................................... .19
3.2.2 Proses Pengolahan Bahan Baku ..................................... .20
3.2.3 Proses Pembakaran...........................................................22
3.2.4 Proses Penggilingan akhir................................................24
3.2.5 Proses pengemasan...........................................................26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perusahaan semen yang ada di Indonesia.
2. Untuk mengetahui alat yang digunakan dan bagaimana proses produksi
semen.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis semen yang biasa digunakan dalam
kontruksi.
2. BULLDOZER
Fungsi dari bulldozer :
1. membersihkan medan dari kayu-kayuan,tonggak-tonggak pohon dan batu-
batuan.
2. pembukaan jalan kerja di pegunungan maupun pada daerah yang berbatu-
batu.
3. memindahkan tanah yang jauhnya hingga 300 ft.
4. menarik scraper.
5. menghamparkan tanah irisan atau urugan
6. menimbun kembali trencher.
7. membersihkan medan.
8. pemeliharaan jalan kerja.
9. menyiapkan material-material dari soil borrow pit dan quarry pit atau
tempat pengambilan material.
10. sebagai alat gali, alat angkut dan alat dorong.
3. BACKHOE
Bagian bagian utama dari backhoe :
1. bagian atas revolving unit (bias berputar )
2. bagian bawah travel unit ( bias berjalan )
3. bagian attachment yang dapat diganti.
Backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah backhoe
itu sendiri .Backhoe dapat berfungsi sebagai alat gali yang mempunyai tingkat
kedalaman yang lebih teliti, juga dapat digunakan sebagai alat pemuat bagi truck
truck.
4. DUMP TRUCK
Banyak dipakai untuk mengangkut : tanah, batuan untuk bangunan, dll
pada jarak dekat dan sedang. Karena kecepatannya yang tinggi (kalau jalan baik),
maka dump truck memiliki kapasitas tinggi sehingga ongkos angkut per ton
material rendah. Kecuali itu juga flexible yaitu dapat digunakan untuk
mengangkut bermacam-macam barang dengan muatan yang berubah-ubah dan
tidak terlalu tergantung pada jalur jalan (bandingkan dengan lori atau belt
conveyer).
Alat ini dapat digerakkan dengan motor bensin, disel, butane atau propane.
Yang besar-besar biasanya digerakkan oleh mesin diesel. Kemiringan jalan yang
dapat dilalui maksimum hingga 35 % (efektif 17 – 18 %).
5. BELT CONVEYOR
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengengkut material baik yang
berupa “unit load” atau “bulk material” secara mendatar ataupun miring.Yang
dimaksud dengan “unit load” adalah benda yang biasanya dapat dihitung
jumlahnya satu per satu, misalnya kotak, kantong, balok dll. Sedangkan Bulk
Material adalah material yang berupa butir-butir, bubuk atau serbuk, misalnya
pasir, semen dll.
Bagian – bagian terpenting Belt conveyor adalah :
a. Belt
Fungsinya adalah untuk membawa material yang diangkut.
b. Idler
Gunanya untuk menahan atau menyangga belt.
Menurut letak dan fungsinya maka idler dibagi menjadi :
1. Idler atas yang digunakan untuk menahan belt yang bermuatan.
2. Idler penahan yaitu idler yang ditempatkan ditempat pemuatan.
3. Idler penengah yaitu yang dipakai untuk menjajaki agar belt tidak
bergeser dari jalur yang seharusnya.
4. Idler bawah Idler balik yaitu yang berguna untuk menahan belt kosong.
c. Centering Device
Untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
d. Unit Penggerak (drive units)
Pada Belt conveyor tenaga gerak dipindahkan ke belt oleh adanya gesekan
antara belt dengan “plulley” penggerak (drive pully), karena belt melekat
disekeliling pully yang diputar oleh motor.
e. Pemberat (take-ups or counter weight)
Yaitu komponen untuk mengatur tegangan belt dan untuk mencegah
terjadinya selip antara belt dengan pully penggerak, karena bertambah
panjangnya belt.
f. Bending the belt
Alat yang dipergunakan untuk melengkungkan belt adalah
- Pully terakhir atau pertengahan
- Susunan Roller-roller
- Beban dan adanya sifat kelenturan belt.
g. Pengumpan (feeder)
Adalah alat untuk pemuatan material keatas belt dengan kecepatan teratur.
h. Trippers
Adalah alat untuk menumpahkan muatan disuatu tempat tertentu.
i. Pembersih Belt (belt-cleaner)
Yaitu alat yang dipasang di bagian ujung bawah belt agar material tidak
melekat pada belt balik.
j. Skirts
Adalah semacam sekat yang dipasang dikiri kanan belt pada tempat
pemuatan (loading point) yang gterbuat dari logam atau kayun dan dapat
dipasang tegak atau miring yang gunanya untuk mencegah terjadinya
ceceran.
k. Holdback
Adalah suatu alat untuk mencegah agar Belt conveyor yang membawa
muatan keatas tidak berputar kembali kebawah jika tenaga gerak tiba-tiba
rusak atau dihentikan.
l. Kerangka (frame)
Adalah konstruksi baja yang menyangga seluruh susunan belt conveyor
dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jalannya belt yang
berada diatasnya tidak terganggu.
m. Motor Penggerak
Biasanya dipergunakan motor listrik untuk menggerakkan drive pulley.
Tenaga (HP) dari motor harus disesuaikan dengan keperluan, yaitu :
1. Menggerakkan belt kosong dan mengatasi gesekan-gesekan anatara idler
dengan komponen lain.
2. Menggerakkan muatan secara mendatar.
3. Mengankut muatan secara tegak (vertical).
4. Menggerakkan tripper dan perlengkapan lain.
5. Memberikan percepatan pada belt yang bermuatan bila sewaktu-waktu
diperlukan.
2.4 Sifat-sifat Semen
2.4.1 Sifat Fisika Semen
1. Hidrasi Semen
Hidrasi pada semen terjadi apabila ada kontak antara mineral alam dalam
semen dengan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrasi antara lain:
a. Jumlah air yang ditambahkan
b. Temperatur
c. Kehalusan semen
d. Bahan tambahan
Faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang
dalam jangka waktu tertentu akan mengalami pengerasan (setting).
2. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi (reaksi
eksotermis) jika semen dicampur dengan air.
3. Setting Time dan Hardening
Pengikatan semen terutama ditentukan oleh terlalu cepatnya reaksi antara
C3A yang terdapat dalam semen dan air.Maka, untuk mengatur waktu pengikat
perlu ditambahakan bahan penghambat untuk mencegah hidrasi, yaitu
gypsum.Setting time sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif.
Setting time akan menurun jika klinker tidak terbakar sempurna, partikel semen
halus, tingginya kandungan alumina, alkali, dan soda kaustik. Setting time akan
meningkat jika klinker dibakar pada temperatur yang sangat tinggi, partikel semen
kasar, gypsum, yang ditambahkan berlebih, tingginya kadar silica, natrium klorida
(NaCl), Barium klorida (BaCl2), Sulfida (SO3), senyawa sulfat dan air sadah.
4. False Set
False set merupakan hasil dari dehidrasi gypsum yang disebabkan karena
pemanasan berlebih. False set merupakan proses pengerasan semen yang tidak
normal apabila air ditambahkan ke dalam semen, sehingga dalam beberapa menit
kekuatan (rigidity) segera terjadi. Pengerasan ini disebabkan oleh adanya
CaSO4.1/2H2O dalam semen. Plastisitas akan diperoleh kembali jika campuran
jika campuran tersebut diaduk kembali. Pada suatu saat, meskipun tidak
mengurangi kekuatan semen, hal ini akan menimbulkan kesulitan pada waktu
proses pembuatan beton. False set ini dapat dihindari dengan mengatur temperatur
semen saat penggilingan di dalam Cement Mill agar gypsum tidak berubah
menjadi CaSO4.1/2H2O.selain itu gypsum yang digunakan harus cukup dan belum
dehidrasi.
5. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan suatu material menahan beban. Kuat tekan
ini sangat diperlukan dalam menentukan mix design dari beton untuk suatu
kontruksi tertent. Kuat tekan akan meningkat jika nilai Lime Saturation Factor
(LSF) tinggi, nilai alumina Ratio rendah, nilai Silica Ratio tinggi, kandungan SO 3
rendah, dan tingkat kehalusan semen tinggi. C3S memberikan kontribusi yang
besar terhadap perkembangan kekuatan awal, sedangkan C2S memberikan
kontribusi kekuatan semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat
tekan sampai tingkat tertentu pada umur 28 hari dan selanjutnya, pada umur
berikutnya pengaruh komponen ini makin kecil, sedangkan C4AF tidak
berpengaruh terhadap kekuatan semen.
6. Kelembaban
Selama penyimpanan atau pengangkutan, semen mudah menyerap uap air
dan karbondioksida (CO2) dari udara, sehingga akan menurunkan kualitas semen.
7. Penyusutan
Penyusutan yang terjadi pada pasta semen di dalam campuran beton
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Hidration Shrinkage
2. Drying Shrinkage
3. Carbonation Shrinkage
Diantara ketiga macam penyusutan ini, Drying Shrinkage lah yang paling
mempengaruhi dalam hal keretakan beton. Penyusustan ini terjadi karena adanya
penguapan air bebas dari pasta semen selama proses Setting time dan Hardening.
8. Daya Tahan Semen Terhadap Asam dan Sulfat
Syarat ini diperlukan hanya untuk high sulfat Cement yang dimaksudkan
untuk mengontrol kekuatan semen melaui sulfat.Daya tahan beton pada asam pada
umumnya sangat lemah, sehingga mudah terdekomposisi atau terurai oleh asam-
asam kuat seperti asam klorida (HCl), amoniak (NH3), dan asam sulfat (H2SO4).
9. Soundness
Agar beton mempunyai daya tahan yang lebih baik, semen juga harus
memiliki kelenturan yang baik. Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi
abnormal yang dapat menyebabkan beton menjadi retak. Ekspansi yang sangat
besar terjadi di dalam semen apabila kandungan free lime, magnesium oksida
(MgO), Natrium Oksida (NaO), dan Kalium Oksida (K2O) sangat tinggi atau
gypsum yang ditambahkan pada penggilingan akhir telalu banyak.
10. Kehalusan (Blaine)
Kehalusan semen merupakan salah satu syarat fisika semen, karena akan
menentukan luas permukaan partikel-partikel semen pada saat hidrasi. Semakin
halus semen, panas hidrasi, kebutuhan air per satu satuan berat semen akan
semakin tinggi, serta reaksi hidrasi akan semakin cepat.
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Di Indonesia, perusahaan semen pertama adalah PT Semen Padang yang
didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch
Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Lalu pada tanggal
5 Juli 1958 Pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan perusahaan
dari Pemerintah Belanda.
2. Alat-alat produksi semen terdiri dari unit pengolahan bahan, unit
pembakaran, unit penggilingan akhir dan unit pengisian packing.
Rangkaian peralatan semen terdiri dari traktor, bulldozer, dump truck dan
backhoe. Proses produksi semen terbagi atas dua macam yaitu proses
basah (wet process) dan proses kering (dry process). Industri semen
memiliki dampak terhadap lahan air dan udara.
3. Jenis-jenis semen yaitu, Semen Portland (Semen Abu), Semen Putih (Grey
Cement), Semen Sumur Minyak (Oil well cement), Mixed and fly ash
cement, Semen Pozolan, Semen Alumina Tinggi, Semen Silikat, Semen
Belerang dan Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel).
4.2 Saran
Adapun Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Sebaiknya penulis memperbanyak lagi materi-materi seputar industri
semen agar lebih menambah wawasan khalayak kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Antoni, M., Rossen, J., Martirena, F. and Scrivener, K., 2012. Cement substitution
by a combination of metakaolin and limestone. Cement and Concrete
Research, 42(12), pp.1579-1589..
Gutteridge, W.A. and Dalziel, J.A., 1990. Filler cement: the effect of the
secondary component on the hydration of Portland cement: part I. A fine
non-hydraulic filler. Cement and Concrete Research, 20(5), pp.778-782.
Hidayani, T. (2018) “GRAFTING POLIPROPILENA DENGAN MALEAT
ANHIDRIDA SEBAGAI PENGIKAT SILANG DENGAN INISIATOR
BENZOIL PEROKSIDA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(1), pp. 56-62. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/127.
Lerch, W., 2008. The influence of gypsum on the hydration and properties of
Portland cement pastes (No. SP-249-6).
Prabowo, H. (2018) “PENYELIDIKAN KELAYAKAN KIMIA DAN
PENYEBARAN CADANGAN PASIR BESI DAERAH TIKU
KABUPATEN AGAM UNTUK BAHAN BAKU SEMEN PADA PT.
SEMEN PADANG”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp.
39-42. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/121.
Ramalisa, Y., Febriyanti, A. and Multahadah, C. (2019) “Analysis of Non
Hierarchical Bomb for Collection of Community Health Degrees in Jambi
and Muaro Jambi City”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1),
pp. 25-34. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/167.
Ruswandi, R. (2018) “Determination of Fructose Content resulted by Inulin
Hydrolysis with DNS as Oxidizer”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 19(1), pp. 14-23. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/102
Syafei, N. (2019) “Events of corrosion phenomena on carbon steel pipes in
environment of sea water and ammonia solutions due to the presence of
sweet gas”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 86-99.
doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/178.
Sofyanita, S. and Octaria, Z. (2018) “Fenthion Compound Degradation in the
Pesticide Bayleton 500 ec in Sonolysis, Ozonolysis and Sonozolysis with
Addition of TiO2-anatase”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(2), pp. 70-79. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/153.
Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon
dioxide emissions from the global cement industry. Annual review of
energy and the environment, 26(1), pp.303-329.