Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH INDUSTRI SEMEN

Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Industri Kimia A3


Jurusan Teknik Industri

Dosen Pengampu: Syariful Maliki, ST., MT

Disusun Oleh Kelompok 2:


Sarwiyah Hasibuan (190130109)
Muhammad Rifky Alkhairi (190130101)
Muhammad Rafi (190130115)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Industri
Semen ini.
Makalah Industri semen ini diselesaikan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Industri Kimia Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas
Malikussaleh. Dalam penulisan laporan ini, penulis telah banyak mendapat
bantuan dan arahan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ir. Amri, MT sebagai Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Universitas Malikussaleh.
2. Bapak Syariful Maliki, ST.,MT selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Industri Kimia.
3. Seluruh teman-teman kelompok 2 yang ikut membagi ilmu
pengetahuannya dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.
Penulis menyadari hasil makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca guna mendapatkan kemajuan dimasa yang akan datang.

Bukit Indah, 28 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Perkembangan Semen ................................................ 3
2.2 Sejarah berkembangnya industri semen di Indonesia ............ 4
2.3 Alat dan Pembuatan semen ..................................................... 5
2.4 Sifat-sifat Semen.......................................................................11
2.5 Jenis-jenis semen.......................................................................14
2.6 Dampak industri semen bagi Lingkungan.................................16
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Proses pembuatan semen .......................................................... .19
3.2.1 Proses Penyiapan bahan baku ....................................... .19
3.2.2 Proses Pengolahan Bahan Baku ..................................... .20
3.2.3 Proses Pembakaran...........................................................22
3.2.4 Proses Penggilingan akhir................................................24
3.2.5 Proses pengemasan...........................................................26

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ................................................................................ .27
5.2 Saran ........................................................................................... .27

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan infrastruktur memegang peranan penting dalam
pembangunan nasional. Salah satu material penunjang untuk melakukan
pembangunan nasional adalah semen (cement[1]). Semen adalah komoditi yang
memanfaatkan sumber daya alam[2] berupa batu kapur[3], tanah liat, pasir besi dan
pasir silika melalui proses pembakaran pada temperatur tinggi. Secara umum
semen dapat didefinisikan sebagai perekat hidrolisis yang dihasilkan dari
penggilingan klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan bahan
tambahan berupa kalsium sulfat. Semen disebut sebagai bahan perekat hidrolisis[4]
karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi
dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat merekatkan terhadap batuan.
Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen
hidrolik dan semen non-hidrolik[5]. Semen hidrolik yaitu material yang mengeras
setelah dicampur dengan air sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran[6]
dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas
bahkan dalam air. Semen non- hidrolik adalah material seperti batu kapur dan
gypsum[7] yang harus tetap kering agar bertambah kuat dan mempunyai komponen
cair. Contoh[8] semen non-hidrolik seperti adukan semen kapur yang dibekukan
hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat dengan menyerap
karbon[9] dioksida (CO2) dari atmosfer untuk kembali membentuk kalsium
karbonat. Saat ini konstruksi semen kebanyakan adalah semen hidrolik dan
kebanyakan didasarkan pada semen Portland yang dibuat dari batu kapur, mineral
tanah liat tertentu dan gypsum dengan proses temperatur tinggi yang menghasilkan
karbon dioksida dan bercampur secara kimia menghasilkan bahan utama menjadi
senyawa[10] baru.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Apa nama perusahaan semen pertama di Indonesia?
2. Apa saja alat dan proses produksi semen?
3. Apa saja jenis-jenis semen yang biasa digunakan dalam kontruksi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perusahaan semen yang ada di Indonesia.
2. Untuk mengetahui alat yang digunakan dan bagaimana proses produksi
semen.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis semen yang biasa digunakan dalam
kontruksi.

1.4 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan makalah ini terbagi kedalam 3 bab yang
masing-masing bab terdiri atas sub-sub bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan penguraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab in berisikan Sejarah, karakteristik dan sifat-sifat semen serta jenis-jenis
semen.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisikan penguraian tentanng proses pembuatan semen.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Perkembangan Semen


Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan
piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu.
Semen yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni,
sedang kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian
bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik
tuff) yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement.
Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang
ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan
Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih
lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya,sehingga diperoleh
moltar yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan
yang disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna, dengan tidak
adanya tanah vulkanik.
Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan
yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat
antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam
pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang memberikan sifat rekat
antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil
melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air.
Dari hasil percobaannya, disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni
dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik.
Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydroulic lime).
Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika
ditambahkan juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika.
Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat
(clay) dengan batu kapur (limestone) pada perbandingan tertentu, kemudian
campuran tersebut dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).
Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali
dengan menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian
kapur dan satu bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun
1812 prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur
yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9-
40% silica). Semen yang dihasilkan disebut British cement.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara
membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan
orang Inggris pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran
batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi
lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi
batu tohor (CaO) dan karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian digiling sampai
menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan portland.(Walter H. Duda, 1976).

Gambar 2.1 Serbuk Semen

2.2 Sejarah Industri Semen Di Indonesia


Untuk sejarah industri semen dimulai oleh Perusahaan semen pertama di
Indonesia yaitu adalah perusahaan PT. Semen Padang yang mulai didirikan pada
tanggal 18 Maret 1910 dikenal dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland
Cement Maatschappij (NV NIPCM). Seiringn berjalannya waktu, kemudian pada
tanggal 5 Juli 1958 Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik
Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini, Perusahaan PT. Semen
Padang mengalami proses kebangkitan kembali dan juga melalui rehabilitasi dan
pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi produksi 330.000 ton/ tahun.
Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari
teknologi proses basah menjadi proses kering dengan kemudian mulailah
dibangunnya pabrik baru Indarung II, III, dan IV. Akhirnya Sisa-sisa pabrik
tersebut hingga kini masih ada, dan direncanakan oleh Pemda Propinsi Sumbar
agar dijadikan sebuah museum semen di Sumatera Barat.

2.3 Alat dan Bahan Baku Semen


2.3.1 Alat Produksi Semen
1. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)
a. Rotary Dryer
Fungsinya untuk mengeringkan bahan baku. Pengeringan dilakukan
dengan mengalirkan gas panas sisa pembakaran dari kiln secara
cocurrent.
b. Double Roller Chrusher
Fungsinya adalah untuk memperkecil ukuran limestone, sand clay, sand
koreksi dan pasir besi setelah keluar dari dryer.
c. Hopper Raw Mix
Fungsinya adalah untuk mencampur dan menggiling bahan baku yang
akan diumpankan ke kiln.
d. Air Separator
Fungsinya untuk memisahkan material halus dengan material kasar
dimana material halus akan keluar sebagai produk, sedangkan material
kasar dihaluskan lagi di raw grinding mill.
e. Tetra Cyclone
Fungsi alat ini adalah untuk memisahkan material halus dengan material
kasar yang terbawa aliran gas keluar dari air separator.
f. Spray Tower
Fungsinya untuk mendinginkan gas panas hasil pembakaran di kiln
yang berlebih dari suspension preheater.
g. Weighing Feeder
Fungsinya untuk menimbang limestone yang keluar dari bin agar
konstan jumlahnya.
h. Raw Grinding Mill
Fungsi alat ini adalah untuk menggiling bahan baku yang diumpankan
ke kiln.
i. Raw Mill Fan
Fungsi alat ini adalah untuk menarik material dari raw mill yang sudah
halus untuk dibawa bersama aliran udara masuk ke cyclone.
j. Electrostatic Presipitator
Fungsinya adalah untuk menangkap debu yang ada dalam aliran gas yang
akan dibuang melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi.
k. Raw Meal Silo
- Blending Silo : untuk homogenisasi raw meal dengan bantuan udara.
-Storage silo :untuk menyimpan raw meal sebelum diumpankan ke kiln.
2. Unit Pembakaran
a. Suspention Prehater
Fungsinya adalah sebagai pemanas awal umpan rotary.
b. Rotary Kiln
Fungsinya untuk proses kalsinasi dan sinterisasi tepung baku menjadi
Clinker.
c. Kiln Feed Bin
Fungsinya adalah untuk menampung umpan kiln yang siap untuk
diumpankan.
d. Air Quenching Cooler
Fungsinya untuk mendinginkan Clinker secara mendadak dari 1400oC
menjadi 900-950oC pada chamber 1.
3. Unit Penggilingan Akhir
a. Clinker Storage Silo
Fungsinya adalah sebagai tempat penampungan Clinker.
b. Finish Grinding Mill
Fungsinya adalah untuk menggiling campuran Clinker dengan Gypsum
yang ditambahkan agar menjadi halus.
c. Air Separator
Fungsi alat ini adalah untuk memisahkan mineral halus dengan mineral
kasar dimana pertikel halus akan keluar sebagai produk sedangakna
partikel kasar keluar untuk dihaluskan kembali di finish grinding mill.
4. Unit Pengisian Packing
a. Cement Silo
Fungsinya adalah untuk menampung semen yang berasal dari finish
mill sebelum masuk ke unit packing.
b. Vibrating Screen
Fungsinya adalah untuk menyaring semen dari pengotor sebelum masuk
ke storage silo untuk pengepakan.
c. Storage Silo
Fungsinya adalah untuk menampung semen yang telah melewati
vibrating screen untuk selanjutnya diumpankan ke rotary packer.
d. Rotary Feeder
Fungsinya adalah untuk mengatur pengumpanan semen.
e. Valve Bag Packing Machines
Fungsinya adalah untuk memasukkan semen kedalam kantong semen.

2.3.2. Rangkaian Peralatan (flow chat)


1. TRAKTOR
Fungsi dari crawler traktor :
1. Sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menarik beban.
2. Sebagai tenaga penggerak untuk winch dan alat angkut.
3. Sebagai tenaga penggerak blade (bulldozer).
4. Sebagai tenaga penggerak front-end bucket.
5. Sebagai alat penarik scrapper .
6. Untuk pengerjaan ripping.

2. BULLDOZER
Fungsi dari bulldozer :
1. membersihkan medan dari kayu-kayuan,tonggak-tonggak pohon dan batu-
batuan.
2. pembukaan jalan kerja di pegunungan maupun pada daerah yang berbatu-
batu.
3. memindahkan tanah yang jauhnya hingga 300 ft.
4. menarik scraper.
5. menghamparkan tanah irisan atau urugan
6. menimbun kembali trencher.
7. membersihkan medan.
8. pemeliharaan jalan kerja.
9. menyiapkan material-material dari soil borrow pit dan quarry pit atau
tempat pengambilan material.
10. sebagai alat gali, alat angkut dan alat dorong.

3. BACKHOE
Bagian bagian utama dari backhoe :
1. bagian atas revolving unit (bias berputar )
2. bagian bawah travel unit ( bias berjalan )
3. bagian attachment yang dapat diganti.
Backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah backhoe
itu sendiri .Backhoe dapat berfungsi sebagai alat gali yang mempunyai tingkat
kedalaman yang lebih teliti, juga dapat digunakan sebagai alat pemuat bagi truck
truck.
4. DUMP TRUCK
Banyak dipakai untuk mengangkut : tanah, batuan untuk bangunan, dll
pada jarak dekat dan sedang. Karena kecepatannya yang tinggi (kalau jalan baik),
maka dump truck memiliki kapasitas tinggi sehingga ongkos angkut per ton
material rendah. Kecuali itu juga flexible yaitu dapat digunakan untuk
mengangkut bermacam-macam barang dengan muatan yang berubah-ubah dan
tidak terlalu tergantung pada jalur jalan (bandingkan dengan lori atau belt
conveyer).
Alat ini dapat digerakkan dengan motor bensin, disel, butane atau propane.
Yang besar-besar biasanya digerakkan oleh mesin diesel. Kemiringan jalan yang
dapat dilalui maksimum hingga 35 % (efektif 17 – 18 %).
5. BELT CONVEYOR
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengengkut material baik yang
berupa “unit load” atau “bulk material” secara mendatar ataupun miring.Yang
dimaksud dengan “unit load” adalah benda yang biasanya dapat dihitung
jumlahnya satu per satu, misalnya kotak, kantong, balok dll. Sedangkan Bulk
Material adalah material yang berupa butir-butir, bubuk atau serbuk, misalnya
pasir, semen dll.
Bagian – bagian terpenting Belt conveyor adalah :
a. Belt
Fungsinya adalah untuk membawa material yang diangkut.
b. Idler
Gunanya untuk menahan atau menyangga belt.
Menurut letak dan fungsinya maka idler dibagi menjadi :
1. Idler atas yang digunakan untuk menahan belt yang bermuatan.
2. Idler penahan yaitu idler yang ditempatkan ditempat pemuatan.
3. Idler penengah yaitu yang dipakai untuk menjajaki agar belt tidak
bergeser dari jalur yang seharusnya.
4. Idler bawah Idler balik yaitu yang berguna untuk menahan belt kosong.
c. Centering Device
Untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
d. Unit Penggerak (drive units)
Pada Belt conveyor tenaga gerak dipindahkan ke belt oleh adanya gesekan
antara belt dengan “plulley” penggerak (drive pully), karena belt melekat
disekeliling pully yang diputar oleh motor.
e. Pemberat (take-ups or counter weight)
Yaitu komponen untuk mengatur tegangan belt dan untuk mencegah
terjadinya selip antara belt dengan pully penggerak, karena bertambah
panjangnya belt.
f. Bending the belt
Alat yang dipergunakan untuk melengkungkan belt adalah
- Pully terakhir atau pertengahan
- Susunan Roller-roller
- Beban dan adanya sifat kelenturan belt.
g. Pengumpan (feeder)
Adalah alat untuk pemuatan material keatas belt dengan kecepatan teratur.
h. Trippers
Adalah alat untuk menumpahkan muatan disuatu tempat tertentu.
i. Pembersih Belt (belt-cleaner)
Yaitu alat yang dipasang di bagian ujung bawah belt agar material tidak
melekat pada belt balik.
j. Skirts
Adalah semacam sekat yang dipasang dikiri kanan belt pada tempat
pemuatan (loading point) yang gterbuat dari logam atau kayun dan dapat
dipasang tegak atau miring yang gunanya untuk mencegah terjadinya
ceceran.
k. Holdback
Adalah suatu alat untuk mencegah agar Belt conveyor yang membawa
muatan keatas tidak berputar kembali kebawah jika tenaga gerak tiba-tiba
rusak atau dihentikan.
l. Kerangka (frame)
Adalah konstruksi baja yang menyangga seluruh susunan belt conveyor
dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jalannya belt yang
berada diatasnya tidak terganggu.
m. Motor Penggerak
Biasanya dipergunakan motor listrik untuk menggerakkan drive pulley.
Tenaga (HP) dari motor harus disesuaikan dengan keperluan, yaitu :
1. Menggerakkan belt kosong dan mengatasi gesekan-gesekan anatara idler
dengan komponen lain.
2. Menggerakkan muatan secara mendatar.
3. Mengankut muatan secara tegak (vertical).
4. Menggerakkan tripper dan perlengkapan lain.
5. Memberikan percepatan pada belt yang bermuatan bila sewaktu-waktu
diperlukan.
2.4 Sifat-sifat Semen
2.4.1 Sifat Fisika Semen
1. Hidrasi Semen
Hidrasi pada semen terjadi apabila ada kontak antara mineral alam dalam
semen dengan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrasi antara lain:
a. Jumlah air yang ditambahkan
b. Temperatur
c. Kehalusan semen
d. Bahan tambahan
Faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang
dalam jangka waktu tertentu akan mengalami pengerasan (setting).
2. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi (reaksi
eksotermis) jika semen dicampur dengan air.
3. Setting Time dan Hardening
Pengikatan semen terutama ditentukan oleh terlalu cepatnya reaksi antara
C3A yang terdapat dalam semen dan air.Maka, untuk mengatur waktu pengikat
perlu ditambahakan bahan penghambat untuk mencegah hidrasi, yaitu
gypsum.Setting time sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif.
Setting time akan menurun jika klinker tidak terbakar sempurna, partikel semen
halus, tingginya kandungan alumina, alkali, dan soda kaustik. Setting time akan
meningkat jika klinker dibakar pada temperatur yang sangat tinggi, partikel semen
kasar, gypsum, yang ditambahkan berlebih, tingginya kadar silica, natrium klorida
(NaCl), Barium klorida (BaCl2), Sulfida (SO3), senyawa sulfat dan air sadah.
4. False Set
False set merupakan hasil dari dehidrasi gypsum yang disebabkan karena
pemanasan berlebih. False set merupakan proses pengerasan semen yang tidak
normal apabila air ditambahkan ke dalam semen, sehingga dalam beberapa menit
kekuatan (rigidity) segera terjadi. Pengerasan ini disebabkan oleh adanya
CaSO4.1/2H2O dalam semen. Plastisitas akan diperoleh kembali jika campuran
jika campuran tersebut diaduk kembali. Pada suatu saat, meskipun tidak
mengurangi kekuatan semen, hal ini akan menimbulkan kesulitan pada waktu
proses pembuatan beton. False set ini dapat dihindari dengan mengatur temperatur
semen saat penggilingan di dalam Cement Mill agar gypsum tidak berubah
menjadi CaSO4.1/2H2O.selain itu gypsum yang digunakan harus cukup dan belum
dehidrasi.
5. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan suatu material menahan beban. Kuat tekan
ini sangat diperlukan dalam menentukan mix design dari beton untuk suatu
kontruksi tertent. Kuat tekan akan meningkat jika nilai Lime Saturation Factor
(LSF) tinggi, nilai alumina Ratio rendah, nilai Silica Ratio tinggi, kandungan SO 3
rendah, dan tingkat kehalusan semen tinggi. C3S memberikan kontribusi yang
besar terhadap perkembangan kekuatan awal, sedangkan C2S memberikan
kontribusi kekuatan semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat
tekan sampai tingkat tertentu pada umur 28 hari dan selanjutnya, pada umur
berikutnya pengaruh komponen ini makin kecil, sedangkan C4AF tidak
berpengaruh terhadap kekuatan semen.
6. Kelembaban
Selama penyimpanan atau pengangkutan, semen mudah menyerap uap air
dan karbondioksida (CO2) dari udara, sehingga akan menurunkan kualitas semen.
7. Penyusutan
Penyusutan yang terjadi pada pasta semen di dalam campuran beton
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Hidration Shrinkage
2. Drying Shrinkage
3. Carbonation Shrinkage
Diantara ketiga macam penyusutan ini, Drying Shrinkage lah yang paling
mempengaruhi dalam hal keretakan beton. Penyusustan ini terjadi karena adanya
penguapan air bebas dari pasta semen selama proses Setting time dan Hardening.
8. Daya Tahan Semen Terhadap Asam dan Sulfat
Syarat ini diperlukan hanya untuk high sulfat Cement yang dimaksudkan
untuk mengontrol kekuatan semen melaui sulfat.Daya tahan beton pada asam pada
umumnya sangat lemah, sehingga mudah terdekomposisi atau terurai oleh asam-
asam kuat seperti asam klorida (HCl), amoniak (NH3), dan asam sulfat (H2SO4).
9. Soundness
Agar beton mempunyai daya tahan yang lebih baik, semen juga harus
memiliki kelenturan yang baik. Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi
abnormal yang dapat menyebabkan beton menjadi retak. Ekspansi yang sangat
besar terjadi di dalam semen apabila kandungan free lime, magnesium oksida
(MgO), Natrium Oksida (NaO), dan Kalium Oksida (K2O) sangat tinggi atau
gypsum yang ditambahkan pada penggilingan akhir telalu banyak.
10. Kehalusan (Blaine)
Kehalusan semen merupakan salah satu syarat fisika semen, karena akan
menentukan luas permukaan partikel-partikel semen pada saat hidrasi. Semakin
halus semen, panas hidrasi, kebutuhan air per satu satuan berat semen akan
semakin tinggi, serta reaksi hidrasi akan semakin cepat.

2.4.2 Sifat Kimia Semen


1. Hilang Pijar (LOI)
Hilang pijar pada semen terutama disebabkan karena terjadinya penguapan
air kristal yang berasal dari gypsum serta penguapan karbon dioksida (CO 2). Pada
semen yang baru dibuat, nilai LOI max 5% untuk semen OPC dan 13,5%- 15%
untuk semen PPC.
2. Silica Ratio (SR)
Harga silica Ratio berkisar anatara 2,42 ±0,05. Perubahan Silica
Ratio(SIM) dapat menyebabkan perubahan pada pembentukan Coating pada
Burning Zone dan burnability Clinker. Silica Ratio (SR) yang rendah akan
menyebabkan:
1. Raw meal mudah dibakar
2. Temperatur klinkerisasi rendah
3. Cenderung membentuk ring coating dalam Kiln, apalagi jika Lime
saturated Free (LSF) juga rendah
4. Kekuatan awal tinggi, tetapi dengan pertambahan waktu sedikit sekali
kenaikannya.
5. C3S banyak .
3. Alumina Ratio (AR)
Harga Alumina Ratio (AR) berkisar antara 1,6, jika alumina ratio (AR)
tinggi, maka akan menurunkan silica ratio (SR), sehingga akan menghasilkan
semen dengan waktu pengikatan yang cepat. Pengaruh klinker dengan Alumina
Ratio (AR) rendah yaitu :
1. Fasa cair mempunyai viskositas yang rendah
2. Semen yang dihasilkan tahan terhadap sulfat yang tinggi, kuat tekan
awalnya rendah, dan panas hidrasi rendah.
3. Mudah dibakar
4. Tempetratur klinkerisasi lebih rendah
5. Reaksi klinkerisasi lebih cepat
6. Fasa cair banyak
7. Resitensi terhadap air laut dan senyawa kimia tinggi

2.5 Jenis-jenis Semen


Jenis-jenis semen yang digunakan dalam dunia industri bermacam-macam
yaitu sebagai berikut:
1. Semen abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu
kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar
kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan
tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.
Semen ini berdasarkan prosontase kandungan penyusunannya terdiri dari 5
type, yaitu type I sd V.
2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen
abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti filler
atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite)
limestone murni.
3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang
digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di
darat maupun dilepas pantai.
4. Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan
dari pembakaran batubara yang mengandumg amorphous silica,
alumunium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi
jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton,
sehingga menjadi lebih keras.
5. Semen Pozolan Pozolan adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak
terlalu bersifat semen, tetapi akan muncul sifat semen apabila dicampur
dengan gamping. Kekuatan awal semen ini lebih rendah dari pada semen
Portland tetapi dalam waktu setahun kekuatannya akan sama.
Keunggulannya bahwa semen ini tahan terhadap aksi korosi air larutan
garam dan air laut, lebih baik dari pada semen Portland.
6. Semen Alumina Tinggi Semen Alumina Tinggi pada dasarnya suatu
semen kalsium aluminat, dibuat dengan melebur campuran batu gamping,
bauksit, dan bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika,
magnesia, dan ketakmurnian lain. Cirinya ialah bahwa kekuatan semen ini
berkembang dengan cepat dan ketahannya terhadap air laut dan air yang
mengandung sulfat lebih baik.
7. Semen Silikat Semen silikat yang penuh silika dan set secara kimia tahan
terhadap segala macam asam anorganik dalam segala konsentrasi, kecuali
asam flourida. Semen ini tidak cocok untuk pH diatas 7 atau dalam system
yang membentuk Kristal. Biasanya digunakan dua bagian berat silika yang
digiling halus bersama bagian natrium sulfat, contoh penerapannya ialah
sebagai bahan perekat bata didalam tangki reaksi asam kromat dan tangki
alum.
8. Semen Belerang Semen Belerang sangan tahan terhadap garam dan asam
yang tak mengoksidasi, tetapi tidak boleh dipakai bila ada alkali, minyak,
lemak, dan pelarut. Penggunaanya pelarut karena adanya perubahan
struktur ksristal pada suhu 93OC. Contoh penggunaan semen Belerang
sebagai bahan dasar, sebagai pelekat bata, ubin, dan pipa besi cor.
9. Semen Magnesium Oksiklorida Semen ini ditemukan oleh ahli kimia
Prancis Sorel, juga disebut Semen Sorel. Dibuat melalui aksi eksotermik
larutan magnesium klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang
didapatkan yang didapatkan dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang
didapat dari larutan garam.
3MgO + MgCl2 + 11 H2O 3MgO.MgCl2.11H2O

Oksoklorida Kristal yang dihasilkan menambah aksi penyemenan terhadap


semen komersial. Produk ini keras dan kuat tetapi mudah terserang air
yang menguras kandungan magnesium kloridanya. Penggunaannya
terutama adalah sebagai semen lantai dengan pengisi yang tak reaktif dan
pigmen pewarna, dan sebagai dasar lantai dalam seperti ubin dan terazo.
Semen ini korosif terhadap korosif besi. Sebagai pengisi digunakan pasir
atau pulp kayu. Magnesia yang digunakan mungkin mengandung sejumlah
kecil kalsium oksida, kalsium hidroksida atau kalsium silikat yang dalam
proses set meningkatkan peubahan volume, dank arena itu menurunkan
kekuatannya dan sifat tahan pakainya. Untuk menghindari efek ini, hidrat
magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) atau logam tembaga yang sangat halus
ditambahkan kepada campuran tersebut. Penggunaan serbuk tembaga tidak
hanya mencegah ekspansi yang berlebihan, tetapi juga meningkatkan
ketahanan terhadap air, adhesi, kekuatan kering dan basah sehingga lebih
dari semen magnesium oksiklorida biasa. Produk ini dapat melekat dalam
lapisan tipis pada beton dan bermanfaat untuk merapatkan retak-retak
didalam beton.

2.6 Dampak Industri Semen Bagi Lingkungan


Semen mempunyai empat komponen bahan kimia utama yaitu kapur (batu
kapur), silika (pasir), alumina (tanah liat) dan besi oksida (biji besi). Sedikit
gipsum biasanya ditambahkan pada saat penghalusan untuk memperlambat
pengerasan. Suatu Industri semen tentu mempunyai limbah dari pengolahan-
pengolahan bahan baku tersebut. Dibanding sektor industri yang lain, industri
semen relatif tidak menghasilkan limbah cair mengingat penggunaan teknologi
berbasis proses kering dalam pembuatan semen, tidak menyertakan penggunaan
air. Limbah yang terbesar dari industri semen adalah limbah gas dan
partikel. Limbah yang diproduksi pabrik keluar dan bercampur dengan udara.
Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan
lain-lain. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu
partikel dan gas.
1. Limbah gas
Limbah gas akan menggangu kandungan alami udara dan akan
menurunkan kualitas udara. Pencemaran berbentuk gas dapat dirasakan melalui
penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas tertentu yang lepas
ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia. Dalam kadar
rendah, tidak berbau dan bila kadar bertambah menyebabkan bau yang tidak enak
gejalanya cepat menghebat menimbulkan pusing, batuk dan mabuk. Uap, yaitu
bentuk gas dari zat tertentu tidak kelihatan dan dalam ruangan berdifusi mengisi
seluruh ruang. Yang harus diketahui adalah jenis uap yang terdapat dalam
ruangan karena untuk setiap zat berbeda daya reaksinya.
Bahan yang bersifat gas dan uap akan berakibat:
a. Mengganggu pernapasan
b. Merusak alat-alat dalam tubuh
c. Merusak susunan saraf
d. Merusak susunan darah
2. Limbah Partikel
Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata
telanjang seperti uap air, debu, asap, dan kabut. Debu yaitu partikel zat padat yang
timbul pada proses industri sepeti pengolahan, penghancuran dan peledakan, baik
berasal dari bahan organik maupun anorganik. Debu, karena ringan, akan
melayang di udara dan turun karena gaya tarik bumi. Penimbunan debu dalam
paru-paru akibat lingkungan mengandung debu yaitu pada manusia yang ada di
sekitarnya bekerja atau bertempat tinggal. Kerusakan kesehatan akibat debu
tergantung pada lamanya kontak, konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu
sendiri dan lain-lain.
Bahan yang bersifat partikel menurut sifatnya akan menimbulkan:
1. Rangsangan saluran pernafasan
2. Kematian karena bersifat racun
3.Alergi
4.Fibrosis
5. Penyakit demam
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan limbah melalui udara
dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai ambang batas
adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga
manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita
karena zat tersebut. Selain penetapan nilai ambang batas juga dilakukan teknologi
pengolahan emisi pencemaran udara.

Gambar 2.2 Pabrik Semen


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pembuatan Semen


Adapun Proses pembuatan semen terdiri dari 5 tahap proses produksi,
yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Proses Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku utama semen yang berupa bahan baku akan diperoleh dari
mining atau tambang. Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan
dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan.
Alat untuk menghancurkan bahan baku tersebut dinamakan Crusher. Crusher
adalah equipment atau alat yang berfungsi untuk memecahkan material, seperti
batu kapur, clay, coal, dan clinker. Untuk material Limestone (batu kapur), ukuran
umpan maximum yang diperbolehkan yaitu 1.500 mm.
Sedangkan ukuran produk diharapkan maximal 75 mm. Untuk material
Clay/High Silica, mesin yang digunakan adalah Impact Roller Crusher dan Jaw
Crusher. Adapun ukuran umpan maximum sebesar 500 mm, sedangkan ukuran
produk maksimal 75 mm. Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-
homogenisasi. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan
bakuyang lebih homogen.
Adapun metode pre-homogenisasi yaitu:
1. Stacking/Penumpukan/Penimbunan
yaitu gerakan maju-mundur atau kanan-kiri.
2. Reclaiming/Pengambilan/Penarikan:
Yaitu dari samping (side reclaiming), dari depan (front reclaiming).
Umumnya, stock pile dibagi menjadi 2 bagian yaitu sisi kanan dan sisi kiri.
Hal ini dilakukan untuk menunjang proses, jika stock pile bagian kanan sedang
digunakan masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku dari
crusher. Begitu juga sebaliknya. Untuk mengatur letak penyimpanan bahan baku,
digunakan reclaimer. Reclaimer ini berfungsi untuk memindahkan atau
mengambil raw material dari stock pile ke belt conveyor dengan kapasitas
tertentu, sesuai dengan kebutuhan proses, alat ini sendiri berfungsi untuk
menghomogenkan bahan baku yang akan dipindahkan ke belt conveyor.
Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor
menuju tempat penyimpanan kedua, yang bisa dikatakan merupakan awalan
masukan proses pembuatan semen, yaitu bin. Umumnya ada 4 buah bin yang diisi
oleh masing-masing 4 material bahan baku, yaitu limestone, clay, pasir silica, dan
pasir besi. Semua bin dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian atau level
indicator sehingga apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis masukan
material ke dalam bin akan terhenti.
Pengumpanan bahan baku ke dalam sistem proses selanjutnya diatur oleh
weight feeder, yang diletakkan tepat di bawah bin. Prinsip kerja weight feeder ini
adalah mengatur kecepatan scavenger conveyor, yaitu alat untuk mengangkut
material dengan panjang tertentu dan mengatur jumlah bahan baku sehingga
jumlah bahan baku yang ada pada scavenger conveyor sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan. Selanjutnya bahan baku dijatuhkan ke belt conveyor dan dikirim ke
Vertical Roller Mill untuk mengalami proses penggilingan dan pengeringan. Pada
belt conveyor terjadi pencampuran limestone, clay, pasir silica, dan pasir besi.

3.1.2 Proses Pengolahan Bahan


Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan
bahan baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara
panas yang berasal dari siklon-preheater. Udara panas tersebut juga berfungsi
sebagai media pembawa bahan-bahan yang telah halus menuju alat proses
selanjutnya.
Adapun alat utama yang digunakan yaitu Vertical Roller Mill dapat dilihat
pada Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Vertical Roller Mill
Alat-alat yang mendukung proses ini yaitu Cyclone, Electrostatic
Precipitator (EP), Stack dan Dust Bin. Bahan baku masuk ke dalam Vertical
Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu
udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling
halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut.
Vertical Roller Mill memiliki bagian yang dinamakan separator yang
berfungsi untuk mengendalikan ukuran partikel yang boleh keluar dari raw mill,
partikel dengan ukuran besar akan dikembalikan ke dalam raw mill untuk
mengalami proses penggilingan kembali agar ukurannya mencapai ukuran yang
diharapkan. Sementara itu partikel yang ukurannya telah memenuhi kebutuhan
akan terbawa udara panas menuju cyclone. Cyclone berfungsi untuk memisahkan
antara partikel yang cukup halus dan partikel yang terlalu halus (debu). Partikel
yang cukup halus akan turun ke bagian bawah cyclone dan dikirim ke Blending
Silo untuk mengalami pengadukan dan homogenisasi. Partikel yang terlalu halus
(debu) akan terbawa udara panas menuju Electrostatic Precipitator (EP). Alat ini
berfungsi untuk menangkap debu-debu tersebut sehingga tidak lepas ke udara.
Efisiensi alat ini adalah 95-98%. Debu-debu yang tertangkap, dikumpulkan di
dalam dust bin, sementara itu udara akan keluar melalui stack. Kemudian material
akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam
Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencampur dan
menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan media pengaduk
adalah udara.
Bahan baku masuk dari bagian atas blending silo, oleh karena itu alat
transportasi yang digunakan untuk mengirim bahan baku hasil penggillingan
blending silo adalah bucket elevator, dan keluar dari bagian bawah blending silo
dilakukan pada beberapa titik dengan jarak tertentu dan diatur dengan
menggunakan valve yang sudah diatur waktu bukanya. Proses pengeluarannya
dari beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan bahan baku.
Blending silo dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian (level indicator),
sehingga jika blending silo sudah penuh, maka pengisian bahan baku terhenti
secara otomatis.

3.1.3 Proses Pembakaran


1. Pemanasan Awal (Pre-heating)
Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku
adalah suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya adalah kiln feed
bin. Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu
ditampung ke dalam kiln feed bin. Bin ini merupakan tempat umpan yang akan
masuk ke dalam pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan 4-5
buah cyclone dan 1 buah calciner yang tersusun menjadi 1 string. Suspension pre-
heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan
separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone
yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan
masuk ke dalam rotary kiln.

Gambar 3.2 Rotary Kiln


2. Pembakaran ( Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Rotary kiln
adalah alat berbentuk silinder memanjang horizontal yang diletakkan dengan
kemiringan tertentu. Kemiringan rotary kiln umumnya sekitar 3 – 4 o dengan arah
menurun (declinasi). Dari ujung tempat material masuk (inlet), sedangkan di
ujung lain adalah tempat terjadinya pembakaran bahan bakar (burning zone). Jadi
material akan mengalami pembakaran dari temperatur yang rendah menuju ke
temperatur yang lebih tinggi.

Gambar 3.3 Rotary Kiln (Firing)


Bahan bakar semen yang digunakan adalah batu bara, sedangkan untuk
pemanasan awal digunakan Industrial (Diesel Oil (IDO). Untuk mengetahui
sistem kerja tanur putar, proses pembakaran bahan bakarnya, tanur putar
dilengkapi dengan gas analyzer. Gas analyzer ini berfungsi untuk mengendalikan
kadar O2, CO, dan NOx pada gas buang jika terjadi kelebihan atau kekurangan,
maka jumlah bahan bakar dan udara akan disesuaikan. Daerah proses yang terjadi
di dalam kiln dapat dibagi menajadi 4 bagian yaitu:
1. Daerah transisi (transition zone)
2. Daerah pembakaran (burning zone)
3. Daerah pelelehan (sintering zone)
4. Daerah pendinginan (cooling zone)

3. Reaksi Pembuatan Semen


Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan
clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800–900
o
C, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1200
o
C.
4. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah
cooler. Cooler ini dilengkapi dengan alat penggerak material, sekaligus sebagai
saluran udara pendingin yang disebut dengan grate atau alat pemecah clinker
(clinker crusher).

Gambar 3.4 Cooler


Setelah proses pembentukan clinker selesai dilakukan di dalam tanur putar,
clinker tersebut terlebih dahulu didinginkan di dalam cooler sebelum disimpan di
dalam clinker silo. Cooler yang digunakan terdiri dari 9 kompartemen yang
menggunakan udara luar sebagai pendingin. Udara yang keluar dari cooler
dimanfaatkan sebagai pemasok udara panas pada calciner.
Clinker yang keluar dari tanur putar masuk ke dalam kompartemen, akan
jatuh di atas grate. Dasar grate ini mempunyai lubang-lubang dengan ukuran yang
kecil untuk saluran udara pendingin. Clinker akan terus bergerak menuju
kompartemen yang kesembilan dengan bantuan grate yang bergerak secara
reciprocating, sambil mengalami pendinginan pada ujung kompartemen
kesembilan terdapat clinker crusher yang berguna untuk mengurangi ukuran
clinker yang terlalu besar.
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker
silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor. Sebelum sampai
di clinker silo, clinker akan melalui sebuah alat pendeteksi kandungan kapur bebas
(free lime). Jika kandungan free lime dari clinker melebihi batas yang telah
ditentukan, maka clinker akan dipisahkan dan disimpan dalam bin tersendiri.

3.1.4 Proses Penggilingan Akhir


Alat utama yang digunakan pada penggilingan akhir, dimana terjadinya
pula penggilingan clinker dengan gypsum adalah tube mill. Peralatan yang
menunjang proses penggilingan akhir ini adalah:
1. Tube Mill / Horizontal Mill
2. Separator
3. Bag Filter
Gypsum adalah bahan tambahan dalam pembuatan semen yang akan
dicampur dengan clinker pada penggilingan akhir. Gypsum yang dapat digunakan
adalah gypsum alami dan gypsum sintetic. Gypsum disimpan di dalam stock pile
gypsum, kemudian dengan menggunakan dump truck, gypsum tersebut dikirim ke
dalam bin gypsum untuk siap diumpankan ke dalam penggilingan akhir dan
dicampur dengan clinker.
Clinker yang akan digiling dan dicampur dengan gypsum, terlebih dahulu
ditransfer dari clinker silo menuju clinker bin. Dengan menggunakan bin maka
jumlah clinker yang akan digiling dapat diatur dengan baik oleh weight feeder.
Alat yang digunakan untuk melakukan penggilingan clinker dengan
gypsum disebut tube mill. Alat ini berbentuk silinder horizontal. Bagian dalam
tube mill terbagi menjadi dua kompartemen. Yang dari masing-masing
kompartemen tersebut diisi dengan bola-bola baja dengan beragam ukuran.
Kompartemen pertama diisi dengan bola-bola baja yang berdiameter lebih besar
daripada bola-bola yang ada di kompartemen kedua. Prinsip penggunaan bola-
bola baja dari ukuran yang besar ke ukuran yang kecil adalah bahwa ukuran bola-
bola baja yang lebih kecil menyebabkan luas kontak tumbukan antara bola-bola
baja dengan material yang akan digiling akan lebih besar sehingga diharapkan
ukuran partikelnya akan lebih halus.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket
elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang
ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang
cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag
filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo. Sedangkan semen yang
keluar dari bawah cyclone akan dimasukkan kembali ke dalam tube mill untuk
digiling kembali.

Gambar 3.5 Separator

3.1.5 Proses Pengemasan (Packaging)


Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi
untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh
air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi.
Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan
(discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum
masuk ke mesin packer atau loading ke truck. kapasitas dan jenis kantong semen
yang digunakan tergantung kebutuhan dan permintaan pasar.

Gambar 3.6 Pengemasan


Disini dilakukan proses pengemasan atau pengepakan yang dilakukan
sebelum semen dijual kepasaran. Fungsinya adalah agar semen lebih mudah dijual
kepasaran, dalam bentuk sak, dan juga agar semen yang dijual dapat dihitung
jumlahnya, karena adanya penimbangan. Mempermudah distribusi produk sampai
ke pelanggan. Melindungi produk dari pengaruh lingkungan. Biasanya packer
dikategorikan menjadi dua jenis yaitu stationary packer dan rotary packer. Adapun
sistem transport yang biasa digunakan pada packer berupa :
1. air slide
2. screw conveyor
3. bucket elevator
4. air lift/pneumatic conveying
5. belt conveyor
Untuk pengontrolan pada sistem packing dilakukan penimbangan untuk
pengecekan. Pengecekan berat semen yang dilakukan yaitu:
1. Penimbangan di Packer
2. Random cek ( packing, proses quality control )
3. Belt weigher ( continous weighing )
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Di Indonesia, perusahaan semen pertama adalah PT Semen Padang yang
didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch
Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Lalu pada tanggal
5 Juli 1958 Pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan perusahaan
dari Pemerintah Belanda.
2. Alat-alat produksi semen terdiri dari unit pengolahan bahan, unit
pembakaran, unit penggilingan akhir dan unit pengisian packing.
Rangkaian peralatan semen terdiri dari traktor, bulldozer, dump truck dan
backhoe. Proses produksi semen terbagi atas dua macam yaitu proses
basah (wet process) dan proses kering (dry process). Industri semen
memiliki dampak terhadap lahan air dan udara.
3. Jenis-jenis semen yaitu, Semen Portland (Semen Abu), Semen Putih (Grey
Cement), Semen Sumur Minyak (Oil well cement), Mixed and fly ash
cement, Semen Pozolan, Semen Alumina Tinggi, Semen Silikat, Semen
Belerang dan Semen Magnesium Oksiklorida (Semen Sorel).

4.2 Saran
Adapun Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Sebaiknya penulis memperbanyak lagi materi-materi seputar industri
semen agar lebih menambah wawasan khalayak kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Antoni, M., Rossen, J., Martirena, F. and Scrivener, K., 2012. Cement substitution
by a combination of metakaolin and limestone. Cement and Concrete
Research, 42(12), pp.1579-1589..
Gutteridge, W.A. and Dalziel, J.A., 1990. Filler cement: the effect of the
secondary component on the hydration of Portland cement: part I. A fine
non-hydraulic filler. Cement and Concrete Research, 20(5), pp.778-782.
Hidayani, T. (2018) “GRAFTING POLIPROPILENA DENGAN MALEAT
ANHIDRIDA SEBAGAI PENGIKAT SILANG DENGAN INISIATOR
BENZOIL PEROKSIDA”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(1), pp. 56-62. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/127.
Lerch, W., 2008. The influence of gypsum on the hydration and properties of
Portland cement pastes (No. SP-249-6).
Prabowo, H. (2018) “PENYELIDIKAN KELAYAKAN KIMIA DAN
PENYEBARAN CADANGAN PASIR BESI DAERAH TIKU
KABUPATEN AGAM UNTUK BAHAN BAKU SEMEN PADA PT.
SEMEN PADANG”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), pp.
39-42. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/121.
Ramalisa, Y., Febriyanti, A. and Multahadah, C. (2019) “Analysis of Non
Hierarchical Bomb for Collection of Community Health Degrees in Jambi
and Muaro Jambi City”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1),
pp. 25-34. doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/167.
Ruswandi, R. (2018) “Determination of Fructose Content resulted by Inulin
Hydrolysis with DNS as Oxidizer”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang
MIPA, 19(1), pp. 14-23. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/102
Syafei, N. (2019) “Events of corrosion phenomena on carbon steel pipes in
environment of sea water and ammonia solutions due to the presence of
sweet gas”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 20(1), pp. 86-99.
doi: 10.24036/eksakta/vol20-iss1/178.
Sofyanita, S. and Octaria, Z. (2018) “Fenthion Compound Degradation in the
Pesticide Bayleton 500 ec in Sonolysis, Ozonolysis and Sonozolysis with
Addition of TiO2-anatase”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA,
19(2), pp. 70-79. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss2/153.

Worrell, E., Price, L., Martin, N., Hendriks, C. and Meida, L.O., 2001. Carbon
dioxide emissions from the global cement industry. Annual review of
energy and the environment, 26(1), pp.303-329.

Anda mungkin juga menyukai