Anda di halaman 1dari 36

TUGAS PERANCANGAN PABRIK I

PRA RANCANGAN PABRIK ALUMUNIUM OKSIDA

DOSEN PENGAMPU :
Ir. Siswanto, MS

DISUSUN OLEH :
PARALEL A KELOMPOK 6
1. FITRI PRIHARDANI 19031010003
2. ASHILAH HANINDYA 19031010006
3. IRMA KHALIMATUS S. 19031010011
4. ULUL AZMI DINAROMAYA 19031010016
5. LUSITANIA RAHMA PUTRI 19031010040

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
Tugas Perancangan Pabrik I ini yang berisi tentang ‘Pra Rancangan Pabrik
Alumunium Oksida’ dapat terselesaikan. Terimakasih kepada Bapak Ir. Siswanto,
MS yang telah membimbing dalam menempuh mata kuliah Perancangan Pabrik I.
Kami juga saling mengapresiasi satu sama lain karena telah meluangkan waktu
dan pikirannya untuk bekerja sama agar makalah ini dapat terselesaikan sebagai
pemenuhan tugas Perancangan Pabrik I.
Kami berharap agar tugas ini dapat berguna bagi siapapun yang
membacanya sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kelemahan dan
kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar yang bersifat membangun dari
para pembaca sangat kami harapkan untuk meningkatkan kualitas dan
menyempurnakan makalah ini.

Surabaya, 18 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
I.1 Latar Belakang................................................................................................1
I.2 Sejarah Perkembangan Pabrik........................................................................2
I.3 Kapasitas Produksi..........................................................................................3
I.4 Pemilihan Lokasi Pabrik.................................................................................5
I.5 Tinjauan Pustaka.............................................................................................6
I.5.1 Pengertian dan Kegunaan Aluminium Oksida........................................6
I.5.2 Macam – Macam Proses..........................................................................6
I.5.3 Pemilihan proses......................................................................................9
BAB II PERANCANGAN PRODUK...................................................................10
II.2 Sifat Bahan Baku dan Produk.....................................................................10
II.2.1 Sifat – Sifat Bahan Baku......................................................................10
II.2.2 Sifat Produk..........................................................................................10
II.3 Pengendalian Proses....................................................................................11
II.3.1 Pengendalian Kualitas Bahan Baku.....................................................11
II.3.2 Pengendalian Kualitas Proses Produksi...............................................11
II.3.3 Pengendalian Kualitas Produk..............................................................13
BAB III PERANCANGAN PROSES....................................................................14
III.1 Uraian Proses.............................................................................................14
BAB IV PERANCANGAN PABRIK...................................................................19
IV.1. Penentuan Lokasi Pabrik..........................................................................19
IV.2 Faktor Penentuan Lokasi Pabrik................................................................20
IV.3 Tata Letak Pabrik.......................................................................................21
IV.4 Tata Letak Alat Proses...............................................................................24
IV.5 Aliran Proses dan Material........................................................................25

ii
IV.6 Pelayanan Teknik (Utilitas).......................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Grafik Kebutuhan Impor Alumina di Indonesia...................................4


Gambar III.1 Flowsheet Uraian Proses Perancangan Aluminium Oksida............18
Gambar IV.1 Peta Lokasi Pabrik...........................................................................19
Gambar IV.2 Tata Letak Pabrik.............................................................................23
Gambar IV.3 Taca Letak Alat Proses (Skala 1:100)..............................................25
Gambar IV.4 Diagram Alir Kuantitatif..................................................................25
Gambar IV.5 Diagram Alir Pengolahan Air Utilitas.............................................27

iv
DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Data Perkembangan Impor Alumina di Indonesia...................................3


Tabel IV.1 Perincian Luas Tanah sebagai Bangunan Pabrik.................................22

v
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki kewajiban untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah di bidang
sektor ekonomi yang sedang digiatkan oleh pemerintah untuk mencapai
kemandirian perekonomian nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah
menitikberatkan pada pembangunan di sektor industri. Pembangunan industri
bertujuan untuk memperkokoh struktur ekonomi nasional, meningkatkan daya
tahan perekonomian nasional, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha
sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan berbagai sektor pembangunan
lainnya. Bahkan hampir seluruh negara di dunia melaksanakan proses
industrialisasi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor industri telah dipercaya oleh seluruh dunia sebagai satu-satunya
leading sektor yang membawa suatu perekonomian menuju kemakmuran.
Salah satu produk yang di butuhkan saat ini adalah aluminium oksida
(Al2O3). Aluminium Oksida adalah sebuah senyawa kimia dari alumunium dan
oksida. Dalam bentuk anhidratnya, senyawa ini berbentuk padatan berwarna putih,
tidak berbau, tidak larut dalam air, dietil eter dan etanol. Aluminium oksida dalam
nama mineralnya biasa disebut dengan alumina. Aluminium oksida banyak digunakan
dalam berbagai jenis bahan dalam kebutuhan industri. Antara lain dalam industri
metalurgi, industri kimia, industri otomotif, dan industri kosmetik. Kebutuhan-
kebutuhan dalam industri tersebut, akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Diperkirakan kebutuhan alumina tersebut akan
terus meningkat seiring dengan kebutuhan aluminium tersebut. Oleh karena itu,
cukup tepat untuk mendirikan pabrik aluminium oksida di Indonesia. Selain
menguntungkan dari segi ekonomi, juga dapat memicu berkembangnya industri –
industri pengguna aluminium oksida itu sendiri, sekaligus membuka lapangan
kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

1
I.2 Sejarah Perkembangan Pabrik
Aluminium berasal dari Bahasa latin yaitu alumen, alum . kata alum
merupakan penutup pori-pori dan bahan penajam pada proses pewarnaan yang
gunakan oleh orang Yunani dan Romawi kuno. Aluminium oksida dan
Aluminium hidroksida pertama kali dilakukan proses produksi menggunakan
proses sinter. Proses ini ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Louis Le Chatelier,
pada tahun 1855. Dalam proses ini bauksit akan direaksikan dengan Natrium
Karbonat (NaCO3) sehingga menjadi Natrium Aluminium Oksidat. Tahap
selanjutnya adalah dekomposisi Aluminium Oksida menggunakan proses
(karbonatasi). Produksi Aluminium Oksida pertama kali digunakan untuk
kebutuhan industri tekstil. Setelah itu, Kebutuhan Aluminium Oksida terus
meningkat ketika digunakan sebagai bahan baku produksi aluminium
menggunakan proses Hall-Heroult.
Pada tahun 1888, seorang ilmuwan Austria K. J. Bayer mengembangkan
proses sinter dari Le Chatelier yang dinamakan proses Bayer. Proses ini mendapat
respon positif dari dunia industri dan menggantikan proses termal yang digunakan
untuk memproduksi Aluminium Oksida. Pada proses ini, awalnya menggunakan
Na2CO3, seperti proses termal pada proses leaching. Hingga pada tahun 1892,
Bayer mengembangkan pressure leaching dengan NaOH.
Proses asam mulai berkembang pada tahun 1910 hingga 1930. Pada proses
ini menggunakan bahan baku non bauxite material seperti anortosit, kaolin, dan
tanah liat. Proses asam cukup populer pada tahun 1970 hingga 1980 dikarenakan
adanya inflasi pada bauksit. Pada dasarnya proses ini menggunakan prinsip
acidleaching untuk mengesktraksi Aluminium Oksida. Asam sulfat merupakan
senyawa yang paling banyak digunakan. Asam sulfat sangat efektif untuk proses
acid-leacing dan ekonomis. Proses ini menghasilkan crude Aluminium Oksida
yang terkontaminasi dengan besi yang kemudian dimurnikan. Produksi
Aluminium Oksida di dunia yang menggunakan proses Bayer yaitu sekitar 80%,
dimana 14 % menggunakan proses Sinter atau dengan modifikasi proses Sinter
dan Bayer, dan 3 % menggunakan bahan baku selain bauksit, salah satu
contohnya nepheline. Proses Bayer lebih banyak dipilih karena konsumsi

2
energinya lebih rendah dibandingkan proses yang lain. Konsumsi energi proses
Bayer rata-rata 12 GJ/ton sedangkan proses Sinter mengkonsumsi energi 22
GJ/ton.

I.3 Kapasitas Produksi


Pabrik Aluminium Oksida (Alumina) dengan rumus molekul Al2O3 dari
Aluminium Klorida ini akan dibangun dengan kapasitas 760.000 ton/tahun
(berpatokan pada kapasitas ekonomis) untuk pembangunan pabrik di tahun 2023.
Penentuan kapasitas ini dapat ditinjau dari kebutuhan atau pemasaran produk di
Indonesia.
Berdasarkan data statistik, kebutuhan Alumina di Indonesia mengalami
peningkatan. Sampai saat ini, produksi Alumina di Indonesia masih belum dapat
mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga mengakibatkan alumina harus
diimpor dari luar negeri dan hal tersebut mengakibatkan meningkatnya nilai
impor.Data statistik yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang
kebutuhan impor Aluminium Oksida (Alumina) di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Perkembangan data impor akan alumina di Indonesia
pada tahun 2009 sampai tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel I.1 Data Perkembangan Impor Alumina di Indonesia

Tahun Jumlah Impor (Ton)


2009 399.991,8750
2010 401.332,7780
2011 456.161,8090
2012 484.171,3440
2013 509.413,1840
2014 514.226,5320
2015 516189,3370
2016 518.474,2270
2017 569.958,4770

3
Sumber : (Badan Pusat Satistik, 2018)

Berdasarkan data impor alumina diatas dapat di buat grafik linier Antara data
tahun pada sumbu x dan data impor pada sumbu y, sehingga didapatkan grafik
proyeksi linier seperti grafik 1.1

Gambar I.1 Grafik Kebutuhan Impor Alumina di Indonesia

Perkiraan impor Alumina di Indonesia pada tahun yang akan datang saat
pembangunan pabrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan y = 19.690x
+ 387.097 dimana nilai x sebagai tahun dan y sebagai jumlah impor alumina.
Dengan persamaan di atas diperkirakan untuk tahun 2023 kebutuhan impor
alumina di Indonesia sebesar 505.237 ton/tahun. Kapasitas pabrik alumina ini
ditentukan berdasarkan kebutuhan impor alumina sesuai dengan Tabel 1.1, Maka
dari data tersebut dengan melakukan pendekatan matematis, dapat ditentukan
kebutuhan alumina pada tahun 2023 sebesar 505.237 ton/tahun. Maka kapasitas
pabrik alumina ini sebesar 250.000 ton/tahun dengan tujuan memenuhi 50%
kebutuhan impor, karena pabrik baru tidak mungkin memenuhi seluruh kebutuhan
impor maka hanya untuk mengurangi pemakaian impor, bahan baku di Indonesia
tidak memenuhi untuk kapasitas 250.000 ton/tahun dan harus diimpor untuk
mengurangi pembengkakan biaya maka harus di kurangi, tidak bertujuan
memonopoli pasar jika sewaktu – waktu pabrik tidak beroperasi dan kemungkinan
pendirian pabrik baru sebagai kompetitor. Penentuan kapasitas produksi dilakukan
melalui analisis suplai dan demand (permintaan). Nilai suplai aluminium oksida

4
merupakan jumlah nilai impor dan produksi dalam negeri, nilai permintaan
aluminium oksida terdiri dari permintaan dalam negeri (ekspor). Data suplai
aluminium oksida hanya diperoleh dari impor, sedangkan untuk produksi dalam
negeri, sampai saat ini belum ada pabrik dalam negeri yang beroperasi.
Permintaan aluminium oksida terdiri dari konsumsi dalam negeri dan ekspor.
Berdasarkan data yang diperoleh kita belum melakukan ekspor aluminium oksida
ke luar negeri berdasarkan data yang ada tersebut penyediaan aluminium oksida
dari impor merupakan usaha untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri.
Berdasarkan metode regresi linier dari data impor aluminium oksida, didapat
proyeksi impor pada tahun 2023 sebesar 500.000 ton/tahun. Peluang mendirikan
pabrik merupakan subsitusi dari nilai impor tersebut. Diambil peluang mendirikan
pabrik sebesar 50%, dari peluang atau pada kapasitas pabrik 250.000 ton/tahun.
Kapasitas tersebut masuk dalam kapasitas ekonomis, seperti pabrik yang ada di
Iran yaitu IRAL Company yang mempunyai kapasitas 250.000 ton/tahun.

I.4 Pemilihan Lokasi Pabrik


Pemilihan lokasi pabrik merupakan hal yang penting dalam pendirian
pabrik kimia. Ada beberapa faktor yang menentukan pemilihan lokasi pabrik,
yaitu :
1. Sumber bahan baku
Bahan baku merupakan hal yang penting bagi suatu pabrik. Kaena itu sumber
bahan baku merupakan salah satu faktor dalam pemilihan lokasi pabrik.
2. Sarana transportasi
Daerah lokasi pabrik telah tersedia jalur transportasi, baik jalur darat maupun
laut, sehingga dapat memudahkan transportasi dalam hal pengambilan bahan
baku dan pemasaran produk.
3. Tenaga listrik dan bahan bakar
Dibangun pembangkit listrik khusus untuk pabrik yang digunakan untuk
keperluan operasi pabrik. Sedangkan keperluan bahan bakar dapat dibeli di
pertamina terdekat.
4. Persediaan air

5
Daerah sekitar lokasi pabrik ini terdapat banyak sungai yang berasal dari
gunung lengkuas yang dapat menyediakan air untuk keperluan pabrik maupun
rumahan.
5. Pemasaran
Sebagian besar produk alumina yang dihasilkan pabrik dapat dipasarkan
sebagai bahan baku aluminium di Kuala tanjung proyek Asahan di Sumatra
Utara. Dan sebagiannya lagi dapat di pasarkan di pabrik – pabrik aluminium
yang membutuhkan.

I.5 Tinjauan Pustaka


I.5.1 Pengertian dan Kegunaan Aluminium Oksida
Aluminium Oksida (Alumina) adalah senyawa kimia dari aluminium dan
oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Secara alami, alumina terdiri dari mineral
korondum dan memiliki bentuk kristal. Senyawa ini diketahui merupakan isolator
suhu tinggi, karena memiliki kapasitas panas yang besar. Alumina juga dikenal
sebagai senyawa berpori sehingga dimanfaatkan sebagai adsorben. Alumina juga
memiliki sifat lain yaitu tahan terhadap korosi.
Macam – macam kegunaan alumina adalah :
1. Sebagai bahan baku industry logam aluminium
2. Sebagai adsorbent dan drying material
3. Sebagai pemisah unsur flour pada air minum
4. Sebagai bahan baku pembuat katalisator
5. Sebagai bahan pembuat refractory
(Ghababazade, 2007)

I.5.2 Macam – Macam Proses


Secara umum, Aluminium Oksida dibuat dengan proses basa. Ada tiga
macam metode yang dilakukan untuk memproduksi Aluminium Oksida dengan
proses Basa yang digunakan yaitu proses Sinter, proses Nepheline- based, dan
proses Bayer.

6
Proses basa adalah proses ekstraksi Aluminium Oksida dengan
penambahan senyawa alkali, soda kaustik atau soda abu, dengan tujuan membuat
larutan Aluminium Oksida yang supersaturated sehingga terbentuk kristal
Aluminium Oksida. Menurut perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Proses Sinter
Proses sinter ditemukan oleh ilmuwan Perancis Le Chatelier pada
tahun 1854 yang kemudian dikembangkan oleh G. Muller pada tahun 1880
yang dinamakan proses sinter. Pada proses ini bauksit direaksikan dengan
natrium karbonat (Na2CO3) yang kemudian menjadi natrium aluminat.
Proses selanjutnya adalah tahap dekomposisi alumina menggunakan karbon
(karbonatasi).Aluminium Oksida yang terbentuk selanjutnya masuk ke
dalam proses filtrasi dan kalsinasi. Keuntungan proses ini adalah dapat
mengolah bahan baku berkualitas rendah, dan pada pengembangannya dapat
menggunakan non-bauxite material seperti batu kapur dan tanah liat. Namun
proses ini memiliki kekurangan jika menggunakan bahan baku dengan
alkalinitas rendah dapat menurunkan yield, memerlukan energi yang besar
dan pada saat ini natrium karbonat tidak ekonomis.
b) Proses Nepheline-based
Proses ini dinamakan proses nepheline-based yang banyak
digunakan di Rusia, sekitar dua juta ton alumina diproduksi dari nepheline
di Rusia. Nepheline (Na3KAl4Si4O16) adalah mineral silika yang memiliki
kandungan secara teoritis berupa 34,2% Al2O3, 40,3% SiO2, dan 25,5%
Na2O+K2O, dapat dijadikan bahan baku alumina dengan campuran batu
kapur. Proses ini memiliki keunggulan dapat menghasilkan produk samping
gray mud yang dapat dijadikan bahan baku semen. Gray mud merupakan
produk samping dari proses leaching nepheline dan batu kapur dengan alkali
karbonat. Namun, karena bahan baku mengandung kadar silika yang tinggi
sehingga perlu dilakukan desilicification yaitu pemisahan sodium silikat
pada aluminat liquor. Proses ini memiliki keuntungan yaitu menghasilkan
by-product berupa gray mud, Na2CO3, K2CO3.

7
c) Proses Bayer
Proses bayer pertama kali ditemukan pada tahun 1888 oleh ilmuwan
Austria Karl Josef Bayer. Proses ini mengalami pengembangan di tahun
1892 dengan penggantian soda abu menjadi pressure leaching. Proses bayer
dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap digestion (ekstraksi), tahap
precipitation (kristalisasi), dan tahap kalsinas. Pada proses bayer bahan baku
yang digunakan adalah bauksit high grade yaitu bauksit yang mempunyai
kadar alumina diatas 50 %. Bauksit mengandung senyawa Al2O3, SiO2,
Fe2O3, TiO2 dan sisanya H2O. Prosentase kandungannya bervariasi secara
umum adalah Al2O3 (45-65%), SiO2 (1-12%), Fe2O3 (2-25%), TiO2
(>3%), dan H2O (14-36%). Senyawa Al2O3 dalam bauksit, membentuk
komplek dengan air membentuk Al2O3.H2O (aluminium oxide monohidrat)
dan Al2O3.3H2O (aluminium oxide trihidrat) jika ditulis rata – rata adalah
Al2O3.2H2O (aluminium oxide dihidrat).
Alumina (aluminium oksida) dihasilkan oleh rangkaian proses yang
cukup Panjang yang disebut proses Bayer. Pertama bauksit direaksikan
dengan sodium hidroksida di dalam reaktor atau digestion dimana gibbsite
Al2O3 akan terlarut membentuk sodium aluminat (NaAlO2). Reaksi ini
dilakukan pada suhu 140 ℃ dan tekanan 4 – 4,5 atm. Konversi digestion
>80% dengan waktu tinggal 1,5 jam. Persamaan reaksi digested :
Al2O3.3H2O(s) + 2 NaOH(aq) 2 NaAlO2(aq) + 4 H2O(i)
Sodium aluminat NaAlO2 larut pada suhu 140 ℃, dan tekanan 4 – 4,5 atm.
Kemudian NaAlO2 diendapkan di Precipitator dengan menyerap air
membentuk senyawa Al2O3.3H2O pada suhu 60 ℃, tekanan 1 atm dan
konversi 90 – 95% ( Muchtar Aziz, 2013 ; Joseph L. Anjier, 1985).
Persamaan reaksi precipitated :
2 NaAlO2(aq) + 4 H2O(l) Al2O3.3H2O(s) + 2 NaOH(aq)
Aluminium oksida trihidrat (Al2O3. 3H2O) selanjutnya dipanaskan di kiln
pada suhu 1200 ℃, tekanan 1 atm, konversi 99,9%. Untuk melepaskan
senyawa hidrat membentuk aluminium oksida (Al2O3) atau alumina.
Persamaan reaksi di kiln :

8
Al2O3.3H2O(s) Al2O3(s) + 3H2O(g)
Proses bayer memiliki kelebihan yaitu konsumsi alumina relative
rendah dibandingkan proses lain yaitu 12 GJ/ton alumina sedangkan proses
lainnya membutuhkan energi sebesar 14 – 43 GJ/ton alumina. Dengan
konsumsi energy yang rendah, proses Bayer dapat menghasilkan kemurnian
alumina yang tinggi (>93 %). Namun kekurangan dari proses bayer adalah
proses bayer tidak akan ekonomis jika menggunakan bahan baku bauksit
yang memiliki kadar silika yang tinggi (Kisnawati, 2016).

I.5.3 Pemilihan proses


Proses yang dipilih dalam pembuatan alumina pada pabrik ini adalah
proses bayer. Pemilihan proses ini didasarkan pada :
1. Proses bayer merupakan proses yang paling ekonomis.
2. Digunakan untuk kapasitas besar dan produk yang dihasilkan memiliki jenis
Semelter Grade Alumina (SGA) atau metallurgical grade alumina yang
digunakan untuk pembuatan logam aluminium.
3. Bahan baku yang digunakan dalam proses bayer memiliki kandungan bauksit
tinggi dan kandungan silika rendah.
4. Pada proses bayer tidak diperlukan temperatur yang tinggi dalam proses
digestion.
5. Proses bayer tidak memerlukan banyak energi sehingga biaya produksi yang
dibutuhkan tidak terlalu besar.
(Joseph L. Anjier, 1985)

9
BAB II
PERANCANGAN PRODUK

Dalam perancangan pabrik yang akan dibangun maka kualitas bahan baku
hingga produk harus sesuai standar yang sudah ditentukan agar hasil proses dapat
maksimal. Serta ada beberapa spesifikasi pendukung yang harus disesuaikan agar
kualitas produk dapat memenuhi kriteria pasaran.
II.2 Sifat Bahan Baku dan Produk
II.2.1 Sifat – Sifat Bahan Baku
1. Bauksit
A. Sifat Fisika
1.
B. Sifat Kimia
(Perry, 2008 “”)
2. Larutan Natrium
A. Sifat Fisika
B. Sifat Kimia
(Perry, 2008 “”)

II.2.2 Sifat Produk


Produk yang dihasilkan adalah Aluminium Oksida / Al2O3
1. Alumunium Oksida
A. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Putih
3. Titik Didih : 2,977ºC
4. Titik Lebur : 1999-2032ºC
B. Sifat Kimia
1. Rumus Molekul : Al2O3
2. Berat Molekul : 101,94 gr/cm3

10
3. Specific Gravity : 3,99
4. Kelarutan : Tidak larut dalam semua pelarut
(Perry, 2008 “Aluminum Oxide”)

II.3 Pengendalian Proses


II.3.1 Pengendalian Kualitas Bahan Baku
Pengendalian kualitas dari bahan baku disini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana kualitas yang dihasilkan bahan baku nantinya digunakan
untuk membuat produk yang diinginkan. Dimana ditinjau dari beberapa
pertimbangan apakah bahan baku yang ada sudah sesuai dengan spesifikasi yang
ditentkuan untuk proses. Oleh karena itu, sebelum dilakuan atau dimulai tahap
produksi perlu dilakukan pengecekan terlebih dahulu terkait bahan baku yang
akan digunakan yaitu Bauksit (Al(OH)3), dan Natrium Hidroksida (NaOH)
dengan tujuan agar bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan alumina
sesuai dengan standar. Dan semua pengawasan terkait kualitas bahan baku dapat
dilakuan menggunakan analisa di laboratorium maupun menggubakan alat
kontrol. Apabila kualitas bahan baku tidak sesuai, maka bahan baku tersebut dapat
dikembalikan ke penjual/supplier.

II.3.2 Pengendalian Kualitas Proses Produksi


Pengendalian proses produksi pabrik terdiri dari aliran dan alat-alat yang
berfungsi sebagai system control. Beberapa alat kontrol yang dijalankan dalam
proses pemroduksian pabrik yaitu, kontrol terhadap kondisi operasi yang
berhubungan dengan temperature, tekanan dan sebagainya. Dan alat control yang
harus di set pada kondisi tertentu yaitu sebagai berikut :
a. Flow control
Merupakan salah satu alat yang dipasang pada aliran bahan baku, aliran
masuk dan aliran keluar proses.
b. Temperature control
Merupakan salah satu alat yang pada umumnya temperature control
memiliki set point atau batasan nilai suhu yang dimasukkan perameter di

11
dalamnya. Dimana ketika nilai suhu benda (nilai aktual) yang diukur
melebihi set point hanya selisih beberapa derajat saja, maka outputnya
akan bekerja.
c. Pressure control
Merupakan salah satu alat yang pada umumnya pressure control memiliki
set point atau batasan nilai tekanan yang dimasukkan perameter di
dalamnya. Dimana ketika nilai tekanan benda (nilai aktual) yang diukur
melebihi set point hanya selisih beberapa atm saja, maka outputnya akan
bekerja.
d. Weight control
Merupakan alat yang dipasang pada bagian dinding silo. Jika belum sesuai
atau melebihi berat yang telah ditetapkan atau di set, maka akan
menimbulkan isyarat atau tanda berupa nyala lampu dan bunyi.
Dan secara umum pengendalian kualitas atau mutu proses dilakukan dengan
menggunakan tiga metode antara lain:
1. Pengawasan proses secara langsung
Pada pengendalian mutu ini team quality control secara langsung
mengawasi dari masing-masing proses, dengan cara memperhatikan
perlakuan terhadap aliran bahan baku dan mesin produksi.
2. Pengawasan melalui panel kendali dan pengawasan secara otomatis
Pengendalian proses secara otomatis yang terdapat dalam mesin produksi
misalnya keadaan tekanan saat terjadinya reaksi, suhu operasi reaktor,
banyaknya material dalam suatu alat dan lain - lain. Apabila terjadi
penyimpangan terhadap bahan baku selama proses, maka secara otomatis
mesin produksi akan berhenti.
3. Pengawasan kondisi parameter mesin
Pada pengawasan proses dengan cara ini lebih ditekankan pada parameter-
parameter mesin produksi yang sedang berjalan. Apabila tidak sesuai
dengan standar maka harus diatur lagi settingan mesinnya agar memenuhi
standar yang telah ditentukan.

12
II.3.3 Pengendalian Kualitas Produk
Pengendalian untuk memperoleh produk sesuai dengan spesifikasi yang
direncanakan, maka produksi yang dihasilkan perlu adanya pengawasan dan
pengendalian produksi agar proses berjalan dengan baik. Kegiatan proses
produksi diharapkan menghasilkan produksi yang kualitasnya sesuai dengan
standar dan jumlah produksi yang dihasilkan sesuai target pabrik serta waktu yang
tepat sesuai jadwal.

13
BAB III
PERANCANGAN PROSES

III.1 Uraian Proses


Perancangan Pabrik Aluminium Oksida (Alumina) akan didirikan dengan
kapasitas produksi sebesar 750.000 ton/tahun dimana bahan baku yang
mendukung pembuatan produk ini berupa aluminium klorida, nitrogen dan
oksigen.
a. Dasar reaksi
Alumina diproduksi dengan mereaksikan bauksit dan larutan NaOH 48 %
dalam suatu reaktor. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksothermis.
Perbandingan mol reaktan dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan
mol reaksi mana yang stoikiometri atau reaksi yang exces. Mol ratio antara
Al(OH)3 dan NaOH adalah 1 : 2 dengan % kelebihan NaOH sebesar 17,5%.
Reaksi pembentukan Aluminium oksida ( Alumina) adalah :
Al2O3.3H2O(s) + 2 NaOH(aq) 2 NaAlO2(aq) + 4H2O(l)
b. Kondisi Operasi
Kondisi operasi di dalam reaktor berlangsung pada tekanan 4 atm dan suhu
140 ℃ . konversi pembentukan alumina sebesar 99,6 %. Harga waktu tinggal
untuk reaksi pembentukan alumina adalah 2 – 8 jam. Langkah proses
Proses pembuatan alumina dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Langkah penyiapan bahan baku
Tahap persiapan bahan baku bertujuan untuk mengondisikan keadaan
bahan baku bauksit dan NaOH sebelum diumpankan ke Reaktor Digestion (R-
1.1 dan 1.2). Bahan baku Bauksit yang diperoleh dari PT. Gunung bintan
abadi disimpan dalam Gudang pada kondisi 30 ℃ dan tekanan 1 atm pada
fasa padat. Bauksit siap diumpankan menggunakan Screw Conveyor lalu
dinaikan menggunakan Belt conveyor ke dalam Digestion. Digunakan screw
conveyor untuk mengangkut bauksit dari gudang bauksit karena karakteristik
bahan yang sesuai dengan screw conveyor ini adalah bahan yang berbentuk
butiran dan pasta, dan karena bauksit yang diangkut berbentuk butiran maka

14
digunakan screw conveyor untuk mengangkut bauksit menuju reaktor
digestion. NaOH dari PT. Asahimas Chemical disimpan dalam Tangki pada
kondisi 30 ℃ dan tekanan 1 atm pada fasa cair. Feed NaOH dialirkan
menggunakan pompa untuk terlebih dahulu dinaikkan suhunya dari 30 ℃
menjadi 140 ℃ dengan menggunakan Heater (HE). Selanjutnya, NaOH siap
diumpankan kedalam Reaktor digestion.
2. Tahap Pembentukan Alumina
Alumina dibuat dengan tiga proses, yaitu proses digestion, proses presipitation
dan proses kalsination. Ketiga proses ini dilangsungkan pada tiga Reaktor
yang berbeda.
a. Proses Digestion
Pada proses Digestion dengan Reaktor Digestion (R-1.1 dan R-
1.2). bauksit dan NaOH dari tahap persiapan bahan baku diumpankan
menuju puncak Reaktor Digestion, reaktor yang digunakan yaitu jenis
reaktor alir tangki berpengaduk. Reaktor Digestion dioperasikan pada suhu
140 ℃ dan tekanan 4 atm. Perbandingan mol Bauksit : NaOH = 1 : 2 dan
menghasilkan konversi sebesar 99%, menghasilkan Sodium Aluminat
(NaAlO2) dalam fase cair.
Hasil keluaran dari Reaktor Digestion berupa larutan Sodium
Aluminat (NaAlO2) dialirkan dengan menggunakan pompa ke Cooler
untuk menurunkan suhunya menjadi 60 ℃ lalu selanjutnya diumpankan
ke dalam thickener. Thickener digunakan untuk memisahkan padatan
TiO2, SiO2, dan Fe2O3 dari larutan Sodium Aluminat (NaAlO2) melalui
proses sedimentasi. Aliran keluaran dari reaktor digestion akan dipisahkan
secara sedimentasi antara padatan (residu bauksit) dari larutan sodium
aluminat di dalam Deep Cone Thickener. Hasil dari thickener ada dua
yaitu underflow dan overflow. Underflow yang berupa Residu bauksit
(impuritas) turun ke bagian bawah tangki pengendap (settling tank) yang
nantinya akan masuk ke unit pengolahan limbah, dan larutan sodium
aluminat akan mengalami overflow pada bagian atas Deep Cone Thickener

15
yang kemudian dialirkan ke precipitator untuk mengpresipitasi Aluminium
oksida trihidrat (Al2O3.3H2O) dari larutan sodium aluminat.
b. Proses Presipitation
Pada proses Presipitation dengan menggunakan Reaktor
Presipitation filtrat yang berupa larutan Sodium Aluminat (NaAlO2) dan
larutan Sodium Hidroksida (NaOH) diumpankan dengan menggunakan
pompa. Pada suhu yang rendah ini sodium aluminate NaAlO2 akan
menyerap air dan membentuk senyawa aluminium oxide trihydrate
(Al2O3.3H2O) yang tidak larut dalam air sehingga akan mengendap
menjadi padatan.
Slurry yang keluar dari Reaktor Presipitation dialirkan dengan
pompa dan air pencuci dengan pompa ke rotary drum vaccum filter untuk
memisahkan padatan dan cairan. Diperoleh cake yang mengandung
Al2O3.3H2O dan sedikit air serta filtrat yang mengandung sodium
hydroxide dan air. Selanjutnya cake diumpankan ke dalam rotary kiln.
c. Proses Kalsination
Proses Kalsination dengan menggunakan Rotary Kiln Cake yang
keluar dari rotary drum vaccum filter yang mengandung padatan
Al2O3.3H2O dan sedikit air diumpankan dengan menggunakan Belt
Conveyor ke dalam rotary kiln. Suhu di dalam rotary kiln adalah 1200 ℃
dan hal ini akan menyebabkan air kompleks yang terikat dalam kristal
akan lepas terurai dan menguap sehingga Al2O3.3H2O akan berubah
menjadi 𝛼- Al2O3. Konsentrasi hasil Al2O3 keluar Rotary Kiln sekitar
99,9%.
3. Tahap Pemisahan dan Pemurnian Hasil
Padatan hasil dari Rotary Kiln kemudian didinginkan di rotary cooler
dan Alumina keluaran rotary cooler diumpankan dengan menggunakan Screw
Conveyor dan lalu dinaikan dengan Belt Conveyor masuk ke Silo produk.
Digunakan rotary cooler sebagai alat pendinginan padatan alumina karena
dengan menggunakan rotary cooler bisa dihasilkan keluaran produk dengan
suhu yang diinginkan, dan jika didinginkan secara manual tanpa menggunakan

16
alat pendingin akan lama proses pendinginannya, sedangkan padatan keluar
rotary kiln harus segera didinginkan karena jika produk tidak segera
didinginkan akan menyebabkan partikel molekulnya pecah, sehingga
diperlukan peran rotary cooler sebagai media pendingin. Dan juga dari segi
waktu bias lebih efektif sehingga bias langsung masuk pengemasan.

17
Gambar III.1 Flowsheet Uraian Proses Perancangan Aluminium Oksida

18
BAB IV
PERANCANGAN PABRIK

IV.1. Penentuan Lokasi Pabrik


Pabrik aluminium oksida ini direncanakan akan di bangun di daerah
serang, Banten lebih tepatnya dijalan raya warung Selikur, Kec. Sukamaju,
Kab.Serang Banten.

Gambar IV.1 Peta Lokasi Pabrik

19
IV.2 Faktor Penentuan Lokasi Pabrik
1. Bahan Baku
Dekat jauhnya bahan baku (raw material) merupakan hal yang sangat
penting dalam pendirian lokasi pabrik, terdapat dua bahan baku yaitu
Aluminium Klorida dan Oksigen. Aluminium Klorida yang digunakan untuk
pembuatan Alumina ini diimpor dari perusahaan Jiangsu Xing Chang Jiang
Group Co.Ltd. yang berada di Jiangsu, China, dan Simagchem Corp. yang
berada di Fujian, China dikarenakan tidak adanya produksi Aluminium
Klorida di Indonesia. Sedangkan Oksigen diperoleh langsung dari udara.
2. Pemasaran Produk (Lokasi yang dekat dengan konsumen)
Untuk pemasaran produk, daerah Serang ini merupakan daerah yang
cukup strategis. Karena di daerah terdekat seperti Banten, Jawa Barat, dan
DKI Jakarta ini banyak terdapat pabrik yang membutuhkan Alumina,
misalnya industri otomotif seperti PT. Astra Honda Motor yang berada di
Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan Pengangsaan, Menteng, Jakarta
Pusat, serta di Cikarang dan Karawang, Jawa Barat.
3. Penyediaan Utilitas
Utilitas merupakan unit pendukung dalam berlangsungnya proses
produksi, perlu diperhatikan sarana-sarana pendukung seperti tersedianya air,
listrik, dan sarana lainnya sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
baik. Tenaga listrik untuk pabrik ini nantinya akan disuplai dari PT. PLN
(Persero) Serang. Terkait pembangkit listrik utama pabrik, digunakan
generator diesel yang bahan bakarnya di dapatkan dari PT. Pertamina
Balongan. Untuk memenuhi kebutuhan air untuk utilitas didapatkan dari
Sungai Ciujung dan air sungai tersebut nantinya akan di proses menggunakan
metode pengolahan air yang telah dirancang dengan tujuan unuk memenuhi
kebutuhan air (air servis, air domestik, air pendingin, dan lain-lain). Disini
Serang telah mempunyai sarana- sarana pendukung yang memadai, sehingga
sarana pendukung nya bisa terpenuhi.

20
4. Sarana Transportasi
Sarana transportasi merupakan hal yang penting terutama untuk proses
penyediaan bahan baku hingga pemasaran produk, untuk daerah Serang sarana
transportasi ini cukup memadai dengan adanya pelabuhan 53 untuk jalur laut
beserta jalan raya untuk lintas kota, maka dari itu pemilihan pendirian pabrik
di Serang merupakan pilihan yang tepat
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terampil sangat dibutuhkan demi berlangsungnya
proses produksi Alumina yang optimal, Tersedianya tenaga kerja akan sangat
banyak di daerah Banten, DKI Jakarta, serta Jawa Barat, Karena dengan
adanya pabrik ini akan membuka lowongan pekerjaan untuk masyarakat
sekitar dan para lulusan akademik
6. Karakteristik Lokasi
Karakteristik lokasi menyangkut iklim di daerah tersebut, kondisi
lokasi untuk pendirian pabrik harus diperhatikan karena akan mempengaruhi
berlangsungnya proses produksi, daerah Serang telah ditetapkan menjadi
kawasan industri, adapun kondisi iklim daerah Serang yaitu curah hujan rata-
rata 2.609 milimeter/tahun, jumlah hari hujan ratarata 165 per tahun (BMKG).
Pendirian pabrik harus memperhatikan pengolahan limbah, agar tidak merusak
lingkungan sekitar

IV.3 Tata Letak Pabrik


Tata letak pabrik berhubungan dengan segala proses perencanaan dan
pengaturan letak daripada mesin, peralatan, aliran bahan dan pekerja di masing-
masing wilayah kerja yang ada. Tata letak pabrik yang baik dari segala fasilitas
produksi dalam suatu pabrik adalah dasar dalam membuat operasi kerja menjadi
lebih efektif dan efisien.

21
Tabel IV.1 Perincian Luas Tanah sebagai Bangunan Pabrik

22
Luas tanah : 43.365 m2
Luas Bangunan : 37.665 m2

Gambar IV.2 Tata Letak Pabrik

Keterangan gambar:
1 = Jalan Raya 13 = Area Rumah Dinas
2 = Pos Satpam 14 = Area Parkir Truk
3 = Perpustakaan 15 = Bengkel 61
4 = Mushola 16 = Unit Pemadam Kebakaran
5 = Kantin 17 = Gudang Peralatan
6 = Poliklinik 18 = Unit Pengolahan Limbah
7 = Kantor Utama 19 = Ruang Kontrol Proses
8 = Kantor Teknik & Produksi 20 = Ruang Kontrol Utilitas
9 = Laboratorium 21 = Area Utilitas
10 = Area Parkir Utama 22 = Area Proses
11 = Taman 23 = Daerah Perluasan
12 = Area Mess

23
IV.4 Tata Letak Alat Proses
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lay out peralatan
proses pada Pabrik Alumina, antara lain :
a. Aliran bahan baku dan produk
Pengaliran bahan baku dan produk yang tepat akan memberikan
keuntungan ekonomi yang besar serta menunjang kelancaran dan
keamanan produksi.
b. Aliran udara
Aliran udara di dalam dan di sekitar area proses perlu diperhatikan
kelancarannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi
udara pada suatu tempat sehingga mengakibatkan akumulasi bahan kimia
yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
c. Pencahayaan
Penerangan seluruh pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat proses
yang berbahaya atau beresiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan.
d. Lalu lintas manusia dan kendaraan
Dalam perancangan lay out pabrik perlu diperhatikan agar pekerja dapat
mencapai seluruh alat proses dangan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan
apabila terjadi gangguan pada alat proses dapat segera diperbaiki.
Keamanan pekerja selama menjalani tugasnya juga diprioritaskan.
e. Pertimbangan Ekonomi
Dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya
operasi dan menjamin kelancaran dan keamanan produksi pabrik.
Pertimbangan ini dilakukan dengan tujuan agar pabrik memperoleh suatu
keuntungan.
f. Jarak antar alat proses
Untuk alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi
sebaiknya dipisahkan dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi
ledakan atau kebakaran pada alat tersebut maka kerusakan dapat
diminimalkan.

24
Gambar IV.3 Taca Letak Alat Proses (Skala 1:100)

IV.5 Aliran Proses dan Material

Gambar IV.4 Diagram Alir Kuantitatif

Keterangan gambar :
- BE-01 : Bucket Elevator 01
- BF-02 : Filter 02
- F-01 : Furnace 01
- F-02 : Furnace 02
- F-03 : Furnace 03

25
- M-01 : Membran 01
- M-02 : Membran 02
- R-01 : Reaktor 01
- SC-01 : Screen 01
- ST-01 : Silo 01
- ST-02 : Silo 02
- ST-03 : Silo 03
- T-01 : Tanki 01
- T-02 : Tanki 02

IV.6 Pelayanan Teknik (Utilitas)


Untuk mendukung proses dalam suatu pabrik diperlukan sarana penunjang
yang penting demi kelancaran jalannya proses produksi. Sarana penunjang
merupakan sarana lain yang diperlukan selain bahan baku dan bahan pembantu
agar proses produksi dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Unit utilitas
merupakan unit penunjang bagi unit-unit yang lain dalam pabrik atau sarana
penunjang untuk menjalankan suatu pabrik dari tahap awal sampai produk akhir.
Unit utilitas ini meliputi :
A. Unit Penyediaan dan Pengolahan Air ( Water Treatment System )
a. Unit Penyediaan Air
Untuk memenuhi kebutuhan air suatu industri, pada umumnya
menggunakan air sumur, air sungai, air danau maupun air laut sebagai
sumber untuk mendapatkan air. Untuk menghindari fouling yang terjadi
pada alat-alat penukar panas maka perlu diadakan pengolahan air sungai.
Pengolahan dilakukan secara fisis dan kimia.
b. Unit Pengolahan Air
Pada perancangan suatu pabrik dibutuhkan sumber air terdekat yang
nantinya akan memenuhi keberlangsungan suatu proses. Berikut diagram
alir pengolahan air beserta penjelasan tahap-tahap proses pengolahan air
yang dilakukan meliputi :

26
Gambar IV.5 Diagram Alir Pengolahan Air Utilitas

Keterangan :
1. PU : Pompa Utilitas
Air yang diambil dari sungai perlu adanya pemompaan yang selanjutnya
air tersebut dialirkan menuju alat penyaringan (screen) untuk proses
penyaringan untuk menghilangkan partikel kotoran yang berukuran cukup
besar. Setelah tahap screening air akan diolah di dalam reservoir.
2. FU-01 : Screening
Sebelum air dari sungai akan digunakan sebagai air bersih, maka pada
proses ini air disaring untuk memisahkan kotoran-kotoran yang berukuran
besar.
3. R-01 : Reservoir (Penampungan)
Mengendapkan kotoran dan lumpur yang terbawa dari air sungai dengan
proses sedimentasi. Kotoran kasar yang terdapat dalam air akan
mengalami pengendapan yang terjadi karena gravitasi.
4. BU-01 : Bak Penggumpal (Koagulasi dan Flokulasi)
Koagulasi merupakan proses penggumpalan akibat penambahan zat kimia
atau bahan koagulan ke dalam air. Koagulan yang digunakan adalah tawas
atau Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3), yang merupakan garam yang berasal
dari basa lemah dan asam kuat, sehingga dalam air yang mempunyai

27
suasana basa akan mudah terhidrolisa. pada proses Flokulasi bertujuan
untuk mengendapkan kotoran yang berupa dispersi koloid dalam air
dengan menambahkan koagulan, untuk menggumpalkan kotoran.
5. TU-01 : Tangki Alum
6. BU-02 : Bak Pengendap I
7. BU-03 : Bak Pengendap II
Tujuan dari adanya bak pengendap 1 dan 2 ini adalah mengendapkan
endapan yang berbentuk flok yang terbawa dari air sungai dengan proses
flokulasi (menghilangkan flokulasi). Endapan serta flok yang berasal dari
proses koagulasi akan diendapkan pada bak pengendap 1 dan bak
pengendap 2.
8. FU-02 : Sand Filter
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mineral-mineral yang terkandung
di dalam air, seperti Ca2+, Mg2+, Na+ , dan lain-lain dengan
menggunakan resin. Air yang diperoleh adalah air bebas mineral yang
akan diproses lebih lanjut menjadi air umpan ketel (Boiler Feed Water).
9. BU-04 : Bak Penampung Air Bersih
Air yang sudah melalui tahap filtrasi sudah bias disebut dengan air bersih.
Kemudian air keluaran proses filtrasi akan ditampung dalam bak
penampungan air bersih.
10. TU-02 : Tangki Klorinasi
11. TU-03 : Tangki Kaporit
12. TU-04 : Tangki Air Kebutuhan Domestik
13. TU-05 : Tangki Service Water
14. TU-06 : Tangki Air Bertekanan
15. BU-05 : Bak Cooling Water
16. CT-01 : Cooling Tower
B. Unit Pembangkit Listrik ( Power Plant System )
Pabrik Aluminium Oksida (Alumina) kebutuhan listriknya diperoleh dari PLN
dan generator CAT dan generator Pelton Turbine, dimana fungsi generator

28
CAT dan generator Pelton Turbine yaitu sebagai tenaga cadangan saat
terjadinya gangguan atau pemadaman listrik oleh PLN.
C. Unit Penyedia Udara Instrumen ( Instrument Air System )
Udara tekan diperlukan untuk pemakaian alat pneumatic control. Total
kebutuhan udara tekan diperkirakan 50,976 m3 /jam.
D. Unit Penyediaan Dowtherm A
Unit ini bertugas menyediakan Dowtherm A yang digunakan sebagai
pendingin. Kebutuhan Dowtherm A untuk media pendingin Cooler-01
diperkirakan sebesar 264.022,8379 kg/jam, sedangkan kebutuhan Dowtherm
A untuk media pendingin Reaktor-01 diperkirakan sebesar 191873,0400
kg/jam.
E. Unit Penyediaan Bahan Bakar
Unit penyediaan bahan bakar mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakar pada furnace dan generator. Jenis bahan bakar fuel gas yang
digunakan untuk furnace adalah gas methan sebanyak 3.906,0783 kg/jam.
Sedangkan bahan bakar yang digunakan untuk generator yaitu solar sebanyak
196,6509 kg/jam. Bahan bakar tersebut diperoleh dari PT. Pertamina Persero,
Balongan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Satistik, 2018, ‘Data Perkembangan Impor Alumina di Indonesia’,


https://www.bps.go.id/subject/8/ekspor-impor.html#subjekViewTab3,
Diakses pada 19 September 2021.
Ghababazade, R., Mirhabibi, A., Pourasad, J., Brown, A., Brydson, A., dan Amiri,
M.J., 2007, “Study of the phase composition and stability of explosive
synthesis nanosized Al2O3”, Journal Surface Science. 601:2864.
Joseph L. Anjier, 1985, “Bayer Process Production of Alumina Hydrate”, Kaiser
Aluminium & Chemical Corporation, Oakland, California
Kisnawati, 2016, ‘Pemisahan Alumina pada Residu Bauksit (Red Mud) yang
Berasal dari Riau dengan Metode Sintering Sodalime’, Jurnal Sains dan
Seni ITS Vol.5, No.2, hh. 2337-3520.
Perry 2008, Perry's Chemical Engineers' Handbook, McGraw-Hill, New York

30

Anda mungkin juga menyukai