TEKNIK MANUFAKTUR 1
Oleh:
Nama : Sheila Natasha Putri NIM : 2111211001
Nama : Haris Solehudin NIM : 2111211002
Nama :M. Fajar Pahlevi NIM : 2111211004
Nama :Yunita Nabila NIM : 2111211005
Nama :Azhar Rizqullah I. NIM : 2111211007
Nama : Fachrizal Febriansyah NIM : 2111211008
Diterima Kepada :
Laboratorium Produksi dan Material
Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi
Cimahi , 03 Juli 2023
Riki Anggriawan
NID :
Koordinator Praktikum
Teknik Manufaktur 1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan praktikum teknik pengecoran logam ini dengan sebaik-baiknya.
Penulisan laporan ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata Teknik Manufaktur 1. Selain itu, penulisan laporan ini pun
dimaksudkan untuk mencapai kompetensi dasar perkuliahan Teknik Manufaktur
1.
Dalam penulisan laporan ini penulis mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan tersebut menjadi rintangan yang menghalangi penulis untuk
menyelesaikan laporan ini. Namun berkat bantuan, arahan, dorongan, serta
bimbingan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi.
Sebagai penutup, penulis kembali mengucapkan terima kasih dan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu, penulis juga
mengharapkan apresiasi dari pembaca baik berupa saran maupun kritik.
Penulis
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR SIMBOL
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR SIMBOL.................................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
2.2.1 Besi....................................................................................................4
2.2.2 Alumunium........................................................................................5
2.2.3 Tembaga.............................................................................................5
2.5.1 Pasir....................................................................................................9
2.5.3 Pola..................................................................................................10
vi
2.5.4 Inti....................................................................................................11
3.2.1 Alat...................................................................................................18
3.2.2 Bahan...............................................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................21
5.1 Kesimpulan..............................................................................................23
5.2 Saran........................................................................................................23
LAMPIRAN...........................................................................................................24
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mahasiswa memiliki pengalaman praktek dalam proses produksi, khususnya
mengenai teknik pengecoran logam. Adapun tujuan dan manfaat lain dari
praktikum teknik pengecoran logam adalah sebagai berikut:
a. Dapat membuat pola dan cetakan pasir untuk membuat produk pengecoran
logam.
b. Menentukan dan merencanakan sistim saluran dalam suatu pembuatan
produk pengecoran logam.
c. Mengetahui beberapa proses atau teknik dalam pembuatan cetakan.
d. Mengetahui besaran-besaran atau parameter proses yang terlibat dan
berpengaruh terhadap cetakan yang yang dibuat.
e. Merencanakan dan membuat barang jadi melalui teknik pengecoran
logam.
f. Mengetahui cara-cara pengujian kualitas pasir cetak untuk proses
pengecoran logam.
2
BAB II
DASAR TEORI
3
pada temperature tinggi logam cair). Setelah cetakan yang telah berbentuk
padat, hasil cetakan dipisahkan dari cetakannya.
b. Permanent molds, yang mana terbuat dari logam yang tahan pada
temperature tinggi. Seperti namanya, cetakan ini digunakan berulang-
ulang dan dirancang sedemikian rupa sehingga hasil cetakan dapat
dihilangkan dengan mudah dan cetakan dapat digunakan untuk cetakan
berikutnya. Cetakan logam dapat digunakan kembali karena bersifat
konduktor dan lebih baik daripada cetakan bukan logam yang terbuang
setelah digunakan. sehingga, cetakan padat terkena tingkat yang lebih
tinggi dari pendinginan, yang mempengaruhi sturktur mikro dan ukuran
butir dalam pengecoran.
c. Comosite molds, yang mana terbuat dari dua atau lebih material yang
berbeda (seperti pasir, grafit, dan logam) dengan menggabungkan
keunggulan masing-masing bahan. Pembentuk ini memiliki sifat tetap dan
sebagian dibuang dan digunakan di berbagai proses cetakan untuk
meningkatkan kekuatan pembentuk, mengendalikan laju pendinginan, dan
mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses pengecoran.
4
pengendali. paduan besi cor (alloy iron castings) bahannya telah dilakukan
penghalusan (refined) dan pemaduan besi kasar (pig iron). Produk-produk seperti
crankshaf, conecting rod dan element dari bagian-bagian mesin sebelumnya
dibuat dari baja tempa (steel forgings), sekarang lebih banyak menggunakan high-
duty alloy iron casting.
Benda-benda cor dapat membentuk bagian bentuk yang rumit
dibandingkan dengan bentuk-bentuk benda hasil tempa (wrought) kendati
diperlukan proses machining, akan tetapi dapat diminimalisir dengan memberikan
kelebihan ukuran sekecil mungkin dari bentuk yang dikehendaki (smaller
allowance), olleh karena itu produk penuangan relatif ukurannya dilebihkan
sedikit.
2.2.2 Alumunium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan
logam alumunium dengan menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting )
dengan cara melebur paduan logam yang kemudian dituang didalam suatu cetakan
sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan. Alumunium
dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat, yaitu:
a. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7
g/cm3) sehingga dapat menghasilkan paduan yang ringan
b. Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat
meminimalkan energi pemanasan
c. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga – rongga cetakan baik
Untuk menghasillkan paduan yang memiliki mechanical properties yang
baik ( touhnest, tensile strength, ductility, wear resistace, etc ) maka diperlukan
adanya unsur paduan lain pada logam alumunum. Logam – logam yang
ditambahkan yaitu Silikon (Si). Silikon memiliki sifat mampu alir yang baik (
fluidity ) sehingga akan memudahkan logam cair untuk mengisi rongga–rongga
cetakan. Selain itu Silikon juga tahan terhadap hot tear ( perpatahan pada metal
casting pada saat solidificasion karena adanya kontraksi yang merintangi. Sifat
AlSi dapat menghasilkan sifat–sifat yang baik, yaitu : good castability, good
corrosion resistance, good machinability, dan good weldability.
5
2.2.3 Tembaga
Tembaga digunakan secara luas sebagai salah satu bahan teknik, baik
dalam keadaan murni maupun paduan. Tembaga memiliki kekuatan tarik hingga
150 N/mm2 dalam bentuk tembaga tuangan dan dapat ditingkatkan hingga 390
N/mm2 melalui proses pengerjaan dingin dan untuk jenis tuangan aangka
kekerasanya hanya mencapai 45 HB namun dapat ditingkatkan menjadi 90 HB
melalui pengerjaan dingin, dimana dengan proses pengerjaan dingin ini akan
mereduksi keuletan, walaupun demikian keuletannya dapat ditingkatkan melalui
proses annealing (lihat proses perlakuan panas) dapat menurunkan angka
kekerasan serta tegangannya atau yang disebut proses “temperature” dimana dapat
dicapai melalui pengendalian jarak pengerjaan setelah annealing. Tembaga
memiliki sifat thermal dan electrical conduktifitas nomor dua setelah Silver.
Tembaga yang digunakan sebagai penghantar listrik banyak digunakan dalam
keadaan tingkat kemurnian yang tinggi hingga 99,9 %. Sifat lain dari tembaga
ialah sifat ketahanannya terhadap korosi atmospheric serta berbagai serangan
media korosi lainnya. Tembaga sangat mudah disambung melalui proses
penyoderan, Brazing serta pengelasan. Tembaga termasuk dalam golongan logam
berat dimana memiliki berat jenis 8,9 kg/m3 dengan titik cair 10830C.
2.3 Penggunaan Coran
Proses pengecoran banyak digunakan karena memiliki keunggulan
diantaranya dapat membuat produk yang kecil hingga yang paling besar.
Penggunaan bahan lebih hemat. Produk hasil coran dapat digunakan tanpa harus
dikerjakan lebih lanjut atau dilakukan sedikit proses pemesinan. Selain itu dengan
proses pengecoran dapat membuat produk-produk sederhana sampai yang paling
rumit. Berikut contoh produk-produk yang dibuat melalui proses pengecoran.
Penggunaan coran pada kehidupan sehari-hari sangat luas. Produk-produk yang
dibuat melalui proses pengecoran dapat dijumpai mulai dari peralatan rumah
tangga, industri komponen pemesinan, industri mesin-mesin perkakas, alat-alat
berat, industri automotif dan peralatan tranfortasi. Rangka-rangka mesin banyak
digunakan dari coran besi tuang kelabu, karena bahan ini memiliki sifat endukug
yang kuat, mampu menahan getaran dan mampu melumas sendiri. Pada industri
otomotif benda coran banyak digunakan untuk membuat blok-blok mesin, tromol
6
rem, dan komponen-komponen lainnya. Contoh-contoh penggunaan produk cor
dapat dilihat pada gambar berikut.
7
Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan, bentonit, resin, furan
atau air gelas.
8
pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutam industri-industri kecil.
Tahapan yang lebih umum tentang pengecoran cetakan pasir diperlihatkan dalam
gambar dibawah ini.
9
cetakan itu. Istilah lain dalam cetakan pasir adalah skin dried. Cetakan ini sebelum
dituangkan logam cair terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau
dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk
diterapkan pada pengecoran produk-produk yang besar.
Dalam cetakan kotak dingin (box-cold-mold), pasir dicampur dengan
pengikat yang terbuat dari bahan organik dan in-organik dengan tujuan lebih
meningkatkan kekuatan cetakan. Akurasi dimensi lebih baik dari cetakan pasir
basah dan sebagai konsekuensinya jenis cetakan ini lebih mahal.
Dalam cetakan yang tidak dikeringkan (no-bake mold), resin sintetik cair
dicampurkan dengan pasir dan campuran itu akan mengeras pada temperatur
kamar. Karena ikatan antar pasir terjadi tanpa adanya pemanasan maka seringkali
cetakan ini disebut juga cold-setting processes. Selain diperlukan cetakan yang
tinggi, beberapa sifat lain cetakan pasir yang perlu diperhatikan adalah
permeabilitas cetakan (kemampuan untuk melakukan udara/gas).
2.5.3 Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola
dapat dibuat dari kayu, plastic/polimer atau logam. Pemilihan material pola
tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk
cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan.
Jenis-jenis pola:
10
digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat
menghasilkan laju produksi yang tinggi untuk produk-produk kecil.
11
Gambar 2. 5 Perancangan produk cetakan pasir
Setelah proses perancangan produk cor yang menghasilkan gambar teknik
produk dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya :
a. Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola
atas (cope) yang sudah ada dudukan inti dipermukaan pelat datar tadi.
b. Seperti pada langkah a, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta
sistem saluran.
c. Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
d. Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah
atau paroan inti)
e. Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak
atas (cope) dan ditambahkan system saluran seperti saluran masuk dan
saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak.
f. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran
dilepaskan dari cetakan
g. Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas
pola dan pelat datar.
h. Setelah disi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan
i. Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
12
j. Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan logam
cair.
k. Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor
dibersihkan dari sisa-sisa pasir cetakan.
l. Sistem saluran dihilangkan dari produk cor dengan berbagai metoda
dan produk cor siap untuk diperlakukan lebih lanjut.
Ada dua faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair, yaitu temperatur
dan komposisi unsur. Temperatur penuangan secara teoritis harus sama atau diatas
garis liquidus. Jika temperatur penuangan lebih rendah, kemungkinan besar terjadi
solidifikasi didalam gating sistem dan rongga cetakan tidak terisi penuh. Cacat ini
disebut juga dengan nama misrun. Cacat lain yang bisa terjadi jika temperatur
penuangan terlalu rendah adalah laps dan seams. Yaitu benda cor yang dihasilkan
seakan-akan membentuk alur-alur aliran kontinu logam yang masuk kedalam
rongga cetak, dimana alur satu dengan alur lai berdampingan daya ikatannya tidak
begitu baik. Jika temperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada
dinding gating sistem dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu bersentuhan
dengan logam cair dan permukaanya menjadi kasar. Terjadi reaksi yang cepat
antara logam tuang, dengan zat padat, cair dan gas diadalam rongga cetakan. Dari
pengujian ini dapat dicari daerah temperatur penuangan yang menghasilkan
produk dengan cacat yang seminim mungkin.
13
Gambar 2. 6 Contoh Pola spiral hasil pengujian Fluiditas
Ada beberapa metoda dalam mengukur fluiditas. Metoda ini dibedakan
berdasarkan bentuk rongga cetak yang digunakan untuk mengetahui mampu alir
logam cair. Ada rongga cetak yanmg berbentuk spiral dan ada juga rongga cetak
yang berbentuk lorong yang memanjang. Pemilihan metoda ini sangat tergantung
14
2.7 Proses Peleburan Logam
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi
pengecoran karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Pada proses
peleburan, mula-mula muatan yang terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dan
material lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukkan kedalam
tungku. Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat “membersihkan” logam cair
dengan menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor
(impurities). Fluks memiliki beberpa kegunaan yang tergantung pada logam yang
dicairkan, seperti pada paduan alumunium terdapat cover fluxes (yang
menghalangi oksidasi dipermukaan alumunium cair),. Cleaning fluxes, drossing
fluxes, refining fluxes, dan wall cleaning fluxes
15
meningkatnya panjang dendrit dan jika struktur yang terbentuk berfasa
tunggal, maka lengan-lenagn dendrti sekunder dan tertier akan timbul dari
lengan dendrit primer. Daerah yang terbentuk antara ujung dendrit dan
ttitik dimana sisa cairan terakhir akan membeku disebut sebagai mushy
zone atau pasty zone.
c. Equiaxed zone
Daerah ini terdiri dari butir-butir equiaxial yang tumbuh secara
acak ditengah-tengah ingot. Pada daerah ini perbedaan temperatur yang
ada tidak menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir memanjang.
2.8.1 Pengaruh Penyusutan
Kebanyakan logam akan menyusut selama proses pembekuan dan ini
mengakibatkan perubahan struktur ingot. Paduan-paduan dengan selang
pembekuan (daerah antara temperatur liquidus dan solidus ) yang sempit
menghasilkan mushy zone yang sempit pula dan pada bagian permukaan atas
ingot terdapat sisa cairan logam yang lama kelamaan akan berkurang hingga
pembekuan berakhir dan pada ingot mengandung rongga cukup dalam pada
bagian tengah atau disebut pipe.
Pada paduan-paduan dengan selang temperatur pembekuan lebar, mushy
zone dapat menempati seluruh bagian ingot sehingga tidak terbentuk pipe.
2.8.2 Segregasi pada Ingot dan Coran
Pada struktur pembekuan terdapat dua jenis segregasi yaitu segregasi
makro (perubahan komposisi pada tiap bagian spesimen) dan segregasi mikro
(seperti yang terjadi antara lengan dendrit sekunder). Ada empat faktor yang
menyebabkan timbulnya segregasi makro, yaitu :
a. Penyusutan karena pembekuan dan kontraksi panas
b. Perbedaan kerapatan antardendritik cairan logam
c. Perbedaan kerapatan antara padatan dan cairan
d. Temperatur yang menyebabkan perbedaan kerapatan dalam cairan
Segregasi dalam pembekuan logam tidak diinginkan karena memberikan
pengaruh buruk pada sifat mekanik. Untuk segregasi mikro, pengaruhnya dapat
dikurangi dengan proses perlakuan panas (homogenisasi).
16
2.9 Cacat-cacat Coran
17
BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM
18
3.2.2 Bahan
Praktikum teknik pengecoran logam membutuhkan bahan-bahan sebagai
berikut:
a. Pasir Silika
b. Perekat (yang nantinya akan dicampurkan dengan pasir silica)
c. Air
d. Pasir RCS (Resin Coated Sand)
e. Benda yang terbuat dari alumunium
3.3 Langkah Kerja
3.3.1 Pengecoran Cetakan Pasir Basah
Langkah kerja pengecoran cetakan pasir basah adalah sebagai berikut:
a. Mencampur Pasir Silika, perekat dan air dengan perbandigan tertentu.
b. Pembuatan pola, sesuai dengan bentuk coran yang akan dibuat;
c. Persiapan pasir cetak;
d. Pembuatan cetakan;
e. Peleburan logam;
f. Penuangan logam cair ke dalam cetakan;
g. Pendinginan dan pembekuan;
h. Pembongkaran cetakan pasir;
i. Pembersihan dan pemeriksaan hasil coran.
3.3.2 Pengecoran Cetakan Pasir Kering
Langkah kerja pengecoran cetakan pasir kering
a. Siapkan alat an bahan
b. Buat wadah untuk pembuatan cetakan berbentuk persegi dengan
menggunakan plat
c. Nyalakan kompor minyak kemudian letakan plat untuk proses pengeringan
cetakan.
d. Letakan wadah pembuatan cetakan di atas plat dan letakan pola yang akan
dibuat di tengah wadah tersebut
e. Masukan RCS (Resin Coated Resin) pada wadah cetakan.
f. Bakar pasir tersebut untuk mempercepat proses pengeringan.
g. Setelah pasir pengeras kemudian lepas wadah cetakan.
19
h. Buat kembali cetakan atasnya dengan proses yg sama.
i. Buat rongga untuk memasukan cairan logam.
j. Peleburan logam
k. Penuangan logam cair ke dalam cetakan;
l. Pendinginan dan pembekuan;
m. Pembongkaran cetakan pasir;
n. Pembersihan dan pemeriksaan hasil coran.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
21
4.2 Analisa Hasil Praktikum
Hasil praktikum teknik pengecoran logam memiliki beberapa cacat
pengecoran. Adapun cacat pengecoran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Porositas
Porositas berupa lubang di dalam permukaan berbentuk bola dan halus.
Cacat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1) Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.
2) Gas terserap dalam logam cair selama penuangan atau injeksi.
3) Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.
4) Temperatur pencairan terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.
5) Penuangan yang terlalu lambat.
6) Cawan tuang dan sistem saluran yang basah.
7) Cetakan yang kurang kering.
b. Permukaan kasar
Hasil pengecoran memiliki permukaan yang kasar yang dapat
disebabkan oleh cetakan rontok. Cetakan rontok tersebut dapat disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu bagian cetakan yang lemah runtuh, cetakan runtuh
saat penarikan pola, kemiringan pola tidak cukup, cetakan kurang padat,
kekuatan pasir cetak kurang,
c. Kesalahan ukuran
Hasil pengecoran memiliki ukuran yang tidak sesuai dengan
ukuran coran yang diharapkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cetakan
yang mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan.
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan praktikum teknik pengecoran logam adalah sebagai berikut:
a. Hasil praktikum pengecoran memiliki beberapa cacat yaitu porositas,
permukaan kasar dan kesalahan ukuran.
b. Setelah praktikum teknik pengecoran logam, mahasiwa dapat mengetahui
prosedur dan teknik pengecoran logam cetakan pasir basah dan cetakan
pasir kering.
5.2 Saran
Saran praktikum teknik pengecoran logam adalah sebagai berikut:
a. Porositas hasil coran dapat dikurangi dengan melakukan peniupan gas
inert ke dalam cairan logam, pencairan kembali, atau perencanaan yang
tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair, sehingga dapat
menghilangkan kandungan gas di dalam cairan logam.
b. Permukaan yang kasar akibat cetakan rontok dapat dihindari dengan cara
pembuatan cetakan harus lebih cermat dan teliti.
c. Kesalahan ukuran hasil coran dapat dihindari dengan membuat pola yang
teliti dan cermat, serta memperhitungkan faktor penyusutan logam dengan
cermat.
23
LAMPIRAN
24
25
26