D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NASRAN HIDAYAT
0313163
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................... 12
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
2
C. Tujuan Penulisan
A. Pengertian Semen
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat. Hak paten
diberikan kepada Yoseph Aspidin (1824) atas penemuannya berupa semen. Dalam
pengertian umum semen diartikan sebagai bahan perekat yang mempunyai sifat mampu
mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat. Perekat ini
ditemukan pada batu kapur yang serbuknya telah digunakan sebagai bahan adonan
(mortar) dalam pembuatan bangunan lebih dari 2000 tahun lalu di negara Italia.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu
kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824
mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah
dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi
penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu
kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian
digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland
B. Jenis-Jenis Semen
3
4
adukan seperti fundasi, telapak, dam,tembok penahan, perkerasan jalan dan sebagai-
nya. Apabila semen portland dicampur dengan pasir atau kapur, dihasilkan adukan
yang dipakai untuk pasangan bata atau batu, atau sebagai bahan plesteran untuk
permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah dalam.
Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau
kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air, maka terdapatlah beton.
Semen portland didefinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen hidrolik
yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya.
2. Semen Masonry
Semen hidrolis, yang digunakan terutama dalam pekerjaan menembok dan
memplester konstruksi, yang terdiri dari campuran dari semen portland atau campuran
semen hidrolis dengan bahan yang bersifat menambah keplastisan (seperti batu kapur,
kapur yang terhidrasi atau kapur hidrolis) bersamaan dengan bahan lain yang
digunakan untuk meningkatkan satu atau lebih sifat seperti waktu pengikatan (setting
time), kemampuan kerja (workability), daya simpan air (water retention), dan
ketahanan (durability)
a. Semen Masonry Jenis N
Semen masonry yang digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga
adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu adukan pasangan jenis N,
atau bila ditambahkan semen portland atau semen hidrolis, campuran dapat
menghasilkan adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis S atau M.
b. Semen Masonry Jenis S
Semen masonry yang digunakan untuk pembuatan adukan pasangan , sehingga
adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis S atau bila
ditambahkan semen portland atau semen hidrolis, campuran dapat menghasilkan
adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis M.
c. Semen Masonry Jenis M
Semen masonry yang digunakan untuk pembuatan adukan pasangan, sehingga
adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis M.
5
dalam semen karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-
mula C3A akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya
berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun pada akhirnya gypsum bereaksi
semua, baru terbentuk kalsium alumina hidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O 3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O 3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan, hal ini
disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan Kristal
C3A.
4. Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 2Ca(OH)2+10H2O
4CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O
5. Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan penerasan semen setelah terjadi
reaksi hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang
plastis dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta
tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period (period tidur).
Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang
lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial Set,
sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut
Initial Setting Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan
kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement
Pasta. Kondisi ini disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai
kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu pengikatan akhir). Proses penerasan
berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini
dikenal dengan nama Hardening.
Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat
penting, sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana
campuran semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit
sedangkan waktu akhir maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan
C2S + 5H2O C2S. 5H2O
7
Semen yang menjadi bahan utama perekat dalam konstruksi bangunan modern
ternyata dibuat dengan bahan beragam dan melewati proses yang panjang. Semen yang
kita kenal adalah semen Portland yang dipatenkan oleh Joseph Aspdin dari Inggris.
Dinamai Portland karena warnanya yang mirip tanah liat pulau Portland.
Untuk membuat semen Portland ada beberapa persenyawaan yang harus terdapat
dalam bahan dasar (The Four Main Elemen), yaitu:
- Oksida calcium (CaO)
- Oksida Silkon (SiO2)
- Oksida Alumunium (A12O3)
- Oksida Besi (Fe2O3)
Untuk memenuhi bahan tersebut, PTSP menggunakan:
1. Bahan mentah utama
a. Batu Kapur
Batu Kapur ini sebagai sumber Calsium Oksida yang persentasenya terdapat dalam
batu kapur sebesar 50%. Sedangkan penggunaan tanah liat sendiri di dalam bahan
baku secara keseluruhan adalah sebanyak 80%.
b. Batu Silika
Bahan ini digunakan sebagai sumber silisium Oksida dan Alumunium Oksidan dan
Oksida besi. Bahan ini mengandung 65% oksida silisium, 13% oksida alumunium
dan 7% oksida besi. Kebutuhan bahan ini dalam bahan pengolahan bahan dasar
adalah + 10%. Telah dikenal sejak zaman dahulu karen kekerasannya. Silika ini
paling sering ditemukan di alam sebagai pasir atau kuarsa, serta di dinding sel
diatom.
Silika diproduksi dalam beberapa bentuk termasuk leburan kuarsa, kristal, silica
kesal (atau silica pyrogenic, merek dagang Aerosil atau Cab-O-Sil), silika koloid,
gel silika,dan Aerogel.
9
Silika digunakan terutama dalam produksi kaca untuk jendela, gelas minum, botol
minuman, dan banyak kegunaan lain. Mayoritas dari serat optik untuk
telekomunikasijuga terbuat dari silika. Ini adalah bahan baku utama untuk keramik
banyak whitewareseperti tembikar, keramik, porselin, serta industry semen
Portland.
c. Tanah Merah
Digunakan sebagai sumber Alumunium Oksida (29%) dan Oksida besi (10%).
Kebutuhan secara keseluruhan + 10%. Hal yang menyulitkan di dalam pemakaian
bahan ini adalah kandungan air (30%) dan batu (3%).
2. Bahan mentah tambahan
a. Pasir Besi
Untuk membuat semen Portland yang berwarna lebih gelap maka perlu
ditambahkan bahan mentah pasir besi yang didatangkan dari cilacap. Bahan ini
mengandung oksida besi sekitar 83% dan dipakai sebanyak + 2 %. Kegunaan
sebagai flux dalam pembakaran dan mempengaruhi warna semen.
b. Gypsum
Merupakan bahan mentah tambahan dalam industri semen yang kegunaannya
untuk meperbaiki sifat-sifat semen. Gypsum dicampurkan pada hasil akhir
penghalusan Klinker untuk mengontrol reaksi semen terhadap air. Gypsum
ditambahkan pada klinker dan dialirkan ke mesin penggiling akhir. Campuran
klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan
untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistem tertutup dalam penggiling akhir
untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki.
E. Pembuatan Semen
2. Penghancuran
Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi
material yang digali.
3. Pencampuran Awal
Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan
komposisi tumpukan bahan.
4. Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku
Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap
awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis
klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang
diinginkan.
5. Pembakaran dan Pendinginan Klinker
Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater,
yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi
perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln
yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre‐heater ini dan berlanjut dalam
kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada
kiln yang bersuhu 1350-1400°C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran
kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker,
dimana udara pendingin akan menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C.
6. Penghalusan Akhir
Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan
dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan
terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan
diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen
jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan
dalam sistim tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang
dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo semen.
1. Eksplorasi yang terus menerus dan berlebihan, pasti akan mengganggu keseimbangan
lingkungan. Misalnya, berkurangnya ketersediaan air tanah.
2. Seiring dengan proses produksi semen, dihasilkan pula gas karbon dioksida (CO 2)
dalam jumlah yang banyak sehingga sangat mempengaruhi kondisi atmosfer dan
11
G. Penanggulangan
1. Menerapkan pola produksi blended cement yang bisa menurunkan separuh emisi CO2.
2. Mengganti sebagian bahan-bahan dalam pembuatan semen dengan bahan yang lebih
ramah lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh.
Beberapa jenis semen diantaranya semen portland putih, semen portland pozolan, semen
portland / Ordinary Portland Cement (OPC), semen portland campur, semen masonry,
semen portland komposit.
Langkah utama proses produksi semen diantaranya penggalian, penghancuran,
pencampuran awal, penghalusan dan pencampuran bahan baku, pembakaran, pendinginan
klinker dan penghalusan akhir.
Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai.
Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan, plesteran, bahan penambal, adukan
encer (grout) dan sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton
struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat
dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan dalam
segala macam adukan seperti fundasi, telapak, tembok penahan, perkerasan jalan dan
sebagainya. Apabila semen portland dicampur dengan pasir atau kapur, dihasilkan adukan
yang dipakai untuk pasangan bata atau batu, atau sebagai bahan plesteran untuk
permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah dalam.
Dampak dari industri semen diantaranya pencemaran lingkungan, polusi udara dan
suara, dan lain-lain.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13