Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semen merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi manusia.
Setiap tahunnya konsumsi semen nasional mengalami peningkatan. Asosiasi
Semen Indonesia (ASI) menjelaskan bahwa konsumsi semen nasional sepanjang
Januari - Februari 2013 sudah mencapai 9,04 juta ton. Angka itu tumbuh 11,3%
dibandingkan periode tahun sebelumnya (2012) sebanyak 8,12 juta ton. Saat ini,
semen sudah dianggap menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam proses
pembangunan. Tingkat konsumsi semen dipengaruhi oleh perkembangan sektor
properti, seperti pembangunan gedung, perumahan, dan peningkatan infrastruktur
yang direncanakan oleh pemerintah seperti pembuatan jembatan dan kontruksi
umum lainnya (Asosiasi Semen Indonesia,2013). Dengan meningkatnya konsumsi
semen domestik, maka perusahaan semen berupaya untuk meningkatkan target
produksi semen.
Industri semen merupakan industri yang sangat berpengaruh dalam
pembangunan. Semen sebagai produk industri semen, dibutuhkan sebagai bahan
utama rancang bangun. Oleh karena itu, kebutuhan akan semen selalu meningkat
di era pembangunan seperti saat ini. Kebutuhan akan semen mempengaruhi
jumlah produksi semen. Untuk mencapai target produksinya, pabrik semen
dipengaruhi oleh kinerja peralatan proses. Adapun peralatan proses utama dalam
memproduksi semen dapat dibagi menjadi 3 unit, yaitu: unit penggilingan bahan
baku (raw mill), unit pembakaran bahan baku (kiln), serta unit penggilingan
semen (cement mill).
PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan produsen dan distributor
semen yang dikenal memiliki reputasi yang baik dengan sistem produksi yang
sangat matang. PT Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kotamadya Padang, Sumatera Barat, berjarak 15 km kearah
timur pusat kota Padang.

1
2

Berdasarkan uraian di atas diharapkan melalui kerja praktek di PT Semen


ini, mahasiswa mampu menyerap pengetahuan yang didapat selama melakukan
kerja praktek serta dapat memecahkan masalah yang ada melalui tugas khusus
yang diberikan berjudul “Menghitung Neraca Massa dan Energi Pada Unit Kiln
serta Sistem Heat Recuperation Cooler Pabrik Indarung VI PT Semen Padang”.
Dengan demikian, mahasiswa diharapkan memiliki bekal yang cukup untuk terjun
di bidang profesi sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditempuh di bangku
kuliah.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan dari dilakukannya Kerja Praktek (KP) ini adalah sebagai
berikut:
1) Memenuhi salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa Jurusan Teknik
Kimia FT UR.
2) Mengenal dan memperluas wawasan di bidang teknologi, terutama di
bidang proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung VI.
3) Mendapatkan pengalaman langsung dan aplikatif di lapangan mengenai
unit-unit proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung VI.
4) Mengetahui permasalahan proses produksi semen di PT Semen Padang dan
cara mengatasi permasalahan tersebut.
5) Memahami Budaya Kerja di lingkungan PT. Semen Padang Indarung VI.
6) Mempelajari prinsip kerja alat proses produksi semen di PT. Semen Padang
Indarung VI
7) Meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan antara pihak
universitas dengan pihak industri untuk meningkatkan kualitas mahasiswa
sebagai tuntutan era globalisasi
1.3 Manfaat Kerja Praktek
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kerja praktek yaitu:
3

1.3.1 Bagi Mahasiswa


1) Dapat mengetahui dan memahami berbagai aspek perusahaan seperti
aspek teknik, aspek pemasaran, organisasi, ekonomi, persediaan, dan lain-
lain.
2) Mahasiswa dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah yang
berkaitan dengan perusahaan.
3) Mahasiswa dapat menambah pengalaman kerja di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang teknik kimia.
4) Sebagai sarana pelatihan dalam penyusunan laporan dalam suatu
penugasan.
1.3.2. Bagi Universitas
1) Dapat memperluas pengenalan Universitas Riau khususnya jurusan Teknik
Kimia kepada lingkungan masyarakat dan perusahaan.
2) Mempererat kerjasama antara universitas dengan instansi pemerintahan
maupun swasta.
1.3.3. Bagi Perusahaan
1. Laporan kerja praktek dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kerja,
usulan, ataupun masukan, sehingga dapat digunakan bila dibutuhkan
dalam pemecahan masalah-masalah di perusahaan.
2. Dapat melihat keadaan perusahaan dari sudut pandang mahasiswa yang
sedang kerja praktek.
3. Sebagai kontribusi perusahaan dalam memajukan pendidikan.

4. Pemecahan masalah-masalah di perusahaan.


1.4 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Pelaksanaan kerja praktek ini dilakukan di :
Nama Perusahaan : PT Semen Padang
Alamat : Jalan Raya Indarung, Padang, Sumatera Barat
Bagian Penempatan : Unit Produksi Indarung VI PT Semen Padang
Waktu Pelaksanaan : 05 Februari 2018 s.d. 16 Maret 2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku yaitu batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah
beton. Beton nama asingnya, concrete-diambil dari gabungan prefiks bahasa Latin
com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh), yang maksudnya
kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu.
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa
kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang
mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi
oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,
bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk
clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum)
dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam
kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat
menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain.
Abu vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur
yang dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik
yang selanjutnya disebut sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam
konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik.
Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah
dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran
dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas
bahkan dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan
hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin. Kebanyakan konstruksi semen saat

4
5

ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada semen


Portland, yangdibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum.
Pada proses dengan temperatur tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan
berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa
baru.
Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gypsum yang
harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan
bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer
untuk membentuk kembali kalsium karbonat.
Kekuatan dan kekerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan
air yang mengandung senyawa-senyawa pembentukan sebagai hasil reaksi antara
komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi
dan hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera,
suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan
bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini
diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut
penguatan setelah mulai tahap pengerasan.

2.2 Jenis-Jenis Semen


2.2.1 Portland Cement
Semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis, dengan bahan tambahan yang biasanya digunakan adalah gypsum.
Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen utama bahan baku semen
yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk memperbaiki sifat dari semen.
Tipe-tipe semen Portland adalah sebagai berikut :
1) Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Tahan
terhadap air tanah yang mengandung sulfat 0-0,1%. Cocok digunakan untuk
6

bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain pada


daerah yang tidak mengandung kadar sulfat tinggi
2) Semen Portland Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
Semen Portland Tipe II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton
yang memerlukan ketahanan sulfat (pada lokasi tanah dan air yang
mengandung sulfat antara 0,1-0,2%).
3) Semen Portland Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Konstruksi yang menuntut kuat tekan awal tinggi pada fasa permulaan
setelah pengikatan terjadi. Kegunaan semen ini untuk pembuatan jalan beton,
landasan lapangan udara, bangunan bertingkat yang tinggi, bangunan dalam
air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.
4) Semen Portland Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Semen Portland Tipe IV digunakan untuk konstruksi bangunan yang
memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah
pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-
bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air.
5) Semen Portland Tipe V (Sulphato Resistance Portland Cement)
Dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan dengan ketahanan terhadap
air tanah yang mengandung sulfat melebihi 0,2% dan sangat cocok untuk
instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
6) Super Masonry Cement
Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi perumahan, gedung, jalan
dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K-225. Semen ini dapat juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick,
paving block, batako, dan bahan bangunan lainnya.
7) Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resistance)
Semen tersebut merupakan semen khusus yang digunakan untuk
pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur
minyak bawah permukaan laut dan bumi.
7

8) Portland Composite Cement (PCC)


Semen Portland Komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil
penggilingan bersama-sama terak semen Portland dan gypsum dengan satu
atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen Portland
dengan bubuk bahan anorganik lain. Reaksi antara C3A dan air adalah:
3CaO.Al2O3 + 3H2O 3CaO.Al2O3.H2O

Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6% Fe2O3,
0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan
beton, bahan bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick,
batako, genteng dan ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih
rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap
air, dan permukaannya lebih halus.
9) Portland Pozzolan Cement (PPC)
Semen Portland Pozzolan (SPP) atau Portland Pozzolan Cement (PPC)
adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen
Portland dengan bahan pozzolan halus, yang diproduksi dengan menggiling
klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Semen ini dapat
digunakan secara luas untuk konstruksi beton (bendungan, dam dan irigasi).
2.2.2 Non Portland Cement
Semen tipe Non Portland terdiri dari:
1) Semen Alam (Natural Cement)
Semen alam merupakan semen yang dihasilkan dari proses pembakaran
batu kapur dan tanah liat pada suhu 850-1000oC, kemudian tanah yang
dihasilkan digiling menjadi semen halus.
2) Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)
Semen alumina tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat
yang dibuat dengan meleburkan canpuran batu gamping, bauksit. Bauksit ini
biasanya mengandung oksida besi, silika, magnesia, dan ketidakmurnian
lainnya. Ciri-cirinya yaitu kekuatan semen yang berkembang dengan cepat,
dan ketahanannya terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik.
8

3) Semen Sorel
Semen sorel adalah semen yang dibuat melalui reaksi eksotermik larutan
magnesium klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang didapatkan
dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang didapatkan dari larutan garam.
Semen sorel memiliki sifat keras dan kuat, tidak tahan air dan sangat korosif.
4) Portland Blast Furnance Slag Cement
Portland Blast Furnance Slag Cement adalah semen yang dibuat dengan
cara menggiling campuran klinker semen Portland dengan kerak dapur tinggi
(Blast Furnance Slag) secara homogen. Kerak (slag) adalah bahan non-metal
hasil samping dari pabrik pengecoran besi dalam kiln yang mengandung
campuran antara kapur (CaCO3), silika (SiO2) dan alumina (Al2O3).
2.3 Bahan Pembuatan Semen
Dalam industri semen terdapat dua bahan baku yaitu bahan baku utama
dan bahan tambahan (aditif)
2.3.1 Bahan Baku Utama
Komponen utama bahan baku dalam pembuatan semen adalah batu kapur
(lime stone), batu silika (silica stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay).
Komponen pencampuran bahan baku semen tersebut adalah sebagai berikut:
a) Batu Kapur (Lime Stone)
Batu kapur digunakan sebanyak ± 80 %. Batu kapur merupakan sumber
utama oksida, batu kapur digunakan sebagai sumber kalsium oksida (CaO) dan
kalsium karbonat (CaCO3). Batu kapur ini diambil dari penambangan di Bukit
Karang Putih. Pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang
baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%.

Gambar 2.1 Batu Kapur (Lime Stone)


9

Limestone berperan dalam reaksi hidrasi dan pembentuk kekuatan pada


semen. Proporsi yang berlebihan akan menyebabkan semen tidak lentur dan
rapuh.
Tabel 2.1. Sifat Fisika Batu Kapur
Parameter Sifat Fisika
Fase Solid
Warna Putih kekuning-kuningan
Kadar Air 3,80%
Ukuran Material > 60mm = 0%
Silica Modulus 3,21
Alumina Modulus 1,44
Bulk Density 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang), 1592 g/l (halus)

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Batu Kapur


Komponen Persentase (%)
CaO 51,07
SiO2 3,82
Al2O3 0,99
Fe2O3 0,53
MgO 0,47
H2O 3,30
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2018)

b) Batu Silika (Silica Stone)

Gambar 2.2. Batu Silika (Silica Stone)


10

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silika dioksida)
yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Batu silika
merupakan sumber utama silika oksida (SiO2), penambangan dilakukan di
Bukit Ngalau. Penggunaan batu silika sekitar 10% dari total kebutuhan dasar
semen yang diperlukan dalam pembuatan semen dengan kadar SiO2 minimal
60%, Al2O3 maksimal 15%, H2O maksimal 12%, MgO maksimal 1%, dan
mengandung CaO serta Fe2O3 dalam jumlah sedikit.
Pasir silika berguna untuk meningkatkan kekuatan pada semen karena
pembentukan dikalsium silikat (C2S) dan trikalsium silikat (C3S). Jika silika
berlebih akan meningkatkan kekuatan semen namun pada saat bersamaan akan
memperlama setting time-nya. Pada umumnya batu silika terdapat bersama
oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna batu
silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat,
disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi.
Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ±
90%.
Tabel 2.3.Sifat Fisika Batu Silika
Parameter Sifat Fisika
Fasa Solid
Warna Coklat kemerahan
Kadar Air 12%
Ukuran Material > 60mm = 0%
Sifat Fisika Silika
Silica Modulus 3,64
Alumina Modulus 2,073
Bulk Density 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus)
11

Tabel 2.4. Komposisi Kimia Batu Silika


Komponen Persentase (%)
CaO 2,50
SiO2 76,84
Al2O3 8,90
Fe2O3 4,09
MgO 0,49
H2 O 13,93
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2018)

c) Tanah Liat (Clay)

Gambar 2.3. Tanah Liat (Clay)

Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni


mempunyai rumus : Al2O32SiO22H2O. Tanah liat digunakan sebanyak ± 8 %.
Pada awalnya penambangan tanah liat dilakukan bukit atas, namun karena
depositnya semakin sedikit maka tanah liat didatangkan oleh pihak ketiga yaitu
PT. Igasar dan PT. Yasiga Andalas di Gunung Sarik. Tanah liat yang baik untuk
digunakan memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %.
Tanah liat digunakan untuk memasok alumina dan silika pada saat
dipanaskan di kiln, dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi
pada limestone. Kandungan alumina dalam Clay berfungsi untuk meningkatkan
kualitas semen dan menurunkan temperatur klinker, kelebihan alumina berakibat
menurunnya kekuatan semen.
12

Tabel 2.5. Sifat Fisika Tanah Liat


Parameter Sifat Fisika
Fasa Solid
Warna Coklat kekuningan
Kadar Air 34,8%
Ukuran Material -
Sifat Fisika Tanah Liat
Silica Modulus 0,912
Alumina Modulus 3,017
Bulk Density 750 g/l

Tabel 2.6. Komposisi Kimia Tanah Liat


Komponen Persentase (%)
CaO 2,76
SiO2 46,20
Al2O3 24,20
Fe2O3 9,19
MgO 0,30
H2O 26,93
(Sumber: Laboratorium Proses Indarung, 2018)
d) Pasir Besi (Iron Sand)
Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%. Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3
(Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2
sebagai impuritiesnya. Pasir besi yang mengandung mineral-mineral magnetik
banyak terdapat di daerah pantai, sungai dan pegunungan vulkanik. Pasir besi
merupakan salah satu endapan besi selain telah dimanfaatkan sebagai bahan
campuran dalam industri semen. Pasir besi sebagai sumber oksida besi (Fe2O3)
digunakan sebanyak 1% yang berfungsi untuk memberikan warna, kekerasan dan
kekuatan semen serta membantu penggabungan bahanbaku selama pembuatan
semen. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan kerak
13

semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75% – 80%.
Pasir besi didatangkan dari PT. Aneka Tambang, Cilacap.

Gambar 2.4 Pasir Besi


Tabel 2.7. Sifat Fisika Pasir Besi
Parameter Sifat Fisika
Fasa Solid
Warna Hitam
Kadar Air 10%
Sifat Fisika Pasir Besi
Silica Modulus -
Alumina Modulus -
Bulk Density 1.657 g/l

Tabel 2.8. Komposisi Kimia Pasir Besi


Komponen Persentase (%)
CaO 3,67
SiO2 18,59
Al2O3 5,40
Fe2O3 66,06
MgO 0,63
H2O 9,80
(Sumber: Laboratorium Indarung VI , 2018)
14

Copper slag adalah hasil limbah industri peleburan tembaga, berbentuk


pipih dan runcing (tajam) dan sebagian besar mengandung oksida besi dan
silikat serta mempunyai sifat kimia yang stabil dan sifat fisik yang sama
dengan pasir. Beberapa keuntungan penggunaan copper slag dalam campuran
beton adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan kekuatan beton dan permukaan beton lebih halus dan rata.
b) Meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dalam air laut.
c) Mengurangi panas hidrasi dan memperkecil porositas.
Adapun kekurangan dari cooper slag adalah:
a) Beton yang dihasilkan berwarna kehitaman.
b) Tidak semua daerah memiliki cooper slag sehingga bahan sulit didapat.
c) Butiran cooper slag harus dihaluskan terlebih dahulu
Tabel 2.9. Sifat Fisika Cooper Slag
Parameter Sifat Fisika
Fasa Padat
Warna Kehitam-hitaman
Bentuk Pipih dan runcing
( Sumber: Hengkie, 2007)
Tabel 2.10. Komposisi Kimia Cooper Slag
Komponen Persentase
AL2O3 3-6%
SiO2 30-36%
CaO 2-7%
FeO 45-55%
( Sumber: Hengkie, 2007)
2.3.2 Bahan tambahan (aditif)
Bahan baku yang ditambahkan ke dalam raw mix untuk mendapatkan
sifat-sifat tertentu yang diinginkan pada semen. Bahan tambahan antara lain:
1) Gypsum
Bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah
gypsum dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum terdiri 2 macam yaitu gypsum
15

alam dan gypsum sintetis. Gypsum alam yang diimpor dari Thailand,
sedangkan gypsum sintesis dari PT Petrokimia, Gresik. Gypsum berfungsi
sebagai retarder atau memperlambat terjadinya proses pengerasan pada
semen. Apabila kristal air dalam gypsum hilang maka sifat retarder pada
gypsum akan berkurang.Adapun karakteristik dari gypsum adalah lembab dan
tahan terhadap api.
Tabel 2.11. Sifat Fisika Gypsum
Parameter Sifat Fisika
Warna Putih, kuning, abu-abu, hitam (tidak murni)
Specific gravity 2,31 – 2, 35
Kekerasan Keras seperti mutiara teruma permukaan
Bentuk mineral Kristalis, serabut dan massif
Kilap Seperti sutera
Tingkat konduktivitas Rendah
Sistem kristalin Monoklinik

Tabel 2.12. Komposisi Kimia Gypsum


Komponen Persentase (%)
CaO 30,50
SiO2 3,67
Al2O3 0,22
Fe2O3 0,22
MgO 0,21
H2O 3,50
(Sumber: Laboratorium Indarung VI, 2018)

Sedangkan sifat kimia gypsum adalah:


1. Pada umumnya mengandung 46,5%SO3, 32,4% CaO dan 20,9% H2O.
2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8
gram tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70-900C.
16

3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3. Di alam,


gypsum merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua
molekul air, atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat
molekul 172,17 gr. Warna gypsum mulai dari putih, kekuning
kuningan sampai abu-abu.

Gambar 2.5. Gypsum

2. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan
alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen. Namun
dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut
akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar
membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen.

Gambar 2.6 Pozzolan


17

Tabel 2.13. Komposisi Kimia Pozzolan


Komponen Persentase(%)
SiO2 69,80
Al2O3 16,46
Fe2O3 1,33
MgO 0,18
CaO 2,97
(Sumber: Laboratorium Indarung VI, 2018)
3) Fly Ash
Fly ash adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler
pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan
bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat bereaksi dengan kapur pada
suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat.
Tabel 2.14. Parameter dan Persyaratan Kandungan Fly Ash
Komponen Persentase(%)
SiO2 45,20
Al2O3 8,90
Fe2O3 21,20
MgO 0,70
CaO 9,10
H2O 0,50
(Sumber: Laboratorium Indarung VI, 2018)

Manfaat fly ash yaitu:


a. Tahan tehadap korosi, suhu tinggi, dan sebagai limbah yang bermanfaat
b. Koefisien pemuaian yang rendah
c. Memiliki sifat pozzolan yang dapat digunakan untuk menghemat
penggunaan klinker sehingga biaya produksi semen bisa dikurangi
18

2.3.3 Bahan Korektif


Bahan korektif merupakan bahan mentah yang dipakai apabila terjadi
kekurangan salah satu komponen pada pencampuran bahan-bahan mentah
utama,misalnya kekurangan:
1. CaO : bisa ditambahkan lime stone, marble (90% CaCO3)
2. Al2O3 : bisa ditambahkan bauxite, laterite, koaline, dan lain-lain
3. SiO2 : bisa ditambahkan quart dan sand
4. Fe2O3 : bisa ditambahkan pasir besi dan pyrite.
Besar kecilnya penambahan tergantung kekurangan sesuai raw mix design
yang diinginkan.

2.4 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Semen


2.4.1 Sifat Fisika Semen
1) Setting time (waktu pengikatan)
Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah
terjadi reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan
pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik
dari pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut dorman period.
Pada tahapan berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada
yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini
disebut initial set, sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai
kondisi initial set disebut initial setting time (waktu pengikatan awal).
Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan
yang utuh dan biasa disebut hardened cement pasta. Kondisi ini disebut final
set, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut
final setting time (waktu pengikatan akhir). Proses pengerasan berjalan terus
berjalan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal
dengan nama hardening.
2) Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On
19

Ignition (LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen


menurun, waktu pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya
false set. Loss On Ignition (hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah
adanya mineral-mineral yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini
menimbulkan kerusakan pada batu setelah beberapa tahun kemudian.
3) Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami
proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-
retak pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar
dihilangkan sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.
4) Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu:
a) Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan)
b) Hidration shringkage(penyusutan karena hidrasi)
c) Carbonation shringkage (penyusutan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying
shringkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan
hardening. Bila besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton
dapat dihindari. Penyusutan ini dipengaruhi juga oleh kadar C3A yang terlalu
tinggi.
5) Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban. Kuat tekan
dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen,
kadar SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kekuatan
awal.C2S berpengaruh terhadap kuat tekan dalam jangka panjang, C3A
berpengaruh terhadap kuat tekan hingga umur 28 hari, dan C4AF tidak
berpengaruh pada kuat tekan namun memberikan pengaruh terhadap
pembentukan liquid phase di dalam proses pembakaran di kiln.
20

Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian
ditekan sampai hancur. Contoh semen yang diuji dicampur dengan pasir silika
dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus
berukuran 5 x 5x 5 cm. Setelah mengalami perawatan dengan perendaman
benda tersebut diuji kekuatan tekannya pada hari ke 3, 7, dan 28.
6) Hidrasi Semen
Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara mineral semen dengan
air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain:
a. Jumlah air yang ditambahkan
b. Temperatur
c. Kehalusan semen
d. Bahan aditif
e. Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang pada
waktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi
yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Secara kimia, yaitu mineral semen beraksi dengan air membentuk
senyawa hidrat.
b. Secara fisika, yaitu pembentukan kristal karena kejenuhan larutan.
c. Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adhesi dan kohesi kristal
sehingga membentuk struktur yang kokoh.
Hidrasi pada temperatur tinggi menyebabkan rendahnya kekuatan akhir
semen dan beton yang rentan retak.
7) Daya Tahan terhadap Asam dan Sulfat
Syarat ini hanya untuk semen dengan jenis HSRC (high sulfate resistance
cement).Daya tahan beton umumnya rendah terhadap asam, sehingga mudah
terdekomposisi oleh asam kuat.Asam dapat merubah senyawa semen yang
tidak larut dalam air menjadi senyawa yang larut dalam air.pH yang dapat
merusak yaitu dibawah 6, namun keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di
atas 6,5 juga dapat merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam
21

semen membentuk CaCO3 yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk


Ca(HCO)3 yang larut dalam air, menurut reaksi:
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
CaCO3 + CO2 Ca(HCO)3
Ca(HCO)3 yang terbentuk inilah yang akan mengurangi kekuatan semen
8) False Set
False set yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala
tersebut akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan
pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karena pada
operasi penggilingan klinker dan gypsum dilaksanakan pada suhu operasi yang
terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4.2H2O menjadi
CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O. Inilah yang menyebabkan terjadinya false set.
9) Soundness
Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan
keretakan beton. Ekspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O, dan
K2O terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.
10) Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan
air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat
pencampurnya.
11) Kehalusan
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu
pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih
kasar. Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas
butir permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen
akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen,
proses hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan
22

akhir akan berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun
lalu mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton.
Selain itu, akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu,
ukuran partikel dijaga pada blaine ±3.500 cm2/gr.
Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding
atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut
ASTM, butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk
mengukur kehalusan semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air
permeability dari blaine.
12) Perubahan Volume (kekalan)
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setalah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas
yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam
campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan
gaya-gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen
portlandadalah Autoclave Expansion of Portland Cement cara ASTM C-151
atau cara Inggris, BS, Expansion by Le Chatellier.
Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-
oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Pemeriksaan secara berkala perlu
dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun
setelah menjadi pasta semen. Pemeriksaan semen dilakukan sesuai dengan
standar mutu.Standar yang paling umum dianut didunia adalah standar ASTM
(American Society for Testing and Material) C-150 dan British standard (BS-
12). Sedangkan di Indonesia menggunakan Standar Industri Indonesia (SII-
0013-81) yang mengadopsi ASTM C-150-80 yang kini telah diperbarui
menjadi SNI.
23

2.4.2 Sifat Kimia Semen


2.4.2.1 Insoluble Residue (Bagian Tak Larut)
Insoluble residue merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen
direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di limestone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen.
2.4.2.2 Lost of Ignition (Hilang Pijar)
Hilang pijar digunakan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang
dapat diuraikan pada pemijaran. Kristal mineral tersebut umunya bersifat dapat
mengalami metamorfosa dalam waktu yang lama, sehingga pada proses tersebut
dapat menimbulkan kerusakan. Lost of ignition (LOI) adalah persentase berat CO2
dan H2O yang hilang pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI
dihitung dengan rumus:
Berat yang hilang
LOI = 𝑥 100 ................................................... (2.1)
Berat total

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari


gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi.
Nilai LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
2.4.2.3 Modulus Semen
Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan
kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Modulus semen sesuai untuk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi
yang diinginkan.
2.4.2.4 Alumina Modulus (ALM)
Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM
terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang
dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar.
ALM dihitung dengan menggunakan rumus:
24

Al2 O3
ALM = 𝑥 100% ................................................................................... (2.2)
Fe2 O3

2.4.2.5 Silika Modulus (SIM)


Nilai SIM berkisar antara 1,9-3,2 dan yang diinginkan itu antara 2,2-2,6.
Dicari menggunakan rumus:
SiO2
SIM = 𝑥 100
Al2 O3 +Fe2 O3
............ (2.3)
Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone
dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi, maka klinker sulit dibakar
hingga perlu temperatur bakar yang tinggi. Fase cair rendah, sehingga beban
panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi. Coating menyebabkan
terjadinya penumpukan penyerapan panas pada bagian coating dan
mengakibatkan daerah coating tersebut lebih panas sehingga dapat merusak batu
bahan api.
2.4.2.6 Lime Saturated Factor (Faktor Penjenuhan Kapur)
LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu
bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Kelebihan CaO dari LSF
akan membentuk CaO bebas (free lime) didalam klinker. Akibat LSF yang tinggi
adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga kuat
tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi, kebutuhan panas dan temperatur kiln
akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit
terbentuk sehingga panas radiasi akan meningkat.
2.4.2.7 Sulfur Trioksida (SO3)
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka
senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan
(soundness) semen.
25

2.4.2.8 Magnesium Oksida


Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state.
Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa
klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas
(periscale) yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2 yang
mengakibatkan keretakan pada beton
2.4.2.9 CaO Bebas (Free Lime)
Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam
pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih
maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenakan pemuaian volume
yang besar selama reaksi hidrasi semen.
2.4.2.10 Komposisi Senyawa Mineral
Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal,
dan cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya antara 52-62%. C2S
berperan sebagai kekuatan untuk waktu yang lebih lama. C2S berperan untuk
kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau bulan. C3A
berfungsi dalam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi. Dalam
semen tanpa gypsum, C3A bereaksi cepat dengan air dan menghasilkan panas
yang besar. Kadar C3A optimum tergantung pada jenis semen yang diproduksi.
C4AF mempunyai sifat hidrasi yang lambat. Besi dalam C4AF berperan sebagai
fluxing agent (penurunan titik lebur).
2.4.2.11 Alkali (Na2O dan K2O)
Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila
digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi:
Na2O + SiO2 2NaSiO3
K2O + SiO2 2KSiO3
Na2O dibatasi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang
dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker
mudah digiling.
26

2.5 Faktor Kualitas Semen


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen adalah sebagai berikut:
1) Blaine (kehalusan semen)
Pengujian luas permukaan (specific surface) dilakukan dengan
menggunakan alat Blaine Air Permeability yang merupakan persyaratan fisika
utama yang harus dipenuhi semen Portland untuk semua tipe. Nilai kehalusan
(blaine) dihitung dari permeability udara terhadap sampel semen yang dipadatkan
tergantung dari permukaan spesifiknya. Semakin besar nilai hambatannya maka
semakin besar luas permukaan spesifik dari semen. Satuan dari kehalusan semen
Portland dinyatakan dalam cm2/gram atau m2/kg, artinya setiap gram semen
apabila ditebar di atas permukaan yang rata maka akan membentuk luasan seluas
1 cm2. Syarat minimum: 2800 cm2/gram (280 m2/kg).
2) SO3
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka
senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan
(soundn ess) semen.
3) 45µ
Kehalusan semen diisyarakan karena akan menentukan luas permukaan
partikel-partikel pada semen proses hidrasi. Untuk standar kehalusan semen
dipakai spesifikasi sisa ayakan 90µ (170 mesh/ sisa ayakan 45µ (325 mesh)).
4) LOI (Lost Of Ignition)
LOI adalah persentase berat CO2 dan H2O yang hilang pada waktu
dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI dihitung dengan rumus:
Berat yang hilang
LOI = 𝑥 100 (2.3)
Berat total
27

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari


gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi.
Nilai LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
5) BTL (Bagian Tak Larut)
Bagian Tak Larut merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen
direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di lime stone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen.
BAB III
DESKRIPSI PROSES
3.1 Tahapan Proses Pembuatan Semen
Berikut di bawah ini adalah flowsheet pembuatan semen:

Gambar 3.1. Flowsheet Proses Pembuatan Semen (Semen Indonesia Group)


Secara umum proses pembuatan semen di PT Semen Padang terbagi atas 5
tahapan, yaitu:
1. Tahap penyediaan dan persiapan bahan baku
2. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix)
3. Tahap Pembakaran raw mix (pembentukan klinker)
4. Tahap penggilingan klinker (pembuatan semen)
5. Tahap pengantongan semen

28
3.1.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku serta Bahan Bakar
1. Quarry (Penambangan)
Bahan tambang yang berupa limestone dan silica stone ditambang
langsung oleh PT Semen Padang yang didapat dari daerah sekitar PT Semen
Padang dan telah ditreatment terlebih dahulu hingga kemudian disimpan di dalam
storage Pabrik Indarung VI PT Semen Padang.
2. Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Baku
a. Batu Kapur (Lime Stone)
Limestone terbentuk di palung laut, kemudian karena adanya gaya tektonik
menyebabkan terangkat ke permukaan. Intrusi pada deposit ini berupa batu
lempung dan juga batu basalt. Limestone yang digunakan sebagai bahan baku PT
Semen Padang diperoleh dari Bukit Karang Putih. Limestone yang telah
dikecilkan ukurannya menggunakan crusher secara langsung diangkut menuju ke
dalam storage atau tempat penyimpanan berupa bangunan seperti rumah yang
berada di pabrik dengan menggunakan belt conveyor.

Gambar 3.2. Belt Conveyor


Limestone yang ditransportasikan dengan belt conveyor U01 menuju
storage dengan kapasitas 2 x 35.000 ton melalui tripper dengan menggunakan
metode penumpukan chevron stacking. Pada chevron stacking, lapisan
material yang membujur dijatuhkan oleh stacker yang bergerak maju dan
mundur di atas tumpukan material sampai tercapainya ketinggian tertentu.
30

Material di gerus menggunakan harrow untuk menjatuhkan material agar


mendapatakn komposisi yang homogen, pada harrow pengerusan dilakukan
secara hidrolik, agar material yang jatuh lebih banyak pada harrow dilengkapi
dengan kois untuk menekan material.

Gambar 3.3. Metode Chevron Stacking (Holderbank, 2000).


Alat yang digunakan untuk penarikannya adalah bridge reclaimer
(6A1L02). Apabila bridge reclaimer mati maka digunakan emergency hopper.
Kemudian material diumpankan menggunakan belt conveyor (6A1U01)
kemudian dibawa oleh belt conveyor U02 menuju hopper. Untuk Limestone
yang digunakan sebagai aditif pada cement mill maka chute diarahkan menuju
belt conveyor U03.
Keuntungan penggunaan bridge reclaimer adalah cocok untuk material
yang kering sampai tingkat sticky sedang pengumpanan langsung pada free
flowing material penyetelan dapat dilakukan dengan efisiensi untuk bahan
mentah yang komposisi kimianya bervariasi dalam rentang waktu yang
panjang kapasitas storage dapat dinaikkan.

Gambar 3.4. Alat Penarikan Bridge Reclaimer


31

b. Batu Silika (Silica Stone)


Bahan baku batu silika diambil dari penambangan Bukit karang putih.
Penambangan batu silika dilakukan hampir sama dengan melakukan
penambangan batu kapur, namun perbedaannya pada penambangan batu silika
tidak dilakukannya proses blasting (peledakan) karena sifat batuan silica yang
merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat kuat satu sama lain (loss
material) sehingga tidak menggunakan bahan peledak, tetapi diruntuhkan
dengan trackavator dan dibawa ke crusher dengan dump truck atau sheet
loader lalu dibawa menuju storage dengan menggunakan belt conveyor.
Batu silika yang telah dihancurkan dengan crusher di tambang,
ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju storage dengan
kapasitas 2 x 6.500 ton. Batu silika dijatuhkan membentuk tumpukan dengan
tripper dengan metode penumpukan cone shell stacking. Pada metode ini,
stacker bergerak secara bertahap dalam arah membujur. Gerakan stacker
dilakukan setelah menyelesaikan tumpukan awal sampai ketinggian
maksimal.

Gambar 3.5. Metode Conical Shell Stacking (Holderbank, 2000).


Pada cone shell stacking, stacker bergerak secara bertahap dalam arah
membujur. Gerakan stacker selanjutnya hanya dilakukan setelah
menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Penarikan umumnya
dilakukan oleh side reclaimer. Metode conical shell stacking sebaiknya tidak
diaplikasikan bersamaan dengan front reclaiming karena dengan metode ini
hanya beberapa lapisan material yang tercampur sehingga efisiensi
homogenisasi yang dicapai rendah.
32

Gambar 3.6. Alat Penarikan Side Reclaimer


Untuk metode pengambilan material dapat digunakan metode side
reclaiming yang bekerja di bagian samping tumpukan material yang akan
diambil. Side reclaimer ini dilengkapi dengan scrapper yang bisa dinaik-
turunkan. Side reclaimer dapat mengambil material dari bagian depan atau
dari samping tumpukan material. Side reclaimer memiliki blade 120 dengan
kapasitas 250 t/h.
Storage yang digunakan untuk pasir besi ini bertipe open storage dengan
kapasitas 25.000 ton. Dari storage ini pasir besi akan diumpankan belt
conveyor 6D1U01 (utara ke selatan ) menggunakan alat berat (loader) yang
dimasukkan ke dalam chut kemudian menggunakan belt conveyor 6D1U02
(Timur ke barat) selanjutnya diumpankan ke belt conveyor 6D1U03 untuk
dimasukkan kedalam hopper
c. Pengadaan Tanah Liat
Clay di dumping menggunakan truck menuju grating, dimana grating
berfungsi memisahkan Clay dari batu-batu besar, kemudian Clay diumpan kan
menuju apron feeder menggunakan belt conveyor J01 yang mana Apron
Feeder berfungsi memisahkan Clay masih mengandung batuan kasar atau
besar, Selanjutnya Clay diumpankan ke roller crusher , pada roller crusher
tersebut Clay digiling menjadi lebih halus sehingga batu-batuan yang tidak
digiling akan dibuang melalui lubang yang ada disampingnya, Dibawah
crusher terdapat scrapper untuk membersihkan Clay agar tidak lengket,
selanjutnya Clay diumpankan menggunakan belt conveyor 6C1J03 menuju
33

Stacker On bridge (6C1L01) selanjutnya diumpankan ke L02 dimana L02


akan menjatuhkan material ke storage, material ditumpuk secara windrow
yaitu pengisian material dari timur ke barat , SOB yang digunakan ada 2 yaitu
L01 dan L11, jadi pengisisan dilakukan secara bergantian agar material terisi
secara full. Jika L01 mengumpankan material ke L02 maka L11
mengumpankan material ke L12 dimana L12 bersifat sama seperti L02 yaitu
reversible. Jika SOB tidak berfungsi maka material dari L02 akan diumpankan
langsung menuju ke belt conveyor U01,Clay yang ditumpuk pada storage
memiliki alat reclaimer (Alat penarikan) yaitu bucket chain recalimer yang
memiliki prinsip kerja menggerus material dari selatan ke utara atau
sebaliknya dengan tujuan untuk mendapatkan material dengan komposisi yang
homogen. Kemudian material diumpankan ke Belt conveyor U01 menuju Belt
Conveyor U02 untuk di bawa ke hopper Clay .

Gambar 3.7. Metode Windrow Stacking (Holderbank,2000)

Gambar 3.8. Alat Penarikan Bucket Chain Reclaimer


34

d. Pengadaan Pasir Besi


Pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang Cilacap. Pasir besi ini di
angkut dari Cilacap ke pelabuhan Teluk Bayur dengan menggunakan kapal
untuk selanjutnya diangkut dengan truk ke lokasi penyimpanan pabrik. Saat
ini pasir besi diganti dengan copper slag karena keterbatasan pasir besi.
Copper slag merupakan limbah dari PT. Krakatau Steel yang dapat diolah
sehingga dapat dijadikan pengganti pasir besi.
Storage yang digunakan untuk pasir besi ini bertipe open storage dengan
kapasitas 25.000 ton. Dari storage ini pasir besi akan diumpankan belt
conveyor 6D1U01 (utara ke selatan) menggunakan alat berat (loader) yang
dimasukkan ke dalam chut, kemudian menggunakan belt conveyor 6D1U02
(Timur ke barat) selanjutnya diumpankan ke belt conveyor 6D1U03 untuk
dimasukkan kedalam hopper. Untuk batu silika dan pasir besi digunakan belt
conveyor yang sama dan secara bergantian dengan cara menggunakan belt
carry pada bagian top hopper. Hal ini dilakukan karena penggunaan material
ini sedikit dalam komposisinya, sehingga penggunaan 1 belt conveyor akan
lebih ekonomis.
e. Pengadaan Gypsum
Bahan baku penunjang untuk pembuatan semen salah satunya adalah
gypsum. Kebutuhan gypsum didatangkan dari PT Petrokimia Gresik berupa
gypsum sintesis, sedangkan gypsum alami diimpor dari Thailand dan
Australia. Kapasitas storage gypsum yaitu 7000 ton. Kualitas gypsum diuji
terlebih dahulu di Laboratorium Jaminan dan Kualitas PT Semen Padang
untuk menentukan kualitas dari gypsum tersebut.
f. Pengadaan Pozzolan
Pozzolan merupakan bahan yang mengandung silika dan alumina yang
tidak memiliki sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuk yang halus
dengan adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang bersifat tidak larut
dalam air. Kapasitas storage pozzolan yaitu 11.000 ton. Pozzolan digunakan
sebagai material tambahan untuk pembuatan semen tipe I dan PCC pada
pabrik Indarung VI.
35

Tabel 3.1 Jenis Storage, Metode Stacking dan Penarikan Bahan Baku
Material Storage Stacking Alat Penarikan
Tipe Kapasitas (ton) Method
Batu Kapur Closed 2𝑥35.000 Chevron Bridge Scraper
Batu Silika Closed 2𝑥6.500 Cone Shell Side Reclaimer
Tanah Liat Closed 2 x 7.500 Winrow Bucket Chain
Reclaimer
Pasir Besi Open 25.000 - -
Buffer Closed 4 x 250 - -
Hopper
Raw coal
Gypsum Closed 7.000 - -
Pozzolan Closed 11.000 - -
(Sumber : FLSmiDTH)

3. Pengadaaan dan Persiapan Bahan Bakar


a. Batubara (Fine Coal)
Bahan bakar yang digunakan pada PT. Semen Padang Pabrik Indarung VI
adalah batu bara. Raw Coal disimpan di Buffer hopper. Selanjutnya Batu bara
dibawa menuju hopper raw coal. Pada belt conveyor dilengkapi metal detector
sehingga rawcoal akan terpisah dari logam. Dari hopper raw coal, batubara
diumpankan ke coal mill untuk proses penggilingan dan pengeringan baru bara.
proses pengeringan digunakan gas panas yang berasal dari kiln. Coal mill dijaga
pada suhu 70-750C. Pada coal mill, fine coal dipisahkan menggunakan separator.
Fine coal yang kasar akan dijatuhkan ke coal mill untuk digilingkan kembali
sedangkan yang halus akan ditarik menuju BHF, selanjutnya fine coal akan
dibawa ke bin coal meal menggunakan screw conveyor. Terdapat dua bin coal
meal yaitu fine coal untuk dibawa ke calsiner dan ke burner
36

Gambar 3.10. Coal Mill


Fine coal dari bin coal meal masuk ke coriolis melalui inlet menuju ke
agitator dan masuk kedalam multi core. Fine coal kemudian diumpankan
menuju kalsiner dan burner menggunakan blower.

Gambar 3.11. Coriolis


b. Pengadaan Solar
Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary kiln.
Fungsi solar adalah sebagai pemantik dalam start up rotary kiln. Sumber solar
diperoleh dari Pertamina.
3.1.2 Tahap Penggilingan Bahan Baku (Pembentukan Raw Mix)
Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau
memperhalus ukuran bahan baku sehingga luas permukaannya akan semakin
37

besar. Tujuan lain adalah untuk mendapatkan campuran bahan baku yang
homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi kimia pada saat
klinkerisasi.
Bahan baku yang akan digiling terdiri dari batu kapur, batu silika, tanah
liat, dan pasir besi. Dari setiap storage bahan baku, material akan dimasukkan
kedalam masing-masing hopper bahan baku. Pengangkutan material ke dalam
hopper dari dalam storage menggunakan belt conveyor. Untuk pengisian
pasir besi dan silika menggunakan belt conveyor yang sama untuk melakukan
pengisian ke dalam masing-masing hopper. Sehingga pengisian pasir besi dan
silika dilakukan secara bergantian yang diatur dengan menggunakan belt
carry. Hopper yang digunakan untuk pengumpanan ke dalam vertical mill
berjumlah 4 buah hopper. Satu hopper untuk batu kapur, pasir silika, pasir
besi dan satu lagi untuk hopper tanah liat dan pada hopper limestone dan
silika ada dosimat feeder, sedangkan pada iron sand dan tanah liat ada belt
feeder. Pada hopper tanah liat juga dilengkapi dengan appron feeder dan
shradder karena sifat tanah liat yang lengket dan menggumpal, pada shradder
terdapat dua buah roller untuk menghancurkan gumpalan tersebut, untuk
selanjutnya dibawa ke belt feeder.

(a) (b)

Gambar 3.12. a. Hopper Irond Sand,Limestone, Silica Stone b. Hopper Clay


Dosimat feeder dan belt feeder digunakan untuk mengatur jumlah tiap-tiap
bahan baku yang akan masuk ke dalam vertical mill. Prinsip kerja dosimat
38

feeder ini adalah mengatur kecepatan dari scavenger conveyor yaitu alat yang
digunakan untuk mengangkut material dengan panjang tertentu dan mengatur
jumlah bahan baku sehingga jumlah bahan baku yang ada pada scavenger
conveyor sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk raw mix
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pengaturan kecepatan ini dilakukan
dari central control room Indarung VI PT Semen Padang.

Gambar 3.13. Dosimat Feeder

(b) (b)
Gambar 3.14. a. Magnetic Separator b. Metal Detector
Seluruh material yang keluar dari dosimat feeder dijatuhkan dan
digabungkan ke dalam belt conveyor 6R1J01 kemudian dibawa ke belt
conveyor 6R1J02 dengan laju dan komposisi yang telah diatur. Pada belt
conveyor J02 dilengkapi dengan magnetic separator (X02) yang berfungsi
memisahkan logam yang terdapat pada material.
39

Selanjutnya, dibawa oleh belt conveyor J03 yang dilengkapi dengan metal
detector yang berfungsi untuk mendeteksi logam yang masih tersisa pada
material tersebut, Jika tidak terdapat logam, maka material diumpankan ke
raw mill menggunakan belt conveyor J04, Tetapi jika material terdeteksi
logam maka material akan diumpankan ke reject material dan dibawa
menggunakan belt conveyor J05 yang juga dilengkapi metal detector (X05),
apabila masih terdeteksi logam, maka material akan dibuang ke truk
menggunakan belt conveyor J06, apabila sudah tidak ada logam, maka
material akan dibawa oleh belt conveyor J08 menuju bucket elevator J09 dan
dibawa kembali menuju belt conveyor J03.
Material dibawa menggunakan belt conveyor 6F1J04 diumpankan ke raw
mill. Raw mill yang digunakan pada pabrik Indarung VI adalah Vertikal Roller
Mill OK 42-4 dengan kapasitas 750 ton/jam. Vertikal raw mill ini memiliki 6
unit roller yang berfungsi untuk memproses raw material menjadi raw mix.
Proses yang terjadi didalam verticall raw mill ini yaitu grinding, drying,
mixing dan separating. Material akan masuk pada bagian feedgate. Pada
bagian ini, terdapat triple gate yang berfungsi agar udara luar tidak masuk ke
dalam mill (airlock). Jika udara luar masuk kedalam mill, maka akan
mengganggu operasi mill karena bisa menyebabkan udara panas didalam mill
menjadi dingin sehingga proses pengeringan didalam mill tidak optimal.

Gambar 3.15. Vertical Mill (Sumber: Holderbank, 2000).


40

Proses yang terjadi didalam vertical mill terdiri dari proses pengeringan,
penggilingan, pemisahan, transport, dan homogenisasi. Berikut penjelasan
singkat mengenai proses-proses yang terjadi dalam vertical mill:
1) Proses Pengeringan
Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material
dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air
dalam material. Target pengurangan kadar air adalah mencapai 93,2%.
Material keluaran vertical mill mempunyai suhu 80oC.
2) Proses Penggilingan
Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan dengan cara
digiling dengan roller. Table berputar sehingga material tergilas diantara table
dengan roller.
3) Proses Transport
Proses transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa oleh
gas panas menuju classifier dan material halus hasil penyaringan classifier
terbawa bersama gas panas menuju bagian discharge karena hisapan fan.
4) Proses Pemisahan
Proses pemisahan terjadi pada bagian classifier, dimana material yang
kasar akan dipisahkan dengan material yang halus. Parameter yang digunakan
dalam pemisahan classifier adalah sieving residu, kecepatan classifier dan
kecepatan hisapan fan.

Gambar 3.16. Proses dalam Vertical Mill ( Holderbank, 2000)


41

Prinsip kerja vertical mill adalah menggunakan gaya tekan roller pada
grinding table, di mana material jatuh di tengah grinding table yang berputar
kemudian digiling dan ditekan oleh roller. Di dalam vertical mill tersebut
terdapat 6 buah roller yang berfungsi sebagai media penggilingan. Material
yang masuk dari feed gate akan jatuh ke bagian tengah grinding table.
Material akan bergerak ke arah tepi karena adanya gaya sentrifugal akibat
putaran grinding table. Saat material bergerak melewati roller karena
perputaran grinding table, roller juga akan ikut berputar karena gesekan
dengan material. Material akan tergiling karena adanya gaya tekan dari roller.
Jarak minimal antara roller dengan grinding table yaitu 12 mm, kondisi ini
disebut juga dengan zero position. Tujuan dari kondisi ini adalah untuk
meningkatkan efisiensi penggilingan dalam vertical mill.
Bersamaan dengan proses penggilingan di dalam raw mill, maka dialirkan
juga gas panas yang berasal dari suspension preheater di mana gas tersebut
ditarik oleh sebuah fan (secara sentrifugal) dari bagian louvre ring di dalam
mill. Sudu-sudu pada louvre ring dibuat dengan sudut tertentu sehingga
kecepatan aliran gas panas yang masuk kedalam mill dapat dikurangi sehingga
proses pengeringan didalam mill dapat berlangsung lebih lama.
Pada rawmill, terdapat 6 buah cyclone. Material yang telah tergiling akan
terbawa oleh gas panas menuju separator. Pada bagian separator, material
yang halus akan dipisahkan dengan material yang masih kasar. Separator ini
berputar pada sumbunya dengan bantuan sebuah rotor pada kecepatan tertentu.
Material yang kasar akan jatuh berbenturan dengan bagian rotor classifier ke
tengah grinding table dan selanjutnya akan digiling bersama fresh feed.
Selanjutnya material diumpankan melalui air slide U01 dan air slide U02
menuju air slide U03 untuk diteruskan menuju air slide (6R1U05), dari air
slide (6R1U05) material dapat diumpankan ke diverting gate (6R1U05Z1) dan
air slide (6R1U06) , dimana dari diverting gate (6R1U05Z1) selanjutnya
material diumpankan menuju air slide (6R1U16) untuk selanjutnya diteruskan
ke Buckhet Elevator Standby, sedangkan dari air slide (6R1U06) material
langsung diumpankan atau diteruskan menuju bucket elevator (6R1U07).
42

Udara panas yang keluar dari cyclone mengandung partikel halus atau
debu akan diproses selanjutnya di Gas Conditioning Tower (GCT), dimana
GCT digunakan untuk menurunkan temperatur gas panas yang terlalu tinggi
dari aliran cyclone dan suspension preheater dan mengkondisikan keadaan
dilingkungan. Pada GCT Terdiri dari 18 Nozzle air dan udara (9 Panjang, 9
pendek). Pada puncak GCT ada motor vibrating yang berfungsi untuk
menghamburkan material- material di sekitar nozzle GCT agar nozzle tersebut
dapat berjalan secara prima. Didalam GCT akan terjadi proses spray yg
berfungsi untuk mendinginkan gas. Udara panas dari kiln ke GCT ditarik
menggunakan fan T01 (string A) dan T03 (string B). Udara yang dikondisikan
di GCT (K01) akan diteruskan ke Bag House Filter. Material yang masih
mengandung debu diumpankan menuju Bag House Filter yang terdiri dari
12 chamber , pada Bag House Filter udara bersih dan material yang tak
terkondisikan menempel di Bag. Bag House Filter ini diberi udara bertekanan
dari kompresor secara periodik, ada pneumatic valve yang mengatur kapan
ditembakkan udara bertekanan tersebut. Karena adanya udara bertekanan tadi
menyebabkan material yang menyangkut pada setiap bag akan jatuh menuju
drag chain U01 menuju drag chain U02 untuk diteruskan menuju drag chain
U04, dari drag chain U04 material dibagi dua , ada yang dijatuhkan ke truck
dan di arahkan menuju bucket elevator Raw mill, bucket elevator stand by
atau bucket elevator kiln feed. Udara bersih dari Bag House Filter dibuang ke
udara bebas melalui cerobong.
Wet bottom GCT memiliki makna bahwa bottom GCT basah sehingga
material jelek, hal ini tidak diinginkan karena produk dari GCT nantinya akan
dimasukkan ke silo bersama hasil yang berasal dari raw mill , jika material
basah maka sulit untuk dicampur dan digiling. Apabila material terindikasi
basah dengan suhu kurang dari 90oC maka akan langsung dibuang, sedangkan
material dengan suhu diatas 900C akan dimasukkan kembali ke sistem.
Selanjutnya material dari GCT akan dijatuhkan dan dibawa menggunakan
screw conveyor yang bersifat reversible (K06), dimana pada screw conveyor
ini terdapat dua cabang aliran yaitu material dapat langsung dijatuhkan ke
43

truck dan material lainnya dijatuhkan pada drag chain U03, selanjutnya
diteruskan ke drag chain U04, pada drag chain U04 ini material yang jatuh
dari bag house filter bergabung dengan material yang jatuh dari GCT tadi
yang kemudian di umpankan menuju drag chain U05 untuk diarahkan dan
untuk dipilih menuju bucket elevator raw mill atau bucket elevator stand by,
maupun bucket elevator kiln feed.

(a) (b)
Gambar 3.17 a. Air slide b. Bucket elevator
Material yang dijatuhkan menuju drag chain 6J1U05 akan dimasukkan
menuju bucket elevator (6R1U07) yang dapat diumpankan ke tiga buah air
slide. Dimana material dari air slide (6R1U06) Raw mill akan diteruskan ke
air slide 6R1U08 menuju spider box (6R1U09) yang selanjutnya diteruskan ke
CF Silo (H01). Begitu juga dengan air slide (6RIU16) material akan
diteruskan menuju bucket elevator stand by (6R1U17) menuju air slide
6R1U18, sedangkan dari air slide 6W1A07 material akan diteruskan menuju
bucket elevator kiln feed (6W1A12) yang selanjutnya diteruskan menuju air
slide 6W1A13 (jika kiln mati) akan langsung diteruskan ke CF silo, dari air
slide 6W1A13 material diteruskan menuju air slide 6W1A14 ke diverting
gate 6W1A15 pada diverting gate material akan dijatuhkan menuju string A
dan string B di suspension preheater. Pada setiap bucket elevator dilengkapi
dengan Jet Pulse Filter.
44

Gambar 3.18. Control Flow Silo (CF Silo)


Fungsi dari CF Silo adalah tempat penyimpanan rawmix yang nantinya
akan digunakan sebagai umpan kiln. Selain itu juga sebagai tempat
homogensasi rawmix. Homogenisasi terjadi karena adanya perbedaan waktu
tinggal saat penarikan dari ketujuh cone yang berada di dalam CF Silo.Tiap
cone mempunyai segmen aerasi yang dibuka secara bergantian. Tujuan dari
aerasi adalah agar rawmix tidak terlalu padat sehingga dapat mengalir dan
ditarik oleh cone pada CF silo. CF silo memiliki kapasitas 40.000 ton yang
dilengkapi dengan 3 blower. Material hasil penarikan cone akan dimasukkan
ke dalam DLD tank 6W1A01 DLD tank ini dilengkapi dengan 1 blower,
dengan menggunakan airslide selanjutnya dari DLD tank akan diteruskan ke
shenkfeeder untuk ditimbang melalui diverting gate yang dapat diarahkan
menuju 6W1A05 dan 6W1B04 untuk dijatuhkan menuju airslide 6W1A07
diteruskan ke airslide 6W1A08 yang selanjutnya diumpankan ke suspension
preheater menggunakan airslide dan bucket elevator.

Gambar 3.19. Sistem Penarikan Raw Mix dalam CF Silo (Holderbank,2000).


45

3.1.2 Tahap Pembakaran Raw Mix (Pembentukan Klinker)


Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap
proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses
pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu
dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara.
3.1.2.1 Proses Pemanasan Awal (Preheater)
Proses preheater terjadi pada suspension preheater yang bertujuan untuk
pemanasan awal dan kalsinasi awal raw mix sehingga pemanasan selanjutnya
dalam kiln lebih mudah. Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung
VI PT Semen Padang terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 calciner.
Dengan adanya peralatan calciner ini, maka proses kalsinasi yang
dahulunya terjadi di dalam kiln beralih ke dalam kalsiner sehingga proses
kalsinasi yang akan terjadi di klin tinggal sedikit. Proses kalsinasi pada kalsiner
terjadi 95% sehingga pada kiln hanya tinggal 5% lagi.

Gambar 3.20. Suspension Preheater


Tabel 3.2. Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater
Stage Suhu
I 310-400 ºC
II 500-650 ºC
III 700-820 ºC
IV 850-900 ºC
(Sumber: CCR Indarung VI, 2018)
46

Suspension preheater terdiri dari dua string yaitu string A dan string B.
Masing-masing string ini terdiri dari 5 buah cyclone separator yang berfungsi
untuk memisahkan antara material dengan gas dan 1 buah kalsiner. Selain itu,
panas juga dihasilkan dari pembakaran batubara pada kalsiner.
Proses perpindahan panas terjadi pada bagian raw mix masuk dari bagian
atas (riser duct) secara co-current dan kemudian masuk ke cyclone bersamaan
dan terjadi pemisahan material dengan udara pemanas didalam cyclone.
Karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai & menguap,
diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2.
Material masuk dimulai dari cyclone A51 dan cyclone A61, kemudian
menuju cyclone A52 bertemu dengan udara panas dari A53 yang di hisap oleh
fan yang menyebabkan udara naik keatas dan material jatuh menuju cyclone
A53 bertemu dengan udara panas yang dihisap oleh fan dari cyclone A54 ,
pada cyclone A53 material ada yang dapat langsung diteruskan ke kiln dan
ada material yang diumpankan menuju kalsiner yang selanjutnya diteruskan
menuju cyclone A54 untuk diumpankan ke Kiln. Begitu juga dengan material
dari cyclone B51 dan cyclone B61 jatuh menuju cyclone B52 bertemu dengan
udara panas, selanjutnya menuju cyclone B53 bertemu dengan udara panas
yang kemudian diteruskan ke kalsiner cyclone A55 menuju cyclone B54 untuk
diumpankan ke Kiln. Dari cyclone cyclone B53 material juga ada yang
langsung diumpankan menuju kiln. Udara panas tadi didapatkan dari sisa
pembakaran di kiln yang digunakan untuk pemanasan pada kalsiner. Udara
panas yang keluar pada suspension preheater di string A akan ditarik oleh fan
T01 menuju GCT dan Raw mill , sedangkan pada string B udara panas yang
keluar akan ditarik oleh fan T03 menuju GCT dan Raw mill. Dengan adanya
kalsiner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di kiln secara
keseluruhan sekarang dibantu oleh kalsiner sehingga proses kalsinasi di kiln
tinggal sedikit.
47

Tabel 3.3 Data Pengecekan Derajat Kalsinasi


Tanggal Derajat Kalsinasi
String A String B
11 Februari 2018 82.86 % 84.45%
12 Februari 2018 88.13% 89.13%
13 Februari 2018 96 % 96.79%
14 Februari 2018 93.17% 93.68%
15 Februari 2018 92.67% 88.48%
16 Februari 2018 94.7% 93.74 %
17 Februari 2018 92.34% 93.55%
18 Februari 2018 92.34% 92.37%
19 Februari 2018 87.02% 90.77%
20 Februari 2018 92.08% 93.34%
( Sumber : Laboratorium Quality Control Indarung VI)
Tahapan reaksi yang terjadi pada suspension preheater adalah sebagai
berikut:
1) Pada temperatur 100°C terjadi penguapan air.
H2O(l) H2O(g)
T=100ºC
2) Pada temperatur 500°C terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat
Al2O3xH2O Al2O3 + xH2O
T=500ºC
SiO2xH2O SiO2 + xH2O
T=500ºC
3) Pada temperatur 700°C–900°C terjadi proses kalsinasi awal.
CaCO3 CaO + CO2
T=700ºC - 900ºC
MgCO3 MgO + CO2
T=700ºC - 900ºC
4) Pada temperatur 800°C –900°C terjadi reaksi pembentukan C2S sebagian.
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
T=800ºC - 900ºC
48

Temperatur keluar suspension preheater dipertahankan pada 860-890°C


(CCR Indarung VI) . Pada titik tersebut, derajat kalsinasi berkisar antara 90%-
95%.
3.1.2.2 Proses Pembakaran (Rotary Kiln)
Proses pembakaran dilakukan dalam sebuah alat , yaitu rotary kiln.
Rotary kiln ini berbentuk silinder dengan diameter 5,5 m dan panjang 86 m
dengan kemiringan 40. Bahan bakar yang digunakan adalah batu bara, sedangkan
untuk pemanasan awal (heating up) digunakan solar. Untuk pemanasan di burner,
udara sekunder diperoleh dari cross bar cooler dan udara primer yang diperoleh
dari udara luar.Pada dasarnya batubara digunakan sebagai bahan bakar utama
karena:
a. Biaya produksinya lebih murah
b. Menghemat biaya untuk pembelian bahan bakar itu sendiri dibandingkan
menggunakan bahan bakar diesel.
Pada dinding kiln dilapisi oleh batu tahan api yang berfungsi untuk
melindungi dinding kiln dari panas yang terbuat dari besi dimaksudkan agar tidak
meleleh pada saat proses pembakaran berlangsung.

Gambar 3.21. Rotary Kiln

1. Daerah kalsinasi (Calsining Zone: 900°C-1100°C)


Kalsinasi akan sempurna di dalam kiln dengan naiknya suhu sehingga
dapat menguraikan CO2. Selain itu juga, Pada zona ini sebelumnya telah
terjadi proses kalsinasi didalam suspension preheater. Jadi, kerja rotary kiln
dalam proses kalsinasi sudah berkurang dan tidak memakan waktu yang lama
49

dalam tahap ini, karena proses kalsinasi sudah terjadi sekitar 80-95% di
Suspension preheater tersebut.
2. Daerah Pembentukan Clinker (Sintering Zone)
Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S, C4AF
dan C3A.
3. Daerah Pendinginan (Cooling Zone)
Daerah pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini
material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder
dari cooler yang masuk ke kiln.
Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln
sebagai berikut:
a. Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3 atau pelepasan carbon dioxide
(CO2) dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 900-1.100°C.
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
b. Pembentukan dicalsium silicate (C2S) pada temperatur 900-1.100°C.
2CaO +SiO2 2CaO.SiO2
Reaksi berlangsung sampai SiO2 habis.
c. Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate
ferrite (C4AF) yang terjadi pada temperatur 1.100 – 1.250°C.
 Pembentukan C3A
3CaO + Al2O3 3CaO. Al2O3
 Pembentukan C4AF
4CaO + Al2O3 + FeCO3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
d. Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadarkalsium
monoksida (CaO) bebas yang terjadi pada temperatur 1.250-
1.400°C.Reaksinya yaitu:
2CaO.SiO2 + CaO + SiO2 3CaO.SiO2
Proses klinkerisasi dalam pembuatan semen adalah proses pengikatan
antara oksida-oksida yang terkandung dalam material untuk membentuk senyawa
C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
50

Tabel 3.4. Tahap Klinkerisasi


Reaksi Temperatur (0C)
Tahapan Kalsinasi 900 – 1100
Pembentukan C2S 900 – 1100
Pembentukan C3A dan C4AF 1100 – 1250
Pembentukan C3S 1250 – 1400

Bagian-bagian dari kiln yang membantu mekanisme kerjanya adalah:


1) Main driver
Penggerak pada kiln yang menggunakan sistem gear rim dalam
konstruksinya dipasang didekat supporting yang tidak banyak mengalami
deformasi agar kontak antara pinion dan gear rim tidak mudah mengalami
perubahan.
2) Kiln shell
Kiln shell merupakan bagian utama dari rotary kiln yang terbuat dari
boiler plate dengan ketebalan yang bervariasi. Pada bagian tertentu dipasang
tyre (live ring) yang bertumpu pada supporting roller.
3) Supporting roller
Supporting roller merupakan tempat bertumpunya tyre sekaligus sebagai
penumpu dari kiln. Masing-masing tyre ditumpu oleh dua buah supporting
roller. Dalam konstruksinya titik sumbu dari supporting roller dan tyre
membentuk sudut 60o dan garis sumbunya diatur sejajar dengan sumbu kiln.
4) Trust roller
Trust roller dipasang dengan tujuan sebagai penahan dan indikator
naiknya kiln, pemasangan posisi outlet pada live ring dengan menggunakan
sistem hidrolik.
5) Refractory (Batu tahan api)
Refractory merupakan material yang tahan terhadap temperatur tinggi dan
perubahan yang drastis. Pengolahan semen yang terjadi pada reaktor kiln
dilapisi dengan batu tahan api (refractory) untuk melindungi shell kiln dari
panas yang tinggi, bahan kimia, dan abrasi mekanik. Fungsi dari refractory
51

(batu tahan api) dalam pembuatan semen antara lain sebagai proteksi
(pengaman operasi) kiln shell terhadap temperatur tinggi, sebagai bahan untuk
memperpanjang umur teknis shell kiln atau melindungi bagian metal agar
tidak langsung kontak dengan nyala api atau padatan yang sangat panas, dan
sebagai isolator panas (peredam panas).
6) Burner
Burner merupakan alat untuk membakar bahan bakar ke dalam area
pembakaran. Jenis burner yang digunakan adalah multi channel burner
dimana dapat digunakan bahan bakar yang berbeda secara bersamaan serta
bentuk api yang dihasilkan dapat diatur dengan mengatur laju udara radial dan
udara axial.

Gambar 3.22. Bagian-bagian Rotary Kiln (FLSmiDTH).


3.1.2.3 Proses Pendinginan (Cross Bar Cooler)
Dalam proses pembuatan semen, klinker yang sudah diproses di rotary
kiln dengan temperatur 1200-1400 oC selanjutnya akan diturunkan dari suhu
tersebut sampai klinker bersuhu 90–100 oC. Untuk keperluan pendinginan klinker
digunakan alat yang disebut cooler.
52

Gambar 3.23. Crossbar Cooler


Di Pabrik Indarung VI PT Semen Padang jenis cooler yang dipakai yaitu
crossbar cooler yang terdiri dari 9 line. Crossbar cooler banyak digunakan
pada industri semen karena dapat menurunkan temperatur klinker hingga
mencapai 100oC. Prinsip kerja dari cross bar cooler yaitu klinker panas
keluran kiln dengan suhu berkisar 1400oC jatuh ke area inlet cooler, kemudian
klinker didinginkan dengan aliran udara dari bawah mengunakan 11 fan.
Bersamaan dengan itu klinker ditransportasikan secara perlahan menuju
crusher dengan crossbar. Klinker yang telah didinginkan selanjutnya akan
menuju Heavy roller break
er yang terdiri dari 4 roller tersusun seri, transport rolls berputar searah
aliran klinker dan klinker halus akan melewati celah antar roll dan jatuh,
sementara klinker yang besar (> 25-30 mm) ditransportasikan ke crushing
rolls yang berputar berlawanan arah untuk digiling, selanjutnya material yang
telah diperkecil ukurannya jatuh ke pan conveyor untuk menuju silo klinker
atau unborn silo.
Cross bar cooler memiliki beberapa fungsi antara lain :
a) Memberikan pendinginan yang cepat pada klinker sehingga tidak
terjadi penguraian C3S menjadi C2S.
b) Mempehalus ukuran keluaran klinker dengan menggunakan roller
breaker.
c) Mendinginkan klinker yang keluaran kiln dari temperatur 1200oC
menjadi < 200oC keluar cooler system, dengan cara mengalirkan udara
53

dari cooling fan secara proporsional.


d) Pendinginan klinker secara quenching atau secepat mungkin untuk
mendapatkan kualitas klinker yang terbaik (klinker mudah pecah).
e) Memanfaatkan udara panas hasil pendinginan klinker yang keluar dari
kiln dan diperoleh dua jenis udara, yaitu udara secondary untuk
pembakaran main burner dan udara tertiery untuk pembakaran
dicalciner.

Gambar 3.24. Heavy duty Roll Breaker Modular Frame


Klinker dengan ukuran yang sangat halus akan tertarik oleh fan menuju
Electrostatic Precipitator (EP). Udara mengandung klinker masuk melalui inlet
EP dan selanjutnya melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge
electrode dengan collector plate sehingga flue gas bermuatan negatif. Partikel
debu (-) selanjutnya menempel pada collector plate (+). Selanjutnya secara
periodik collector plate digetarkan (rapping) sehingga debu jatuh ke hopper untuk
selanjutnya ditransport menuju pan conveyor dengan menggunakan drag chain.
Sedangkan udara bersih akan dihembuskan menuju cerobong dan juga
dimanfaatkan sebagai udara panas untuk unit cement mill
54

.
Gambar 3.25 Pan Conveyor
3.1.2.4 Penyimpanan Klinker di dalam Silo
Klinker yang telah didinginkan di cross bar cooler dan dihancurkan oleh
roller breaker dengan ukuran yang hampir merata, dibawa menuju dome silo
menggunakan pan conveyor. Dome silo sebagai tempat penyimpanan klinker
yang akan diumpankan ke cement mill untuk digiling menjadi semen dengan
kapasitas penyimpanan 80.000 ton, sedangkan unburn silo digunakan untuk
penyimpanan klinker yang tidak terbakar sempurna selama proses pembakaran
di kiln dan bisa sebagai penyimpanan sementara klinker yang akan diekspor.
Pada bagian bawah unburn silo terdapat jalur truk kapsul yang akan membawa
klinker, sehingga pada unburn silo lebih mudah dalam transportasi untuk
diekspor dan juga mempermudah untuk pengosongannya.

Gambar 3.26. Silo Klinker


55

3.1.3 Tahap Penggilingan Klinker (Pembuatan Semen)


Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement
mill. Tahapan proses yang terjadi adalah proses penggilingan awal di roller press,
proses penggilingan didalam cement mill, proses pemisahan di sepax separator,
dan penyimpanan semen didalam silo semen.
3.1.3.1 Proses Pengumpanan Material
Bahan yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari 4 jenis bahan
yaitu klinker, gypsum, pozzolan dan limestone high grade. Limestone high grade
(5000 ton) dijatuhkan pada belt conveyor 6A1U03 untuk diumpankan ke storage
melalui belt conveyor 6A1U04. Material dari storage Gypsum, Pozzolan dan
limestone high grade dijatuhkan menuju belt conveyor U01 secara bergantian
kemudian diteruskan menuju belt conveyor (6G1U02) untuk selanjutnya
diteruskan menuju belt conveyor (6G1U03) dan carry belt reversible (6G1U05),
carry belt reversible ini bekerja secara reversible untuk menjatuhkan material
berupa limestone high grade, pozzolan, dan gypsum menuju hopper masing-
masing material. Pada hopper clinker, limestone dan pozzolan dilengkapi dengan
dosimat feeder, sedangkan pada hopper gypsum dilengkapi dengan belt feeder
yang berfungsi untuk mengatur jumlah material yang akan dijatuhkan pada belt
conveyor J01. Dari belt conveyor J01 ini material dijatuhkan menuju belt
conveyor J03, pada belt conveyor J03 ini dilengkapi dengan magnetic separator
(X02) dan metal detector (X03) yang berfungsi memisahkan logam yang masih
terdapat pada material. Apabila material terdeteksi logam maka material
diumpankan ke reject material (L11) yang selanjutnya dijatuhkan menuju belt
conveyor J07, pada belt conveyor J07 ini juga dilengkapi dengan metal detector.
Apabila material masih mengandung logam maka akan dijatuhkan menuju belt
conveyor J09 untuk dimasukkan menuju bucket elevator (J10) dan dijatuhkan
menuju belt conveyor J03. Selanjutnya material dijatuhkan menuju belt conveyor
J04. Klinker yang disimpan di dalam silo akan diumpankan oleh appron feeder ke
dalam unit cement mill. Setelah ditarik, klinker melalui sector gate masuk dan
diangkut dengan menggunakan appron conveyor dan dilanjutkan dengan belt
conveyor menuju bin feeder sebelum diumpankan ke roller press. Untuk gypsum,
56

pozzolan dan limestone highgrade akan diangkut menuju cement mill dengan
menggunakan belt conveyor dan laju alir massanya diatur oleh dosimat feeder.
Total laju alir massa masuk ke dalam cement mill diukur menggunakan belt
weighter.

(b) (b)
Gambar 3.27. a. Appron Conveyor b. Carry belt reversible
3.1.3.2 Proses Penggilingan di Cement Mill
Tipe mill yang digunakan di Indarung VI untuk penggilingan semen
adalah Vertikal Roller Mill OK 42-4, Pada cement mill, klinker digiling
bersama dengan gypsum (CaSO4.2H2O) serta bahan aditif lain seperti limestone
high grade dan pozzolan tergantung dari tipe semen yang akan diproduksi
(Tipe I atau PCC).

Gambar 3.28. Vertical Roller Mill OK 42-4


Gambar 3.28 merupakan alat penggilingan yang digunakan diindarung VI.
Weighfeeder terpisah mempersiapkan material feeding dari bin sesuai dengan
proporsinya. Feeding ditranport ke inlet Mill dengan sistem belt conveying.
57

Proses transpor ke Mill dilengkapi dengan magnetik separator yang


memisahkan objek metal dari feeding mill dan dibuang ke bin pembuangan.
Belt conveyor sebelum masuk mill juga dilengkapi dengan metal detector.
Ketika metal detector aktif maka change over gate antara belt conveyor dan
rotary feeder akan terbuka dan membuang material.
Dengan cara ini semua objek metalik dicegah masuk kedalam mill
bersama feeding. Untuk mengurangi jumlah material yang jatuh dikarenakan
metalik objek maka bin pembuangan dilengkapi dengan ektraktor yang
mengarahkan material kembali kesistem melewati sistem sirkulasi eksternal,
metalik objek akan sekali lagi melewati metal detektor dan dibuang keluar,
karena materialnya lebih sedikit dibandingkan metal detektor sebelumnya
maka jumlah material yang meninggalkan sistem akan minimal.
Pada inlet mill Rotary feeder dipasang untuk mengurangi masuknya false
air. Material feeding masuk ke mill melalui chute inlet yang terletak pada
salah satu sisi body mill dan menempatkan material ketengah grinding table.
Mill motor memutar table mill melalui gear reducer dan menyediakan daya
yang dibutuhkan untuk menggiling material. Putaran table mengarahkan
material kesisi table dibawah roller dimana roller mulai bekerja. Kekuatan
pengilingan didapatkan roller dari sistem hidraulik. Untuk mencegah kontak
metal antara roller dan table mill dilengkapi dengan roller stopper.
Segmen roller grinding dilengkapi dengan sebuah pusat alur dan memiliki
bentuk irisan antara roller dan table dimana clearance dari wedge (irisan)
lebih sempit ke arah luar table. Bentuk ini adalah unik untuk OK-Mill dan
dikembangkan untuk menggiling bahan keras dan beragam ukuran tanpa
vibrasi membahayakan. Dam ring yang dipasang di tepi table menjaga
landasan material di atas table. Tinggi Dam ring dapat disesuaikan, karena
dibentuk oleh lapisan pelat baja dan ditetapkan dengan baut. Setelah umpan
melewati daerah roller grinding, umpan akan bergeser ke pinggir Dam ring.
Gas inlet mill diinduksikan ke casing bawah mill dan ditarik ke arah sisi atas
grinding table melalui fixed air-nozzles, sekeliling table.
58

Area nozzle ring dapat disesuaikan dengan pelat geser untuk memastikan
kecepatan udara yang cocok dengan kondisi grinding. Udara yang melalui
nozzle ring membawa material keseparator dan mengembalikan beberapa
material kembali di atas tabel. Fungsi udara adalah untuk mengangkut dan
mengeringkan (atau mendinginkan) material di dalam mill. Kecepatan gas di
nozzle ring diatur sehingga memungkinkan sebagian material jatuh melalui
nozzle ring dan meninggalkan mill melalui reject chute ke dalam mill
recycling system (system daur ulang).
Sistem daur ulang memakai sistem belt conveyor untuk mentranspor
material reject masuk ke mill feed. Sistem daur ulang eksternal dilengkapi
dengan magnetic separator untuk menyingkirkan besi. Mill dilengkapi dengan
system grinding aid. Grinding aid ditambahkan ke dalam umpan di belt
conveyor dan digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas produk. Water
injection menyemprotkan air langsung ke material diatas table bertujuan untuk
menstabilkan grinding bed. Semprotan air juga dapat digunakan untuk
pendinginan.
Produk yang terbawa aliran gas ke dynamic separator diposisikan di atas
housing mill. Separator merupakan type rotary efisiensi tinggi dan disertakan
dengan kisi-kisi yang fix dilingkar luar rotor. Sepax separator dilengkapi
dengan variable speed motor, dan kecepatan dapat diatur 33-100%. Prinsip
kerja sepax separator yaitu material masuk dari bagian tengah separator dan
jatuh kebagian bawah, material yang jatuh akan terdistribusi karena adanya
spreader plate kemudian udara masuk dari bawagian bawah membawa
material yang ringan menuju classifier didalam classifier material dipisahkan
menjadi fraksi kasar (reject) dan fraksi halus (produk). Fraksi kasar jatuh
melalui reject cone ke cyclone untuk dipisahkam antara material dengan
gasnya yang kemudian dibawa oleh air slide dan bucket elevator menuju
cement silo.
Kehalusan produk ditentukan dari aliran gas yang melalui mill dan
kecepatan rotor sepak separator. Aliran gas melalui mill diperlukan untuk
transportasi material, dan pengeringan dihasilkan oleh mill fan. Aliran gas
59

melalui mill terdiri dari udara daur ulang, udara panas dari panas
generator/cooler dan udara dingin dari cold air damper sebelum inlet mill.
Udara yang dibutuhkan untuk pengoperasian mill di daur ulang kembali ke
inlet mill, dan udara berlebih dibuang melalui cerobong. Kelebihan udara
berasal dari false air yang masuk ke system dan penambahan fresh air, yang
karena kebutuhan proses ditambahkan ke udara daur ulang sebelum mill.
Sistem udara dilengkapi dengan generator gas panas dan pasokan udara panas
dari cooler untuk menyediakan energi panas yang diperlukan untuk
pengeringan material di dalam mill dan untuk menjaga temperature outlet mill
cukup tinggi untuk memastikan bahwa pengeringan gypsum berlangsung
dengan tingkat yang diperlukan. Pengeringan yang tidak cukup dari gypsum
dapat menyebabkan masalah dengan ekstraksi silo. Sistem ini juga dilengkapi
dengan Emergency cold air damper, yang membuka dan melindungi bag filter
dari kelebihan aliran udara temperature tinggi dalam kasus gagal feeding atau
motor mill trip. Hal ini penting untuk menjaga aliran udara konstan melalui
mill dan separator dalam rangka untuk menjamin stabilitas operasional. Aliran
udara harus cukup untuk memastikan sirkulasi material efektif di mill, dan
dengan demikian efisiensi grinding bisa optimal. Tingkat kecepatan aliran
udara juga harus dipastikan untuk mencegah berlebihan, dan tidak diinginkan,
material daur ulang eksternal. Produk separator dan udara yang
mengangkutnya dipisahkan dalam bag filter. Produk jadi dikumpulkan dalam
bag filter diangkut kesilo semen. Pada alat transport semen dipasang screw
type material sampler untuk memungkinkan pengambilan sampling dari
produk jadi.
3.1.4 Tahap Pengantongan Semen
Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),
Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatera Barat. Semen dari
cement silo dibawa ke elevator melalui air slide menuju PPI. Selanjutnya
elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan
sebelum dimasukkan kedalam hoppernya. Semen kemudian ditransportasikan
menuju packer. Packer yang digunakan di PPI ini memiliki kapasitas
60

pengemasan 40 zak/menit dengan jumlah 10 packer. Semen yang telah


dipacking didalam kantong zak akan dibersihkan dari debu menggunakan dust
filter. Selanjutnya semen akan ditransportasikan menggunakan belt conveyor
menuju bowmer truck.
Sedangkan untuk pengantongan di Teluk Bayur, semen akan dibawa
menggunakan kereta api atau truck untuk nantinya akan dimasukkan kedalam
silo dan proses pengantongan akan dilakukan menggunakan packer di Teluk
Bayur. Hal yang sama berlaku untuk pengantongan di luar Sumatera Barat.
Semen akan dibawa dengan truk ketempat pengantongan disana dan disimpan
pada silo yang terdapat disana. Proses pengantongan diluar Sumatera Barat
dilakukan untuk mempermudah pemasaran, sehingga dapat mengurangi resiko
kerusakan bila dikirim dengan jarak jauh.

3.2 Alat Pendukung Operasi


3.2.1 Alat Penangkap Debu (Dust Collector)
Debu adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses pengolahan material
pada pabrik semen. Mulai dari penambangan bahan baku hingga ke pengantongan
terdapat bagian-bagian yang merupakan sumber emisi debu. Jenis debu tersebut di
antaranya adalah:
1. Debu raw material (lime stone, silica stone, dll)
2. Debu raw mix
3. Debu coal
4. Debu gas buang kiln
5. Debu klinker
6. Debu gypsum
7. Debu semen
Penanganan debu dilakukan atas dua pertimbangan, pertama karena emisi
debu dapat merusak lingkungan dan kedua karena kandungan material di dalam
gas yang teremisi debu dapat diproses kembali menjadi produk. Berikut ini
dijelaskan beberapa jenis alat penangkap debu.
61

3.2.1.1 Jet Pulse Filter


1. Fungsi dan prinsip kerja
Alat ini termasuk alat pemisah material. Jet pulse filter biasanya terdiri
dari atau beberapa modul yang memiliki luas penyaringan antara 24 hingga 240
m2. Udara bermuatan debu masuk ke kolektor, kemudian disebarkan dan
didistribusikan ke bag filter, partikel yang berat akan terlepas dari aliran udara dan
jatuh menuju hopper. Udara terus mengalir melalui kolektor, mengumpulkan
partikel dari bag keluar melewati venturi. Saluran keluar biasanya digunakan
untuk membawa udara bersih menjauhi kolektor. Pengumpulan debu berada di
sisi luar bag filter, sebagai hasil dari udara kotor yang melewatinya, menyebabkan
pengurangan pori-pori bag. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan antara udara
bersih dan udara kotor pada kolektor. Untuk itu maka diberikan udara bertekanan
dalam arah yang berlawanan terhadap aliran udara normal. Automatic timing
devices digunakan untuk mengatur solenoid valves dalam interval tertentu guna
membersihkan bag filter. Setiap solenoid valve ini akan membuka diaphragm
valve yang berada antara main air line dan blow tube. Udara bertekanan akan
dikeluarkan dari blow tube melalui orifis dengan kecepatan tinggi. Karena adanya
orifis ini maka terjadi kenaikan tekanan tiba-tiba, yang menyebabkan udara keluar
bertekan tinggi dan masuk ke bag filter mendorong material yang terkumpul di
sisi luarnya sehingga terjatuh ke hopper.

Gambar 3.29. Jet pulse filter


62

3.2.1.2 Bag House Filter


1. Fungsi alat
Bag house filter merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari
kantong-kantong (bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara,
yang terbuat dari bahan polyester yang tahan terhadap temperatur dan
kelembaban gas.
2. Prinsip kerja Bag House Filter
Campuran udara dan partikel debu ditarik memasuki ruangan filter
yang berisi bag filter. Udara akan melewati bag, sementara itu debu yang
terbawa akan menempel pada bagaian luar bag. Debu yang menempel
pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara yang
berasal dari jet cleaning system. Udara akan memasuki setiap bag pada
arah yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu, dan menekan
setiap bag, sehingga merontokkan debu yang menempel pada dinding bag.
Debu akan jatuh ke dalam hopper untuk dibawa dengan alat transpor
berikutnya. Pembersihan debu ini dilakukan dalam interval tertentu.
3. Komponen-komponen utama alat :

Gambar 3.30. Bag House Filter (BHF)


63

Gambar 3.31. Komponen-komponen BHF


Keterangan :
(1) Gas chamber
(2) Stiffening tubes
(3) Filter casing
(4) Baffle plate
(5) Dirty gas inlet frame
(6) Filter sleeves
(7) Hopper walls
(8) Nozzle mounting plate
(9) Supporting cages
(10) Inlet nozzles
(11) Tension bar
(12) Bolts welded on
(13) Special nuts
(14) Clamp strap
(15) Clamp strap
(16) Air distributing tube
(17) Air supply tube
(18) Air reservoir
(19) O-ring
(20) Diaphragm valve
(21) Spection door
64

(22) Clean gas room


(23) Clean gas duct
3.2.1.3 Electrostatic Precipitator
1. Fungsi dan prinsip kerja alat
Electrostatic precipitator adalah peralatan penangkap debu yang
berdasarkan pada efek ionisasi gas di dalam medan listrik yang kuat. Medan listrik
ini dibentuk oleh discharge elektroda (elektroda negatif) dan elektroda pengumpul
(elektroda positif). Dengan beda tegangan yang cukup tinggi diantara kedua
elektroda (40.000 – 80.000 V DC) discharge elektroda akan memancarkan ion-ion
dan memuati molekul-molekul gas di sekitar elektroda dengan ion positif dan ion
negatif. Karena pengaruh medan listrik yang sangat kuat, ion negatif bergerak ke
collecting electrode. Jika dalam gas terdapat debu, ion negatif akan memberikan
muatannya ke partikel debu yang kemudian ditarik oleh elektroda positif.
Efisiensi Ep tergantung kepada disain filter, sifat-sifat debu dan komposisi
gas sebagaimana dinyatakan dengan persamaan berikut :
E = 1 – e-(A/V)w
Dimana :
E = efisiensi collecting
A = total luas permukaan collecting
V = kecepatan aliran gas
w = kecepatan migrasi
Efisisensi EP sangat dipengaruhi oleh temperatur, dimana temperatur ini
akan mempengaruhi harga humidity dan resivity debu. Selain ini temperatur akan
mempengaruhi densitas gas, dimana menurunnya densitas gas akan menurunkan
sparking potensial. Sparking potensial ini akan menciptakan corona pada electric
field disekitar collecting dan discharge electrode. Temperatur gas yang masuk EP
sebaiknya 105o – 140 oC.
2. Komponen-komponen Electrostatic Precipitator
EP terdiri dari komponen mekanikal dan komponen elektrikal.
Komponen utama mekanikal terdiri dari :
a. Casing, bottom hopper dan distribusi gas
65

b. Sistem collecting dan discharge


c. Drive dan rapping sytem
d. Alat transport
e. Support, akses fasilitas dan insulasi

Komponen utama elektrikal terdiri dari :


Insulator, lead insulator dan kabel tegangan tinggi
a. Transformer, rectifier
b. Rapping system dan grounding system
c. Panel control

Gambar 3.32. Electostatic Precipitator

Gambar 3.33. Animasi Electostatic Precipitator


66

3.2.1.5 Gas Conditioning Tower (GCT)

Inlet
Spray
Lance

Outlet

Gambar 3.34. Gas Conditioning Tower dan Spray Lance

Prinsip kerja dari GCT adalah :


a) Berfungsi untuk mengkondisikan temperatur gas sebelum masuk EP
(110ºC-130ºC)
b) Gas didinginkan dengan water spray lance (campuran air dan udara tekan)
yang ditembakkan melalui nozzle yang terdapat pada spray lance yang
berjumlah 18, terdiri dari 9 berukuran pendek, 9 berukuran panjang. Spray
air yang terjadi dalam GCT akan membentuk kabut yang bertujuan untuk
meningkatkan luas permukaan total air sehingga kecepatan perpindahan
panasnya juga akan meningkat.
c) Sebagian debu akan tertangkap butiran air dan ditampung di dalam dust
hopper untuk ditransport kembali ke sistem.
3.2.2 Cyclone
1. Fungsi alat
Cyclone merupakan peralatan yang memanfaatkan gaya sentrifugal dan
tekanan rendah yang disebabkan gerakan spin (pusaran) untuk memisahkan
padatan yang mempunyai bentuk, ukuran, dan densitas yang berbeda dari fluida
yang membawanya. Gerakan spin dalam cyclone timbul karena gerakan fluida
secara tangensial memasuki siklon. Ukuran padatan yang dapat terpisahkan di
dalam cyclone umumnya berukuran lebih besar dari 10 mikron (10-5m)
67

2. Prinsip kerja cyclone


Gas/fluida bercampur padatan masuk ke dalam silinder secara tangensial,
dan berputar seperti vortex. Di daerah cone (kerucut), diameter vortex mengecil
hingga arah aliran berbalik dan berputar ke atas melalui inner tube. Pada saat
fluida berbalik arah, padatan terpisah dari fluida pembawanya dan ditambah oleh
gaya gravitasi bumi, padatan menumpuk di bagian bawah cone untuk selanjutnya
disalurkan melalui down pipe menuju tempat lain.

Gambar 3.35. Prinsip kerja cyclone


Penerapan siklon di industri semen yang lazim digunakan adalah :
1. Suspension preheater
Fungsi utamanya adalah meningkatkan temperatur material dan penyaringan
material.
2. Di saluran menuju raw mill dari cooler. Fungsi utamanya adalah
mengurangi debu klinker yang menuju rawmill agar komposisi raw mill
tidak terganggu.
3. Finish mill
68

3.3 Alat Penarikan Material


a. Bridge Reclaimer

Gambar 3.36. Bridge Reclaimer


Bridge reclaimer adalah alat yang dilengkapi dengan rantai scrapper
penarik material di mana alat tersebut beroperasi dengan dua pile. Satu pile
ditumpuk sewaktu pile yang lainnya ditarik. Material yang memasuki storage
dengan belt conveyor di-discharge dari stacker yang bergerak dengan
kecepatan tertentu sepanjang storage pada relnya. Jaraknya di atas puncak pile
dijaga minimum untuk mengurangi emisi debu. Kapasitas alat ini cukup besar,
yaitu 500 m3/jam dan memerlukan luas daerah sekitar 50 meter.
Keuntungan bridge scrapper adalah:
a) Cocok untuk material yang kering sampai tingkat sticky sedang
b) Pengumpanan langsung pada free flowing material
c) Penyetelan dapat dilakukan dengan efisien untuk bahan mentah yang
komposisi kimianya bervariasi dalam rentang waktu yang panjang
d) Kapasitas storage dapat dinaikkan
e) Blending efek cukup baik, kerena pengambilan material melalui
lapisan-lapisan tipis di permukaan
f) Kecepatan penarikan (output) konstan dan mudah dikontrol
g) Penggunaan ruang samping storage kecil
h) Perubahan arah pengambilan mudah dilakukan
b. Bucket Chain Reclaimer
69

Gambar 3.37. Bucket Chain Reclaimer


Bucket chain reclaimer didesain untuk sticky bulk material. Storage terdiri
dari dua atau lebih longitudinal stockpile yang ditumpuk dengan metode
windrow. Ketika satu pile sedang ditumpuk, pile yang lainnya ditarik dengan
kemiringan tertentu pada arah penumpukan. Storage biasanya memiliki dua
stacking bridge, masing-masing pada ujung storage. Material masuk ke
storage dengan belt conveyor pada satu sisi storage.Kemudian material di-
discharge ke upper conveyor pada stacking bridge dan dilanjutkan ke lower
conveyor yang bisa bergerak bolak-balik yang menumpuk material dalam arah
longitudinal sesuai dengan metode windrow. Sistem bucketchain reclaimer,
yang dilengkapi dengan scrapper arm, ditahan pada kemiringan tertentu dari
bridgegirders. Mulai dari pit-wall, kedalaman potong material ditentukan
dengan menggerakkan reclaimer dalam arah longitudinal ke pile. Kemudian
material ditarik pada permukaan pile secara penuh ketika sistem scraperchain
bergerak ke pit-wall yang yang satu lagi. Potongan baru dalam arah
longitudinal telah dibuat dan sistem scrapper chain bergerak ke arah yang
berlawanan.
Keuntungan bucket chain reclaimer adalah:
a) Cocok untuk material yang sangat sticky
b) Sistem yang ekonomis untuk storage yang besar yang didisain
untukpengumpanan langsung pada mill
c) Penggunaan ruangan yang optimum dan atap mudah dipasang
70

3.4 Alat Transportasi


Conveyor yang berfungsi untuk mengangkut bahan -bahan industri yang
berbentuk padat. Pemilihan alat transportasi (conveying equipment) material
padatan antara lain tergantung pada: Kapasitas material yang ditangani, jarak
perpindahan material, kondisi pengangkutan: horizontal, vertikal atau inklinasi ,
ukuran (size), bentuk (shape), sifat material (properties), dan harga peralatan.
Pada pabrik Indarung VI semen padang menggunakan beberapa alat
transport antara lain
3.4.1 Belt Conveyor
Belt Conveyor menggunakan ban karet untuk menggerakkan bahan-bahan
dari satu lokasi ke lokasi lain. Bahan-bahan ditransfer langsung baik secara
teratur. Digunakan pada material yang berbentuk granular. Penggunaannya lebih
mudah untuk pemindahan material dengan jarak jauh serta pemeliharaannya yang
mudah, namun kelemahannya tidak bisa digunakan pada material yang terlalu
panas (>200oC). Prinsip kerjanya yaitu material masuk melalui inlet chute dan
diangkut dengan belt. Drive pulley digerakkan oleh motor sehingga beltakan
bergerak akibat adanya gaya gesek belt dengan drive pulley.

Gambar 3.38. Belt Conveyor dan Bagian-bagiannya

3.4.2 Bucket Elevator


Bucket elevator merupakan alat transportasi yang dapat bekerja secara
vertikal dengan sudut 90o dengan material yang dibawa dapat berbentuk
powder,butir granular atau material yang lengket. Jenis bucket yang digunakan
71

tergantung sifat material yang akan ditransportasikan. Prinsip kerja bucket


elevator ini yaitu material masuk melalui bagian loading dan masuk ke dalam
bucket. Bucket bergerak keatas karena rantai atau belt yang dihubungkan dengan
motor. Pada bagian atas material akan terlempar keluar akibat ada gaya sentrifugal
ketika bucket berputar balik.

Gambar 3.39. Bagian-bagian Bucket Elevator

3.4.3 Appron Conveyor


Appron Conveyor merupakan alat transport material yang digunakan
untuk mengangkat material dengan kemiringan yang tinggi hingga 45o. Selain
itu biasanya material yang diangkut memiliki temperatur yang tinggi dan
material tersebut bersifat abrasif.Di Pabrik Indarung VI, appron conveyor
dipakai untuk membawa klinker dari dome silo.

Gambar 3.40. Appron Conveyor dan Bagian-bagiannya


72

3.4.4 Air Slide


Air Slide digunakan pada material halus untuk pengangkutan dari
ketinggian tertentu dengan pemasangan alat dengan kemiringan tertentu (sekitar
6-12o). Air Slide terdiri dari box memanjang dengan sekat mendatar oleh bahan
porous yang terbuat dari canvas atau keramik.
Prinsip kerja alat tersebut adalah:
a) Material yang ditransport dalam bentuk powder kering dengan suhu
terbatas sesuai dengan bahan kanvas, maksimum sampai 340ºC. Material
yang ditransport diumpankan ke atas melalui sebuah inlet. Blower akan
meniupkan udara melalui kamar bagian bawah dan menembus kanvas
sehingga material akan terfluidisasi.
b) Dengan prinsip fluidization (bersifat fluida akibat hembusan udara dari
bawah kanvas), dimana material padat dalam bentuk sangat halus/ kecil
dapat mengalir atau mengembang seperti aliran air

Gambar 3.41. Bagian-bagian Air Side

3.4.5 Screw Conveyor


Screw conveyor paling tepat digunakan untuk mengangkut bahan padat
berbentuk halus atau bubur tanpa adanya kemiringan. Alat ini pada dasarnya
terbuat dari pisau yang berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya
akan mirip dengan skrup. Pisau berpilin ini disebut flight.Prinsip kerjanya yaitu
material masuk pada bagian feedchute. Material terdorong kedepan akibat adanya
putaran pada screw flight, screw flight berputar dikarenakan adanya putaran pada
shaft yang berasal dari motor.
73

3.4.6 Drag Chain


Alat ini digunakan untuk mentransportasikan material baik powder
maupun granular. Penggunaannya pada jarak pendek dan tahan terhadap material
dengan temperatur tinggi hingga 650oC. Drag chain biasanya dipasangkan casing
tertutup sehingga lebih cocok untuk penggunaan material berupa powder.
Kelemahannya yaitu sifatnya yang mudah haus karena sering terjadi gesekan baik
antara material dengan chain, chain dengan bottom liner dan wear block atau rail.
Penggunaan chain biasanya pada material dengan densitas yang lebih rendah.

Table 3.5 Perbandingan pemakaian chain dengan belt bucket elevator :


CHAIN ELEVATOR BELT ELEVATOR
Center distance terbatas dan sangat Center distance tergantung
tergantung pada chain, biasanya carcass belt
lebih rendah dari belt elevator
Dapat menyerap beban impact dan Mudah rusak akibat tusukan /
lebih tangguh sobek
Belt pada bucket lebih kokoh Belt mudah lepas saat menggali
sehingga tahan pada saat menggali (jenis sentrifugal)

3.4.7 Cerobong (Stack)

Gambar 3.43.Cerobong
74

Cerobong asap (Stack) adalah alat yang digunakan untuk mentransfer gas
panas/udara buang dari EP ke atmosfer dengan suhu yang rendah.
3.4.8 Hopper

(a) (b)
Gambar 3.44. a. Hopper Limestone , Irond sand , Silica b. Hopper Clay
Hopper adalah alat yang digunakan sebagai tempat penampungan
sementara material yang akan digunakan untuk pembuatan semen, seperti
limestone, Clay, silica stone, dan iron sand. Prinsip kerja dari alat ini yaitu
sebagai penampung sebelum material masuk kedalam unit raw mill dan
didukung dengan alat dosimat feeder dan belt feeder sebagai alat penimbang
berapa banyak material yang akan masuk kedalam raw mill dengan
perbandingan yang telah ditentukan pada set point di CCR.
3.4.7 Ducting
Ducting merupakan sistem pemipaan pada pabrik semen yang
digunakan untuk mengalirkan fluida gas panas.

Gambar 3.45. Ducting


75

3.5 Sensor
Dalam dunia industri khususnya di industri semen, sistem pengukuran
merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan khususnya di industri
kimia dan manufacturing. Sistem pengukuraan berkaitan erat dengan sistem
kontrol dalam suatu proses produksi sehingga hal ini sangat perlu diperhatikan.
Elemen terpenting dari sistem pengukuran adalah elemen sensing
(instrumentasinya sebuah sensor). Berikut alat sensor yang digunakan pada pabrik
Indarung VI:
1. Sensor Proximity Switch
Sensor proximity switch umumnya dipakai untuk memonitoring
peralatan yang berputar (speedmonitor) selain itu juga digunakan untuk
tujuan safety (proteksi) peralatan itu sendiri. Sensor proximity switch juga
digunakan untuk memonitoring posisi bukaan pada gate. Sensor proximity
switch ini biasanya digunakan untuk speed monitor pada belt conveyor,
sensor posisi pada sebuah gate dan masih banyak lagi aplikasi dari sensor
proximity switch ini.
2. Sensor Temperatur
Dalam proses pengukuran temperature di dunia industri khususnya
di industri semen terdapat beberapa jenis sensor temperature yang bisa
digunakan seperti sensor thermocouple dan sensor RTD. Sensor
thermocouple digunakan untuk memonitoring temperatur dari proses
produksi, biasanya yang memiliki temperatur yang sangat tinggi.
Aplikasinya untuk monitoring temperatur di dalam kiln. Sedangkan sensor
temperatur tipe RTD digunakan untuk memonitoring temperatur dari
peralatan atau mesin, tujuannya untuk melindungi perlatan tersebut dari
temperatur yang berlebihan, contoh aplikasinya monitoring temperatur
bearing fan.
3. Sensor Pressure
Sensor pressure digunakan untuk mengukur dan memonitoring
nilai tekanan yang terdapat pada system proses produksi, contohnya
tekanan didalam cyclone preheater. Ada juga yang digunakan untuk
76

mengukur nilai tekanan yang dihasilkan dari aliran fluida (misalnya


udara), contohnya flowmeter pada fan cooler. Di industri semen, sensor
pressure yang digunakan umumnya dari pabrikan Honeywell dengan tipe
ST3000 dan Endress& Hausser dengan tipe PMD70. Meskipun terdapat
juga sensor pressure dari pabrikan lain seperti Danfoss dan beberapa merk
China lainnya.
4. Sensor Level
Sensor level digunakan untuk mengetahui level material (solid
ataupun liquid) yang terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa
silo, bin, storage material ataupun tempat penyimpanan lainnya. Di
industri semen, sensor level untuk material solid digunakan di
storage, CF silo, domesilo, dan cementsilo.
5. Sensor Vibrasi
Sensor vibrasi digunakan untuk memonitoring besarnya nilai
vibrasi dari suatu alat biasanya untuk tujuan safety dan proteksi terhadap
peralatan itu sendiri.Di pabrik semen, sensor vibrasi biasanya digunakan
pada bearing fan (ID fan, raw mill fan, EP cooler fan, EP raw mill fan).
6. Flame Detector
Flame detector merupakan peralatan instrumentasi yang digunakan
untuk mendeteksi nilai intensitas dan frekuensi api dalam suatu proses
pembakaran biasanya menggunakan sebuah sensor optik seperti ultraviolet
(UV), infra red (IR) spectroscopy, dan pencitraan visual flame untuk
mendeteksi spektrum gelombang yang dihasilkan dari api. Sensor ini
digunakan untuk memonitoring panas dari shell kiln, serta memonitor
bentuk api dari burner.

Anda mungkin juga menyukai